Alamat korespondensi email: [email protected]
Analisis Komponen Aktivitas dan
Jaringan Sosial yang Berpengaruh
terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia
Budi Riyanto Wreksoatmodjo
Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Pertambahan jumlah penduduk usia lanjut memunculkan berbagai masalah yang antara lain disebabkan oleh kemunduran fungsi kognitif; sedangkan fungsi kognitif para lanjut usia dapat dipengaruhi oleh jaringan sosial dan aktivitas sosial mereka. Penelitian atas 286 responden lanjut usia di Jakarta menunjukkan bahwa lanjut usia yang aktivitas di masyarakatnya buruk dan yang tidak menjadi anggota kelompok masyarakat lain lebih berisiko untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas di masyarakatnya baik dan menjadi anggota kelompok masyarakat lain. Kegiatan ke luar rumah dan berbelanja, dan kerja sukarela/amal merupakan komponen yang lebih berperan kendati tidak bermakna dan tidak linear.
Kata kunci: Lanjut usia, fungsi kognitif, jaringan sosial, aktivitas sosial
ABSTRACT
The increasing world population of elderlies brings additional health burden caused by decreasing cognitive function; and preservation of cognitive function can be infl uenced by social network and social activities. Research on 286 respondents in Jakarta showed that elderlies with low activities in community and not involved in community organizations have greater risk of low cognitive function compared with more active elderlies. Outings and shopping for daily needs, and voluntary community work are more important components, but not linear nor signifi cant. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Analysis on Components of Social Activities and Network Infl uencing Cognitive Function
among Elderlies in West Jakarta.
Key words: Elderlies, cognitive function, social network, social activities
LATAR BELAKANG
Jumlah penduduk dunia diperkirakan sekitar 7 milyar di tahun 2013, dan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 8 milyar di tahun 2025 dan lebih dari 9,7 milyar di tahun 2050. Dari jumlah tersebut, proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas sekitar 8%.1 Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1,2
milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; 80% di antaranya tinggal di negara-negara berkembang.2 Di Indonesia seseorang
dikategorikan sebagai lanjut usia jika berusia 60 tahun ke atas3 yang jumlahnya pada tahun
2010 diperkirakan 18.575.000 jiwa;4 selain
jumlahnya, proporsi penduduk lanjut usia di Indonesia juga akan meningkat dari 4,7% pada tahun 2000 menjadi 5,1% pada tahun 2008,5 dan akan terus meningkat mencapai
11,34% di tahun 2020.6
Peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut akan memunculkan berbagai masalah kesehatan. Di populasi lanjut usia, mereka yang mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan terakhir meningkat dari 49,50% di tahun 2004, menjadi 51,36% di tahun 2006, menjadi 55,42% di tahun 2008.7 Selain
masalah fi sik, para lanjut usia juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual termasuk fungsi kognitif–fungsi utama untuk memelihara peran dan interaksi yang adekuat dalam lingkungan sosial. Kemunduran fungsi kognitif dapat dimulai dari bentuk yang paling ringan berupa mudah-lupa
(forgetfulness), diperkirakan dikeluhkan oleh
39% lanjut usia berusia 50-59 tahun, dan akan meningkat menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari 80 tahun.8 Jika penduduk berusia
lebih dari 60 tahun di Indonesia berjumlah 7% dari seluruh penduduk, maka keluhan
mudah-lupa tersebut diderita oleh setidaknya 3% populasi di Indonesia. Mudah-lupa bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif Ringan
(Mild Cognitive Impairment-MCI) sampai ke
Demensia sebagai bentuk klinis paling berat, berupa kemunduran intelektual berat dan progresif yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan aktivitas harian seseorang.9
Kemunduran fungsi kognitif dipengaruhi oleh berbagai faktor; di samping faktor individu seperti usia, pendidikan dan penyakit yang pernah diderita, faktor lingkungan diduga ikut mempengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif, di antaranya hubungan/ keterlibatan sosial (social engagement).10-12
Penelitian-penelitian umumnya menunjuk-kan bahwa social engagement dapat mempengaruhi fungsi kognitif para lanjut usia. Mengingat social engagement terdiri
Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif dinilai menggunakan pe-meriksaan Mini Mental (Mini Mental State
Examination–MMSE) (lampiran 1). Penilaian
fungsi kognitif responden disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Fungsi kognitif responden dikatakan buruk jika skor total MMSE <13 di kelompok tidak sekolah, skor <19 di kelompok tak tamat SD, skor <23 di kelompok tamat SD, skor <25 di kelompok SLP, dan skor <26 di kelompok tamat SMA atau lebih tinggi.18
Hasilnya, secara keseluruhan 37,8% responden mempunyai fungsi kognitif buruk (Tabel 2).
Social Engagement
1. Jaringan Sosial
Kurang dari separuh responden yang masih tinggal bersama pasangan hidupnya (130– dari komponen jaringan sosial dan aktivitas
sosial yang mempunyai beberapa aspek atau
komponen,10-12 masing-masing mungkin
mempunyai pengaruh yang berbeda ter-hadap fungsi kognitif, sehingga ingin ditelaah lebih lanjut apakah ada perbedaan pengaruh berbagai jenis jaringan dan aktivitas sosial tersebut terhadap fungsi kognitif para lanjut usia.
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian Pengaruh Social Disengagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia yang dilaksanakan pada tahun 2011.
Desain penelitian ini bersifat cross sectional. Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun di panti werdha di dua kelurahan, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu Lanjut Usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi
- Laki-laki atau perempuan berusia ≥60 tahun saat penelitian dimulai.
- Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun
- Bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria Eksklusi
- Menderita gangguan jiwa psikosis; gang-guan fungsi luhur seperti afasia, apraksia
- Mempunyai riwayat gangguan peredaran
darah otak (stroke)
- Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia.13
Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum. 2) Kuesioner indeks social
disengagement dan aktivitas fi sik dan aktivitas
kognitif (Lampiran 1). 3) Kuesioner Mini Mental
State Examination (MMSE). Pengumpulan
data oleh petugas yang telah dilatih dan ter-sertifi kasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia).
Defi nisi
Social engagement: Terpeliharanya beragam
hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial.10
Pada penelitian ini dinilai menggunakan
indeks social disengagement.14 Social
engagement dinilai baik jika nilai indeks
keseluruhan (GAB) 3-4, dinilai buruk jika nilai-nya 1-2.
Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang.14
Pada penelitian ini dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination).15,16
Penilaian fungsi kognitif didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden.17 Dinilai baik jika nilainya: ≥13 jika
tidak sekolah, ≥19 jika tdk tamat SD, ≥23 jika tamat SD, ≥25 jika tamat SLP, ≥26 jika tamat SLA ke atas. Dinilai buruk jika nilainya: <13 jika tidak sekolah, tdk tamat SD <19, tamat SD <23, tamat SLP <25 dan jika tamat SLA ke atas <26.17
HASIL
Data yang diolah berasal dari 286 responden yang memenuhi kriteria dan lengkap.
Demografi
Mayoritas responden adalah perempuan 74,5% (213 orang) (Tabel 1). Sebagian besar respon-den berusia 60-70 tahun yaitu sebanyak 62,9% (180 orang), rata-rata usia responden 69,43 tahun (68,56-70,31 tahun) dengan standar deviasi 7,042 tahun, usia termuda 61 tahun dan yang tertua 96 tahun. Kebanyakan responden tidak bekerja (78,3%–224 orang). Lebih dari separuh responden atau sebanyak 57,7% (165 orang) berpendidikan tamat sekolah lanjutan, yaitu tamat SLTP 22,4% (64 orang) dan tamat SLTA atau lebih tinggi 35,3% (101 orang). Mereka yang tidak sekolah 15,4% (44 orang), tidak tamat SD 9,4% (27 orang) dan tamat SD 17,5% (50 orang). Status marital dari hampir separuh responden adalah pernah menikah sebanyak 48,3% (138 orang), sebanyak 45,5% (130 orang) lainnya menikah dan masih hidup bersama pasangannya serta 6,3% (18 orang) di antaranya tidak menikah. Responden terdiri dari mereka tinggal di keluarga sebanyak 210 orang (73,4%) dan yang tinggal di panti werdha sebanyak 76 orang (26,6%).
Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden
Karakteristik Demografi n % Jenis kelamin Laki-laki 73 25,5 Perempuan 213 74,5 Usia 60-70 tahun 180 62,9 >70 tahun 106 37,1 71-80 tahun 102 35,7 >80 tahun 4 1,4 Pekerjaan Tidak bekerja 224 78,3 Bekerja 62 21,7 Bekerja di luar rumah 25 8,7 Bekerja di dalam rumah 37 12,9
Pendidikan Rendah 121 42,3 Tidak sekolah 44 15,4 Tak tamat SD 27 9,4 Tamat SD 50 17,5 Tinggi 165 57,7 Tamat SLTP 64 22,4 Tamat SLTA > 101 35,3 Tempat Tinggal Panti 76 26,6 Masyarakat 210 73,4 Status Marital Tidak menikah 18 6,3 Pernah menikah 138 48,3 Menikah 130 45,5
Tabel 2 Fungsi Kognitif Responden
Fungsi kognitif n %
Buruk 108 37,8
selanjutnya diteliti pengaruh masing-masing
faktor/komponen social engagement
terhadap fungsi kognitif. Komponen social
engagement yang dinilai pada penelitian
ini meliputi tiga aspek jaringan sosial yang terdiri dari: kontak in person, kontak in
media dan pasangan hidup, dan tiga aspek
aktivitas sosial yang terdiri dari aktivitas di masyarakat, kunjungan ke tempat ibadah dan keanggotaan di kelompok masyarakat. Ingin diketahui faktor/komponen yang paling berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Analisis regresi Cox dengan metode
back-ward, mendapatkan bahwa aktivitas di
masyarakat dan keanggotaan di kelompok sosial/masyarakat lain merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap fungsi kognitif (Tabel 7).
Mereka yang aktivitas di masyarakatnya buruk mempunyai kemungkinan 3,184 (1,293-7,842) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas di masyarakatnya baik setelah dikontrol dengan faktor keanggotaan di kelompok masyarakat lain (p=0,012). Mereka yang tidak menjadi anggota kelompok masyarakat lain mempunyai kemungkinan 1,675 (1,168-2,402) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota kelompok masyarakat lain setelah dikontrol dengan faktor aktivitas di masyarakat (p=0,005).
Hubungan Komponen Aktivitas di Masyarakat dengan Fungsi Kognitif
Komponen aktivitas di masyarakat yang di nilai pada penelitian ini terdiri dari lima variabel, yaitu frekuensi keluar rumah dan berbelanja, kunjungan ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga, melancong dan/atau perjalanan bermalam/menginap, kerja sukarela/ 45,5%). Jika dipilah atas jenis kegiatannya,
rata-rata responden masih sering bertemu dengan anggota keluarga dan teman/sahabatnya (211–73,8%), tetapi kurang memanfaatkan komunikasi lewat sarana seperti surat, telepon maupun SMS, hanya 35 (12,2%) yang masih menggunakan sarana tersebut.
Jaringan sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut, didapatkan 58,1% responden mempunyai jaringan sosial buruk (Tabel 3).
Tabel 3 Jaringan Sosial Responden
Variabel n %
Pasangan hidup (skala PH)
Tidak ada (skor=0) 156 54,5 Ada (skor=1) 130 45,5
Kontak in person (skala VIS)
Buruk (skor=0) 75 26,2 Baik (skor=1) 211 73,8
Kontak in media (skala NVIS)
Buruk (skor=0) 251 87,8 Baik (skor=1) 35 12,2
Jaringan sosial (skala JSOS)
Buruk (jumlah skor 0-1) 166 58,1 Baik (jumlah skor 2-3) 120 41,9
2. Aktivitas Sosial
Mayoritas responden masih berkunjung ke tempat ibadah sedikitnya seminggu sekali (80,4%) dan juga masih terlibat dalam kegiatan di kelompok lain seperti pengajian atau arisan di lingkungan masing-masing (60,5%). Kegiatan di luar rumah dinilai dari frekuensi ke luar rumah, melancong, ber-belanja, menonton pertunjukan di bioskop atau pertandingan olahraga, dan aktivitas di lingkungan masyarakat. Responden yang masih aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut lebih sedikit yaitu hanya 13,6%. Secara keseluruhan, 61,5% dinilai masih mempunyai aktivitas sosial baik (Tabel 4). 3. Social engagement
Nilai social engagement merupakan nilai gabungan dari skor jaringan sosial dan skor aktivitas sosial. Disimpulkan bahwa lanjut usia yang memiliki social engagement buruk sejumlah 102 orang atau 35,7% (Tabel 5).
Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif
Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada penelitian ini dilihat dari nilai
PRR yang dihitung menggunakan analisis Cox
Regression, hasilnya ditunjukkan pada Tabel 6.
Didapatkan sebanyak 56,9% (58 orang) lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki fungsi kognitif buruk. Sedangkan di antara lanjut usia dengan
social engagement baik sebanyak 27,2% (50
orang) memiliki fungsi kognitif buruk. Uji statistik menggunakan analisis Cox Regression menunjukkan ada hubungan bermakna antara social engagement dengan fungsi kognitif (nilai p<0,0001). Lanjut usia dengan
social engagement buruk memiliki risiko 2,093
(1,565 -2,799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik.
Hubungan Komponen Social Engagement dengan Fungsi Kognitif
Mengingat social engagement disimpulkan berdasarkan penilaian atas 6 komponen,
Tabel 4 Aktivitas Sosial Responden
Variabel n %
Kunjungan ke tempat ibadah (skala TIB) Buruk (skor=0) 56 19,6 Baik (skor=1) 230 80,4 Kegiatan di masyarakat (skala MAS) Buruk (skor=0) 247 86,4 Baik (skor=1) 39 13,6
Keanggotaan di kelompok lain (skala KEL) Buruk (skor=0) 113 39,5 Baik (skor=1) 173 60,5 Aktivitas Sosial (skala ASOS) Buruk (skor 0-1) 110 38,5 Baik (skor 2-3) 176 61,5
Tabel 5 Social Engagement
Social Engagement n (%)
Buruk (skor 1-2) 102 (35,7) Baik (skor 3-4) 184 (64.3)
Total 286 (100)
Tabel 6 Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif
Social Engagement Fungsi Kognitif PRR .p
Kurang Baik
Buruk 58 (56,9) 44 (43,1) 2,093 (1,565-2,799) <0,0001 Baik 50 (27,2) 134 (72,8) 1,000
Tabel 7 Model Akhir Analisis Komponen Social Engagement yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif
Variabel HR (95% IK) .p
Aktivitas di masyarakat: Tidak 3,184 (1,293-7,842) 0,012 Keanggotaan kelompok lain: Tidak 1,675 (1,168-2,402) 0,005
amal, dan kerja masyarakat yang dibayar. Selanjutnya akan dilihat komponen variabel aktivitas sosial di masyarakat yang paling ber-pengaruh terhadap fungsi kognitif. Analisis menggunakan regresi Cox mendapatkan model akhir komponen aktivitas sosial di masyarakat yang paling berperan terhadap fungsi kognitif seperti ditunjukkan pada Tabel 9.
Analisis komponen aktivitas di masyarakat menunjukkan mereka yang tidak pernah ke luar rumah/berbelanja, berisiko 1,7 kali mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang melakukannya lebih dari sekali seminggu (p=0,016); kerja sukarela/amal juga merupa-kan komponen yang berperan kendati tidak bermakna dan tidak linear. Hal ini berbeda dengan aktivitas masyarakat yang dibayar, yang tidak mempengaruhi fungsi kognitif (Tabel 8), meskipun hal ini dapat disebabkan
oleh sampel yang terlalu kecil.
PEMBAHASAN
Secara umum, penelitian ini menghasilkan simpulan ada hubungan bermakna antara
social engagement dengan fungsi kognitif.
Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social
engagement baik. Dan di antara komponen social engagement yang diteliti, mereka
yang aktivitas di masyarakatnya buruk mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas di masyarakatnya baik setelah dikontrol dengan faktor keanggotaan di kelompok masyarakat lain. Mereka yang tidak menjadi anggota kelompok masyarakat lain mempunyai kemungkinan 1,7 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif
buruk dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota kelompok masyarakat lain setelah dikontrol dengan faktor aktivitas di masyarakat.
Sudah luas diterima bahwa social engagement yang baik berhubungan dengan banyak
outcome positif pada lanjut usia.18 Pada
penelitian ini terlihat bahwa social engagement berpengaruh terhadap fungsi kognitif para lanjut usia. Pengamatan ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu. Lanjut usia dengan banyak ikatan sosial hidup lebih lama,19 tingkat kesehatan nya lebih baik,20,21
dan lebih sedikit yang depresi.22 Selain itu,
luasnya keterlibatan sosial (social engagement) –dinilai dari frekuensi kontak dengan keluarga dan teman serta partisipasi dalam kegiatan sosial– diketahui mengurangi risiko gangguan fungsi kognitif dalam 3, 6 dan 12 tahun.10 Pada
pengamatan tahun ketiga didapatkan OR 2,24 (1,40-3,58), tahun keenam OR 1,91 (1,14-3,18), dan tahun kedua belas OR 2,37 (1,07-4,88) untuk penurunan fungsi kognitif di kalangan lanjut usia tinggal di keluarga yang tidak memiliki ikatan sosial dibandingkan dengan yang memiliki lima atau enam hubungan sosial, setelah disesuaikan oleh variabel usia, kinerja awal kognitif, jenis kelamin, etnis, pendidikan, pendapatan, tipe rumah, cacat fi sik, profi l kardiovaskular, penurunan sensorik, gejala depresi, merokok, penggunaan alkohol, dan tingkat aktivitas fi sik.10
Pada penelitian ini, di antara komponen
social engagement yang diteliti, aktivitas di
masyarakat dan keanggotaan di kelompok sosial/masyarakat lain merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Penemuan ini memperlihatkan bahwa aktivitas di masyarakat juga penting daripada hanya sekedar menjadi anggota kelompok masyarakat. Jadi akan sangat bermanfaat jika para lanjut usia tetap dapat menjadi anggota kelompok masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, dan yang lebih penting adalah ikut aktif dalam kegiatannya, bukan hanya sekedar menjadi anggota pasif. Hal yang menarik untuk diteliti lebih lanjut adalah bahwa kerja masyarakat yang dibayar tidak mempengaruhi fungsi kognitif, berapa besar faktor ‘kesukarelaan’ dapat berpengaruh positif terhadap fungsi kognitif.
Data ini didukung oleh studi laboratorium yang menunjukkan bahwa lingkungan yang
Tabel 8 Model Awal Analisis Multivariat Komponen Aktivitas Sosial di Masyarakat dengan Fungsi Kognitif
Variabel Fungsi Kognitif HR (95% IK) .p Buruk Baik
Keluar rumah dan berbelanja
tidak pernah (skor=0) 55 (52,4) 50 (47,6) 1,593 (1,029-2,465) 0,037 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 16 (34,0) 31 (66,0) 1,236 (0,684-2,234) 0,483 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 37 (27,6) 97 (72,4) 1,000
Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga
tidak pernah (skor=0) 97 (40,4) 143 (59,6) 1,376 (0,306-6,181) 0,677 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 9 (25,7) 26 (74,3) 1,149 (0,240-5,509) 0,862 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 2 (18,2) 9 (81,8) 1,000
Melancong, perjalanan bermalam/ menginap
tidak pernah (skor=0) 92 (43,6) 119 (56,4) 1,150 (0,398-3,328) 0,796 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 12 (19,4) 50 (80,6) 0,714 (0,226-2,254) 0,566 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 4 (30,8) 9 (69,2) 1,000
Kerja sukarela/amal
tidak pernah (skor=0) 89 (44,7) 110 (55,3) 1,201 (0,586-2,460) 0,617 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 9 (18,8) 39 (81,3) 0,618 (0,246-1,550) 0,305 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 10 (25,6) 29 (74,4) 1,000
Kerja masyarakat yang dibayar
tidak pernah (skor=0) 104 (38,0) 170 (62,0) 0,847 (0,203-3,523) 0,819 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 2 (28,6) 5 (71,4) 1,721 (0,208-14,230) 0,615 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 2 (40,0) 3 (60,0) 1,000
Tabel 9 Model Akhir Analisis Multivariat Komponen Aktivitas Sosial di Masyarakat dengan Fungsi Kognitif
Variabel HR (95% IK) .p
Keluar rumah dan berbelanja
tidak pernah (skor=0) 1,695 (1,105-2,602) 0,016 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 1,255 (0,698-2,256) 0,449 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 1,000
Kerja sukarela/amal
tidak pernah (skor=0) 1,470 (0,749-2,883) 0,263 rata-rata <1 kali/minggu (skor=1) 0,686 (0,278-1,691) 0,412 rata-rata ≥1 kali/minggu (skor=2) 1,000
lebih kompleks merangsang per tumbuhan
dendrit.23 Aktivitas sosial dapat
mem-pengaruhi pola hubungan antara fungsi kognitif dengan kelainan patologi otak.24
Selain menyediakan lingkungan dinamis yang memerlukan mobilisasi fungsi kognitif yang lebih aktif, aktivitas sosial juga meningkatkan rasa ‘berguna’ dan kepuasan (purpose and
fulfi llment).10 Mekanisme pasti bagaimana
aktivitas sosial bisa mempengaruhi fungsi kognitif juga masih belum jelas; ada pendapat bahwa lingkungan dan aktivitas sosial merangsang fungsi kognisi melalui paparan terhadap situasi sosial yang kompleks, yang dapat mempengaruhi proses sinaptik menjadi lebih efi sien, adaptif dan plastis.25
Keterlibatan dalam situasi ‘menantang’ merangsang aktivitas neuron yang ditandai antara lain dari peningkatan aliran darah otak, metabolisme glukosa dan oksigen dalam jaringan otak dan meningkatkan kemampuan regenerasi neuron.23 Diketahui pula bahwa
neuroplastisitas yang positif dirangsang oleh aktivitas fi sik, pendidikan, interaksi sosial, aktivitas kognitif, sebaliknya buruknya kesehatan, pola tidur dan gizi, depresi dan anxietas serta riwayat penyalahgunaan zat memberikan efek negatif.26
Analisis lanjutan mengenai jenis aktivitas di masyarakat menunjukkan hal yang menarik, yaitu bahwa kegiatan ke luar rumah dan ber-belanja dapat berpengaruh terhadap fungsi kognitif–mereka yang tidak pernah ke luar rumah/berbelanja, berisiko 1,7 kali mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang melakukannya lebih dari sekali seminggu (p=0,016), selain itu kerja sukarela/ amal juga merupakan komponen yang ber-peran kendati tidak bermakna dan tidak linear, hal ini bisa karena pengaruh aktivitas di masyarakat lebih merupakan gabungan pengaruh bermacam kegiatan, dibandingkan dengan peranan masing-masing kegiatan tersebut. Sekalipun demikian, menarik untuk diperhatikan bahwa aktivitas yang melibatkan orang lain/masyarakat lebih berpengaruh dibandingkan aktivitas yang lebih ‘soliter’ seperti ke bioskop atau menonton pertunjukan, atau melakukan perjalanan/ menginap. Penemuan ini memerlukan penelitian lanjutan karena dapat berimplikasi praktis dalam bentuk jenis aktivitas yang dianjurkan dalam upaya mempertahankan fungsi kognitif, khususnya di kalangan para lanjut usia.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa masing-masing komponen jaringan dan aktivitas sosial yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif para lanjut usia secara berbeda. Fratiglioni et al. (2000) menilai jaringan sosial yang terdiri dari status marital (menikah, tidak pernah menikah, pernah menikah), tinggal sendiri atau dengan orang lain, anak (ada atau tidak) dan ikatan sosial (teman dekat), hasilnya lanjut usia yang hidup sendiri dan tidak memiliki ikatan sosial yang dekat memiliki risiko 1,5 (1,0-2,1; 1,0-2,4) kali lebih besar untuk menjadi demensia. Lanjut usia tidak menikah dan tinggal sendirian memiliki risiko 1,9 (1,2-3,1) kali lebih besar untuk demensia dibandingkan dengan lanjut usia menikah dan tinggal bersama orang lain. Dan jika semua komponen jaringan sosial digabung dalam indeks ditemukan bahwa jaringan sosial buruk meningkatkan risiko demensia sebesar 60%.27 Yeh & Liu (2003) menilai
dukungan sosial dalam empat kelompok utama yaitu 1) Status marital, karena pasangan dinilai sebagai sumber dukungan emosional. 2) Dukungan positif dari teman dengan menanyakan apakah memiliki teman baik untuk diajak berbicara. 3) Tinggal sendiri atau bersama orang lain. 4) Kesendirian yang diukur dengan menanyakan apakah merasa kesepian (sering, terkadang dan jarang). Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi kognitif yang baik di komunitas lanjut usia berasosiasi dengan dukungan sosial khususnya status marital dan dukungan positif dari teman.28
Tetapi studi Ho et al. (2001) pada lanjut usia 70 tahun atau lebih di Cina selama 3 tahun untuk melihat hubungan sosial, gaya hidup dan riwayat kesehatan dengan cognitive
impairment yang dinilai dengan Clifton Assessment Procedure for the Elderly (CAPE) tidak
menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif baik di kalangan laki-laki maupun di kalangan perempuan.29
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan kecenderungan bahwa kegiatan yang memperbesar paparan para lanjut usia ke masyarakat dan/atau yang lebih melibatkan aktivitas berpikir mengurangi risiko fungsi kognitif buruk. Hal ini terlihat dari pengaruh aktivitas di masyarakat, menjadi anggota kelompok masyarakat dan melakukan kegiatan di luar rumah yang positif yang semuanya cenderung dapat mengurangi risiko fungsi kognitif buruk di
kalangan para lanjut usia. Penemuan ini pada hakekatnya memperkuat anggapan umum bahwa kemunduran fungsi kognitif atau kepikunan dapat dicegah sedapat mungkin dengan memelihara aktivitas dan kontak dengan masyarakat.
Teori yang mendukung anggapan ini antara lain ialah teori mekanisme scaff olding yang menerangkan bahwa banyaknya aktivitas yang beragam akan mengaktifkan jaringan tambahan sehingga jaringan otak menjadi
lebih efi sien.30 Kemampuan memelihara
jaringan sosial didukung oleh luasnya sistim limbik dan daerah asosiasi kortikal maupun subkortikal; meskipun belum diketahui area yang spesifi k untuk stimulus sosial,31 area
tersebut berperan dalam fungsi representasi simbolik yang penting dalam situasi sosial. Mekanisme neurobiologi maupun neuropatologi jaringan sosial masih belum banyak diketahui; jaringan sosial agaknya dikaitkan dengan kemampuan mereduksi kemungkinan bahwa patologi jaringan otak akan bermanifestasi klinis. Jaringan sosial dapat mempengaruhi pola hubungan antara fungsi kognitif dengan kelainan patologi otak, efeknya terlihat pada berkurangnya pembentukan neurofi brillary tangles dan plak amiloid, dan secara klinis efek modifi kasi ini terutama terlihat pada fungsi semantic memory
dan working memory.24 Luasnya jaringan
sosial diperkirakan mempengaruhi beberapa faktor yang juga berhubungan dengan fungsi kognitif;32,33 rendahnya depresi34,35
atau memperbaiki perilaku kesehatan seperti
olahraga teratur dan ketaatan berobat.38
Diduga jaringan sosial yang aktif akan
meningkatkan efi siensi jaringan kognitif
sehingga lebih resisten terhadap perubahan degenerasi struktural/seluler.36
Pengaruh aktivitas sosial ini juga didukung oleh percobaan pada binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih ‘kaya’, dibandingkan dengan yang tinggal ter-isolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya,37
mengandung lebih sedikit amiloid di otak,38
lebih banyak jaringan kapiler korteksnya39 dan
juga lebih aktif neurogenesisnya.30 Penelitian
pada binatang menunjukkan peningkatan stimuli lingkungan yang merangsang aktivitas motorik, sensorik dan kognitif, meningkatkan aktivitas seluler dan molekuler jaringan otak.40
memelihara kontak sosial mereka dan aktivitas mereka di masyarakat; kegiatan sederhana seperti berbelanja dan kerja sukarela/ amal dapat bermanfaat, tidak hanya bagi masyarakat sekitar, tetapi juga buat mereka yang melakukannya.
SIMPULAN
Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2.093 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social
engagement baik.
Di antara komponen social engagement yang diteliti, mereka yang aktivitas di
masyarakat-nya buruk mempumasyarakat-nyai kemungkinan 3.184 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas di masyarakatnya baik setelah dikontrol dengan faktor keanggotaan di kelompok masyarakat lain.
Mereka yang tidak menjadi anggota kelompok masyarakat lain mempunyai kemungkinan 1,675 kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota kelompok masyarakat lain setelah dikontrol dengan faktor aktivitas di masyarakat.
Kegiatan keluar rumah dan berbelanja, dan
kerja sukarela/amal merupakan komponen yang lebih berperan kendati tidak bermakna dan tidak linear.
SARAN
Menganjurkan para lanjut usia untuk selalu memelihara aktivitas di masyarakat berupa ikut aktif dalam kelompok masyarakat dan dalam kegiatan sukarela, serta memelihara kegiatan ke luar rumah seperti berbelanja dan kegiatan lain di masyarakat.
Meneliti lebih lanjut kemungkinan perbedaan pengaruh kerja yang dibayar dengan kerja sukarela terhadap (terpeliharanya) fungsi kognitif para lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA
1. PRB. World Population Sheet. 2013. www.prb.org.
2. WHO. Active Ageing : a policy framework, WHO, Geneva. 2002
3. Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia. 4. BPS. Statistik Indonesia 2009. BPS, Jakarta, 2009
5. BPS. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. BPS, Jakarta. Maret 2009 6. Komisi Nasional Lanjut Usia. Profi l Penduduk Lanjut Usia 2009. Jakarta: Komnas Lansia, 2010 7. BPS. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2008. BPS, Jakarta 2009
8. Kusumoputro S, Sidiarto L. Otak Menua dan Alzheimer Stadium Ringan. Neurona 2001;18(3):4–8.
9. Asosiasi Alzheimer Indonesia Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya ed. 1. Jakarta, 2003
10. Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med. 1999;131(3):165–73.
11. Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of defi nitions of social participation found in the aging literature: Proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med. 2010;71(12):2141–9.
12. Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winblad B.‘An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol. 2004;3(6):343–53. 13. American Psychiatric Association. Diagnostics and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. American Psychiatric Association, Washington DC. 1994
14. Boedhi-Darmojo R . Penyakit Kardiovaskuler pada Usia Lanjut. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 Eds.Martono HH dan Pranarka K. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. pp. 348–69. 15. Asosiasi Alzheimer Indonesia Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. ed. 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta. 2003, 16. Dikot Y. Deteksi dini gangguan kognitif dalam praktek umum dan neurologi sehari-hari. Dalam: Basuki A, Dian S (eds.) Neurology in Daily Practice. ed 1. Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK
Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung. 2010
17. Turana Y, Handayani YS. Nilai Mini mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta., Medika 2011;37(5):307–10. 18. Carstensen LL, Hartel CR, eds. When I’m 64. National Research Council (US) Committee on Aging Frontiers in Social Psychology, Personality, and Adult Developmental Psychology;
Washington (DC): National Academies Press (US); 2006.
19. Bowling A, Grundy E. Activities of daily living: changes in functional ability in three samples of elderly and very elderly people. Age Ageing. 1997;26(2):107–14. 20. Berkman LF. The role of social relations in health promotion. Psychosom Med. 1995;57(3):245–54.
21. Vaillant GE, Meyer SE, Mukamal K, Soldz S. Are social supports in late midlife a cause or a result of successful physical ageing? Psychol Med. 1998 Sep;28(5):1159–68.
22. Antonucci TC, Fuhrer R, Dartigues JF.Social relations and depressive symptomatology in a sample of community-dwelling French older adults.Psychol Aging. 1997 Mar;12(1):189–95. 23. Nyberg L, Sandblom J, Jones S et al. Neural correlates of training-related memory improvement in childhood and aging. PNAS 2003,;100(23):13728–33.
24. Bennet DA, Schneider JA, Tang Y, Arnold SE, Williams RS. The eff ect of social networks in the relation between Alzhemier’s disease pathology and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study. Lancet Nenurol., 2006;5(5):406–12.
25. Bielak AA. How can we not ‘lose it’ if we still don’t understand how to use it’? Unanswered questions about the infl uence of activity articipation on cognitive performance in older age – a mini-review. Gerontology 2010; 56(5):507–19.
26. Nyberg L, Sandblom J, Jones S et al. Neural correlates of training-related memory improvement in childhood and aging. PNAS 2003;100(23):13728–33.
27. Vance DE, Roberson,AJ, McGuinnes TM, Fazeli PL. How neuroplasticity and cogntivie reserve protect cognitive functioning. J Pschysoc Nurs Ment Health Serv 2010;Apr;48(4):23–30. 28. Fratiglioni L, Wang HX, Ericsson K, Maytan M, Winblad B. Infl uence of social network on occurrence of dementia: a community-based longitudinal study. Lancet 2000;355:1315–9. 29. Yeh SC, Liu YY. Infl uence of social support on cognitive function in the elderly. BMC Health Services Research, 2003;3(1):9.
30. Ho SC, Woo J, Sham A, Chan SG, Yu AL. A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in chinese older cohort. Int J Epidemiol. 2001; 30(6):1389– 96.
31. Kempermann G, Kuhn HG, Gage FH. More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature 1997;386(6624):493–5. 32. Adolphs R . The neurobiology of social cognition. Curr Opin Neurobiol. 2001;11( 2):231–9.
Lampiran 1 Indeks Social Disengagement
Indeks Social Disengagement
Nama responden:
No. Reg.:
I. Pasangan Hidup (PH)
1. Apakah anda pernah menikah?
1 = ya, 2 = tidak (lewati pertanyaan 2) _____
2. Apakah saat ini anda:
1 = menikah, 2 = berpisah, 3 = cerai hidup, 4 = cerai mati _____
(Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1, kode PH diberi angka 1; selain itu kode PH diberi angka 0 PH) PH _____
II. Kontak visual/bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) III. Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS) Anak:
1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat)? _____
(jika tidak ada, pertanyaan 2 sd. 4 dijawab = 0)
2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup? _____
Dalam 1 tahun terakhir:
3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? _____
3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan? _____
3c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali setahun? _____
4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon setiap minggu? _____
4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali sebulan? _____ 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon sedikitnya sekali setahun? _____
4aa. Berapa banyak anak anda yang berSMS/email/surat setiap minggu? _____
4ab. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email/surat sedikitnya sekali sebulan? _____ 4ac. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email/surat sedikitnya sekali setahun? _____
Famili/keluarga lain:
5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat
ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu) _____
6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? _____
7a. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? _____
7b. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per SMS/email/surat sedikitnya sekali setahun? _____
33. Bennet DA, Schneider JA, Tang Y, Arnold SE, Williams RS. The eff ect of social networks in the relation between Alzheimer’s disease pathology and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study. Lancet Neurol. 2006;5(5):406–12.
34. Krumholz HM, Butler J, Miller J et al. Prognostic importance of emotional support for elderly patients hospitalized with heart failure. Circulation 1998;17(97):958–64.
35. Mookadam F, Arthur HM. Social support and its relationship to morbidity and mortality after acute myocardial infarction systematic overview. Arch Intern Med. 2004;164(14):1514–8. 36. Jang Y, Borenstein AR, Chiriboga DA, Mortimer JA. Depressive symptoms among African American and white older adults. javascript:AL_get(this, ’jour’, ’J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci.’);
J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci.2005;60(6):313–9.
37. Yaff ee, K., & Barnes, DE 2009, ‘Epidemiology and Risk Factors’, The Behavioral Neurology of Dementia’ Cambridge Medicine, Cambridge. 38. Berkman LF. The role of social relations in health promotion. Psychosom Med, 1995;57(3):245–54.
39. Polidori MC, Nelles G, Pientka L. Prevention of dementia: focus on lifestyle. Int J. Alzheimers Dis, 2010;29:1–9.
40. Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ et al. Environmental enrichment mitigates cognitive defi cits in a mouse model of Alzheimer’s disease. J.Neurosci. 2005;25(21):5217–24. 41. Lazarov O, Robinson J, Tang YP et al. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005;120(5):701–13.
42. Black JE, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987;83(3):351–5. 43. Kempermann G, Kuhn HG, Gage FH. More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature. 1997;386(6624):493–5.
Teman dekat/sahabat:
8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa
diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu) _____
9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali sebulan? _____
10a. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? _____
10b. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per SMS/email/surat sedikitnya sekali/tahun? _____
(Jika jawaban 3a + 3b + 3c + 6 + 9 ≥ 3, kode VIS diberi angka 1; selain itu beri angka 0) VIS _____
(Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 4aa + 4ab + 4ac + 7a + 7b + 10a + 10b ≥ 10, kode NVIS diberi angka 1; selain itu beri angka 0) NVIS _____
IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB)
1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah?
1 = ≥1 kali/minggu, 0 = <1 kali/minggu TIB _____
V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL)
1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela?
1 = ya, 0 = tidak KEL _____
VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional
1. Berikut ini daftar kegiatan saat santai/waktu luang;
dalam 1 tahun terakhir, berapa sering anda melakukan kegiatan berikut:
0 = jika tidak pernah, 1= jika rata-rata <1 kali/mgg, 2 = jika rata-rata ≥1 kali/mgg
1. Olahraga aktif atau berenang _____
2. Jalan kaki _____
3. Berkebun _____
4. Olahraga/latihan fi sik _____
5. Masak sendiri _____
6. Mengerjakan hobi _____
7. Keluar rumah dan berbelanja _____
8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga _____
9. Baca buku, majalah, koran _____
10. Nonton siaran televisi berita _____
11. Nonton siaran televisi hiburan/video fi lm _____
12. Melancong, perjalanan bermalam/menginap _____
13. Kerja sukarela/amal _____
14. Kerja masyarakat yang dibayar _____
15. Main kartu, catur, halma, teka-teki silang, sudoku teratur _____
(Jika jawaban 7 + 8 + 12 + 13 + 14 ≥ 5 (jika rata-rata ≥ 1) kode MAS diberi angka 1; selain itu MAS = 0) MAS _____
Aktivitas Fisik:
(Jika jawaban 1 + 2 + 3 + 4 ≥ 4 (jika rata-rata ≥ 1) kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0) FIS _____
Aktivitas kognitif:
(Jika jawaban 5 + 6 + 9 + 10 + 11 + 15 ≥ 6 (jika rata-rata ≥ 1) kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0) KOG _____
Aktivitas sosial:
(Nilai gabungan 3 indikator – TIB, KEL, MAS = ASOS) ASOS _____
Jaringan sosial:
(Nilai gabungan 3 indikator – PH, VIS, NVIS = JSOS) JSOS _____
(Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator – PH, VIS, NVIS, TIB, KEL, MAS; Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1, 3 = 3-4 kelompok, 2 = 1-2 kelompok, 1 = 0 kelompok;
Jika >2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan) GAB _____