• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFERAT EMBALMING FORENSIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFERAT EMBALMING FORENSIK"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam hidup bermasyarakat terdapat kewajiban moral bagi pihak berwenang maupun kerabat untuk menjamin penghormatan terakhir yang layak dan tepat terhadap jenazah setelah meninggal dunia. Karena hal itulah pelayanan pemulasaraan dan kamar jenazah harus diperhatikan dengan seksama untuk memberikan penghormatan sebaik-baiknya terhadap keluarga yang sudah meninggal dunia.

Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal, perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga, transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang milik pasien. Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien, jika pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap maupun melalui otopsi.

Perawatan jenazah baik dengan penyakit menular ataupun tidak tetap harus dilaksanakan dengan selalu menerapkan standar umum yang sudah berlaku di masing-masing instansi tanpa mengabaikan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan harus dapat mengayomi keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menimbulkan resiko lain, hal ini penting mengingat kita terkadang mengabaikan penanganan jenazah dengan baik .

Melihat permasalahan diatas, maka kita sebagai insan medis perlu paham mengenai penatalaksanaan dan aspek medikolegal dari pemulasaraan di Rumah Sakit, mengingat penatalaksanaan pasien bukan hanya masalah pengobatan tetapi juga penatalaksanaan yang baik pada pasien yang sudah meninggal sehingga pelayanan terhadap jenazah ini menjadi paripurna. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan kewaspadaan universal. Petugas kesehatan yang bekerja dan keluarga jenazah yang ikut memandikan jenazah

(2)

pada instalasi kamar jenazah tentunya juga memiliki faktor resiko untuk tertular penyakit menular yang diderita pasien. Oleh karena itu, penatalaksanaan yang tepat dan penerapan kewaspadaan universal pada hal ini pada perawatan jenazah penting untuk diperhatikan, hal ini menjadi perhatian khusus dikarenakan pada prakteknya penerapan tatalaksana dan pemulasaraan jenazah harus kita pahami.

Dalam penatalaksanaan jenazah dibutuhkan penanganan yang baik dan benar, dan harus sesuai dengan standar dan etika yang telah ditentukan. Agar supaya penatalaksanaan perawatan jenazah berlangsung dengan baik walaupun pasien sudah meninggal, maka kita tetap harus berupaya dengan baik pemulasaraan dari jenazah tersebut sehingga kita tetap menghargai jenazah sebagaimana layaknya manusia seutuhnya, sama ketika dia masih hidup.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan, perawatan jenazah di Rumah Sakit dengan baik?

2. Bagaimana prosedur penatalaksanaan jenazah berdasarkan peraturan pemerintah dan dari berbagai aspek agama di Indonesia?

3. Bagaimana aspek medikolegal pemulasaraan jenazah? 1.3 Tujuan Pembahasan

Untuk memberikan pengetahuan mengenai :

1. Mengetahui pengertian dan penatalaksanaan jenazah di Rumah Sakit. 2. Memahami peranan dokter perawat dan petugas kamar jenazah dalam

rangka pemulasaraan jenazah.

3. Memahami tata cara perawatan jenazah sesuai agama yang diakui di Indonesia.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Jenazah di Rumah Sakit

1. Prinsip Pelayanan Jenazah

Jenazah secara etis diperlakukan penghormatan sebagaimana manusia hidup, karena ia adalah manusia. Martabat kemanusiaan ini secara khusus adalah perawatan kebersihan sebagaimana kepercayaan atau adatnya, perlakuan sopan dan tidak merusak badan wadagnya tanpa indikasi atau kepentingan kerahasiaannya. Oleh karenanya kamar jenazah harus bersih dan bebas dari kontaminasi khususnya hal yang membahayakan petugas. Demikian pula aman bagi petugas yang bekerja, termasuk terhadap resiko penularan jenazah terinfeksi karena penyakit mematikan.

2. Ciri Khusus Pelayanan Jenazah

Situasi khusus peristiwa kematian seseorang dan sikap sosial budaya keluarga orang tersebut menghadapi sebuah kematian akan mewarnai sarana dan prasarana pelayanan. Rasa duka mendalam sering melibatkan suasana kekagetan, kesedihan atau haru luar biasa yang dapat menjurus pada keputus-asaan keluarga, kesibukkan dan bahkan kebingungan untuk jenazah segera dikubur. Kemendadakan mengkonfirmasi keputusan dari keluarga dan kerabat rasa ingin tahu masyarakat pada kasus kematian khusus atau bahkan suasana ketidak menentuan pada korban mati massal atau mereka yang mencari keluarga yang hilang. Hal-hal tersebut memunculkan suasana yang seringkali emosional, dengan ekses kemarahan yang dapat membahayakan keselamatan dokter dan atau petugas kamar jenazah terkait, termasuk perusakan sarana dan prasarana. Dikaitkan dengan kasus forensik yang memerlukan pengamanan jenazah sebagai barang bukti, hal-hal yang berkaitkan dengan chain of custody memerlukan sarana dan prasarana khusus. Dengan perkembangan dunia yang anomic ( kematian akibat risk society, sebagaimana ditunjukkan oleh terror bom) yang semakin banyak

(4)

diri) siapapun, kamar jenazah seharusnya menjadi “outlet” yang dikelola integrative dengan sekaligus dipimpin oleh pelayanan penuh 24 jam sehari.

Demikian pula dalam pembahasan tentang ruang, secara implisit tercakup pula sarana dan prasarana kenyamanan seperti AC, Ventilasi ruangan yang baik, air yang mengalir lancar, cahaya yang terang, dengan ruang public yang dilengkapi oleh toilet umum dan sarana telepon umum. 3. Jenis Pelayanan terkait Kamar Jenazah

Pelayanan jasa yang terkait dengan kamar jenazah dapat dikelompokkan kedalam 5 kategori yakni:

a. Pelayanan jenazah purna-pasien atau “mayat dalam”

Cakupan pelayanan ini adalah berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan yang dilakukan dirumah sakit, setelah pasien dinyatakan meninggal, sebelum jenazahnya diserahkan ke pihak keluarga atau pihak berkepentingan lainnya.

b. Pelayanan kedokteran forensik terhadap korban mati “mayat luar” Rumah sakit pemerintah sering merupakan sarana bagi dibawanya jenazah atau mayat tidak-dikenal atau memerlukan pemeriksaan identitas dari luar kota setempat yang memerlukan pemeriksaan forensik. Ada 2 jenis pemeriksaaan forensik, yakni visum luar dan visum dalam, keduanya dengan atau tanpa diikuti pemeriksaan penunjang seperti patologi anatomi, radiologi, toksikologi, analisa mikrobiologi. Untuk pemeriksaan dalam dilakukan diruang otopsi. c. Pelayanan sosial kemanusiaan lainnya : seperti pencarian orang

hilang, rumah duka/ penitipan jenazah.

d. Pelayanan bencana atau peristiwa dengan korban mati massal e. Pelayanan untuk kepentingan keilmuan atau

pendidikan/penelitian.

4. Tujuan pelayanan di pemulasaraan jenazah a. pencegahan penularan penyakit

Apabila kamar jenazah menerima korban yang meninggal dengan penyakit menular misalnya HIV/AIDS, maka dalam perawatan jenazah perlu diterapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Jangan sampai petugas yang merawat dan orang-orang sekitarnya menjadi tertular.

(5)

2. Segala sesuatu yang keluar dari tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran dll) bisa mengandung kuman sehingga menjadi sumber penularan.

3. Penerapan universal precaution : a. Menggunakan tutup kepala b. Menggunakan goggles c. Menggunakan masker d. Sarung tangan

e. Skop f. Sepatu boot

4. Alat yang dipakai merawat jenazah diperlakukan khusus dengan cara dekontaminasi (direndam) dengan clorin 0,5% selama 10 menit. Pada kasus kematian tidak wajar dengan korban yang diduga mengidap penyakit menular (missal HIV/AIDS) maka pelaksanaan autopsy tetap mengacu prinsip-prinsip universal precaution. Tetapi apabila dapat dikoordinasikan dengan penyidik untuk tidak dilakukan autopsy, cukup pemeriksaan luar.

b. Penegakan hukum

Sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu undang-undang Nomor 8 tahun 1981(KUHAP) setiap dokter baik dokter umum, dokter ahli forensic maupun dokter spesialis klinik lain wajib memberi bantuan kepada pihak yang berwajib untuk kepentingan peradilan yang berwenang.

Pada pelaksanaan pelayanan pemeriksaan medis secara kedokteran forensic sekalipun dapat dimintakan kepada setiap dokter, baik dokter umum, dokter spesialis klinik maupun dokter ahli forensic, namun untuk memperoleh hasil yang optimal baik ditinjau dari segi kepentingan pelayanan, bantuan untuk proses peradilan dan segi kepentingan pelayanan kesehatan sebaiknya pemeriksaan dilakukan oleh dokter spesialis forensic.

5. Penatalaksanaan Jenazah di Rumah Sakit

Pasien yang datang kerumah sakit pada prinsipnya dibagi menjadi 2 yaitu:

(6)

2. Pasien yang mengalami kekerasan

Ad.1. Pasien yang tidak mengalami kekerasan apabila meninggal dunia, langsung diberi surat kematian. Kemudian dibawa kekamar jenazah hanya untuk dicatat dalam buku register. Ad.2. Pasien yang mengalami kekerasan misalnya karena percobaan

bunuh diri, kecelakan dan pembubuhan, pasien overdosis narkoba. Apabila pasien meninggal dokter tidak memberi surat kematian tetapi korban dikirim ke kamar jenazah dengan disertai surat pengantar yang di tandatangani olegh dokter yang bersangkutan.

Apabila kamar jenazah menerima korban dari IRD tetapi belum ada Surat Permohonan Visum et Repertum maka petugas menyuruh keluarga korban untuk melapor ke Polisi dimana peristiwa tersebut terjadi. Apabila keluarga menolak melapor Polisi dan tetap bersikeras membawa jenazah maka diberikan surat pernyataan dan tidak diberikan surat kematian.

Apabila Jenazah sudah dilengkapi dengan visum maka keluarga korban diminta membuat surat pernyataan tidak keberatan untuk dilakukan otopsi, setelah selesai otopsi dibuatkan surat kematian. 6. Embalming dan Pengeriman Jenazah

Embalming atau pengawetan jenazah dilakukan dengan formalin. Pengiriman jenazah harus dilakukan embalming dan harus dibuat berita acara kematian kalau perlu.

2.2 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang diperlukan pada kamar jenazah terdiri dari : a. Dokter Spesialis Forensik

b. Dokter Umum c. Dokter Forensik Gigi d. Teknisi Forensik

e. Teknisi Laboratorium Forensik f. Tenaga Administrasi

(7)

g. Tenaga Pemulasaraan Jenazah h. Supir Mobil Jenazah

i. Pekarya

2.3 Persiapan perawatan jenazah

Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah sebagai berikut : a. Tindakan di luar kamar jenazah

1) Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan. 2) Memakai pelindung wajah dan jubah.

3) Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di dada.

4) Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga.

5) Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya.

6) Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air.

7) Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal.

8) Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.

9) Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga.

10) Pasang label identitas pada kaki.

11) Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular.

12) Cuci tangan setelah melepas sarung tangan. b. Tindakan di kamar jenazah

1) Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan.

2) Petugas memakai alat pelindung:

- Sarung tangan karet yang panjang (sampai ke siku), - Sebaiknya memakai sepatu bot sampai lutut,

(8)

- Pelindung wajah (masker dan kaca mata), - Jubah atau celemek, sebaiknya yang kedap air.

3) Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular.

4) Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.

5) Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan.

6) Jenazah yang telah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7) Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.

8) Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal tersebut. 9) Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

- Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh lain.

- Dilarang memanipulasi alat suntik. Buang semua alat/benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan.

- Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/ atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%.

- Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi atau sterilisasi.

- Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastik.

- Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis.

(9)

- Berikan barang-barang milik pasien kepada keluarga atau bawa barang tersebut ke kamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan kepada keluarga, pastikan ada petugas/perawat lain yang menemani. Minta tanda tangan dari anggota keluarga yang sudah dewasa untuk untuk vertifikasi penerimaan barang berharga. - Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan

teman dan kepada pasien lain yang sekamar.

Pada Commonwealth of Australia Interim Pandemic Influenza Infection Control Guidelines tidak merekomendasikan untuk membalsem jenazah pasien korban flu burung apabila terjadi pandemi flu burung. Namun jika ini harus dilakukan untuk alasan budaya dan sosial, maka pembalseman dapat dilakukan dengan syarat :

1. Petugas yang melakukan pembalseman harus memiliki sertifikat dari institusi yang disetujui oleh direktur umum dari Departemen Kesehatan. 2. Petugas yang melakukan pembalseman harus mengenakan alat

perlindungan diri yang lengkap (masker N95, baju panjang, sarung tangan, penutup kepala, dan kaca mata khusus).

Menurut Departemen Kesehatan RI penggunaan formalin terhadap jenazah pasien flu burung sudah tidak tepat, karena ini akan membuat risiko petugas yang mengurus jenazah untuk tertular flu burung menjadi lebih besar. Jika jenazah pasien flu burung bisa diformalin, maka akan menurunkan risiko menularnya virus flu burung karena virus ini mudah mati dalam formalin.

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat disimpan dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin menyentuh tubuh jenazah, hal itu dapat diizinkan dengan memakai apron dan sarung tangan setelah sebelumnya keluarga mencuci tangan dengan sabun dan tubuh jenazah yang disentuh sebelumnya dibersihkan dengan antiseptik standar (alkohol 70%).

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal precaution, yaitu dengan memakai alat pelindung diri. Apabila alat-alat ini

(10)

setelah dipakai harus direndam dalam larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah merawat jenazah pasien tersebut, petugas wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah membuka sarung tangan.

2.4 Alat pelindung diri a. Definisi

Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan. Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan.

b. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri 1. Sarung tangan

Sarung tangan melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang. 2. Masker

Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (Jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker

(11)

yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (>5 µm) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

3. Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

4. Gaun Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi, ekspirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengangan sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.

5. Apron

Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan.

(12)

Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal mencegah cairan tubuh pasien ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air.

6. Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, "sandal jepit" atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain.

Prinsip Kewaspadaan Universal adalah memperlakukan setiap cairan tubuh, darah, dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan infeksius. Air yang dipakai harus klorin supaya virus yang berpotensi menularkan bibit penyakit bisa mati. Untuk percikan darah dianjurkan menggunakan Klorin dari bahan pemutih dengan pengenceran 1:10 sampai 1:100. Cara ini akan meminimalkan risiko terpajan darah atau cairan tubuh. Hal lain yang juga harus diperhatikan, yakni seperti pastikan air bekas memandikan jenazah bisa langsung mengalir ke got atau saluran pembuangan, dan jangan sampai tergenang. Sebab, genangan tersebut memungkinkan terjadinya penularan virus lain.

2.5 Perawatan Jenazah dengan Penyakit Menular

Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang dianut keluarganya. Penatalaksanaan terhadap jenazah dengan penyakit menular dilakukan secara khusus sesuai dengan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular : 1. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang

(13)

2. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

3. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus-hamaan bahan dan alat yang digunakan dalam penatalaksanaan jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

Peralatan dan Perlengkapan dalam Perawatan Jenazah meliputi : 1. Kasa atau perban

2. Sarung tangan 3. Penganjal dagu 4. Pads 5. Kapas 6. Plastik jenazah 7. 3 buah label 8. Plester 9. Tas plastik

10. Air dalam baskom 11. Sabun 12. Handuk 13. Selimut mandi 14. Kain kafan 15. Daftar barang 16. Peniti 17. Sisir 18. Baju bersih 19. Celemek 20. Bengkok

21. Tempat pakaian kotor 22. Waslap

Jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak memadai. Menurut Departemen Kesehatan RI, urutan

(14)

perlakuan yang diberikan pada jenazah pasien dengan penyakit menular adalah berikut :

1. Luruskan tubuh pasien.

2. Lepaskan alat kesehatan yang terpasang pada tubuh pasien.

3. Tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas maupun plester kedap air. 4. Setiap luka harus diplester dengan rapat.

5. Jenazah ditutup dengan kain kafan atau bahan dari plastik (bahan tidak tembus air).

6. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.

7. Jenazah tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau formaldehida) kecuali oleh petugas khusus yang telah mahir dalam hal tersebut.

8. Jika jenazah akan diautopsi, maka akan dilakukan oleh petugas khusus dan autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit.

9. Jenazah hanya boleh diangkut oleh mobil jenazah.

10. Jenazah tidak boleh disemayamkan lebih dari 4 jam di dalam pemulasaran jenazah.

11. Jenazah dapat dikubur dalam tempat pemakaman umum dan dapat disaksikan oleh seluruh anggota keluarga setelah semua prosedur di atas telah dilalui.

2.6 Kewaspadaan Universal

Kewaspadaan Universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip kewaspadaan universal (universal precaution) di pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HIB tidak menunjukan gejala fisik. Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.

(15)

keringat), luka pada kulit, dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan spuit) di dalam system pelayanan kesehatan. Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).

A. Standar Kewaspadaan

a. Cuci tangan dengan menggunakan antiseptic setelah berhubungan dengan pasien setelah membuka sarung tangan.

b. Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubh .

c. Pakai sarung tangan bila mungkin aka nada hubungan dengan cairan tubuh atau peralatan yang terkontaminasi dan saat menangani peralatan habis pakai.

d. Menggunakan masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.

e. Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman, yang sekali pakai tidak boleh digunakan ulang.

f. Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok

g. Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis.

h. Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.

i. Buang limbah sesuai prosedur. Pemisahan limbah sesuai jenisnya diawali sejak limbah tersebut dihasilkan.

(16)

2.7 Alur pelayanan jenazah

JENAZAH DARI RUMAH SAKIT

INSTALASI GAWAT DARURAT INSTALASI RAWAT JALAN INSTALASI RAWAT INAP SURAT KETERANGAN ? ADA TIDAK KKKK PEMERIKSAAN DOKTER SURAT KEMARIAN DARI LUAR NEGERI LAPOR

POLISI TIDAK KEMATIAN WAJAR

PERMINTAAN VeR JENAZAH

KASUS MEDIKOLEGAL

AUTOPSI DAN SURAT KEMATIAN DIBUAT OLEH DOKTER BAGIAN

FORENSIK

JENAZAH BUKAN KASUS MEDIKOLEGAL

SURAT KEMATIAN DIBUAT OLEH DOKTER

YANG MEMERIKSA KEMATIAN DI RRJ,IGD

ATAU DOKTER BAG.FORENSIK

SURAT KEMATIAN DIREGISTRASI OLEH PETUGAS BAGIAN FORENSIK

PEMULASARAAN JENAZAH

JENAZAH KELUAR MELALUI PINTU COT ATAU BAGIAN FORENSIK

(17)

2.8 Surat Keterangan Mati

Surat kematian adalah surat pernyataan yang bertujuan menerangkan bahwa seseorang telah meninggal dunia pada waktu tertentu. Surat ini diterbitkan oleh dokter apabila yang bersangkutan meninggal di rumah sakit, dan dibuat oleh kelurahan jika yang bersangkutan meninggal di tempat tinggalnya.

Dalam hal yang bersangkutan meninggal selain di rumah dan di rumah sakit surat keterangan kematian dibuat dalam bentuk visum et repertum. A. Guna surat kematian:

1. Sebagai bukti bahwa seseorang meninggal dunia. 2. Untuk statistik sebab kematian.

3. Dalam dunia ilmu kedokteran, dengan adanya kewajiban pengisian formulir surat kematian oleh dokter pada setiap kasus kematian, maka pada kasus kematian yang tidak wajar (pembunuhan) tidak terlanjur dikubur sebelum dilakukan pemeriksaan bedah mayat.

B. Enam formulir kematian 1. Formulir A

- Surat keterangan pemeriksaan kematian. - Diberikan kepada keluarga jenazah.

- Dipakai sebagai izin pemakaman bagi penduduk asli Indonesia. - Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah atau janji waktu

menerima jabatan dan dibuat berdasarkan ordonansi surat kematian yang tercantum dalam staadblad van nederlands Indie th. 1916. - Berisi identitas jenazah, tanggal dan tempat jenazah diperiksa,

identitas dokter yang memeriksa yang disertai tanda tangan dokter. 2. Formulir B

- Dikirim ke DKK setempat.

- Dibuat oleh dokter dengan mengingat sumpah waktu menerima jabatan dan dibuat atas dasar pasal 1 ordonansi pemeriksaan kematian (Stb. 1916 no.612).

- Berisi: Identitas jenazah, jam dan tanggal pelaporan kematian, tempat pemeriksaan jenazah, persangkaan sebab kematian, tanggal dan jam pemeriksaan kematian, identitas dokter pemeriksa dan tanda tangan.

(18)

- Formulir ini dibuat dan diberikan kepada keluarga korban, terutama bila jenazahnya akan dikubur keluar kota atau keluar negeri.

- Berisi: Identitas jenazah, keterangan meninggal karena penyakit menular atau tidak karena penyakit menular, identitas dokter, tanda tangan dokter. Penyakit menular ialah penyakit-penyakit yang tercantum dalam:

 Undang-undang no. 6 thn 1962 tentang wabah.

 Undang-undang no. 1 thn 1962 tentang karantina laut.  Undang-undang no. 2 thn 1962 tentang karantina udara 4. Formulir I

- Formulir ini dipakai oleh dunia International setelah disahkan oleh WHO pada tahun 1948.

- Hanya dibuat atau diisi pada peristiwa kematian yang ada dalam rumah sakit saja.

- Dalam formulir ini harus dinyatakan dengan jelas tentang rangkaian peristiwa-peristiwa sakit serta penyakit yang menjadi pokok pangkal rangkaian peristiwa-peristiwa tersebut tadi.

- Di isi dan ditanda tangani oleh dokter, kemudian dikirim ke Kan-Wil Dep-Kes, kemudian selanjutnya diteruskan ke Departemen Kesehatan.

5. Formulir CS

- Dibuat berdasarkan reglemen catatan sipil pasal 71 bagi golongan Eropa dan pasal 79 bagi golongan Cina dan pasal 66 bagi golongan Kristen dan pasal 47 bagi golongan asli Indonesia yang terkena reglemen catatan sipil.

- Berisi: Identitas jenazah (nama, jenis kelamin dan umur), alamat serta pekerjaan jenazah, identitas suami/isteri, alamat dan pekerjaan suami/isteri, nama, alamat, pekerjaan ayah dan ibu, nama dan tanda tangan dokter yang merawat, nama dan tanda tangan direktur rumah sakit.

(19)

Gambar 1.Contoh Surat kematian oleh Dokter (Form. A)

Gambar 2. Surat kematian oleh dokter (Form. B)

2.9 Prosedur tetap pelayanan pemulasaraan jenazah di RSUP dr.kariadi semarang

Tujuan : mengatur dan menertibkan pelayanan pemulaaran jenazah di RSUP dr.Kariadi semarang.

(20)

1. Yang dimaksud dengan jenis jenazah adalah : - Jenazah biasa

- Jenazah khusus

- Jenazah dari luar (polisi)

- Jenazah WNA (warga Negara asing)

2. Failitas yang disediakan RSUP dr.kariadi berupa ruang tunggu jenazah dengan tarif sesuai ketentuan berlaku.

3. Petugas ruangan adalah petugas dari instalasi Rawat inap dan instalasi rawat darurat

4. Petugas kamar jenazah adalah petugas dari Instalasi Pemulasaran Jenazah

Format prosedur tetap :

Unit kerja Langkah-langkah

I. Jenazah Biasa

1.petugas ruangan Memberitahu/melapor/menghubungi

petugas kamar jenazah dan Satpam RSUP Dr.Kariadi bahwa ada jenazah atau kematian

2. Dokter jaga ruangan Membuat laporan/surat kematian

3. Petugas ruangan Memindahkan jenazah ke kamar jenazah sementara (transit) dan tunggu dalam waktu 2 jam

4.petugas kamar jenazah Menyiapkan surat-surat kematian dan berita acara penyerahan jenazah dari petugas ruangan kepada petuga kamar jenazah disaksikan oleh seorang Satpam.

Menyiapkan dan membuat perincian biaya 5. petugas ruangan Menyiapkan kereta jenazah dan mengantar

ke kamar jenazah sementara di ruangan dan diserahkan kepada petugas ruangan

Menerima kereta jenazah dan membawa jenazah ke kamar jenazah Instalasi Pemulasaran jenazah dengan dikawal oleh

(21)

seorang satpam dan petugas kamar jenazah 6. petugas kamar jenazah Menyerahkan jenazah lengkap dengan

surat-suratnya kepada petugas kamar jenazah/dokter jaga IKK, dengan menandatangani berita acara dan disaksikan oleh petugas satpam

Menerima jenazah lengkap dengan surat-suratnya

Cek ulang kondisi jenazah dan surat kematian dicatat di buku kegiata instalai pemulasaran jenazah

Bila ada keluarganya jenazah diserahkan kepada keluarga beserta surat kematiannya untuk dibawa pulang

Bila ada keluarganya menghendaki untuk dirawat (dimandikan, dll), mobil ambulance jenazah, peti jenazah dan ruang tunggu jenazah petugas kamar jenazah menghubungi pihak ke III (KPRI Bina Citra Husada)

Bila tidak ada keluarganya setelah waktu 2 x 24 jam maka jenazah dikuburkan oleh petugas dengan biaya oleh RSUP Dr.Kariadi

Unit kerja Langkah-langkah

II. Jenazah Khusus

(22)

ruang/pengamat

Petugas kamar jenazah

Petugas instalasi sterilisasi & Binatu/Instalasi Sanitasi

Petugas ruangan

Petugas kamar jenazah

pasien meninggal dengan penyakit menular (infeksius) ke instalasi sterilisasi dan binatu/ instalasi sanitasi dan satpam, serta menghubungi instalasi pemulasaran jenazah agar menyediakan kereta jenazah khusus dan pelengkapan yang diperlukan (platik pembungkus jenazah, peti jenazah yang dilapisi Zink, dll) atas rekomendasi dokter jaga yang bertanggung jawab.

Menyiapkan kereta jenazah khusus dan perlengkapan yang diperlukan dan membawa ke ruangan jenazah sementara Petugas datang ke ruangan tersebut untuk melakukan penyemprotan dan memasukan jenazah ke dalam pembungkus jenazah

Dengan kereta jenazah khusus, jenazah di bawa oleh perawat dan dikawal oleh satpam dan petuga kamar jenazah ke instalasi pemulasaran jenazah dilengkapi dengan surat kematian yang ditanda tangani oleh dokter/dokter jaga ruangan Menyiapkan dan membuat perincian biaya

(23)

jenazah khusus, dan memasukan jenazah ke dalam peti jenazah dan disegel

Jenazah diserahkan kepada keluarga dengan menandatangani bukti penyerahan khusus (berita acara penyerahan) dan mencatat tempat pemakamannya

Bila keluarganya/perwakilan keduataan menghendaki untuk mobil ambulance jenazah dan ruang tunggu jenazah petugas kamar jenazah menghubungi pihak ke III (KPRI Bina Citra Husada) Bila dalam waktu 2x24 jam tidak ada keluarga yang megurus, maka jenazah dikuburkan oleh petugas dengan biaya dari RSUP Dr.Kariadi

Unit kerja Langkah-langkah

III. Penerimaan jenazah dari luar (keluarga) Keluarga

Petugas kamar jenazah

Menghubungi intalasi pemulasaran jenazah untuk menitipkan jenazah di ruang Dahlia, kamboja/seruni

Melakukan negosiasi paket apa yang dikehendaki oleh keluarga dengan pihak ke II (KPRI Bina Citra Husada)

(24)

Keluarga

dalam buku kegiatan

Menerima jenazah dari keluarganya dan menempatkan jenazah diruang Dahlia/Kamboja/seruni dan menghubungi pihak ke III

Membayar semua biaya di bank

Unit kerja Langkah-langkah

IV.Penerimaan Jenazah dari Luar RS (Polisi)

polisi Membawa jenazah dan menyerahkan

kepada petugas instalasi pemulasaran jenazah

Mengajukan surat perintaan untuk dilakukan visum et repertum ke bagian kedokteran kehakiman (forensik) dan diserahkan ke TU IKK

Menerima jenazah yang diserahkan polisi dengan berita acara penyerahan jenazah dan dicacat dalam buku kegiatan

Menyerahkan urat permintaan VR kepada dokter jaga

Melakukan tindakan VR dan menyerahkan hasil tindakan VR kepada TU IKK

(25)

Menyerahkan jenazah yang sudah di VR ke instalai pemulasaran jenazah

Mengetik hasil tindakan, minta tanda tangan dokter yang melakukan VR dan mengirimkan hail VR ke Sub Bagian Rekam medi erta memberitahu kepada petugas kamar jenazah bahwa VR sudah selesai

Menyiapkan surat-surat yang diperlukan yang berhubungan dengan kematian Menerima jenazah dari bagian IKK Menghubungi pihak ke III agar menyiapkan dan membuat rincian biaya yang pembayarannya melalui bank

Menyerahkan jenazah kepada keluarga lengkap dengan surat-suratnya dan berita acara serah terima jenazah

Bila keluarganya/perwakilannya kedutaan menghendaki untuk perawatan (dimandikan, dll) mobil ambulance, peti jenazah dan ruang tunggu jenazah petuga kamar jenazah menghubungi pihak ke III (KPRI Bina Citra Husada)

(26)

dalam waktu 2x24 jam maka jenazah dikuburkan oleh petuga kamar jenazah

2.10 Perawatan Jenazah menurut Agama di Indonesia 1) Perawatan jenazah Menurut Agama-agama di Indonesia

A. ISLAM

1. Memandikan jenazah

 Jenazah dibaringkan ditempat yang lebih tinggi (ranjang atau balai) tidak kena hujan, matahari, tertutup (tidak terlihat kecuali oleh orang yang memandikan dan muhrimnya)

 Jenazah dipakaikan kain basahan agar auratnya tertutup.

 Membersihkan kotoran dan najis yang melekat pada anggota badan jenazah, mengeluarkan kotoran bagian dalam perut dengan cara didudukkan dan menekan bagian bawah perut dan mengangkat sedikit bagian kepala dan badan supaya kotoran yang mungkin ada di dalam perut dapat keluar,

 Menyiramkan air ke seluruh badan secara merata dari kepala sampai ke kaki (tiga kali atau lebih) dengan mendahulukan anggota badan sebelah kanan, baru bagian sebelah kiri, pada waktu memulai menyirami air.

 Mewudhukan jenazah sebagaimana wudhu akan sholat setelah semuanya bersih.

 Terakhir disiramkan dengan air kapur barus dan harum-haruman. 2. Mengkafani jenazah

Hal-hal yang perlu diketahui dalam mengkafani jenazah :

 Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus selapis kain kafan yang menutup seluruh tubuhnya. Sebaiknya untuk jenazah laki-laki dibungkus 3 lapis kain kafan dan yang wanita dibungkus 5 lembar kain kafan, yaitu, kain mandi, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya.  Cara memakaikan kain kafan :

 Mula-mula siapkan selembar tikar di atas lantai, bentangkan empat utas tali di atasnya kira-kira letaknya di kepala, lutut, dan mata kaki jenazah yang hendak dikafani.

(27)

 Lapisan kain kafan diletakkan sesuai urutan di atas tali lalu beri harum-haruman.

 Jenazah hendaknya dilapisi kapur barus halus, letakkan di atas hamparan kain kafan dengan tangan di atas dada, tangan kanan di atas tangan kiri. Tempelkan kapas secukupnya pada bagian muka jenazah, pusar, kelamin, dan dubur.

 Setelah itu balut dengan kain kafan dan ikat dengan tali yang telah disiapkan dibagian atas kepala, lengan, lutut, dan mata kaki. 3. Mensholatkan jenazah

4. Menguburkan jenazah

 Meletakkan usungan keranda di sebelah liang kubur yang longgar.

 Membuka tutup keranda dan selubung jenazah.

 Dua atau tiga orang lelaki dari keluarga jenazah terdekat dan diutamakan yang tidak junub pada malam hari, sebelumnya masuk dalam liang kubur dengan berdiri, menyiapkan diri menerima jenazah.

 Memasukkan jenazah dari arah kaki, mendahulukan kepalanya dimasukkan (dari arah selatan).

 Meletakkan jenazah secara membujur, arah kepala di sebelah barat, dan badan jasadnya dihadapkan miring atau serong, mukanya menghadap kiblat.

 Melepaskan semua ikatan tali, serta dilonggarkan kain kafannya (pipi pelipis tidak harus menyentuh tanah)

 Meletakkan gumpalan tanah sebagai penyangga di bagian belakang badan, kepala, pinggang, perut, kaki, agar jasad tidak terlentang.

 Menutup rongga dengan rapat menggunakan kayu atau batu untuk kemudian ditimbuni tanah yang cukup padat dan rapat.  Membuat onggakan gundukan tanah asal tidak melebihi

sejengkal tangan tingginya.

 Para pelayat diutamakan turut serta menimbuni tanah dengan tiga kali taburan tanah.

(28)

Perawatan jenazah dalam agama Kristen yaitu dimulai dari dimandikan, dirias, di bajukan, didoakan, dimasukkan ke dalam peti dan masuk ke acara kebaktian oleh pendeta yang dipercaya oleh keluarga jenazah.

Di pemulasaran jenazah yang biasa dilakukan adalah tahapan-tahapan sebagai berikut:

Memandikan jenazah

Memandikan jenazah dilakukan di ruang pemandian jenazah oleh anggota yayasan atau pihak keluarga. Proses pemandian jenazah dilakukan ketika sudah ke rumah persemayaman atau rumah duka. Pemandian dilakukan oleh satu atau dua orang tergantung kondisi jenazah.

Memakaikan pakaian jenazah

Jika jenazah seorang perempuan dipakaikan dress atau baju pengantin sedangkan laki-laki dipakaikan jas.

Mengawetkan jenazah

Pengawetan jenazah dilakukan ketika jenazah telah selesai dimandikan dan mengenakan pakaian lengkap. Pengawetan jenazah ini diperlukan untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan, dikarenakan biasanya keluarga jenazah tinggal di tempat yang berbeda-beda sehingga perlu menunggu kedatangannya.

Merias jenazah

Merias jenazah dilakukan di ruang rias jenazah oleh satu orang anggota yayasan. Dalam hal ini, merias jenazah adalah merias wajah dan rambut. Setelah selesai merias, jenazah di bawa ke aula (ruang persemayaman) dan dimasukkan ke dalam peti mati.

Menyemayamkan jenazah

Rumah duka bisa merupakan rumah sendiri atau rumah duka yang memang disediakan. Biasanya ini sudah termasuk ke dalam pelayanan jasa pengurusan jenazah di gereja- gereja atau organisasi semacamnya berikut dengan dekorasi ruangan (sesuai dengan kepercayaan masing-masing) dan makanan bagi pelayat.

(29)

Penguburan dipimpin oleh pendeta yang dipercayakan oleh keluarga. Tidak ada hal khusus dalam cara penguburan jenazah. C. KATOLIK

Bila seseorang meninggal, diperlukan perawatan jenazah sebelum akhirnya dimakamkan. Dalam rangka persiapan ini, biasanya jenazah dimandikan, diberi pakaian yang pantas untuk menghadap Allah, dan dimasukkan ke dalam peti.

 Membacakan alkitab dihadapkan jenazah  Memandikan jenazah

Selesai bacaan singkat, jenazah dimandikan. Pemimpin ibadat atau yang dituakan bisa memulai penuangan air pada jenazah sambil memohon berkat pembersihan kepada Tuhan disusul memandikan jenazah oleh para petugas yang dalam hati menyapa jenazah untuk meminta permisi. Pemandian jenazah bisa diiringi nyanyian dan doa-doa. Prosesi ini dilakukan dengan hormat dan kidhmat.

 Mengenakan pakaian pesta

Sesudah memandikan, jenazah diberi pakaian pesta yang sudah disiapkan oleh pihak keluarga dan dirias secara pantas.

 Memasukkan jenazah ke peti

Sesudah dirias, jenazah dimasukkan ke dalam peti, dilakukan doa singkat untuk mengiringi acara memasukkan jenazah ke peti. Peti jenazah diberkati dengan percikan air suci oleh pemimpin ibadah D. HINDU

Di pemulasaran jenazah yang biasa dilakukan adalah tahapan-tahapan sebagai berikut:

 Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang bersih dan sedapat mungkin dicampur dengan wangi-wangian.  Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka

wajah dan bagian alat kelaminnya.

 Kemudian barulah diberilah pesalin dengan kain atau baju yang baru (bersih), rambutnya dirapikan (perempuan : rambutnya digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan dengan

(30)

sikap “menyembah” ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain putih.

 Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Bila jenazah itu laki-laki maka lipatan kainnya : yang kanan menutupi yang kiri, dan bila perempuan maka lipatan kainnya : yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah bagian ujung (kepala dan kaki) serta bagian tengah jenazah yang bersangkutan dengan benang atau sobekan kain pembungkus tadi. Setelah selesai perawatan di atas, barulah jenazah tersebut disemayamkan di tempat yang telah ditetapkan.

E. BUDHA

1. Pelaksanaan pemandian

 Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah siapkan.

 Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.

 Jenazah dikremasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih.

 Setelah itu jenazah dilap dengan handuk. 2. Pemakaian pakaian

 Jenazah Laki-laki

Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh sewaktu dia masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.

 Jenazah Perempuan

Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khususnya pakaian yang disenangi oleh sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa

(31)

disanggul. Lalu kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki warna putih.

 Jenazah Khusus Pandita

Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki warna putih.

3. Sikap tangan

Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.

4. Memasukkan jenazah ke dalam peti

Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi tersebut dipasang atau dihiasi dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam peti atau kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-parita.

5. Menyemayamkan jenazah

Setelah peti jenazah ditutup rapat, jenazah dapat langsung diberangkatkan ke makam atau crematorium, atau dapat juga disemayamkan pada tempat yang telah ditentukan (tergantung permintaan keluarganya). Jika jenazah disemayamkan maka di atas peti jenazah itu dibuat sebuah altar dan di atasnya dipasang dua buah vas bunga di sebelah kanan dan sebelah kiri kemudian tengahnya dipasang foto almarhum/almarhumah dan sebelah depan dipasang lilin, dan ditengah dipasang dupa dan air untuk pemberkahan. Selama disemayamkan dapat dibacakan paritta atau doanya pun sama dengan pada waktu jenazah belum ditutup petinya.

6. Dimakamkan atau dikuburkan

 Setelah sampai dipemakaman atau kuburan, jenazah diletakkan di atas liang lahat, petinya ditopeng dengan dua buah kayu.

(32)

 Bagi anggota militer, diadakan upacara militer terlebih dahulu.  Setelah itu baru jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat.  Pandita atau petugas upacara mempersiapkan upacara

pembacaan paritta atau doa. 7. Dikrematorium atau diperabukan

Bagi jenazah yang akan diperabukan, setelah samping di tempat perabuan atau krematorium, jenazah langsung dimasukkan ke tempat perabuan, kemudian seluruh bunga-bungaan yang dipakai menghiasi bagian atas peti jenazah tetap ikut dibakar.

2.11 Pengawetan Jenazah

Dengan semakin tingginya mobilitas dan penyebaran penduduk ke seluruh penjuru dunia, maka pada kematian salah seorang anggota keluarga ada kemungkinan perlunya dilakukan penundaan penguburan/kremasi untuk menunggu kerabat yang tinggal jauh di luar kota atau luar negeri. Pada kematian yang terjadi jauh dari tempat asalnya, terkadang perlu dilakukan pengangkutan jenazah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada kedua keadaan ini diperlukan pengawetan jenazah untuk mencegah pembusukan dan penyebaran kuman dari jenazah ke lingkungan.

Pada prinsipnya pengawetan jenazah adalah suatu tindakan medis melakukan pemberian bahan kimia tertentu pada jenazah untuk menghambat pembusukan serta menjaga penampilan luar jenazah supaya tetap mirip dengan kondisi sewaktu hidup. Pengawetan jenazah dapat dilakukan langsung pada kematian wajar, akan tetapi pada kematian tidak wajar pengawetan jenazah baru boleh dilakukan setelah pemeriksaan jenazah atau autopsi selesai dilakukan.

Pengawetan jenazah perlu dilakukan pada keadaan:

1. Adanya penundaan penguburan atau kremasi lebih dari 24 jam: Hal ini penting karena di Indonesia yang beriklim tropis, dalam 24 jam mayat sudah mulai membusuk, mengeluarkan bau, dan cairan pembusukan yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

(33)

2. Jenazah perlu dibawa ke tempat lain: Untuk dapat mengangkut jenazah dari suatu tempat ke tempat lain, harus dijamin bahwa jenazah tersebut aman, artinya tidak berbau, tidak menularkan bibit penyakit ke sekitarnya selama proses pengangkutan. Dalam hal ini perusahaan pengangkutan, demi reputasinya dan untuk mencegah adanya gugatan di belakang hari, harus mensyaratkan bahwa jenazah akan diangkut telah diawetkan secara baik, yang dibuktikan oleh suatu sertifikat pengawetan.

3. Jenazah meninggal akibat penyakit menular: Jenazah yang meninggal akibat penyakit menular akan lebih cepat membusuk dan potensial menulari petugas kamar jenazah, keluarga serta orang-orang disekitarnya. Pada kasus semacam ini, walaupun penguburan atau kremasinya akan segera dilakukan, tetap dianjurkan dilakukan pengawetan jenazah untuk mencegah penularan kuman/ bibit penyakit ke sekitarnya.

4. Untuk mempertahankan bentuk dan penampilan: Anggota keluarga yang berduka biasanya menginginkan almarhum diawetkan sedemikian rupa sehingga penampilannya dipertahankan semirip mungkin dengan keadaannya sewaktu hidup. Sayangnya pengawetan jenazah yang ada di Indonesia saat ini pada umumnya masih kurang memperhatikan aspek kosmetik ini sehingga hasil pengawetannya masih jauh dari sempurna. Keluhan yang biasa muncul pada pengawetan jenazah cara konvensional dengan formalin adalah muka yang hitam, kulit yang kaku, obat yang perih dan meleleh dari mulut dan hidung. Dengan pengembangan metode dan bahan kimia baru, pada saat ini telah berhasil dibuat pengawetan jenazah yang tidak mengubah warna kulit, tekstur tidak keras, tidak meleleh dan tidak perih, malahan dilengkapi dengan bau wangi yang dapat dipilih jenisnya.

Teknik pengawetan jenazah

Adapun tata cara untuk pengawetan jenazah, antara lain :

1. Dalam mengawetkan jenazah, harus ditanamkan untuk menghormati setiap tubuh jenazah yang akan diawetkan.

(34)

2. Cuci jenazah atau mandikan jenazah dengan larutan desinfektan. 3. Baringkan jenazah dalam posisi supine.

4. Buka pakaian dan semua perhiasan yang dipakai jenazah.

5. Hilangkan kaku mayat. Apabila ada kaku mayat, hal tersebut harus dilawan untuk mengurangi ketegangan otot. Otot yang tegang maka akan meningkatkan tekanan ekstravaskular sehingga akan terjadi pengalihan cairan pengawet dari dalam pembuluh darah ke tempat yang tidak semestinya.

6. Aturlah posisi penampilan mayat, tutup mata dan mulut jenazah. 7. Buatlah campuran cairan pengawet. Biasanya dibutuhkan 3 liter

cairan untuk mengawetkan mayat. Faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan ini antara lain: ukuran tubuh, adanya edema dan tahap pembusukan mayat sudah sampai dimana. Biasanya 16 ons cairan dengan 1,5 galon air merupakan cairan pengawet terbaik, ini akan menghasilkan larutan formalin sebesar 2-3%.

8. Pilih tempat suntikan. Tempat terbaik untuk menyuntikkan cairan pengawet adalah pada vena femoralis, hal ini karena pada lokasi tersebut menyebabkan tekanan yang diterima pada kepala sama pada kedua sisinya. Pada orang tua sering mengalami sklerosing, maka tempat suntikan dilakukan pada pembuluh karotis karena lebih dekat dengan pusat sirkulasi.

9. Tempat pengaliran cairan pengawet paling baik yaitu pada vena jugularis interna, karena lebih dekat dengan atrium kanan jantung yang merupakan pusat pertemuan vena seluruh tubuh.

10. Masukkan kanul kedalam pembuluh darah kemudian dijepit dengan ligature, tidak ada ligature bisa diikat pada kedua sisi pembuluh darah pada kanul.

11. Hidupkan mesin pompa dengan tekanan 2-3 pon per inci persegi. Selama pengaliran ini pastikan aliran cairan tedistribusi seluruhnya. Lakukan pemijatan pada daerah yang kaku untuk melancarkan drainase.

(35)

12. Setelah drainase tersebut akan mucul tanda-tanda pada mayat seperti perut semakin keras, keluarnya cairan dari saluran pencernaan dan mata menjadi merah serta tekanan ocular yang tinggi, juga terjadi perubahan warna pada tubuh mayat. Jika terdapat tanda-tanda tersebut, maka proses drainase dapat dihentikan dan kanul dicabut secara hati – hati dan di ikat untuk mencegah keluarnya cairan pengawet tersebut.

13. Bekas luka pada tempat penyuntikan dibersihkan dan dijahit kembali.

Aspek Medikolegal Pengawetan Jenazah

Di Inggris pengawetan jenazah dilakukan oleh orang yang mempunyai sertifikat sebagai embalmer setelah yang bersangkutan mengikuti pendidikan selama 3 tahun. Kasus yang diawetkan adalah kasus kematian wajar dan kasus kematian tidak wajar setelah dilakukan autopsi oleh dokter forensik. Di Indonesia, sampai saat ini tidak ada institusi pendidikan yang khusus mendidik seorang untuk menjadi embalmer. Dalam pendidikan S1 kedokteran tidak ada pelajaran mengenai pengawetan jenazah, sehingga dokter pada umumnya tidak menguasai tehnik melakukan pengawetan jenazah. Dalam pendidikan S2, spesialisasi kedokteran forensik adalah satu-satunya program pendidikan yang mencantumkan pelajaran mengenai pengawetan jenazah dalam kurikulumnya. Atas dasar itulah, maka dalam konteks hukum di Indonesia, maka pengawetan jenazah sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu, yaitu dokter spesialis forensik. Adapun alasannya adalah sbb:

1. Karena Indonesia tidak menganut sistim koroner atau medical examiner yang bertugas memilah kasus kematian wajar dan tidak wajar, maka tugas memilah kasus seringkali justru ada pada embalmer yang menjadi orang pertama yang memeriksa jenazah.

(36)

2. Embalmer di Indonesia, yang secara sengaja maupun tidak melakukan pengawetan pada kasus kematian tidak wajar sebelum dilakukan autopsi, dapat menyebabkan terjadinya kesulitan penyidikan karena adanya bukti-bukti tindak pidana yang hilang atau berubah dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana penghilangan benda bukti berdasarkan pasal 233 KUHP. Jika pada kasus ini dilakukan juga gugatan perdata, maka pihak Rumah Duka pun dapat saja ikut dilibatkan sebagai turut tergugat.

3. Kewenangan dan keahlian untuk melakukan pengawetan jenazah ada pada dokter spesialis forensik, berdasarkan pendidikannya. Sertifikat pengawetan jenazah yang dibuat oleh dokter spesialis forensik diterima di seluruh dunia. Pada prinsipnya sertifikat adalah tanda pengakuan bahwa seseorang adalah ahli dan berwenang dan telah melakukan pengawetan jenazah sesuai standar international dan berani menjamin bahwa pengawetannya bagus dan ia siap untuk mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya. Atas dasar itu tentu dapat dimengerti mengapa beberapa embalmer yang sebenarnya tidak punya keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengawetan berani melakukan pengawetan tetapi tidak berani memberikan sertifikat. Dalam hal telah dilakukan pengawetan tanpa sertifikat dan hasilnya jelek dan merugikan keluarga, maka pihak Rumah Duka sebagai pihak yang memfasilitasi pengawetan tersebut dapat turut digugat secara perdata berdasarkan pasal 1365 KUH Per.

(37)

Gambar 3. Contoh Surat persetujuan pengawetan jenazah

2.12 Prosedur Pengawasan Pengangkutan Jenazah

Pada suatu kasus dimana jenazah ternyata harus dibawa keluar kota ataupun keluar negeri maka jenazah harus dipersiapkan dari mulai pemberangkatan dan kedatangan jenazah, berikut tata cara yang harus diperhatikan dalam membawa jenazah.

1. Pemberangkatan Jenazah

Syarat teknis pemberangkatan jenazah adalah: jenazah harus disuntik dengan obat penahan pembusukan secukupnya yang dinyatakan dengan keterangan dokter; jenazah harus dimasukkan ke dalam peti yang terbuat dari logam (timah, seng, dan sebagainya); alasnya ditutup dengan bahan yang menyerap (absorbent) umpamanya serbuk gergaji/arang halus yang tebalnya + 5 cm; peti logam ditutup rapat-rapat (air tight), lalu dimasukkan dalam peti kayu yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 cm,

(38)

dengan skrup dengan jarak sepanjang-panjangnya 20 cm dan diperkuat dengan ban-ban logam (secured with metal bands). Sedangkan syarat administrasi adalah: harus ada proses verbal yang sah dari pamong praja setempat atau polisi tentang pemetian jenazah tersebut; harus ada keterangan dokter yang menyatakan sebab kematian orang itu bukan karena penyakit menular; segala surat keterangan/dokumen yang bersangkutan harus disertakan pada jenazah tersebut untuk ditandatangani oleh dokter KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan).

2. Kedatangan Jenazah

Syarat teknis kedatangan jenazah adalah: jenazah telah dimasukkan dalam peti sesuai prosedur yang berlaku; apabila tidak sesuai dengan ketentuan tersebut di atas, dapat dilakukan pemeriksaan ulang bersama intansi terkait (bea cukai, kepolisian). Sedangkan syarat administrasi yaitu: meninggal bukan karena penyakit karantina/penyakit menular tertentu, dilengkapi dengan surat keterangan kematian dari dokter atau rumah sakit yang berwenang; telah dilengkapi proses verbal yang sah dari pamong praja setempat atau polisi tentang pemetian jenazah tersebut.

Terminal kargo yang menerima di Indonesia wajib memiliki fasilitas ruang penyimpanan bagi jasad manusia. Bangunan terminal kargo harus dilengkapi dengan prosedur dan sarana pendukung untuk mengantisipasi adanya upacara penjemputan bagi jenazah, sehingga tidak menggangu kegiatan pengiriman dan penerimaan kargo.

A. Transportasi Jenazah di Darat

Mobil jenazah merupakan alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut jenazah yang dilengkapi dengan peralatan sesuai standar. Mobil ini dilengkapi dengan lampu isyarat warna merah dan sirine. Isyarat peringatan dengan bunyi yang berupa sirine hanya dapat digunakan oleh kendaraan jenazah yang sedang mengangkut jenazah. Pengguna jalan berupa iring-iringan pengantar jenazah memiliki hak utama untuk

(39)

didahulukan. Berbeda dengan angkutan umum lainnya, pengangkutan jenazah tidak wajib memiliki izin penyelenggaraan.

B. Transportasi Jenazah di Laut

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan yang disatukan oleh wilayah perairan yang sangat luas. Di beberapa daerah di Indonesia akses transportasi hanya bisa melalui kapal. Ketika membawa jenazah di atas kapal harus disertai dengan dokumentasi: surat keterangan kematian dari rumah sakit, surat keterangan kematian dari polisi, surat keterangan kematian dari camat, surat keterangan kematian dari karantina. Kemudian nakhoda harus meminta operasi menyediakan ambulan pada pelabuhan tujuan.

C. Transportasi Jenazah di Udara

Setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan atau barang yang tidak bertuan disebut kargo. International Air Transport Association (IATA) mengkategorikan peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah termasuk dalam special cargo yang memerlukan penanganan khusus (special handling). Pemeriksaan dengan cara perlakuan khusus dilakukan dengan pemeriksaan fisik kargo, dokumen dari instansi terkait dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Prosedur penerimaan kargo dan pos harus memuat proses pemeriksaan terhadap dokumen, yaitu : administrasi, pemberitahuan tentang isi, surat muatan udara (airway bill), daftar kargo dari perjanjian kerjasama bagi pengirim pabrikan (known shipper) dan dokumen lain yang diperlukan dalam pengangkutan kargo dan pos tertentu. Pengangkutan jenazah menggunakan pesawat udara harus disertai dengan surat keterangan dari instansi kesehatan.

(40)

Jenazah yang akan dibawa ke luar negeri maupun didatangkan ke Indonesia memiliki persyaratan khusus yaitu :

Prosedur Pengiriman Jenazah ke Indonesia

Pengurusan pengiriman jenazah ke Indonesia, harus melakukan koordinasi dengan:

1. Rumah Sakit (mengenai penyimpanan sementara jenazah) 2. KBRI / Konjen sebagai wakil pemerintah RI (mengenai

pengesahan dokumen dan terjemahannya)

3. Ward Office atau City Hall sebagai wakil pemerintah asal 4. Perusahaan peti jenazah

5. Perusahaan penerbangan (jika dibawa dengan pesawat terbang) Prosedur pengurusannya adalah: pihak rumah sakit akan menerbitkan surat kematian selanjutnya pengesahan surat kematian oleh pemerintahan kota setempat, dan keterangan lokasi pemakaman: bahwa jenazah akan dibawa ke Indonesia untuk dimakamkan di sana. Mayat harus diawetkan, pengawetan jenazah yang lazim dalam pengiriman via pesawat adalah memakai es kering (dry ice). Berikutnya kontak ke perusahaan peti jenazah, dan penerbitan surat keterangan mengenai: ukuran peti jenazah, cara pengawetan jenazah (misalnya apakah memakai formalin, atau es kering). Juga menerbitkan surat keterangan bahwa peti tersebut berisi jenazah. KBRI/Konjen berdasarkan surat-surat tersebut, akan menerbitkan surat pengantar perjalanan resmi. Dokumen maupun terjemahan yang telah disahkan oleh KBRI atau Konsulat Jenderal tersebut akan dipakai untuk mengurus pengiriman jenazah ke Indonesia ke perusahaan penerbangan. Istilah baku untuk jenazah dalam pengiriman via pesawat adalah “human remains”.

Legalisasi Akte kematian

Jika ada WNI yang meninggal dan jenazahnya akan dikirim ke tanah air, perlu dilakukan legalisasi akte kematian dan dokumen repatriasi

(41)

jenazah oleh KBRI. Dokumen – dokumen yang dilegalisir adalah : akte kematian dari kantor registrasi kematian negara setempat; dokumen ekspor; sertifikat pengawetan jenazah dan sertifikat peti kemas. Pada saat yang sama, KBRI akan membatalkan paspor almarhum atau almarhumah sebelum jenazah direpatriasi ke tanah air.

Gambar 4. Contoh akta kematian

2.13 Medikolegal

1. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 560/Menkes/SK/IV/2003 tentang pemulasaraan jenazah Rumah Sakit. - Pasal 1 no. 18

Pemulasaraan/ perawatan jenazah adalah kegiatan yang meliputi perawatan jenazah, konservasi bedah mayat yang dilakukan oleh Rumah Sakit untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pemakaman dan kepentingan proses peradilan ;

- Pasal 17 :

(42)

(1) Jenis pemulasaraan/ perawatan jenazah

a. Perawatan jenazah dan penyimpanan jenazah b. Konservasi jenazah

c. Bedah mayat

(2) Tarif pemulasaraan jenazah berlaku proporsional untuk semua jenazah dalam rangka pemakaman.

(3) Tarif pemulasaraan jenazah diperhitungkan atas dasar jasa sarana dan jasa pelayanan yang diperhitungkan sesuai cost masing masing Rumah Sakit.

(4) Besarnya biaya jasa sarana untuk perawatan jenazah atau jasad, konservasi jenazah serta bedah mayat secara proporsional untuk setiap kelas perawatan.

2. UU Kesehatan 2009 - Pasal 118

(1) Mayat tidak dikenal harus dilakukan identifikasi

(2) Pemerintah-pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya identifikasi.

- Pasal 120

(1) untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau institusi pendidikan kedokteran

(2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya, atau persetujuan tertulis keluarganya.

(3) Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya, dan disimpan sekurang-kurangnya 1(satu) bulan sejak kematiannya.

(43)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri

- Pasal 122

(1) Untuk kepentingan penegakan hukum dapat dilakukan bedah mayat forensik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

(2) Bedah mayat forensik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dokter ahli forensik atau dokter lain apabila tidak ada dokter ahli forensik dan perujukan ke tempat yang ada dokter ahli forensiknya tidak dimungkinkan.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas tersedianya pelayanan bedah mayat forensik di wilayahnya. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat

forensik diatur dengan Peraturan Menteri. - Pasal 125

Biaya pemeriksaan korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum ditanggung pemerintah melalui APBN dan APBD.

(44)

BAB III CONTOH KASUS

3.1 Kasus Jenazah Flu Burung (Depkes RI)

Seorang pasien terduga flu burung berinisial NP (8), Selasa (24/4) sekitar pukul 22.15 Wita, meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar. Kasus NP menjadi kasus kedua terduga flu burung di Bali dalam tahun 2012.

Perawatan jenazah pasien flu burung di Laboratorium/SMF Forensik dibeberapa Rumah Sakit sendiri sedikit berbeda dengan yang direkomendasikan oleh Departemen Kesehatan RI. Berikut ini adalah tata cara perawatan jenazah pasien dengan infeksi menular seperti: HIV/AIDS, hepatitis, flu burung, anthrax, kholera, dan pes di RSUP Sanglah:12

1. Jenazah diberi label merah.

2. Jenazah dibiarkan dalam suhu ruangan selama minimal 4 jam sebelum jenazah di bawa pulang atau dimasukkan dalam cooling unit.

3. Mandikan jenazah dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

4. Apabila ada luka di tubuh jenazah, harus ditutup dengan plester kedap air.

5. Setiap lubang alamiah tubuh ditutup dengan kapas yang dibasahi dengan larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10.

6. Jenazah harus segera diawetkan dengan larutan formalin.

7. Setelah dikafani, jenazah dimasukkan dalam kantung jenazah yang kedap air.

(45)

Menurut WHO, apabila jenazah akan diautopsi maka jenazah dapat disimpan dalam lemari pendingin. Apabila anggota keluarga ingin menyentuh tubuh jenazah, hal itu dapat diizinkan dengan memakai apron dan sarung tangan setelah sebelumnya keluarga mencuci tangan dengan sabun dan tubuh jenazah yang disentuh sebelumnya dibersihkan dengan antiseptik standar (alkohol 70%).4

Petugas di pemulasaran jenazah harus menjalankan prosedur universal precaution, yaitu dengan memakai alat perlindungan seperti: 12

1. Apron lengan panjang dari bahan plastik. 2. Tutup kepala.

3. Kaca mata google. 4. Masker.

5. Sarung tangan. 6. Sepatu boot.

Apabila alat-alat ini setelah dipakai harus direndam dalam larutan pemutih pakaian dengan perbandingan 1:10 selama 10 menit. Setelah merawat jenazah pasien tersebut, petugas wajib mencuci tangan dengan sabun sebelum dan setelah membuka sarung tangan.12

Perawatan jenazah pasien dengan AI sebenarnya hampir sama dengan perawatan pasien dengan infeksi meular lainnya, seperti HIV/AIDS, anthrax, kholera, hepatitis, dan pes. Sebenarnya jenazah tidak akan menimbulkan ancaman kesehatan jika ditangani secara benar. Sebaliknya, jenazah bisa menimbulkan penyakit jika penanganannya tidak memadai dan ditangani bukan oleh petugas yang terlatih.

Terdapat perbedaan pendapat tentang perawatan jenazah pasien AI antara yang direkomendasikan oleh Depkes RI dengan yang dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah. Depkes RI mengatakan bahwa jenazah pasien AI tidak boleh dibalsem ataupun disuntik pengawet (formalin atau formaldehida), sedangkan hal yang sebaliknya dilakukan di Laboratorium/SMF Forensik Universitas Udayana RSUP Sanglah dengan tujuan mematikan virus H5N1 yang berada dalam

(46)

tubuh jenazah, karena virus flu burung cepat mati apabila terpapar oleh formalin.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat, kedua hal tersebut tetap bertujuan sama, yaitu berusaha mencegah penularan virus flu burung dari jenazah ke petugas kesehatan dan keluarga dari jenazah tersebut.

(47)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari apa yang sudah kami dapatkan maka kami simpulkan bahwa pelayanan penatalaksanaan pemulasaraan jenazah di Rumah Sakit sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap masyarakat.

1. Prosedur pemulasaraan jenazah dilakukan menurut standar operasional yang telah ada di Rumah Sakit dan mengikuti pedoman pemulasaraan oleh Depkes.

2. Penatalaksanaan pemulasaraan dibagi menjadi penatalaksanaan jenazah meninggal denga penyakit infeksius maupun non infeksius dan dengan perawatan jenazah yang berbeda dari segi medis dan administrasi

3. Penatalaksanaan jenazah dilakukan sesuai agama yang dianut oleh jenazah dan merupakan tugas petugas kamar jenazah untuk memfasilitasi dari mulai membersihkan dan merapihkan jenazah.

4.2 Saran

Petugas Kesehatan

1. Dapat memahami lebih lanjut mengenai peran seorang dokter dalam menangani pasien meninggal baik secara medis maupun tata administrasi

2. Memahami lebih lanjut mengenai hukum atau perundang-undangan mengenai penatalaksanaan dan pemulasaraan jenazah agar dapat di implementasikan kedalam kehidupan kelak.

Masyarakat Umum

1. Lebih memahami mengenai haknya dalam mendapatkan pelayanan maksimal dalam perawatan jenazah

2. Lebih peduli mengenai anjuran petugas kesehatan untuk menatalaksana keluarga (jenazah) yang meninggal akibat penyakit menular,

Gambar

Gambar 1.Contoh Surat kematian oleh Dokter (Form. A)
Gambar 3.  Contoh Surat persetujuan pengawetan jenazah
Gambar 4. Contoh akta kematian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rambut jagung ( Zea mays L.) memiliki efek untuk menurunkan kadar gula darah

Dari penyelenggaraan Pendidikan Bahasa Arab di Program Studi ini diharapkan mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran, dan menghasilkan insan yang unggul

4516012 SDIT AL-HIKMAH BINTARA ALIFIANDA MUSYAFFA L MUHAMMAD RIFQI PRASETYO L Lengkap 4516013 SDIT AL-HIKMAH BINTARA AFINA ISNANI AZIS P ALIA AHMA HANANIA P Lengkap 4516014 SD

Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar

Bahan nutrisi diperoleh dari makanan (energi kimia) yang dibakar oleh oksigen menjadi energi mekanis (aktivitas tubuh) dan panas tubuh. Proses ini merupakan proses kehidupan

Dalam mengembangkan kurikulum semua komponen kurikulum harus difokuskan pada tujuan, ini berarti dalam mengembangkan kurikulum memperhatikan prinsip... Materi pelajaran di

Hasil perencanaan instalasi pipa pada Hotel Kemanggisan ini dapat kita lihat bahwa didalam shaft pipa terdapat 6 buah pipa utama yaitu pipa distribusi air

Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya dibuat untuk pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam kenyataanya, semakin lebar