• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PERKEBUNAN. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN PERKEBUNAN. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Perkebunan RSK dipimpin oleh seorang administratur yang bertanggung jawab langsung kepada direktur area atas pengelolaan unit usaha yang meliputi bidang tanaman, pengelolaan administrasi, penggunaan materiil, personil serta penanaman area perkebunan termasuk semua harta kekayaan atau aset perusahaan. Dalam pelaksanaan kerjanya administratur dibantu oleh kepala kebun, kepala tata usaha dan kepala pabrik. Struktur organisasi Perkebunan Rumpun Sari Kemuning dapat dilihat pada Gambar Lampiran 1.

Kepala kebun bertugas mengelola dan mengkoordinasikan pekerjaan yang ada dibawah pengawasannya, baik yang menyangkut teknik maupun administrasi sesuai dengan kebijaksanaan administratur. Dalam melaksanakan pekerjaanya kepala kebun dibantu oleh kepala afdeling. Kepala afdeling bertanggung jawab langsung kepada kepala kebun dan administratur atas pelaksanaan kerja di wilayah yang dipimpinnya. Pelaksanaan tugas kepala afdeling dibantu oleh mandor panen dan mandor rawat. Tindakan administrasi di kantor dilakukan oleh kerani afdeling. Kepala teknik bertanggung jawab atas sarana dan prasarana kebun (mesin atau peralatan yang digunakan untuk pengolahan). Kepala teknik dibantu oleh mekanika dan driver. Kepala tata usaha bertugas mengelola administrasi pelaksanaan pengelolaan kebun dan pabrik. Pelaksanaan tugas kepala tata usaha dibantu oleh personalia umum, kepala keuangan dan kepala gudang. Kepala pabrik bertanggung jawab atas pengelolaan dan hasil produksi kepada administratur.

Ketenagakerjaan

Tenaga kerja di Perkebunan RSK terdiri dari karyawan staf, karyawan non staf, karyawan harian tetap dan karyawan harian lepas. Karyawan staf dan non staf adalah karyawan yang diangkat berdasarkan surat keputusan dari direksi. Karyawan staf terdiri dari administratur, kepala kebun, kepala tata usaha dan kepala pabrik serta kepala afdeling. Karyawan non staf terdiri dari kepala personalia, kepala keuangan, kepala gudang, kepala teknik, dan sebagian mandor.

(2)

Karyawan harian tetap adalah karyawan yang diangkat oleh administratur dengan persetujuan direksi, sedangkan karyawan harian lepas adalah karyawan yang bekerja temporer, apabila kebun membutuhkan pekerja tambahan, komposisi karyawan harian lepas di kebun ialah 520 orang untuk tenaga pemetik, 14 orang untuk tenaga HPT, 10 orang tenaga pengendalian gulma kimia, 10 orang untuk tenaga perawatan dan 2 orang tenaga deteksi Hama dan Penyakit Tanaman. Jumlah dan komposisi tenaga kerja Perkebunan RSK dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning Tahun 2008

Tempat Kerja

No Status Kantor Pabrik Kebun Total

1 Karyawan Staf 2 1 3 6

2 Karyawan Non Staf 15 14 28 57

3 Karyawan Harian Tetap 2 61 - 63

4 Karyawan Harian Lepas 2 16 556 574

Jumlah 21 92 587 700

Sumber : Kantor Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2008

Sistem penggajian untuk karyawan staf dan non staf di Perkebunan RSK ditetapkan dari direksi dengan besarnya gaji berdasarkan surat keputusan dari direksi yang disesuaikan dengan dan jabatan golongannya masing-masing. Untuk karyawan harian tetap sistem penggajian ditetapkan berdasarkan surat keputusan administratur dengan besarnya gaji sesuai dengan hari kerja. Sedangkan untuk karyawan harian lepas besarnya gaji berdasarkan prestasi kerja yang diperoleh dan disesuaikan dengan UMR yang berlaku. Pembagian gaji untuk karyawan dilakukan setiap bulan sekali yaitu minggu pertama pada bulan tersebut, namun untuk karyawan harian lepas pembagian gaji dilakukan dua bulan sekali yaitu minggu pertama dan minggu ketiga pada bulan tersebut.

Sistem pengaturan jam kerja yang dilaksanakan di RSK adalah pekerja kebun (pemetik) pukul 06.00 – 13.00 WIB, pegawai kantor pukul 07.30 – 12.00 dan 13.00 – 15.30 untuk hari Senin sampai Kamis, pukul 07.00 – 11.30 dan 13.00 – 15.30 untuk hari Jumat dan pukul 07.30 – 13.00 untuk hari Sabtu. Sedangkan sistem pengaturan jam kerja untuk karyawan pabrik (pengolahan) dibagi dalam 3 shift, dengan masing-masing shift 7 jam kerja.

(3)

Kesejahteraan Karyawan

Perkebunan RSK menyediakan fasilitas-fasilitas untuk karyawan diantaranya perumahan, pelayanan kesehatan, dan tempat olahraga. Perumahan dan sarana penunjang keluarga disediakan kebun untuk karyawan khususnya administratur, kepala kebun, kepala pabrik dan kepala tata usaha yang berasal dari luar daerah kebun.

Pelayanan kesehatan yang disediakan oleh kebun adalah pemeriksaan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan karyawan dengan cara menunjuk salah satu rumah sakit sebagai sarana pelayanan. Untuk kegiatan olahraga, kebun menyediakan peralatan dan fasilitas olahraga bagi karyawan, diantaranya lapangan sepak bola, bulutangkis, volley dan basket.

Selain fasilitas-fasilitas di atas pihak kebun juga memberikan cuti kerja terhadap karyawan yaitu cuti 12 hari kerja setiap satu tahun dan satu bulan setiap 6 tahun sekali. Setiap karyawan mendapatkan pakaian kerja satu stel setiap tahunnya dan pihak kebun juga mengadakan promosi dan penghargaan untuk karyawan dengan surat pengangkatan (melalui SK) dan gaji sesuai jabatan.

Pengelolaan Tenaga Kerja Tingkat Staf

Administratur

Administratur di Perkebunan RSK merupakan jabatan tertinggi di bawah direksi. Administratur merupakan pucuk kepempimpinan yang mengendalikan kegiatan di kebun baik dari segi teknis, manajerial maupun administrasi, sehingga perlu adanya koordinasi dari semua lini dan administratur juga berperan sebagai mediatur Head Office (HO).

Melakukan kontrol ke lapangan untuk menentukan kebijakan yang perlu diambil sesegera mungkin dan melakukan koordinasi dengan HO untuk melakukan kontrol dalam jangka waktu yang pendek, menengah, dan panjang. Administratur juga memperhitungkan biaya serta melakukan analisa terhadap pendapatan dan keuangan yang didapat. Administratur juga memberikan penilaian secara teknis pekerjaan terhadap pelaksanaan kegiatan berdasarkan teknis dan

(4)

biaya efisiensi. Administratur bertanggung jawab untuk menjamin keamanan, kondisi yang kondusif terhadap kebun dan segala isinya.

Kepala Tanaman

Kepala tanaman merupakan salah satu tenaga kerja tingkat staf dalam lingkup kebun. Kepala tanaman bertanggung jawab mengkoordinasikan kegiatan antar afdeling dan mengevaluasi setiap penyimpangan rencana kerja yang terjadi di setiap afdeling, baik teknis maupun biaya operasional. Dalam tugasnya Kepala tanaman dibantu oleh Kepala afdeling. Kepala tanaman mengkoordinasikan antar afdeling untuk menentukan norma berdasarkan S.O.P serta menentukan prioritas kerja dan menilai kejadian yang sebenarnya. Kepala tanaman diharapkan untuk mengetahui setiap penyimpangan rencana kerja yang ada di afdeling baik secara teknis, budidaya maupun cost operasional (efisiensi), dan memberikan instruksi perbaikan terhadap penyimpangan yang terjadi dan memberi motivasi terhadap hal yang sesuai untuk dipertahankan. Kepala tanaman melakukan kontrol fisik setiap kegiatan berdasarkan rencana yang bekerja sama dengan asisten dalam satu blok penuh secara acak. Kepala tanaman melakukan koordinasi dengan HO untuk kebijakan-kebijakan yang perlu diambil sesegera mungkin atau koordinasi dalam bentuk instruksi perbaikan-perbaikan serta pembaharuan dalam pola manajemen yang lebih maju. Kepala tanaman mengadakan rapat koordinasi baik harian maupun mingguan terhadap para asisten untuk setiap kegiatan lapangan, sehingga bila ada penyimpangan segera dapat ditemukan solusinya.

Kepala Afdeling

Kepala afdeling bertanggung jawab langsung terhadap Kepala tanaman, serta bertugas membantu Kepala tanaman dalam membuat rencana untuk dijadikan acuan kegiatan yang ada di setiap afdelingnya. Rencana yang dibuat diantaranya rencana biaya, tenaga kerja, pemeliharaan, pemetikan, serta bahan dan alat yang diperlukan pada kegiatan pemeliharaan dan pemetikan. Asisten afdeling juga bertanggung jawab untuk menentukan target produksi setiap harinya, jumlah tenaga kerja, dan biaya yang diperlukan setiap harinya. Asisten afdeling

(5)

memeriksa kualitas, produktivitas dari tenaga dalam pelaksanaan kegiatan harian sehingga bila terjadi penyimpangan atau kesalahan dapat segera dikoreksi. Asisten afdeling juga memeriksa laporan harian mandor untuk kemudian diserahkan kepada bagian adminstrasi untuk dijadikan data base dan rencana pembayaran.

Dalam melaksanakan tugasnya Asisten afdeling dibantu oleh mandor rawat dan mandor petik. Asisten afdeling melakukan pengawasan terhadap jalannya pekerjaan setiap hari dengan melakukan pengontrolan langsung ke semua blok.

Pengelolaan Tenaga Kerja Lapangan

Kegiatan pengelolaan di Perkebunan RSK terdiri dari kegiatan seleksi bibit, penyulaman (sisip), pemeliharaan dan pemetikan. Kegiatan pemeliharaan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu pengendalian gulma baik secara manual maupun secara kimia, pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman (HPT), pemupukan dan pemangkasan.

Sistem upah tenaga kerja dan sistem upah berdasaran hasil kerja/prestasi yang bersangkutan (borong). Untuk kegiatan seleksi bibit, sisip dan pemeliharaan menggunakan sistem upah harian dengan besarnya upah sebesar Rp12 000,-/HK kecuali kegiatan pemangkasan menggunakan sistem upah borongan dengan besarnya upah 14 000,-/400 m2 (patok). Sedangkan untuk kegiatan pemetikan, upah borong yang ditetapkan adalah sebesar Rp.300,-/kg pucuk basah apabila pucuk yang dihasilkan memenuhi syarat (MS) yaitu sebesar 40 % analisis pucuk tetapi apabila kurang dari 40 % maka upah yang diperoleh adalah sebesar Rp. 275,-/kg dengan kapasitas pemetik berkisar antara 25 - 35 kg/hari.

Semua kegiatan lapangan diatur dan diawasi oleh seorang mandor yang bertanggung jawab langsung terhadap asisten afdeling dan kepala kebun. Mandor lapangan terdiri dari mandor pemeliharaan (rawat) dan mandor petik. Setiap mandor wajib melaporkan kegiatan harian dengan mengisi buku laporan mandor yang berisi laporan hasil kegiatan yang telah selesai dilakukan. Mandor bertugas mengawasi para pekerja di lapangan, memberikan petunjuk teknis budidaya, mengabsen tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja.

(6)

Mandor Pengendalian Gulma Secara Kimia (Chemical Weeding)

Mandor pengendalian gulma secara kimia bertugas merencanakan kegiatan harian pengendalian gulma, jumlah tenaga yang diperlukan, peralatan, material, target luas areal yang akan dikendalikan, waktu pengendalian dan penulisan laporan harian hasil kegiatan setiap hari. Mandor Chemical Weeding membawahi 10 orang pekerja yang berstatus sebagai KHL.

Pengajuan bon material dilakukan sehari sebelum pelaksanaan pengendalian dengan persetujuan Asisten afdeling, diketahui kepala administrasi. Material yang disetujui untuk digunakan dalam pengendalian gulma diambil hari itu juga. Penentuan luas areal pengendalian setiap hari dilakukan sebelum pengendalian dilaksanakan. Sebelum kegiatan pengendalian dilaksanakan, mandor memberikan pengarahan mengenai teknis pengendalian, melakukan absensi pekerja pada hari itu. Mandor Chemical Weeding harus memperhitungkan, mengarahkan pekerja mengenai areal yang akan dikendalikan serta mangawasi langsung pembuatan larutan herbisida, penggunaan dan aplikasi herbisida.

Perhitungan luas areal yang telah disemprot, penggunaan herbisida, tenaga kerja dan lokasi pengendalian dilaporkan pada buku laporan harian mandor. Keberhasilan penyemprotan atau kesalahan yang terjadi di lapangan menjadi tanggung jawab mandor. Jika terjadi kecurangan yang dilakukan oleh pekerja akan dikenai hukuman.

Mandor Perawatan

Mandor perawatan memiliki tugas rangkap sebagai mandor Dongkel Anak Kayu (DAK), mandor pemupukan dan mandor pemangkasan. Mandor perawatan membawahi 10 orang pekerja yang berstatus KHL. Untuk tenaga pemangkasan dipilih tenaga kerja yang berpengalaman sejumlah 10 orang. Mandor perawatan bertugas untuk membuat rencana pelaksanaan pemupukan, DAK serta pemangkasan, mengawasi pelaksanaan pemupukan, DAK, serta pemangkasan, menentukan kebutuhan tenaga kerja, menperhitungkan jumlah pupuk untuk setiap blok dan bertanggung jawab langsung terhadap keberhasilan perawatan. Mandor perawatan membuat laporan kegiatan dan melakukan absen karyawan setiap hari.

(7)

Mandor Hama dan Penyakit Tanaman (HPT)

Mandor HPT membawahi 14 orang tenaga kerja yang berstatus KHL. Mandor HPT bertugas mengarahkan pekerjanya dalam melaksanakan pengendalian, membuat rencana kerja areal yang akan disemprot, membuat bon permintaan penggunaan insektisida atau fungisida. Setiap harinya mandor HPT melakukan absensi tenaga kerja, melaporkan hasil kerja, luas areal yang telah dikendalikan serta melakukan kegiatan koordinasi dalam menanggulangi serangan hama dan penyakit bersama dengan petugas EWS.

Mandor Panen

Perkebunan RSK membagi wilayah panen menjadi 8 kemandoran panen. Setiap kemandoran terdiri atas 2 orang mandor yang bertanggung jawab atas 3 - 4 blok pemetikan, satu orang mandor membawahi 30 - 35 orang tenaga pemetik. Mandor panen bertugas membuat rencana areal blok yang akan dipetik, melakukan absensi tenaga, melakukan pengawasan terhadap pemetikan, melakukan peninjauan terhadap pucuk yang telah dipetik dan pucuk tertinggal, memeriksa jenis petikan yang telah dilakukan, menetukan gilir petik, melakukan pencatatan hasil timbangan berkoordinasi dengan krani timbang dan membuat laporan harian.

(8)

Pembibitan

Pembibitan di Perkebunan RSK yang berluas 0.12 ha terletak di Afdeling OB blok 8 dekat dengan wilayah emplasemen. Pembibitan menggunakan metode single node cutting (stek satu buku) yang berasal dari tanaman klon TRI 2025 yang telah berumur lebih dari 6 tahun setelah tanam dan berumur 4 – 6 bulan setelah dipangkas.

Bangunan pembibitan terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran antar tiang bangunan : tinggi 2 m, lebar 3 m, dan panjang 3 m. dengan arah gawangan Timur – Barat hal ini dimaksudkan agar setiap bedengan dapat memperoleh sinar matahari secara merata. Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 1 m dan panjang 15 m, namun panjang bedengan dibuat sesuai dengan kondisi lahan. Antar bedengan dibuat parit dengan lebar 60 cm. Bangunan pembibitan ditutup menggunakan anyaman bambu yang kerapatannya diatur 2 cm x 4 cm, sehingga sinar matahari yang masuk sebesar 25 %. Lokasi pembibitan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Pembibitan

Kegiatan pembibitan terdiri atas persiapan tanah dan pengisian polybag, penanaman stek dan pemeliharaan bibit. Tanah yang digunakan untuk media tanam sebaiknya adalah tanah yang belum pernah digunakan. Tanah lapisan atas (top soil) dipisahkan dengan tanah lapisan bawah (sub soil). Tanah top soil digemburkan dan diayak setelah itu tanah top soil diberi pupuk TSP 150 g/m3 dan

(9)

urea 150 g/m3, setelah dipupuk, tanah di fumigasi dengan Vapam 150 g/m3 hingga basah, hal ini diperlukan untuk mensterilkan tanah setelah itu tanah ditutup dengan plastic seed selama 21 hari. Tanah sub soil diayak dan diberi tawas secukupnya untuk menurunkan pH dan diberi Dithane M45 sebanyak 150 g. Setelah tanah diberi perlakuan, tanah top soil dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 2/3 bagian, dan kemudian 1/3 bagian atas diisi sub soil. Polybag diberi lubang sebanyak 5 lubang dengan ujung bagian bawah dipotong agar tanah didalam polybag memiliki drainase yang baik. Polybag yang telah diisi media tanah diatur secara rapi dengan kapasitas dalam satu bedengan 4 000 polybag. Sebelum dilakukan penanaman tanah disiram dengan air, dan diharapkan tanah ber-pH 4.5 – 5 karena itu diperlukan penyiraman tawas yang telah dilarutkan dalam 200 l air serta dicampur 300 g Dithane M45.

Sebelum penanaman dipasang pelengkung 35 – 40 cm dari polybag. Stek yang akan ditanam dipotong sehingga memiliki 1 daun, hasil potongan dicelupkan ke dalam larutan Dithane M45 150 g/100 l air lalu bekas luka potongan dicelupkan Rootone F dengan konsentrasi 0.5 kg/l air. Bahan stek ditanam dengan posisi daun menghadap pada satu arah, sehingga tidak saling menutupi. Lalu disungkup plastic seed dan ditutup rapat selama 3 bulan, dimulai dari akhir November hingga akhir Febuari.

Setelah 3 bulan plastic sungkup dibuka dan dilakukan penyiraman dan penyiangan gulma dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu, bila ada serangan penyakit disemprot dengan Cabox dengan konsentrasi 5 cc/knap sack Setelah bibit berumur 4 bulan dilakukan pengaturan naungan, dalam minggu pertama sungkup dibuka selama 2 jam, minggu kedua sungkup dibuka selama 4 jam, minggu ketiga sungkup dibuka selama 6 jam, setelah minggu keempat sungkup dibuka selama 8 jam dan diharapkan bibit dapat bertahan tanpa sungkup. Kemudian setelah bibit berumur 8 bulan dilakukan seleksi bibit namun seleksi bibit tidak dilaksanakan di RSK. Setelah bibit berumur 4 bulan dilakukan pemeliharaan, seperti penyiangan gulma dan penyiraman setiap harinya.

Pemupukan melalui daun dilakukan sebulan sekali menggunakan Bayfolan dengan konsentrasi 50 cc/knapsack dan pemupukan melalui akar dengan larutan

(10)

urea 0.01 % dengan menggunakan gembor. Pengendalian HPT dilakukan bila terjadi serangan.

Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma bertujuan untuk menekan kerugian yang ditimbulkan oleh gulma serendah mungkin, melalui tindakan pemberantasan gulma untuk dikendalikan pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Pengendalian gulma di Perkebunan RSK dilakukan secara manual (dongkel/babat) dan secara kimia dengan menggunakan herbisida. Rotasi pengendalian gulma secara manual dan kimia dilakukan dua kali setahun dengan memperhatikan kondisi kebersihan kebun.

Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan mendongkel atau membabat gulma yang tumbuh di pertanaman teh dengan menggunakan sabit. Gulma dicabut sampai ke akarnya agar tidak tumbuh kembali, kegiatan ini dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai pertanaman teh. Teknis pelaksanaannya menurut barisan tanaman. Gulma yang telah dibabat biasanya dikumpulkan di pinggir jalan dan diletakkan diatas pertanaman teh dan dibiarkan membusuk. Pada umur pangkas muda pengendalian gulma harus maksimal agar pada umur pangkas tua tidak terlalu berat karena bidang tanaman semakin lebar dan persaingan hara tidak besar

Pengendalian gulma secara kimia (chemist) dilakukan dengan menggunakan herbisida Wrap up, yang merupakan herbisida sistemik. Dosis yang digunakan adalah 1.5 l/ha dengan konsentrasi 0.4 % dan volume semprot 400 l/ha. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l. nozel yang digunakan yaitu nozel VLB 100 dengan standar penyemprotan 1 patok (0.04 ha).

Penyemprotan dilakukan dari medan yang sulit dijangkau ke medan yang mudah dijangkau dan dilakukan sejajar menurut barisan tanaman. Sprayer diarahkan di bawah bidang petik teh atau setinggi gulma untuk menghindari keracunan pada pucuk tanaman teh (± 15 cm). kegiatan pencampuran bahan dilaksanakan dilapangan pada penampungan tong berkapasitas 230 l, dengan herbisida sistemik purna tumbuh, herbisida yang digunakan pada perkebunan

(11)

RSK Dacomin 865 SL dengan dosis 1 – 1.5 l /ha, Wrap up 480 AS dengan dosis 1 – 2 l/ha, dan Gerosin 480 SL dengan dosis 4 sampai dengan 8 l/ha.

Penyemprotan herbisida dimulai pada pagi hari yang dipimpin oleh seorang mandor herbisida. Mandor herbisida membawahi 10 orang karyawan yang terdiri dari 4 orang sebagai langsir dan 6 orang sebagai penyemprot. Jumlah komposisi karyawan tersebut dapat berubah tergantung jauh dekatnya sumber air. Standar kerja karyawan pengendalian gulma secara kimia adalah 0.53 ha/HK dan pengendalian gulma secara manual yaitu 0.09 ha/HK. Kegiatan pengendalian gulma kimia dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kegiatan Pengendalian Gulma Secara Kimia

Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian HPT di Perkebunan RSK dilakukan secara kimia. Pengendalian dilakukan dengan pendektesian untuk mengetahui intensitas serangan, luas serangan, kebutuhan pestisida, kebutuhan tenaga kerja, dan volume semprot. Pendeteksian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel 3 tanaman dalam satu patok dalam satu hektar untuk setiap blok. Pengendalian HPT dilaksanakan secara berkala mengikuti tingkat serangannya.

Hama yang paling banyak menyerang tanaman teh di Perkebunan RSK adalah ulat penggulung pucuk, mite (tungau), Empoasca flavescens. Penyakit

(12)

yang banyak menyerang tanaman teh di RSK adalah cacar daun teh (blister blight).

Serangan hama Cydia leucostome menyebabkan penurunan hasil produksi pucuk teh. Ulat ini menyerang pucuk daun teh sehingga menjadi tergulung dan mengakibatkan pertumbuhan tunas/ranting terhambat. Serangan dapat terjadi sepanjang tahun terutama pada tanaman teh dengan umur pangkas yang masih muda. Pucuk daun yang tergulung disebabkan oleh kotoran dari ulat tersebut.

Pengendaliannya secara kimia, menggunakan Rizotin dengan dosis 375 - 750 ml/ha, konsentrasi 1 – 2 ml/l air dengan bahan aktif Sipermetrin 100 gr/l. Pengendalian secara manual juga dilaksanakan dengan cara memetik

pucuk yang terserang, namun dikarenakan keterbatasan tenaga kerja pengendalian manual dilaksanakan oleh tenaga pemetik bersamaan dengan waktu pemetikan sehingga kurang efisien.

Serangan hama Empoasca flavescens berpengaruh terhadap penurunan produksi pucuk teh. Serangan terbesar terjadi pada musim kemarau.pada daun yang terserang timbul noda-noda berwarna kemerahan seperti bekas daun terbakar (leaf burn), kemudian mengering dan tepi daun menggulung ke bawah. Gejala selanjutnya pertumbuhan daun menjadi roset, pucuk tidak tumbuh normal dan tampak seperti cakar ayam. Pada serangan berat sebagian daun berwarna kuning kusam, mengeriting dan terjadi kematian pada pinggir daun. Pengendalian hama ini dilakukan dengan menggunakan Confidor dengan dosis 94 – 188 ml/ha, konsentrasi 0.25 – 0.50 ml/l air, dengan bahan aktif Imidakloprid 200 g/l.

Hama mite (tungau) merupakan hama yang sulit dikendalikan pada perkebunan RSK, serangan hama ini terjadi pada musim kemarau. Hama ini menyerang daun teh tua khususnya pada bagian bawah daun dan bagian petiolusnya. Pada awal serangan terdapat bercak-bercak kecil pada pangkal daun. Tungau ini membentuk koloni pada pangkal daun sekitar tulang daun. Pada serangan yang lebih lanjut kerusakan akan menuju ke tulang daun yang kemudian menyebabkan daun menjadi kemerah-merahan dan kering serta akhirnya rontok. hama ini mengakibatkan daun penyangga rontok sehingga tanaman tidak memiliki daun pemeliharaan sehingga hanya tinggal ranting-ranting perdu teh. Hama ini

(13)

dikendalikan dengan menggunakan Kelthane 200 EC dosis 281 - 421 ml/ha, dengan konsentrasi 0.75 – 1.12 ml/l air, dengan bahan aktif dikofol 191 g/l.

Penyakit cacar daun teh disebabkan oleh cendawan Exobasidium vexans. Serangan terbesar biasanya terjadi pada musim hujan pada blok-blok tanaman teh dengan kelembaban udara tinggi, dekat dengan aliran air, dan sinar matahari kurang. Gejala serangan ini biasanya dimulai dengan adanya bintik-bintik kecil tembus cahaya, berdiameter 0.25 mm. kemudian bercak membesar yang pada permukaannya. Terbentuk spora seperti tepung berwarna putih. Pada tahap akhir pusat bercak menjadi cokelat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian penyakit ini dilaksanakan secara kimia dengan menggunakan Nordox, berbahan aktif tembaga oksida 86 % dengan dosis 469 g/ha, dengan konsentrasi 1.25 g/l air.

Untuk mengetahui tingkat serangan dan tindakan pengendalian serta koefisien biaya untuk pengendalian dilakukan Early Warning System (EWS). EWS dilakukan dengan mengambil sampel tanaman pokok sebanyak 3 tanaman pokok untuk setiap patok, sehingga terdapat 75 tanaman sampel dalam 1 ha. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sistematis (zig zag).

Adapun kriteria serangan hama yang ditetapkan di Perkebunan RSK adalah pada hama Empoasca dan ulat penggulung pucuk serangan ringan kurang dari 5 %, sedangkan serangan sedang 5 – 15 % untuk serangan berat lebih dari 15 %, untuk hama mite serangan ringan kurang dari 10 %, untuk serangan sedang berkisar antara 10 – 20 %, untuk serangan berat lebih dari 20 %.

Alat yang digunakan untuk pengendalian hama dan penyakit adalah knapsack sprayer dengan kapasitas 15 l dan mist blower dengan kapasitas 12 l. Nozel yang digunakan adalah VLB 100. Kegiatan pengendalian HPT dilakukan bersamaan dengan cara mencampur pestisida ke dalam larutan air dengan dosis sesuai serangan hama. Kegiatan penyemprotan dilakukan sesuai dengan kondisi lahan yang ada, dimuai dari lokasi yang jauh dari sumber air ke lokasi yang dekat dengan sumber air.

Tenaga kerja pengendalian HPT terdiri dari 14 orang yang dibagi menjadi tenaga penyemprot 8 sampai dengan 10 orang serta langsir 4 - 6 orang. Standar kerja pengendalian HPT di perkebunan RSK adalah 1.33 ha/HK, namun prestasi kerja nyata tenaga kerja pengendalian HPT adalah 0.53 ha/HK.

(14)

Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman, dengan cara memberikan unsur-unsur hara ke dalam tanah dalam jumlah cukup, sesuai dengan kebutuhan tanaman teh. Pemupukan bertujuan meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh.

Jenis dan Dosis Pupuk

Diperlukan kesesuaian jenis dan dosis yang dibutuhkan oleh tanaman teh. Sehingga perlu adanya penelitian analisis untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah. Di perkebunan RSK kegiatan pemupukan menggunakan pupuk anorganik melalui tanah dan daun. Pupuk melalui tanah yang digunakan pada rotasi pertama adalah Urea (N : 46 %) dengan dosis 217 kg/ha, MOP (K2O : 60 %) dosis 125 kg/ha. Pemupukan pada rotasi kedua menggunakan pupuk Urea (N : 46 %) dengan dosis 217 kg/ha, SP36 dengan dosis 208 kg/ha. Pemupukan pada rotasi

ketiga digunakan pupuk Urea (N : 46 %) dengan dosis 217 kg/ha dan MOP (K2O : 60 %) dengan dosis 125 kg/ha.

Pupuk daun yang digunakan adalah ZnSO4 dengan dosis 3 kg/ha. Rekomendasi pemupukan tanaman teh di Perkebunan RSK ditetapkan oleh direksi melalui HO (Direktorat Pertanaman) berdasarkan analisis tanah dan daun. Analisis tanah dan daun dilakukan dengan cara Leaf Sample Unit (LSU) yang dianalisis rutin setiap tahunnya. Dosis pupuk tiap blok berbeda-beda tergantung kondisi tanaman, kandungan hara dalam tanah dan potensi produksi dari tiap blok. Jenis dan dosis pupuk yang diaplikasikan tidak selalu sesuai dengan rekomendasi pemupukan hal ini disebabkan dengan keterbatasan ketersedian pupuk.

Waktu Pemupukan

Waktu pemupukan disesuaikan dengan keadaan curah hujan dan perencanaan yang telah dibuat. Pemupukan dalam setahun dibagi menjadi tiga rotasi dengan jenis dan dosis pupuk yang berbeda-beda. Pemupukan rotasi

(15)

pertama dilakukan pada bulan Febuari, rotasi kedua dilakukan pada bulan April, sedangkan pada rotasi ketiga dilaksanakan pada bulan Oktober.

Pemupukan melalui daun di Perkebunan RSK dilakukan enam kali dalam setahun. Pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus, September dan Oktober. Pemupukan melalui daun dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan penyemprotan HPT guna efisiensi biaya. Pelaksanaan pemupukan ini dilakukan setelah pemetikan agar tidak mempengaruhi mutu pucuk.

Pelaksanaan pemupukan pelaksanaan pemupukan dimulai dengan pengangkutan pupuk dari gudang dengan truk pada pukul 06.00 WIB, hal ini bertujuan supaya efek dari penguapan belum begitu besar. Pencampuran pupuk dilakukan di lapangan oleh tenaga langsir dengan pebandingan Urea dan MOP yaitu 1.7 : 1. Pelaksanaan pemupukan di lapangan dilakukan dengan cara menyebarkan pupuk diantara 2 sampai dengan 3 baris tanaman dengan sistem giring. Tenaga pemupukan berjumlah 20 orang yang terdiri dari 2 orang pencampur pupuk, 3 orang langsir dan 15 orang penebar pupuk. Alat yang digunakan dalam kegiatan pemupukan adalah ember, alas tempat pencampur, karung, sekop, dan perlengkapan pakaian.

Pemupukan daun (ZnSO4) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman dengan menggunakan mist blower dengan kapasitas 12 l serta knapsack dengan kapasitas 15 l.

Kebutuhan tenaga kerja pemupukan terbagi atas pelangsir dan penabur dengan standar kerja 0.75 HK/ha (1.3 ha/HK). Kegiatan pemupukan dilaksanakan dengan menggunakan tenaga kerja rawat dengan upah Rp 12 000/hari.

Pemangkasan

Pemangkasan ialah kegiatan pemeliharaan tanaman teh yang dilakukan untuk memperbaharui dan memperbaiki bidang petik tanaman serta mengembalikan hasil pucuk yang telah menurun. Jenis pangkasan yang dilaksanakan di perkebunan RSK adalah pemangkasan bersih, yaitu pangkasan dengan bidang pangkas yang rata tetapi pada bagian tengahnya agak rendah seperti mangkuk dengan membuang semua ranting kecil.

Standar tinggi pangkasan pada Perkebunan RSK adalah 60 cm dari permukaan tanah. Pemangkasan dilakukan dengan cara membuang semua ranting

(16)

beserta daun-daunnya, yang tertinggal hanya cabang dan ranting utama. Bentuk potongan (luka pangkas) membentuk sudut 45° menghadap ke dalam perdu untuk menghindari pembusukan, bidang pangkas mengikuti topografi lahan agar tanaman dapat menerima sinar matahari secara merata.

Pemangkasan dilaksanakan secara manual dengan menggunakan alat bantu berupa sabit. Alat yang digunakan harus tajam karena cabang atau batang yang dipangkas tidak boleh pecah atau retak, hal ini disebabkan karena cabang yang retak akan menghambat pertumbuhan tunas. Tinggi pangkasan rata-rata dan persentase kerusakan pangkas di Perkebunan RSK dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Tinggi Pangkasan dan Presentase Kerusakan Akibat Pemangkasan di Afdeling OB 7

Tanaman Tinggi Jumlah Batang/Tanaman Kerusakan Luka Pangkas (%)

I 53.66 25.3 3.0

II 56.00 30.6 8.0

III 66.00 26.0 5.6

IV 63.30 27.0 3.0

Sumber : Hasil Pengamatan

Gilir pangkas yang diterapkan di Perkebunan RSK adalah 4 tahun sekali. Namun pada pelaksanaannya, pemangkasan belum terlaksana seperti yang telah direncanakan tergantung kondisi kebun, hasil produksi, iklim dan tenaga kerja.

Mulai tahun 2007, Perkebunan RSK menetapkan areal yang dipangkas 25 % per tahun dari total luas areal TM dan dilakukan dalam III semester untuk menghindari anjloknya produksi. Pemangkasan berikutnya dilakukan pada bulan dimana blok pangkasan terakhir sudah mulai dijendang. Sisa pangkasan berupa ranting-ranting dibiarkan membusuk untuk menambah bahan organik tanah. Sisa ranting diletakkan diantara barisan tanaman. Pelaksanaan pembersihan ranting ini dilakukan oleh tenaga rawat bersamaan dengan kegiatan Dongkel Anak Kayu beberapa minggu setelah pemangkasan, namun dalam pelaksanaannya kegiatan beres cabang ini sudah tidak dilakukan karena cabang telah diambil oleh penduduk sekitar. Kegiatan pemangkasan dapat dilihat pada Gambar 3.

(17)

Gambar 3. Kegiatan Pemangkasan

Tenaga kerja pemangkasan adalah Karyawan Harian Lepas dengan upah borongan. Besarnya upah yang dibayarkan Rp 14 000/patok. Standar prestasi kerja karyawan pemangkasan adalah 2 patok/hari (0.08 ha/HK).

Pemetikan

Pemetikan merupakan aspek yang paling penting dalam budidaya tanaman teh, pemetikan memegang peranan dalam produksi tanaman. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku (sistem pemetikan) agar kualitas dan kuantitas tanaman teh dapat terjaga. Untuk itu beberapa hal yang harus diketahui berkaitan dengan pelaksanaan pemetikan ialah jenis pemetikan, jenis petikan, gilir petik, pengaturan pemetik, analisa hasil petikan. Pemetikan merupakan kegiatan memungut sebagian dari tunas-tunas teh beserta daunnya yang masih muda (kuncup, ranting muda dan daun) untuk kemudian diolah menjadi produk teh kering yang merupakan komoditas perdagangan. Saat melakukan pemetikan, perlu diperhatikan periode istirahat (burung) dan periode aktif (peko) sebaiknya meninggalkan kepel (daun pertama yang tumbuh dari tunas) dan sehelai daun di atasnya, hal ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan pucuk selanjutnya sempurna.

Jenis Pemetikan

Jenis pemetikan yang dilaksanakan di Perkebunan RSK meliputi pemetikan jendangan, pemetikan produksi dan pemetikan gendesan (rampasan).

(18)

Pemetikan jendangan ialah pemetikan pertama yang dilakukan setelah tanaman teh di pangkas. Pemetikan dilakukan terhadap pucuk-pucuk yang berada pada ketinggian diatas 80 cm. Pemetikan jendangan dimaksudkan untuk membentuk bidang petik yang lebar dan merata dan ketebalan daun pemeliharaan yang optimal agar tanaman dapat berproduksi maksimal. Pemetikan ini dilaksanakan 3 – 5 kali hingga tanaman memasuki masa pemetikan produksi. Tenaga pemetik untuk pemetikan jendangan terdiri dari tenaga pemetik terpilih yang sudah ahli.

Alat yang digunakan untuk pemetikan jendangan ialah alat ukur berbentuk salib, waring dan pisau. Ukuran salib yang digunakan adalah tinggi 80 cm dan lebar 100 cm yang bertujuan untuk mempermudah pemetik menjaga kerataan perdu.

Pengamatan tinggi petikan jendangan dilakukan pada 2 blok yang sedang dilaksanakan pemetikan jendangan, masing-masing blok diambil 10 tanaman sampel, masing-masing tanaman sampel diambil 5 tunas. Setelah 3 – 5 kali pemetikan jendangan dengan interval 14 hari serta tunas sekunder telah dipetik dan bidang petik telah melebar serta ketebalan bidang petik telah mencukupi maka dilanjutkan ke jenis petikan produksi. Pengamatan tinggi petikan jendangan dan tinggi pangkasan dilakukan pada 10 tanaman contoh di dua blok yang berbeda tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Tinggi Petikan Jendangan dan Tinggi Pangkasan pada 2 Blok di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning

Tinggi

Pangkasan Petikan Jendangan

Afd Blok Jendangan Rotasi

Umur Setelah Pangkas

(Bulan) Rencana (cm) Pengamatan (cm) Rencana (cm) Pengamatan (cm)

OB 4 4 3.0 60.00 55.13 20.00 32.35

OB 7 4 2.5 60.00 59.74 20.00 25.96

Sumber : Hasil Pengamatan

Pemetikan produksi yang diterapkan di Perkebunan RSK adalah petikan medium. Rumus petikan medium terdiri dari peko dengan satu daun (p + 1), peko dengan dua daun (p+2), peko dengan tiga daun (p+3), pucuk burung dengan satu daun muda (b+1m) dan pucuk burung dengn dua daun muda (b+2m). Pemetikan

(19)

produksi dilaksanakan terus menerus sesuai dengan gilir petik tertentu sampai tanaman dipangkas kembali. Pucuk yang dipetik adalah peko yang memenuhi syarat, termasuk pucuk burung yang berada di atas bidang petik. Pemetikan di Perkebunan RSK dilakukan secara manual dengan ibu jari dan telunjuk tanpa menggunakan sarung tangan.

Pemetikan produksi dilaksanakan 2 bulan setelah pemetikan jendangan, bila kuncup sekunder telah terpetik dan ditandai dengan tumbuhnya pucuk tersier serta bentuk perdu yang rata. Dalam pelaksanaannya pemetikan produksi harus memikirkan pucuk yang diambil dan pucuk yang ditinggal untuk tetap menjaga kondisi perdu agar rotasi berikutnya perdu tetap menghasilkan pucuk yang optimal. Pada pemetikan produksi penting diperhatikan pucuk manjing, ialah pucuk tanggung yang bila dibiarkan pada rotasi berikutnya sudah menjadi tua, sehingga pucuk manjing ini perlu diperlu dipetik. Selain pucuk manjing, pucuk cakar ayam yang melebihi bidang petik juga harus segera dipetik. Hal ini dikarenakan pucuk cakar ayam akan menghasilkan tunas yang tumbuh tidak optimal. Pengamatan terhadap tebal daun pemeliharaan pada beberapa blok dengan umur setelah pemangkasan yang beragam dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tebal Daun Pemeliharaan pada Beberapa Blok di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning

Afd Blok Umur Setelah Pangkas (tahun) Rata-rata Tebal Daun Pemeliharaan (cm) Rata-rata Lebar Bidang Petik (cm) OB 5 1 39.1 113.1 OB 14 2 24.5 114.2 OB 12 3 58.1 132.9 OA 3 4 45.4 135.5

Sumber : Hasil Pengamatan

Pemetikan yang dilakukan sebelum pemangkasan dilaksanakan ialah pemetikan gendesan, pemetikan ini merupakan pemetikan yang bertujuan untuk menghindari kerugian produksi yang disebabkan oleh pemangkasan, karenanya

(20)

pemetikan ini dilakukan dengan mengambil seluruh pucuk yang memenuhi syarat tanpa perlu memperhatikan pucuk yang ditinggalkan.

Pelaksanaan Pemetikan

Pemetikan di Perkebunan RSK dilaksanakan pada pagi hari dimulai pada pukul 06.00 hingga selesai, waktu pemetikan disesuaikan dengan kondisi pucuk di lapangan. Pemetikan dimulai dari tempat yang jauh dari area penimbangan menuju tempat yang dekat jalan.

Pemetik dilengkapi perlengkapan seperti jidar, waring yang terbuat dari jala berkapasitas 25 – 35 kg dan celemek plastik (Gambar 4.). Hal-hal yang perlu diperhatikan pemetik dalam pelaksanaan pemetikan ialah pucuk yang harus diambil seperti p+3 dan pucuk burung, pucuk yang harus ditinggal seperti pucuk yang dipinggir, dan pucuk yang masih terlalu muda untuk akhirnya dipetik pada rotasi berikutnya, dan terakhir ialah pucuk yang harus dibuang seperti cakar ayam, pucuk burung, dan jambulan.

Gambar 4. Perlengkapan Pemetikan

Jumlah pucuk hasil pemetikan yang berada dalam genggaman dianjurkan jangan terlalu banyak untuk menghindari kerusakan pucuk, pucuk yang telah dipetik bila sudah memenuhi keranjang selayaknya dipindahkan kedalam waring dan diletakkan ke tempat pengumpulan dimana pengangkutan akan dilaksanakan, namun tidak terdapat tempat penampungan khusus pucuk sehingga seringkali pucuk dibiarkan di jalan tanpa adanya pelindung dari hujan maupun cahaya

(21)

matahari. Dalam pelaksanaanya pemetik dapat mengisi keranjang hingga penuh sampai 3 – 4 kali sampai dilaksanakannya penimbangan pertama.

Sistem pemetikan yang dipakai di Perkebunan RSK adalah sistem giring sisir, yaitu pemetik bersama-sama menyelesaikan areal siap petik dengan cara berjajar dari tempat yang terjauh hingga ke tempat yang dekat jalan.

Pemetik seringkali mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan perusahaan seperti pucuk burung tidak dipetik, pucuk manjing ditinggal sehingga pada rotasi berikutnya pucuk tersebut sudah terlalu tua, cara memetik yang dijambret, pucuk cakar ayam tidak dibuang, hal ini disebabkan karena orientasi pemetik adalah mendapatkan hasil sebanyak-banyak karena upah yang diperoleh berdasarkan banyaknya jumlah pucuk yang diperoleh (upah borongan). Oleh karena itu peran mandor pemetikan sangat penting untuk mengawasi dan mengatur tenaga kerja pemetik.

Penimbangan dan Pengangkutan

Penimbangan pucuk di Perkebunan RSK dilakukan 1 sampai 2 kali, hal ini bergantung pada kondisi pucuk di lapangan. Bila penimbangan pucuk dilakukan 1 kali maka penimbangan dilaksanakan pada pukul 09.30 – 10.00 WIB, sedangkan bila penimbangan pucuk dilakukan 2 kali maka penimbangan pertama dilaksanakan pada pukul 09.30 – 10.00 WIB dan penimbangan kedua dilaksanakan pukul 13.30 – 14.00 WIB.

Gambar 5. Kegiatan Penimbangan dan Pengangkutan

Penimbangan dilakukan oleh 2 orang tenaga pemetik dengan cara memikul timbangan (Gambar 5.), hasil penimbangan dicatat oleh krani timbang dan

(22)

mandor pemetikan yang bersangkutan. Di Perkebunan RSK terdapat empat krani timbang yang masing-masing bertanggung jawab atas dua wilayah kemandoran. Setiap krani timbang dilengkapi dengan satu truk, satu sopir, dan dua orang pegawai bongkar muat.

Pucuk yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam truk pengangkutan dan siap dibawa ke pabrik. Kerusakan pucuk yang disebabkan oleh kegiatan ini sangat tinggi, hal ini disebabkan pucuk dimasukkan dengan cara dilempar dan diinjak, dan tidak terdapat rak-rak untuk setiap waring, juga tidak terdapat penutup bak yang dapat melindungi pucuk dari sengatan matahari dan hujan selama proses pengangkutan.

Kapasitas Pemetik

Kapasitas pemetik adalah kemampuan pemetik untuk mengambil pucuk dalam satu hari kerja. Kapasitas petik antar pemetik bervariasi setiap harinya. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat keahlian setiap pemetik, cuaca, topografi lahan, dan kondisi serta jumlah pucuk siap petik di lapangan. BasicYield yang ditetapkan oleh Perkebunan RSK adalah 35 kg. Rata-rata kapasitas pemetik di beberapa blok dari bulan Febuari – April 2008 dapat dilihat di Tabel 9.

Tabel 9. Kapasitas Pemetik di 3 Kemandoran pada Bulan Februari hingga April 2008

Kapasitas Pemetik (kg) Afd Kemandoran

Febuari Maret April Rata-rata

OA Bambang 28.25 37.68 31.64 32.52

OB Sumardi 18.80 21.20 28.50 22.83

OB Nyoman 22.60 28.40 26.50 25.83

Sumber : Buku Harian Mandor Perkebunan RSK

Tenaga Pemetik

Tenaga pemetik memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai hasil petikan yang optimal. Tenaga kerja pemetik di Perkebunan RSK banyak diambil dari kampung sekitar kebun. Berdasarkan target produksi tahun 2008

(23)

sebesar 5 230 000 kg/tahun, sehingga target pucuk/ha/tahun 13 343 kg/ha/tahun, rata-rata kapasitas 35 kg dan hari kerja efektif dalam satu tahun (300 hari), % absensi pemetik dalam satu tahun (A) 5 %, maka rasio tenaga pemetik dapat dihitung dengan rumus :

Produksi pucuk/ha/tahun

TP =  x (100 + Absensi/tahun) % Kapasitas petik/HK x HKE/tahun

13 343 kg /ha/tahun

TP =  x (100 + 5) % 35 kg/HK x 300 hari/tahun

TP = 1.27 orang/ha x 1.05 TP = 1.34 orang/ha

Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa rasio tenaga pemetik di Perkebunan RSK tahun 2008 adalah 1.34, kebutuhan tenaga pemetik di Perkebunan RSK yang memiliki luas areal produktif 391.97 ha adalah 525 orang/hari. Realisasi jumlah tenaga pemetik di Perkebunan RSK adalah 520 orang untuk luasan areal produktif 391.97 ha yang berarti sesuai dengan kebutuhan tenaga pemetik.

Tenaga pemetik di Perkebunan RSK merupakan tenaga borongan yang sistem pengupahannya sesuai dengan berat pucuk yang diperoleh. Dengan perhitungan Rp. 300,-/kg bagi pucuk yang analisa pucuknya diatas 40 %,

sedangkan untuk pucuk dengan analisa kurang dari 40 %, upah tenaga Rp. 275,-./kg. Norma hari kerja untuk pemetikan adalah 12 HK/ha, sehingga

setiap pemetik mendapatkan hanca 0.08 ha/HK namun di Perkebunan RSK untuk kegiatan pemetikan tidak diadakan sistem hanca petik dikarenakan pelaksanaan pemetikan menggunakan sistem giring.

Hanca Petik dan Gilir Petik

Hanca petik adalah luas yang dipetik dalam satu hari oleh seorang pemetik. Pengaturan hanca petik didasarkan pada kapasitas rata-rata pemetik, blok kebun, gilir petik serta topografi dan musim. Semakin pendek daur petik maka semakin luas hanca petik.

(24)

Gilir petik adalah jangka waktu antar satu pemetikan dengan pemetikan berikutnya, dihitung dalam jumlah hari pada blok yang sama. Gilir petik yang diterapkan di Perkebunan RSK bervariasi untuk setiap bloknya, namun diperoleh rata-rata gilir petik berkisar antara 10 sampai dengan 12 hari karena berada Perkebunan RSK termasuk perkebunan yang terdapat pada dataran sedang. Panjang pendeknya gilir petik juga merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produksi pucuk. Realisasi gilir petik di perkebunan RSK dapat dilihat di Tabel 10.

Tabel 10. Realisasi Gilir Petik Beberapa Blok di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning pada Tahun 2008

Ketinggian Lahan Realisasi Gilir Petik

Afdeling Blok (m dpl) (hari) OA 16 1 200 12 OA 12 1 150 12 OA 5 1 100 11 OB 4 1 050 11 OA 14 1 050 11 OB 13 825 11 OB 9 800 11 OB 10 800 11 OB 12 750 9 OB 11 700 9

Sumber : Buku Kerja Mandor Bulan Januari- Mei 2008

Analisis Pucuk

Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pemetikan dari setiap waktu, dan untuk menentukan upah tenaga kerja pemetikan dan premi mandor, Perkebunan RSK melakukan pemeriksaan pucuk hasil petikan melalui analisis pucuk. Kegiatan analisis pucuk dilaksanakan di kantor dan di pabrik (Gambar 6).

(25)

Gambar 6. Kegiatan Analisis Pucuk

Analisis pucuk merupakan pemisahan pucuk yang didasarkan pada bagian

halus, kasar, dan rusak yang dinyatakan dalam persen. Analisis pucuk di Perkebunan RSK dilakukan dengan mengambil sampel dari setiap blok

kemandoran sebanyak 250 g dan dipisahkan berdasarkan kriteria pucuk halus, kasar, dan rusak. Dari masing-masing kriteria tersebut ditimbang dan dihitung presentasenya. Presentase pucuk halus diperoleh dengan mencampur kriteria lembaran daun muda, burung muda, peko dan pucuk muda dengan cara mematahkan bagian batang dari tunas, bila batang termasuk dalam kriteria halus maka batang akan mudah dipatahkan. Setelah diketahui total bobot pucuk halus kemudian dilakukan perbandingan dengan total bobot yang dianalisis. Pucuk yang memenuhi syarat (MS) jika petikan medium minimal 40 % dan pucuk tidak

memenuhi syarat maksimal 60 %. Komposisi pucuk dan analisa pucuk di 3 kemandoran di Perkebunan RSK dapat dilihat di Tabel 13.

Tabel 11. Komposisi Pucuk di 3 Wilayah Kemandoran Perkebunan Rumpun Sari Kemuning

Rotasi Kondisi Pucuk (%) Kemandoran Afd Blok (hari) Petikan

Medium Petikan Kasar Petikan Rusak Gigih OB OB 8 15 10 9 48.4 52.9 46.3 41.6 5.3 5.5 Sumardi OB OB 4 5 12 11 52.1 50.2 45.5 42.9 2.4 6.9 Bambang OA OA 3 4 11 18 47.6 31.9 45.6 61.5 6.8 6.6

(26)

Rata-rata 46.9 44.6 5.3 Sumber: Hasil Pengamatan

Pengolahan Teh Hijau

Untuk mendapatkan teh hijau dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar mutu permintaan pasar, diperlukan suatu program pengolahan yang benar. Terarah dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengolahan yang efisien dan berkesinambungan. Di samping itu diperlukan bahan baku (pucuk) yang bermutu tinggi minimal 60 % halus dan kerusakan pucuk serendah mungkin (5 %). Proses pengolahan teh hijau di Perkebunan RSK segera dilaksanakan setelah pucuk yang petik dilapangan tiba di pabrik.

Penimbangan

Kegiatan pertama yang lakukan ketika pucuk tiba di pabrik adalah penimbangan yang dilakukan oleh krani timbang di pabrik. Tujuan dari penimbangan ini adalah untuk mengetahui jumlah produksi pucuk dan untuk mengetahui penyusutan penimbangan yang terjadi di lapangan. Penyusutan yang terjadi diharapkan kurang dari 2 %.

Pembeberan

Pucuk yang telah di timbang berikutnya akan segera dibeberkan dengan ketebalan 40 cm di tempat yang teduh dengan sirkulasi udara yang baik, hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya pucuk yang longsong, selain itu pembeberan juga dilaksanakan untuk menghindar terjadinya pucuk yang lengket, karena pucuk yang lengket akan meningkatkan tingkat fermentasi. Lokasi pembeberan dapat dilihat pada Gambar 7.

(27)

Gambar 7. Lokasi Pembeberan

Tenaga kerja untuk perawatan pucuk terdiri dari 9 orang KHT yang terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari Minggu – Kamis, shift 1 pukul 09.00 - 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.00 - 24.00 WIB, shift 3 pukul 24.00 - 07.30 WIB dan untuk hari

Jumat dan Sabtu, shift 1 pukul 10.00 - 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.30 – 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 - 05.30 WIB yang masing-masing shiftnya

terdiri dari 3 orang.

Pelayuan

Stasiun pelayuan bertujuan untuk menurunkan kadar air menjadi 60 % sampai dengan 70 % sehingga penguapannya sebesar 35 % - 40 % disertai dengan inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga proses fermentasi tidak terjadi dan pucuk lentur dan mudah tergulung. Mesin yang digunakan untuk proses pelayuan ini adalah rotary panner (Gambar 8), yang merupakan mesin yang menggunaan panas langsung melalui silinder berputar (25 - 28 rpm) atau 2 silinder yang di kanan dan kirinya dilengkapi dengan kompor yang langsung memanaskan silinder tersebut. Suhu yang digunakan adalah 80°C sampai 100°C, dengan waktu yang digunakan 5 - 10 menit. Mesin pelayuan di Perkebunan RSK terdapat dua buah

(28)

Gambar 8. Mesin Rotary Panner

Sistem pelayuan yang digunakan di Pabrik RSK yaitu sistem basah dan sistem pelayuan kering. Sistem pelayuan basah yang dimaksudkan untuk melayukan daun tua dan hasil teh hijau kering yang diinginkan memiliki kenampakan hijau kehitaman. Sedangkan sistem pelayuan kering dimaksudkan untuk pelayuan daun teh muda dan teh hijau kering yang diinginkan berwarna hijau. Namun sistem pelayuan kering lebih banyak dilakukan pada RSK, hal ini disebabkan oleh pucuk daun yang dihasilkan dari kegiatan pemetikan memiliki presentase petikan halus yang lebih besar, selain itu juga kesesuaian keinginan konsumen untuk memperoleh kenampakan yang hijau.

Pucuk teh yang akan dilayukan dimasukkan melalui conveyor dengan tempat pengisian (feed hopper) kemudian diratakan dengan alat perata berputar (leaf spreader) dengan maksud agar pucuk yang masuk ke dalam mesin menjadi rata tidak menggumpal. Di atas conveyor dipasang blower yang meniup angin ke dalam silinder dengan maksud untuk membuang udara jenuh (uap air) dari hasil pemanasan pusuk tersebut dari dalam silinder.

Ciri-ciri pelayuan yang baik adalah pucuk layu yang berwarna hijau cerah mengeluarkan aroma yang khas dan jika pucuk layu tersebut kita genggam dan kita peras dengan satu tangan tidak mengucur airnya namun terasa lengket. Pucuk yang baru keluar dari mesin pelayuan dibeberkan dilantai agar dingin sebelum masuk ke mesin penggulungan.

Tenaga kerja untuk pelayuan terdiri dari 9 orang KHT yang terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari Minggu – Kamis, shift 1 pukul 09.00 - 16.30 WIB, shift 2

(29)

pukul 16.00 - 24.00 WIB, shift 3 pukul 24.00 – 07.30 WIB dan untuk hari Jumat dan Sabtu, shift 1 pukul 10.00 – 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.30 – 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 – 05.30 WIB yang masing-masing shiftnya terdiri dari 3 orang.

Penggulungan

Penggulungan bertujuan untuk membentuk mutu teh secara fisik karena selama proses ini pucuk akan dibentuk menjadi gulungan kecil. Semakin halus pucuk daun teh maka akan semakin cepat dan semakin baik hasilnya. Selain itu penggulungan juga bertujuan untuk pememaran pucuk dan pemerasan cairan sel

dan pembentukan penampakan. Mesin yang digunakan adalah Orthodox roller (OR) dengan kapasitas 40 kg dan 140 kg teh yang telah layu

(Gambar 9). Lamanya penggulungan berkisar antara 15 - 20 menit tergantung kualitas bahan baku pucuk. Pucuk layu yang keluar dari mesin ini sel-sel daunnya telah pecah dan bercampur dengan oksigen sehingga kemungkinan untuk terjadinya fermentasi semakin besar, untuk mencegah fermentasi maka segera setelah pucuk keluar dari mesin harus segera dikeringkan pada mesin pengering pertama. Mesin OR yang terdapat di Perkebunan RSK berjumlah 2 buah dengan kapasitas 140 kg dan 1 buah dengan kapasitas 40 kg.

Tenaga kerja untuk penggilingan terdiri dari 9 orang KHT yang terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari Minggu – Kamis, shift 1 pukul 09.00 - 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.00 - 24.00 WIB, shift 3 pukul 24.00 – 07.30 WIB dan untuk hari

Jumat dan Sabtu, shift 1 pukul 10.00 – 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.30 – 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 – 05.30 WIB yang masing-masing

(30)

Gambar 9. Mesin Orthodox Roller

Pengeringan Awal

Pengeringan awal bertujuan untuk membuat cairan sel daun lebih pekat dan menurunkan kadar air hingga 25 sampai dengan 35 % serta mempertahankan gulungan daun dari OR. Mesin pengering yang digunakan yang digunakan adala mesin ECP (Endless Chain Pressure) atau mesin pengering dengan rantai yang tidak terputus dengan lebar 4 sampai dengan 6 kaki dan terdiri dari 4 tingkat bak pengering. Untuk mengeringkan pucuk dan mencegah fermentasi maka harus digunakan udara panas yang tinggi antar 110°C sampai dengan 135 °C yang berasal dari angin luar yang dihisap oleh blower melalui tungku api besi panas. Pembagian angin diharuskan merata pada seluruh tingkatan agar diperoleh derajat keringan yang sama. Lamanya pengeringan awal sekitar 20 - 25 menit. Mesin ECP yang terdapat di Perkebunan RSK berjumlah 2 buah.

Tenaga kerja untuk stasiun ECP terdiri dari 6 orang KHT yang terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari Minggu – Kamis, shift 1 pukul 09.00 - 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.00 - 24.00 WIB, shift 3 pukul 24.00 – 07.30 WIB dan untuk hari

Jumat dan Sabtu, shift 1 pukul 10.00 – 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.30 – 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 – 05.30 WIB yang masing-masing

shiftnya terdiri dari 2 orang.

Pengeringan Akhir

Pengeringan akhir merupakan kelanjutan dari pengeringan awal sehingga pengeringan akhir ini sangat menentukan mutu teh yang dihasilkan. Mesin

(31)

pengering akhir yang digunakan yaitu Rotary Drier (RD) (Gambar 10) dan mesin pengering Ball tea. Kedua mesin ini berbentuk silinder berputar yang digerakkan oleh electrometer dengan kecepatan putaran 15 - 45 kali per menit sumber panas didapat dari kayu bakar yang dipasang untuk memanaskan silinder. Panas yang dipakai pada awal pengeringan jangan melebihi 100 °C dan menurun hingga 70 °C pada akhir pengeringan. RD bertujuan untuk mengeringkan teh dengan kadar air 10 – 15 % serta menyeragamkan kekeringan. Mesin Ball Tea bertujuan untuk mengeringkan teh dengan kadar air mencapai 3 - 4 %, mesin ini juga bertujuan membentuk gulungan akhir.

Teh setengah kering yang keluar dari ECP ditimbang sejumlah kapasitas RD yaitu sebesar 100 kg teh kering per putaran, kemudian baru dimasukkan ke dalam mesin. Lama pengeringan berkisar antara 20 - 30 menit dengan hasil akhir 65 - 75 kg, sedangkan jika menggunakan mesin ball tea berkisar antara 7 - 12 jam dengan kapasitas mesin lebih besar dari RD.

Terdapat 2 buah mesin Ball tea yang berukuran besar dengan kapasitas 2 000 - 2 250 kg dengan suhu yang dibutuhkan adalah 125 °C, dan 3 buah mesin Ball tea yang berukuran kecil dengan kapasitas 800 – 900 kg dengan suhu yang dibutuhkan adalah 100 – 125 °C setelah teh keluar dari mesin pengering dibeberkan dahulu sampai dingin kemudian dimasukkan kedalam karung kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen dari bahan baku basahnya yaitu berkisar antara 22 – 23 %.

(32)

Setelah pengeringan akhir dilakukan pemolesan terhadap teh kering, pemolesan menggunakan mesin Ball tea namun tanpa menggunakan blower dan tanpa panas hanya menggosokkan teh kering dengan cara diputar. Setelah teh selesai dari stasiun pengeringan akhir teh kering diambil sampel untuk menentukan aroma, rasa, warna dan presentase dari grade.

Tenaga kerja untuk pengeringan akhir terdiri dari 6 orang KHT yang

terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari Minggu – Kamis, shift 1 pukul 09.00 - 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.00 - 24.00 WIB, shift 3 pukul 24.00 – 07.30 WIB dan untuk hari Jumat dan Sabtu, shift 1 pukul 10.00 – 16.30 WIB, shift 2 pukul 16.30 – 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 – 05.30 WIB yang masing-masing shiftnya terdiri dari 2 orang.

Sortasi Kering

Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan, memurnikan dan membentuk jenis mutu teh hijau sesuai permintaan pasar. Sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin kemudian dilanjutkan secara manual apabila hasil sortasi belum baik terutama untuk mutu grade I. Mesin sortasi yang digunakan di Perkebunan RSK adalah meksy layer yang berfungsi untuk memisahkan teh berdasarkan ukuran partikelnya. Middleton berfungsi untuk memisahkan tulang dan menyeragamkan partikel. Di Perkebunan RSK terdapat 2 buah mesin middleton. Winnower berfungsi untuk memisahkan berat ringannya partikel teh kering.

Perkebunan RSK membagi mutu teh menjadi dua grade yaitu grade I dan grade II. Grade I terdiri dari Cun Mee (CM), Peko Super Kecil (PSK), Peko Super Besar (PSB). Sedangkan grade II terdiri dari Kempring, Dust, Tulang dan Lokal. Tenaga kerja untuk sortasi terdiri dari 15 orang KHT yang terbagi dalam 3 shift kerja untuk hari minggu – kamis, shift 1 pukul 07.00 - 15.00 WIB, shift 2 pukul 15.00 - 23.00 WIB, shift 3 pukul 23.00 – 07.00 WIB dan untuk hari jumat – sabtu, shift 1 pokul 07.30 – 14.00 WIB, shift 2 pukul 14.00 – 21.00 WIB, shift 3 pukul 21.00 – 04.00 WIB yang masing-masing shiftnya terdiri dari 5 orang.

(33)

Pengepakan

Pengepakan bertujuan untuk melindungi produk teh hijau dari kerusakan dan memudahkan dalam penyimpanan di gudang dan pengangkutan. Pengepakan yang dilakukan di RSK bervariasi untuk setiap gradenya. Pengepakan untuk tujuan ekspor (grade I) menyesuaikan permintaan dari konsumen. Bahan pengepakan untuk tujuan ekspor adalah plastik inner, karung plastik, karung goni, karung plastik.

Untuk Cun Mee pengepakan menggunakan plastik inner, karung plastik, karung plastik dan karung goni. Karung goni diberi tanda warna biru. Untuk PSK pengepakan menggunakan plastik inner, karung plastik, karung goni, dan karung plastik, karung plastik terluar diberi tanda warna hijau. Untuk PSB pengepakan menggunakan plastik inner, karung plastik, karung goni dan karung plastik, karung plastik terluar diberi tanda berwarna biru. Pengepakan untuk grade II bahan yang digunakan adalah karung plastik dan karung inner. Bobot dan jumlah karung dalam satu chop masing-masing mutu teh yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Bobot dan Jumlah Karung Tiap Mutu Teh Hijau di Perkebunan Rumpun Sari Kemuning 2008

Mutu Teh Hijau Bobot Karung (kg) Karung/Chop Jumlah Bobot per chop (kg) Keterangan

CM 50 44 2200

PSK 25 44 2200

PSB 50 44 1980

Lokal I 35 57 2000 terdapat 1 karung berbobot 40 kg

Kempring 35 80 2000 terdapat 1 karung berbobot 40 kg

Lokal II 25 80 2000

Tulang 25 44 2000

Dust 50 44 2200

Keringan Murni 35 57 2000 terdapat 1 karung berbobot 40 kg

Sumber : Pabrik Perkebunan Rumpun Sari Kemuning, 2008

(34)

Norma Pemetikan Tinggi Petikan Jendangan

Perkebunan RSK menetapkan tinggi petikan jendangan berdasarkan tinggi pangkasan, yaitu semakin tinggi pangkasan, maka semakin tinggi petikan jendangan semakin rendah. Pengatuan tinggi petik dari bidang pangkas adalah untuk pangkasan dengan tinggi 40 – 45 cm maka tinggi jendangan 20 – 25 cm, untuk pangkasan dengan tinggi 45 – 50 cm maka tinggi jendangan 15 – 20 cm, untuk pangkasan dengan tinggi 50 – 55 cm maka tinggi jendangan 15 – 20 cm, untuk pangkasan dengan tinggi 55 – 65 cm maka tinggi jendangan 10 – 15 cm (Ghani, 2002). Dari Tabel 7, terlihat bahwa tinggi petikan jendangan direncanakan 20 cm dari luka pangkas. Namun pada kenyataannya, kondisi tinggi jendangan lebih tinggi dibandingkan teori dan rencana (27 - 32 cm diatas luka pangkas). Pelaksanaan pemetikan jendangan yang tidak sesuai dengan rencana, maupun teori yang ada hal ini mengakibatkan pucuk yang ditinggalkan untuk membentuk tebal daun pemeliharaan tidak merata serta tidak melebar karena tunas sekunder tidak terbentuk secara optimal.

Menurut Gustiya (2005) bila petikan jendangan terlalu tinggi menyebabkan cabang primer yang terlalu banyak sehingga produksi pucuk berkurang dan jika terlalu rendah hanya sedikit cabang yang mendukung pertumbuhan sehingga produksi akan berkurang. Surastri (2006) menambahkan, petikan jendangan yang paling efektif terhadap produksi pada pangkasan bersih adalah 10 cm dari bidang pangkas. Semakin tinggi petikan jendangan dilakukan, intensitas serangan hama penyakit akan cenderung meningkat, karena semakin lama tanaman tersebut dijendang maka semakin lama pula kesempatan patogen menghasilkan spora. Pemetikan jendangan pada Blok OB 4 dan OB 7 pemetikan dilakukan secara manual, penggunaan pisau hanya diperbolehkan untuk memetik tunas-tunas yang sudah tua yang berada diatas bidang petik. Pemetik untuk pemetikan jendangan diharapkan pemetik yang sudah berpengalaman.

(35)

Pemetikan jendangan di Perkebunan RSK dilakukan apabila 60 % dari areal yang dipangkas telah memenuhi syarat untuk dijendang dan tinggi rata-rata pucuk telah mencapai 15 – 20 cm dari luka pangkas. Pada umumnya petikan jendangan dilakukan 2 – 3 bulan setelah pemangkasan (BPTK, 1992). Waktu pelaksanaan pemetikan di blok OB 4 dan OB 7 berkisar antara 2.5 – 3 bulan setelah pemangkasan.

Waktu pelaksanaan pemetikan jendangan berpengaruh langsung terhadap tinggi pucuk jendangan. Semakin cepat pelaksanaan pemetikan jendangan, maka tinggi jendangan semakin rendah, sehingga akan meninggalkan pucuk yang pendek. Sebaliknya apabila waktu dimulainya pemetikan jendangan semakin lama, maka tinggi tunas akan meningkat (Adisewojo, 1982).

Tebal Daun Pemeliharaan

Daun pemeliharaan adalah kumpulan daun-daun yang berada di bagian bawah bidang petik, dan mampu untuk melakukan fotosintesis untuk produktivitas dan pertumbuhan tanaman (Tobroni, 1982). Daun pemeliharaan pada tanaman teh diperlukan untuk menjamin produktivitas dan kelangsungan hidupnya. Daun pemeliharaan berfungsi sebagai pabrik fotosintat yang digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme tanaman, ketebalan daun pemeliharaan ditandai dengan warna daun hijau muda dengan ketebalan sekitar 20 cm (Ghani, 2002). Berdasarkan pengamatan pada beberapa blok dengan umur setelah pemangkasan yang beragam, tebal daun pemeliharaan berkisar antara 24.5 - 68.5 cm (Tabel 8).

Pada Tabel 8, terlihat bahwa Blok OB 5, OB 14, OB 12, OA 3 memiliki tebal daun pemeliharaan lebih dari 20 cm. Kondisi perdu pada blok OA 3 walaupun umur pangkasan yang sudah mendekati pangkasan berikutnya, memiliki ketebalan daun pemeliharaan yang lebih kecil dibandingkan dengan blok OB 12. Hal ini dikarenakan topografi lahan pada blok OA 3 yang curam, dan terkena angin sehingga banyak daun pemeliharaan yang rontok, untuk menghindari kehilangan daun pemeliharaan diperlukan gilir petik yang lebih panjang untuk membentuk daun pemeliharaan baru.

Menurut Setyamidjaja (2000) tebal daun pemeliharaan yang lebih tebal atau lebih tipis dari 15 cm – 20 cm akan menyebabkan pertumbuhan tunas

(36)

terhambat. Daun melakukan fotosintesis, hasil fotosintesis tersebut dialirkan ke bagian-bagian tanaman lainnya untuk digunakan aktivitas pertumbuhan dan respirasi. Daun-daun dan bagian batang yang muda dan mengandung klorofil, yang dapat menghasilkan fontosintat disebut sources, dan bagian tanaman yang menggunakan fotosintat disebut sinks (Tobroni, 1988). Pada tanaman teh, proses fotosintesis sangat tergantung kepada daun pemeliharaan, apabila daun pemeliharaan terlalu tebal, proses fotosintesis tidak efisien karena daun-daun yang berada di bagian bawah tidak dapat melakukan fotosintesis, sedangkan pada malam hari daun-daun yang berada di bagian bawah tersebut melakukan proses

respirasi, sehingga daun bagian bawah akan bertindak menjadi sinks (Tobroni, 1988).

Gilir Petik

Gilir petik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu topografi, iklim, kesehatan tanaman dan jenis petikan. Gilir petik akan bertambah panjang dangan bertambahnya ketinggian tempat, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan pucuk pada daerah yang lebih tinggi akan lebih lambat. Perkebunan RSK berada pada ketinggian sedang yaitu berkisar antara 700 sampai dengan 1 200 m dpl, sehingga ditetapkan gilir petik berkisar antara 9 sampai dengan 12 hari, dari hasil pengamatan (Tabel 10) dapat dilihat bahwa gilir petik pada blok-blok di Perkebunan RSK sesuai dengan standar yang ditetapkan kebun.

Realisasi gilir petik yang bervariasi sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman dan jumlah tenaga pemetik. Kondisi tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman, pertumbuhan pucuk, kesehatan tanaman dan perbaikan daun pemeliharaan. Gilir petik menjadi lebih panjang disebabkan umur pangkas yang semakin tua dan terhambatnya pertumbuhan pucuk pada saat musim kemarau karena kekurangan air dan mendapat sinar matahari yang terlalu besar.

Kesehatan tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan pucuk, semakin sehat tanaman maka pertumbuhan pucuk semakin cepat sehingga gilir petik semakin pendek (Tobroni, 1988). Beberapa blok di Perkebunan RSK sedang mengalami perbaikan daun pemeliharaan, hal tersebut mempengaruhi

(37)

pertumbuhan pucuk sehingga gilir petiknya tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Ketersediaan tenaga pemetik yang tidak stabil dapat berpengaruh terhadap panjang-pendeknya gilir petik sebagian besar tenaga pemetik di Perkebunan RSK berasal dari kampung di sekitar kebun sehingga ketersediaanya tidak dapat diperkirakan. Keterbatasan tenaga pemetik menyebabkan hanca petik tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan, sehingga gilir petik menjadi lebih panjang.

Kapasitas Pemetik

Kapasitas pemetik adalah realisasi jumlah pucuk yang dapat dipetik oleh seorang pemetik dalam satu hari kerja. Standar Basic Yield per HK di Perkebunan RSK adalah 35 kg. Tabel 9 menunjukkan bahwa kapasitas pemetik di Perkebunan RSK (22.83 – 32.52 kg) masih dibawah Basic Yield yang ditentukan oleh perusahaan.

Rendahnya kapasitas pemetik disebabkan oleh rendahnya pengawasan mandor, topografi lahan yang curam sehingga pemetikan sulit dilakukan, dan cara pemetikan yang salah. Terutama pada blok Kemandoran Sumardi dan Gigih pemetikan pada rotasi sebelumnya dilakukan pada pucuk yang masih terlampau muda sehingga pada rotasi berikutnya tidak tersedia pucuk yang siap dipetik. Kapasitas pemetik bergantung pada kondisi pucuk di lapang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: cuaca, populasi tanaman, keterampilan para pemetik dan topografi areal yang dipetik. Rendahnya kapasitas pemetik disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jam kerja (4-5 jam/hari) yang masih di bawah standar perkebunan (8 jam sehari), kondisi pucuk di lapangan, ketrampilan pemetik yang masih rendah sehingga pemetikan dilakukan dengan cara dijambret, sehingga pertumbuhan pucuk untuk gilir berikutnya tidak merata (Gumilar, 2004).

Analisis Petik dan Analisis Pucuk

Analisis petik bertujuan menilai ketepatan pelaksanaan pemetikan, keterampilan pemetik dan kondisi tanaman, sedangkan analisis pucuk berguna

(38)

untuk menilai kondisi pucuk yang akan diolah dan untuk memperkirakan presentase mutu teh jadi yang akan dihasilkan. Di Perkebunan RSK analisis petik tidak dilaksanakan, analisis pucuk dilakukan untuk menghitung upah tenaga kerja dan premi mandor.

Pada Tabel 11, terlihat bahwa rata-rata hasil analisis pucuk pada Perkebunan RSK pada bulan Febuari – April 2008 yaitu sebesar 46.9 %, yang berarti telah memenuhi ketetapan kebun sebesar 40 % analisis pucuk memenuhi syarat. Analisis pucuk pada Blok OA 4 yang masih dibawah ketetapan kebun disebabkan kondisi pucuk yang kurang baik disebabkan karena penambahan gilir petik untuk mempertebal daun pemeliharaan yang hilang karena angin. Menurut Sukasman dan Mahmud (1988), mutu pucuk hasil pemetikan yaitu kehalusan dan keragaman jenis pucuk dipengaruhi oleh panjang gilir petik. semakin panjang gilir petik dapat menyebabkan tidak tercapainya standar pemetikan medium, yaitu pucuk telah melebihi rumus petik standar pemetikan medium.

Faktor penyebab tingginya pucuk kasar pada hasil analisis pucuk, yaitu cara pemetikan yang keliru, rotasi terlalu panjang dan peninggalan pucuk pada saaat pemetikan. Pemetikan yang kurang teliti dan rendahnya jam kerja serta pengawasan mandor yang kurang menyebabkan pemetik hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas pucuk. Pemetikan yang dilakukan di bagian bawah bidang petik, dijambret dan memakai sarung tangan, semakin menambah presentase pucuk kasar yang didapat karena banyak pucuk burung yang terambil yang seharusnya digunakan sebagai daun pemeliharaan. Selain itu, peninggalan pucuk pada saat pemetikan menjadi salah satu penyebab semakin banyaknya pucuk kasar, apabila pucuk yang ditinggal untuk rotasi berikutnya terlalu besar atau terlalu kecil.

Kebutuhan Tenaga Pemetik

Tenaga pemetik sangat diperlukan dalam upaya mengumpulkan hasil petikan yang maksimal. Pengaturan tenaga pemetik di Perkebunan RSK berdasarkan luas areal yang akan dipetik dan hasil pucuk yang dicapai oleh rata-rata pemetik dalam satu hari.

(39)

Berdasarkan perhitungan, maka dapat diketahui bahwa ratio tenaga pemetik di Perkebunan RSK tahun 2008 adalah 1.34, kebutuhan tenaga pemetik di Perkebunan RSK yang memiliki luas areal produktif 391.97 ha adalah 525 orang. Realisasi jumlah tenaga pemetik di Perkebunan RSK adalah 520 orang untuk luasan areal produktif 391.97 ha yang berarti sesuai dengan kebutuhan tenaga pemetik.

Di Perkebunan RSK setiap kemandoran pemetikan terdiri dari dua mandor petik, yang masing-masing membawahi 25 – 30 orang tenaga pemetik. Satu kemandoran menguasai 3 – 4 blok penanaman yang luasannya berkisar 12 -14 ha.

Gambar

Tabel 5. Jumlah dan Komposisi Tenaga Kerja di Perkebunan Rumpun Sari  Kemuning Tahun 2008
Gambar 1. Lokasi Pembibitan
Gambar 2. Kegiatan Pengendalian Gulma Secara Kimia
Tabel  6.  Rata-rata  Tinggi  Pangkasan  dan  Presentase  Kerusakan  Akibat  Pemangkasan di Afdeling OB 7
+7

Referensi

Dokumen terkait