• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur wacana semarangan pada surat kabar harian Suara Merdeka edisi Januari--Maret 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implikatur wacana semarangan pada surat kabar harian Suara Merdeka edisi Januari--Maret 2014"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. IMPLIKATUR WACANA SEMARANGAN PADA SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA EDISI JANUARI—MARET 2014. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun oleh: Fransiska Ida Kurnia 08 1224 073. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015.

(2) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. IMPLIKATUR WACANA SEMARANGAN PADA SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA EDISI JANUARI—MARET 2014. SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Disusun oleh: Fransiska Ida Kurnia 08 1224 073. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i.

(3) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ii.

(4) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. iii.

(5) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. M OT O. “As long as you feel pain, you are still alive. As long as you make mistakes, you are still human. As long as you keep trying, there is still hope.” (www.thinkpositive.com). “Do what makes you happy because at the end, who is there? You.” (www.thinkpositive.com). iv.

(6) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Kupersembahkan karya yang tidak seberapa ini untuk orang-orang yang selalu memberikan kepercayaan dan harapannya kepadaku.  Kedua orang tuaku, Bapak Antonius Heribertus Sujoto dan Ibu Margaretha Maria Sri Ekanti. Hanya ini yang bisa kupersembahkan untuk saat ini dan aku berjanji ini barulah sebuah awal.  Kakak-kakakku FX. Yudianto, Petrus Rudiatmoko, Ignatius Odi Sasangka dan adikku Rosalia Dewi yang tersayang.  Calon pendamping yang selalu ada setiap waktu.. v.

(7) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.. Yogyakarta, 31 Juli 2015 Penulis,. Fransiska Ida Kurnia 08 1224 073. vi.

(8) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Fransiska Ida Kurnia. Nomor Induk Mahasiswa. : 08 1224 073. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul: IMPLIKATUR WACANA SEMARANGAN PADA SURAT KABAR HARIAN SUARA MERDEKA EDISI JANUARI—MARET 2014 Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 24 Juli 2015 Yang menyatakan,. Fransiska Ida Kurnia. vii.

(9) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRAK Kurnia, Fransiska Ida. 2015. Implikatur Wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian “Suara Merdeka” Edisi Januari—Maret 2014. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah implikatur wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Penelitian ini menjawab dua masalah, yakni (1) bagaimana wujud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014? dan (2) apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari— Maret 2014? Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle (1975), yakni tindak tutur deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Kelima tindak tutur tersebut yang nantinya akan menjadi pendukung untuk menganalisis wujud dan maksud implikatur. Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Data penelitian ini berupa tuturan tertulis yang terdapat dalam wacana Semarangan yang muncul setiap hari Senin—Sabtu. Adapun, langkah-langkah analisis data, yaitu peneliti membaca dan memahami data yang sudah terkumpul dalam tabel kemudian menjelaskan mengenai konteksnya. Setelah semua kolom konteks terisi, peneliti melanjutkan untuk menentukan wujud dan maksud implikatur. Sesuai dengan kedua rumusan masalah di atas, hasil dari penelitian ini adalah pertama, wujud implikatur dari data wacana Semarangan berupa tindak tutur. Peneliti menemukan empat wujud implikatur, yakni: (1) implikatur representatif, (2) implikatur ekspresif, (3) implikatur direktif, dan (4) implikatur komisif. Kedua, peneliti menemukan lima belas maksud implikatur yang terdapat dalam data wacana Semarangan, yakni: (1) berspekulasi, (2) memberikan kesaksian, (3) mengakui, (4) menunjukkan, (5) melaporkan, (6) mengungkapkan, (7) menyebutkan, (8) kritik, (9) mengeluh, (10) menyanjung, (11) memuji, (12) menyarankan, (13) meminta, (14) mendesak, dan (15) ancaman.. viii.

(10) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. ABSTRACT. Kurnia, Fransiska Ida. 2015. The Implicature of Semarangan Discourse in Suara Merdeka Newspaper of January—March 2014 Edition. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.. This research discussed about the implicature of Semarangan discourse in Suara Merdeka newspaper of January—March 2014 edition. This research is to answer on two problems, namely: (1) how the implicature form used in Semarangan discourse in Suara Merdeka newspaper January—March 2014 edition? and (2) what is the implicature purpose contained in Semarangan discourse in Suara Merdeka newspaper January—March 2014 edition? The theories used in this research are speech act theory stated by Searle (1975), namely declarative speech act, representative speech act, expressive speech act, directive speech act, and commisive speech act. That five speech acts will support to analyzing implicature form and implicature purpose. Based on the applied methodology, this research was considered as descriptive-qualitative research. Semarangan discourse in Suara Merdeka newspaper January—March 2014 edition belonged to the source of this research. This research’s analysis data was in form of written utterance in the newspaper’s discourse. This research was also generated by using following steps of the data analysis. First, the researcher read and understood the collected data and transcribing them into table forms. Next the researcher explained the context of each data. After all the column of the context had already been filled in, the researcher proceed to establish implicature form and the intention of the implication. According to the problems formulation above, the result of this research are first, Semarangan discourse data implicature form is a speech act. The researcher found four the implicature forms, namely: (1) representative implicature, (2) expressive implicature, (3) directive implicature, and (4) commisive speech act. Second, the researcher found fiveteen implicature purposes, namely: (1) speculating, (2) giving witnesseth, (3) confessing, (4) indicating, (5) reporting, (6) revealing, (7) mentioned, (8) criticism, (9) complaining, (10) praised, (11) giving praise, (12) giving suggestion, (13) requiring, (14) insisted, and (15) threated.. ix.

(11) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul Implikatur Wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka Edisi Januari—Maret 2014, penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut. 1.. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.. 2.. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, selama ini menjadi Pembimbing Akademik yang baik.. 3.. Bapak Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang terus memberikan semangat dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.. 4.. Robertus Marsidiq, selaku staf Sekretariat Program Studi PBSI yang turut membantu kelancaran skripsi ini.. 5.. Segenap dosen PBSI yang selama ini telah membagi ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.. 6.. Bapak dan ibu penulis (Bapak Antonius Heribertus Sujoto dan Ibu Margaretha Maria Sri Ekanti) yang selalu sabar dan senantiasa memanjatkan doa bagi penulis.. 7.. Kakak-kakak penulis Yudi, Rudi, Odi, dan adik penulis, Rosa, terima kasih atas dukungan dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.. 8.. Candra Setiyawan, terima kasih telah menjadi teman yang begitu setia hingga detik ini. Terima kasih atas dukungan, doa, kesabaran, tempat berbagi suka dan duka selama penulis menyelesaikan skripsi ini.. x.

(12) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 9.. Sergius Leski Sinatus Putra, Chrisidina Librita Famalesti, Intan Listya Yakub, Istianah, Cicilia Reny Septiana, Esti Nuryani, Valdo, Pandit, Yossi, dan Andi selaku sahabat-sahabat penulis, terima kasih atas dukungan dan doanya.. 10. Chyntia Radeani, Vicky Aprilia, Guntur Firmansyah, Monica Ayu, Petrus Kanisius, dan Maria Evi, selaku teman-teman yang berjuang bersama untuk menyelesaikan skripsi, terima kasih atas dukungan dan doanya. 11. Teman-teman PBSI yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas kerjasamanya selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah membantu. Semoga kebaikan dan doa yang dipanjatkan untuk penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna. Walaupun demikian, besar harapan penulis bahwa penelitian ini berguna dan menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya. Yogyakarta, 24 Juli 2015 Penulis. Fransiska Ida Kurnia. xi.

(13) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN MOTO .................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................... vii ABSTRAK .................................................................................................. viii ABSTRACT ................................................................................................. ix KATA PENGANTAR ................................................................................ x DAFTAR ISI .............................................................................................. xii DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.5 Batasan Istilah ................................................................................ 1.6 Sistematika Penyajian ..................................................................... 1 3 3 3 5 6. BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 8 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................ 2.2 Kajian Teori ................................................................................... 2.2.1 Pragmatik .............................................................................. 2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik ........................................... 2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition) ................................. 2.2.2.2 Deiksis ..................................................................... 2.2.2.3 Tindak Tutur ............................................................ 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa ............................................. 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa ..................................... 2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik ............................... xii. 8 10 10 12 12 13 14 19 21 22.

(14) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2.2.3.1 Jenis-Jenis Implikatur .............................................. 2.2.3.1.1 Implikatur Konvensional ......................... 2.2.3.1.2 Implikatur Non-Konvesional/ Implikatur Percakapan ............................. 2.2.3.2 Fungsi Implikatur .................................................... 2.2.4 Konteks ................................................................................. 2.2.5 Wacana Semarangan ............................................................. 2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................... 25 25 26 32 33 36 39. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 41 3. 1 3. 2 3. 3 3. 4 3. 5 3. 6. Jenis Penelitian ............................................................................... Sumber Data Penelitian ................................................................. Instrumen Penelitian ....................................................................... Teknik Pengumpulan Data ............................................................. Teknik Analisis Data ...................................................................... Triangulasi Data .............................................................................. 41 42 42 43 43 44. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 45 4.1 Deskripsi Data ................................................................................ 4.2 Analisis Data .................................................................................. 4.2.1 Wujud Implikatur dalam Wacana Semarangan ........................ 4.2.1.1 Implikatur Representatif .................................................. 4.2.1.2 Implikatur Ekspresif ........................................................ 4.2.1.3 Implikatur Direktif .......................................................... 4.2.1.4 Implikatur Komisif ......................................................... 4.2.2 Maksud Implikatur dalam Pojok .............................................. 4.2.2.1 Maksud Implikatur Berspekulasi .................................. 4.2.2.2 Maksud Implikatur Memberikan Kesaksian ................. 4.2.2.3 Maksud Implikatur Mengakui ...................................... 4.2.2.4 Maksud Implikatur Menunjukkan ................................ 4.2.2.5 Maksud Implikatur Melaporkan ................................... 4.2.2.6 Maksud Implikatur Mengungkapkan ............................ 4.2.2.7 Maksud Implikatur Menyebutkan ................................. 4.2.2.8 Maksud Implikatur Kritik (Mengkritik) ........................ 4.2.2.9 Maksud Implikatur Menyanjung .................................. 4.2.2.10 Maksud Implikatur Memuji .......................................... 4.2.2.11 Maksud Implikatur Mengeluh ...................................... 4.2.2.12 Maksud Implikatur Menyarankan ................................. 4.2.2.13 Maksud Implikatur Meminta ........................................ 4.2.2.14 Maksud Implikatur Mendesak ...................................... 4.2.2.15 Maksud Implikatur Ancaman ....................................... 4.3 Pembahasan ................................................................................... 4.3.1 Implikatur Representatif ........................................................ 4.3.2 Implikatur Ekspresif .............................................................. xiii. 45 46 47 47 49 50 52 53 53 55 57 58 59 60 62 63 64 65 66 68 69 70 71 73 75 77.

(15) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4.3.3 Implikatur Direktif ................................................................ 78 4.3.4 Implikatur Komisif ................................................................ 79 BAB V PENUTUP ..................................................................................... 81 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 81 5.2 Saran .............................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 83 LAMPIRAN 1 ............................................................................................ 87 LAMPIRAN 2 ............................................................................................ 113 BIOGRAFI PENULIS ................................................................................ 123. xiv.

(16) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR TABEL. Tabel 1: Lima Fungsi Tindak Tutur Searle ................................................... 18 Tabel 2: Wujud dan Maksud Implikatur Wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka Edisi Januari—Maret 2014 ............................................................. 81. xv.

(17) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR BAGAN. Bagan 1: Kerangka Berpikir ......................................................................... 40. xvi.

(18) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1: Tabel Wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka Edisi Januari—Maret 2014 ....................................................... 87 Lampiran 2: Tabel Triangulasi Data Wacana Semarangan ............................ 113. xvii.

(19) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena besarnya manfaat yang didapatkan manusia. Manfaat komunikasi dapat berupa dukungan identitas diri untuk membangun kontak dengan orang di sekitar, baik itu lingkungan rumah, sekolah, kampus maupun lingkungan kerja (Mulyana, 2001: 4). Manusia berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri (Kridalaksana, 1984: 19). Sehubungan dengan itu, Holmes (1995: 2) menyatakan bahwa bahasa memberikan banyak fungsi, antara lain dapat digunakan untuk bertanya dan memberikan informasi kepada orang-orang. Chaer (2006: 1) juga menjelaskan bahwa bahasa digunakan oleh penuturnya untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa menjadikan pemahaman seseorang terhadap maksud dari ujaran atau kalimat menjadi tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Hal ini menjadi pokok kajian implikatur yang memang belum terlalu banyak diteliti. Nababan (1987: 28) menjelaskan bahwa konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang paling menonjolkan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa ialah. 1.

(20) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 2. implikatur. Selain itu, Nababan (1987: 28) juga mengatakan bahwa konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasi (atau implicatum). Implikatur merupakan ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan oleh penutur. Salah satu produk di dalam surat kabar yang mengandung implikatur adalah Pojok. Pojok merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam penyajian surat kabar. Pojok mengulas suatu permasalahan atau peristiwa aktual, namun juga mengandung guratan humor dan menyindir (Junaedhi, 1991: 214). Redaksi menggunakan Pojok untuk menyampaikan kritik sosial kepada masyarakat dengan cara yang lembut dengan tidak mengurangi kekuatan dari kritik tersebut. Adanya Pojok dalam persuratkabaran di Indonesia dapat memberikan arti dan suasana yang berbeda dari rubrik yang lain. Pojok memiliki ciri tersendiri dengan gaya penulisannya. Gaya penulisan Pojok ditulis dengan gaya bahasa sindiran. Penelitian ini mengkaji implikatur Pojok yang bernama Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Wacana tersebut dipilih dalam penelitian ini karena peneliti ingin menjelaskan wujud dan maksud implikatur dari setiap ujaran yang ada di dalamnya. Peneliti hanya mengambil data yang terbit selama tiga bulan karena menurut peneliti, data selama tiga bulan sudah representatif. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti wujud dan maksud implikatur wacana Semarangan yang terdapat dalam Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014..

(21) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 3. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut. 1) Bagaimanakah wujud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014? 2) Apakah maksud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014?. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan wujud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari— Maret 2014? 2) Mendeskripsikan maksud implikatur yang terdapat dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari— Maret 2014?. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi (1) pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia, (2) media massa, dan (3) peneliti lain. Manfaat penelitian ini sebagai berikut..

(22) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 4. 1. Bagi Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia a. Menambah wawasan pembaca tentang pragmatik khususnya implikatur melalui teori-teori yang dipakai. b. Menambah wawasan pembaca mengenai kajian implikatur dalam kaitannya dengan media massa. c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolok ukur kekritisan dalam memaknai ujaran yang tertulis dalam wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka. d. Mempermudah pemakaian bahasa dan menjalin kerja sama dalam berkomunikasi. 2. Bagi Media Massa a. Memberikan rekomendasi pada bidang jurnalistik mengenai deskripsi implikatur sebagai bahasa wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka. b. Memberikan rekomendasi bagi pengelola dari sisi kebahasaan sehingga dapat memaksimalkan strategi komunikasi. c. Memberikan rekomendasi bagi wartawan atau penulis wacana Semarangan agar dapat menyuguhkan wacana tersebut lebih baik lagi, lebih tajam, dan lebih kritis. 3. Bagi Peneliti Lain a. Menambah referensi melalui teori-teori yang telah dipakai..

(23) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. b. Menumbuhkembangkan. upaya. mengkaji,. menerapkan,. 5. menguji,. menjelaskan suatu bentuk teori, konsep, dan hipotesis tertentu. c. Memberikan dorongan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian mengenai kajian pragmatik, khususnya implikatur yang dirasa masih kurang.. 1.5 Batasan Istilah Istilah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini dibatasi pengertiannya sebagai berikut. 1. Pragmatik Pragmatik merupakan aturan-aturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan (Nababan, 1987: 2). 2. Implikatur Implikatur adalah apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara harafiah (Brown dan Yule, dalam Rani, 2006: 170). 3. Konteks Konteks adalah pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara (Kridalaksana, 2008:134)..

(24) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 6. 4. Wacana Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal yang merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana, 2008: 259). 5. Wujud Wujud adalah (1) rupa dan bentuk yang dapat diraba (2) adanya sesuatu (3) benda yang nyata (bukan roh dan sebagainya) (4) ada, sifat yang wajib bagi Allah; maksud; tujuan (KBBI, 2008: 1564). 6. Maksud Maksud adalah (1) yang dikehendaki; tujuan (2) niat; kehendak (3) arti; makna (dari suatu perbuatan, perkataan, peristiwa, dan sebagainya) (KBBI, 2008: 865).. 1.6 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi subbab latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Subbab tersebutlah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Implikatur Wacana “Semarangan” di Surat Kabar Harian “Suara Merdeka” Edisi Januari—Maret 2014. Bab II adalah landasan teori yang berisi dua pokok bahasan, yaitu penelitian terdahulu yang relevan dan kajian pustaka. Kajian hasil penelitian terdahulu memiliki relevansinya dengan penelitian yang akan dilakukan. Semua teori yang dicantumkan berkaitan dan menjadi landasan dari penelitian yang akan dilakukan..

(25) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 7. Bab III adalah metodologi penelitian yang berisi enam hal, yaitu jenis penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Keenam hal tersebut dilakukan oleh penelitian agar penelitiannya selesai. Bab IV berisi analisis data dan pembahasan mengenai wujud implikatur dan maksud implikatur wacana Semarangan di Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Pembahasan itu digunakan peneliti untuk menjawab rumusan masalah yang telah disusun pada Bab I. Pembahasan pada Bab IV dilakukan berdasarkan landasan teori yang ada pada Bab II dan metodologi pada Bab III. Bab V berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan kepada peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian dengan kajian yang sama, yaitu pragmatik. Bab ini merupakan bab akhir dari sajian penelitian ini..

(26) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendukung penelitian ini digunakan teori yang dianggap relevan yang diharapkan dapat mendukung temuan di lapangan agar dapat memperkuat teori dan keakuratan data. Teori yang dimaksud akan dipaparkan sebagai berikut.. 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan Peneliti mendapatkan tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian V. Yuliani, penelitian Andreas, dan penelitian Rustono. Penelitian V. Yuliani (2009) dari Universitas Sanata Dharma berjudul Implikatur dan Penanda Lingual Kesantunan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Berbahasa Indonesia di Media. Luar. Ruang. (Outdoor. Media).. Penelitian. tersebut. mencoba. mendeskripsikan jenis-jenis implikatur dan jenis-jenis penanda lingual yang terdapat di dalam iklan layanan masyarakat berbahasa Indonesia di luar ruang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya empat jenis implikatur iklan layanan masyarakat. Keempat jenis implikatur berupa tindak tutur. Selain itu, ditemukan tujuh jenis penanda lingual kesantunan iklan layanan masyarakat, yakni partikel –lah, pilihan kata (diksi), konjungsi, interjeksi, modalitas pengingkaran, jenis kalimat, dan gaya bahasa. Penelitian Andreas (2011) dengan judul Implikatur Percakapan Antartokoh dal am. Novel. Projo. &. Brojo. Karya. 8. Arswendo. Atmowiloto. berusaha.

(27) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. 9. mendeskripsikan jenis implikatur dan bagaimana fungsi implikatur percakapan yang terdapat dalam novel tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya tiga jenis implikatur percakapan dalam novel, yaitu implikatur percakapan khusus (IPK), implikatur percakapan umum (IPU) dan implikatur percakapan berskala (IPB). Ketiga jenis implikatur tersebut mengandung nilai komunikatif deklaratif, interogatif dan imperatif. Selain itu, Andreas (2011) berpendapat bahwa fungsi implikatur secara umum dalam novel tersebut adalah menghaluskan proposisi yaitu sebagai penyampai pesan tak langsung dari pengarang kepada pembaca melalui dialog antartokoh, di samping itu implikatur juga sebagai pembangun cerita. Penelitian Rustono (1998) dalam disertasinya yang berjudul Implikatur Percakapan sebagai Penunjang Pengungkapan Humor di dalam Wacana Humor Verbal Lisan Berbahasa Indonesia berusaha mendeskripsikan dan memberikan argumen dalam penemuannya mengenai pelanggaran prinsip kerja sama Grice yang menimbulkan implikatur. Pelanggaran kerja sama tersebut berupa maksim ketimbangrasaan, kemurahatian, keperkenaan, kerendahatian, kesetujuan, dan kesimpatian. Selain itu, ditemukan implikatur berupa implikatur representatif, implikatur direktif, implikatur evaluatif, implikatur komisif, dan implikatur isbati. Relevansi penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah memberi masukan dan gambaran mengenai ciri tindak bahasa yang terdapat dalam data yang berupa implikatur. Masukan dari peneliti terdahulu memberikan gambaran dalam menganalisis data wacana Semarangan dalam penelitian ini..

(28) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10. Kedudukan penelitian ini menambah variasi objek penelitian terdahulu. Pada ketiga penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ilmu bahasa Pragmatik, objek kajiannya berupa iklan layanan masyarakat di luar ruang, karya satra (novel), dan wacana humor verbal lisan, sedangkan penelitian ini objek kajiannya adalah media massa cetak (surat kabar), yaitu wacana Semarangan. Penelitian ini menganalisis wujud dan maksud implikatur wacana Semarangan.. 2.2 Kajian Teori Subbab ini akan menyajikan kajian teori yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Kajian teori meliputi pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik (praanggapan, deiksis, tindak tutur, kesantunan berbahasa, dan ketidaksantunan berbahasa), implikatur sebagai fenomena pragmatik (implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional/implikatur percakapan, dan fungsi implikatur), konteks, dan wacana Semarangan. Pragmatik dijabarkan lebih lanjut di bawah ini sebagai salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal di mana implikatur dan konteks dipelajari di dalamnya. 2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Purwo (1990: 16) menyebutkan bahwa pragmatik adalah telaah makna tuturan (utterance). Kridalaksana (2008: 198) menjelaskan bahwa pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mempelajari isyarat-.

(29) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11. isyarat bahasa yang mengakibatkan keserasian pemakaian bahasa dalam komunikasi. Nababan (1987: 2) menjelaskan bahwa pragmatik merupakan aturanaturan pemakaian bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicara sesuai dengan konteks dan keadaan. Yule (2006: 5) menjelaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari aspek pemakainya dengan konteks dan situasi berbahasa. Seperti yang disampaikan Mulyana (2005: 21) menyatakan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Dilihat dari objek kajiannya, ada tiga jenis orientasi pragmatik. Pertama, pragmatik yang berorientasi pada teori tindak tutur yang dikemukakan oleh para filsuf Amerika seperti Austin (1962), Searle (1969), dan Grice (1975). Objek kajian pragmatik yang pertama antara lain jenis-jenis tindak tutur (speech act), implikatur. (implicature),. praanggapan. (presupposition),. prinsip-prinsip. pertuturan, dan sebagainya. Pragmatik jenis ini disebut sosiopragmatik (sociopragmatics) oleh Leech (1993:14). Kedua, pragmatik yang berorientasi pada teori linguistik fungsional yang dikemukakan oleh Mathesius (1975), Halliday (1972), dan Givon, (1983). Objek kajian yang berorientasi pada teori fungsional ini antara lain status informasi.

(30) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12. (informasi lama, informasi baru) dan urgensi informasi (tema, rema, latar depan, latar belakang). Pragmatik jenis ini disebut sebagai pragmalinguistik (pragmalinguistics) atau pragmatik tekstual (textual pragmatics) oleh Leech (1993:16) dan oleh Givon (dalam Baryadi, 2007:61). Ketiga, pragmatik yang berorientasi pada teori tanda, yaitu deiksis (deixis) yang dimuat dalam Baryadi (2007:62). Ketiga jenis orientasi pragmatik itu akhirnya disatukan oleh Leech menjadi pragmatik umum (general pragmatics) yang objek kajiannya adalah keseluruhan objek kajian dari ketiga jenis pragmatik tersebut.. 2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik Studi pragmatik bertujuan mengajak seseorang memahami tuturan orang lain saat berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, secara tidak sadar terkadang seseorang melakukan suatu fenomena kebahasaan yang termasuk dalam studi pragmatik. Fenomena-fenomena pragmatik dijabarkan sebagai berikut. 2.2.2.1 Praanggapan (Presupposition) Dalam berkomunikasi, terkadang seseorang menganggap informasi tertentu sudah diketahui oleh pendengarnya. Oleh karena itu, informasi tertentu yang sudah diketahui tersebut biasanya tidak akan dinyatakan. Yule (2006:43) mendefinisikan praanggapan (presupposition) sebagai suatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Dalam hal ini, penuturlah yang memiliki praanggapan, bukan kalimatnya..

(31) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13. Lubis (2011: 65) menyebutkan bahwa praanggapan merupakan sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara sebagai dasar pembicaraan. Konsep lain datang dari Huang (2007:43) mendefinisikan presuposisi sebagai berikut: “Presupposition can be informally defined as an inference or proposition whose truth is taken for granted in the utterance of a sentence”. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan merupakan suatu maksud tersirat dari tuturan dan belum diungkapkan kepada mitra tuturnya.. 2.2.2.2 Deiksis Penafsiran seseorang mengenai suatu ujaran tergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan yang ditunjukkan melalui bahasa. Keberhasilan seseorang dalam berkomunikasi tergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan oleh seseorang. Deiksis merupakan istilah teknis dari bahasa Yunani yang berarti penunjukkan melalui bahasa. Deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur (Yule, 2006: 14). Nadar (2009:54-55) menyebutkan deiksis seringkali menggunakan kata-kata yang menunjuk baik pada orang, tempat, atau waktu. Levinson (1983:62) menyebutkan bahwa deiksis diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yakni deiksis persona, deiksis ruang, dan deiksis waktu. Nababan (1995:40) mengklasifikasikan deiksis ke dalam lima macam, yakni: deiksis persona, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial..

(32) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14. Jadi, deiksis merupakan penunjukkan melalui bahasa mengenai tuturan untuk menyampaikan maksud atau pesan kepada mitra tutur.. 2.2.2.3 Tindak Tutur Austin dan Searle (dalam Nadar, 2009: 14) membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiga jenis tindakan itu adalah tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Penjelasan tentang jenis tindakan itu adalah sebagai berikut. 1. Tindak Lokusioner Tindak lokusioner yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata di dalam kamus (makna yang sesungguhnya) dan makna sintaksis kalimat menurut kaidah sintaksisnya. Secara singkat, tujuan dari tindak tutur ini untuk menyatakan sesuatu dan hanya bersifat informatif. Contohnya sebagai berikut. (a) Anjing merupakan binatang mamalia. (b) Kucing suka makan ikan. 2. Tindak Ilokusioner Tindak ilokusioner yaitu tindak melakukan sesuatu. Dalam hal ini dibicarakan mengenai maksud, fungsi atau daya ujar yang bersangkutan, dan bertanya “untuk apa ujaran itu dilakukan” atau ”apa tujuan dari ujaran itu”. Secara singkat, tindak tutur ini untuk menyatakan sesuatu dan digunakan untuk melakukan sesuatu. Contohnya sebagai berikut..

(33) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15. (a) Tono, rambutmu sudah panjang. Analisis: Dari segi lokusi, jika kalimat ini diucapkan oleh seorang ibu kepada anaknya, kalimat ini mempunyai tujuan memberitahu sesuatu kepada Tono bahwa rambutnya sudah panjang. Dari segi ilokusi, kalimat ini mempunyai tujuan agar Tono memangkas rambutnya karena sudah panjang. (b) Seminggu lagi kita akan menghadapi ujian, lho. Analisis: Dari segi lokusi, jika kalimat ini diucapkan oleh seorang guru kepada murid-muridnya, kalimat ini bertujuan untuk memberitahu bahwa seminggu lagi ujian akan dimulai. Namun, secara ilokusi, kalimat ini memiliki tujuan agar murid-murid belajar karena ujian sudah hampir tiba. 3. Tindak Perlokusioner Tindak perlokusioner yaitu tindak yang mengacu pada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Suatu tindakan yang digunakan untuk mempengaruhi lawan tutur seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan lain sebagainya. Contohnya sebagai berikut. (a) Sudah tiga hari kamar ini tidak dibersihkan. Analisis: Dari segi ilokusi, tujuan kalimat ini adalah meminta lawan bicara untuk membersihkan kamar. Jika dilihat dari segi perlokusi, maka tujuan dari kalimat ini adalah si lawan bicara akan mengambil sapu untuk membersihkannya. (b) Tulisanmu bagus sekali. Analisis: Dari segi ilokusi, kalimat ini bisa berarti pujian atau mengejek. Pujian jika memang benar tulisannya bagus, sedangkan mengejek apabila.

(34) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16. tulisannya tidak bagus. Dari segi perlokusi, dapat menjadi senang karena tulisannya dipuji atau sebaliknya menjadi sedih. Berdasarkan pada ketiga tindak tutur di atas, Searle mengembangkan teori tindak tuturnya dengan berpusat pada tindak ilokusioner (illocutionary). Searle (dalam Yule, 2006: 92) mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan fungsinya ke dalam lima macam, yaitu deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Penjabaran tindak tutur secara umum ini adalah sebagai berikut. 1. Deklarasi Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur isbati. Yang termasuk dalam tindak tutur jenis adalah tuturan dengan maksud mengesankan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengabulkan,. mengizinkan,. menggolongkan,. mengangkat,. mengampuni,. memaafkan. Contohnya sebagai berikut. (a) Saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah S2 di bidang Linguistik  tuturan memutuskan. (b) Ayah tidak jadi membelikan adik sepeda terbaru  tuturan membatalkan. 2. Representatif Representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Tindak tutur jenis ini disebut juga tindak tutur asertif. Yang termasuk dalam tindak tutur jenis ini adalah tuturan menyatakan, menuntut,.

(35) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17. mengakui, menunjukkan, melaporkan, memberikan kesaksian, menyebutkan, berspekulasi. Contohnya sebagai berikut. (a) Tina selalu unggul di kelasnya. Analisis: Kalimat pernyataan di atas menjadi tanggung jawab dari penutur. Menurut penutur, Tina memang selalu unggul di kelasnya. Hal ini dibuktikan dengan Tina yang selalu rajin belajar. (b) Bapak Gubernur telah meresmikan Gedung Olah Raga itu. Analisis: Bapak Gubernur memang telah meresmikan Gedung Olah Raga itu. Ini bisa dibuktikan dengan penutur yang berada di lokasi saat peresmian gedung itu. 3. Ekspresif Ekspresif adalah jenis tindak tutur untuk menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur evaluatif. Yang termasuk dalam tindak tutur ini adalah jenis tuturan mengucapkan terima kasih, mengeluh, mengucapkan selamat, menyanjung, memuji, menyalahkan, dan mengkritik. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, dan kesengsaraan. Contohnya sebagai berikut. (a) Sudah kerja keras siang dan malam, tapi hasilnya tetap saja tidak dapat untuk mencukupi kebutuhan  tuturan mengeluh. (b) Semua ini gara-gara Yono, kelompok kita didiskualifikasi dari lomba ini!  tuturan menyalahkan..

(36) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 18. 4. Direktif Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Tindak tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Yang termasuk dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, memohon, menantang, memberi aba-aba. Contohnya sebagai berikut. (a) Budi, bantu aku mengerjakan tugas ini, dong! tuturan meminta (b) Mana, katanya mau traktir aku, nih tuturan menagih 5. Komisif Komisif adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh dari tindak tutur komisif adalah sebagai berikut. (a) Jika nanti sore tidak hujan, saya akan main ke rumah Danang. (b) Kalau kamu tidak mendengarkan kata ibumu, lihat saja nanti.. Tabel 2.1 Lima Fungsi Tindak Tutur Searle. Deklarasi. Kata mengubah dunia. P=penutur X=situasi P menyebabkan X. Representatif. Kata disesuaikan dengan dunia. P meyakini X. Ekspresif. Kata disesuaikan dengan dunia. P merasakan X. Tindak Tutur. Arah Penyesuaian.

(37) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19. Direktif. Dunia disesuaikan dengan kata. P menginginkan X. Komisif. Dunia disesuaikan dengan kata. P memaksudkan X. 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa Dalam berkomunikasi, akan lebih mudah dan nyaman untuk diterima apabila penutur menggunakan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Ada yang mengatakan bahwa bahasa merupakan cerminan pribadi dari seseorang. Oleh karena itu, seandainya penutur menggunakan bahasa yang sopan dan santun saat berkomunikasi, tidak peduli pada usia di bawah atau di atasnya, maka akan tercipta komunikasi yang baik dan mudah untuk diterima tanpa menimbulkan kekacauan. Yule (2006: 104) menjelaskan bahwa sudah lazimnya apabila kita memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas, seperti gagasan atau etiket yang terdapat dalam budaya. Kesopanan dalam suatu komunikasi didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan agar lebih enak untuk diterima. Fraser (1990) menunjukkan adanya empat macam pandangan terkait kesantunan berbahasa masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial (the socialnorm view). Kedua, pandangan kesantunan sebagai maksim percakapan (conversational maxim) dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka (facesaving). Ketiga, kesantunan berbahasa sebagai tindakan untuk memenuhi.

(38) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20. persyaratan agar terpenuhinya sebuah fakta kontrak percakapan (conversation contract). Keempat, kesantunan berbahasa dipandang sebagai sebuah indeks sosial (social indexing). Rustono (1998: 71) mengemukakan teori kesantunan yang lebih difokuskan pada prinsip kesantunan (politeness principle), yakni yang mencakup sejumlah bidal atau pepatah yang berisi nasehat yang harus dipatuhi oleh penutur agar tuturan lebih santun. Bidal-bidal tersebut adalah: biaya (cost) dan keuntungan (benefit), celaan atau penjelekan (dispraise) dan pujian (praise), kesetujuan (agreement), serta kesimpatian dan keantipatian (simpathy/antipathy). Agar pesan dari penutur dapat sampai dengan baik kepada mitra tutur, maka diperlukan prinsip-prinsip kerjasama. Grice (1975) mengelompokkan prinsipprinsip kerjasama dalam empat maksim, yakni: maksim kuantitas (the maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quantity), maksim relevansi (the maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (the maxim of manner). Konsep lain mengenai prinsip kesantunan juga dicetuskan oleh Leech (1983) yang mengelompokkannya ke dalam enam maksim, yakni: maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaa, maksim pemufakatan, dan maksim simpati (Rahardi, 2005: 59—60) . Sementara itu, Brown dan Levinson (1978) mengemukakan mengenai kesantunan berbahasa yang menyangkut lima strategi, yakni: (1) melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi, dengan mematuhi prinsip kerjasama Grice; (2) melakukan tindak tutur dengan kesantunan positif; (3).

(39) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21. melakukan tindak tutur dengan kesantunan negatif; (4) melakukan tindak tutur secara off record; dan (5) tidak melakukan tindak tutur atau diam saja (Rustono, 1998: 69—70).. 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa Ketidaksantunan berbahasa merupakan salah satu dari lima fenomena pragmatik. Pandangan mengenai ketidaksantunan berbahasa oleh Mariam A. Locher (2008: 3) dipahami sebagai berikut, “... a behaviour that is faceaggravating in a particular context”. Dapat disimpulkan, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada perilaku penutur yang tidak “mengindahkan” muka (face-aggravating) pada situasi tertentu. Dalam pandangan Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher, 2008: 3), ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai berikut, “the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully performed”. Sementara itu, Culpeper Bousfield (Bousfield & Mariam A. Locher, 2008: 3) memahami ketidaksantunan berbahasa sebagai “impoliteness, as I would define it, involves communicative behaviour intending to cause the “faces loss” of a target or perceived by the target to be so”. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa adalah suatu perilaku dalam tuturan yang menimbulkan efek negatif bagi mitra tuturnya. Efek tersebut karena tidak digunakannya prinsip-prinsip kesantunan dalam berbahasa..

(40) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22. 2.2.3 Implikatur sebagai Fenomena Pragmatik Ditinjau dari segi etimologis, implikatur diturunkan dari implicatum. Istilah ini hampir sama dengan kata implication, yang artinya maksud, pengertian, keterlibatan (Echols, 1984: 313). Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai jembatan atau rantai yang menghubungkan antara “yang diucapkan” dengan “yang diimplikasikan”. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah diketahui oleh para pembaca. Oleh karena itu, tidak perlu diungkapkan secara eksplisit. Levinson (dalam Nadar, 2009: 61) menyebutkankan bahwa implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah implikatur dapat menjelaskan secara eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan suatu tuturan lebih banyak dari apa yang dituturkan. Wijana (1996: 38) menjelaskan bahwa implikatur adalah hubungan antara tuturan dengan yang disiratkan dan tidak bersifat semantik, tetapi kaitan keduanya hanya didasarkan pada latar belakang yang mendasari kedua proposisinya. Lebih lanjut, Nababan (1987: 28) menyatakan bahwa implikatur berkaitan erat dengan konvensi kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Kedua pendapat ini juga sejalan dengan pendapat Mulyana (2005: 11) yang menyatakan bahwa dalam ruang lingkup wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Sementara itu, Zamzani (2007: 28) memberikan definisi bahwa implikatur merupakan segala sesuatu yang tersembunyi di balik.

(41) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23. penggunaan bahasa secara aktual, benar, dan sesungguhnya. Berdasarkan beberapa penjelasan definisi sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa implikatur adalah makna yang tersirat dalam sebuah tuturan yang dapat mengimplikasikan banyak tuturan. Wijana (1996: 37) menjelaskan bahwa sebuah tuturan dapat menimbulkan banyak implikatur. Implikatur sebuah tuturan tergantung dari implikasi-implikasi yang hadir dan diperkuat konteksnya. Sebagaimana yang dicontohkan Wijana (1996: 39) sebagai berikut. (1) A: Bambang datang B: Rokoknya disembunyikan (2) A: Bambang datang B: Aku akan pergi dulu (3) A: Bambang datang B: Kamarnya dibersihkan Pada contoh (1) implikasi yang mungkin muncul adalah Bambang seorang perokok, tetapi dia tidak pernah membeli rokok. Hal ini menyebabkan munculnya tuturan “jangan sampai Bambang tahu bahwa mereka membeli rokok karena Bambang pasti akan memintanya”. Tuturan yang muncul sebagai tanggapan “Bambang datang” pada (2) mengimplikasikan bahwa orang itu tidak suka dengan kedatangan Bambang. Implikatur dari tuturan tanggapan tersebut adalah bahwa “orang itu tidak mau bertemu Bambang”. Tuturan “Kamarnya dibersihkan” pada contoh (3) mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang yang pembersih dan akan marah jika melihat sesuatu yang kotor. Tuturan itu memiliki implikatur.

(42) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24. bahwa “orang itu tidak mau mendengarkan Bambang berkomentar atau marahmarah”. Levinson (dalam Cahyono, 1995: 220 dan Nababan, 1987: 28) menyebutkan bahwa implikatur merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal. Pertama, konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik. Kedua, konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah, contoh pertanyaan tentang waktu dapat dijawab tidak dengan menyebutkan waktunya secara langsung, tetapi dengan menyebutkan peristiwa yang biasa terjadi pada waktu tertentu. Perhatikan contoh yang diberikan Levinson (dalam Cahyono, 1995: 220) berikut ini. (4) A: Jam berapa sekarang? (5)B: Korannya sudah datang. Kelihatannya, secara konvensional struktural, kedua kalimat itu tidak berkaitan. Namun, penutur kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikannya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan penutur pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Ketiga, konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik. Levinson (dalam Cahyono, 1995: 220) memberikan contoh sebagai berikut (6) (7). Mungkin ada kehidupan di Planet Mars. Mungkin ada kehidupan di Planet Mars dan mungkin pula tidak ada kehidupan di Planet Mars..

(43) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 25. Berdasarkan kajian implikatur, kalimat (6) sudah mengandung pengertian seperti yang terkandung dalam kalimat (7). Selain strukturnya, isi dalam kalimat (7) dapat dinyatakan secara lebih sederhana, seperti kalimat (6). Keempat, konsep implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta atau gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan. Contoh yang diberikan Levinson (dalam Nababan, 1987: 30), ujaran dia cantik yang berarti kebalikannya, cara kerja metafora dan peribahasa dapat dijelaskan oleh konsep implikatur.. 2.2.3.1 Jenis-Jenis Implikatur Grice (dalam Mulyana, 2005: 12) dan Zamzani (2007: 28) menyatakan bahwa ada dua jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur percakapan atau performatif langsung dan performatif tidak langsung. Fraser (dalam Rosidi, 2009) menyebutkan, “Ceremonial dan vercular”. Sementara itu, Bach dan Hanish (dalam. Rosidi,. 2009). menyebutnya,. “Tindak. tutur. konvensional. da n. nonkonvensional”. Jenis implikatur akan dipaparkan sebagai berikut. 2.2.3.1.1. Implikatur Konvensional. Mulyana (2005: 12) menyatakan bahwa implikatur konvensional adalah pengertian yang bersifat umum dan konvensional. Zamzani (2007: 28) menyatakan bahwa implikatur konvensional adalah implikatur yang langsung diperoleh dari kata-kata dan kaidah gramatikal. Kridalaksana (2008: 91) menyatakan bahwa implikatur konvensional merupakan makna yang dipahami atau diharapkan pada bentuk-bentuk bahasa tertentu tetapi tidak terungkap..

(44) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26. Sementara itu, Rosidi (2009) menyatakan bahwa implikatur konvensional mengandung implikasi yang diperoleh langsung dari makna kata (yang didengar) bukan dari prinsip percakapan. Itu artinya bahwa implikatur konvensional adalah makna harfiah seperti yang dinyatakan oleh elemen kalimat secara formal struktural. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirangkum bahwa implikatur konvensional mengandung implikasi yang diperoleh langsung dari makna kata (yang didengar). Jadi, peserta tutur umumnya sudah mengetahui tentang maksud atau pengertian sesuatu hal tertentu. Mulyana (2005: 12) memberikan contoh implikatur konvensional sebagai berikut. (8). Lestari putri Solo, jadi ia luwes.. Selama ini, kota Solo selalu mendapat predikat sebagai kota kebudayaan yang penuh dengan kehalusan dan keluwesan putri-putrinya. Implikasi yang muncul adalah. bahwa perempuan atau wanita Solo. umumnya. dikenal luwes. penampilannya. 2.2.3.1.2 Implikatur Percakapan Implikatur percakapan menurut Mulyana (2005: 13) memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi. Pemahaman terhadap hal “yang dimaksudkan” sangat bergantung pada konteks terjadinya percakapan. Zamzani (2007: 28) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah implikatur yang muncul dalam konteks pemakaian bahasa yang bersifat khusus..

(45) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27. Kridalaksana (2008: 91) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah makna yang dapat dipahami, akan tetapi kurang terungkap dalam apa yang diucapkan. Sementara itu, Rosidi (2009) menyebutkan bahwa implikatur percakapan sebagai implikatur nonkonvensional. Implikatur nonkonvensional adalah implikatur yang diperoleh dari fungsi pragmatis yang tersirat dalam suatu percakapan. Implikatur nonkonvensional inilah yang saat ini dikenal dengan sebutan implikatur. Rosidi (2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa implikatur nonkonvensional (konversational) adalah tindak ilokusi yang implikasi pragmatiknya diambil dari prinsip-prinsip percakapan. Mulyana (2005: 81) menyatakan bahwa tindak ilokusi (illocutionary act) berarti tindak ujar yang isinya mengandung tindakan. Misalnya tindakan pertanyaan, pernyataan, tawaran, janji, ejekan, permintaan, perintah, pujian, dan sebagainya. Mulyana (2005: 13) memberikan contoh implikatur percakapan sebagai berikut. (9). Ibu : Ani, adikmu belum makan. Ani : Ya, Bu. Lauknya apa?. Percakapan antara Ibu dan Ani pada contoh (9) mengandung implikatur yang bermakna “perintah menyuapi”. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk kalimat perintah. Tuturan yang diucapkan Ibu hanyalah pemberitahuan bahwa “adik belum makan”. Namun, karena Ani dapat memahami implikatur yang disampaikan Ibunya, ia menjawab dan kesiapan untuk melaksanakan perintah ibunya itu untuk menyuapi adiknya..

(46) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28. Yule (2006: 74) menyatakan bahwa implikatur percakapan atau sering disebut implikatur percakapan khusus ialah implikatur yang terjadi dalam peristiwa komunikasi yang terjadi dalam konteks khusus. Yule (2006: 74) menjelaskan lebih lanjut bahwa untuk mengetahui implikatur jenis ini, kita perlu memperhitungkan informasi-informasi yang kita ketahui terkait dengan peristiwa komunikasi tersebut. Cummings (2007: 18) menyatakan bahwa konteks memberikan kontribusi yang sama dalam setiap kasus percakapan. Konteks juga memungkinkan bagi peserta tutur untuk melanggar prinsip kerja sama. Kadangkadang peserta tutur menggunakan bahasa yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya untuk menyampaikan tuturan dalam suatu percakapan. Yule (2006: 75) memberikan contoh dari implikatur percakapan sebagai berikut. (10) Leila : Wah! Apakah pimpinanmu sudah gila? Mary : Mari kita minum kopi. Tuturan di atas tidak akan terlihat ada kaitannya satu dengan yang lain jika kita tidak mengetahui situasi dan konteks percakapan tersebut. Situasi percakapan (10) tersebut ialah Leila baru saja berjalan memasuki ruang kerja Mary dan memperhatikan banyaknya seluruh pekerjaan yang ada di atas mejanya. Tanggapan Mary terhadap tuturan Leila sepertinya tidak terkait, namun sebenarnya tuturan Mary memiliki implikatur “Ayo kita bicara di luar saja, kalau di sini saya khawatir didengar pimpinan saya”..

(47) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29. Implikatur percakapan terdapat dalam tuturan yang sengaja dibentuk untuk mencapai efek komunikasi tertentu. Efek yang mungkin ingin dicapai melalui implikatur jenis ini ialah gurauan. Purwo (1990: 20) memberikan contoh sebagai berikut. (11) (Tempat: di kantor) A : (Saya agak pusing) Ada Decolgen? B : Ada, di rumah. Tanggapan B yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama memiliki implikatur untuk mengajak bergurau. Contoh lain yang diberikan Cummings (2007: 18) sebagai berikut. (12) “Sungguh anak yang menyenangkan” (13) “Pemain-pemain itu laksana singa di atas puncak” Tuturan (12) diucapkan untuk anak yang menyebalkan akan menyebabkan efek ironi. Tuturan (13) mengandung metafora yang hendak menyamakan sifat pemain-pemain dengan singa yang kuat dan garang. Berdasarkan contoh-contoh di atas, terdapat ciri yang mempengaruhi implikatur percakapan. Ciri pertama, untuk mengetahui jenis implikatur ini diperlukan pengetahuan khusus mengenai situasi dan konteks yang melingkupi peristiwa komunikasi tersebut. Ciri kedua adalah ketika tuturan tersebut mengandung penyimpangan terhadap prinsip kerja sama. Ciri ketiga adalah penggunaan gaya bahasa untuk mencapai efek komunikasi tertentu. Yule (2006: 70—74) menyebutkan bahwa implikatur percakapan ada dua macam, yaitu implikatur percakapan khusus dan implikatur percakapan umum..

(48) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30. Adapun, implikatur percakapan umum masih memiliki bagian, yaitu implikatur percakapan berskala. Penjabaran jenis implikatur percakapan menurut Yule adalah sebagai berikut. 1. Implikatur Percakapan Khusus Implikatur percakapan khusus adalah percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana pendengar mengasumsikan informasi secara lokal (Yule, 2006: 74). Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus membutuhkan konteks dan latar belakang pengetahuan khusus untuk membuat kesimpulan yang diperlukan. Cummings (2007: 18) mengemukakan bahwa sejumlah implikatur percakapan yang dihasilkan dengan sengaja melanggar maksim. Contoh implikatur percakapan khusus adalah sebagai barikut. (14) Mahasiswi : Saya berapa, Bu? Penjual nasi: Kamu gratis, like this ya? (Konteks: Mahasiswi dan penjual nasi tersebut merupakan teman akrab di Facebook) Pada contoh di atas mengimplikasikan bahwa mahasiswi tidak perlu membayar biaya makan pada penjual nasi tetapi harus memberikan “like” pada akun Facebook penjual nasi. Percakapan tersebut juga mengimplikasikan agar pertemanan di Facebook tetap akrab. Tuturan di atas merupakan implikatur percakapan khusus. Hal ini ditunjukkan dengan kata “like this” yang merupakan konteks dan latar belakang khusus yang hanya diketahui oleh kedua tokoh tersebut..

(49) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31. 2. Implikatur Percakapan Umum Implikatur percakapan umum berbeda dengan implikatur percakapan khusus di mana implikaturnya tidak membutuhkan konteks untuk menginterpretasikan maknanya. Seperti yang diungkapkan oleh Yule (2006: 74), implikatur percakapan umum merupakan implikatur yang tidak memperhitungkan makna tambahan. Dengan kata lain, orang yang berperan pada proses tuturan mengasumsikan makna percakapan hanya dengan mengamati struktur kata yang dipakai. Sejumlah implikatur percakapan yang dihasilkan dengan sengaja melanggar maksim (Cummings, 2007: 18). Contoh implikatur percakapan umum adalah sebagai berikut. (15) Supir : Pake apa, Tad? Hp Ustad ga abis pulsanya? Ustad : Kan pake XL Sensasi! (Konteks: Tokoh supir heran karena tokoh ustad telepon lama, tetapi pulsanya tidak habis) Pada contoh di atas, implikatur secara sekilas dapat ditangkap tanpa harus mengetahui. konteks. tuturan. antarpenutur.. Implikatur. tersebut. ingin. mengungkapkan bahwa operator XL adalah produk yang irit biaya pulsa. Yule (2006: 74) menyebutkan bahwa implikatur percakapan umum masih memiliki. bagian,. yaitu. implikatur percakapan. berskala.. Implikatur ini. mengungkapkan kuantitas atau skala nilai. Ciri-ciri untuk mengenali implikatur percakapan berskala dapat ditandai dengan kata misalnya, beberapa, banyak, sedikit, sejumlah, sering, kadang-kadang, selalu. Namun, berbeda dengan implikatur percakapan khusus dan implikatur percakapan umum, implikatur.

(50) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32. percakapan berskala tidak selalu melanggar maksim. Contoh implikatur percakapan berskala adalah sebagai berikut. (16) Ayah : Banyak yang ngira kita ini kakak adik. Anak : Ini bokap gue! Ayah : Dia takut banget ngenalin gue ke temen-temen ceweknya... Banyak yang naksir. (Konteks: Wajah anak dan ayahnya mirip) Pada contoh di atas mengandung implikatur bahwa anaknya takut kalah saing dan terkenal dengan tokoh ayah yang memiliki wajah masih muda. Untuk menarik implikatur percakapan tersebut, pemirsa cukup memfokuskan pada kata ‘banyak’. Kata ‘banyak’ menyatakan kuantitas ‘lebih’ daripada tokoh anak. 2.2.3.2 Fungsi Implikatur Implikatur memiliki kegunaan dalam proses berkomunikasi. Levinson (dalam Rani, 2006: 173) menjabarkan empat faedah/fungsi konsep implikatur dalam tuturan sebagai berikut. 1. Implikatur dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik. 2. Implikatur dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa. 3. Implikatur dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama. 4. Implikatur dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, justru berlawanan (seperti metafora)..

(51) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33. Lebih singkat dijelaskan oleh Rani (2006: 178) bahwa masyarakat bahasa sering menggunakan implikatur percakapan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk memperhalus proposisi yang diujarkan dan dalam rangka menyelamatkan muka (saving face).. 2.2.4 Konteks Konteks memiliki peran penting dalam pragmatik. Halliday (1992: 6) menjelaskan bahwa istilah konteks dan teks diletakkan bersama mengingatkan bahwa dua hal ini merupakan aspek dari proses yang sama. Ada teks dan teks lain yang menyertainya ini disebut konteks. Hal ini senada dengan pendapat Lubis (2011: 98) bahwa konteks merupakan teks-teks pendamping teks yang ada jelas teks sebelumnya. Kridalaksana (2008: 134) menjelaskan bahwa konteks adalah pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa yang dimaksud pembicara. Sementara itu, Mulyana (2005: 21) menjelaskan bahwa konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Konteks meliputi siapa yang diajak berbicara dan dalam situasi yang bagaimana tuturan yang bersangkutan diucapkan (Purwo, 1990: 23). Adapun Rahardi (2003: 20) mengatakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan.

(52) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34. sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian konteks di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks adalah pengetahuan yang melatarbelakangi tuturan yang sama-sama dimiliki dan dipahami oleh penutur dan mitra tutur sehingga mitra tutur paham akan apa yang dimaksud penutur itu dalam suatu proses komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Leech (1983) menjelaskan bahwa dalam suatu tuturan mengandung beberapa aspek. Leech membaginya ke dalam lima aspek tutur (speech situation). Kelima aspek tersebut adalah: (1) Speaker and Hearer (penutur dan pendengar), aspek ini dikatakan berdekatan dengan dimensi usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar belakang kultur, latar belakang sosial, latar belakang ekonomi, dan jugha latar belakang fisik, psikis atau mental. (2) Setting (Latar), pada aspek kedua ini mencakup sejumlah seting waktu dan tempat (spasio-temporal setting) bagi terjadinya sebuah pertuturan. Aspek waktu, tempat, dan fisik serta aspek-aspek sosial lainnya tidak dapat dipisahkan. (3) Tujuan tuturan. Sebuah tuturan akan selalu mengandung maksud dan tujuannya. Jadi, dalam pragmatik, bertutur selalu berorientasi pada tujuan dan maksud..

(53) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35. (4) Tindak verbal (verbal acts). Inilah yang menjadi titik fokus pada kajian pragmatik. Seperti yang disampaikan oleh Leech (1983) bahwa tuturan itu harus selalu dianggap sebagai tindak verbal. (5) Produk tindak verbal. Dalam hal ini, sebuah tuturan dapat mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan sesuatu melalui ujaran yang disampaikan oleh penutur. Dell Hymes (dalam Nababan 1991: 7) lebih terperinci menjelaskan mengenai konteks wacana atau konteks komunikasi. Hymes mengartikan konteks komunikasi sebagai unsur-unsur nonverbal yang mempengaruhi suatu proses komunikasi. Unsur-unsur tersebut dirangkai menjadi akronim SPEAKING (Wardhaugh, 1988: 238). Kedelapan unsur itu adalah sebagai berikut. S : Setting and scene, setting berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembaca. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. P : Participants, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. E : Ends, purpose, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan..

(54) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36. A : Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran berkenaan denga kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. K : Key, lones, mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan. I : Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa dan kode ujaran yang digunakan. Jalur bahasa, misalnya jalur lisan dan tertulis. Kode ujaran antara lain bahasa, dialek, ragam, dan register. N : Norms of interactions and interpretation, mengacu pada norma atau tuturan dalam berinteraksi. G : Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian.. 2.2.5 Wacana Semarangan Edmonson (dalam Tarigan, 1986: 25) menjelaskan bahwa wacana adalah suatu teks yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik. Moeliono (1993: 334) menyatakan bahwa suatu wacana merupakan rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk kesatuan sebagai organisasi bahasa yang berada di atas kalimat atau klausa yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan padu. Sementara itu, Chaer (2003: 267) memberikan penjelasan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan.

(55) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37. gramatikal tertinggi atau terbesar. Hal ini sejalan dengan pendapat Kridalaksana (2008: 259) yang menyatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal yang merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dan lain-lain), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Berdasarkan definisi beberapa ahli tentang wacana, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dalam hierarki gramatikal sehingga merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana Semarangan adalah wacana kolom khusus yang terdapat di salah satu halaman pojok (sudut) kiri Surat Kabar Harian Suara Merdeka. Wacana ini biasanya terdapat di halaman enam pada Rubrik Wacana. Secara umum, tipologi (struktur) wacananya berupa susunan kalimat yang diberi kotak dengan judul Semarangan. Dalam sekali terbitan, lazimnya terdapat dua wacana yang berstruktur situasi dan sentilan yang satu sama lain umumnya tidak berhubungan. Di tengah kolom atas biasanya terpampang nama Semarangan, sedangkan di sudut kanan bawah tercantum nama penjaganya. Wacana Semarangan Surat Kabar Harian Suara Merdeka yang menjadi sumber kajian penelitian ini memiliki struktur wacana sebagai berikut..

(56) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38. Semarangan Dunia baru saja merayakan pergantian tahun. Rutin, Sirpong hanya titip nasib… *** Luthfi Hasan dijenguk Darin Muntazah di tahanan. Senyum di ujung Desember…. Sirpong. (Tahu diri kalau ditawari gelar profesor). Wacana di atas terdiri dari nama, inti wacana, dan nama penjaga. Bagian inti wacana terdiri dari dua penggal wacana yang satu sama lain tidak berhubungan. Setiap penggal inti wacana mengandung elemen situasi dan sentilan. Elemen situasi memberikan latar belakang mengenai peristiwa aktual yang sedang terjadi, pendapat atau kebijakan pemerintah atau aparat, dan sebagainya. Sementara itu, elemen sentilan merupakan komentar terhadap kejadian atau kebijakan itu. Komentar tersebut berisi keprihatinan, simpati, kesetujuan, ketidaksetujuan, kritikkan, dan saran dari sang penulis wacana untuk memberikan komentarkomentar..

(57) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39. 2.3 Kerangka Berpikir Berdasarkan perincian teori di atas, peneliti menyusun kerangka berpikir sebagai dasar untuk memudahkan dalam mengklasifikasikan dan menganalisis rumusan masalahnya. Penelitian ini meneliti Semarangan yang terdapat di dalam Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Fenomena yang terdapat dalam ilmu pragmatik terdiri dari: praanggapan (presupposition), deiksis (deixis), tindak tutur (speech act), kesantunan berbahasa (politeness language), ketidaksantunan berbahasa (impoliteness language), dan implikatur (implicature). Aspek yang digunakan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada aspek tindak tutur dan implikatur. Aspek tindak tutur adalah bagaimana seseorang tidak semata-mata menggunakan kalimat hanya untuk menyampaikan sesuatu, namun terdapat tindakan dalam ujarannya tersebut, sedangkan aspek implikatur adalah maksud yang tersirat (terkandung) dalam sebuah ujaran. Atas dasar teori tersebut, jika digambarkan dalam bagan kerangka berpikir penelitian akan tersusun sebagai berikut..

(58) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40. Bagan 2.1 Kerangka Berpikir. Wacana Semarangan Surat Kabar Harian Suara Merdeka edisi Januari—Maret 2014. Teori Implikatur. Jenis Tindak Tutur. Konteks. Hasil Analisis. Kesimpulan.

(59) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab III ini terdiri dari enam subbab yaitu jenis penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan triangulasi data. Keenam hal tersebut akan dijelaskan secara rinci dalam subbab berikut ini.. 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau yang sebagaimana adanya (Nawawi, 1985: 63). Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif karena menggambarkan atau melukiskan wacana Semarangan pada Surat Kabar Harian Suara Merdeka sebagai objeknya. Data diamati dan dianalisis sesuai dengan teori implikatur. Bodgan dan Taylor (dalam Moleong, 2006: 4) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak. 41.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari pengukuran kesenjangan digital dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Pekalongan sebagai acuan dalam pemerataan akses dan kemampuan TIK bagi masyarakat

In this study, characterization was performed on digital image of rock samples and outcrop walls fracture pattern that are collected from Lembang fault, in West Java.. It is

Hubungan dua mahluk hidup yang menguntungkan satu pihak,sedangkan pihak lain tidak Di untungkan dan tidak di rugikan disebut ….. Hubungan dua mahluk hidup yang menguntungkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan: 1) motivasi belajar terhadap prestasi belajar akuntansi, 2) disiplin belajar

Penulis mempersembahkan laporan Skripsi dengan judul “Kandungan Vitamin C, Aktivitas Antioksidan, Warna, dan Tekstur Kol Putih ( Brassica oleracea var. capitata L.) Paska

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kompetensi (pengetahuan, penguasaan tugas dan disiplin kerja petugas kesehatan terhadap kinerja pelayanan kesehatan di

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi awal di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 14 Bandung yang memiliki beberapa masalah pada saat proses

Sekretaris UPT Penjaminan Mutu Universitas Negeri Malang pada diktum kesatu bertugas membantu Rektor bekerjasama dengan Ketua UPT SPM dalam. menunjang keberhasilan