• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SEBARAN LONGSORAN DI KABUPATEN GORONTALO UTARA Oleh : Safiruddin Jurusan Fisika / Program Studi Pendidikan Geografi Universits Negri Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SEBARAN LONGSORAN DI KABUPATEN GORONTALO UTARA Oleh : Safiruddin Jurusan Fisika / Program Studi Pendidikan Geografi Universits Negri Gorontalo"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SEBARAN LONGSORAN DI KABUPATEN GORONTALO UTARA

Oleh : Safiruddin

Jurusan Fisika / Program Studi Pendidikan Geografi Universits Negri Gorontalo

Abstrak

Safiruddin. “Kajian Sebaran Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara”.Skripsi yang di bimbing oleh Ibu Dr.Hj.Fitriyane Lihawa M.Si dan Bapak Ahmad Zainuri S.Pd.,MT.Program Studi S1 Pendidikan Geografi Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negri Gorontalo. Longsor adalah gerakan material pembentuk lereng seperti tanah dan batuan yang terjadi secara alami atau akibat aktifitas manusia untuk mencapai titik kestabilan. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui lokasi sebaran longsoran yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif observasional, dengan pedekatan secara random sampling. Sebagai stratanya adalah satuan medan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa, Terdapat 10 titik longsor yang tersebar di Kabupaten Gorontalo Utara dan terjadi di Desa Putiana, Desa Ilangata, Desa Langke, Desa Dambalo, Desa Sembihingan 1, Desa sembihingan 2, Desa Lelato, Desa Puncak Mandiri, Desa Zuriati, dan Desa Tudi.Diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat Kabupaten Gorontalo Utara untuk saling bersinergi dalam menanggulangi daerah persebaran longsoran agar tidak merugikan masyarakat setempat.

Kata Kunci : Sebaran, Longsor Pendahuluan

Kejadian longsor sering memberikan dampak yang bersifat langsung dalam waktu yang singkat dan menjadi bencana. Hal ini dikarenakan proses pelepasan, pengangkutan dan pergerakannya berlangsung dalam waktu yang cepat dengan material yang jauh lebih besar.

Laju perubahan tata guna lahan seiring dengan kenaikan jumlah serta sebaran penduduk yang kurang seimbang disetiap wilayah memicu peningkatan zona rawan terjadinya tanah longsor. Dengan meningkatnya kejadian tanah longsor mengakibatkan kerugian besar berupa korban meninggal, kerusakan lingkungan permukiman, hilangnya harta benda masyarakat, serta kerusakan sarana dan prasarana penunjang kehidupan manusia dan aktivitasnya.

Pekerjaan timbunan di bagian lereng tanpa memperhitungkan beban lereng dapat menyebabkan lereng menjadi rawan longsor. Pengaruh hujan dapat terjadi dibagian lereng lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorphologi yang sangat miring menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor.

Menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Gorontalo, longsor sering terjadi di Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan wilayah pemerintahan Provinsi Gorontalo. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari masyarakat setempat kejadian longsor adalah sebagai berikut:

(2)

1. Pada hari jum’at tanggal 01 Februari Tahun 2008, Dua warga Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara tewas tertimbun longsor. Korban tewas bernama Usman warga Desa Papulangi dan Aten Pakaya warga Desa Biawu

2. Pada Tanggal 27 Januari 2011 terjadi longsor di Kecamatan Tolinggula juga dan menelan korban seorang warga Desa Didingga.

3. Pada Tanggal 20 juni 2012 longsor terjadi di Kecamatan dambalo Desa Langke yang menutupi badan jalan trabs sulawesi

Tingginya frekuensi bencana longsor dan besarnya kerugian yang ditimbulkan dari bencana tersebut diperlukan reposisi perilaku manusia dalam mengelolah lingkungan hidupnya. Upaya reposisi perilaku manusia tersebut selanjutnya perlu diletakkan pada sebuah kerangka pikir atau pendekatan yang memungkinkan seluruh pihak untuk saling bersinergi dalam merevitalisasi ruang kehidupannya agar dapat mewujudkan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Pengertian Longsoran

Longsoran merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan didaerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh longsoran tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian atau pun adanya korban manusia akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktifitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya.

Menurut Prakoso (dalam Suratman 2002 : 72) Longsoran adalah perpindahan massa tanah dan atau batuan pada arah tegak, miring atau mendatar dari kedudukan semula yang diakibatkan oleh gangguan keseimbangan massa tanah pada saat itu yang bergerak kearah bawah melalui bidang gelincir dan material pembentuk lereng.

Menurut Karnawati (dalam Hardiyatmo 2006 : 33) Longsoran dapat didefenisikan sebagai suatu gerakan menuruni lereng tanah atau batuan penyusun lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Longsor merupakan pergerakan masa tanah atau batuan menuruni lereng mengukuti gaya gravitasi akibat terganggunya kestabilan lereng. Apabila masa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng baik berupa bidang miring maupun lengkung maka proses pergerakan tersebut disebut longsoran tanah.

Jadi longsoran adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi,baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan-keadaan keseimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak mengukuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor lereng akan seimbang atau stabil kembali.

Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas 11 Kecamatan, dan 123 Desa dengan jumlah penduduk 106.407 jiwa (data BPS 2011) serta luas 1.230,07 km² sehingga tingkat kepadatan penduduknya adalah 84,60 jiwa/km². Kabupaten Gorontalo Utara terletak di Wilayah pesisir pantai utara Provinsi Gorontalo. Adapun luas wilayah Kabupaten Gorontalo Utara adalah 1676,15 Km2 atau 12,94 % dari luas wilayah Propinsi Gorontalo dengan posisi geografis pada 00 30’ - 10 02’ Lu dan 1210 59’ – 1230 02’ BT. Panjang garis pantai 320 km yang menjadi garis pantai terpanjang di Provinsi Gorontalo yang berhadapan dengan Samudra Pasifik.

(3)

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo,

Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato; dan

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.

Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara sebagian besar perbukitan rendah dan dataran tinggi dan tersebar pada ketingian 0-1800 m diatas permukaan laut serta keadaan Tofografi didomonasi oleh kemiringan 150 - 400 (60% - 70%). Kondisi dan struktur utama geologi adalah patahan yang berpotensi menimbulkan gerakan tektonik, menyebabkan rawan bencana alam. a. Curah Hujan

Tipe iklim di suatu daerah didasarkan atas komponen curah hujan dan temperature suatu daerah yang bersangkutan. Iklim merupakan faktor lingkungan fisik yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keadaan fisik suatu daerah.

Pada daerah tropis, unsur cuaca yang sangat berpengaruh pada proses terjadinya longsor adalah curah hujan. Hujan memainkan peranan penting dalam erosi tanah dan batuan melalui pelepasan dari tumbukan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan batuan dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran (Suripin, 2002).

Curah hujan di Kabupaten Gorontalo Utara dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran /pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan dan hari hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi di tahun 2012 berkisar 332 mm dan jumlah hari hujan 230.

b. Topografi

Topografi Kabupaten Gorontalo Utara umumnya adalah dataran rendah, dan dataran tinggi sebagian kecil berbukit dan bergunung. Tingkat kemiringan, yakni 0 – 30 %, sedangkan ketinggiannya berkisar antara 0 - 1800 dari permukaan laut (dpl).

c. Jenis Tanah

Tanah didaerah kepulauan umumnya terbentuk dari bahan induk tanah berupa batu gamping, napal, aluvium dan sedikit granit, kuarsit dan filit. Sesuai dengan hasil uji lapangan, daerah penelitian memiliki beberapa jenis tanah yaitu Andosol, Litosol, Pedsolik, Aluvial, Regosol, Grumosol.

1. Grumusol.

Tanah ini umumnya berwarnah hitam dan abu-abu dan mempunyai horison kambik (kerapatan limbak) kurang dari 0,85g/cm. Umumnya dijumpai didaerah lereng atas dan banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik vitrik. Tanah ini umumnya dapat dijumpai disekitar Kecamatan Gentuma Raya Desa: langke, Dumolodo, Durian, Bosuhami, dan Pasalae.

2. Latosol

Tanah latosol banyak terdapat pada dataran tinggi yang mempunyai kemiringan lereng landai hingga agak curam, sehingga berdasarkan ketersediaan air/lengas tanah (soil moisture), daerah dengan tanah ini sesuai untuk pengembangan perkebunan jagung, padi kelapa, cengkeh, lada dan lain-lain. Tanah dengan kadar liat lebih dari 60% remah sampai gumpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur, kejenuhan basa kurrang dari 50% umumnya mempunyai epidon umbrik. Jenis tanah ini banyak dijumpai di Kecamatan Monano,

(4)

Kecamatan Gentuma Raya, dan Kecamatan Atinggola, Desa : Zuriati, Tudi, Dunu, Pilohulata, Desa Sogu,Imana, Bintana, sigaso, Kota jin Utara, Posono, Tombulilato, dan desa Ipilo.

3. Pedsolik

Tanah ini berasal dari batuan pasir kwarsa, tersebar didaerah Kabupaten Gorontalo Utara dengan tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan sedang hingga rendah, warnah merah dan kering, Jenis tanah ini tersebar disekitar Kecamatan Kuandang, Desa: Pontolo, Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo, Moluo dan Katialada. Kecamatan Tomilito, Desa: Dambalo, Molantadu, Tanjung karang,Jembatan merah, Leyao, Bulango raya, dan Desa Mutiara laut.

4. Aluvial.

Tanah alluvial pantai yang berlumpur memiliki potensi untuk pengembangan budidaya tambak ikan karena potensi dan frekuensi inundasi yang tinggi, seperti yang ditemukan disebagian besar pesisir kecamatan Anggrek, Desa: Putiana, Ilangata, Tolango,Popalo,Tolongio, Dudepo,Motilango,Iloheluma, Ibarat, Datahu, helumo,Tutuwoto. Dan Kecamatan Kuandang, Desa: Pontolo, Molingkapoto, Lebato, Bualemo, Bulalo, Moluo dan Katialada.

5. Litosol

Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak begitu tebal. Bahannya berasal dari batuan beku yang belum mengalami proses pelapukan secara sempurnah. Jenis tanah ini banyak ditemukan di Kecamatan Sumalata, Desa: Buloila, Bulontia barat, Bulontio Timur, Kikia, Kasia, Lelato, Tumba, Mebongodan, Puncak mandiri, Wubudu, Buladu, Deme, Dulukapa, dan Motiheluma. Kecamatan Biau, Desa: Potanga, Potanga, Windu, Didinga dan Sembihingan serta Kecamatan Tolinggula, Desa: Limbato, Papualangi, Ilotunggula, Tolite jaya, Ilomangga, dan SP Sumalata lll.

d. Kondisi Batuan.

Salah satu aspek geologi yang berperan terhadap proses geomorfik adalah Litologi. Oleh sebab itu pembahasan geologi pada bagian ini dibatasi pada keadaan litologi penelitian. Deskripsi formasi batuan penyusun Kabupaten Gorontalo Utara didasarkan pada hasil uji sampel batuan dilaboratorium. Kabupaten Gorontalo Utara tersusun atas batuan yang berumur tersier dan kuarter.

Batuan beku luar adalah batuan beku yang terbentuk dari magma yang berada pada permukaan bumi atau dikenal dengan batuan vulkanik. ciri-ciri dari batuan vulkanik adalah permukaan.

Geologi pada area studi terdiri dari jenis volkanik dan batuan sedimen. Vulkanik dan batuan sedimen pembentuk utama ke jenis susupan merupakan metamorphose ringan ke tinggi dan kondisi asli dari batuan metamorphose tinggi sedikit tidak dapat dibedakan. Sebagian batuan sedimen adalah ke granitan dan metamorphosean/lapukan. Strata (lapisan) awal tampak membentuk batuan dasar diarea studi. Jenis-jenis batuan granit dan granodiarites mudah dibedakan dari satu dengan lainnya. kemudian batuan tersebut dapat dipetakan secara terpisah pada peta geologi dari area studi. Batuan sedimen dari akhir tersier tidak tampak ke permukaan pada area studi, akan tetapi terdapat kondisi kristalisasi dari batuan kapur yang dapat mengindikasikan penyebaran batuan sedimen. Kondisi kristalisasi batuan kapur tampak dibentuk oleh aktifitas hidrothermal saat itu. Aktifitas vulkanik telah membentuk kerangka dari topographi saat ini didalam area studi. Andestic dan dacific lavas menyebar pada puncak tinggi dari area. Tuft lepas (tidak terikat) juga dapat diobservasi sepanjang tebing.

(5)

Penggunaan lahan untuk pemukiman terutama terdapat didaerah dataran rendah yang mempunyai akses bebas kearah perairan dan pusat perkotaan. Intensitas penggunaan lahan sebagai pemukiman memperlihatkan kecenderungan kearah dataran rendah sepanjang pesisir pantai anggrek dengan konsentrasi tinggi terdapat di Kecamatan kwandang yang merupakan ibukota kabupaten gorontalo utara. Selain digunakan sebagai lahan pemukiman, dataran rendah juga dimanfaatkan sebagai lahan persawahan, terutama pada dataran rendah yang mempunyai infrastruktur terbatas untuk akses ke perairan

1. Pertanian, tanaman pangan, dan perkebunan

Secara keluasan luas lahan pertanian yang termaksud luas areal produksi padi (panel) 6,918.0 ha, luas areal produksi tanaman jagung sebesar 12,128.0 ha, luas produksi (panen) kacang-kacangan mencapai 925.0 ha, luas areal persawahan mencapai 4690 ha. Lahan pertanian yang sebagian besar digunakan masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai sawah dan ladang dengan tanaman tanaman utama padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Sedangkan lahan perkebunan beberapa komoditi yang cocok yakni kelapa, dengan luas areal 1.152,4 ha dengan jumlah produksi 324 ton, luas areal cengkeh 471,77 ha, luas areal pala 18,00 ha, lauas areal jambu mente 341,42 ha, luas areal kakao 800,36 ha, lauas areal kopi 119,10 ha, dan luas areal aren mencapai 93,55 ha.

Sebaran Longsoran

Sebaran longsoran adalah munculnya titik-titik longsor dipermukaan bumi yang terjadi secara alami maupun buatan yang disebabkan oleh faktor lain seperti : batuan yang kurang kuat, kemiringan lereng, curah hujan dan aktifitas manusia yang sifatnya merugikan.

Sebaran titik-titik longsor yang terjadi di Kabupaten Gorontalo Utara sangat berfariasi. Titik longsor tersebut terdapat dibeberapa desa dan memiliki karakreristi yang berbeda. Adapun penjelasan terhadap titik longsor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Longsor di Desa Putiana..

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Putiana. a. Kemiringan Lereng.

Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Putiana merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.

b. Jenis Tanah.

Tanah adalah lapisan terluar kulit bumi yang berhubungan langsung dengan kehidupan mahluk hidup. Tanah merupakan hasil pelapukan dari batuan induk dan sisa-sisa organisme hidup yang telah lapuk. Tanah terdiri dari beberapa fraksi yaitu liat, Debu, pasir, kerikil, dan batuan induk. Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Putiana merupakan tanah Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya terdapat epipedon atau sulfrik dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.

(6)

Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Putiana terjadi pada saat musim hujan.

2. Longsor di Desa Ilangata.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Ilangata. a. Curah hujan.

Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini di karenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di desa Ilangata terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah.

b. Jenis Tanah.

Tanah adalah tubuh alam yang mengandung air ,udara, bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup yang membentuk morfologi khas dan berdeferiansi membentuk horison-horison yang beragam dan berbeda sifat dengan bahan induknya. Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Ilangata merupakan tanah Aluvial. Tanah aluvial berasal dari endapan baru berlapis-lapis, bahan organik jumlahnya tidak teratur dengan kedalaman, hanya terdapat epipedon atau sulfrik dan kandungan pasirnya kurang dari 60 %.

c. Penggunaan Lahan.

Penggunaan lahan adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

3. Longsor di Desa Langke.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Langke. a. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan lahan di Desa Langke dapat menyebabkan terjadinya longsor, kondisi lereng yang terjal dapat mempercepat aliran permukaan. Penduduk Desa Langke memanfaatkan setiap jengkal lahannya sebagai perkebunan sehinnganya seringkali terjadi longsor karena lahan di pegunungan semakin gundul.

(7)

b. Jenis Tanah.

Tanah yang ada di Desa Langke merupakan jenis tanah grumusol dengan kadar liat lebih dari 30 % yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim kering tanah retak dan mengerut kalau musim basah tanah menjadi lengket.

c. Curah Hujan.

Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm) : merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) : merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut.

4. Longsor di Desa Dambalo.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di DesaDambalo. b. Kemiringan lereng.

Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertikal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat Kompas Geologi. Desa Dambalo merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai 15 – 30 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.

c. Jenis tanah

Tanah yang ada di Desa Dambalo merupakan jenis tanah Grumusol, dengan kadar liat lebih dari 30% yang bersifat mengembang dan mengerut. Kalau musim kering tanah retak dan mengerut kalau basah tanah menjadi lengket.

d. Penggunaan Lahan.

Masyarakat setempat mendirikakan bangunan dengan melakukan pengikisan pada tebing, tanpa memperhatikan kondisi kemiringan lereng, hal ini akan memicu terjadinya tanah longsor sehingganya bila musim hujan di Desa Dambalo sering terjadilongsor baik itu jenis longsor dalam skala kecil maupun dalam skala besar.

5. Longsor di Desa Sembihingan 1

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan. a. Curah hujan.

Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah.

(8)

Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 1 terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah.

b. Kemiringan lereng.

Kemiringan lereng merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertkal. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapat diperoleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Sembihingan 1. merupakan daerah sangat miring dengan kemiringan mencapai 30 - 45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.

c. Jenis Tanah

Tanah di Desa Sembihingan 1 merupakan tanah Andosol, Tanah andosol umumnya berwarnah hitam dan dengan pelapukan lanjut. Fraksi liat dengan aktifitas rendah. Kapasitas tukar katio sangat rendah , tanah ini juga mempunyai batas-batas horison yang tidak jelas.

6. Longsor di Desa Puncak Mandiri

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Sembihingan 2. a. Curah Hujan.

Curah hujan merupakan pemicu terjadinya longsor, Hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Sembihingan 2, terjadi pada saat musim hujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah.

b. Jenis Tanah

Peranan tanah sangat besar pengaruhnya terhadap longsoran dan tergantung dari strukturnya. Jenis tanah di Desa Sembihingan 2. merupakan tanah Latosol. Tanah latosol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku, sedimen dan metamorf. Tanah latosol memiliki ciri-ciri yaitu merupakan jenis tanah yang telah berkembang ,solum dalam, tekstur lempuing, warna coklat tersebar didaerah iklim basah.

c. Kemiringan Lereng.

Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Leeng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia dan biologi, sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman.

7. Longsor di Desa Lelato,

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Lelato. a. Curah Hujan.

(9)

Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap akar tanaman.

b. Jenis Tanah.

Tanah yang terdapat di Desa lelato merupakan jenis tanah litosol. Tanah litosol memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah mencapai 150 cm. Tanah jenis ini mudah tererosi oleh aliran permukaan. Kemiringan lereng mencapai 9-15 %.

8. Longsor di Desa Sembihingan 2.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Puncak Mandiri.

a. Kemiringan lereng

Kemiringan merupakan bentuk topografi suatu wilayah yang membentuk vertical. Kemiringan lereng ditentukan dalam bentuk persen (%). Persentase kemiringan suatu lokasi dapatdi peroleh dengan menggunakan alat kompas geologi. Desa Puncak mandiri merupakan daerah miring dengan kemiringan mencapai +45 %, sehingga potensi untuk terjadi longsor sangat besar.

b. Jenis Tanah.

Tanah yang terdapat di Desa Puncak Mandiri merupakan jenis tanah litosol. Tanah litosol memiliki kadar liat lebih dari 60%, remah sampai gunpal, gembur, warnah tanah seragam dengan batas-batas horison yang kabur, solum tanah mencapai 150 cm. Tanah jenis ini mudah tererosi oleh aliran permukaan.

c. Lereng Terjal.

Lereng terjal sangat mendominasi lokasi penelitian, Desa sembihingan 2 memiliki kemiringan lereng yang berkisar 30 %. desa tersebut merupakan Desa yang sering terkena longsor.

9. Longsor di desa Zuriati.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Zuriati. a. Curah Hujan

Curah hujan sangat berpengaruh terhadap proses terjadinya longsor, hal ini dikarenakan titik air yang jatuh dipermukaan bumi memiliki energi yang dapat menghancurkan dan menghanyutkan tanah. Kebanyakan longsor yang terjadi di Desa Zuriati terjadi pada saat musim hujan.

b. Jenis Tanah

Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik berasal dari bahan induk batuan kuarsa. terdapat penimbunan liat dihorison bawahnya dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Tanah pedsolik umumnya berwarnah gelap dan memiliki tekstur tanah yang mudah mengalami pencucian oleh air sehingganya memudahkan untuk terjadinya longsor.

(10)

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya longsor di Desa Tudi. a. Curah Hujan

Curah hujan merupakan banyaknya jumlah air yang jatuh kepermukaan bumi. Curah hujan yang tidak teratur dapat menyebabkan aliran permukaan pada tanah semakin besar, selain itu air hujan yang jatuh dapat membuat retakan pada tanah dan memperbesar pori pori tanah yang dapat mengurangi daya ikat tanah terhadap akar tanaman.

b. Jenis Tanah

Jenis tanah di Desa tersebut adalah pedsolik, tanah pedsolik terdapat penimbunan liat dihorison bawahnya dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Tanah pedsolik umumnya berwarnah gelap kecoklatan dan memiliki tekstur tanah yang mudah mengalami pencucian oleh air sehingganya memudahkan untuk terjadinya longsor.

c. Kemiringan Lereng.

Pengaruh kemiringan lereng terhadap proses terjadinya longsoran sangat besar, posisi lahan yang miring mempermudah penurunan material tanah kearah bawah yang mengikuti gaya gravitasi, selain jenis tanah dan curah hujan faktor pemicu terjadinya longsor di Desa Tudi adalah kemiringan lereng.

Jenis - jenis Longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara.

Berdasarkan hasil penelitian sebaran longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 2 jenis longsoran yaitu aliran dan runtuhan.

Dapat dilihat bahwa 9 Desa merupakan hasil dari aliran bahan rombakan. Aliran dalam gerakan permukaan adalah berpindahnya partikel yang bergerak dalam pergerakan massa. Material tersebut mungkin merupakan batuan dengan retakan yang banyak dan menghasilkan runtuhan yang tertanam dalam matrik atau materi yang berukuran halus. Longsoran ini terjadi pada tanah atau pasir yang memiliki kandungan air yang besar. Longsoran ini terjadi terus-menerus seperti air yang mengalir dalam jumlah besar dengan densitas cairan yang besar pula. Adapun nama Desa yang termasuk longsoran aliran bahan rombakan yaitu Desa Langke, Dea Putiana, Desa Ilangata, Desa Dambalo, Desa Sembihingan 1, Desa Zuriati, Desa dan Desa puncak Mandiri. Dan terdapat satu desa yang memiliki jenis longsoran runtuhan batu yaitu Desa sembihingan 2.

Klasifikasi Kerentanan Desa Terhadap Longsoran.

Dalam melakukan klasifikasi kelas kerentanan longsoran untuk setiap desa perlu diadakan identifikasi terhadap desa yang terkena dampak. Adapun identifikasi tersebut bertujuan untuk mengetahui Desa-Desa yang rawan terhadap tanah longsor. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan klasifiksi yaitu :

a. mengetahui jenis batuannya. b. mengetahui jenis tanahnya. c. mengetahui tekstur tanahnya. d. mengamati penggunaan lahannya.

e. mengetahui derajat kemiringan lerengnya. f. mengamati kerapatan vegetasinya.

g. mengetahui curah hujan untuk setiap Desa, karena didaerah yang sama terjadi perbedaan curah hujan.

(11)

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka setiap desa dilokasi penelitian di Kabupaten Gorontalo Utara yang rentan terhadap bencana longsor dapat dikelompokan menjadi beberapa kelas kerentanan yaitu :

1. Kelas kerentanan sedang yaitu terdiri dari 3 (tiga) Desa yakni Desa Dambalo, Desa Tudi, dan Desa Lelato.

Kelas kerentanan tinggi yaitu terdiri dari 7 Desa yaitu Desa Putiana, Desa Zuriati, Desa Sembhingan 1, Desa Sembihingan 2, Desa Ilangata, Desa Puncak mandiri dan Desa Langke

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Dari 123 desa yang tersebar pada 11 kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara terdapat 10 Desa yang mengalami longsoran yaitu: Desa Putiana, Desa Ilangata, Desa Langke, Desa Dambalo, Desa Sembihingan 1, Desa Sembihingan 2, Desa Lelato, Desa Puncak Mandiri, Desa Zuriati, Desa Tudi.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara yaitu : 1.Lereng terjal/ miring. 2. Jenis tata guna lahan. 3. Batuan yang kurang kuat.4. Getaran, 5. Curah hujan, 6. Jenis tanah tanah.

2. Jenis – jenis longsoran di Kabupaten Gorontalo Utara yaitu aliaran dan runtuhan batu.

3. Jenis-jenis tanah yang ada di Kabupaten Gorontalo utara adalah Tanah andosol, Tanah litosol, Tanah pedsolik, Tanah aluvial, Tanah regosol dan Grumosol.

4. Proses pemetaan yaitu tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan peta. Adapun tahap proses pemetaan yang dilakukan yaitu :

a. Tahap pengumpulan data. b. Tahap penyajian data c. Tahap penyajian data Saran

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa desa yang tersebar di Kabupaten Gorontalo Utara yang sering terjadi longsor, Hal ini dikarenakan penggunaan lahannya belum maksimal, banyak masyarakat mendirikan bangunan dengan cara melakukan pengikisan terhadap tebing dan pelebaran jalan dikaki gunung tanpa membuat tanggul penahan serta penggundulan hutan akibat pembukaan lahan baru untuk lahan pertanian, Kondisi yang demikian bila dibiarkan dan tidak ada campur tangan pemerintah setempat akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kerugian bagi warga setempat serta bencana longsor akan terus terjadi karena aktivitas longsor merupakan gerakan material yang berupa tanah dan batuan yang bergerak menuruni lereng untuk mencapai kestabilan kembali. Oleh karenanya perlu diadakan sosialisasi terhadap masyarakat tentang dampak dari pengikisan kaki gunung untuk pembangunan rumah dan membuat tanggul penahan disetiap tebing yang membatasi tepi jalan, karena kebanyakan longsor terjadi disepanjang jalan serta melakukan reboisasi diareal lahan yang telah gundul demi kelangsungan pembangunan yang berkesinambungan di Kabupaten Gorontalo Utara.

(12)

Barus, Baba. 1999. Pemetaan Bahaya Longsor Berdasrkan Klasifikasi Statistik Peubahan Tunggal Menggunakan Sistem Informasi Geografi. Bogor

Bappeda dan BPS Provinsi Gorontalo, 2012. Penyusunan Zona Kerentanan Tanah. Bappeda Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo.

Hardiyatmo Hari Christady. 2006. Penanganan Tanah longsor dan Erosi.Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Isa, Darma wijaya. M. 1997, Klasifikasi Tanah Gajah Mada University Press

Joko Purwoko Suranto. 2008. Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di Gununglurah, Cilongok, Banyumas. Semarang: Jurusan Teknik Pembangunan wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro

Karnawati, D. 2003. Manajemen Bencana Gerakan Tanah. Diktat Kuliah.Yogyakarta : JurusanTeknik Geologi, Universitas Gadjah Mada.

Pabundu, Moh Tika. 2005. Metodologi Penelitian Geografi, Jakarta: PT Bumi Aksara. Prahasta, Eddy. 2006. Sistem Informasi Geografi. Bandung: Informatika.

Rudiyanto. 2010.Analisis Potensi Bahaya Tanah Longsor Menggunakan Sistem Informasi Geografi,di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Jurnal. Universitas Muhamadiyah Sunarto Goenadi dkk. 2003. Konservasi Lahan Terpadu Daerah Rawan Bencana Longsor

Dikabupaten Kunloprogo, Daerah istimewa Yogyakarta .Jurnal PT.Gajah Mada University Press

Selby M.J. 1993. Hillslope Material and Processes. Second edition, Oxford: Oxford University Press.

Suratman, Wirosupradjo. 2002. Klasifikasi Persebaran Longsoran Di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan Alfabeta : Bandung.

Verhief.PNW. 1994.Geologi Untuk Teknik Sipil. PT Gelora Aksara Pratama. Erosi.Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Yunus.S.H. 2010. Metodelogi Penelitian Wilayah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Referensi

Dokumen terkait

perbincangan dua hala dapat menyelesaikan masalah di tempat kerja, masalah dibincangkan dengan segera, kita perlu menceritakan masalah kerja kita kepada pihak yang

Karya tulis ilmiah ini berjudul, “Efektivitas Cara Pemakaian Beberapa Antiseptik Kulit Dalam Membunuh Bakteri Sebelum Tindakan Medis” dibuat sebagai salah satu

Selain jambu lilin, varietas lain dari buah Jambu Syzygium samarangense adalah jambu gondrong yang di kenal dengan nama jambu cincalo gondrong atau jambu Semarang gondrong..

Hasil penelitian dan pembahasan tentang ”Peningkatan Prestasi Belajar Materi Bilangan Berpangkat melalui Pendekatan Discovery Learning dalam Pembelajaran Matematika pada Peserta

Pada tahap siklus II ini sudah optimal.Tindakan tahap siklus II, menunjukkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran PKn dengan materi memahami kedaulatan rakyat dan

Pembelajaran E-Learning melalui pemanfaatan teknologi komputer dan atau internet dapat terselenggara dengan menghubungkan pembelajar dengan sumber belajarnya

Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah

1. Kondisi dan Struktur Ekonomi. Pembangunan perekonomian daerah diarahkan pada : a) Pengembangan perekonomian berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi dan persaingan