• Tidak ada hasil yang ditemukan

KODEFIKASI RPI 5. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KODEFIKASI RPI 5. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan Hutan Rawa

Gambut

KODEFIKASI

(2)
(3)

LEMBAR

 

PENGESAHAN

 

                  

RENCANA

 

PENELITIAN

 

INTEGRATIF

  

(RPI)

 

TAHUN

 

2010

 ‐ 

2014

 

 

 

 

PENGELOLAAN

 

HUTAN

 

RAWA

 

GAMBUT

 

      Jakarta, Februari 2010          Disetujui Oleh:      Kepala Pusat,   

Ir. Adi Susmianto, M.Sc. 

NIP. 19571221 198203 1 002 

  Koordinator 

 

 

Dr.Ir. Herman Daryono, MS. 

NIP. 19490707 198003 1 004    Mengesahkan :  Kepala Badan,    Dr.Ir.Tachrir Fathoni M.Sc   NIP. 19560929 198202 1 001   

(4)
(5)

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ...65

Daftar Isi ...67

Daftar Tabel ...69

I. ABSTRAK ...71

II. LATAR BELAKANG ... 72

III. RUMUSAN MASALAH ... 75

IV. HIPOTHESIS ... 75

V. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN ... 75

VI. LUARAN ...76

VII. RUANG LINGKUP ... 77

VIII. KOMPONEN PENELITIAN ...78

IX. METODOLOGI ...79

X. RENCANA TATA WAKTU ...88

XI. RENCANA LOKASI DAN UPT TERKAIT ...88

XII. RENCANA BIAYA ...88

XIII. ORGANISASI ... 91

(6)
(7)

Table 1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber ... 72 Table 2. Cakupan dan Kegiatan Penelitian Integratif Pengelolaan

Hutan Alam Rawa Gambut 2010-2014 ... 78 Table 3. Rencana Anggaran, Waktu dan Unit Pelaksana Penelitian

Integratif Tahun 2010-2014 ...88 Table 4. Matrik Kodeifikasi Pelaksanaan Kegiatan RPI ...90 Table 5. Kerangka Kerja Logis RPI Pengelolaan Hutan Alam Rawa

Gambut.. ...95

Daftar Tabel

(8)
(9)

I. ABSTRAK

Luas lahan gambut di Indonesia menurut Puslittanak (1981) adalah 26,5 juta Ha dengan perincian di Sumatera seluas 8,9 juta Ha, Kalimantan 6,5 juta Ha, Papua 10,5 juta Ha dan lainnya 0,2 juta Ha. Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, laporan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 - 2000 di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar/ tahun termasuk di dalamnya kerusakan hutan lahan gambut.Tetapi akhiir-akhir ini dilaporkan tingkat degradasi menurun mendekati satu juta hekar. Lahan gambut merupakan suatu ekosistim yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam. Oleh karena itu, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin. Lahan gambut mempunyai kharakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi,sifat irreversible drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah terbakar apabila dalam keadaan kering kekurangan air pada lahan gambut tersebut, sehingga peran hidrologi/ tata air di lahan gambut sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut yang perlu diketahui, sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan gambut terdegradasi dapat lebih berhasil. Pelestarian hutan terutama hutan gambut yang mempunyai niilai korservasi tinggi, dan segala nilai kekayaan biodiversity harus segera ditindak lanjuti dengan nyata. Teknologi yang diperoleh diimplementasikan dengan merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. baik hidrologi maupun revegetasi. Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat masam aktual merupakan salah satu lahan konservasi yang memerlukan jenis pohon yang spesifik untuk dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara lain :gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. Rehabilitasi dan pengembangan di habitat ini perlu dikaji. Ada indikasi bahwa pola waktu pembungaan dan pembuahan jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut telah mengalami perubahan oleh karena itu studi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut perlu dilakukan.

(10)

II. LATAR BELAKANG

Lahan rawa gambut di daerah tropis mencakup areal seluas 38 juta ha dari total seluas 200 juta ha yang terdapat di seluruh dunia. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan terdapat antara 13,5 – 26,5 juta ha. Paling sedikit ada 11 dari berbagai sumber data yang bervariasi. Menurut Driessen (1976) di Indonesia lahan gambut seluas 17 juta ha yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,7 juta ha yang meliputi Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Di Kalimantan seluas 6,3 juta ha meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya seluas 100.000 ha. Data Puslittanak (1981) mengemukakan luas lahan gambut di Indonesia adalah 26,5 juta ha dengan perincian di Sumatera seluas 8,9 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Papua 10,5 juta ha dan lainnya 0,2 juta ha. Wetland International (1996) menunjukkan bahwa luas seluruh lahan gambut yang ada di Indonesia adalah seluas 20.697.000 ha dengan perincian di Sumatera 7,21 juta ha dan di Kalimantan 5,79 juta ha dan Wahyunto et al (2005) memperkirakan luas seluruhnya 21 juta ha di Indonesia. Untuk melihat sebaran luasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Table 1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber

Penulis/sumber data

Penyebaran lahan gambut (Juta Hektar) Total

(Juta Ha

Sumatera Kalimantan Papua Lainnya

Driessen (1978) 9,7 6,3 0,1 - 16,1

Puslittanak (1981) 8,9 6,5 10,5 0,2 26,5

Euroconsult (1984) 6,84 4,93 5,46 - 17,2

Soekardi dan Hidayat (1988) 4,5 9,3 4,6 0,1 18,4

Deptrans (1988) 8,2 6,8 4,6 0,4 20,1

Subagyo et al (1990) 6,4 5,4 3,1 - 14,9

Deptrans (1990) 6,9 6,4 4,2 0,3 17,8

Nugroho et al (1992) 4,8 6,1 2,5 0,1 13,5

Rajaguguk (1993) 8,2 6,79 4,62 0,4 20,1

Dwiyono dan Rachman

(1996) 7,16 4,34 8,40 0,1 20,0

Wahyunto et al (2005) 7,21 5,79 8,0 - 21,0

(11)

Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, di tahun 1991 telah mencapai 900.000 ha/ tahun (World Bank,1991) masih di tahun yang sama, laporan lain menunjukkan laju 1,3 juta ha/tahun (Anonim,1991). Data pengamatan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 sampai tahun 2000 di Indonesia sekitar 2,83 juta ha termasuk di dalamnya kerusakan hutan rawa gambut. Di akhir tahun 2008 di laporkan tingkat degradasi menurun menjadi sekitar satu juta ha.

Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh, baik dilihat dari segi habitat lahannya yang berupa gambut dengan kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter sampai dengan kedalaman lebih dari 20 m. Jenis tanahnya tergolong organosol, podsol maupun glei humus.

Karakteristik yang umum pada lahan gambut adalah dicirikan dengan kandungan bahan organik yang tinggi, pH yang rendah, Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang tinggi dan nilai KB (Kejenuhan Basa ) yang rendah, hal ini berakibat memberikan kondisi unsur hara yang rendah. Untuk kegiatan rehabilitasi di hutan rawa gambut, ketebalan gambut yang sangat bervariasi dari yang dangkal sampai dengan yang dalam, kondisi dan tingkat pelapukan gambut serta penggenangan air akan memberikan perlakuan yang bermacam-macam dalam pemilihan jenis, teknik penyiapan lahan serta teknik penanaman maupun pemeliharaannya. Lahan gambut merupakan lahan yang mempunyai berbagai fungsi penting guna menjaga dan mengatur proses berlangsungnya lingkungan kehidupan seperti reservoir air, rosot dan simpanan karbon, keanekaragaman hayati dan lain-lain kebutuhan untuk kesejahteraan manusia.

Perkembangan pembangunan Hutan Tanaman pada akhir-akhir ini dirasakan hampir terhenti, dikarenakan situasi ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan di Indonesia.

Produksi kayu dari hutan tanaman sampai tahun 2004 mencapai 27.739.450 m3, yang terdiri dari kayu hasil tanaman HTI pulp sebesar 27.022.485 m3, sedang hasil HTI kayu pertukangan hanya sebesar 716.964 m3 (Departemen Kehutanan, 2005). Dari luasan tersebut, sebagian besar tanaman dibangun pada areal bekas tebangan hutan non produktif dataran rendah pada lahan kering, sedangkan pembangunan hutan tanaman pada logged-over area pada lahan rawa gambut masih relative sedikit dilakukan. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah pemilihan jenis pohon untuk ditanam, dan pengetahuan teknik silvikultur jenis yang spesifik di

(12)

hutan rawa gambut yang masih sangat terbatas, habitat rawa gambut yang kurang subur (miskin hara) dan sifat kemasaman yang tinggi sehingga pada umumnya tanaman mempunyai pertumbuhan yang lambat. Selain hal itu, penanaman di habitat rawa relatif sulit, sehingga perlu dicari metode penanaman yang tepat. Oleh karena itu,sampai saat ini dirasakan rehabilitasi pada logged-over area maupun lahan yang kurang produktif baik bekas pembalakan, bekas kebakaran dan perambahan maupun pengembangan hutan tanaman di rawa gambut sangat lambat dan kurang terperhatikan.

Proyek lahan gambut sejuta hektar, berdasarkan Kepres No.93 tahun 1992, dan pelaksanaannya berdasarkan Keppres No. 82 tahun 1995, merupakan salah satu contoh pengalaman pahit suatu kegagalan. Pada awalnya bertujuan dalam rangka pengamanan pangan nasional, tetapi dalam pelaksanaannya dinilai kurang berhasil dan gagal karena menimbulkan berbagai permasalahan baik teknis, sosial,ekonomi, dan budaya maupun lingkungan ekologis. Selain itu, dilaporkan pula telah terjadi penebangan liar dan perambahan hutan secara besar-besaran pada areal hutan yang belum digarap, sehingga terjadi kerusakan hutan beserta isinya termasuk habitat satwa liar yang terjadi dengan sangat cepat. Selain itu, hutan rawa gambut yang rusak mengalami penurunan permukaan air dengan adanya saluran-saluran drainase yang yang kurang diperhitungkan dan mengakibatkan kekeringan sebaliknya dimusim penghujan terjadi kebanjiran. Dikarenakan gambut memiliki sifat kering yang tidak dapat balik (irreversible) maka gambut mempunyai potensi yang tinggi untuk kebakaran seperti yang telah terjadi belakangan ini. Sebaliknya di musim penghujan terjadi bahaya banjir. Terbitnya Inpres No.2 tahun 2007 tentang percepatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan lahan gambut eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalteng, merupakan langkah dan tindak lanjut pemulihan kerusakan dan pengembalian fungsi ekologis, lingkungan dan sosial, ekonomi dan budaya pada kawasan lahan gambut tersebut.

Pengelolaan hutan dan lahan gambut perlu dilakukan secara bijaksana dan hati-hati ,hal ini disebabkan karena hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang mudah rapuh, sehingga kalau pengelolaan tidak dilakukan secara benar, hutan tersebut tidak akan lestari. Jenis pohon yang tumbuh di areal rawa gambut sangat spesifik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi baik dari hasil kayunya maupun hasil non kayu seperti getah-getahan, rotan, obart-obatan dan lain-lain. Beberapa jenis kayu komersil tinggi seperti ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (Shorea pauciflora, Shorea tysmanniana, S.uliginosa), jelutung (Dyera lowii), nyatoh (Palaquium spp), bintangur (Calophyllum spp), kapur naga (Calophyllum macrocarpum) dan lain-lain. Hutan atau lahan rawa gambut yang

(13)

mengalami degradasi baik sebagai akibat penebangan liar, penjarahan dan kebakaran hutan dan lain-lain ini harus segera dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekologis maupun meningkatkan produktivitasnya sehingga fungsi ekosistem itu dapat segera pulih kembali.

Rencana Penelitian Integratif ini dimaksudkan untuk dapat menjadi pedoman kegiatan penelitian dalam rangka mendapatkan atau menemukan IPTEK yang dapat digunakan dalam pengelolaan hutan rawa gambut secara bijaksana dan lestari, dengan mengambil contoh pengalaman kerusakan PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah, jangan sampai terjadi lagi di wilayah lain. Diharapkan, pada waktu mendatang pelaksanaan pengembangan lahan gambut di tempat lain dapat berhasil dengan baik, efektif dan efisien.

III. RUMUSAN MASALAH

Kerusakan hutan alam atau lahan rawa gambut di Indonesia umumnya disebabkan beberapa hal yakni penebangan liar, perambahan, kebakaran hutan dan lahan gambut, pembuatan saluran atau drainase di lahan gambut yang tidak diperhitungkan dengan baik, lemah dan kurangnya kesadaran dan pengertian masyarakat akan fungsi manfaat hutan rawa gambut, masih lemahnya penegakan hukum (law enforcement) serta masih lemahnya policy dan pengelolaan hutan rawa gambut. Selain itu, sifat kharakteristik hutan rawa gambut seperti adanya subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air merupakan hal yang penting. Oleh karena itu kegiatan peneltian integratif aspek-aspek tersebut perlu diteliti untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut secara lestari

IV. HIPOTHESIS

Pengelolaan yang bijaksana dengan mempertimbangkan keseimbangan fungsi ekologis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, diperoleh hutan rawa gambut yang lestari.

V. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

A. Tujuan

Penelitian integratif pengelolaan hutan alam rawa gambut ini bertujuan mendapatkan IPTEK pengelolaan hutan alam rawa gambut secara bijaksana dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, sosial dan lingkungan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat.

(14)

B. Sasaran

Adapun sasaran dalam penelitian integratif ini adalah meliputi sebagai berikut :

1. Tersedianya data dan informasi mengenai tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi

2. Tersedianya data dan informasi mengenai klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan

3. Tersedianya data informasi hasil uji coba inventarisasi karakteristik gambut dengan telemetri

4. Tersedianya data dan informasi serta paket teknologi rehabilitasi hutan alam rawa gambut

5. Tersedianya data dan informasi serta paket teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan rawa gambut

6. Tersedianya data dan informasi mengenai pola perbungaan dan pembuahan jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut

7. Tersedianya data dan informasi mengenai kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif

8. Tersedianya data dan informasi dampak deforestasi terhadap emisi GRK 9. Tersedianya data dan informasi Potensi serta terindentifikasinya di

kawasan Lindung (“HCVF”) di lahan gambut

VI. LUARAN

1. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut :

a. Review tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi

b. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan

c. Uji coba inventarisasi kharkteristik gambut dengan telemetri 2. Rehabilitasi hutan alam rawa gambut

Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan , ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi ) 3. Teknologi pencegahan pencegahan dan pengendalian kebakaran di

lahan gambut

Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut 4. Informasii fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut

(15)

5. Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipasif Kajian kelembagaan rehabilitasi hutan dan lahan gambut dengan pola partisipatif

6. Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK Kajian dampak deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26%

7. Informasi potensi Kawasan Lindung (“HCVF”) pada hutan rawa gambut Identifikasi Potensi Kawasan Lindung (“HCVF”) pada ekosistem hutan rawa gambut

VII. RUANG LINGKUP

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dari luaran tersebut dilakukan diareal lahan gambut wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (areal Eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar). Secara terintegrasi dilakukan oleh BPK (Balai Penelitian Kehutanan) Manokwari Papua Barat; BPK Semboja, Kaltim; BPK. Pematang Siantar, Sumut; Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor sebagai Koordinator.

Kegiatan dalam penelitian Pengelolaan Hutan dan Lahan Rawa Gambut ini meliputi beberapa aspek yaitu :

A. Aspek Teknik Silvikultur

1. Teknologi pengadaan bibit dan Uji coba penanaman jenis-jenis pohon di lahan rawa gambut yang sampai saat ini belum diketahui cara pengembangan dan teknik Silvikulturnya melalui uji species trial dan uji provenance.

2. Teknologi pengembangan jenis pohon lokal (indigenous species) maupun eksotik yang tepat guna yang dapat dikembangkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut eks PPLG baik untuk keperluan hasil kayunya, hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun fungsi hidroorologis, melalui teknologi pengembangan bibit secara generatif dan vegetatif (stem cutting), dan penerapan teknologi mikrobiologi (Michorriza dan Rhizobium) untuk memperoleh peningkatan pertumbuhan (riap), kesehatan dan adaptasi bibit serta kualitas bibit yang dihasilkan. 3. Teknologi penyiapan lahan dan pengaturan hidrologi di beberapa tapak

tipologi lahan (Gambut dangkal, gambut sedang, gambut dalam, gambut sangat dalam. Sulfat Masam Potensial dll) di hutan rawa gambut eks PPLG Kalteng atau di areal lahan rawa gambut di Provinsi lain.

(16)

B. Aspek sosial, Ekonomi, Budaya dan Kelembagaan

1. Informasi keterlibatan secara partisipatif masyarakat dalam komunitasnya dalam kelembagaan adat lokal menunjang kegiatan pengelolaan hutan di lahan rawa gambut.

2. Informasi penemuan teknologi partisipatif dan teknologi berbasis produksi dan konservasi di sekitar hutan rawa gambut, kearifan lokal dalam menunjang keberhasilan pengelolaan hutan rawa gambut 3. Informasi sosekbud dan kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut

dengan partisipasi masyarakat

VIII. KOMPONEN PENELITIAN

Komponen (cakupan) penelitian dalam RPI Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut yang terdiri dari 7 (Tujuh) cakupan yakni (1) Klasifikasi Tipologi dan sebaran hutan rawa gambut.(2) Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi.(3) Teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut. (4) Informasi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut.(5) Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif.(6) Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK.(7) Informasi potensi Kawasan Lindung (“HCVF”) pada hutan rawa/ gambut. Masing-masing cakupan terdiri dari satu atau beberapa aktivitas. Untuk lebih jelasnya cakupan dan aktifitas penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :

Table 2. Cakupan dan Kegiatan Penelitian Integratif Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut 2010 – 2014

No Kode Dan Cakupan Kegiatan

1 5.1 Klasifikasi Tipologi dan

Sebaran Hutan Rawa Gambut

5.1.1 Review tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi

5.1.2 Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan 5.1.3 Ujicoba inventarisasi karakteristik gambut

dengan telemetrI

2 5.2 Teknologi Rehabilitasi

Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

5.2.1 Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan lahan, ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi )

(17)

No Kode Dan Cakupan Kegiatan

3 5.3 Teknologi pencegahan

dan pengendalian kebakaran di lahan gambut

5.3.1 Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rawa gambut

4 5.4 Informasi adaptasi

fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut

5.4.1 Kajian phenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut: adaptasi terhadap perubahan iklim

5 5.5 Alternatif pengelolaan

hutan rawa gambut dengan pola partisipatif

5.5.1 Kajian kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif

6 5.6 Informasi dampak

deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK

5.6.1 Kajian deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26%

7 5.7 Informasi potensi

Kawasan Lindung (“HCVF”) pada hutan rawa gambut

5.7.1 Identifikasi Potensi Kawasan Lindung (“HCVF”) pada ekosistem hutan rawa gambut

IX. METODOLOGI

A.

Klasifikasi Tipologi dan Sebaran Hutan Rawa Gambut

Sampai saat ini kondisi penutupan lahan gambut belum seluruhnya diketahui, bahkan luas hutan dan lahan gambut masih bervariasi cukup besar di Indonesia mulai 13,5 juta – 26,5 juta Ha. Sebagai contoh luas lahan gambut di Papua 10,5 juta Ha (Pusittanak, 1981) , sumber lain 0,1 juta ha ( Driessen, 1978) , dan 8 juta Ha (Wetland International,2005).

Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu mereview tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi yang dilakukan di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Kajian dilakukan dengan mempelajari dari peta landsat, dan mengindentifikasi di lapangan tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi yang dapat dilakukan rehabilitasi.

Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan sifat biofisik. Kajian dilakukan dengan mempelajari peta landsat dan mengidentifikasi tipologi berdasarkan kharakteristik biofisik di lapangan.

Kegiatan uji coba inventariasasi kharakteristik gambut dengan telemetri. Prinsip uji coba ini adalah apabila pengukuran sesuatu parameter

(18)

karakteristik gambut biasanya dilakukan secara langsung jarak dekat. Sedangkan pengukuran secara jarak jauh dilakukan dengan telemetri. Kegiatan ini perlu diuji coba . Hal ini dikarenakan kondisi alam dan medan yang tidak memunginkan manusia untuk melakukan pengukuran secara langsung di lapangan. Untuk melakukan pengukuran jarak jauh dibutuhkan sebuah perangkat telekomunikasi yang handal dan hemat daya. Perangkat komunikasi berfungsi untuk menghasilkan peralatan yang dapat mengirimkan dan menerima informasi antara dua tempat atau lebih. Sebagai contoh Telemetri suhu dan kelembaban memberikan kemudahan dalam mengukur suhu dan kelembaban jarak jauh, dengan pemantauan dari tempat yang lebih aman. Pengiriman informasi pada telemetri ini dilakukan secara wireless, teknik pengiriman informasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehandalan sistem telemetri untuk pengiriman data secara wireless. Perancangan alat ini menggunakan dua buah sensor, yaitu sensor suhu dan sensor kelembaban, perangkat pengolah data dan pengubah data analog sensor suhu dan kelembaban menjadi besaran listrik digital menggunakan mikrokontroler. Pengiriman data menggunakan pemancar dan penerima FM atau bisa melalui satelit sedangkan perangkat komputer digunakan untuk menampilkan informasi. Metoda dan perencanaan penelitian lebih lengkap dibuat tersendiri.

B. Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa

gambut (penyiapan lahan, uji coba jenis, pola penanaman,

penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan,

hidrologi dan lain-lain )

Salah satu komponen penelitian pengelolaan hutan yaitu untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi yang tepat guna dan kajian kelembagaan dalam rangka keberhasilan dalam melakukan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. Dilakukan dengan pendekatan Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut terdegradasi (penyiapan lahan, uji coba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi dan lain-lain). Penelitian dilakukan pada hutan rawa gambut yang telah terdegradasi, baik dilihat dari vegetasinya, kondisi hidrologi maupun kondisi gambutnya yang telah mengalami kebakaran. Penelitian bioremediasi dilakukan dalam upaya mencari teknik remediasi dengan penanaman jenis-jenis pohon yang tepat dengan penyiapan lahan, pengaturan drainase dan implementasikan biofertilizer untuk memperbaiki kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman.

(19)

Jenis pohon yang digunakan adalah jenis asli rawa gambut yang mempunyai pertumbuhan relatif cepat atau jenis andalan setempat dan kondisinya terancam punah (daftar merah IUCN flora rawa gambut). 1. Teknik Agroforestry

Rehabilitasi rawa gambut yang terdegradasi yang dilakukan melalui teknik Agroforestry yaitu pembangunan hutan melalui pola campuran tanaman pokok kehutananan dan tanaman semusim yang dilakukan pada lahan rawa gambut milik masyarakat, kawasan hutan produksi ataupun hutan kawasan lindung yang telah diijinkan. Jenis tanaman pokoknya dapat dipililih jenis MPTS (Multiple Purpose Tree Species) seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Jelutung (Dyera lowii), Pulai (Alstonia pnematophora), Sukun (Artocarpus sp) atau tanaman kehutanan yang lain, dengan tanaman semusim pertanian yang cocok untuk lahan gambut atau tanaman obat seperti Zingiberaceae, lidah buaya (Aloefera) dan lain-lain yang diterapkan pada pola perhutanan sosial (hutan kemasyarakatan, hutan rakyat), pada pola pembangunan hutan tanaman hasil hutan non kayu atau pada pola pembangunan hutan tanaman kayu jenis industri. 2. Pola Perhutanan Sosial

Pola perhutanan sosial yang diterapkan pada areal hutan rawa gambut yang terdegradasi baik pada hutan produksi maupun hutan kawasan lindung yang telah diijinkan. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi. Melalui uji coba rehabilitasi dengan menggunakan jenis asli setempat yang sesuai kondisi ekologis setempat, atau menggunakan jenis MPTS yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa mengganggu fungsi ekologis. Penanaman jenis MPTS maupun jenis pohon asli maupun eksotik yang cocok dapat diterapkan dengan teknik agroforestry.

3. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Penghasil HHBK:

Pola ini dapat diterapkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut yang terdegradasi. Penelitian ini dilakukan dengan Uji coba penanaman jenis asli pohon dihutan rawa gambut penghasil hutan non kayu seperti getah (latek) pada jenis jelutung (Dyera lowii), getah hangkang pada jenis Nyatoh (Palaquium leicocarpum), getah jernang pada getah pada biji rotan. Selain itu jenis Gemor (Alseodhapne helophylla) kulit kayunya sebagai bahan insektisida (obat nyamuk), Tanaman jarak pagar (Jatropha sp) ataupun jenis nyamplung (Calophyllum innophyllum) diambil bijinya sebagai bahan minyak diesel, Pinang (Arenga catechu) diambil bijinya sebagai bahan obat-obatan. Rotan (Calamus spp) dan lain-lain. Penanaman Rotan dapat

(20)

dilakukan dengan menggunakan jenis pohon pemanjat asli setempat seperti gelam (Melaleuca leucadendron) atau tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain.

4. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Jenis kayu Industri:

Pola ini diterapkan untuk rehabilitasi pada kawasan hutan produksi yang pada perencanaannya bertujuan untuk hutan tanaman penghasil kayu untuk industri yang dapat dilakukan pada logged over area maupun hutan rawa gambut yang telah terdegradasi. Penanaman rehabilitasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis asli setempat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sesuai sifat ekologinya, seperti jenis Ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (shorea testymania, Shorea pauchiflora), Belangeran (Shorea belangeran), Kapur naga (Calophyllum macrosarpum), Nyatoh (Pallaquium spp), Alau (Dacrydium elatum), Damar (Agathis bornensis), Prupuk (Lopopethalum multinervium), Punak (Tetramerista glabra) dan lain-lain. Ataupun jenis tumbuh cepat asli setempat seperti Pulai (Alstonia pnematophora), Jelutung (Dyera lowii) maupun eksot seperti Acacia crassicarpa, Eucalyptus spp, Gmelina sp dan lain-lain

5. Pemilihan jenis

Pemilihan jenis pohon dan tanaman yang digunakan dalam penelitian atau uji coba rehabilitasi dan pembanggunan hutan tanaman dengan menerapkan masing-masing pola yang digunakan. Yaitu dengan jenis MPTS (Multiple Purpose Tree Species). Jenis Pohon Hasil Hutan Bukan Kayu (HBBK), dan jenis pohon untuk kayu industri yang disesuaikan dengan habitat dan sifat ekologi di lokasi setempat baik jenis asli maupun eksot dan mempunyai prospek ekonomi baik untuk pohon sebagai tanaman pokoknya maupun tanaman pencampur

6. Pengadaan Bibit

Penelitian teknologi pengadaan bibit dari jenis-jenis yang digunakan dalam pola perhutanan sosial, pola pembangunan hutan tanaman penghasil HHBK, maupun pada Pola pembangunan hutan tanaman hasil kayu industri dapat dilakukan baik secara generatif melalui biji maupun melalui stek baik batang (stem), pucuk (shoot) maupun akar (root) ataupun melalui tissue culture (kultur jaringan). Penelitian dapat dimulai pada penyiapan bibit dengan media yang mengimplementasikan cendawan mikoriza baik Vam maupun ektomikoriza serta penggunaan Rhizobium ataupun bioteknologi yang lain. Penelitian dilakukan di persemaian maupun di labolatorium. Beberapa jenis bibit pohon rawa gambut telah berhasil diperbanyak melalui

(21)

propagasi vegetatif seperti meranti batu (Shorea uliginosa), meranti bunga (S. Teysmanniana), punak (Tetramerista glabra), ramin (Gonystylus bancanus), para-para (Aglaia rubiginosa), prupuk (Lophopethalum multinervium), jelutung rawa (Dyera lowii) dan lain-lain.

7. Teknik Penyiapan Lahan dan Penanaman

Teknologi penyiapan lahan dan penanaman merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan kegiatan rehabilitasi di lahan rawa gambut. Teknologi penyiapan lahan dilakukan dengan pengaturan drainase (water management) dengan pembuatan parit-parit irigasi untuk menjaga lokasi tanam tidak tergenang air perlu diperhitungkan dengan seksama karena sifat subsidensi dan irreversible drying (kering tidak balik) jika tidak, akan menjadikan lahan gambut tersebut menjadi kelewat kering, mudah terbakar dan meningkatkan emisi gas rumah kaca.Teknik lain,dengan cara pembuatan gundukan-gundukan tempat penanaman untuk menghindari penggenangan air sehingga bibit atau tanaman muda akan menjadi mati.

Untuk memperoleh keberhasilan dalam penanaman di lahan rawa gambut, kondisi tingkat dekomposisi dari gambut sebagai media tanam merupakan faktor yang sangat penting karena menentukan tingkat kesuburan gambut tersebut dan menentukan teknik penanaman. Oleh karena itu, perlakuan-perlakuan pada gambut sebagai media tanam perlu dilakukan tergantung pada tingkat pelapukan (fibrik, humik maupun saprik) gambut tersebut. Pencampuran gambut (ameliorasi) dapat mikroriza baik endomikoriza (VAM) maupun ektomikoriza, dan limbah organik untuk meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan tanaman.

8. Pengaturan Drainase/Hidrologi:

Pada lahan rawa gambut, ketergenangan air/ letak ketinggian air tanah sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu suatu pengaturan dan pengelolaan tata air dengan baik, sehingga tanaman dapat berkembang dan tumbuh dengan baik. Pembuatan parit dilakukan dengan lebar dan kedalaman yang seimbang, sehingga areal tanam tidak lagi tergenang atau bahkan kekeringan karena terlalu besarnya parit dan gambut dijaga dalam keadaan basah atau lembab sehingga subsidensi dan irreversible drying bisa dijaga tidak terjadi. Oleh karena itu, keseimbangan ini merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan tanaman. Penelitian keseimbangan hidrologi ini perlu dilakukan.

(22)

9. Teknik pemeliharaan

Uji coba perlakuan pemeliharaan dalam pelaksanaan rehabilitasi melalui revegetasi dihutan rawa gambut meliputi teknik pemupukan, pengapuran dengan berbagai dosis baik pada waktu pengadaan bibit ataupun dalam tahap penanaman dilapangan masih perlu penelitian penyempurnaan. Pada tegakan perlu adanya pemangkasan (Prunning) dan penjarangan (thinning) untuk menjamin pertumbuhan tanaman pokok maupun tanaman pencampur dapat tumbuh baik kuntitas maupun kualitas dengan optimal. Tumbuhnya gulma (weeds) perlu dikendalikan dengan penyiangan dan pendangiran baik secara jalur maupun piringan untuk memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman juga perlu untuk dilakukan terhadap tanaman jenis pohon di lahan rawa gambut yang saat ini masih sangat terbatas. Keamanan areal terhadap bahaya kebakaran merupakan faktor yang sangat penting untuk diteliti. Baik pencegahan dan penanggulangannya terutama lahan gambut yang sangat berpotensi terjadinya kebakaran terutama di musim kemarau yang panjang. Pembuatan sekat bakar (green belt), maupun parit untuk sekat bakar perlu dikaji dan diteliti baik variasi lebar dan jenis tanaman yang digunakan sekat bakar.

C. Teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di

lahan gambut

Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut lebih spesifik dibandingkan di lahan hutan lahan kering, karena habitatnya berupa gambut yang terdiri dari bahan organik, apabila dalam keadaan kering mudah sekali terbakar. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan, dan pengalaman teknis yang spesifik dalam penanganannya.

Apabila biomassa tanaman hutan gambut terbakar, maka tidak hanya biomassa tanaman saja yang akan terbakar, tetapi juga beberapa centimeter lapisan gambut bagian atas yang berada dalam keadaan kering. Lapisan gambut ini akan rentan kebakaran apabila muka air tanah lebih dalam dari 30 cm. Pada tahun El- Nino seperti tahun 1997, muka air tanah menjadi lebih dalam karena penguapan sehingga lapisan atas gambut menjadi sangat kering. Dalam keadaan demikian kebakaran gambut dapat mencapai ketebalan 50 cm (Page et al., 2002). Dalam keadaan ekstrim ini bara api pada tanah gambut dapat bertahan berminggu-minggu. Untuk tahun normal Hatano (2004) memperkirakan kedalaman gambut yang terbakar sewaktu pembukaan hutan sedalam 15 cm. Apabila kandungan karbon gambut

(23)

rata-terbakarnya 15 cm lapisan gambut akan teremisi sebanyak 75 t C ha-1 atau ekivalen dengan 275 t CO2 ha-1.. Metode yang digunakan dalam kajian ini mereview hasil penelitian pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan gambut yang telah diperoleh, serta menyempurnakan metode pengendalian kebakaran, peralatannya, management serta perencanaannya.

D. Kajian phenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut:

adaptasi terhadap perubahan iklim

Pada kira-kira lima tahunan akhir-akhir ini, pohon ramin khususnya dan beberapa pohon di hutan rawa gambut di berbagai lokasi baik di Kaimantan maupun Sumatera jarang berbuah bahkan ada indikasi perubahan masa berbunga dan berbuah. Dapat dikatakan musim berbuahnya tidak menentu. Penelitian fenologi dalam rangka upaya untuk mengetahui kembali musim berbunga dan berbuah perlu dilakukan. Upaya ini sekaligus memberikan perlakuan menstimulir jenis pohon ramin dan jenis penting lainnya untuk dapat berbunga dan berbuah dengan pemberian hormone melalui proses fisiologinya. Penelitian dilakukan dengan mencari beberapa pohon ramin dan beberapa jenis pohon yang lain di hutan diamati dan diberikan perlakuan dengan pemberian hormon untuk menstimulir pembungaan dan pembuahan. Hormon yang diberikan adalah Giberellin dan Paclo butrazol atau yang lain. Pemberian hormone dilakukan melalui perakaran,batang atau kedua-duanya. Dosis yang diberikan hormone Paclo butrazol dan giberellin adalah bervariasi. Diharapkan stimulasi ini dapat membuat pohon ramin dan jenis rawa gambut yang lain dapat berbunga dan berbuah lagi.

E. Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola

partisipatif

Suatu kajian kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipasi dilakukan dengan metode kajian sosial, ekonomi budaya dan kelembagaan yang dilakukan dengan langsung pendekatan PRA (Participatory Rural Apprasial) atau metode lain yang sesuai pada masyarakat sekitar dan para pihak (stakeholders) yang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi lahan rawa gambut untuk kemudian dianalisis. Hasil penelitian dan kajian sosek dan kelembagaan di kawasan eks pengembangan lahan gambut Kalteng atau dari daerah lain oleh peneliti lain baik dari luar maupun dalam perlu dipelajari dan diacu sebagai referensi. Dengan demikian mekanisme dan sistem kelembagaannya yang tepat dapat diformulasikan untuk keberhasilan rehabilitasi lahan rawa gambut di Indonesia umumnya dan eks PPLG sejuta hektar khususnya.

(24)

F. Kajian deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi

target penurunan emisi 26%

Kajian ini bertujuan mendapatkan data dan informasi dampak deforestasi (dari hutan alam ke kelapa sawit) terhadap aspek lingkungan, serta upaya target penurunan emisi 26 %.

Penelitian dilakukan pada kawasan hutan rawa gambut yang telah dikonversi dengan kelapa sawit atau hutan sekunder rawa gambut dikonversi menjadi tanaman pulp (Acacia crassicarpa, A. mangium). Kajian dilakukan dengan pengamatan besarnya emisi, ketinggian air tanah dan tingkat subsidensi pada lahan gambut yang telah dikonversi.

Konversi hutan sekunder atau belukar rawa gambut menjadi hutan tanaman Acacia spp, dilakukan dengan sistem mengelola air menggunakan drainase (water management).

Perkebunan Kelapa sawit agar supaya berproduksi harus menurunkan tinggi muka air tanah menjadi 70 -80 cm, demikianpun pada tanaman kayu pulp, tinggi muka air tanah diturunkan menjadi 50 -80 cm. Kondisi ini dalam jangka waktu yang relatif lama akan berakibat subsidensi permukaan gambut, rawan terhadap kebakaran sekaligus meningkatkan emisi. Upaya yang dilakukan dalam penurunan emisi adalah dengan penerapan Best Management Practices (BMP) yang meliputi penyiapan lahan gambut dengan teknik zero burning, water management dan integrated pest management dengan harapan bisa diaplikasikan dengan baik dan terus berupaya mengembangkan teknologi yang lebih baik.

G.

Identifikasi Potensi di Kawasan Lindung (HCVF) di Hutan Rawa

Gambut

Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh, baik dilihat dari segi habitat lahannya yang berupa gambut dengan kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter sampai dengan kedalaman lebih dari 20 m. Mempunyai flora dan fauna yang spesifik dan bernilai tinggi. Berdasarkan krieria dan katagori daftar merah IUCN tahun 1994 terdapat 43 jenis pohon yang terancam punah di hutan rawa gambut.

Menurut Rainforest Alliance, ProForest, WWF dan IKEA (2003), kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut (1) Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (HCVF1); (2) Kawasan hutan yang mempunyai tingkat

(25)

lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau seluruh species yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami (HCVF2); (3) Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah (HCVF3); (4) Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (HCVF4); (5) Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (HCVF5); dan (6) Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal (HCVF6). Dari keenam HCVF tersebut, semua HCVF diduga terdapat di kawasan hutan rawa gambut baik di Sumatera, Kalimantan maupun Papua, namun data dan informasi tentang keberadaan HCVF-HCVF tersebut secara pasti belum tersedia. Oleh karena itu kegiatan identifikasi dan analisis keberadaan HCVF di wilayah tersebut perlu dilakukan.

Guna mempertahankan keanekaragaman hayati dan melakukan pengelolaan HCVF, maka identifikasi dan penyusunan rencana pengelolaan HCVF dalam kawasan IUPHHK-HT maupun IUPHHK-HA perlu dilakukan.

Penelitian dilakukan dengan cara analisa vegetasi dengan tujuan identifikasi dan evaluasi keberadaan HCVF di kawasan hutan IUPHHK-HT maupun IUPHHK-HA. Mengidentifikasi keberadaan HCVF di kawasan hutan rawa gambut IUPHHK HT maupun hutan alam dalam rangka menyusun rencana kegiatan pengelolaan terhadap HCVF yang teridentifikasi di kawasan hutan IUPHHK HT dan HA. Kemudian disusul menyusun rencana kegiatan pemantauan terhadap HCVF yang teridentifikasi di kawasan hutan IUPHHK HT dan HA

H. Pengumpulan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari setiap aspek penelitian dari masing-masing RPTP (Rencana Penelitian Tim Penelitian) dari masing-masing pelaksana dikumpulkan dan dianalisa sesuai dengan parameter yang diamati dan dibuat laporab hasil penelitiannya dari masing-masing aspek. Dari hasil pengamatan setiap RPTP, data pengamatan akan dianalisis sesuai dengan model penelitiannya, baik analisis varian dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), Rancangan Factorial, rancangan split plot dan lain-lain, serta untuk mengetahui pengaruh perlakuan dapat diuji dengan Uji Beda Jujur Turkey atau yang lainnya (Gomez and Gomez, 1984).

Dari hasil setiap aspek penelitian teknologi dan kelembagaan rehabilitasi lahan rawa gambut dari Balai dan unit kerja yang terlibat dalam kegiatan

(26)

penelitian ini, akan dilakukan sintesa yang merupakan hasil penelitian secara lengkap dari judul kegiatan tersebut setiap tahunnya.

X. RENCANA TATA WAKTU

Penelitian dilakukan mulai tahun 2010 sampai dengan 2014.

Jenis kegiatan setiap tahunnya selama penelitian dan terkait rencana anggaran biaya dari UPT yang terlibat dapat pada Tabel 3.

XI. RENCANA LOKASI DAN UPT TERKAIT

Penelitian akan dilakukan di areal hutan rawa gambut di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dan Papua. Satu-satunya pemegang IUPHHK yang mengelola hutan alam rawa gambut yang masih aktif adalah PT.DRT (Diamond Raya Timber) di Provinsi Riau yang lokasinya juga kita gunakan sebagai tempat penelitian. Selain itu, IUPHHK-HT dari PT. RAPP dan PT. Sinar Mas yang mengelola hutan tanaman di rawa gambut terutama dalam penelitian pengelolaan air.

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Litbang Kehutanan yang terlibat dalam penelitian integratif pengelolaan hutan alam rawa gambut adalah Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, BPK Manokwari, BPK. Pematang Sintar, Provinsi Sumatera Utara, dan BPK. Semboja, Kalimantan Timur

XII. RENCANA BIAYA

Penentuan biaya keseluruhan untuk kegiatan penelitian di 5 unit kerja (Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Semboja, BPK. Pematang Siantar, Sumut dan BPK. Manokwari, Papua Barat. Rencana Anggaran Biaya dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan kodeifikasi pelaksana RPI Table 3. Rencana Anggaran, Waktu dan Unit Pelaksana Penelitian Integratif

Tahun 2010 – 2014

No Kode Kegiatan Biaya (X Rp. 1.000.000)

2010 2011 2012 2013 2014 Jmlh

I. 5.1 Klasifikasi Tipologi dan Sebaran Hutan Rawa Gambut

1. 5.1.1.1 Review tipe dan sebaran hutan

rawa gambut terdegradasi

150 150 100 100 500

(27)

No Kode Kegiatan Biaya (X Rp. 1.000.000)

2010 2011 2012 2013 2014 Jmlh

3. 5.1.2.19 Klasifikasi tipologi dan

sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan

250 250 200 700

4. 5.1.3.1 Ujicoba inventarisasi

karakteristik gambut dengan telemetri

250 250 250 750

Jumlah 5.1. 2.450

II 5.2 Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

5. 5.2.1.7 Ujicoba teknik bioremediasi

berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan lahan, ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli

setempat, pengayaan)

250 250 250 200 950

Jumlah 5.2. 950

III 5.3 Teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rawa

gambut

6. 5.3.1.16

Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rawa gambut

250 250 200 750

7. 5.3.1.7 250 250 200 750

Jumlah 5.3. 1.500

IV 5.4. Informasi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa

gambut

8. 5.4.1.16 Kajian phenologi adanya

perubahan musim berbunga dan berbuah jenis-jenis pohon hutan rawa gambut

200 200 200 600

Jumlah 5.4. 600

V 5.5 Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola

partisipatif

9. 5.5.1.1 Kajian kelembagaan

pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif

200 200 200

(28)

No Kode Kegiatan Biaya (X Rp. 1.000.000)

2010 2011 2012 2013 2014 Jmlh

Jumlah 5.5. 600

VI 5.6. Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap

emisi GRK

10. 5.6.1.1 Kajian deforestasi hutan rawa

gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26%

250 250 250 200 200 1.150

Jumlah 5.6. 1.150

VII 5.7.1 Informasi potensi Kawasan Lindung (“HCVF”) pada hutan rawa

gambut

11. 5.7.1.1 Identifikasi Kawasan Lindung

(“HCVF”) pada ekosistem hutan rawa gambut

200 200 200 150 750

Jumlah 5.7. 750

Jumlah Total : 8.000

Table 4. Matrik Kodeifikasi Pelaksanaan Kegiatan RPI

No Kodefikasi Pelaksana RPI

1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam

(P3HKA)

2 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (P3HT)

3 3 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH)

4 4 Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan (P2SEKK)

5 5 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

(B2PBPTH) Jogjakarta

6 6 Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda

7 7 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Aek Nauli

8 8 Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kuok

9 9 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang

10 10 Balai Penelitian Teknologi Perbenihan (BPTP) Bogor

11 11 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Ciamis

(29)

No Kodefikasi Pelaksana RPI

13 13 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Mataram

14 14 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Kupang

15 15 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Banjarbaru

16 16 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samboja

17 17 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado

18 18 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makasar

19 19 Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manokwari

XIII. ORGANISASI

Kegiatan penelitian integratif dikoordinasikan oleh seorang Koordinator dibantu oleh tiga orang Pembantu Teknis, dan Tim Sekretariat yang semuanya berada di Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor serta beberapa peneliti sebagai pelaksana kegiatan penelitian aspek dari Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam dan dari beberapa instansi lain, yaitu dari Balitbang Aek Nauli, Balitbang Samboja; dan Balitbang Manokwari. Penetapan Koordinator didasarkan pada Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan No. SK.36/VIII-SET/2009 tertanggal 24 Agustus 2009, sedangkan penetapan Pembantu Teknis dan Tim Sekretariat didasarkan pada Keputusan Kepala Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam No. SK.21/Kpts/VIII-P3HKA/2009 tertanggal 1 Oktober 2009.

XIV. DAFTAR PUSTAKA

Adi, J., B. Setiadi dan J.O. Rieley. 2004. Hidrologi dan Simpanan Karbon Pada Lahan Gambut Kalimantan Tengah : Dampak Proyek PLG dan Kemungkinan Restorasi. Jurnal Air, Lahan dan Mitigasi Bencana. Alami Vol.9 1:27-34

Anonim 1991. Indonesian Tropical Forestry Action Programme. Country Brief. Ministry of Forestry. Government of Indonesia. FAO. Jakarta. Badan Planologi Kehutanan. 2005. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia

Tahun 2005. Departemen Kehutanan R.I Jakarta.

Daryono, H. 1994. Impact Logging on Peat Swamp Forest in Central Kalimantan, Indonesia. PhD Thesis UPLB. Los Banos. The Philippines. 279 p.

(30)

Daryono, H. 2000. Kondisi Setelah Penebangan dan Pemilihan Jenis Pohon yang Sesuai Untuk Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Tanaman di Lahan Rawa Rambut dan Ekspose Hasil Penelitian di Hutan Lahan Basah. BTR.Banjarbaru. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 21-42 pp.

Departemen Kehutanan. 2005. Pembangunan Hutan Tanaman di Lahan Gambut. Direktorat Jenderal Bina Produksi kehutanan. Seminar Pembangunan HTI di Lahan Gambut. Tantangan dan Realitas. Hal 3-4. Bogor, 14 September 2005.

Deptrans, 1988. Tabel Perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Hlm.2 Deptrans, 1990. Tabel perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di

Indonesia menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Hlm.2 Driessen, P.M. 1978. Peat soils. p763-779. In IRRI. Soils and Rice. Los Banos,

Philippines.

Driessen, P.M. 1976. Peat Soils. Di Dalam Seminar Soil and Rice. Soil Research Institute. Bogor. Indonesia 763-779 pp.

Diemont, W.H., Nabuurs, G.J., Rieley, J.O., and Rijksen, H.D. 1997. Climate Change and Managemnet of Tropical Peatlands as a Carbon Reservoir. In Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands.(Eds J.O Rieley and S.E. Page) Samara Publishing. Cardigan,UK. Pp. 363-368.

Dwiyono, A. and Rachman, S. 1996. Management and Conservationof the tropical peat forest of Indonesia. In : Maltby, E., lmmirzi, C.P and Safford, R.J. (eds).Tropicallowaland peatlands of Southeast Asia, Poceedings of a workshop on integrated planning and managementof tropical lowland peatlands at Cisarua,Indonesia, 3 – 8 Jul 1992. IUCN,Gland, Switzerland.

Euroconsult. 1984. Nationwide study of coastal and near coastal swampland in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya. Vol. I and II, Arnhem.

(31)

Gomez, K.A, and A.A. Gomez. 1984. Statistical Prosedure For Agricultural Research. 2nd ed. John Wiley and Sons. New York. 680p.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007. Tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan pengembangan Lahan gambut Di Kalimantan Tengah.

Keppres No.32 Tahun 1990. Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Keppres No.82 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Pengembangan Lahan

Gambut Untuk Pertanian Untuk Tanaman Pangan Di Kalimantan Tengah

Keppres No. 80. Tahun 1999. Tentang Pedoman Umum Perencanan dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.

Mulyanto, B. 2000. Pendekatan dan Strategi Pemanfaatan Hutan rawa Gambut.Eks PLG Sejuta Hektar. Di dalam prosiding Semi Pengelolaan Hutan Rawa Gambut dan Ekspose Hasil Penelitian di Hutan Lahan Basah. BTR, Banjarbaru. Puslitbang Hutan danKonservasi Alam. Bogor. Notohadiprawira,T. 1997 Twenty-Five years Experience in Peatland for

Developmentand For Agriculture in Indonesia. In Biodiversity and Sustainability of Tropical Peatlands (Eds Riely ,JO and S.E Page ). Samara Publishing.Ltd. pp 301-309.

Nugroho, K., Alkasuma, Paidi, W. Wahdini, Abdulrachman, H. Subagjo, dan IP.G. Widjaja-Adhi. 1992. Peta Areal Potensial untuk Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai. Proyek PendayagunaanSumberdaya Lahan, Puslittanak.

Page SE, and J.O. Rieley. 1998. Tropical Peatlands : a Rieview of Their Natural Resources Functions with Particular Reference to Southeast Asia. International Peat Jurnal 8: 95-106

Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009. Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit Post, R.M., W.R . Emanuel, P.J. Zinke and Stangerberger. 1982. Soil Carbon

Pools and World Life Zones. Nature 298: 156-159

Prentice, C. 1990. Environmental Action Plan For The North Selangor Peat Swamp Forest . Asian Wetland Bureau/WWF Malaysia, Kuala Lumpur. Malaysia.

Puslittanak, 1981. Tabel Perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut di Indonesia menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili

(32)

Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Hlm.2 Rajagukguk, B. 1993. Tabel perkiraan luas dan penyebaran lahan gambut

di Indonesia menurut beberapa sumber. Di dalam, Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia. Hlm.2 Soekardi M., dan A. Hidayat.1988. Extent and distribution of peatsoils of

Indonesia. Third meeting cooperative resarch on problem soils. CRIFC. Bogor.

Subagyo, H., M. Sudjadi, E. Suryatna, and J. Dai. 1990. Wet soils of Indonesia. p. 248-259. In Kimble, J.M. 1992 (ed.). Proc. Eighth Int. Soil Correl. Meeting (VIII ISCOM): Characterization, Classification, and Utilization of Wet Soils.

Takashi, H., S. Shimada, B.F. Ibie, A.Usup, Yudha and S.H. Limin. 2002. Annual changes of Water balance and a Drought Index in a Tropical Peatswamp Forest of Central Kalimantan. Indonesia. Proceeding of Jakarta Symposium on Peatlands for People. BPPT and Indonesian Association.

Tim Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2000. Penyusunan Rencana Strategis Pola Rehabilitasi Hutan Ex Lahan Gambut Seluas 700.000 Ha Di Klaimantan Tengah. Laporan Akhir. Buku II. Data dan Analisis. Kerjasama Fakultas Kehutanan Istitut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Tahun Anggaran 1999/2000. Wahyunto, S. Ritung, Suparto dan H. Subagyo. 2005. Sebaran Gambut

dan Kandungan Karbon di Sumatera dan Kalimantan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indoesia. Wetllands International-Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada.Bogor.

Wetland International. 1996. Pelingkupan Amdal Di Lahan Basah (Disampaikan Oleh I.N.N Suryadipura). Seminar Regional Aplikasi Amdal Pada lahan Reklamasi Rawa. Pusat Penelitian Lingkungan. Universitas Lambung Mangkurat. 12 pp.

(33)

Tab le 5. Kerangka Kerja Lo gis RP I P engelo laan Hu tan Alam R aw a G ambu t.. No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME 1

Mendapatkan IPTEK pengelo

-laan hutan alam lahan gambut secara bijaksana dengan mep

-ertimbangkan aspek ekologi, ekonomi,social dan lingkungan secara lestari un

-tuk kesejahter

-aan masyarakat

Sampai saat ini kondisi penutupan lahan gambut belum seluruhnya diketahui, bahkan luas hutan dan lahan gambut masih bervariasi cukup besar di Indonesia mulai 13,5 juta – 26,5 juta Ha. Sebagai contoh luas lahan gambut di Papua seluas 10,5 juta Ha (Pusittanak, 1981) , sumber lain 0,1 juta ha ( Driessen, 1978) , dan 8 juta Ha (W

etland

International, 2005). Tipologi lahan gambut telah diketahui, tetapi perlu disempurnakan dan dilengkapi

A.

Klasifi

kasi

Tipologi dan sebaran hutan:

1.

Review tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi

2. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan 3. Uji coba inventarisasi karakteristik gambut dengan telemetri - Kriteria dan indikator tipologi hutan - Teknik Klasifikasi (luas/tipe/ kondisi) dan sebaran hutan berdasar kan hutan gambut terdegradasi dan biofisik hutan

Keakuratan para pihak dalam memprediksi data perhitungan karbon dalam hubungannya dengan perubahan iklim Pedoman, Petunjuk teknisyang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(34)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Luas lahan gambut di Indonesia kurang lebih 20 juta ha, diperkirakan 50 % telah terdegradasi. Teknologi reboisasi dengan revegetasi dan rehabilitasi hidrologi yang diperoleh masih sangat terbatas, baik pemilihan jenis pohon yang tepat maupun teknik penanamannya.

B. T

eknologi Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Terdegradasi :

1. Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan lahan, ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan)

- Pedoman/ Teknik bioremediasi pada berbagai kondisi hutan alam rawa gambut terdegradasi -Pedoman Petunjuk teknis pengadaan bibit baik melalui propagasi generatif maupun vegetatif -Pedoman / Petunjuk teknis penyiapan lahan dan drainase di berbagai tipologi hutan dan lahan rawa gambut terdegradasi Perenca- naan dalam keberhasilan Program rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Pedoman, Petunjuk teknisyang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(35)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Potensi flora dan fauna baru sebagian kecil saja terungkap khususnya potensi kayu. Paling sedikit 30 jenis jenis pohon asli rawa gambut sudah diketahui manfaat dan sifat kayunya. Untuk manfaat lainya seperti obat-obatan belum terungkap, seperti jenis

Calophyllum

spp .ektraksi bagian batangnya berpontensi untuk obat HIV aid dan kanker. Demikian juga untuk mikroorganisme.

C. T

eknologi Pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut

1.

Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rawa gambut Petunjuk teknis pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan gambut

Perencanaan dalam Program pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan rawa gambut skala nasional Pedoman, Petunjuk teknis yang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(36)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Hambatan utama dalam upaya rehabilitasi gambut adalah tingkat kesuburan yang rendah sehingga upaya peningkatan kesuburan lahan perlu dilakukan dengan berbagai cara untuk keberhasilan dalam rehabilitasi lahan gambut terdegradasi. Kharakteristik yang spesifik, seperti seperti subsidensi, sifat kering tidak balik, merupakan reservoar air, timbunan gambut yang besar, mudah terbakar, sehingga mempunyai dampak global seperti perubahan iklim kalau tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan air merupakan faktor penting.

D. Informasi adaptasi fenologi jenis- jenis pohon hutan rawa gambut 1. Kajian phenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut: adaptasi terhadap perubahan iklim Informasi waktu musim berbu

nga

dan berbuah pohon di hutan rawa gambut Penunjang Program konservasi ex-situ dan in- situ jenis-jenis pohon hutan rawa gambut Pedoman, Petunjuk teknis yang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(37)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Kerusakan ekosistem hutan rawa gambut salah satu sebab karena pembuatan drainase kanal yang kurang diperhitungkan, sehingga air tanah menjadi sangat turun dari permukaan gambut (> 100 cm) menyebabkan kekeringan dan mudah terjadi kebakaran, sebaliknya dimusim hujan terjadi kebanjiran. Oleh karena itu rehablitasi dimulai dengan rehabilitasi hidrologi dan disusul revegetasi. Rehabilitasi hidrologi Diharapkan dapat mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut

E. Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif 1. Kajian kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif Tersedianya data dan informasi mengenai kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif

Program partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan rawa gambut Pedoman, Petunjuk teknis yang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(38)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Sistem silvikultur di hutan rawa gambut perlu disempurnakan, selama ini, sistem silvikulturnya disamakan dengan TPTI lahan kering. Sehingga uji coba sistem silviultur yang tepat untuk hutan rawa gambut perlu dilakukan dan disempurnakan

F. Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK 1. Kajian deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26 % Tersedianya data dan informasi mengenai dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK

Program dan Perencanaan penurunan emisi GRK

Pedoman, Petunjuk teknis yang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

(39)

No. TUJU AN/ SASARAN KONDISI SAA T INI CAKUP AN DAN AKTIVIT AS INDIKA TOR ALA T VERIFIKASI PELAKSANA OUTPUT OUTCOME

Saat ini, pemanenan hasil masih belum berdasarkan pertambahan pertumbuhan/riap. Pengamatan riap jenis-jenis pohon rawa gambut perlu terus dilakukan. Umumnya di rawa gambut pertumbuhannya rendah, pertumbuhan diameter berkisar 0,7 – 1,5 cm/tahun. Oleh karena itu, perlu tindakan silvikultur untuk meningkatkan riap Beberapa jenis unggulan asli rawa gambut telah diketahui terutama untuk kegiatan rehabiltasi, kurang lebih ada 28 jenis pohon penting yang prospektif untuk dikembangkan

G. Informasi potensi Kawasan Lindung (HCVF) pada huta

n

rawa

gambut

1.

Identifikasi kawasan Lindung (HCVF) pada ekosistem hutan rawa gaambut

Terindentifi- kasinya kawasan lindung (HCVF) di kawasan IUPHHK-HT dan IUPH-HK-HA di hutan rawa gambut Program pelestarian flora dan fauna yang terancam punah di kawasan hutan rawa gambut Pedoman, Petunjuk teknis yang sudah disyahkan oleh Kapus, Publikasi ilmiah P3HKA BPK.

AEK nauli

BPK.

Semboja

Gambar

Table 1.  Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber
Table 2. Cakupan  dan Kegiatan  Penelitian Integratif  Pengelolaan Hutan Alam   Rawa Gambut 2010 – 2014
Table 3. Rencana  Anggaran, Waktu dan Unit Pelaksana Penelitian  Integratif  Tahun  2010 – 2014
Table 4. Matrik Kodeifikasi Pelaksanaan Kegiatan RPI
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun teknik dasar yang perlu dikuasai dalam permaian bola basket adalah : melempar bola (passing), menangkap bola (catcing), menggiring bola (dribbling), menembak bola

Dalam mekanisme rekrutmen yang ditetapkan sudah mengakomodasi keterwakilan perempuan sebesar 30% dan mekanisme itu sudah sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam UU

Dalam menanamkan aqidah Islam pada peserta didik, pendidik juga menggunakan metode Glenn Doman selain menggunakan metode yang lain yaitu metode bernyanyi dan metode penjelasan

Hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh Tim Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung dari Tahun 2007 – 2013 (Bangkapos, 15 Oktober 2013)

Namun demikian, saat ini juga telah beredar sampel tasbih imitasi terbuat dari kayu keras (hardwood) di pasaran. Keberadaan sampel tasbih palsu tersebut telah

Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan yang dilaksanakan Badan Litbang Kesehatan diupayakan dapat memberikan landasan perumusan kebijakan dan penyusunan

Kedua, jika setiap state pada rantai Markov re-current dan mean waktu recurrence adalah terbatas, p j 's menjadi distribusi probabilitas yang tidak.. berubah dan dapat

Penerapan SOP tersebut juga dijelaskan melalui pamfet yang sudah di cetak agar petugas distribusi dapat mengetahui alur distribusi dan batas waktu yang digunakan