• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONSEP REINKARNASI BUDHA ZEN DALAM LAGU UZU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KONSEP REINKARNASI BUDHA ZEN DALAM LAGU UZU"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONSEP REINKARNASI BUDHA

ZEN DALAM LAGU UZU

Oktavina Andriyasari, Ratna Handayani

Universitas Bina Nusantara, Jl. Raya Ps. Minggu no 27, 0217803606

lucisa_7890@yahoo.com

ABSTRAK

Penulis akan menganalisis makna yang terkandung dalam sebuah bahasa, sesuatu diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah kesepakatan pemakai bahasa itu. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan lirik lagu sebagai korpus data. Penulis memilih lagu Uzu hasil karya Isshi, vokalis band beraliran Visual Kei bernama Kagrra. Isshi yang memang beragama Budha memiliki obsesi terhadap konsep reinkarnasi, dan menurutnya ada berbagai cara untuk memahami konsep reinkarnasi. Salah satunya adalah dengan menciptakan lirik lagu. Maka dari itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan memahami konsep reinkarnasi dalam agama Budha yang terkandung pada lirik lagu Uzu. Dengan melakukan pencarian makna kata secara sintaksis dan semantik, penulis akan menemukan konsep reinkarnasi dalam agama Budha pada lirik lagu Uzu.Penulis mencari makna kata yang ada dalam setiap kata dari larik yang paling menonjolkan konsep reinkarnasi dalam agama Budha dan mencocokkannya dengan konsep itu sendiri. Dengan melakukan pendekatan secara semantik, penulis menyimpulkan bahwa lagu Uzu memang berkaitan dan menceritakan reinkarnasi dalam agama Budha.

Kata kunci: Budha, reinkarnasi, makna kata, lirik lagu.

ABSTRACT

There are a lot of unwritten meanings in language. Things were given meanings in certain language because that is the agreement of the language user. In this research, the data that was used is a song lyric. The song is titled Uzu, written by Isshi, a Visual Kei band vocalist called Kagrra. Basically, Isshi is a Buddhist that has an obsession with the reincarnation concept, and he believes there are many ways to understand the concept itself. One of them is by creating song lyrics. Therefore, this research was meant to understand the Buddhist concept of reincarnation implied on Uzu song lyrics. The writer will be using semantics and syntax method to look for the implied meanings on the lyrics. Every word on the sentence that contains Buddhist concept of reincarnation will be analyzed and compare them to the concept itself. Approaching through semantics method, the writer will conclude that the song has a relation with Buddhist concept of reincarnation.

(2)

PENDAHULUAN

Bahasa adalah sebuah sistem tanda. Tanda adalah hal atau benda yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi (melihat, mendengar, dan sebagainya) apa yang diwakilinya itu. Bahasa adalah sistem bunyi. Pada dasarnya bahasa itu berupa bunyi. Supaya orang dapat bekerja sama dan berkomunikasi, bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan. Artinya, sesuatu diberi makna di dalam bahasa tertentu karena demikianlah kesepakatan pemakai bahasa itu. Para pengguna baru tinggal mempelajarinya. Bahasa juga bersifat produktif dan unik. Artinya, unsur – unsur yang jumlahnya terbatas bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya, selain itu tiap bahasa mempunyai sistem yang khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain. (Kustihartanti.& Yuwono, 2005, Hal.4).

Di dalam penelitian ini, penulis memilih bahasa yang terkandung dalam lirik lagu Uzu yang diciptakan oleh Isshi, seorang vokalis band beraliran Visual Kei yang bernama Kagrra. Penulis memilih lagu ini karena Isshi sang pencipta lagu memiliki obsesi yang tinggi terhadap reinkarnasi. “Mengapa kita hidup? Mengapa kita mati?” Isshi yang memang beragama Budha terfokus pada pemikiran bahwa suatu saat manusia pasti akan mengalami kematian, Isshi bertanya apakah tujuan dari kehidupan kita kalau suatu saat kita akan pasti mati (Neo Genesis vol.27, 2008, Hal.70). Menurut Isshi sendiri, ada berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk memahami konsep reinkarnasi, Isshi sendiri melakukannya dengan cara menulis lirik lagu (Neo Genesis vol.33, 2009, hal.185).

Berhubungan juga dengan judul lagu ini yaitu “Uzu” yang berarti pusaran, Isshi juga mengalami pemikiran yang tidak pernah berakhir. Menurut Isshi lagu ini memiliki citra horor dan negatif. Berlawanan dengan citra tersebut, Isshi menganggap bahwa reinkarnasi adalah sebuah hal yang memiliki nilai positif dan menggambarkan reinkarnasi seperti kata “Uzu” yang memiliki arti pusaran. Sesuai dengan arti kata “Uzu”, Isshi beranggapan bahwa reinkarnasi juga merupakan sebuah pusaran yang terus menerus berputar dan berulang (Neo Genesis vol.27, 2008, Hal.70).

Sebelumnya penulis akan menjelaskan sedikit mengenai sejarah agama Budha di Jepang. Agama Budha pertama yang memasuki Jepang dikenal sebagai Budha Mahayana. Sehubungan dengan perkembangan pemerintahan dan agama yang terhitung pesat, berbagai sekte mulai bermunculan di Jepang. Salah satu yang paling dominan adalah sekte Jodo Shinshu, Zen, dan Nichiren (Tamaru, 1995, hal. 44-55).

Meskipun Zen adalah sekte agama Budha terbesar di Jepang, penganut Budha Zen tidak mendalami filosofi – fi;osofi dalam agama Budha pada umumnya, terlepas dari ajaran – ajaran yang mendoktrin penganutnya, akan tetapi di dalam sekte Zen ada seorang pemuka agama yang menggabungkan kesadaran religius dengan refleksi spekulatif ke dalam sebuah jalan yang kemudian melebihi leluhurnya. Aliran itu dinamakan Dogen yang diambil dari nama salah seorang penemu sekte Zen, Dogen Kigen. (Abe, 1992, hal. 11-12).

Sehubungan dengan kepercayaan Isshi yang memeluk agama Budha, lagu ini diciptakan dengan memikirkan filosofi “Mengapa kita hidup? Mengapa kita mati?” yang merupakan salah satu ajaran utama dalam aliran Dogen (Abe, 1992, hal.154), karena itu penulis menyimpulkan bahwa kepercayaan yang dipeluk Isshi adalah Budha Zen aliran Dogen. Menurut Waluyo (1995) lagu merupakan bagian dari puisi yang popular. Bahasanya harus mudah dipahami karena pendengar harus cepat memahami isi lagu tersebut (Hal.1), karena itu penulis akan menggunakan pengertian puisi untuk mendapatkan pengertian lirik lagu Uzu. Dengan latar belakang penciptaan lagu inilah, penulis akan meneliti makna – makna konotasi yang terkandung dalam lirik lagu Uzu ciptaan Isshi.

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui konsep reinkarnasi dalam agama Budha Zen yang tersirat dalam lirik lagu Uzu ciptaan Isshi. Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin memahami filosofi reinkarnasi dalam agama Budha yang tersirat dalam sebuah lirik lagu

(3)

METODE PENELITIAN

Metode yang penulis gunakan adalah metode kepustakaan, dan untuk pengkajian data penulis akan menggunakan metode kualitatis dan deskriptif analitis.Metode deskriptif Analitis adalah metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variabel - variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka (Sukmadinata, 2005, hal. 54). Lirik lagu Uzu adalah

HASIL DAN BAHASAN

Bahasa adalah sistem tanda yang menimbulkan reaksi yang sama pada lawan bicara yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapinya. Penulis memilih lirik lagu Uzu karya Isshi dengan tujuan mengungkapkan tanda dalam bahasa yang tersirat dalam lirik lagu Uzu. Berdasarkan latar belakang Isshi dalam menciptakan lirik lagu Uzu, penulis menghubungkan dan menganalisa lirik lagu Uzu dengan konsep reinkarnasi dalam agama Budha Zen.

Penulis menganalisis makna tersirat yang terkandung dalam lagu Uzu dengan menggunakan pendekatan secara sintaksis dan semantik. Dengan menggunakan pendekatan secara sintaksis, penulis mendapatkan makna denotasi dari lirik lagu Uzu. Berikut ringkasan analisis sintaksis yang sudah penulis lakukan dalam bab 3.

Konsep Reinkarnasi dalam Agama Budha

Dalam buku yang ditulis oleh Stambaugh yang diterjemahkan oleh Hustiati (1990), ada beberapa hal yang seringkali disebutkan dalam proses reinkarnasi. Berikut kutipannya :

Fundamental to the common conception of birth and death is the idea of duration between them. Birth is the inception of a life that extends over a period of time and terminates in death. This is also what most people would call impermanence: the limited life span between birth and death. “Things are impermanent” means they only last for a limited time. Eventually they pass away. They are “Impermanent”. (Hal. 72).

Terjemahan

Yang mendasari konsep umum dari kelahiran dan kematian adalah ide tentang durasi diantara kedua hal tersebut.Kelahiran adalah awal dari hidup yang berlangsung selama jangka waktu tertentu dan diakhiri dengan kematian. Inilah apa yang biasa masyarakat sebut dengan ketidak abadian; waktu yang terbatas diantara kelahiran dan kematian. “Segalanya tidak ada yang abadi” berarti mereka hanya bisa bertahan dalam jangka waktu yang terbatas. Lama kelamaan mereka akan menghilang. Mereka hanya “Sementara.”

Dari kutipan diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa dalam reinkarnasi sifat ke tidak abadian atau bisa disebut “sementara” merupakan hal yang berpengaruh besar dalam konsep reinkarnasi. Dalam buku karya Suzuki yang diterjemahkan oleh Hustiati (2009), beberapa hal mengenai reinkarnasi juga dicantumkan beberapa sutra (ayat dari doa – doa di dalam kitab ajaran agama budha).

Kalau kamu ingin mengetahui tentang kehidupanmu yang lampau, ketahuilah bahwa kehidupan yang sedang kamu jalani sekarang adalah hasil dari kehidupanmu yang lampau. Kalau kamu ingin mengetahui tentang kehidupanmu yang akan datang, ketahuilah bahwa faktor penyebabnya terletak pada apa yang telah kamu lakukan dalam kehidupan ini.

(4)

Kelahiran Kembali

Dua belas Mata Rantai Sebab – akibat mencakup nafsu – nafsu keinginan, karma, dan penderitaan, yang satu sama lain saling menjadi sebab dan akibat. Dari nafsu – nafsu keinginan timbul karma; dari karma timbul penderitaan dan dari penderitaan timbul kembali nafsu keinginan. Ketiga kondisi tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan tidak pernah berhenti seperti roda yang berputar.

Juniinen-ron (Pratityasamutpada-sastra)(Hal.141). Ketidakkekalan

Seluruh dunia seperti nyala api yang berkelap – kelip; mereka seperti sebuah bayangan, suatu gema, sebuah mimpi; mereka seperti sebuah kreasi magis

Yuima-kyo (Vimalakirti-nirdesa) (Hal.137). Ketiga ayat diatas merupakan kutipan dari sebagian isi kitab Tripitaka. Pada bagian ketidakkekalan, dunia dilambangkan sebagai nyala api karena api sendiri tidak bisa terus menerus menyala. Nyala api dipakai sebagai lambang dari ketidakkekalan atau bisa disebut sebagai sementara.

Walter dan Stone (2008) mengatakan adanya keberadaan dunia lain ketika kita mengalami kematian, tepat sebelum kita mengalami proses reinkarnasi.

Buddhist concepts of the alterlife, including the forty-nine-day interim period between death and rebirth, rebirth in the six realms of samsaric existence, and the possibility of salvific birth in a pure land.(Hal.4). Terjemahan

Konsep Budha tentang kehidupan setelah kematian, termasuk proses 45 - hari sementara antara kematian dan kelahiran kembali, reinkarnasi dalam ke – 6 alam eksistensi samsara, dan kemungkinan terselamatkan dengan kelahiran di tanah murni.

Jika disimpulkan dalam sebuah tabel, maka reinkarnasi memiliki unsur sebagai berikut :

Reinkarnasi

Kematian Ketidakkekalan Kelahiran

Perpindahan ke dunia lain Keberadaan

Tabel 1 Unsur – unsur Reinkarnasi

Konsep Agama Budha

Agama memiliki peran yang cukup besar dalam kebudayaan masyarakat Jepang, termasuk dalam bidang sastra. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh De Mente (2004) berikut, Isshi juga terpengaruh dengan keyakinannya saat membuat lirik Uzu.

In addition to its philosophical contributions to Japanese culture, Bukkyo also had a profound impact on Japan’s arts and crafts, providing most of the impetus for virtually everything making up the Japanese life-style, from apparel and architecture to landscape gardening, the practice of martial arts, printing, literature, sculpture and more. Over the centuries the Japanese did not “practice” Buddhism as a

(5)

religion, as they did with Shintoism or Confusianism. Buddhist tenets became so deeply impregnated in the culture that people simply lived them according to the customs of the day (Hal.45).

Terjemahan

Sebagai tambahan dari kontribusi filosofi dalam kebudayaan Jepang, Bukkyo juga memiliki dampak yang besar dalam seni dan kerajinan tangan Jepang, memberikan dorongan virtual hampir ke seluruh gaya hidup Jepang, mulai dari pakaian dan arsitektur untuk pemandangan dalam membuat taman, praktek ilmu bela diri, percetakan, literatur, patung dan lainnya. Selama beberapa abad masyarakat Jepang tidak “mempraktekkan” Budha sebagai sebuah agama, seperti yang mereka lakukan dengan Shintoisme atau Konfusianisme. Prinsip dalam Budha tertanam begitu dalam dalam kebudayaan sehingga masyarakat hidup dengan prinsip tersebut dengan adat modern.

Yoshihito (1997) juga menyatakan bahwa agama Budha sudah sangat mempengaruhi masyarakat Jepang. 日本に伝来した仏教は、日本人に生きる知恵と力を与え続けました。仏教は日本人の心を癒し、 またものの見方、考え方に多大の影響を与えてきました。日本を語るときに仏教は欠かせませ ん。(Hal.5)

Terjemahan

Agama Budha yang memasuki Jepang, terus – menerus menginspirasi masyarakat Jepang dengan pengetahuan dan kekuatan untuk hidup. Agama Budha telah merasuki pemikiran masyarakat dan sangat mempengaruhi cara mereka melihat dan berpikir. Tak ada pembahasan dalam bahasa Jepang yang bisa menjelaskan agama Budha.

Berdasarkan teori dan konsep yang sudah penulis jabarkan diatas, penulis akan menganalisis konsep reinkarnasi dalam Budha Zen yang terkandung dalam larik – larik lagu Uzu.

Analisis Bait Ketiga

.Secara sintaksis klausa kedua dalam bait ketiga ini memiliki makna denotatif : (花は)生まれ死に逝く幾度も(ある)

S Pelengkap Terjemahan

Berapa kali bunga itu akan hidup dan mati.

Secara sintaksis klausa ketiga dalam bait ketiga ini memiliki makna denotatif : 朽ちて 還り そして 芽を葺く 人は何処へ向かうのだろう? Pelengkap S P

Terjemahan

Membusuk dan kembali menjadi benih, menuju kemanakah kita?

Secara denotatif, kalimat yang paling menonjolkan konsep reinkarnasi adalah kalimat pertama, maka penulis akan melakukan analisis secara semantik pada kalimat pertama bait ketiga.

Analisis Kalimat Pertama Bait Ketiga

Kalimat pertama bait ketiga dalam lagu Uzu.

咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も

Saite kaori karete horobiru umare shi ni yuku ikutabi mo Terjemahan

Keharuman bunga yang berkembang akan mati layu dan musnah. Berapa kali kita akan dilahirkan dan mati.

(6)

Kalimat pertama bait ketiga ini terdiri dari kata「咲く」, kata 「香り」, kata 「枯れる」, kata 「滅びる」, kata 「生まれる」, kata 「死」, kata 「逝く」, dan kata 「幾度」. Penulis akan menyimpulkan makna kata kalimat pertama bait ketiga kedalam tabel makna kata berikut ini

Kata Makna kata

咲く Bunga yang mekar

Kuncup bunga yang terbuka

香り Keharuman

Kecantikan

枯れる Tanaman yang layu

Mati Musnah 滅びる Mati Musnah 生まれる Lahir Terlahir kembali 死 Kehilangan keberadaan Akhir hidup 逝く Mati

Pergi dan tidak kembali

幾度 Berkali – kali

Hal yang sama terus terulang Tabel 2 Makna Kata Kalimat Pertama Bait Ketiga

Reinkarnasi akan terjadi pada saat makhluk hidup mengalami kematian dan kemudian dilahirkan kembali sesuai dengan karma yang telah diperbuat makhluk hidup tersebut (Suzuki, 2009, hal 140 – 141). Selain itu, reinkarnasi juga di indetikkan dengan ketidakabadian, cepat atau lambat kehidupan pasti akan diakhiri dengan kematian. Karena itu, segalanya bersifat sementara atau tidak abadi (Stambaugh, 1990, hal. 72).

Dalam klausa 「咲いて 香り 枯れて 滅びる」 terdapat sebuah objek implisit yaitu 「花」. Kata 「花」 sendiri, dalam pandangan orang Jepang, seringkali di artikan sebagai bunga sakura. Obsesi orang Jepang terhadap bunga sakura membuat hal pertama yang dipikirkan oleh mereka ketika mendengar kata 「花」 adalah bunga sakura (Maynard, 2007, Hal. 168). Dalam budaya Jepang, ketidakabadian seringkali diidentikkan dengan bunga sakura. Walaupun indah, masa hidup bunga sakura terhitung pendek dan begitu rapuh. Namun sakura akan selalu mekar di saat musim semi seperti sebuah siklus yang tak ada akhirnya (Mansfield, 1999, hal. 49). Dalam jangka waktu yang begitu singkat, terus menerus hidup dan mati, seperti pandangan dalam agama Budha yang mengidentikkan proses reinkarnasi dengan bunga (Sachiya, 2004, hal.429).

Dalam klausa 「咲いて 香り 枯れて 滅びる」 Isshi mencoba menggambarkan ketidakabadian, siklus kehidupan dan kematian yang terus menerus berulang melalui objek implisit 「花」. Bagi Isshi sendiri, ada berbagai macam pendekatan untuk memahami reinkarnasi, salah satunya adalah dengan menciptakan lirik lagu yang indah. Tidak hanya menangkap sisi negatifnya saja (Neogenesis vol.30, 2008, hal.185). Hal ini

(7)

membuktikan bahwa pola pikir orang Jepang sangat terpengaruh dengan berbagai filosofi dalam agama Budha (Takada, 1999, hal.5), dan Isshi sebagai orang Jepang, kepercayaannya dalam agama Budha juga turut mempengaruhi hasil karya seni yang dibuatnya (De Mente, 2004, hal. 45).

Pada dasarnya, saat makhluk hidup lahir, ia pasti akan mengalami kematian sebagai penutup dari hidupnya (Stambaugh, 1990, hal.72). Ketika reinkarnasi terjadi, ia akan selalu terulang dan tidak pernah berhenti seperti sebuah roda yang terus menerus berputar (Suzuki, 2009, hal. 140 – 141). Frase kedua pada bait ketiga lagu Uzu ini menggambarkan proses reinkarnasi yang selalu berulang. Kata 「生まれる」 merupakan awal dari sebuah kehidupan dan frase 「 死 に 逝 く 」 merupakan akhir dari kehidupan sebelum makhluk hidup tersebut mengalami reinkarnasi dan dilahirkan kembali kedalam dunia yang sama, atau di sebuah dunia yang berbeda (Walter & Stone, 2008, hal 4).

Jika digabungkan dengan klausa 「咲いて 香り 枯れて 滅びる」, maka dalam klausa 「生まれ死に逝 く幾度も」 terlihat bahwa Isshi mencoba menggambarkan reinkarnasi (Neogenesis vol. 33, 2009, hal. 185) dengan mengumpamakan manusia sebagai sebuah bunga. Jika tergabung dalam sebuah kalimat, klausa 「生ま れ死に逝く幾度も」 juga merujuk pada objek implisit 「花」 yang siklus hidupnya diceritakan pada klausa pertama 「咲いて 香り 枯れて 滅びる」, sehingga makna pada kalimat 「咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も」 menjadi “Keharuman bunga yang mekar, layu dan musnah. Berapa kalikah bunga itu akan hidup dan mati?”. Dalam pandangan orang Jepang, hal yang pertama kali mereka pikirkan saat mendengar kata 「花」 adalah bunga sakura (Maynard, 2007, Hal. 168). Dalam budaya Jepang sendiri, bunga sakura menjadi simbol dari ketidakabadian karena hanya mekar dengan indah di musim semi saja (Mansfield, 1999, hal. 49).

Dalam pandangan Budha siklus hidup bunga sakura yang tidak abadi dan terus menerus berulang, mencerminkan proses reinkarnasi, hidup manusia yang tidak bertahan lama karena suatu saat pasti akan mati (Sachiya, 2004, hal.429). Maka penulis menyimpulkan bahwa kalimat 「咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も」pada bait ketiga dalam lagu Uzu ini mengandung konsep reinkarnasi dalam agama Budha. Makna konotasi yang terkandung dalam lagu Uzu merupakan hasil dari pemikiran masyarakat Jepang yang sudah sangat dipengaruhi agama Budha dalam membuat suatu literatur (De Mente, 2004, hal.45).

Analisis Bait Keempat

Secara sintaksis klausa pertama dalam bait keempat ini memiliki makna denotatif : 形を成す物は 壊れるからこそ美しい

O Pelengkap Terjemahan

Benda yang dibuat, cantik karena begitu mudah rusak

Secara sintaksis klausa kedua dalam bait keempat ini memiliki makna denotatif : 果敢ない夢ほど(の夢は) 輝きを放つ塵と燃える

O Pelengkap Terjemahan

Semakin fana mimpi itu, semakin debu itu bercahaya semakin terbakar.

Secara denotatif, kalimat yang paling menonjolkan konsep reinkarnasi adalah kalimat pertama, maka penulis akan melakukan analisis secara semantik pada kalimat kedua bait keempat.

Analisis Kalimat Kedua Bait Keempat

Kalimat kedua bait keempat dalam lagu Uzu. 果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える

(8)

Terjemahan

Semakin fana mimpi itu, semakin debu itu bercahaya semakin terbakar.

Kalimat pertama bait ketiga 「果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える」, terdiri dari kata 「果敢ない」, kata 「夢」, kata 「輝き」, kata 「放つ」, kata 「塵」, dan kata 「燃える」. Penulis akan menyimpulkan makna kata kalimat pertama bait ketiga kedalam tabel berikut ini.

Kata Makna kata

果敢ない Fana Tidak abadi 夢 Mimpi Ilusi 輝き Bercahaya Cahaya 放つ Melepaskan Perpindahan 塵 Debu

Peninggalan orang mati

燃える Membakar

Terbakar

Tabel 3 Makna Kata Kalimat Kedua Bait Keempat

Kalimat kedua pada bait keempat lagu Uzu ini merupakan sebuah kalimat tunggal. Oleh karena itu, untuk mengetahui makna konotatif dari kalimat ini, penulis akan menganalisis setiap kata benda dan kata kerja yang ada dalam kalimat 「果敢ない夢 ほど 輝きを放つ塵と燃える」 terlebih dahulu. Untuk mempermudah analisis, penulis akan membagi kalimat 「果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える」 menjadi dua frase,

yaitu 「果敢ない夢ほど」 dan 「輝きを放つ塵と燃える」.

Dalam agama Budha, reinkarnasi baru akan terjadi saat seseorang mengalami kematian. Penganut agama Budha percaya bahwa ketika manusia mendekati ajalnya, ia akan melihat cahaya yang sangat terang sampai akhirnya mati (Walter & Stone, 2008 hal.37). Saat pemakaman, jasad orang yang sudah meninggal akan dibakar terlebih dahulu sebelum abu dari sisa pembakaran tersebut disebar dan dibiarkan terbawa angin (Walter & Stone, 2008 hal.19).

Dalam lirik lagu Uzu, kalimat 「果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える」 menggambarkan prosesi kematian manusia dalam agama Budha. Kata 「果敢ない夢」yang memiliki arti “mimpi yang tidak abadi” menggambarkan kehidupan manusia yang rapuh dan bersifat sementara karena suatu saat pasti akan diakhiri dengan kematian (Stambaugh, 1990, hal. 72). Secara keseluruhan, frase 「果敢ない夢ほど」 menggambarkan kehidupan manusia yang tidak abadi.

Pada frase 「輝きを放つ塵と燃える」, kata 「輝き」 yang berarti “cahaya” menggambarkan saat – saat manusia yang melihat cahaya yang begitu terang ketika sudah mendekati ajalnya (Walter & Stone, 2008, hal.37). Dalam frase 「輝きを放つ塵と燃える」, kata 「輝き」 juga merujuk pada frase 「放つ塵と燃える」. Maka, kata 「輝き」 yang memiliki makna “cahaya” adalah cahaya yang dilihat seseorang yang mendekati

(9)

ajalnya (Walter & Stone, 2008, 37) dan ketika orang tersebut meninggal, jasadnya akan dibakar. Kata 「塵」 menggambarkan abu yang ditinggalkan jasad yang dibakar saat prosesi pemakaman yang dilakukan dalam agama Budha (Walter & Stone, 2008, hal.19). Maka dari itu, secara keseluruhan pada frase 「輝きを放つ塵と 燃える」 yang berarti “semakin debu itu bercahaya semakin terbakar” Isshi menggambarkan prosesi kematian dalam agama Budha.

Pada dasarnya, filosofi – filosofi dalam agama Budha memang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat Jepang dalam melakukan berbagai kegiatan (Takada, 1997, hal.5). Menurut penulis, Isshi yang memang memeluk dan dibesarkan dengan ajaran agama Budha mencoba menggambarkan proses yang dilalui manusia sebelum mengalami reinkarnasi melalui kematian pada kalimat kedua bait keempat lagu Uzu (Neo Genesis vol.27, 2008, hal.89).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis yang sudah penulis lakukan pada bab 3, penulis menyimpulkan bahwa dalam lagu Uzu terdapat makna tersirat yang menggambarkan konsep reinkarnasi dalam Budha Zen terutama pada kalimat kedua bait keempat, 「咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も」 dan kalimat pertama

bait ketiga 「果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える」.

Ditinjau secara sintaksis kalimat 「咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も」 memiliki arti “keharuman bunga yang mekar dan layu dan musnah. Berapa kali bunga itu akan hidup dan mati” dan

secara semantik, kalimat 「咲いて 香り 枯れて 滅びる 生まれ死に逝く幾度も」, klausa 「咲いて

香り 枯れて 滅びる」 mengandung objek implisit “Hana” yang menggambarkan hidup sebuah bunga yang sementara karena mati begitu cepat dan memiliki arti ketidakabadian dalam agama Budha Zen, pada klausa 「生まれ死に逝く幾度も」 memiliki makna kehidupan dan kematian yang terus berulang seperti konsep reinkarnasi dalam agama Budha Zen.

Ditinjau secara sintaksis Kalimat 「果敢ない夢ほど 輝きを放つ塵と燃える」 memiliki arti “Semakin fana mimpi itu, semakin debu itu bercahaya semakin terbakar” dan secara semantik, kalimat 「果敢ない夢ほ ど 輝 き を 放 つ 塵 と 燃 え る 」 menggambarkan ketika manusia yang mendekati kematian dan menggambarkan prosesi kematian dalam agama Budha Zen.

Menurut penulis, lagu – lagu yang dibuat oleh Isshi banyak mengandung unsur agama Budha. Tidak hanya dalam lagu Uzu saja, ada beberapa lagu yang menurut penulis menceritakan konsep – konsep reinkarnasi dalam agama Budha seperti Shizuku, Sarasoujou no KomoriUta, dan Utakata. Sehubungan dengan obsesi Isshi terhadap reinkarnasi, lagu - lagu ciptaan Isshi dapat diteliti dengan tema yang sama. Kendala yang penulis hadapi saat menganalisis lagu ciptaan Isshi adalah penggunaan kanji yang berbeda dengan kanji yang sering digunakan. Karena itu penulis menyarankan agar pembaca menggunakan kamus perluasan makna bahasa Jepang atau kamus kanji.

REFERENSI

Anonimus. (2008).Kagrra. Neo Genesis, 27 (68 – 71) Anonimus. (2009).Kagrra. Neo Genesis, 33 (68 – 71)

Arifin, Zaenal., & Junaiyah. (2008). Sintaksis. Jakarta : Grasindo

De Mente, Boye.L. (2004). Japan’s Cultural Code Words: 233 Key Terms That Explain The Attitudes and Behavior of the Japanese.Singapura: Tuttle Publishing.

(10)

Keraf, Gorys. (2007). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kustihartanti., Yuwono, Untung. (2005). Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mansfield, Mike. (1999). Japan a Living Portrait. China: Kodansha International.

Masao, Abe. (1992). A Study of Dogen: His Philosophy and Religion. (Diterjemahkan oleh Heine, Steven) USA: SUNY Press.

Matsura, Kenji. (2005). Kamus Jepang-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Maynard, Senko.K. (2007). Linguistic Creativity in Japanese: Discourse Exploring the Multiplicity of Self, Perspective, & Voice. Amsterdam: John Benjamins Publishing.

Mclelland, Norman. C. (2010). Encyclopedia of Reincarnation and Karma.USA: McFarland Sachiya, Hiro. (2004). Bukkyou Houwa Daijiten. Japan: Suzuki Publishing.

Sachiya, Hiro. (1999). Bukkyousha ni totte「Shi」 to wa Nanka. Diunduh dari http://structure.cande.iwate-u.ac.jp/religion/hirodeath.htm

Sotozen. (2012). Diunduh dari http://www.sotozen-net.or.jp/soto/history

Stambaugh, Joan. (1990). Impermanence is Buddha-Nature: Dogen’s Understanding of Temporality. Honolulu: Hawaii Press.

Stone, Jacqueline.I., & Walter, Mariko.N. (2008). Death and the Afterlife in Japanese Buddhism. Hawaii: University of Hawaii.

Sugie, Yuki. (2008).Yonaka to wa Kitto mebiusu no Kururi—Omote mo nakereba Ura mo Nai. Shoxx,188(64 – 65)

Sukmadinata, Nana.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya. Suzuki, Beatrice.L. (2009). Agama Buddha Mahayana. (Diterjemahkan oleh Hustiati). Jakarta: Karaniya. Takada, Yoshihito. (1997). Eigo de Hanasu 「Bukkyou」 Q&A. (Diterjemahkan oleh James M. Vardaman, Jr.)

Japan: Kodansha International

Tamaru, N., & Reid, D. (1996). Religion in Japanese Culture: Where Living Traditions Meet a Changing World. Japan: Kodansha International.

Tetsuo, Ooga. (1990). Kokugo Daijiten. Japan: Shogakugan.

Ume, Kouji. (2001). Yoru Ningen Sore to mo Nihonjin. Tokyo: Bungeisha. Umesao, Tadao. (1989). Nihongo Daijiten. Japan: Kodansha.

Yuki. (2008). Handwritten Interview: Kagrra, on ‘Uzu’. Diunduh dari

http://www.musicjapanplus.jp/specialfeatures/80/handwritten-interview-kagrra-on-uzu

(11)

Oktavina Andriyasari lahir di kota Jakarta pada 20 Oktober 1990. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2012.

Gambar

Tabel 1 Unsur – unsur Reinkarnasi  Konsep Agama Budha
Tabel 3 Makna Kata Kalimat Kedua Bait Keempat

Referensi

Dokumen terkait

• Standar untuk membuat tangki penyimpan cairan dengan tekanan tinggi menggunakan API..

Berdasarkan analisis data hasil belajar melalui tes tulis individu yang dilakukan pada akhir siklus 1 dan siklus 2, dapat disimpulkan bahwa melalui model

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan antara Nahdlatul Ulama (NU) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kabupaten Gresik a.. Faktor-faktor penghambat pola

Sejalan dengan rencana kebijakan pendapatan negara dan belanja negara, maka kebijakan pembiayaan anggaran diarahkan antara lain dengan menyempurnakan kualitas

Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah membangun suatu tes diagnostik dalam bentuk tes pilihan ganda tiga tingkat yang dapat digunakan untuk mendeteksi kekuatan dan

Untuk mengatasi masalah tersebut dibuatlah aplikasi pengenalan batik tradisional indonesia berbasis android, dengan aplikasi tersebut dapat mempermudah pengguna untuk

Hasil analisis data menunjukkan bahwa subjek mampu : (1) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan untuk penyelesaian masalah; (2) membuat dan