• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wilayah dan Teori Pengembangan Wilayah 2.1.1 Pengertian Wilayah

Pengertian wilayah sangat beragam, hal ini ditentukan dari mana sudut pandang orang yang mengartikannya. Ada beberapa pengertian wilayah yang diartikan dalam bidang perencanaan yang diungkapkan para ahli. Ada pun pengertian wilayah yang diungkapkan (Jayadinata dan Paramandika 2006:168) adalah :

“Bahwa wilayah dalam pengertian geografi merupakan kesatuan alam, yaitu alam yang serba lama, homogen atau seragam, dan kesatuan manusia yaitu masyarakat serta kebudayaan yang serba sama, homogen atau seragam, yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah lainnya”.

Dalam pengertian di atas ada 2 (dua) macam pengertian wilayah, yaitu (Jayadinata dan Paramandika, 2006 : 168):

1. Pengertian Internasional : wilayah dapat meliputi beberapa negara yang mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya Asia Tenggara, Wilayah Asia Barat Daya, Wilayah Eropa Barat, Wilayah Amerika Latin, Wilayah Asia dan sebagainya.

(2)

2. Pengertian Nasional : wilayah merupakan sebagian dari negara, tetapi bagian tersebut mempunyai kesatuan alam dan kesatuan manusia, misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, dan sebagainya.

Pengertian Wilayah menurut Nugroho dan Dahuri (2004: 9), Wilayah adalah suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi.

Menurut kamus tata ruang pengertian wilayah adalah ruang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Sedangkan pengertian wilayah menurut G.P. Holuer (1994 : 2). Pengertian wilayah dapat dibagi menjadi dua konsep yaitu konsep homogenitas dan konsep nodalitas / sentralitas.

 Wilayah Homogen adalah suatu wilayah yang mempunyai ciri-ciri khas yang kurang lebih sama dan dengan segera dapat dibedakan dari wilayah-wilayah lainnya bagi keperluan perencanaan dan kebijakan.

 Wilayah Nodal adalah suatu wilayah yang mempunyai organisasi tata ruang yang ditunjukkan / ditekankan pada hubungan antara pusat-pusat (nodal) atau sentra-sentra kegiatan dan sumberdaya-sumberdaya dalam tata ruang tersebar. Setiap nodal atau sentra mempunyai daerah belakang atau lingkupan wilayah pengaruh yang sesuai dengan hirarki didalam dan diluar wilayah tersebut.

 Wilayah Administrasi adalah wilayah yang pembentukannya menurut penetapan peraturan Negara.

(3)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan penegertian wilayah adalah daerah yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia yang memiliki karakteristik yang sama baik secara alam maupun manusia yang memiliki batas administratif yang jelas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku.

2.1.2 Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul sering dengan interaksinya dengan wilayah lain.

Menurut Saefulhakim, dkk (2002) Wilayah Pengembangan adalah perwilayahan untuk tujuan pengembangan / pembangunan / development. Tujuan-tujuan pembangunan terkait dengan lima (5) kata kunci, yaitu :

1. Pertumbuhan;

2. Penguatan Keterkaitan; 3. Keberimbangan; 4. Kemandirian; 5. Keberlanjutan;

(4)

Sedangkan konsep wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.

Alkadri (2001) mendifinisikan pengembangan wilayah sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Ryadi, 2002).

Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan yaitu sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).

Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya

(5)

mengatasi kendala pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional, pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 1964).

Menurut Budiharsono (2005) pengembangan wilayah setidak-tidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar / aspek yaitu :

1. Aspek Biogeofisik;

Aspek Biogeofisik meliputi kandungan sumber daya hayati, sumber daya non hayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada pada wilayah tersebut.

2. Aspek Ekonomi;

Aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah.

3. Aspek Sosial;

Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.

4. Aspek Kelembagaan;

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada di wilayah tersebut.

(6)

5. Aspek Lokasi;

Aspek lokasi menunjukkan kerterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran.

6. Aspek Lingkungan;

Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.

2.1.3 Teori – teori dalam Pengembangan Wilayah a. Teori Tempat Pusat (Central Place Theory)

Teori tempat pusat atau central place theory pertama kali dikembangkan oleh Walter Christaller pada tahun1993. Christaller (1933) dalam Djojodipuro (1992: 134), mendefisikan Pusat Pelayanan atau lebih dikenal dengan central place merupakan kota-kota yang menyajikan barang dan jasa bagi masyarakat di wilayah sekelilingnya dengan membentuk suatu hirarki berdasarkan jarak dan ambang batas penduduk. Pembagian hirarki pelayanan tersebut, mengakibatkan suatu kota (dengan hirarki pelayanan paling tinggi) secara alami memiliki potensi daya tarik yang besar dan berpengaruh besar bagi daerah-daerah yang kekuatannya lebih kecil, dimana kota tersebut mempunyai kemampuan menarik potensi, sumber daya dari daerah lain dan kota di bawahnya.

Walter Christaller pada tahun 1933 melakukan studi di Jerman Selatan mengenai hirarki pusat pelayanan kegiatan jasa pada tujuh tingkat hirarki pusat pelayanan, mulai dari desa kecil di pinggir jalan hingga kota. Setiap pusat pelayanan kegiatan jasa tersebut masing-masing mempunyai spesialisasi

(7)

pelayanan tertentu, seperti jasa kesehatan, jasa pemenuhan kebutuhan (toko, pasar berkala, dan pasar harian), serta jasa pemerintahan. Hasil studinya ini merupakan sumbangan sekaligus juga kemajuan yang berarti bagi teori lokasi secara umum, dan secara khusus adalah bagi teori penyediaan pusat pelayanan penduduk tersebut diartikan sebagai pusat kota (maupun sub pusat kota), yang merupakan suatu titik / tempat / daerah pada suatu kota yang memiliki peran sebagai pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial, budaya, ekonomi dan teknologi (Yunus, 1999 : 9). Dalam teori ini ada 4 (empat) asumsi yang mendasari, yaitu :

 Wilayah tersebut merupakan wilayah yang datar, dan juga memiliki sumberdaya alam yang merata.

 Pergerakan dimungkinkan dapat dilakukan ke segala arah.

 Penduduk tersebar secara merata diseluruh wilayah, dan semuanya memiliki daya beli yang sama.

 Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimasi jarak atau biaya.

Berdasarkan asumsi dan fenomena tersebut diatas, Christaller menjelaskan juga bahwa suatu tempat pusat memiliki 3 (tiga) karakteristik khusus. Ketiganya dikatakan sejalan karena ketiga karakteristik tersebut merupakan faktor – faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya pola geometris wilayah pelayanan suatu tempat pusat. ketiga karakteristik tersebut adalah :

(8)

1. Memiliki ambang penduduk (threshold population)

Ambang penduduk adalah jumlah penduduk minimum untuk dapat mendukung suatu penawaran akan jasa. Dalam hal ini, jasa yang ditawarkan adalah jasa pelayanan yang diberikan oleh fasilitas-fasilitas yang ada ditempat pusat tersebut. Bila jumlah penduduk yang dilayani berada dibawah ambang, maka pelayanan tersebut akan menjadi kurang baik dan kurang efektif.

2. Memiliki jangkauan pasar / wilayah cakupan layanan (markete range)

Jangkauan pasar suatu aktifitas jasa adalah jarak yang seseorang bersedia untuk menempuhnya untuk mendapatkan jasa yang bersangkutan. Lebih jauh dari jarak ini, orang yang bersangkutan akan mencari tempat lain yang lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan akan jasa yang sama. Jangkauan pasar setiap kegiatan pelayanan jasa akan saling berbeda-beda, tergantung pada arti pentingnya suatu tempat pusat / pelayanan jasa tersebut.

3. Memiliki struktur hirarki pelayanan

Struktur hirarki pelayanan adalah tingkat pelayanan kegiatan jasa dari mulai tingkatan yang paling tinggi seperti pada tingkatan kota, sampai pada tingkatan yang paling rendah seperti pada tingkatan desa.

b. Teori Daerah / Wilayah Inti

Friedmann (1964) menganalisis aspek-aspek tata ruang, lokasi serta persoalan-persoalan kebijakan dan perencanaan pengembangan wilayah dalam ruang lingkup yang lebih general.

Pusat-pusat besar pada umumnya berbentuk kota-kota besar, metropolis atau megapolis, dikategorikan sebagai daerah inti, dan daerah-daerah yang relatif

(9)

statis sisanya merupakan subsistem-subsistem yang kemajuan pembangunannya ditentukan oleh lembaga-lembaga daerah inti dalam arti bahwa daerah-daerah pinggiran berada dalam suatu hubungan ketergantungan yang substansial. Daerah inti dan wilayah pinggiran bersama-sama membentuk sistem spasial yang lengkap.

Pada umumnya daerah-daerah inti melaksanakan fungsi pelayanan terhadap daerah-daerah sekitarnya. Beberapa daerah inti memperlihatkan fungsi yang khusus, misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri, ibukota pemerintah dan sebagainya.

Hubungan dengan peranan daerah inti dalam pembangunan spasial, friedmann mengemukakan 5 (lima) buah preposisi utama, yaitu sebagai berikut (N.M Hansen: 1972,96 – 99 dalam Adisasmita: 119) :

1. Daerah inti mengatur keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya melalui sistem suplay, pasar dan daerah administrasi.

2. Daerah inti meneruskan secara sistematis dorongan-dorongan inovasi ke daerah-daerah disekitarnya yang terletak dalam wilayah pengaruhnya.

3. Sampai pada suatu titik tertentu pertumbuhan daerah inti cenderung mempunyai pengaruh positif dalam proses pembangunan sistem spasial, akan tetapi mungkin pula mempunyai pengaruh negatif jika penyebaran pembangunan wilayah inti kepada daerah-daerah disekitarnya tidak berhasil ditingkatkan, sehingga keterhubungan dan ketergantungan daerah-daerah disekitarnya terhadap daerah inti menjadi berkurang.

(10)

4. Dalam sistem spasial, hirarki daerah-daerah inti ditetapkan berdasarkan pada kedudukan fungsionalnya masing-masing meliputi karakteristik-karakteristiknya secara terperinci dan prestasinya.

5. Kemungkinan inovasi akan ditingkatkan keseluruh daerah sistem spasial dengan cara mengembangkan pertukaran informasi.

Teori ini memiliki kelemahan yaitu :

1. Teori ini tidak membahas masalah pemilihan lokasi optimum industri dan tidak pula menentukan jenis investasi apa yang sebaiknya ditetapkan di pusat-pusat urban, oleh karena itu mereka di klasifikasikan sebagai tanpa tata ruang. 2. Dominannya pusat-pusat urban dapat menimbulkan dampak negatif yaitu

munculnya susunan-susunan ketergantungan dualistik menimbulkan akibat-akibat yang mendalam bagi pembangunan Nasional.

c. Model Gravitasi Sebagai Faktor Penting Penentu Lokasi

Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk melihat besarnya daya tarik dari suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model ini sering di gunakan untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan besarnya wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila kita ingin membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini dapat digunakan untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas itu akan digunakan sesuai dengan kapasitasnya. Model gravitasi berfungsi ganda, yaitu sebagai teori lokasi dan sebagai alat dalam perencanaan.

(11)

Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha / kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006:77).

Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan apakah suatu lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau dari lokasi lain di sekitarnya (Tarigan, 2006:73). Menurut Tarigan, tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.

Dalam analisis kota yang telah ada atau rencana kota, dikenal standar lokasi (standard for location requirement) atau standar jarak (Jayadinata, 1999:160) seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

(12)

Tabel 2.1

Standar Jarak Dalam Kota

No Prasarana Jarak dari tempat tinggal (berjalan k ki)

1 Pusat tempat kerjaPusat kota (dengan pasar, dan sebagainya)Pasar lokal

20 sampai 30 menit30 sampai 45 Menit ¾ km atau 10 menit

2 Sekolah Dasar ¾ km atau 10 menit

3 Sekolah Menengah Pertama 1 ½ km atau 20 menit 4 Sekolah Lanjutan Atas 20 atau 30 menit 5 Tempat bermain anak-anak dan ¾ km atau 20 menit 6 Tempat olah raga dan pusat lalita 1 ½ km atau 20 menit 7 Taman untuk umum atau cagar

(seperti kebun binatang, dan sebagainya

30 sampai 60 menit

Sumber: Chapin dalam Jayadinata (1999:161)

d. Teori Penempatan Lokasi Pusat Pelayanan

Penempatan lokasi suatu pusat pelayanan pada prinsipnya harus mempertimbangkan aspek keruangan dengan cermat Hal tersebut berlaku bagi semua hirarki struktur pusat pelayanan, mulai dari tingkat pusat kota, sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota, tingkat perdesaan sampai kepada pusat lingkungan, penempatan lokasi yang tepat akan dapat mewujudkan sistem pelayanan wilayah yang baik dan efisien. Secara umum, pusat pelayanan tersebut harus ditempatkan pada lokasi yang sentral. Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan lokasi pusat pelayanan, yaitu:

1. Pendapat Christaller (1933) Dalam Teori Tempat Pusat

Konsumen (penduduk pengguna fasilitas) akan berusaha mencari pusat pelayanan yang terdekat. Hal ini berarti bahwa pusat pelayanan tersebut harus ditempatkan pada daerah kosentrasi pemukiman penduduk. Setiap pusat

(13)

pelayanan akan saling terhubung oleh suatu jaringan heksagonal. Dalam konteks dunia modern saat ini, pendapat Christaller ini dapat diartikan bahwa lokasi pusat pelayanan harus sedekat mungkin dengan daerah kosentrasi permukiman penduduk. Sementara itu, jaringan heksagonal dapat diartikan sebagai jaringan pergerakan yang menghubungkan antara bagian wilayah yang satu dengan yang lainnya. Jadi, pusat pelayanan harus berlokasi di simpul-simpul pertemuan jaringan pergerakan yang satu dengan yang lainnya. Sehingga pusat pelayanan tersebut dapat dengan mudah dicapai penduduk.

2. Kaidah most accesible, Rushton (1979)

Lokasi yang paling optimum untuk sebuah pusat pelayanan adalah lokasi yang paling mudah diakses/dicapai oleh penduduk. Terdapat beberapa kriteria yang dapat mendefiisikan kaidah most accecible ini, seperti kriteria minimasi jarak total, kriteria minimasi jarak rata-rata, kriteria minimasi jarak terjauh, kriteria pembebanan merata, kriteria batas ambang, serta kriteria batas kapasitas.

2.2 Pusat Pelayanan

2.2.1 Pengertian Pusat Pelayanan

Pusat pelayanan merupakan titik-titik pertumbuhan yang terjadi di beberapa tempat tertentu saja karena adanya kekuatan penggerak pembangunan, dimana kekuatan tersebut dapat merangsang kegiatan-kegiatan lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai kecendrungan untuk mengelompok membentuk suatu kesatuan yang pada akhirnya menjadi pusat dari kegiatan atau disebut sebagai pusat pelayanan, jadi pusat-pusat

(14)

pelayanan merupakan suatu aglomerasi dari berbagai kegiatan atau aktivitas serta aglomerasi dari berbagai prasarana dan sarana yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan wilayah.

Suatu ciri umum dari daerah-daerah nodal adalah bahwa penduduk kota tidaklah tersebar secara merata diantara pusat-pusat yang sama besarnya tetapi tersebar diantara pusat-pusat yang besarnya berbeda-beda yang secara keseluruhan membentuk suatu hirarki perkotaan (Harry W 1991, 72).

Struktur dan hirarki pusat pelayanan pada dasarnya adalah suatu arahan mengenai jenjang atau hirarki pusat pelayanan yang ditentukan berdasarkan fungsi dan skala / lingkup pelayanan yang dikembangkan pada masing-masing pusat pelayanan. Pembentukan atau pengadaan pola pelayanan kota yang baik dan efisien adalah mempertimbangkan pola pendistribusian pusat-pusat pelayanan yang mencakup penghirarkian dan mengatur penempatannya secara ruang (Sujarto 1977, 170).

Konsep pola pendistribusian pusat-pusat pelayanan menurut Sujarto adalah dengan menempatkan pusat kota sebagai pusat pelayanan tertinggi, baik dilihat dari kelengkapan fasilitas, daya layanan maupun skala pelayanannya. Disamping itu, pusat kota berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk seluruh kota atau bahkan dari daerah sekitarnya. Dibawah pusat kota adalah sub pusat kota yang mempunyai hirarki yang lebih rendah dari pusat kota tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan. Sub pusat ini mempunyai fungsi melayani kebutuhan penduduk dari suatu bagian wilayah kota.

(15)

Hirarki berikutnya adalah pusat lingkungan yang berfungsi melayani kebutuhan penduduk dari lingkungan kecil dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi, hirarki dari pusat-pusat pelayanan tersebut adalah hirarki pertama pusat kota, hirarki kedua adalah sub pusat kota, dan yang terakhir adalah pusat lingkungan.

Secara garis besar ada 2 faktor yang sangat berpengaruh didalam penentuan dan pendistribusian pusat pelayanan yaitu faktor manusia yang akan mempergunakan pusat-pusat pelayanan tersebut dan faktor lingkungan tempat manusia tersebut melaksanakan kegiatan hidupnya.

Faktor manusia terutama menyangkut pertimbangan-pertimbangan mengenai jumlah penduduk yang akan mempergunakan pelayanan tersebut, kepadatan penduduk, perkembangan penduduk, keadaan sosial ekonomi masyarakat, potensi masyarakat dan sebagainya. Faktor lingkungan terutama menyangkut pertimbangan mengenai skala lingkungan dalam arti fungsi dan peranan sosial ekonominya, jaringan pergerakan, letak geografis lingkungan dan sifat keterpusatan lingkungan.

2.2.2 Dasar Pemikiran Perlunya Pusat Pelayanan

Perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah sangat banyak di pengaruhi dan ditentukan oleh berbagai macam faktor-faktor perubahan yang menyangkut segi-segi sosial, ekonomi, kultural dan politik. Manifestasi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada segi-segi tersebut diatas adalah perubahan-perubahan struktur fisik suatu wilayah. Pertambahan jumlah

(16)

terjadinya perpindahan penduduk dan perdesaan ke kota telah meningkatkan tuntutan akan pelayanan kebutuhan seperti pusat Komersial (Sujarto, 2006). Pada hakekatnya pusat-pusat pelayanan berkaitan juga dengan tujuan sosial. Pengertian sosial itu sendiri didalam usaha pembangunan selalu dihubungkan dengan segi-segi kesejahteraan masyarakat. Jadi dalam hubungan ini tersangkut usaha peningkatan taraf kehidupan penduduk serta usaha-usaha pendistribusian yang merata dari kebutuhan baik materil maupun spiritual yang akan menyertai usaha peningkatan produksi yang dihasilkan oleh suatu usaha pembangunan perekonomian (Sujarto, 1977).

Secara naluriah selalu akan terjadi suatu proses bahwa didalam rangka memenuhi kebutuhannya manusia akan mencari suatu pusat pemenuhan kebutuhan yang paling dekat, mudah dan murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera kebutuhannya. Demikian pula dari pihak penyedia akan selalu dipertimbangkan bahwa penempatan kegiatan usaha pemenuhan kebutuhan sebagai tempat melayani kebutuhan ingin memenuhi persyaratan-persyaratan mudah dicapai strategis dalam arti dapat dicapai dari semua arah secara merata dan dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya (Sujarto, 1977).

Antara masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan pusat pelayanan dengan pihak penyedia akan terdapat sifat hubungan yang saling ketergantungan satu sama lain. Masyarakat ingin terlayani segala kebutuhannya dan penyedia juga membutuhkan masyarakat untuk dapat menjamin eksistensinya mengenai kategori masyarakat yang membutuhkan fasilitas pelayanan adalah seluruh lapisan penduduk.

(17)

Keadaan ini pada dasarnya juga merupakan suatu akibat dari proses pertumbuhan kota dimana secara keseluruhan kota akan mengalami 4 proses perubahan yaitu (Ratcliff, 398-405 dalam TA Riri S, 2002):

1. Perluasan fisik yaitu pengisian dan perluasan areal kearah pinggir kota yang pada umumnya disepanjang jalur utama regional dan juga pembentukan wilayah-wilayah baru di kawasan pinggir kota.

2. Pergeseran yaitu perubahan struktur kota akibat pergeseran penggunaan yang disebabkan karena adanya penyesuaian penggunaan terhadap kebutuhan pelayanan baru.

3. Pergerakan wilayah perumahan yaitu perpindahan atau pergeseran wilayah perumahan karena motif ekonomi dan kebutuhan sosial penduduk.

4. Pergeseran ekonomi yaitu pergantian fungsi ekonomi akibat adanya peningkatan nilai tanah.

Demikian bahwa proses perubahan diatas terjadi terus selama kota itu tumbuh dan berkembang dari masalah-masalah nyata yang timbul sebagai akibat perubahan tadi secara keseluruhan antara lain adalah :

1. Penggunaan tanah yang tidak teratur, salah satu diantaranya disebabkan karena terkonsentrasinya aktifitas dan fasilitas dipusat kota yang menyebabkan pula timbulnya masalah-masalah lalu lintas dipusat kota.

2. Kepadatan yang tinggi pada kawasan-kawasan tertentu khususnya dipusat kota sehingga menyebabkan penurunan standar lingkungan dan kebutuhan sosial dalam hal penyediaan sarananya.

(18)

3. Desakan-desakan yang terjadi dipusat kota (terjadinya Proses Invasi dan Suksesi) menyebabkan terjadinya perkembangan fisik dikawasan pinggir kota yang menjalar mengikuti jaringan jalan dimana akibat-akibat yang dapat terjadi dari pola perkembangan semacam ini adalah (Ditjen Cipta Karya, 1973):

 Pengaturan pengadaan prasarana yang mahal dan sulit.

 Timbulnya kepadatan lalu lintas di jalur-jalur jaringan urat nadi lalu lintas, yang dapat menimbulkan masalah-masalah yang menghambat kegiatan pembangunan.

 Pola perkembangan kota yang menjalar akan menghilangkan dasar-dasar kesatuan hidup kota yang amat diperlukan dalam membina kehidupan kota yang sehat.

Sebagian besar kegiatan produktif di suatu wilayah terjadi atau berada pada gedung-gedung dan antar gedung. Gedung-gedung tersebut dapat merupakan kantor-kantor, pabrik, toko, pasar, sekolah, rumah sakit, terminal, gedung pertemuan, bioskop, masjid, dan lain sebagainya. Pembangunan gedung - gedung tersebut berkembang cepat, bahkan sebagian tidak terarah atau tidak terkontrol dengan baik. Dalam hubungan ini pemerintah daerah harus berusaha menciptakan lingkungan fisik perkotaan (urban setting) yang serasi dan harmonis.

2.2.3 Tinjauan Sistem Pusat-pusat Pelayanan

Proses perkembangan suatu wilayah akan dipengaruhi oleh peran dan fungsi wilayah lain. Implikasi yang terjadi dari adanya pengaruh tersebut adalah terwujudnya keterkaitan antar wilayah yang berupa hubungan yang saling

(19)

menguntungkan atau ketergantungan antara suatu wilayah dengan wilayah lain. Suatu wilayah yang telah berkembang menjadi kota akan membentuk suatu sistem dengan wilayah lainnya yang mencakup keseluruhan dari sistem sosial, sistem mekanik, serta sistem ekonomi yang merupakan sistem yang kompleks dan menghasilkan suatu pola hubungan yang sitematis. Perwujudan dari pola hubungan yang sistematis tersebut adalah berupa hubungan wilayah (desa) yang akan membentuk sistem, dimana setiap wilayah mempunyai hubungan dengan wilayah yang lebih tinggi dan lebih rendah, area pelayanan berdasarkan sistem yang terbentuk dan terjadi interaksi antar area pelayanan.

Hubungan keruangan tersebut dapat diinterpretasikan melalui pengorganisasian ruang yang meliputi ukuran (jumlah), bentuk, pola keruangan dan fungsi fasilitas. Komponen-komponen fasilitas tersebut digunakan untuk rnenentukan hirarki fungsi permukiman serta keterkaitannya dengan wilayah belakangnya (Pushkar K.Pradhan dalam Andry Andreas N, 2006:14)

Walter Christaller, seorang ahli geografi Jerman dalam bukunya "Central Place in Southern Germany", menjelaskan konsep yang menekankan pada tingkatan skala dan perkiraan ambang, dimana ia mengasumsikan pada wilayah homogen dan dengan distribusi penduduk yang merata. Penduduk pada wilayah homogen tersebut memerlukan pelayanann barang dan jasa yang memiliki dua karakteristik utama, yaitu:

(20)

1. Skala

Skala dari barang adalah suatu keadaaan yang telah dilampaui seseorang untuk siap membeli barang tertentu yang dibutuhkannya, misalnya seseorang akan lebih mampu membeli makan / minum dari pada perhiasan.

2. Ambang

Ambang adalah suatu jumlah penduduk minimum yang dapat mendukung kegiatan tersebut untuk dapat berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya, toko kecil (warung rokok) dan super market. Warung rokok hanya memerlukan jumlah penduduk yang relatif kecil untuk melangsungkan kegiatannya dibandingkan jumlah penduduk minimum yang dibutuhkan super market. Jadi dapat dikatakan bahwa warung rokok memiliki tingkat ambang yang kecil dan super market memiliki tingkat ambang yang besar.

Kunci keberhasilan pertumbuhan ekonomi adalah terciptanya hubungan timbal balik antara daerah perkotaan dan pedesaan. Hubungan ini akan timbul dari interaksi antar hirarki tempat-tempat pemusatan yang akan menciptakan sistem pertukaraan yang saling berhubungan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas dan prasarana pelayanan. Dengan demikian, penggambaran dari hirarki fungsional yang terintegrasi antar pusat-pusat permukiman merupakan masalah utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Sehingga dengan beberapa pertimbangan mengenai pusat-pusat pelayanan seperti yang disebutkan di atas, adapun kegunaan teori tempat - tempat pemusatan dalam pembangunan regional (John Glasson, terjemahan Sitohang, 1977:159):

(21)

1. Dapat digunakan untuk memahami struktur ruang perwilayahan.

2. Pada dasarnya teori tempat-tempat pemusatan berlaku umum, dimana pun akan tetap sama, yang mungkin berbeda adalah jarak tiap kota dengan jumlah penduduknya ataupun kualitas jasa-jasa yang ada.

3. Dapat digunakan untuk model perencanaan dengan salah satu alasan adalah adanya jaringan yang kuat yang mempunyai arti bahwa perencanana suatu daerah harus memperhatikan implikasinya terhadap daerah sekitar.

4. Dapat digunakan untuk mendeflnisikan konsep-konsep yang sangat penting bagi perencanaan regional. Seperti hirarki fungsi pusat, lingkup pasar dan penduduk ambang.

2.2.4 Kriteria Pemilihan Lokasi Pusat pelayanan

Konsep penentuan pusat pelayanan didasarkan atas range dan threshold

yaitu (Jayadinata dan Pramandika : 141):

1. Jarak yang ditempuh orang untuk mendapatkan barang kebutuhannya.

2. Jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan keseimbangan supply barang.

Penentuan pusat pelayanan dalam skala kota dan wilayah perlu memenuhi kriteria pengukuran tingkat perkembangan daerah sebagai berikut:

1. Ukuran Sumber daya manusia

Tingkat perkembangan daerah yang dipengaruhi oleh aktivitas penduduk. Penduduk merupakan faktor utama dalam merencanakan suatu kota atau wilayah. Faktor utama penduduk yaitu lapangan pekerjaan, penyebaran dan kepadatan

(22)

pusat pelayanan ini ditujukan untuk menjadikan penduduk sebagai indikator dalam pertimbangan penentuan pusat pelayanan.

2. Sumber daya alam

Sumber daya alam yang telah digarap dan mempunyai peranan dalam perkembangan suatu daerah. Kelayakan suatu lahan yang merupakan daya tampung dan daya dukung suatu lahan dapat mempengaruhi perkembangan fisik pembangunan suatu pusat pelayanan. Sumber daya alam yang dipertimbangkan dalam hal ini yaitu sumber daya tanah yang berupa lahan, lahan yang ada akan dijadikan sebagai daerah limitasi.

3. Ukuran aktivitas ekonomi

Berkaitan dengan tingkat tenaga kerja dalam lapangan pekerjaan yaitu menggambarkan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh penduduk dalam pemanfaatan sumber daya wilayah tersebut.

4. Ukuran Kelengkapan fasilitas

Ukuran kelengkapan fasilitas berkaitan dengan kemampuan suatu fasilitas dalam melayani aktivitas penduduknya. Apabila suatu daerah mempunyai fasilitas yang lengkap maka daerah tersebut dapat berperan sebagai pusat pelayanan.

5. Ukuran Akses

Merupakan keterkaitan antara pusat-pusat lingkungan dalam menampung pola pergerakan penduduk.

Pembagian wilayah pelayanan untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan kawasan atau kota secara optimal maka harus dimulai dari sub bagian wilayah hingga unit lingkungan. Selanjutnya pembagian wilayah akan

(23)

didasarkan pada aspek-aspek perkembangan kawasan. Karakteristik fisik dasar, jumlah penduduk dan tingkat kemudahan pencapaian. Atas dasar pertimbangan diatas maka pembagian wilayah pelayanan harus memperhatikan faktor-faktor di wilayah tersebut yaitu:

1. Adanya dominasi kegiatan tertentu, dimana pengelompokan kegiatan-kegiatan tersebut dalam suatu wilayah akan lebih menguntungkan baik dalam segi pengadaan prasarana dan sarana, interaksi antara kegiatan sejenis.

2. Batasan kemampuan jangkaun pelayanan (radius pelayanan) fasilitas-fasilitas sosial ekonomi, jaringan jalan (transportasi) dan pertimbangan prospek lahan yang akses terhadap wilayah.

3. Daya tampung penduduk di masa yang akan datang di masing-masing kelurahan atau desa.

2.2.5 Hirarki Pusat Pelayanan

Pemakaian analisis skalogram, indeks bobot sentral, dan distribusi frekuensi secara bersamaan, membuat para perencanan tata permukiman mampu membedakan empat level permukiman dalam suatu kawasan. Keempat level tersebut ditentukan berdasarkan kriterianya masing-masing, (Rondinelli; 1985: 127-130) yaitu:

1. Level I : semua pusat mempunyai minimal 60 dari 64 fasilitas dan pelayanan yang digunakan dalam skalogram, pemusatan, dan analisa distribusi fungsional dan minimal setengahnya harus tersebar merata.

(24)

3. Level III : semua pemukiman mempunyai minimal 10 dari 64 fasilitas dan pelayanan dan minimal dua harus tersebar merata.

4. Level IV : semua pemukiman mempunyai kurang dari 10 fasilitas dan pelayanan.

Hirarki pusat-pusat pelayanan yang terdiri dari batas ambang jumlah penduduk, kelengkapan fasilitas, batas ambang jarak pelayanan, serta aktivitas suatu pusat pelayanan dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :

(25)

Tabel 2.2 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Tipe Radius Pelayanan (km) Jumlah Penduduk Contoh Fasilitas Pelayanan Contoh Aktivitas Kota Besar 100-500 800.000-20.000.000 • Universitas • Rumah Sakit Umum • Pusat Perdagangan Internasional •Pusat Kementerian • Perindustrian besar • Perdagangan Nasional/ Internasional • Pusat Pemerintahan Nasional, Dsb Kota Sedang 50-100 200.000-800.000 • SMU • Rumah Sakit Daerah • Supermarket. • Dsb • Agroindustri • Pusat Pemerintahan Regional Kota Kecil 15-50 2.500-25.000 • SMP • Puskesmas • Pasar Permanen, Dsb • Industri Kecil • Pusat Pemerintahan Daerah Pusat lokal/desa Besar 7,5-15 1000-2.500 • SD • Apotik/Klinik • Pasar Mingguan,Dsb •Industri Kerajinan • Pertanian • Pusat Pemerintahan Desa

Desa Kecil 2,5-7,5 100-1.000 •SD Inpres Bidan • Warung, Dsb

• Pertanian

(Sumber: United Nation, 1979)

Sistem hirarki pelayanan yang terbentuk dalam menjalankan fungsinya sebagai fungsi pelayanan, memiliki batas skala dan ambang seperti yang dijelaskan. Secara konkret batas tersebut tercermin melalui jangkauan pelayanan yang terdiri dari regional, distrik, sub distrik dan lokal. Dalam menganalisis

(26)

pusat-pusat pelayanan menurut besar jangkauan pelayanan dapat dibedakan ke dalam empat (4) bagian yaitu (ESCAP dalam Andry Andreas: 17) :

1. Pusat Regional

Pusat ini merupakan simpul dengan sarana dan prasarana yang menghubungkan dengan perekonomian nasional, juga merupakan pusat yang berperan sebagai mata rantai yang menghubungkan ekonomi nasional dengan ekonomi pedesaan. Jumlah penduduk yang dilayani pusat tersebut berjumlah maksimum 800.000 jiwa, dan lebih dari itu dapat dikatakan kota unggul. Radius pelayanan pusat antara 50-100 km dengan luas pelayanan antara 7.500-30.000 km2

2. Pusat Distrik

, penduduk pada pusat maksimum berjumlah 100.000 jiwa dan jarang yang melebihi dari itu.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat regional. Jumlah penduduk yang dilayani antara 20.000-200.000 jiwa, rata-rata sebesar 50.000 jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 15-50 km dan dengan luas pelayanan antara 700-1.500 km2

3. Pusat Sub Distrik

, pusat ini merupakan pusat pedesaan terbesar, penduduknya hidup dari sejumlah pelayanan dan jasa yang dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di wilayah pengaruhnya. Pusat distrik merupakan mata rantai antara daerah sekitarnya dengan pusat (kota) regional.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat distrik. Jumlah penduduk yang dilayani antara 5.000-20.000 jiwa, rata-rata sebesar 8.000

(27)

jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 7,5-15 km dan dengan luas pelayanan antara 200-700 km2

4. Pusat Lokal

.

Merupakan pusat yang lebih rendah tingkat hirarkinya dari pusat sub distrik. Jumlah penduduk yang dilayani antara 500-5.000 jiwa, rata-rata sebesar 2.000 jiwa, dengan radius jangkauan pelayanan sebesar 2,5-7,5 km dan dengan luas pelayanan antara 25-200 km2

, pusat pelayanan lokal merupakan pusat pelayanan paling kecil yang melayani batas administrasi desa masing-masing.

Melalui standar radius pelayanan, maka pembagian empat kategori jangkauan pelayanan tersebut, dapat didistribusikan berdasarkan karakter wilayah masing-masing. Selanjutnya, untuk mendapatkan kategori kependudukan, maka setiap radius wilayah yang dilayani oleh pusat pelayanan merupakan kategori kependudukan dan sebagai parameter. Untuk lebih lengkapnya, kategori yang ditawarkan oleh ESCAP dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini (United Nation, 1979 dalam Sofi Revilia Kurniadi: 29) :

(28)

Tabel 2.3

Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Menurut Jangkauan Pelayanan dan Jumlah Penduduk

Ran-king

Tipe Level Radius Pelayanan (km) Luas Pelayanan (km2) Jumlah Penduduk yang dilayani Penduduk Pada Pusat pelayanan

Kota Kabupaten Pusat Regio-nal 100 - 50 30.000 - 7.500 800.000 - 200.000 100.000 50.000 25.000 Desa Kota Kecamatan Pusat Distrik 50 25 15 7.500 2.000 700 200.000 50.000 20.000 25.000 1.000 500

Desa Kota Lokal Pusat Sub Distrik 15 10 7.5 700 300 200 20.000 8.000 5.000 2.500 1.000 500 Desa Pelayanan Desa Pusat Lokal 7.5 5 2.5 200 75 25 5.000 2.000 500 1.000 500 100 Sumber :ESCAP, 1979

2.3. Pengertian Fasilitas Kota

Fasilitas adalah salah satu unsur atau elemen dari ruang kota yang keberadaannya sangat penting dalam melayani kehidupan masyarakat kota dalam melakukan kegiatan sosial ekonominya Fasilitas kota dapat diartikan sebagai suatu aktifitas atau pun materi yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok individu didalam suatu lingkungan kehidupan. Secara sistematis aktivitas maupun materi tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu fasilitas sosial dan fasilitas fisik. Fasilitas sosial dapat diartikan sebagai aktivitas ataupun materi yang berfungsi untuk melayani kebutuhan masyarakat yang

(29)

bersifat dapat memberikan kepuasan sosial, mental dan spiritual diantaranya adalah fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan, fasilitas kemasyarakatan, fasilitas rekreasi olah raga serta pemakaman umum. Sementara fasilitas fisik adalah aktifitas yang dapat melayani masyarakat akan kebutuhan fisik yaitu utilitas umum yaitu air minum, sanitasi lingkungan, sistem drainase, gas, listrik, jalan raya, terminal, serta fasilitas rumah.

1. Pendistribusian Fasilitas Kota

Dalam pengembangan kota salah satu pendekatannya adalah dengan penyediaan fasilitas pelayanan kotanya. Pendekatan pengembangan fasilitas dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

- Sisi Penyediaan :

Sisi penyediaan yaitu pengembangan dan pengarahan penyediaan sumber daya. Dari sumber daya yang perlu diketahui informasi, jenis pelayanan, karakteristik, tingkat pelayanan, opini, aksesibilitas, alokasi lahan pengembangan.

- Sisi Permintaan :

Sisi permintaan yaitu pengembangan dan pengarahan permintaan terhadap sumber daya. Dari sumber daya yang perlu diketahui informasi sosial ekonomi pengunjung, karateristik pengunjung, opini, perilaku pengunjung, tempat asal dan tujuan.

(30)

Pengembangan fasilitas kota juga terkait dengan faktor dalam penentuan standar perencanaan fasilitas yang terdiri dari :

- Faktor Manusia :

Yaitu : jumlah penduduk;

- Faktor Lingkungan :

perkembangan, standar sosial ekonomi, nilui-nilai, potensi masyarakat, pola budaya dan antropologi.

Yaitu : fungsi, peranan sosial ekonomi, jaringan pergerakan, letak geografis lingkungan, sifat kepusatan lingkungan. Faktor-faktor pengembangan tersebut berpengaruh terhadap jumlah, besaran, sebaran dan hirarki pelayanan fasilitas kota.

2. Tingkat Pelayanan Fasilitas

Adapun tingkat pelayanan fasilitas sosial pada dasarnya mengungkapkan kemampuan fasiltias sosial dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Sedangkan penilaian tingkat pelayanan ini ditinjau dari kemampuan daya layaknya apakah sudah sesuai dengan standar umum kebutuhan normative dan apakah memenuhi kriteria efektifitas serta efisiensi dalam melayani masyarakat.

Berdasarkan teori klasik pusat pelayanan (CPT), bahwa suatu areal pelayanan dilayani 1 pusat pelayanan dan luas areal pelayanan sebanding dengan hirarki skala pelayanan dan jangkauannya. Menurut teori ini, manusia secara alamiah selalu akan mengalami suatu proses dalam pemenuhan kebutuhannya. Manusia akan mencari suatu tempat pemenuhan kebutuhan, yang paling dekat, mudah dan murah dicapai serta yang sesuai dan dapat memenuhi selera kebutuhannya. Demikian pula pihak penyedia kebutuhan tersebut, akan selalu

(31)

mempertimbangkan kegiatan usahanya sebagai tempat melayani kebutuhan yang memenuhi persyaratan mudah, menarik, dan mendapatkan konsumen lokasi yang mudah dicapai, strategis, dalam arti dapat dicapai dari semua arah secara merata dan dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

2.4 Konsep Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah konsep yang menghubungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 2000:32). Selain itu, aksesibilitas juga memiliki pengertian berupa suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, serta tingkat kemudahan / kesulitan lokasi tersebut dicapai melalui jaringan transportasi (Black dalam tamin, 2000:32). Tingkat kemudahan / kesulitan tersebut merupakan suatu hal yang subjektif dan kualitatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran yang kuantitatif untuk menyatakannnya. Terdapat tiga besaran ukuran untuk menyatakan aksesibilitas, yaitu :

1. Jarak

Konsep yang menyatakan aksesibilitas melalui jarak merupakan konsep paling sederhana. Konsep ini menyatakan bila jarak antara dua tempat berdekatan, maka dikatakan bahwa tingkat aksesibilitas antara keduanya tinggi. Begitu juga sebaliknya bila jarak antara keduanya berjauhan, maka dikatakan bahwa tingkat aksesibilitas antara keduanya rendah.

(32)

2. Waktu Tempuh

Konsep ini menyatakan bila semakin singkat waktu yang diperlukan untuk melakukan perjalanan antar dua tempat yang berbeda, maka semakin tinggi pula tingkat aksesibilitas antar keduanya.

3. Biaya

Konsep ini menyatakan bila semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan antar dua tempat yang berbeda, maka semakin tinggi pula tingkat aksesibilitas antar keduanya. Ada penggunaan konsep ini, seringkali juga digunakan konsep biaya gabungan antara jumlah biaya perjalanan (tiket, parkir, bensin, dan biaya operasi kendaraan lainnya) dengan nilai waktu perjalanan. Nilai waktu perjalanan tersebut merupakan waktu tempuh perjalanan yang dinyatakan dalam satuan biaya tertentu.

2.5 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan kajian tentang pengembangan pusat-pusat pelayanan yang pernah dilakukan seperti penelitian yang dilakukan Teuku (2006) dalam tesisnya “Penentuan Pusat Pemerintahan dan Pelayanan Kabupaten Aceh Timur Berdasarkan Pengembangan Wilayah”, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan pusat pelayanan terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Aceh Timur.

Kemudian penelitian Paula Issabel Baun (2008) dalam tesisnya “Kajian Pengembangan Pemanfaatan Ruang Terbangun di Kawasan Pesisir Kota Kupang” menyimpulkan bahwa pengembangan kawasan pesisir Kota Kupang untuk penanganan permasalahan pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir

(33)

dilakukan dengan cara antara lain renewal, rehabilitasi, revitalisasi, dan reklamasi. Pengembangan fungsi kawasan ini disesuaikan dengan karateristik pantai Kota Kupang dengan mampertimbangkan fisik kawasan pesisir, sosial ekonomi kawasan pesisir dan kebijakan kawasan pesisir Kota Kupang.

Selain itu, penelitian Erwin Harahap (2009) dalam tesisnya “Kecamatan Perbaungan Sebagai Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Serdang Bedagai”, menyimpulkan bahwa Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai mengalami pertumbuhan tiap tahunnya, dan dalam penyediaan sarana prasarana yang ada di Kecamatan Perbaungan perlu terus ditingkatkan, baik dari sarana prasarana Pendidikan dan sarana prasarana Kesehatan yang ada sampai pada tahun 2014 berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini.

Berdasarkan penelusuran beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu, tampaknya secara khusus hanya menelaah kajian tentang peranan pusat-pusat pelayanan yang masih dalam proses pembangunan belum ada. Sehingga dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana pengembangan pusat-pusat pelayanan yang telah ada terhadap pengembangan wilayah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai.

2.6 Kerangka Penelitian

Pengembangan pusat-pusat pelayanan berperan terhadap pengembangan wilayah, pemanfaatan ruang dan penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Ketiga aspek tersebut diharapkan akan berperan

(34)

Serdang Bedagai. Berikut kerangka penelitian yang dapat digambarkan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

PUSAT-PUSAT PELAYANAN

PENGEMBANGAN

WILAYAH

PEMANFAATAN

RUANG

PENCIPTAAN LAPANGAN PEKERJAAN

PENGEMBANGAN

PUSAT-PUSAT PELAYANAN

PERDA KAB.SERDANG BEDAGAI NO.22 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA RTRW KAB.SERDANG

BEDAGAI TAHUN 2006-2016 PEMBENTUKKAN KAB.SERDANG BEDAGAI BERDASARKAN

(35)

2.7 Hipotesis

Hipotesis pada studi ini adalah Kajian Pengembangan Pusat-pusat Pelayanan di Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap pemanfaatan ruang di Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Pengembangan pusat-pusat pelayanan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai memiliki pengaruh positif terhadap penciptaan lapangan pekerjaan di Kabupaten Serdang Bedagai.

Gambar

Tabel 2.2 Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan   Tipe  Radius  Pelayanan  (km)  Jumlah  Penduduk  Contoh Fasilitas Pelayanan  Contoh  Aktivitas  Kota Besar  100-500   800.000-20.000.000  • Universitas   • Rumah Sakit  Umum   • Pusat           Perdagangan     Inte
Gambar 2.1  Kerangka Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi Akademi Sekretaris Widya Mandala Surabaya yang berusia antara 18 sampai dengan 21 tahun dan yang pernah melihat

Globalni cilj je opredeljen kot »PRESOJANJE BONITETE PODJETJA«, kriteriji so »KVANTITATIVNI DEJAVNIKI« in »KVALITATIVNI DEJAVNIKI«, atributi pa so »STOPNJA

Yassin, tentang pengajaran mata pelajaran Sejarah pada peringkat sekolah rendah merupakan perkembangan pragmatik dan positif pendidikan negara dalam sekolah rendah

Menyusuri Taman Sari yang berada di kawasan keraton ini tidak hanya mengasyikkan tetapi juga memberikan pengalaman wisata yang berharga.. Taman Sari terletak di tengah

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi risiko beserta sumber risiko, melakukan penilaian terhadap risiko yang kemungkinan muncul dan melakukan analisa

Faktor koreksi yang digunakan pada model konstanta pengeringan dapat meningkatkan COD antara model dengan pengukuran untuk udara pengering dan menurunkan error

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.. Sutriyati

Kesimpulan yang bisa diambil dari pembuatan iklan televisi dengan mengimplementasikan animasi 2D, animasi 3D, Live Video untuk SMK Ma’arif 1 Kebumen adalah :. Sebelum