• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Tradisi Buka Palang Pintu: Transformasi Tradisi Upacara Menuju Komoditas

Devi Roswita

Departemen Antropologi, Universitas Indonesia

This undergraduate thesis examines the re-invention and co-modification of Buka Palang Pintu tradition as the original tradition of Betawi. There are two elements of Betawi's art that have to be presented in every implementation of this tradition, they are Pencak Silat and Sike. Buka Palang Pintu tradition originally is a ritual tradition that is rich of religious elements, which used to only be implemented at wedding ceremonies of Betawi people. The Jawara as the guardian of the village has important role as the actor in this tradition.

As the time goes by, the Buka Palang Pintu tradition now has transformed into commodities of tradition which is also be presented in any events beside the wedding ceremony. The actor of the tradition is not the warrior of the village anymore, but the artist of Palang Pintu that are the members of Betawi's art studio. This change is also related to the role of the government of Jakarta, LKB, and Betawi's art studio as the agents of re-invention. The co-modification of Buka Palang Pintu tradition that is presented by the agents has a 'selling-value' that will be able to attain the economic goal. That goal also makes the existence of Buka Palang Pintu tradition last, because it can gain the financial income to several agents with a more entertaining package. Keywords: Buka Palang Pintu tradition, Betawi, wedding, jawara, re-invention, co-modification, commodity, agent, economy.

Pendahuluan

Jakarta merupakan ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang telah banyak mengalami berbagai perubahan, baik perubahan fisik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Perubahan-perubahan ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh arus modernisasi yang masuk ke berbagai sisi kehidupan kota Jakarta. Berbicara mengenai masyarakat kota Jakarta, tidak terlepas kaitannya dari etnis asli Jakarta, yang dikenal sebagai etnis Betawi.

Etnis Betawi di Jakarta sangat bervariasi. Perbedaan laju perkembangan kota Jakarta telah menyebabkan orang-orang Betawi di lokasi yang berbeda terkena pengaruh sosial ekonomi yang berbeda, sehingga memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam arti tingkat dan bentuk pendidikan, jenis pekerjaan, gaya hidup, dan sebagainya (Shahab, 2004:6). Orang Betawi yang tinggal di sekitar pusat kota cenderung lekat dengan perkembangan dan pembangunan kota dibandingkan dengan orang-orang Betawi yang bermukim di pinggir kota. Orang Betawi yang berdomisili di pusat kota

(2)

dikenal dengan sebutan Betawi Kota (Shahab, 2004:6). Mereka adalah kelompok elit Betawi dan berpendidikan tinggi. Selain di pusat kota, ada kelompok Betawi yang berdomisili di antara kawasan pusat dan pinggir kota. Kelompok ini disebut sebagai orang Betawi Tengah. Mereka dikenal sebagai kelompok Betawi yang paling religius karena ajaran Islam sangat kuat tertanam dalam kehidupan sehari-hari. Banyak ulama Betawi yang berasal dari kelompok ini.

Adanya variasi etnis Betawi, seperti yang peneliti sebutkan di atas, kemudian memunculkan sejumlah variasi kebudayaan lokal. Variasi tersebut antara lain berupa kesenian, dialek, bahasa, upacara lingkar hidup, dan sebagainya. Meskipun terdapat variasi lokal dalam etnis Betawi, akan tetapi terdapat pula kesamaan yang melandasi tiap-tiap kebudayaan Betawi. Kesamaan yang melandasinya adalah agama, yaitu Islam. Agama Islam dengan segala sistem keyakinan, nilai-nilai, dan kaidah-kaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi (Saputra, Ardan, Sjafi’ie, 2000:5).

Pernikahan merupakan salah satu upacara lingkar hidup manusia yang sifatnya sakral. Pernikahan menurut ajaran Islam juga merupakan suatu ibadah yang dianjurkan, khususnya untuk mencegah manusia dari perbuatan zinah. Dalam upacara pernikahan orang Betawi, terdapat satu tradisi yang dikenal dengan istilah Buka Palang Pintu.1 Pada zaman dahulu, Buka Palang Pintu merupakan sebuah tradisi yang maknanya lebih pada proses menguji ilmu pengantin laki-laki. Tujuan dari tradisi ini ialah untuk menguji seberapa tinggi ilmu silat dan ilmu agama Islam yang dikuasai si pengantin laki-laki.

Sebelum tahun 1970-an, tradisi Buka Palang Pintu dilaksanakan pada saat acara resepsi yang dilaksanakan di rumah orang tua pengantin perempuan, tepatnya satu minggu setelah akad nikah. Sebagaimana informasi dari informan peneliti, bahwasanya orang Betawi zaman dahulu tidak melaksanakan akad nikah dan resepsi pada hari yang sama.2 Prosesi Buka Palang Pintu dimulai ketika pengantin laki-laki

                                                                                                               

1  Istilah Buka Palang Pintu (selanjutnya akan ditulis tegak) diadopsi dari benda berupa balok kayu yang dipasang melintang pada pintu rumah orang Betawi zaman dahulu. Palang Pintu digunakan sebagai palang atau pengaman ganda agar orang luar tidak dapat masuk tanpa seizin si pemilik rumah (lihat gambar di halaman 21). Istilah tersebut dijadikan sebagai kiasan pada salah satu tradisi Betawi, yaitu tradisi Buka Palang Pintu.

2  Informasi tersebut diperoleh ketika peneliti mewawancarai Bapak H. Irwan di rumahnya yang terletak

di Karet Tengsin, Setiabudi, Jakarta Selatan. Beliau berusia 81 tahun, orang asli Betawi Setiabudi, pengurus sekaligus anggota Badan Pendiri LKB yang sampai saat ini masih aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan kebetawian. Semasa aktif di LKB, beliau adalah salah satu tokoh pemrakarsa rekacipta tradisi yang marak dilakukan pada tahun 1980-an.

(3)

dan para kerabatnya mendatangi rumah pengantin perempuan dengan iringan rebana ketimpring. Ketika sampai di depan rumah pengantin perempuan, rombongan pengantin laki-laki dihadang oleh beberapa jawara dari pengantin perempuan. Ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh jawara pengantin laki-laki sebelum dia diizinkan masuk. Syarat pertama, jawara pengantin laki-laki diminta untuk menjatuhkan ‘palang pintu’ dengan cara mengalahkan jawara pengantin perempuan dalam pertarungan silat. Syarat kedua, jawara pengantin laki-laki diminta untuk melantunkan sike3. Jika kedua syarat tersebut berhasil dipenuhi, maka pengantin laki-laki dipersilahkan masuk untuk bertemu pengantin perempuan yang sudah menunggunya di kursi pelaminan.

Kegiatan “Pralokakarya Pelestarian Kebudayaan Betawi” yang diadakan pada tahun 1976 merupakan titik balik kebetawian di Jakarta (Shahab, 2004:22). Pembentukan Lembaga Kebudayaan Betawi (selanjutnya disebut LKB) merupakan salah satu hasil dari pralokakarya tersebut. LKB menjadi lembaga yang berupaya mengangkat tradisi Betawi agar lebih nyata eksistensinya. Dengan melihat perubahan zaman dan situasi kota Jakarta, kemudian muncul rekacipta tradisi Betawi yang dilakukan baik oleh perorangan, organisasi, maupun pemerintah (Shahab, 2004:24). LKB bekerjasama dengan sanggar-sanggar Betawi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (selanjutnya disebut Pemprov DKI) melalui Dinas Kebudayaan dalam merekacipta tradisi Betawi. Tradisi Buka Palang Pintu merupakan salah satu tradisi yang direkacipta. Bentuk tradisi tidak banyak berubah, namun pemain silatnya bukan lagi jawara kampung, melainkan para seniman Palang Pintu dari sanggar-sanggar Betawi.

Rekacipta tradisi merupakan proses yang di dalamnya terdapat usaha untuk menciptakan kembali sebuah tradisi. Hal ini sejalan dengan Shahab (2004: 130) bahwa rekacipta tradisi dapat dimaknai sebagai strategi adaptasi menghadapi modern dan nation, sebagai strategi keragaman menghadapi keseragaman. Rekacipta tradisi Buka Palang Pintu diprakarsai oleh sejumlah pihak yang mendorong penciptaan kembali tradisi Betawi. Tujuan dari rekacipta tersebut adalah melestarikan tradisi Betawi dengan menyesuaikannya pada situasi dan kondisi kota Jakarta. Akan tetapi rekacipta yang kuat seringkali mengarah pada tujuan lain selain tujuan budaya, yaitu komodifikasi tradisi. Di satu sisi, komodifikasi memiliki tujuan dalam upaya pelestarian tradisi. Di sisi lain, komodifikasi juga memiliki kepentingan tertentu. Hal                                                                                                                

3Sike (selanjutnya akan ditulis tegak) merupakan nada dalam ilmu tilawatil Qur’an yang biasa dipakai ketika melantunkan sholawat pada acara pernikahan, tepatnya saat sedang mengarak pengantin.

(4)

itu dapat dilihat dari adanya perubahan pada tradisi Buka Palang Pintu, seperti perubahan bentuk, makna, fungsi, pelakon, waktu pelaksanaan, dan ragam seni Betawi. Maksud komoditas dalam hal ini dapat dilihat dari adanya nilai ekonomi, kepentingan, dan relasi ekonomi pada acara-acara yang melibatkan tradisi Buka Palang Pintu, seperti acara pernikahan, festival budaya Betawi, dan acara maulid. Adanya legitimasi dan relasi ekonomi antara Pemprov DKI Jakarta, LKB, dan sanggar Betawi membuat tradisi Buka Palang Pintu tidak hanya menonjolkan sisi tradisional, tetapi juga menonjolkan sisi pertunjukan dan hiburan sehingga menghasilkan sesuatu yang berupa keuntungan dari sisi ekonomi.

Penjabaran di atas kemudian memunculkan pertanyaan-pertanyaan penelitian: • Bagaimana perubahan kemasan dan fungsi tradisi Buka Palang Pintu dari

tradisi upacara menjadi komoditas?

• Bagaimana peran dan relasi ekonomi antara Pemprov DKI Jakarta, LKB, dan sanggar Betawi dalam memberikan otoritas terhadap rekacipta tradisi Buka Palang Pintu?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian ini didapat dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Peneliti melakukan observasi di sebuah sanggar spesialis Buka Palang Pintu yang bernama “Sanggar Si Pitung” yang berlokasi di Rawa Belong. Observasi yang peneliti lakukan antara lain dengan menyaksikan anggota sanggar tampil di acara-acara yang melibatkan tradisi Buka Palang Pintu, seperti di acara festival Betawi dan acara pernikahan, baik pernikahan di rumah maupun di gedung. Acara festival Betawi yang peneliti kunjungi antara lain Festival Palang Pintu Kemang, Festival Pasar Kembang Rawa Belong, dan Festival Jalan Jaksa. Peneliti juga beberapa kali mengunjungi sanggar untuk melihat mereka latihan pencak silat. Peneliti juga menggali informasi dari mewawancara para informan yang berjumlah delapan orang, terdiri dari empat seniman Palang Pintu dan empat praktisi Betawi dari LKB. Berasarkan teknik purposive sampling yang peneliti gunakan, untuk seniman Palang Pintu peneliti memilih Bang Bachtiar selaku ketua sanggar dan Bang Agus selaku koordinator pencak silat sebagai informan kunci peneliti. Kedua orang itu peneliti tetapkan berdasarkan kriteria, yaitu informan yang merupakan pendiri sanggar dan tentunya aktif terlibat dalam kegiatan sanggar. Sementara itu, untuk anggota LKB peneliti menetapkan empat informan yang terdiri dari Bapak H. Tatang Hidayat selaku ketua umum LKB, Bang Yahya Andi Saputra sebagai aktivis Betawi sekaligus

(5)

selaku wakil ketua LKB, Bang Rudy selaku anggota Departemen Pelestarian, dan Bapak H. Irwan Syafi’ie selaku tokoh Betawi dan anggota badan pendiri LKB. Secara keseluruhan, observasi dan wawancara di kedua tempat tersebut dilakukan dari April 2012 sampai Februari 2013.

Tradisi Buka Palang Pintu

Buka Palang Pintu merupakan sebuah tradisi asli Betawi yang sering dijumpai di acara pernikahan. Secara terminologi, Palang Pintu berasal dari dua kata, yaitu ‘palang’ dan ‘pintu’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), ‘palang’ memiliki arti kayu atau balok yang dipasang melintang pada pintu atau jalan; sedangkan ‘pintu’ memiliki arti lubang atau papan untuk berjalan masuk dan keluar. Terminologi itu sesungguhnya diadopsi dari balok kayu yang dipasang melintang pada pintu rumah orang Betawi zaman dahulu. Hal tersebut kemudian dijadikan sebagai kiasan atau perumpamaan pada istilah Buka Palang Pintu yang merupakan salah satu tradisi Betawi.

Dalam tradisi Buka Palang Pintu, palang pintu yang dimaksud merupakan sebuah persyaratan untuk pengantin laki-laki sebelum dia menemui pengantin perempuan. Persyaratan itu diajukan oleh keluarga pengantin perempuan ketika si pengantin laki-laki dan kerabatnya sudah sampai di depan rumahnya. Jika si pengantin laki-laki ingin masuk, maka dia harus memenuhi persyaratan yang diajukan.

“Dinamain Palang Pintu karena sifatnye menghalangi, artinye menghalangi niat orang. Biar tu orang nggak sembarangan asal masuk ke rumah orang,

istilahnye kan gitu. Gimane caranye biar die nggak asal nyelonong? Nah dihalangin sama yang namanye palang. Gimane caranye die lewat kalo

pintunye ada palang? Pasti kan kudu dibuka, yang bisa buka ye si yang punya rumah. Makanye itu si tamu kudu menuhin ape yang diminta si tuan rumah, biar ntar dibolehin masuk. Gitu deh istilahnye.” (Wawancara dengan Bang Agus, seniman Palang Pintu dan koordinator silat cingkrik Sanggar Si Pitung). Prosesi Buka Palang Pintu diawali dengan kedatangan rombongan pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Kedatangannya itu disambut baik oleh keluarga si perempuan. Sebelum rombongan pengantin laki-laki datang, keluarga pengantin perempuan sudah menyiapkan jawara yang akan menguji dan menantang jawara pihak pengantin laki-laki untuk bertarung silat dan membaca sike, yang mana dua hal tersebut merupakan syarat utama dalam sebuh ritual Buka Palang Pintu.

(6)

Jawara dalam Tradisi Buka Palang Pintu

Dahulu di tanah Betawi ada banyak jawara yang menguasai tiap-tiap kampung. Jawara merupakan orang yang disegani, gagah perkasa, dan menguasai ilmu silat. Oleh karena itu, jawara juga sering disebut sebagai ‘macan kampung’. Jawara berperan sebagai wakil dari pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Baik pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan, keduanya melibatkan para jawara dari kampung mereka masing-masing. Pencak silat dan sike menjadi pemicu utama pertarungan jawara kedua belah pihak. Jawara pengantin perempuan meminta jawara pengantin lak-laki menerima tantangannya dalam dua persyaratan. Syarat pertama yang harus dilalui oleh jawara pengantin laki-laki adalah dia harus mengalahkan jawara pengantin perempuan melalui pertarungan silat. Syarat kedua yang harus dilalui jawara pengantin laki-laki adalah dia harus mampu melantunkan lagu sike. Syarat ini berlaku apabila syarat utama yang berupa pertarungan silat berhasil dimenangkan oleh jawara pengantin laki-laki. Dalam ujian ini, jawara pengantin laki-laki harus khusyuk. Lagu yang dilantunkan harus terdengar merdu dan kalimatnya juga harus benar. Jika jawara pengantin laki-laki tidak mampu melantunkan lagu sike sesuai dengan ketentuan, maka dia dianggap gagal dan rombongan pengantin laki-laki tidak diizinkan masuk ke rumah pengantin perempuan. Sebaliknya, jika jawara pengantin laki-laki dapat melalui tantangan tersebut, itu berarti kedua syarat yang diajukan oleh pihak pengantin perempuan sudah mereka penuhi. Dengan demikian, pengantin laki-laki dan rombongannya dipersilahkan masuk ke rumah pengantin perempuan.

Keterlibatan para jawara mampu menghidupkan suasana dan menarik perhatian orang-orang di sekitarnya dengan memperagakan gerakan dan jurus silat yang mereka kuasai. Ketika sedang bertarung, jawara pengantin perempuan pasti dikalahkan oleh jawara pengantin laki-laki. Hal ini sengaja dilakukan agar ritual segera usai dan pengantin laki-laki dapat bertemu dengan pengantin perempuan.

Makna Buka Palang Pintu dalam Pernikahan

Tradisi Buka Palang Pintu memiliki makna yang terkait dengan status dan posisi perempuan Betawi yang dianggap berharga dalam keluarga. Mereka berpedoman bahwa sebagai calon ibu yang akan melahirkan anak-anak soleh dan solehah, seorang perempuan Betawi wajib mendapatkan pendamping hidup yang dapat menjadi imam baginya, baik imam untuk bekal dunia maupun akhirat.

(7)

Pendamping hidup yang dimaksud harus sesuai dengan kriteria ideal laki-laki Betawi yang pantas djadikan suami, yaitu pandai mengaji dan menguasai ilmu silat. Seorang laki-laki yang pandai mengaji merupakan tanda kesolehan laki-laki yang merefleksikan bahwa dia menguasai ilmu agama yang berguna untuk bekal di akhirat kelak; sedangkan ilmu silat identik dengan keperkasaan yang merefleksikan bahwa dia adalah laki-laki yang mampu dan siap lahir batin menjaga dan melindungi istri dan anak-anaknya. Pandangan itulah yang kemudian menjadikan orang tua Betawi zaman dahulu dikenal sangat teliti dalam menentukan calon suami untuk anak perempuannya. Dia harus mencerminkan seorang pemuda Betawi yang taat pada ajaran Islam dan memiliki kemampuan beladiri.

Ragam Seni Betawi dalam Tradisi Buka Palang Pintu

Pantun

Pantun dalam tradisi Buka Palang Pintu menjadi pengantar dialog yang digunakan untuk menghidupkan dan merilekskan suasana. Dengan adanya pantun sebagai pengantar dialog, maka tradisi Buka Palang Pintu sering juga disebut dengan tradisi nyapun, yaitu silaturahmi kedua belah pihak dengan menggunakan pantun sebagai pengantar berkomunikasi.4 Terlebih lagi pantun Betawi mengandung banyak humor. Menurut Bang Yahya, dalam tradisi Buka Palang Pintu pantun memiliki dua fungsi, yaitu fungsi estetika komunikasi dan fungsi hiburan.

Pencak Silat

Pencak silat menjadi komponen penting dalam tradisi Buka Palang Pintu. Sebagaimana yang telah dibahas oleh peneliti, pencak silat menjadi syarat pertama yang diajukan pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki. Pencak silat dalam tradisi Buka Palang Pintu melambangkan keperkasaan yang berarti bahwa laki-laki Betawi harus kuat, gagah, dan secara lahir batin siap melindungi istri, anak, dan keluarganya.

Sike

Sike berasal dari kata berbahasa Arab ‘sikkah’. Sike merupakan nada dalam ilmu tilawatil Qur’an yang di dalamnya ada bacaan sholawat yang dilantunkan.5 Dalam tradisi Buka Palang Pintu, lantunan sike yang dibacakan menjadi simbol                                                                                                                

4 Istilah nyapun dikemukakan oleh Bang Yahya Andi Saputra, saat peneliti mewawancarainya di kantor LKB.

5 Hasil catatan lapangan ketika peneliti mewawancarai Bang Rifki, seorang pembaca sike di Sanggar Si Pitung, 29 September 2012.

(8)

seorang laki-laki muslim yang taat pada ajaran Islam. Sike biasa dilantunkan oleh seorang tukang sike yang berperan sebagai wakil dari pengantin laki-laki. Sike dibaca dengan cara dilagukan, seperti ayat-ayat yang dibacakan qori’ dalam Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Dalam tradisi Buka Palang Pintu, sikkah dipilih karena notasi nadanya lembut dan paling mendayu-dayu.

Rebana Ketimpring

Rebana ketimpring digunakan saat acara pernikahan, tepatnya dalam tradisi Buka Palang Pintu yang berfungsi untuk mengarak pengantin laki-laki yang sedang menuju rumah pengantin perempuan. Dalam iring-iringan tersebut, pemain rebana ngarak berada di depan pengantin laki-laki beserta sanak keluarganya. Hal ini sebagai tanda bahwa ada rombongan pengantin laki-laki yang sedang menuju rumah pengantin perempuan.

Ondel-ondel

Ondel-ondel adalah boneka khas Betawi yang ukurannya besar, berbentuk manusia, dan terbuat dari bambu. Orang Betawi Kota dan Betawi yang awalnya sempat menolak, kini telah mengakui ondel-ondel termasuk salah satu ragam seni Betawi. Seiring dengan perkembangannya, ondel-ondel semata-mata digunakan untuk hiburan atau sekedar meramaikan suasana. Ondel-ondel hanya sebagai lambang sepasang pengantin Betawi. Banyak acara kebetawian yang menggunakan ondel-ondel sebagai penyemarak acara, salah satunya adalah tradisi Buka Palang Pintu. Karena melambangkan sepasang pengantin, ondel-ondel pun juga dihias selayaknya pengantin, seperti dipakaikan busana kebaya Betawi dan kain yang diselempangkan.

Kembang Kelape

Kembang kelape atau orang Betawi biasa menyebutnya manggar kelape, merupakan benda yang bentuknya menyerupai kembang kelapa. Daun-daunannya terbuat dari kertas kraft atau bisa juga dari kertas minyak. Kembang kelape dibawa oleh iringan pengantin laki-laki, biasanya terdapat dua buah atau sepasang. Makna kembang kelape dalam tradisi Buka Palang Pintu mengacu pada pohon kelapa yang mana kesemua bagiannya memiliki kegunaan. Itu artinya kelapa adalah tanaman yang penuh dengan keberkahan. Dengan membawa kembang kelape, pasangan pengantin diibaratkan seperti pohon kelapa yang rumah tangganya diharapkan penuh dengan keberkahan.

(9)

Musik Marawis

Musik Marawis lekat dengan nuansa Timur Tengah karena biasa digunakan untuk mengiringi lagu bernuansa Islami. Pemain musik marawis terdiri dari 10 orang dan sering juga ditampilkan pada acara hajatan, seperti sunatan dan pesta pernikahan. Musik marawis dalam tradisi Buka Palang Pintu sering digunakan sebagai pengganti rebana ketimpring, yaitu sebagai pengiring dan penyemarak arak-arakan pengantin.

Tradisi Buka Palang Pintu Sebagai Recreated Tradition

Shahab (2004:24) mengkategorikan rekacipta tradisi atas tiga kelompok besar, yaitu revived tradition, recreated tradition, dan invented tradition. Pertama, revived tradition adalah tradisi yang dihidupkan kembali tanpa mengubah bentuk dan fungsi aslinya. Kedua, recreated tradition merupakan tradisi lama yang dihidupkan kembali dengan mengkreasikan tradisi tersebut, sehingga memunculkan fungsi baru yang sesuai dengan tuntutan waktu dan keadaan. Ketiga, invented tradition sebagai tradisi baru yang dibentuk dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu, namun tradisi tersebut tidak bersumber dari tradisi asli karena memang tidak pernah dikenal oleh masyarakat.

Berdasarkan pengelompokkan yang dikemukakan oleh Shahab, rekacipta tradisi Buka Palang Pintu dapat dikategorikan sebagai recreated tradition. Hal itu didasari oleh keberadaan tradisi Buka Palang Pintu sebagai tradisi yang sudah lama dilaksanakan dalam acara pernikahan orang Betawi. Kemasan tradisi Buka Palang Pintu juga mengalami perbedaan. Jika pada masa lampau tradisi dikemas lebih menonjolkan unsur religi, maka kini lebih menonjolkan unsur hiburan dengan mengkreasikan sejumlah ragam seni Betawi. Ada beberapa ragam seni yang baru digunakan sebagai komponen tradisi Buka Palang Pintu, seperti ondel-ondel, musik marawis, dan kembang kelape. Selain itu, porsi pantun juga ditambahkan dalam setiap dialognya. Penambahan ragam seni ini membuat tradisi Buka Palang Pintu menjadi semarak dan lebih menarik perhatian orang, sehingga pengkreasian tradisi atau

recreated tradition dianggap berhasil karena memunculkan fungsi baru sebagai penyemarak acara.

Hobsbawm (1989) menjelaskan bahwa rekacipta tradisi sesungguhnya bukan hanya sekedar penciptaan kembali tradisi, melainkan juga terdapat nilai dan norma yang berkesinambungan dengan tradisi masa lampau. Tradisi Buka Palang Pintu sebagai recreated tradition memiliki beberapa perbedaan dari segi kemasan, jenis

(10)

acara, fungsi, dan pelakonnya. Meski terdapat beberapa perbedaan dari segikemasan,

namun ada nilai dan norma yang masih berkesinambungan dengan tradisi masa lampau. Sike sebagai salah satu komponen utama masih memelihara nilai religiusitas yang termasuk dalam norma agama. Begitu pula dengan pencak silat sebagai nilai tanggung jawab laki-laki Betawi untuk melindungi istri dan keluarganya. Nilai tanggung jawab yang terkandung pada pencak silat termasuk dalam norma kesopanan. Dua hal inilah yang masih terkait dan berkesinambungan dengan tradisi masa lampau.

Komodifikasi Tradisi Upacara Menjadi Komoditas

Tradisi yang direkacipta terkadang tidak hanya berhasil mencapai tujuan budaya sebagai upaya pelestarian tradisi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Shahab (2004:130):

“Rekacipta tradisi seringkali tidak hanya berhasil mencapai tujuan yang ditargetkan, tetapi terkadang proses ini membawa kepada dampak sampingan yang bahkan lebih bertahan dan mewarnai peran dari hasil rekacipta”.

Tradisi yang direkacipta terkadang tidak hanya berhasil mencapai tujuan budaya sebagai upaya pelestarian tradisi. Eksistensi sebuah tradisi akan lebih kuat apabila tradisi tersebut dapat mencapai tujuan lain yang membawanya lebih bertahan. Dalam hal ini, rekacipta tradisi Buka Palang Pintu ternyata mampu menghadirkan tujuan lain di luar tujuan budaya. Ketika tujuan budaya berhasil dicapai, ada ‘peluang’ dalam tradisi Buka Palang Pintu yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas, dalam artian tidak sekedar untuk pelestarian budaya. Peluang yang ada dalam tradisi Buka Palang Pintu muncul karena tradisi tersebut memiliki nilai, salah satunya adalah nilai ekonomi. Nilai ekonomi melekat pada sebuah objek yang bernilai ekonomi. Dalam hal ini, tradisi Buka Palang Pintu dapat dikatakan sebagai objek bernilai ekonomi yang disebut dengan komoditas, sebagaimana yang didefinisikan Appadurai (1986:3) “…as objects of economic value”. Sebagai komoditas, tradisi Buka Palang Pintu juga berpotensi untuk mencapai tujuan ekonomi yang merupakan salah satu dampak sampingan dari hasil rekacipta. Tujuan ekonomi ini mendorong maraknya komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu yang kini sering dilaksanakan pada dua jenis acara, yaitu acara pernikahan dan acara di luar pernikahan.

(11)

Komodifikasi Buka Palang Pintu Dalam Acara Pernikahan

Penjabaran mengenai komodifikasi tradisi Buka Palang peneliti tuangkan ke dalam tabel 4.1 yang memuat perbedaan-perbedaan sebagai tradisi upacara dan sebagai tradisi komoditas.

Tabel 4.1

Perbedaan Tradisi Buka Palang Pintu sebagai Tradisi Upacara dan Tradisi Komoditas dalam Acara Pernikahan

No. Tradisi Upacara

(sebelum lokakarya)

Tradisi Komoditas (setelah lokakarya) 1. Waktu

Pelaksanaan

Pada hari resepsi pernikahan yang dilaksanakan satu minggu setelah hari akad nikah.

Pada hari akad nikah yang dilaksanakan bersamaan dengan acara resepsi. Pelaksanaannya dilakukan sebelum akad nikah atau setelah akad nikah yang langsung dilanjutkan ke acara resepsi.

2. Pelakon Jawara di kampung

pengantin masing-masing. • Jawara tidak menjual jasa

dan tidak menawarkan harga.

• Para seniman Palang Pintu yang umumnya adalah para anggota sanggar.

• Seniman Palang Pintu menjual jasa dan menawarkan harga. 3. Kemasan Unsur religi Islam lebih

ditonjolkan. Selain sike, ada lantunan sholawat dustur dan suara adzan.

Unsur hiburan lebih ditonjolkan. Porsi pantun diperbanyak dalam dialog dan diselingi dengan gurauan yang diimprovisasi sendiri oleh para seniman Palang Pintu.

(12)

4. Ragam Seni - Pencak silat - Sike - Pantun - Rebana Ketimpring - Pencak Silat - Sike - Pantun - Rebana Ketimpring - Musik Marawis - Ondel-Ondel - Kembang Kelape 5 5.

Fungsi Penyambutan - Penyambutan

- Penyemarak (Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Devi Roswita, 2012)

Komodifikasi Buka Palang Pintu Di Luar Acara Pernikahan

Penjabaran mengenai komodifikasi tradisi Buka Palang peneliti tuangkan ke dalam tabel 4.2 yang memuat perbedaan-perbedaan sebagai tradisi upacara dan sebagai tradisi komoditas

Tabel 4.2

Perbedaan Tradisi Buka Palang Pintu sebagai Tradisi Upacara dan Tradisi Komoditas di Luar Acara Pernikahan

No. Tradisi Upacara

(sebelum lokakarya)

Tradisi Komoditas (setelah lokakarya) 1. Jenis Acara Resepsi Pernikahan. • Festival Buka Palang

Pintu:

- Festival Buka Palang Pintu Kemang

- Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”

• Maulid

2. Pelakon • Jawara di kampung pengantin masing-masing. • Jawara tidak menjual jasa

dan tidak menawarkan

• Seniman Palang Pintu yang merupakan para anggota sanggar.

(13)

harga. menjual jasa dan menawarkan harga. 3. Kemasan Unsur religi Islam lebih

ditonjolkan. Selain sike, ada lantunan sholawat dustur dan suara adzan.

Unsur hiburan lebih ditonjolkan. Porsi pantun diperbanyak dalam dialog dan diselingi dengan gurauan yang diimprovisasi sendiri oleh para seniman Palang Pintu. Aliran pencak silat yang ditampilkan juga beragam, seperti aliran silat cingkrik dan beksi yang dijadikan satu tampilan.

4. Ragam Seni - Pencak silat - Sike - Pantun - Rebana Ketimpring - Pencak Silat - Sike - Pantun - Rebana Ketimpring - Musik Marawis - Ondel-Ondel - Kembang Kelape 5

5. Fungsi Penyambutan - Penyambutan

- Penyemarak - Kompetisi Tradisi (Sumber: Hasil Penelitian Lapangan Devi Roswita, 2012)

Keterkaitan Peran dan Relasi Ekonomi Antara Pemprov DKI Jakarta, LKB dan Sanggar Betawi dalam Komodifikasi Tradisi Buka Palang Pintu.

Peran dan Relasi Ekonomi dalam Lingkup Internal

Pemprov DKI, LKB, dan sanggar Betawi memiliki peran vital dalam komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu. Tanpa peran mereka, tradisi Buka Palang

(14)

Pintu tidak akan menjadi sebuah produk budaya yang dikenal dan dinikmati oleh masyarakat luas. Dalam lingkup internal, keterkaitan peran ketiganya dapat dilihat dari bagaimana mereka ‘membentuk’ tradisi Buka Palang Pintu sampai pada akhirnya menjadi sebuah tradisi komoditas.

Komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu bukan sesuatu yang dapat dilakukan tanpa modal. Seniman-seniman Palang Pintu sebagai pelaku seni memerlukan pembinaan dan pemberdayaan dari LKB dan Pemprov DKI secara intensif dan profesional. Setiap tahun LKB diberikan dana subsidi oleh Pemprov DKI yang sifatnya berkala. Dana subsidi yang diberikan itu digunakan untuk biaya operasional kantor, kegiatan seminar, dan lokakarya. Dana subsidi itu tidak dinikmati sendiri untuk operasional LKB, tetapi disalurkan juga kepada sanggar-sanggar Betawi binaan LKB, yaitu sanggar yang terdaftar di LKB. Penyalurannya dilakukan dalam suatu pertemuan seperti rapat kerja yang dihadiri oleh perwakilan tiap-tiap sanggar dan juga pihak Dinas Kebudayaan. Pertemuan itu diselenggarakan untuk membahas pembagian anggaran yang diperoleh dari subsidi Pemprov DKI. Pembagiannya sama rata untuk tiap-tiap sanggar dan digunakan untuk operasional kegiatan-kegiatan di sanggar masing-masing. Akan tetapi, seringkali subsidi yang diberikan tidak dapat menutup semua kebutuhan sanggar, karena LKB tidak hanya menyalurkan dana subsidi kepada sanggar-sanggar Betawi di Jakarta, tetapi juga kepada sanggar-sanggar Betawi di luar Jakarta.

Peran dan Relasi Ekonomi dalam Lingkup Eksternal

Relasi ekonomi dalam lingkup eksternal dapat dilihat dari peran Pemprov DKI, LKB, dan sanggar Betawi dalam penyelenggaraan acara-acara yang terkait dengan pengembangan dan pemasaran tradisi. Dalam lingkup eksternal, relasi ekonomi yang mereka ciptakan bertujuan mampu menarik massa dan peminat yang lebih banyak, karena hal itu merupakan destinasi suatu komodifikasi tradisi. Acara yang menunjukkan relasi ekonomi mereka dalam lingkup eksternal adalah festival-festival kebetawian. Festival seni budaya Betawi yang tergolong sangat meriah dan melibatkan tradisi Buka Palang Pintu sebagai kesenian utama ialah Festival Palang Pintu Kemang dan Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”.

(15)

Kesimpulan

Perubahan dan perkembangan zaman seringkali menjadi ‘ancaman’ bagi eksistensi tradisi. Nuansa tradisional sangat lekat pada sebuah tradisi. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal itu dapat berbenturan dengan modernisasi yang semakin marak, khususnya di Jakarta sebagai kota metropolitan. Kaum pendatang pun semakin banyak yang bermukim di Jakarta. Hal itu menandakan bahwa penghuni kota Jakarta bukan hanya orang Betawi. Lingkungan sosial juga turut mempengaruhi eksistensi tradisi dimana tradisi akan lebih bertahan apabila didukung dan diminati oleh masyarakat luas, baik orang Betawi maupun non-Betawi.

Perubahan zaman membuat orang Betawi sebagai pemilik kebudayaan sadar bahwa tak mudah mempertahankan eksistensi tradisi tanpa modifikasi di tengah derasnya arus modernisasi. Hal inilah yang mendasari adanya rekacipta sejumlah tradisi Betawi dengan tujuan pelestarian tradisi, salah satunya adalah tradisi Buka Palang Pintu yang nyatanya sampai saat ini tetap mampu menunjukkan eksistensinya melalui acara pernikahan dan festival kebetawian. Festival Palang Pintu Kemang menjadi salah satu festival Betawi yang setiap tahunnya berhasil menarik minat masyarakat Kota Jakarta dan menjadikan tradisi Buka Palang Pintu sebagai kesenian utama yang ditampilkan, mulai dari sesi pembukaan, sesi perlombaan, sampai sesi penutupan. Hal ini membuktikan bahwa meskipun modernisasi kian menggempur Kota Jakarta, namun keberadaan tradisi Buka Palang Pintu sebagai tradisi asli Betawi tidaklah punah.

Rekacipta tradisi tak lepas dari peran agen-agen rekacipta yang mengkreasikan sejumlah unsur tradisi dengan menyesuaikannya pada tuntutan zaman. Pemprov DKI, Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), dan sanggar Betawi sebagai agen rekacipta, memiliki tujuan yang sama yaitu melestarikan tradisi dan memperkokoh eksistensinya di tengah himpitan modernitas Jakarta. Akan tetapi, rekacipta yang kuat seringkali mengarah pada tujuan lain selain tujuan budaya. Begitu pula pada rekacipta tradisi Buka Palang Pintu yang kini tidak hanya mampu mencapai tujuan budaya, tetapi juga tujuan ekonomi yang memberikan peluang penciptaan sebuah komodifikasi tradisi. Pemprov DKI sebagai institusi pemerintah sekaligus pemilik modal, LKB sebagai mitra Pemprov DKI sekaligus wadah penghimpun sanggar, dan Sanggar Si Pitung sebagai contoh sanggar spesialis Buka Palang Pintu yang menghimpun para pekerja seni, ketiganya saling berkorelasi dalam rangka mengkreasikan kemasan tradisi Buka Palang Pintu. Kini kita dapat melihat bahwa pelaksanaan tradisi tersebut tidak sekedar

(16)

tradisi upacara yang dilaksanakan pada acara pernikahan, tetapi sebagai komoditas yang juga ditampilkan pada festival-festival kebetawian, seperti Festival Palang Pintu Kemang dan Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”.

Komodifikasi tradisi yang dilakukan oleh para agen rekacipta telah menghasilkan sebuah komoditas yang lekat dengan aspek ekonomi, seperti nilai jual dan keuntungan-keuntungan finansial. Dalam hal ini, perspektif komoditas mengacu pada benda-benda berharga yang dihidupkan kembali dan berorientasi pada budaya material (Appadurai 1986). Ada relasi ekonomi yang mereka ciptakan dalam komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu, baik dalam ruang lingkup internal maupun eksternal. Hal ini dapat dianalisis bahwa secara internal, relasi ekonomi dilihat dari bagaimana para agen rekacipta membentuk tradisi dengan berbagai pemberdayaan; sedangkan secara eksternal, relasi ekonomi dilihat dari bagaimana para agen rekacipta menyelenggarakan acara-acara yang terkait dengan pengembangan dan pemasaran tradisi. Pelaksanaan tradisi tidak lagi secara cuma-cuma, dalam artian peran seniman-seniman Palang Pintu bukan hanya sebagai pelaku seni, melainkan juga sebagai pekerja seni. Mereka menerima bayaran dari pekerjaan mereka sebagai produsen jasa. Komodifikasi memang cukup riskan bagi sebuah tradisi. Di satu sisi, pelestarian tradisi Buka Palang Pintu dengan nuansa tradisional penting dikembangkan sebagai warisan budaya. Di sisi lain, komodifikasi juga merupakan bagian dari pelestarian tradisi, namun dapat dikatakan lekat dengan aspek-aspek ekonomi yang menjadikan tradisi sebagai komoditas. Keuntungan finansial menjadi tujuan lain dari sebuah pertunjukkan tradisi Buka Palang Pintu. Sisi hiburan kini lebih ditonjolkan demi menarik selera ‘pasar’, seperti porsi pantun yang ditambahkan dalam dialog. Modifikasi ini sengaja dilakukan demi menarik penonton agar prosesi terkesan lebih semarak dengan banyaknya pemain yang ikut berpantun.

Dari penelitian ini, peneliti melihat bahwa fenomena komodifikasi tradisi Buka Palang Pintu memperlihatkan suatu perubahan tradisi yang awalnya murni sebagai tradisi upacara kini bertransformasi sebagai komoditas. Adanya perubahan kemasan dan fungsi tradisi Buka Palang Pintu adalah hal yang tak dapat dipungkiri. Akan tetapi, makna tradisi tidaklah berubah, karena tetap melambangkan kesiapan laki-laki Betawi secara lahir batin untuk membina sebuah rumah tangga sesuai ajaran Islam. Jika pada awalnya tradisi ini hanya dilaksanakan pada acara resepsi pernikahan, maka hal itu tidak demikian pada masa kini yang juga menampilkannya pada festival-festival yang sifatnya hiburan, seperti Festival Palang Pintu Kemang dan

(17)

Festival Kibar Budaya “Cinte Betawi”. Penyelenggaraan kedua festival tersebut tak lepas dari peran dan relasi ekonomi yang membuktikan bahwa tradisi Buka Palang Pintu sebagai produk rekacipta terus berekspansi menjangkau masyarakat yang lebih luas. Pengkreasian beberapa ragam seni Betawi menjadikan tradisi tersebut semakin meriah sehingga mampu menarik perhatian banyak orang, bukan hanya orang Betawi sebagai pemilik kebudayaan, melainkan juga orang beretnis non-Betawi.

Referensi

Appadurai, Arjun.

1986 The Social Life of Things: Commodities in Cultural Perspective.

Cambridge: Cambridge University Press. Barth, Fredrik

1988 Kelompok Etnik dan Batasannya: penerjemah Nining I. Soesilo. Jakarta: UI-Press.

Batawi, Zahrudin Al.

2011 999 Pantun Betawi. Jakara: Nur Fiqi. Black, James A; Dean J. Champion

1999 Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Budiman, Drs.

2000 Folklor Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Comaroff, John L. dan Jean Comaroff

2009 Ethnicity Inc. Chicago: University of Chicago Press. Creswell, John W.

2003 Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: Sage Publication.

Geertz, Clifford.

1983 Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.

Hendrowinoto, Nirwanto; H.S Djurtatap; Susianna D. Soeratman; H. Anwar Tandjung.

1998 Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Hobsbawm, Eric dan Terrence Ranger.

1989 The Invention of Tradition. Cambridge: Cambridge University Press. Kebudayaan, Dinas.

(18)

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Muhadjir.

2000 Bahasa Betawi, Sejarah, dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nasution, Prof. Dr. S.

1996 Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara. Power, Dominic dan Allen J. Scott (ed.)

2004 Cultural Industries and The Production of Culture. New York: Routledge.

Ruchiat, H. Rahmat; Drs. Singgih Wibisono; Drs. H. Rachmat Syamsudin.

2000 Ikhtisar Kesenian Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Saidi, Ridwan.

1994 Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta. Jakarta: Lembaga Studi Informasi Pembangunan.

1997 Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya. Jakarta: Gunakarta.

2000 Warisan Budaya Betawi. Jakarta: Lembaga Studi Informasi Pembangunan bekerjasama dengan Pemda DKI Jakarta.

Saputra, Yahya Andi; M. Guntur; Rully.

2000 Pantun Betawi: Refleksi Dinamika Sosial Budaya dan Sejarah Masyarakat Betawi dalam Pantun. Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Saputra, Yahya Andi; S.M Ardan; H. Irwan Sjafi’ie.

2000 Siklus Betawi: Upacara dan Adat Istiadat. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.

Shahab, Alwi.

2001 Robin Hood Betawi. Jakarta: Republika. Shahab, Yasmine Zaki.

2004 Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi. Jakarta: Laboratorium Antropologi FISIP UI.

2004 ‘Seni sebagai Ekspresi Eksistensi Tantangan Kebijakan Multikulturalisme’, Antropologi Indonesia 28(75):6-12.

Shahab, Yasmine Zaki (ed.)

1997 Betawi dalam Perspektif Kontemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya. Jakarta: Lembaga Kebudayaan Betawi.

Shahab, Yasmine Zaki; Heriyanti; Agus Darmawan.

2000 Busana Betawi: Sejarah dan Prospek Pengembangan. Jakarta: Pemda DKI Jakarta Dinas Museum dan Pemugaran.

(19)

Statistik, Badan Pusat.

2010 Penduduk DKI Jakarta: Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Jakarta: Dharma Citra Putra.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.

2008 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Skripsi

Adityasari, Hanantiwi.

2002 Rekacipta dalam Dinamika: Produksi Motif Buketan dalam Sarung Batik Encim di Pekalongan. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.

Hidayat, Fahri

2009 Ente Jual Ane Beli: Pencak Silat Betawi sebagai Representasi Identitas dan Pergeserannya. Skripsi Sarjana tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.

Artikel Lain

Buka Palang Pintu. Diakses dari:

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1035/Buka-Palang-Pintu pada tanggal 20 November 2011.

DKI Gelar Kibar Budaya Cinte Betawi 2. Diakses dari:

http://travel.okezone.com/read/2011/06/14/407/468313/dki-gelar-kibar-budaya-cinte-betawi-2 pada tanggal 31 Oktober 2012.

Festival Palang Pintu di Kemang Laris Manis. Diakses dari:

http://travel.detik.com/read/2012/06/10/150848/1937394/1025/festival-palang-pintu-di-kemang-laris-manis pada tanggal 14 Juni 2012.

Gambar Bapak Fauzi Bowo Disambut dengan Prosesi Buka Palang Pintu pada Pembukaan Festival Palang Pintu Kemang 2011. Diakses dari:

http://www.inilah.com/read/detail/1572462/festival-palang-pintu-jalan-kemang-ditutup pada tanggal 14 Juni 2012.

Gambar Ondel-Ondel Gigi Taring. Diakses dari:

www.beritajakarta.com/2008/en/newsview.aspx?id=19728 pada tanggal 18 Oktober 2012.

Gambar Pementasan Buka Palang Pintu di Soka Univesity, Tokyo. Diakses dari: http://lembagakebudayaanbetawi.com/headline/rasa-persaudaraan-dalam-musik.html pada tanggal 27 November 2012.

(20)

Gambar Seperangkat Musik Marawis. Diakses dari:

http://sentra-rebana.com/daftar-harga-alat-musik-marawis-polos/ pada tanggal 6 Januari 2013.

Pitung dan Pantun. Diakses dari:

http://lembagakebudayaanbetawi.com/artikel/pitung-pantun.html pada tanggal 16 Desember 2012.

(21)

Gambar

Gambar  Bapak  Fauzi  Bowo  Disambut  dengan  Prosesi  Buka  Palang  Pintu  pada  Pembukaan Festival Palang Pintu Kemang 2011
Gambar Seperangkat Musik Marawis. Diakses dari:

Referensi

Dokumen terkait

Denotasi pada lambang ClubPopeye X-treme adalah club freestyle wajah Popeye di tengah yang berarti club ini tidak seperti club motor lain karena icon Popeye Si Pelaut

Dari penelitian didapatkan hipertensi merupakan faktor risiko terbanyak pasien dengan keluhan nyeri dada yang datang ke Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia pada

Lebih lanjut menurut keterangan Kasi Perkebunan Maluku Tengah, Octo Patty, Bahwa kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah DaerahMaluku Tengah antara lain ; a)

1) Model pertama, menguji pengaruh variabel eksogen daya tarik perusahaan (DTP) terhadap variabel endogen keinginan melamar perkerjaan (KMK) dan harus signifikan pada

Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam pengajaran sebaiknya tidak terbatas pada satu metode atau beberapa metode saja tapi harus disesuaikan dengan kondisi anak

Perancangan alat menggunakan arduino uno sebagai control penggerak dan implementasi alat dari penelitian tersebut penulis menyiapkan alat input dan output,

Keberadaan Chan di Canberra Australia tidak berlangsung lama, karena di tahun yang sama ia mendapat telegram dari Willie Chan, seorang produser film Hongkong, yang sangat

Imajući to u vidu, oslanjajući se na postojeće teorijsko-metodo- loške i empirijske rezultate, u ovom radu se analizi- raju efikasnosti poslovanja, finansijske performanse i