• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

22

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0 (kontrol) 1 3 5 7 9 B ila ng an as am ( m g N aO H / g sa m pe l)

Frekuensi penggorengan sampel (kali)

Minyak goreng produksi-1 Minyak goreng produksi-2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROFIL BILANGAN ASAM MINYAK GORENG KELAPA SAWIT

Pengukuran bilangan asam dila kukan pada 24 sampel minyak goreng yang tersusun atas dua jenis sampel dengan batchproduksi yang berbeda. Masing-masing batch me miliki 12 sa mpel minyak goreng dengan rincian 6 sampel minyak goreng berasal dari ulangan pertama dan 6 sampel minyak goreng lainnya berasal dari ulangan ke dua. Pada Ga mba r 5, dita mpilkan perbandingan perubahan profil bilangan asam.

Dari Ga mbar 5, dapat dilihat bahwa secara u mu m keduasampel mengala mi penurunan bilangan asam dengan tren yang sama. Perbedaan terletak pada bilangan asamminyak goreng produksi-1yang me miliki tren penurunan yang lebih curam pada awal penggorengan dibandingkan dengan bilangan asam minyak goreng produks i-2. Hal ini terlihat je las pada penurunan nilai bilangan asam antara sampel kontrol dengan bilangan asam sa mpel penggorengan 1 ka li. Pada minyak goreng produksi-1, bilangan asam turun sebesar 0,50 mg NaOH/ g sampel dari 0,80 mg NaOH/g sampel pada sampel kontrol menjad i 0,30 mg Na OH/g sampel pada sampel penggorengan 1 kali. Se mentara pada minyak goreng produksi-2, bilangan asam turun sebesar 0,18 mg Na OH/ g sampel dari 0,66 mg NaOH/g sampel pada sampel kontrol men jadi 0,48 mg Na OH/g sampel pada sampel penggorengan 1 kali. Dengan demikian, selisih penurunan bilangan asam minyak goreng produksi-1 lebih besar dibandingkan dengan selisih penurunan bilangan asam minyak goreng produksi-2.

Di sa mping itu, nila i bilangan asam penggorengan 9 kali pada minyak goreng produksi-2(0,30 mg Na OH/g sa mpel) juga lebih t inggi dibandingkan dengan nila i bilangan asam penggorengan yang sama pada minyak goreng produksi-1 (0,22 mg Na OH/g sampel). Da ri data ini, dapat dinyatakan Ga mbar 5. Profil bilangan asam sampel minyak goreng ke lapa sawit berdasarkan frekuensi penggorengan

(2)

23

Tabel 6. Pe rbandingan bilangan asam sampe l dengan SNI

bahwa minyak goreng produksi-1 lebih tahan terhadap reaksi hidrolisis dibandingkan dengan minyak goreng produksi-2. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan karena variasi kualitas bahan baku antara

batch yang digunakan ataupun variasi beberapa parameter pada proses produksi yang dilakukan.

Sa mpel Bilangan Asam

(mg Na OH/ g sampel)

Minyak goreng produksi-1

Kontrol 0,80 Penggorengan 1 0,30 Penggorengan 3 0,22 Penggorengan 5 0,22 Penggorengan 7 0,20 Penggorengan 9 0,22

Minyak goreng produksi-2

Kontrol 0,66 Penggorengan 1 0,48 Penggorengan 3 0,33 Penggorengan 5 0,30 Penggorengan 7 0,30 Penggorengan 9 0,30

SNI mutu 1 ma ksima l 0,6

SNI mutu 2 ma ksima l 2

Pada Tabel 6, berdasarkan SNI 01-3741-2002, nila i bilangan asam ma ksima l untuk minyak goreng adalah 0,6 mg NaOH/ g sampel untuk mutu 1 dan 2,0 mg NaOH/ g sampel untuk mutu 2. Dengan demikian, kee mpat jenis sampel kontrol minyak goreng yang diuji masih masuk ke dala m kriteria SNI karena tida k ada yang me lebihi n ila i 2,0 mg NaOH/ g sampel. De mikian pula dengan sampel-sa mpel pada penggorengan selanjutnya dengan tren nila i bilangan asam yang semakin menurun.

Hasil penelit ian bilangan asam in i berbeda dengan beberapa literatur lain. Lalas (2009) menyatakan bahwa bilangan asam me miliki kecenderungan naik seiring dengan semakin la manya waktu penggorengan.Secara teoritis, s ampe l bahan pangan yang digoreng mengandung sejumlah a ir di dala mnya. Air yang terkandung ini jika bereaksi dengan gliserol dala m minyak goreng akan menghasilkan reaksi h idrolisis. Rea ksi hidro lisis in i akan me mutus ikatan ester p ada triasil g liserol sehingga me mecahnya menjadi asam le ma k bebas dan gliserol. Se ma kin la ma waktu penggorengan, semakin banyak pula rea ksi h idrolisis terjadi sehingga bilangan asam pun akan semakin tinggi.

Pernyataan Lalas (2009) ini serupa dengan hasil penelitian yang dikemu kakan oleh beberapa peneliti seperti halnya Tyagi dan Vasishta (1996) dengan sampel minyak kedela i dan minyak vanaspati (campuran minyak nabati dari minyak biji kapas, ke lapa sawit, kedela i, jagung, bunga matahari, dan lain-lain) serta Abdulkarim et al (2007) dengan sampel minyak biji kelo r (Moringa

olifeira). Kedua peneliti tersebut melaporkan bahwa terdapat peningkatan bilangan asam le ma k bebas

seiring dengan semakin la manya wa ktu penggorengan.

Se mentara itu, dalam beberapa penelitian lain, dite mu kan bahwa nilai bilangan asam justru menurun selama penggorengan awal. Di antaranya Kress -Rolgers et al (1990) dengan sampel minyak goreng nabati terhidrogenasi sebagian, Manral et al (2007) dengan sampel minyak biji bunga

(3)

24

Tabel 7. Perbandingan nilai bilangan asam minyak goreng selama penggorengan

matahari, dan Ka lapathy et al (2000) dengan sampel minyak nabati. Kress -Rolgers et al (1990), menggoreng selama 4 men it setiap kali penggorengan dengan total lama penggorengan 13,5 ja m. Adapun sampel perta ma dia mb il setelah penggorengan selama 30 men it. Da ri hasil pengukuran sampel tersebut, tampak bahwa terdapat penurunan bilangan asam sebesar 0,1% asam oleat. Se mentara Manral et al (2008) menggoreng selama 14 ja m dengan la ma waktu t iap penggorengan 6 men it. Sa mpe l perta ma d ia mbil pada wa ktu 2 ja m penggorengan. Dari hasil pe ngukuran, terlihat bahwa sampel ini mengala mi penurunan nilai bilangan asam sebesar 0,4% asam oleat. Se mentara penelitian Ka lapathy et al (2000) menunjukkan bahwa terdapat penurunan bilangan asam selama penggorengan 40 menit perta ma .

Refe rensi Minyak Go reng Waktu Per Penggo rengan (menit) Waktu Total (ja m) Waktu Pengambilan Sa mpel Awal (ja m) Bilangan Asam kontrol (% asam oleat) Bilangan Asam Sa mpel Awal (% asa m oleat) Seli-sih (% asam oleat) Tren Tyagi dan Vasishta (1996) Minyak vanaspati 30,00 70,00 6 ,00 0,12 0,25 0,13 Naik Abdulkarim (2007) Minyak biji kelor 3,00 30,00 6,00 0,19 0,25 0,06 Naik Manral et al (2008) Minyak biji bunga matahari 6,00 14,00 2,00 0,50 0,10 0,40 Turun Kress-Rogers et al (1990) Minyak nabati terhidrogena si sebagian 4,00 13,50 0,50 0,20 0,10 0,10 Turun Kalapathy dan Proctor (2000) Minyak kedela i 10,00 0,66 0,66 0,81 0,80 0,01 Turun Kahfi (2012) Minyak

kelapa sawit 15,00 2,25 0,25 0,57 0,21 0,36 Turun Terjad inya penurunan bilangan asam pada awal penggorengan ini dapat disebabkan beberapa faktor. Di antaranya, asam le ma k bebas yang terbentuk dari hasil hidrolisis dapat mengala mi reaksi oksidasi. Menurut Ketaren (1986), terbentuknya senyawa peroksida dapat me mbantu proses oksidasi sejumlah kecil asam le ma k tidak jenuh. Rea ksi ini dia kibatkan oleh interaksi antara asam le mak bebas dengan oksigen dan adanya paparan panas yang tinggi selama penggorengan. Bahkan, reaksi oksidasi dala m asam le ma k bebas ini jauh lebih cepat berlangsung diba ndingkan dengan reaksi oksidasi asam le ma k yang masih terikat dengan gliserol (Ve lasco, et al., 2009). Pada penggorengan awal, la ju reaksi oksidasi asam le ma k bebas ini leb ih cepat dibandingkan dengan laju reaksi hidro lisis pembentukan asam le ma k bebas. Dengan demikian, pengukuran bilangan asam pada penggorengan awal menunjukkan tren penurunan.

Minyak goreng kelapa sawit banyak mengandung asam le ma k tida k jenuh, di antaranya adalah asam oleat (C 18:1) dan asam linoleat (C 18:2). Kandungan asam oleat mencapa i 38,7% dan kandungan asam linoleat mencapai 10,5% dari total ju mlah asam le ma k (Rival, 2010). Dengan

(4)

25

demikian, sebesar 49,2% dari minyak ke lapa sawit tersusun atas asam le mak t idak jenuh yang rentan mengala mi oksidasi .

Asam le ma k bebas yang telah teroks idasi ini dapat mengala mi rea ksi lan jutan. Di antaranya adalah reaksi pe mbentukan ikatan antara asam karboksilat teroksidasi dengan gugus protein me mbentuk senyawa karboksil. Senyawa hasil ikatan in i termasuk ke dala m go longan senyawa ma kro mo leku l insolubel yang sukar dideteksi dala m ana lisis kimia (Pokorny, 1999). Reaksi terbentuknya ikatan ini dapat dilihat pada Ga mbar 6.

CO – p

1

CH-NH-p

2

NH

2

CO – p

1

CO – p

1

CH – NH – p

2

CH – NH – p

2

N N

R – C – CH = CH – R

2

HC – R

3

Pada Ga mbar 6, terlihat bahwa asam le mak yang telah teroksidasi (le ma k hidropero ksida) dapat me mbentuk ikatan dengan protein, salah satunya lisin. Lisin merupakan asam a mino yang banyak terkandung di dalam protein ikan lele. Ju mlahnya mencapai 6,3% dari total asam a mino (Sink

et al., 2010). Ikatan ini pada akhirnya menghasilkan senyawa derivat imino, suatu ikatan dari mole kul

ko mple ks yang me miliki bobot mole kul besar dan insolubel.

-H

2

O

-H

2

O

Ikatan lisin

Lemak hidroperoksida

derivat imino

Derivat imino

Ga mbar 6. Reaksi pembentukan ko mp leks asam le ma k teroks idasi dengan protein lisin (p1, p2 = residu protein; R3 = residu le ma k) (Po korny, 1999).

aldehida

O

R

2

– C – H

(CH

2

)

4

(CH

2

)

4

(CH

2

)

4

HO – O

R

1

– CH – CH = CH – R

2

(5)

26

0 5 10 15 20 25 30 0 (kontrol) 1 3 5 7 9 B ila ng an pe rok si da ( m e q O 2 / kg s am pe l)

Frekuensi penggorengan sampel (kali)

Minyak goreng produksi-1 Minyak goreng produksi-2

B. PROFIL BILANGAN PEROKSIDA MINYAK GORENG KELAPA SAWIT

Sa ma halnya seperti bilangan asam, pengukuran bilangan peroksida dilakukan dengan menggunakan 24 sampel yang tersusun atas 2 batch minyak goreng yang berbeda. Setiap batch terdiri atas 2 ulangan yang masing-masing ulangan me miliki 6 sampel minyak goreng. Data bilangan peroksida untuk minyak goreng produksi-1dan minyak goreng produksi-2 d isajikan dala m bentuk grafik pada ga mbar di bawah ini.

Berdasarkan Ga mbar 7, dapat dilihat bahwa secara u mu m gra fik bilangan peroksida pada kedua sampel mengala mi tren yang sama yaitu naik pada penggorengan awal dan diikuti dengan penurunan pada penggorengan selanjutnya. Pada sampel kontrol, nilai b ilangan peroksida minyak goreng produksi-1 (9,33 meq O2/ kg sampel) lebih tinggi daripada nila i bilan gan peroksida minyak

goreng produksi-2 (7,81 meq O2/ kg sampel). Se mentara itu, bilangan peroksida yang paling tinggi

terletak pada penggorengan 3 kali dengan nilai 23,93 meq O2/ kg sampel pada minyak goreng

produksi-1 dan 27,48 meq O2/ kg sampel pada minyak goreng produksi-2. Setelah itu, b ilangan

peroksida ini terus turun hingga sampel penggorengan 9 ka li. Pada penggorengan tersebut, minyak goreng produksi-1 me miliki n ila i b ilangan peroksida sebesar 4,82 meq O2/ kg sa mpel dan minyak

goreng produksi-2 me miliki nila i bilangan peroksida sebesar 5,87 meq O2/ kg sampe l.

Dari sisi standar mutu pada Tabel 8, nilai bilangan peroksida maksima l yang dire ko mendasikan oleh SNI adalah 10 meq O2/kg. Oleh sebab itu, sampel kontrol minyak goreng produksi-1 dan minyak

goreng produksi-2 me miliki n ila i bilangan peroksida yang me menuhi standar. Nila i bilangan peroksida di atas 10 meq O2/kg dihasilkan pada semua sampel untuk penggorengan 1 kali dan 3 kali.

Pada penggorengan 5 ka li dan seterusnya, nilai bilangan peroksida turun di bawah 10 meq O2/kg.

Menurut Ketaren (1986), minyak goreng yang dikonsumsi dapat menimbulkan efe k berbahaya bagi kesehatan jika me miliki nilai bilangan peroksida di atas 100 meq O2/kg.

Ga mbar 7. Profil bilangan peroksida sampel minyak goreng kelapa sawit berdasarkan fre kuensi penggorengan lele pada suhu 180oC

(6)

27

Secara u mu m, tren perubahan bilangan peroksida pada penelitian in i sesuai dengan literatur. Menurut Chatzila za rou et al. (2006) dan Tsaknis et al. (1998), pada tahap awal penggorengan nilai bilangan peroksida akan mengala mi kenaikan. Nilai ini a kan menurun pada penggorengan lebih lama di suhu 1800C akibat terdeko mposisinya senyawa peroksida menjadi senyawa oksidasi sekunder.

Jenis Sa mpelFrekuensi Penggorengan

(kali) (meq O2/kg sa mpel) Bilangan Pero ksida

Minyak goreng produksi-1

0 (Kontrol) 9,33 1 19,54 3 23,93 5 8,74 7 9,69 9 4,82

Minyak goreng produksi-2

0 (kontrol) 7,82 1 19,90 3 27,48 5 5,90 7 7,95 9 5,87

Standar SNI ma ksima l 10

Ambang bahaya bagi kesehatan (Ketaren, 1986) 100

Menurut beberapa peneliti, pengukuran bilangan peroksida termasuk dala m ana lisis yang cukup sulit karena banyaknya faktor yang dapat menyebabkan munculnya kesalahan. Menurut Lea (1952), nila i peroksida yang dihasilkan dapat lebih t inggi daripada yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh “oxygenerror”, yaitu keberadaan kontaminan oksigen di dalam larutan yang akan dititrasi.

Beberapa penelit i juga menyatakan bahwa pengukuran bilanga n peroksida sering ka li menghasilkan data dengan standar deviasi yang besar. Hal in i dika renakan peroksida me rupakan senyawa hasil oksidasi yang tidak stabil (La las, 2009). Di sa mping itu, menurut Warner (2009), hidroperoksida me rupakan senyawa yang mengala mi pe mbentukan dan penguraian kembali dala m waktu yang cepat. Menurut Guillen dan Cabo (2002), hal tersebut menyebabkan sulitnya menghasilkan pengukuran bilangan peroksida yang reprodusibel.

C. PROFIL SPEKTRUM ABSORBANSI MINYAK GORENG KELAPA

SAWIT

Spektru m absorbansi FTIR d iukur pada 24 sampe l minyak goreng dengan menggunakan bilangan gelo mbang 400-4000 c m-1.Pengukuran spektrum bilangan gelombang tersebut serupa dengan daerah yang dipilih oleh peneliti la in seperti Vlachos et al (2006) dan Al Degs et al (2011).Pada Ga mbar 8 dan Ga mbar 9 ditamp ilkan spektrum bilangan gelombang sampel kontrol dan penggorengan 9 kali pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2. Secara sekilas, tidak ta mpak perbedaan yang berarti antara spektrum kontrol dengan spektrum penggorengan 9 kali. Oleh sebab itu, untuk pengolahan data selanjutnya diperlukan analisis mult ivar iat.

(7)

28

450 600 750 900 1050 1200 1350 1500 1650 1800 1950 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 1/cm 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Abs 2 8 3 5 .4 8 1 7 5 9 .1 6 1 7 5 9 .1 6 1 7 5 5 .3 0 1 6 5 2 .1 0 1 3 5 4 .0 9 1 2 4 1 .2 5 1 2 3 1 .6 0 1 1 5 2 .5 2 1 1 1 9 .7 3 1 1 1 2 .0 1 3 6 3 2 .1 2 3 5 3 2 .7 8 2 8 3 8 .3 7 1 7 5 9 .1 6 1 7 5 7 .2 3 1 7 5 5 .3 0 1 6 5 0 .1 7 1 6 1 2 .5 6 1 5 9 9 .0 6 1 5 5 1 .8 0 1 4 5 4 .3 9 1 3 5 9 .8 7 1 3 5 9 .8 7 1 2 3 9 .3 2 1 2 3 1 .6 0 1 2 0 0 .7 4 1 1 1 7 .8 0 1 1 1 0 .0 8 1 0 9 2 .7 2 Standard Oil PO 27-12-20111 9th Fried PO 27-12-20111 Standard Oil PO 27-12-2011 450 600 750 900 1050 1200 1350 1500 1650 1800 1950 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 1/cm 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Abs 3 5 3 6 .6 4 3 5 3 6 .6 4 3 5 2 3 .1 3 3 4 7 4 .9 1 3 5 4 4 .3 5 3 5 3 5 .6 7 3 4 7 6 .8 4 9th PO3 5-01-20121 Standard PO 5-01-20122 9th PO3 5-01-2012

Ga mbar 8. Pro fil spektru m b ilangan gelo mbang sampel minyak goreng produksi-1 minyak goreng kontrol (warna merah) dan penggorengan 9 kali (wa rna hita m)

Ga mbar 9. Profil spektrum bilangan gelombang sampel minyak goreng produksi-2 minyak goreng kontrol (wa rna hita m) dan 9 ka li penggorengan (warna biru)

3900 1050 900 750 600 450 0 1200 0 1350 0 1500 0 1650 1800 0 1950 2100 2400 2700 3000 3300 3600 3900 1050 900 750 600 450 0 1200 0 1350 0 1500 0 1650 1800 0 1950 2100 2400 2700 3000 3300 3600 0 0,5 1 2 3 4 2,5 3,5 Bilangan Ge lo mbang (c m-1) Bilangan Ge lo mbang (c m-1)

A

b

so

rb

an

si

A

b

so

rb

an

si

Oksidasi

sekunder

C = O ester

= CH (cis)

CH

metil

C = O

-C = C -

-C = C -

-C = C -

-C = C –

(trans)

C – O

C – O

Oksidasi

sekunder

C = O ester

= CH (cis)

CH

metil

C = O

-C = C -

-C = C -

-C = C -

-C = C –

(trans)

C – O

C – O

0 0,5 1 2 3 4 1,5 2,5 3,5 1,5

(8)

29

Penelit i Minyak Go reng Bilangan gelo mbang Gugus Fungsi Che Man dan

Setyowaty (1998)

minyak ke lapa sawit 3550 OH

3473 ester trigliserida 3006 C = C 2900 - 2800; 1465;dan 1377 CH3 dan CH2 2677 ester C = O 1648 cis C = C 723 C = O

Vlachos et al (2006) minyak za itun 3009; 2925; 2854; 1377;dan 723

C = C 2962; 2872; dan 1654 CH3

1746 ester C = O

1700 asam le mak bebas

1465 CH3 dan CH2

1418 dan 1397 cis C = C 1238 dan 1163 C = O pada ester Mossoba et al (2007) minyak kedela i

terhidrogenasi

966 trans C = C

Roh man et al (2010) virgin coconut oil 2954 dan 1377 CH3

2924; 2852;dan 1465 CH2 1743 ester C = O 1417 dan 721 cis C = C 1228 dan 1155 C – O 962 trans C = C 872 C = C

Al Degs et al (2011) minyak ke lapa sawit 3491,2 OH pada asam karboksilat 3005,1; 2974,1; 2837,1; 1452,4; 1379,1;dan 1234,6 C – H 1762,9 dan 1753,2; 1192,2 dan 1118,7 C – O dan C=O 721,4 C = O

Hocevar et al (2011) minyak kedela i, minyak kelapa sawit, dan minyak terh idrogenasi

2915 dan 2845 C – H

1741 C = O pada ester

1154 C – O dan CH2

Kahfi (2012) minyak ke lapa sawit 722; 872; 912,5; 1654; 1402; 1418; dan 3005,54 cis C = C 966 trans C = C 1032; 1091; 1130; dan 1729 C – O pada ester 2974 C – H 3474,91 C = O pada ester 3536 produk oksidasi sekunder (alkohol, aldehida, keton)

(9)

30

PadaTabel 9, dapat dilihat bilangan gelombang utama yang terdapat pada sampel minyak goreng. Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa masing-masing peneliti me mpero leh nilai b ilangan gelombang yang sedikit berbeda satu sama la in. Hal in i d ika renakan adanya perbedaan sampel minyak goreng nabati yang digunakan. Meskipun demikian, terdapat kesamaan dalam jenis gugus fungsi yang terdapat di dala m sa mpel minyak goreng. Gugus fungsi tersebut terdiri atas senyawa organik seperti ester, aldehida, keton, asam karboksilat, dan hidro karbon tidak jenuh. Adapun gugus fungsi yang dipengaruhi oleh bilangan gelo mbang dapat dilihat pada Tabel 10.

Dari hasil pengukuran spektrum absorbansi FTIR, diperoleh bilangan gelombang utama pada minyak goreng kelapa sawit adalah 722, 872, 912,5, 966, 1032, 1091, 1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 3005,54, 3474,91, dan 3530 c m-1. Bilangan gelombang ini dipero leh dengan selisih variasi bilangan gelombang sebesar 2 cm-1. Berdasarkan Tabel 9,bilangan gelombang 722, 872, 912,5, 966, 1654, 1418, 1402 dan bilangan gelombang 3005,54c m-1 menunjukkan adanya gugus ikatan rangkap dua alkena(-C=C-).Alkena me rupakan gugus yang umum d ite mui pada minyak nabati yang banyak me miliki asam le ma k tidak jenuh. Oleh sebab itu, Muniategui et al (1992) serta Moreno et al(1999) No Frekuensi

(c m -1) Gugus fungsi Tipe Vibrasi Intensitas Frekuensi Rentang 1 3530e R – OH, C = O (a ldehida, keton) le mah sempit

2 3468a – C = O (ester) overtone le mah sedang

3 3025a = C – H (trans-) peregangan sangat lemah

4 3006a = C – H (cis-) peregangan med iu m sempit

5 2974b – C – H (CH3) sempit

6 2953a C – C – H (CH3) peregangan asimetris med iu m sempit

7 2924a C – C – H (CH2) peregangan simetris

dan asimetris

sangat kuat sempit

8 2853a C – C – H (CH2) sangat kuat sempit

9 2730a C – C = O (ester) resonansi fermi sangat lemah sempit 10 2677a – C = O (ester) resonansi fermi sangat lemah sempit

11 1746a – C = O (ester) peregangan sangat kuat lebar

12 1729c – C = O (ester) lebar

13 1711a – C = O (asam) peregangan sangat lemah lebar

14 1654a – C = C – (cis-) peregangan sangat lemah sempit 15 1648a – C = C – (cis-) peregangan sangat lemah sempit 16 1465a – C – H (CH2, CH3) bending (scissoring) sedang sedang

17 1418a = C – H (cis-) bending (rock ing) le mah sedang

18 1400a bending le mah sedang

19 1377a – C – H (CH3) bending simetris sedang sedang

20 1319a bending sangat lemah sedang

21 1238a – C – O, – CH2 – peregangan, bending sedang sedang

22 1163a – C – O, – CH2 – peregangan, bending kuat lebar

23 1130d – C – O peregangan kuat sedang

24 1118a – C – O peregangan sedang sedang

25 1097a – C – O peregangan sedang sedang

26 1033a – C – O peregangan sangat lemah sedang

27 968a – HC = CH – (trans-) bending out of plane le mah sedang 28 914a – HC = CH – (cis-) bending out of plane sangat lemah sedang

29 872d – HC = CH – sedang

30 723a – (CH2)n –,– C = C – (c is-) bending (rock ing) sedang lebar

Tabel 10. Kore lasi antara fre kuensi FTIR, gugus fungsi, tipe vibrasi, dan intensitas

a

Menurut Guillen dan Cabo (1997); b Menurut Al-Degs et al(2011); cMenurut Proctor et al(1996); d MenurutLerma- Garcia et al (2011); eMenurut Guillen et al (2001) dan Navarra et al (2010)

(10)

31

telah menggunakan spektrum bilangan gelombang di sekitar 3006 c m-1 untuk menentukan derajat ketidakjenuhan minyak nabati.

Minyak ke lapa sawit sendiri me miliki kandungan asam le ma k t idak jenuh yang cukup besar. Menurut Khosla (2006), kandungan asam le ma k tidak jenuh pada minyak ke lapa sawit sebanding dengan kandungan asam le mak jenuhnya. Jumlah asam le ma k t idak jenuhnya mencapai 50% dari to tal asam le ma k. Dari ju mlah ini, s ekitar 80% -nya terdiri atas asam le ma k oleat dan sisanya terdiri atas asam le mak linoleat.Di samping itu, terdeteksinya bilangan gelo mbang 966c m-1menunjukkan adanya asam le ma k trans pada sampel minyak goreng. Menurut Puspitasari (1996), keberadaan asam le mak trans di dala m minyak goreng in i dapat disebabkan karena adanya proses pemanasan dalam pengolahan minyak (refinery).

Sela in itu, asa m le mak trans juga dapat terbentuk selama proses penggorengan pada suhu tinggi. Menurut Sartika (2007), proses menggoreng dengan cara deep frying akan menyebabkan perubahan asam le mak t idak jenuh bentuk cis menjadi bentuk trans. Peningkatan asam le ma k tidak jenuh trans ini sebanding dengan penurunan asam le ma k t idak jenuh cis (asa m o leat). Fennema (1996) menyebutkan bahwa oksidasi terhadap asam oleat (C18:1 c is) akan menghasilkan asam le ma k trans elaidat. Sedangkan hasil rea ksi oksidasi asam linoleat (C18:2 c is) adalah ca mpuran konjugasi antara 9- dan 13- hidroperoksida diena yang mengala mi isomerisasi geometrik me mbentuk trans isomer yaitu asam linole la idat (C18:2 trans).Penelitian yang dilaku kan oleh Sartika (2009) menunjukkan bahwa terjadi pe mbentukan asam le ma k trans pada minyak goreng kome rsil yang digunakan untuk menggoreng singkong dan daging s api. Menurutnya, jumlah asam le ma k trans yang dihasilkan berflu ktuasi terhadap jumlah penggorengan dikarenakan adanya interaksi antara minyak goreng dengan sampel yang digoreng.Meskipun demikian, penelit ian ka li ini tidak me mpe la jari leb ih lanjut seberapa besar kandungan asam le mak trans yang terdapat di dalam sampel minyak goreng. Terdeteksinya asam le ma k trans saja tidak cukup untuk menyatakan bahwa sampel minyak goreng sudah tidak aman untuk dikonsumsi. Menurut Mulleret al (2001), sebesar 0,3% asam le ma k trans terdapat secara ala mi di dala m minyak kelapa sawit .

Bilangan gelo mbang 1032, 1091, 1130, dan 1729c m-1 menunjukkan adanya interaksi ikatan C – O yang terdapat di dalam ikatan ester. Ikatan ester ini menunjukkan adanya gliserol yang masih berikatan dengan asam le mak. Ikatan jenis in i banyak dite mui pada monogliserida, d igliserida, dan trigliserida.Menurut Basiron (2005), trigliserida me rupakan ko mponen yang paling banyak terkandung di dalam minyak ke lapa sawit sementara monogliserida dan digliserida ha nya terdapat dala m ju mlah yang sedikit saja.Sundra m (2004) menyatakan bahwa sekitar 95% dari minyak ke lapa sawit tersusun atas komponen trigliserida dan sisanya monogliserida dan digliserida. Menurut Sundram et al (2003), perbedaan antara trigliserida terleta k pada asam le ma k yang menyusunnya. Sekitar 7 – 10% dari total trigliserida tersusun atas trigliserida jenuh seluruhnya yang sebagian besar me rupakan tripa lmitat. Se mentara sekitar 6-12% tersusun atas trigliserida tidak jenuh seluruhnya. Posisi Sn-2 pada trig liserida u mu mnya diisi oleh asam le mak tidak jenuh. Dengan demikian, lebih dari 85% asam le ma k t idak jenuh me mbentuk ikatan ester dengan gliserol pada posisi Sn -2

Posisi bilangan gelombang2974 c m-1 menunjukkan adanya ikatan C-H. Ikatan ini me rupakan ikatan yang banyak ditemukan pada gugus hidrokarbon. Atom ka rbon me miliki e mpat orbital sp3 untuk berikatan dengan atom lainnya.Atom karbon yang tidak berikatan dengan gugus fungsi ataupun atom ka rbon lainnya akan me mbentuk ikatan sigma sp3-s dengan atom hidrogen (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Posisi bilangan gelombang 3474,91c m-1 menunjukkan adanya interaksi C=O pada ester. Seperti yang telah dije laskan sebelumnya, ikatan ester ini menunjukkan adanya ikatan antara asam le ma k dengan gliserol me mbentuk g liserida.

(11)

32

722 872 912,5 965 1032 1091 1130 1400,5 1418 1654 1729 2974,36 3005,54 3474,91 3536 -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 -1 -0,75 -0,5 -0,25 0 0,25 0,5 0,75 1 F 2 ( 1 8 ,9 3 % ) F1 (54,10 %)

Variables (axes F1 and F2: 73,03 %)

Ga mbar 10. Diagra m loading plot bilangan gelombang minyak goreng

Daerah bilangan gelo mbang di sekitar 3536 c m-1 menunjukkan keberadaan produk hasil oksidasi sekunder dari asam le ma k. Senyawa yang termasuk ke dala m kelo mpo k ini adalah alkohol, aldehida, dan keton.

D. PROFIL SPEKTRUM ABSORBANSI SAMPEL DENGAN ANALISIS

MULTIVARIAT

1. Pengelompokkan Sampel dengan PCA (Principal Component Analysis)

Analisis statistik mu ltivariat PCA digunakan untuk mengelo mpokkan observasi (sampel) dan variabel (bilangan gelo mbang) di da la m suatu diagra m berdasarkan ke miripan profilnya satu sama lain. Dengan menggunakan PCA, interpretasi data akan lebih mudah karena akan terlihat je las data yang me miliki kesamaan dan data yang me miliki perbedaan. Suatu data dikatakan me miliki kesa maan jika kedua titik data tersebut berdekatan. Jika data tersebut berjauhan, data me miliki beberapa perbedaan. Sementara jika suatu data terlihat berseberangan, data tersebut merupakan data yang sifatnya berlawanan.

Terdapat tiga macam diagra m yang dapat ditampilkan oleh PCA. Ket iga maca m diagra m tersebut adalah loading plot, score plot, dan biplot. Loadingplot merupakan diagra m yang merangku m hubungan antara variabel. Se mentara score plot merupakan diagram yang merangku m hubungan antarobservasi (sampel). Adapun biplot merupakan diagra m yang menggabungkan antara loading plot dengan score plot.

Kuadran I

Kuadran II

(12)

33

Pada Ga mbar 10 d isajikan hubungan antara variabel bilangan gelombang pada minyak goreng yang terdeteksi oleh FTIR d i dala m diagra m PCA. Diagra m di atas menggunakan dua sumbu, yaitu F1 dan F2. Su mbu F1 merupakan hasil pengekstrakan pertama variabel menggunakan PCA sedangkan sumbu F2 merupakan hasil pengekstrakan yang kedua. Dari ga mbar, dapat dilihat bahwa sumbu F1 ma mpu menca kup variasi data sebesar 54.10% sedangkan sumbu F2 me miliki cakupan sebesar 18.93%. Dengan demikian, secara keseluruhan diagram d i atas dapat menje laskan 73.03% keberaga man yang ada di dala m va riabel bilangan gelo mbang. Adapun nila i loading score yang berkorelasi terhadap F1 dan F2 dapat dilihat pada La mpiran 15c.

Di da la m diagra m loading plot tersebut juga terdapat garis yang menghubungkan antara bilangan gelombang dengan titik pusat. Besar atau kecilnya sudut yang dibentuk antara dua garis menandakan besar atau kecilnya hubungan antarvariabel. Se makin kecil sudut yang dibentuk, sema kin dekat dan besar pula hubungan antarvariabel. Diagra m d i atas juga dapat dibagi menjadi e mpat kuadran. Tiap kuadran dipengaruhi oleh nilai F1 dan F2 dengan cara yang berbeda. Kuadran I me miliki nila i F1 dan F2 yang positif. Kuadran II me miliki nilai F1 yang positif dan nila i F2 yang negatif. Kuadran III me miliki nilai F1 dan F2 yang negatif. Se mentara kuadran IV me miliki n ila i F1 yang positif dan F2 yang negatif.

Di dala m kuadran I terdapat lima maca m bilangan gelo mbang, yakni872, 912,5, 1418, 3005,54, dan 3474,91 c m-1. Bilangan gelombang 872 dan 912,5 c m-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua C = C. Karena kesa maan jenis ikatannya, kedua bilangan gelombang ini berdekatan. Begitu pula halnya dengan bilangan gelombang 1418 dan 3005,54 c m-1. Kedua bilangan gelombang ini saling berdekatan karena menunjukkan ikatan rangkap dua (C = C) c is. Adapun, bilangan gelombang 3474,91 c m-1 terletak pa ling jauh di sebelah kiri atas. Hal ini d ika renakan bilangan gelombang tersebut menunjukkan adanya jenis ikatan ester (C = O). Jenis ikatan ini berla inan dengan jenis ikatan bilangan gelo mbang lainnya pada kuadran I.

Di dala m kuadran II terdapat tiga maca m bilangan gelo mbang, yaitu 1130 , 1729, dan 3536 cm-1. Bilangan gelombang 1130 c m-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester dengan tipe vibrasi peregangan. Sementara bilangan gelombang 1729 c m-1 berkore lasi dengan adanya ikatan ester C = O. Adapun, bilangan gelombang 3536 c m-1 menunjukkan keberadaan ikatan senyawa hasil oksidasi sekunder seperti alkohol dan keton. Karena bilangan gelombang 3536 c m-1 ini me miliki jenis ikatan yang berbeda dengan dua bilangan gelombang lainnya pada kuadran II, bilangan gelombang ini terletak menyendiri mendekati su mbu Y pada posisi kanan atas.

Di da la m kuadran III hanya terdapat dua macam b ilangan gelombang, yaitu 1091 dan 2974,36 cm-1. Bilangan gelombang 1091 c m-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester. Sementara bilangan gelombang 2974,36 c m-1 menunjukkan adanya ikatan – C – H pada gugus CH3. Kedua

bilangan gelo mbang ini sa ma-sa ma me miliki t ipe vibrasi peregangan.

Di dala m kuadran IV terdapat lima m maca m b ilangan gelombang, yakni 722, 865, 1032, 1400,5,dan 1654 c m-1. Bilangan gelombang 722, 965, dan 1400,5 c m-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua dengan vibrasi bending. Oleh sebab itu, ketiga b ilangan gelo mbang ini terletak berdekatan. Bilangan gelombang 1032 c m-1 menunjukkan adanya ikatan C – O pada gugus ester.Sementara b ilangan gelo mbang 1654 c m-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap dua C = C dengan tipe vibrasi peregangan. Perbedaan tipe vibrasi menyebabkan bilangan gelombang ini terletak berjauhan dengan bilangan gelombang 722, 865, dan 1400,5 c m-1 yang sama-sa ma menunjukkan keberadaan rangkap dua C = C.

Ga mbar 11 menggabungkan antara loading plot bilangan gelombang dengan score plot sampel minyak goreng. Titik yang berwarna me rah me rupakan loading plot bilangan gelombang sedangkan titik yang berwarna hita m merupakan score plot bilangan gelombang. Observasi dengan kode A

(13)

34

A0 A1 A3 A5 A7 A9 B0 B1 B3 B5 B7 B9 722 872 912,5 966 1032 1091 1130 1400.5 1418 1654 1729 2974,36 3005,54 3474,91 3536 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 F2 (1 8 ,9 3 %) F1 (54,10 %)

Biplot (axes F1 and F2: 73,03 %)

me rupakan sampel minyak goreng produksi-1. Se mentara observasi dengan kode B me rupakan sampel minyak goreng produksi-2. Adapun satu angka pada bagian akhir mela mbangkan ju mlah penggorengan minyak dan angka 0 mela mbangkan sampel standar. Berdasarkan data biplot di atas, dapat dilihat bahwa kedua jenis sampel tampak me misah dan mene mpati daerah pada diagram yang berbeda. Minyak goreng produksi-1 mene mpati daerah di sebelah kanan bawah sementara minyak goreng produksi-2 mene mpati daerah d i sebelah kiri atas. Secara u mu m, masing -masing sampel dala m tiap jenis sampel tersebut terletak menyebar satu sama lain. Nila i score factor bilangan gelombang dapat dilihat pada La mp iran 15d.

Kelo mpok minyak goreng produksi-1 te rletak pada daerah kuadran I, III, dan IV. Pada daerah kuadran IV terdapat empat sampel, yaitu A0, A1, A 3, dan A7. Pada daerah kuadran III terdapat sampel A5 dan pada daerah kuadran I terdapat sampel A9. Sa mpe l pada kuadran IV terleta k saling menyebar satu sama la in. Hal in i menandakan masing -masing sampel hasil penggorengan memilki profil bilangan gelombang yang berbeda. Sampel -sampel tersebut dipengaruhi oleh gugus ester dan rangkap dua. Sementara sampel A5 yang terletak pada kuadran III lebih dipengaruhi oleh gugus ester. Sa mpel A 9 terletak men jauh pada kuadran I bagian bawah. Ha l ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan profil bilangan gelombang yang cukup signifikan pada minyak goreng produksi-1 penggorengan ke sembilan sehingga terletak terp isah dari kelo mpok minyak goreng produksi-1 lainnya.

Kelo mpok minyak goreng produksi-2 terleta k pada daerah kuadran I, II, dan III. Pada daerah kuadran I terdapat sampel B0 dan B9. Pada daerah kuadran II te rdapat sampel B3, B7, dan B1. Adapun sampel B5 terletak daerah kuadran III. Dari diagra m te rsebut, dapat dilihat bahwa samp el B0 (sampel kontrol) terleta k terpisah dari kelo mpok sampel la innya pada posisi kanan atas diagram. Hal ini menandakan minyak goreng kontrol pada minyak goreng produksi-2 me miliki profil b ilangan

Kuadran I

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV

Ga mbar 11. Diagra m biplot bilangan gelombang minyak goreng produksi-1 (kode me rah) dan minyak goreng produksi-2 (kode biru)

(14)

35

gelombang yang berbeda dengan sampel yang telah digoreng. Dengan kata lain, minyak goreng produksi-2 me miliki sensitivitas perubahan profil a kibat penggorengan yang cukup tinggi.

Pada daerah kuadran II, terdapat tiga sampel yang terlihat mengelo mpok. Ketiga sampel tersebut adalah sampel B1, B3, dan B7. Dengan demikian, ketiga sampel ini me miliki profil penggorengan yang mirip. Sa mpel B5 terletak terpisah dari kelo mpok sampel la innya dan terletak pada kuadran III. Ha l ini menunjukkan minyak goreng produksi-2 penggorengan ke lima me miliki profil bilangan asam yang berbeda dengan kelompok sampe l la innya. Kara kteristik ini serupa dengan sampel A5 (minyak goreng produksi-1 penggorengan ke lima) yang terpisah dengan kelo mpok sa mpel lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggorengan lima ka li pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2 menghasilkan profil b ilangan asam yang berbeda dengan kelo mpok sampel lainnya.

Sa mpel B9 (minyak goreng produksi-2 penggorengan ke sembilan) terletak pada kuadran I men jauh dari ke lo mpok sa mpel la innya. Ha l in i menu nju kkan bahwa sampel tersebut telah mengala mi perubahan profil bilangan gelombang akibat penggorengan sehingga berbeda dengan profil bilangan asam sampel la innya. Kara kteristik ini serupa dengan sampel A9 ( minyak goreng produksi-1 penggorengan ke sembilan) yang terleta k men jauh dari kelo mpok sampel la innya. Dengan demikian, hal in i menandakan bahwa penggunaan minyak goreng sampai semb ilan ka li penggorengan pada minyak goreng produksi-1 dan minyak goreng produksi-2 mengubah profil bilangan gelombang secara signifikan.

Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa profil perubahan bilangan gelombang selama penggorengan pada minyak goreng produksi-1 berbeda dengan profil perubahan bilangan gelombang pada minyak goreng produksi-2. Pada minyak goreng produksi-1, interval setiap penggorengan akan menghasilkan profil spektrum bilangan gelombang yang saling berbeda. Perbedaan cukup jauh terletak pada penggorengan ke lima dan ke sembilan. Se mentara pada minyak goreng produksi-2, penggorengan akan menghasilkan bilangan gelombang yang berbeda cukup jauh dengan sampel kontrol. Se mentara b ilangan gelo mbang penggorengan pertama sampa i dengan penggorengan ke tujuh akan tampak berdekatan dan menandakan adanya sedikit ke miripan profil bilangan gelo mbang. Adapun bilangan gelombang yang berbeda cukup jauh terletak pada penggorengan ke lima dan ke se mbilan.

2. Korelasi data titrimetri dan spektrometri dengan OLS (Partial Least

Square-Ordinary Least Square)

Metode OLS ini d iterapkan untuk mencari hubungan antara spektrum b ilang an gelo mbang dengan bilangan asam dan bilangan peroksida. Adapun pemilihan bilangan gelombang yang berpengaruh terhadap bilangan asam dan bilangan peroksida didasari oleh pengaruhnya terhadap model yang me mberikan nilai koefisien R2 dan nilai P (Pr>F) pada anova yang paling signifikan. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat 14 bilangan gelo mbang yang berpengaruh terhadap n ilai bilangan asam adalah 722, 872, 912,5, 1032, 1091, 1130 , 1400,5, 1418, 1654c m-1, 1729, 2974,36, 3005,54, 3474,91, dan 3530c m-1. Bilangan-bilangan gelombang tersebut merupakan bilangan gelombang yang menunjukkan keberadaan gugus fungsi ikatan rangkap dua karbon (a lkena) dan ester. Gugus alkena banyak terdapat pada asam le ma k tida k jenuh bebas, sementara gugus ester berkorelasi negatif dengan jumlah asam le ma k bebas. Se makin banyak gugus ester menandakan semakin banyak ju mlah asam le mak yang terikat pada gliserol. Sebaliknya, semakin sedikit gugus ester menandakan semakin banyak reaksi h idrolisis berlangsung sehingga semakin banyak pu la ju mlah asam le mak bebas yang dihasilkan.

(15)

36

Ga mbar 12. Plot n ila i b ilangan asam prediksi OLS (Pred(Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1)

Beberapa penelit ian sebelumnya menggunakan daerah bilangan gelo mbang yang berbeda -beda. Al-Degs et al (2011) menggunakan bilangan gelombang 1109,1-1240,2, 1703,1-1724,4, 1749,4, dan 2837,3. Se mentara Che Man dan Setyowaty (1998) menggunakan daerah bilangan gelo mbang 1662-1728 c m-1 dan Lanser et al (1991) menggunakan daerah bilangan gelombang antara 1600-2000 c m-1. Perbedaan bilangan gelo mbang ini dapat dikarenakan pengaruh perla kuan minyak goreng yang berbeda pada setiap penelitian. Al-Degs et al (2011) mengamb il sa mpel minyak goreng setelah digunakan selama 3 hari. Se mentara Che Man dan Setyowaty (1998) menggunakan sampel standar asam oleat.

Dari hasil penghitungan OLS, dipe roleh persamaan Bilangan Asam = -161,34 + 0,74x(%IA 722c m-1)+ 7,02x(% IA 872c m-1)+ 3,50x(%IA 912,5c m-1)+ 1,11x(%IA 1091c m-1)+ 2,30x(%IA 1130c m-1)+ 1,44x(%IA 1400,5c m-1)+ 1,49x(%IA 1418c m-1)+ 1,01x(%IA 1654c m-1) + 1,59x(%IA 1729c m-1) + 1,9x(%IA 2974,36c m-1) + 1,09x(%IA 3005,54c m-1) + 4,25x(%IA 3474,91c m-1) -2,14x(%IA 3530c m-1). Pada La mp iran 16a dan La mpiran 16b, p ersamaan ini me miliki koefisien korelasi (R2) sebesar 0,955 dengan nilai P (Pr>F) sebesar 0,042 pada taraf kepercayaan 95%. Nila i P yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara variabel persentase absorbansi bilangan gelo mbang dengan bilangan asam.

Untuk bilangan peroksida, bilangan gelo mbang yang menghasilkan mode l terbaik adalah 722, 872, 912,5, 966, 1091, 1130, 1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 3005,54, dan 3474,91. Bilangan-bilangan gelombang tersebut menandakan keberadaan gugus karbonil dan rangkap dua alkena pada asam le ma k. Gugus-gugus tersebut merupakan daerah yang paling dipengaruhi oleh oksidasi. Hal serupa dinyatakan oleh Lerma -garciaet al (2011) yang menyebutkan bahwa gugus fungsi rangkap dua trans dan cisC = C serta ester C – O merupakan gugus-gugus yang terdeteksi di dala m pengukuran FTIR dan mudah dipengaruhi oleh rea ksi oksidasi.

Pada penelitian sebelu mnya, Russ in et al (2003) mengorelasikan bilangan gelo mbang dengan bilangan peroksida menggunakan nilai bilangan gelombang yang berada pada daerah 3444 c m-1, 2854 cm-1, 1100-1270 c m-1, dan 460-660 c m-1. Se mentara Guillen dan Cabo (2002) menggunakan bilangan gelombang 3470 c m-1, 3006 c m-1, 1238 c m-1, 1746 c m-1, 1728 c m-1, 1163 c m-1, dan 1118 c m-1. Berdasarkan hasil penelit ian tersebut, dapat dilihat bahwa setiap penelit i menga mbil daerah b ilangan

(16)

37

Ga mbar 13. Plot nilai bilangan peroksida prediksi OLS (Pred (Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1)

gelombang yang berbeda. Hal ini dapat dikarenakan berbedanya perla kuan d an sampel yang digunakan. Russin et al (2003) menggunakan sampel ca mpuran dari minyak kanola, bunga matahari, dan VCO. Se mentara Gu illen dan Cabo (2002) menggunakan sampel minyak bunga matahari.

Dari hasil penghitungan OLS, diperoleh persa maan Bilangan Peroksida = 3.284,74 – 37,89x(%IA722c m-1) + 136,08x(%IA872c m-1) – 62,67x(%IA 912,5c m-1) – 183,24x(%IA 966c m-1) – 17,61x(%IA 1091c m-1) – 32,70x(%IA 1130c m-1) – 27,97x(%IA 1400,5c m-1) – 53,34x(%IA 1418c m-1) + 30,66x(%IA 1654c m-1) – 30,22x(%IA1729c m-1) – 40,09x(%IA 2974,36c m-1) – 33,56x(%IA 3005,54c m-1) – 111,92x (%IA3.474,91c m-1). Pada La mpiran 17a dan La mpiran 17b, persa maan ini me miliki koefisien kore lasi sebesar 0,963 dengan nilai P (Pr>F) sebesar 0,030 pada taraf kepercayaan 95%. Nilai P yang lebih kecil daripada 0,050 menunjukkan bahwa variabel b ilangan gelo mbang yang dipilih me miliki kore lasi yang signifikan terhadap nilai b ilangan peroksida.

Gambar

Tabel 8. Pe rbandingan nilai bilangan peroksida sampel dengan SNI
Tabel 9. Bilangan gelombang utama yang terdapat pada sampel minyak goreng

Referensi

Dokumen terkait

5.3.17 Halaman Laporan Daftar Pembelian Halaman Laporan Daftar Pembelian ini berfungsi untuk menambahkan dan melihat data yang sesuai dengan perintah dapat kita lihat pada gambar

Berdasarkan uji statistik didapatkan odd ratio (OR) yaitu 7,000 yang artinya adalah responden dengan tingkat pengetahuan tinggi memiliki peluang untuk 7 kali lebih

Usaha kerang hijau dari tinjauan kelayakan usaha juga sangat menguntungkan, beri- kut adalah analisis kelayakan usaha kerang hijau di Pulau Pasaran (Tabel 3), dengan asumsi

Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya

Graphical Processing Unit (GPU) ● Menyediakan komputasi yang efisien pada sederetan (array) data  dengan menggunakan teknik Single­Instruction Multiple Data 

Selanjutnya, untuk menghitung seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan

Definisi asuransi meurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak

pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis