• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS PHYCOCYANIN MIKROALGA Spirulina platensis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMALISASI EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS PHYCOCYANIN MIKROALGA Spirulina platensis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS

DARI MIKROALGA

Prayudi Eko Setyawan

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Pembimbing: Prof.Dr. Ir. Bakti Jos, DEA

Spirulina platensis adalah salah satu mikroalga penghasil dalam sistem pemanenannya. Phycocyanin

alami yang berharga dan banyak dimanfaatkan pada bidang ko dicapai dalam penelitian ini adalah

beberapa pelarut polar pada berbagai konsentrasi penelitian yang diterapkan dalam penel

kelarutan Phycocyanin, dan uji stabilitas

polar Air, Asam asetat 70%, 75%, 80%, Amonium sulfat 50%, 55%, 60% terkstrak menggunakan metode spektrofotometri. Hasil pengamatan memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 620 nm. pelarut yang paling efektif mengekstrak zat warna biru

Ekstraksi dipengaruhi oleh pH yaitu kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH dan tidak dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan zat warna.

Kata Kunci: Ekstraksi cair-cair; Phycocyanin

Spirulina platensis is one of the microalgae their harvest. Phycocyanin is structurally similar to in the field of cosmetics, drugs and pharmaceuticals. has important functions in cancer care.

production by extraction with polar solvents at various concentrations to obtain extracts for maximum results. research methods in this study has several

Phycocyanin, Phycocyanin’s stability test. ammonium sulphate 50%, 55%, 60%

spectrophotometric methods. The observations produces a blue maximum absorbance of 620 nm. Acetic acid

Phycocyanin than water and ammonium sulfate. Extraction is influenced by the pH of the increase in absorption (absorbance) with increasing pH and was not influenced by storage temperature and time

Keywords : Liquid-liquid extraction

OPTIMALISASI EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS PHYCOCYANIN

DARI MIKROALGA Spirulina platensis

Eko Setyawan (L2C007079) dan Yudha Satria (L2C007098)

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Pembimbing: Prof.Dr. Ir. Bakti Jos, DEA

Abstrak

adalah salah satu mikroalga penghasil Phycocyanin yang relatif cepat berproduksi dan mudah Phycocyanin yang secara struktural mirip dengan β-karoten merupakan pigmen biru alami yang berharga dan banyak dimanfaatkan pada bidang kosmetik, obat-obatan dan farmasi

melakukan studi evaluasi produksi Phycocyanin dengan teknik ekstraksi dengan pada berbagai konsentrasi untuk mendapatkan hasil ekstrak yang maksimum.

penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki beberapa tahap yaitu persiapan bahan, ekstraksi, studi , dan uji stabilitas Phycocyanin. Variabel berubah dalam penelitian ini adalah jenis pelarut polar Air, Asam asetat 70%, 75%, 80%, Amonium sulfat 50%, 55%, 60%. Analisa hasil kadar

terkstrak menggunakan metode spektrofotometri. Hasil pengamatan menghasilkan ekstrak zat warna biru yang memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 620 nm. Pelarut asam asetat

t yang paling efektif mengekstrak zat warna biru Phycocyanin dibandingkan air dan amonium sulfat. Ekstraksi dipengaruhi oleh pH yaitu kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH dan tidak dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan zat warna.

Phycocyanin; Spirulina

Abstract

microalgae Phycocyanin-producing that produce a relatively quick and easy in is structurally similar to β-carotene is a natural blue pigment is valuable and much used in the field of cosmetics, drugs and pharmaceuticals. From the results of previous research found that

has important functions in cancer care. The aim of this research is to conduct evaluation studies

production by extraction with polar solvents at various concentrations to obtain extracts for maximum results. in this study has several stages, namely preparation of materials, extraction, solubility studies

stability test. Changing variables in this study are water, acetic acid 70%, 75%, 80%, mmonium sulphate 50%, 55%, 60%. The analysis of the extracts of Phycocyanin

observations produces a blue pigment which has the highest color intensity with e of 620 nm. Acetic acid 80% is the most effective solvent to extract the blue pigment than water and ammonium sulfate. Extraction is influenced by the pH of the increase in absorption (absorbance) with increasing pH and was not influenced by storage temperature and time

liquid extraction; Phycocyanin; Spirulina

61

PHYCOCYANIN

(L2C007098)

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

yang relatif cepat berproduksi dan mudah karoten merupakan pigmen biru obatan dan farmasi. Tujuan yang ingin dengan teknik ekstraksi dengan untuk mendapatkan hasil ekstrak yang maksimum. Metode itian ini memiliki beberapa tahap yaitu persiapan bahan, ekstraksi, studi . Variabel berubah dalam penelitian ini adalah jenis pelarut Analisa hasil kadar Phycocyanin yang menghasilkan ekstrak zat warna biru yang Pelarut asam asetat 80% merupakan dibandingkan air dan amonium sulfat. Ekstraksi dipengaruhi oleh pH yaitu kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH dan tidak

produce a relatively quick and easy in carotene is a natural blue pigment is valuable and much used From the results of previous research found that Phycocyanin this research is to conduct evaluation studies Phycocyanin production by extraction with polar solvents at various concentrations to obtain extracts for maximum results. The extraction, solubility studies of water, acetic acid 70%, 75%, 80%, Phycocyanin’s content using which has the highest color intensity with is the most effective solvent to extract the blue pigment than water and ammonium sulfate. Extraction is influenced by the pH of the increase in absorption (absorbance) with increasing pH and was not influenced by storage temperature and time

(2)

1. Pendahuluan

Mikroalga telah lama menjadi sumber pangan protein tinggi yang dikonsumsi manusia Mikroalga S merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai c

menghasilkan sekitar 20 kali lebih

daripada daging sapi (Kozlenko dan Henson, 1998).

merangsang pembentukan sel darah merah dan darah putih yang berperan penting pada Senyawa kimia tersebut diketahui berupa pigmen biru gelap, yakni

Beberapa alasan utama pemanfaatan S

Spirulina keringnya, memiliki produktivitas penghasil protein yang tinggi dan mengandung pigmen biru (Phycocyanin) hingga mencapai 20 % dari bobot keringnya (Landau, 1992).

potensial untuk dijadikan sumber zat pewarna alami. kosmetik, peralatan rumah tangga dan

suatu produk yang lebih bervariasi dan

Dari hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa

kanker. Phycocyanin mempunyai kandungan yang cukup signifikan sebagai antioksidan, melindungi fungsi hati, dan membuang senyawa radikal (Weil, 2000)

pewarnaan makanan dan kosmetik . Kandungan tinggi yaitu 1400 mg atau sekitar 14%

Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa biomassa sel larut dalam pelarut polar, seperti pada air dan larutan penyangga ( polar seperti aseton atau kloroform.

mempengaruhi hasil dari ekstrak yang didapat, didapat, juga kestabilan dari hasil ekstrak.

Oleh karena itu, penelitian ini teknik ekstraksi dengan pelarut polar

pengaruh konsentrasi pelarut polar yang digunakan terhadap laju ekstraksi

2. Bahan dan Metode Penelitian

Pada penelitian ini, Spirulina platensis dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegor

dengan waktu pembiakan 14 hari. Setelah dilakukan pemanenan, spirulina dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Bentuk spirulina yang akan diekstrak berbentuk serbuk spirulina kering

yang didapat dengan menghaluskannya

Penelitian dilakukan pada bulan November 2010 Mikrobiologi Industri dan Laboratorium Bioproses

meliputi penyiapan bahan baku, ekstraksi, uji kelarutan dan uji kestabilan zat warna. Alat yang dipakai berupa beker glass, labu

sentrifugasi, lemari pendingin, dan alat spektrofotometri. kecepatan sentrifugasi, lama sentrifugasi

70%, 75%, dan 80% ammonium sulfat 50%,

Prosedur kerja proses dimulai dengan menghaluskan spirulina hingga ukuran 140 mesh dengan menggunakan mortar, kemudian mencampur

disimpan dalam refrigerator selama 24 jam, kemudian disentrifugasi sentrifugasi berupa padatan dibuang

kemudian disentrifugasi lagi dengan kecepatan 6000

masing-masing jenis senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi berdasarkan pola absorpsi pada panjang gelombang 610 – 650 nm.

Uji kelarutan Phycocyanin

dengan monitoring tiap 24 jam dengan menggunakan alat spektrofotometri asam (2, 3, 4) dengan menggunakan HCl

dikaji terhadap temperatur dengan temperatur refrigetator (14oC – 17

disimpan selama 8 hari untuk diuji kesatabilannya. absorbansinya.

Mikroalga telah lama menjadi sumber pangan protein tinggi yang dikonsumsi manusia Mikroalga S merupakan salah satu sumber pangan berpotensi, sebagai contoh satu acre atau 0,4646 hektar S

h baik protein daripada satu acre kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik daripada daging sapi (Kozlenko dan Henson, 1998). Spirulina mengandung senyawa kimia yang mampu merangsang pembentukan sel darah merah dan darah putih yang berperan penting pada

Senyawa kimia tersebut diketahui berupa pigmen biru gelap, yakni Phycocyanin (Kozlenko dan Henson, 1998). Beberapa alasan utama pemanfaatan Spirulina adalah memiliki nilai kualitas tinggi terutama untuk

ki produktivitas penghasil protein yang tinggi dan mengandung pigmen biru ) hingga mencapai 20 % dari bobot keringnya (Landau, 1992). Oleh karena itu Spirulina sangat potensial untuk dijadikan sumber zat pewarna alami. Zat warna banyak digunakan pada makanan, minuman, tekstil, kosmetik, peralatan rumah tangga dan banyak lagi. Penggunaan zat warna sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu produk yang lebih bervariasi dan juga menambah nilai artistik produk tersebut.

n terdahulu diketahui bahwa Phycocyanin mempunyai fungsi penting dalam perawatan mempunyai kandungan yang cukup signifikan sebagai antioksidan, melindungi fungsi hati, dan (Weil, 2000). Oleh karena itu Phycocyanin sangat luas digunakan dalam bidang . Kandungan Phycocyanin dalam 10 gram spirulina kering juga termasuk cukup mg atau sekitar 14% (Henrikson, 2000).

Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa biomassa sel Spirulina platensis

larut dalam pelarut polar, seperti pada air dan larutan penyangga (buffer) bila dibandingkan dengan pelarut kurang polar seperti aseton atau kloroform. Perubahan jenis solvent yang digunakan saat mengekstrak

mempengaruhi hasil dari ekstrak yang didapat, hal yang mungkin terpengaruh antara lain jumlah didapat, juga kestabilan dari hasil ekstrak.

tian ini bertujuan untuk melakukan studi evaluasi produksi teknik ekstraksi dengan pelarut polar, menghasilkan ekstrak Phycocyanin yang maksimum pengaruh konsentrasi pelarut polar yang digunakan terhadap laju ekstraksi Phycocyanin.

pirulina platensis didapatkan dari kolam pembiakan mikroalga

Universitas Diponegoro kampus Jepara. Spirulina dibiakkan dalam media tumbuh alami air laut Setelah dilakukan pemanenan, spirulina dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari. Bentuk spirulina yang akan diekstrak berbentuk serbuk spirulina kering spirulina kering

nya dengan mortar.

Penelitian dilakukan pada bulan November 2010 – Januari 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Industri dan Laboratorium Bioproses Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Prosedur percobaan meliputi penyiapan bahan baku, ekstraksi, uji kelarutan dan uji kestabilan zat warna.

pakai berupa beker glass, labu erlenmeyer dengan berbagai volome, tabung reaksi besar, alat ugasi, lemari pendingin, dan alat spektrofotometri. Variable tetap dalam penelitian

lama sentrifugasi, volume solvent dan volume buffer. Variabel berubah adalah

sulfat 50%, 55%, dan 60%, dan air. Tiap variabel, dibuat rangkap 3 atau triplikat Prosedur kerja proses dimulai dengan menghaluskan spirulina hingga ukuran 140 mesh dengan menggunakan mortar, kemudian mencampur serbuk spirulina tersebut dengan larutan

disimpan dalam refrigerator selama 24 jam, kemudian disentrifugasi pada 6.000 rpm selama 60 menit dibuang dan bagian cairan dicampurkan dengan solvent sesuai dengan variabe lagi dengan kecepatan 6000 rpm selama 60 menit. Pendugaan hasil penampakan untuk masing jenis senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi berdasarkan pola absorpsi pada panjang

Phycocyanin terhadap temperatur dan pH, dan uji kestabilan yang dilakukan selama 8 hari

dengan monitoring tiap 24 jam dengan menggunakan alat spektrofotometri. Kelarutan Phycocyanin dengan menggunakan HCl dan basa (10, 11, 12) dengan menggunakan NaOH.

dikaji terhadap temperatur dengan penyimpanan Phycocyanin pada temperatur kamar (27± 2

17oC). Ekstrak Phycocyanin yang telah diuji kelarutannya terhadap temperatur disimpan selama 8 hari untuk diuji kesatabilannya. Setelah interval waktu 24 jam, konsentrasi

62 Mikroalga telah lama menjadi sumber pangan protein tinggi yang dikonsumsi manusia Mikroalga Spirulina e atau 0,4646 hektar Spirulina dapat e kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik mengandung senyawa kimia yang mampu merangsang pembentukan sel darah merah dan darah putih yang berperan penting pada sistem kekebalan tubuh.

(Kozlenko dan Henson, 1998). memiliki nilai kualitas tinggi terutama untuk ki produktivitas penghasil protein yang tinggi dan mengandung pigmen biru Oleh karena itu Spirulina sangat digunakan pada makanan, minuman, tekstil, banyak lagi. Penggunaan zat warna sangat diperlukan untuk menghasilkan

mempunyai fungsi penting dalam perawatan mempunyai kandungan yang cukup signifikan sebagai antioksidan, melindungi fungsi hati, dan sangat luas digunakan dalam bidang dalam 10 gram spirulina kering juga termasuk cukup

Spirulina platensis akan jauh lebih mudah

) bila dibandingkan dengan pelarut kurang yang digunakan saat mengekstrak Phycocyanin sangat hal yang mungkin terpengaruh antara lain jumlah Phycocyanin yang

melakukan studi evaluasi produksi Phycocyanin dengan yang maksimum, dan mengetahui

didapatkan dari kolam pembiakan mikroalga Fakultas Perikanan dibiakkan dalam media tumbuh alami air laut Setelah dilakukan pemanenan, spirulina dikeringkan dengan menggunakan sinar spirulina kering ukuran 140 mesh

Januari 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Prosedur percobaan

rlenmeyer dengan berbagai volome, tabung reaksi besar, alat Variable tetap dalam penelitian ini adalah massa spirulina, Variabel berubah adalah asam asetat

dibuat rangkap 3 atau triplikat. Prosedur kerja proses dimulai dengan menghaluskan spirulina hingga ukuran 140 mesh dengan

dengan larutan buffer fosfat pH 7.0 dan pada 6.000 rpm selama 60 menit. Hasil dicampurkan dengan solvent sesuai dengan variabel, Pendugaan hasil penampakan untuk masing jenis senyawa yang diperoleh dari hasil ekstraksi berdasarkan pola absorpsi pada panjang

pH, dan uji kestabilan yang dilakukan selama 8 hari

Phycocyanin dikaji pada pH

dengan menggunakan NaOH. Kelarutan Phycocyanin temperatur kamar (27± 2oC) dan pada yang telah diuji kelarutannya terhadap temperatur Setelah interval waktu 24 jam, konsentrasi Phycocyanin diukur

(3)

Prosedur percobaan secara sistematis digambarkan pada gambar 1.

3.

Hasil dan Pembahasan

Ekstraksi Phycocyanin

Pada ekstraksi zat warna biru (

pelarut asam asetat 70%, 75%, 80%, amonium sulfat 50%, 55%, 60%, dan air menunjukkan penurunan intensitas zat warna biru seiring dengan kenaikan panjang gelombang yang digunakan seperti dit

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 610 A b so rb a n si Panjang Gelombang (nm) Air

Prosedur percobaan secara sistematis digambarkan pada gambar 1.

Pada ekstraksi zat warna biru (Phycocyanin) dari mikroalga Spirulina platensis

pelarut asam asetat 70%, 75%, 80%, amonium sulfat 50%, 55%, 60%, dan air menunjukkan penurunan intensitas zat warna biru seiring dengan kenaikan panjang gelombang yang digunakan seperti ditunjukkan grafik gambar

620 630 640 650

Panjang Gelombang (nm)

Nilai absorban ekstrak phycocyanin

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Amm. Sulfat 50% Amm. Sulfat 55% Amm. Sulfat 60% Air Spirulina

Pengecilan ukuran dengan penggilingan menggunakan mortar Ekstraksi phycocyanin: Asam asetat : 70%, 75%, 80% Amonium sulfat : 50%, 55%, 60% Pengeringan dengan air-dryer

Dipisahkan ekstrak dan ampasnya Ampas Spirulina Ekstrak : Phycocyanin Sentrifugasi 6000 rpm Studi kelarutan Pigmen biru (phycocyanin)

Gambar 1. Prosedur Percobaan

Studi stabilitas

63

Spirulina platensis dengan menggunakan

pelarut asam asetat 70%, 75%, 80%, amonium sulfat 50%, 55%, 60%, dan air menunjukkan penurunan intensitas zat unjukkan grafik gambar 2.

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Amm. Sulfat 50% Amm. Sulfat 55% Amm. Sulfat 60% Amonium sulfat : 50%, 55%, 60%

(4)

Gambar 2. Hubungan pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi

Kenaikan intensitas terjadi pada panjang gelombang 610 pada panjang gelombang 630-650 nm. Hal

Phycocyanin adalah phycobiliprotein

panjang gelombang 620 nm (Boussiba dan Richmond, 1979).

Pada penggunaan pelarut untuk ekstraksi, performa amonium sulfat paling rendah dibandingkan pelarut pelarut yang lain. Amonium sulfat kadar 55% paling efektif mengekstrak

sulfat kadar 50% dan 60%. Hal ini didukung oleh pene

pengendapan dengan (NH4)2SO4 55% memberikan intensitas warna biru

yang diperoleh dari pengendapan dengan (NH

mengekstrak Phycocyanin lebih baik daripada pelarut amonium sulfat dan pelarut aquadest

ekstrak paling tinggi daripada pelarut yang lain. Pengendapan dengan asam asetat 80% memberikan intensitas warna biru Phycocyanin terbaik.

Berdasarkan penelitian Arlyza (2005) diketahui bahwa biomassa sel mudah larut dalam pelarut polar, seperti pada air dan larutan penyangga ( kurang polar seperti aseton atau klorofo

sehingga akan larut dalam pelarut polar (Romay, et.al, 2003). Aquadest (air) adalah pelarut polar sehingga cukup baik untuk melarutkan Phycocyanin

dimilikinya. Air memiliki konstanta dialektrik sebesar 80 sedangkan asam asetat memiliki konstanta dialektrik 6,2 (Perry, 1999) sehingga air lebih efektif mengekstrak

Studi kelarutan Phycocyanin

Pengaruh pH terhadap stabilitas zat warna

Hasil pengamatan pada pH yang berbeda memperlihatkan adanya kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH seperti yang ditunjukkan pada graf

warna, seperti pada penelitian Duangsee (2009) dimana semakin rendah pH semakin kecil serapan yang dihasilkan.

Phycocyanin secara struktur molekul mengembang diakibatkan oleh protein (

dan mengendap pada waktu dilakukan sentrifugasi sehingga sebagian (Duangsee, 2009). 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2 A b so rb a n si

Uji Kelarutan pada pH=2,3,4,10,11,dan 12

Hubungan pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi Phycocyanin terhadap absorbansi

Kenaikan intensitas terjadi pada panjang gelombang 610-620 nm dan kemudian mengalami penurunan 650 nm. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari Phycocyanin

phycobiliprotein yang diisolasi dari Spirulina platensis (alga hijau

panjang gelombang 620 nm (Boussiba dan Richmond, 1979).

Pada penggunaan pelarut untuk ekstraksi, performa amonium sulfat paling rendah dibandingkan pelarut pelarut yang lain. Amonium sulfat kadar 55% paling efektif mengekstrak Phycocyanin

sulfat kadar 50% dan 60%. Hal ini didukung oleh penelitian Arlyza (2005), dan Kabinawa (1996) 55% memberikan intensitas warna biru Phycocyanin terbaik. Hasil yang diperoleh dari pengendapan dengan (NH4)2SO4 berupa presifitat biru. Performa pelarut asam asetat

lebih baik daripada pelarut amonium sulfat dan pelarut aquadest

ekstrak paling tinggi daripada pelarut yang lain. Pengendapan dengan asam asetat 80% memberikan intensitas warna

Berdasarkan penelitian Arlyza (2005) diketahui bahwa biomassa sel Spirulina platensis

mudah larut dalam pelarut polar, seperti pada air dan larutan penyangga (buffer) bila dibandingkan dengan pelarut kurang polar seperti aseton atau kloroform. Hal ini dikarenakan phycobiliprotein adalah senyawa protein polar sehingga akan larut dalam pelarut polar (Romay, et.al, 2003). Aquadest (air) adalah pelarut polar sehingga cukup

Phycocyanin. Kepolaran suatu pelarut sebanding dengan konstanta dialektrik yang

dimilikinya. Air memiliki konstanta dialektrik sebesar 80 sedangkan asam asetat memiliki konstanta dialektrik 6,2 (Perry, 1999) sehingga air lebih efektif mengekstrak Phycocyanin daripada pelarut-pelarut yang lain.

Pengaruh pH terhadap stabilitas zat warna Phycocyanin

Hasil pengamatan pada pH yang berbeda memperlihatkan adanya kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH seperti yang ditunjukkan pada grafik gambar 3. Kondisi pH sangat mempengaruhi intensitas warna, seperti pada penelitian Duangsee (2009) dimana semakin rendah pH semakin kecil serapan yang dihasilkan.

secara struktur molekul mengembang diakibatkan oleh protein (phycobiliprotein

dan mengendap pada waktu dilakukan sentrifugasi sehingga sebagian Phycocyanin terbuang bersama endapan lain

3 4 10 11 12

pH

Kelarutan pada pH=2,3,4,10,11,dan 12 zat warna

pada λ = 620 nm

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Am. Sulfat 50% Am. Sulfat 55% Am. Sulfat 60% Air 64 terhadap absorbansi

620 nm dan kemudian mengalami penurunan

Phycocyanin itu sendiri dimana

yang diisolasi dari Spirulina platensis (alga hijau-biru) yang tampak pada

Pada penggunaan pelarut untuk ekstraksi, performa amonium sulfat paling rendah dibandingkan

pelarut-Phycocyanin dibandingkan amonium

, dan Kabinawa (1996) dimana terbaik. Hasil Phycocyanin Performa pelarut asam asetat dalam lebih baik daripada pelarut amonium sulfat dan pelarut aquadest karena menghasilkan ekstrak paling tinggi daripada pelarut yang lain. Pengendapan dengan asam asetat 80% memberikan intensitas warna

Spirulina platensis akan jauh lebih

) bila dibandingkan dengan pelarut adalah senyawa protein polar sehingga akan larut dalam pelarut polar (Romay, et.al, 2003). Aquadest (air) adalah pelarut polar sehingga cukup an konstanta dialektrik yang dimilikinya. Air memiliki konstanta dialektrik sebesar 80 sedangkan asam asetat memiliki konstanta dialektrik 6,2

pelarut yang lain.

Hasil pengamatan pada pH yang berbeda memperlihatkan adanya kenaikan serapan (absorbansi) dengan . Kondisi pH sangat mempengaruhi intensitas warna, seperti pada penelitian Duangsee (2009) dimana semakin rendah pH semakin kecil serapan yang dihasilkan.

phycobiliprotein) yang menggumpal

terbuang bersama endapan lain

arna

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Am. Sulfat 50% Am. Sulfat 55% Am. Sulfat 60%

(5)

Gambar 3. Hubungan pengaruh pH asam dan basa terhadap absorbansi zat warna

Pengaruh kondisi penyimpanan terhadap stabilitas zat warna

Hasil pengamatan intensitas warna dari zat warna biru (

dan suhu refrigerasi (15oC) menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak

keseluruhan ada kecenderungan mengalami penurunan absorbansi seiring dengan kenaikan temperatur penyimpanan seperti ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Hubungan pengaruh temperatur tempat penyimpanan terhadap absorbansi

Hasil penelitian dari Lydia dkk (2001) pada pengamatan intensitas warna dari kulit buah rambutan yang disimpan pada kondisi suhu kamar dan gelap selama 7 hari, menghasilkan penurunan intensitas warna sebesar 41 % bila dibandingkan dengan zat warna yang disimpan pada kondisi dingin (15

dimungkinkan disebabkan (1). Reaksi kopigmentasi. (2). Diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase yang mengkatalis reaksi pencoklatan (Lydia, 2001). Sehingga penyimpanan

terjadinya perubahan intensitas zat warna yang cukup besar akibat dua hal tersebut. Dan penyimpanan pada kondisi dingin dapat menghambat terjadinya reaksi kopigmentasi dan reaksi pencokelatan.

Dari uji stabilitas baik uji

ketidakstabilan intensitas warna. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan tajam dan fluktuasi absorbansi jika zat warna ditempatkan pada kondisi tertentu. Hal ini disebabkan karena senyawa

suhu dan pH dibandingkan asam asetat. Asam asetat merupakan larutan penyangga ( terhadap perubahan pH dan memiliki titik didih 118

menyebabkan ketidakstabilan air sebagai pelarut pada ekstraksi zat warna

Studi Stabilitas Phycocyanin

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 As. Asetat 70% Asetat A b so rb a n si

Pengaruh suhu terhadap absorbansi zat warna

Hubungan pengaruh pH asam dan basa terhadap absorbansi zat warna

Pengaruh kondisi penyimpanan terhadap stabilitas zat warna Phycocyanin

Hasil pengamatan intensitas warna dari zat warna biru (Phycocyanin) yang telah disimpan pada suhu kamar C) menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan. Namun, secara keseluruhan ada kecenderungan mengalami penurunan absorbansi seiring dengan kenaikan temperatur penyimpanan

Hubungan pengaruh temperatur tempat penyimpanan terhadap absorbansi

Hasil penelitian dari Lydia dkk (2001) pada pengamatan intensitas warna dari kulit buah rambutan yang disimpan pada kondisi suhu kamar dan gelap selama 7 hari, menghasilkan penurunan intensitas warna sebesar 41 % warna yang disimpan pada kondisi dingin (15oC). Perubahan saat penyimpanan dimungkinkan disebabkan (1). Reaksi kopigmentasi. (2). Diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase yang mengkatalis reaksi pencoklatan (Lydia, 2001). Sehingga penyimpanan pada kondisi kamar mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas zat warna yang cukup besar akibat dua hal tersebut. Dan penyimpanan pada kondisi dingin dapat menghambat terjadinya reaksi kopigmentasi dan reaksi pencokelatan.

Dari uji stabilitas baik uji pH dan uji kondisi penyimpanan menunjukkan bahwa pelarut air mengalami ketidakstabilan intensitas warna. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan tajam dan fluktuasi absorbansi jika zat warna ditempatkan pada kondisi tertentu. Hal ini disebabkan karena senyawa air sendiri sangat sensitif terhadap suhu dan pH dibandingkan asam asetat. Asam asetat merupakan larutan penyangga (buffer

terhadap perubahan pH dan memiliki titik didih 118oC lebih tinggi daripada titik didih air. Hal inilah yang menyebabkan ketidakstabilan air sebagai pelarut pada ekstraksi zat warna Phycocyanin.

As. Asetat 75% As. Asetat 80% Am. Sulfat 50% Am. Sulfat 55% Am. Sulfat 60% Air

Pengaruh suhu terhadap absorbansi zat warna

pada λ = 620 nm

Awal (4oC) Kulkas (24 jam) Kamar (24 jam)

65 Hubungan pengaruh pH asam dan basa terhadap absorbansi zat warna

) yang telah disimpan pada suhu kamar begitu signifikan. Namun, secara keseluruhan ada kecenderungan mengalami penurunan absorbansi seiring dengan kenaikan temperatur penyimpanan

Hubungan pengaruh temperatur tempat penyimpanan terhadap absorbansi zat warna

Hasil penelitian dari Lydia dkk (2001) pada pengamatan intensitas warna dari kulit buah rambutan yang disimpan pada kondisi suhu kamar dan gelap selama 7 hari, menghasilkan penurunan intensitas warna sebesar 41 % C). Perubahan saat penyimpanan dimungkinkan disebabkan (1). Reaksi kopigmentasi. (2). Diduga ekstrak masih mengandung enzim polifenolase pada kondisi kamar mengakibatkan terjadinya perubahan intensitas zat warna yang cukup besar akibat dua hal tersebut. Dan penyimpanan pada kondisi

pH dan uji kondisi penyimpanan menunjukkan bahwa pelarut air mengalami ketidakstabilan intensitas warna. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan tajam dan fluktuasi absorbansi jika zat air sendiri sangat sensitif terhadap

buffer) sehingga relatif stabil

C lebih tinggi daripada titik didih air. Hal inilah yang

Awal (4oC) Kulkas (24 jam) Kamar (24 jam)

(6)

Hasil pengamatan terhadap lama penyimpanan menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan meskipun ada beberapa terja

gambar 5.

Gambar 5. Hubungan lama penyimpanan terhadap absorbansi zat warna

Penurunan absorbansi disebabkan adanya sinar matahari yang mengakibatkan pigmen mengalami degradasi sewaktu melakukan pengamatan spektrofotometri terhadap sampel. Pada pengamatan terhadap stabilitas warna dari kulit rambutan, adanya sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan penurunan absorbansi, dimana secara visual perubahan pigmen se

Penurunan nilai absorbansi atau pemucatan warna disebabkan karena terjadinya perubahan struktur pigmen anthosianin (Lydia dkk,2001). Sekali lagi pelarut air menunjukkan ketidakstabilan dalam menjaga intensi

biru

4. Kesimpulan

Ekstraksi zat warna biru (Phycocyanin

memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 620 nm.

(Phycocyanin) dengan menggunakan pelarut asam asetat, amonium sulfat, dan air menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

1. Pelarut asam asetat merupakan pelarut yang paling efektif mengekstrak zat warna biru dibandingkan air dan amonium sulfat.

2. Dipengaruhi oleh pH. Kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH

3. Tidak dipengaruhi oleh temperatur penyimpanan. Disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigerasi (15 menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan.

4. Lama penyimpanan tidak mempengaruhi perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kami sampaikan kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan ini mengucapkan terima kasih kepada Bapak

banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000 1.6000 1.8000 2.0000 1 A b so rb a n si

Uji Kestabilan Zat Warna

Hasil pengamatan terhadap lama penyimpanan menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan meskipun ada beberapa terjadi penurunan nilai serapan warna pada beberapa pelaru

Hubungan lama penyimpanan terhadap absorbansi zat warna

disebabkan adanya sinar matahari yang mengakibatkan pigmen mengalami sewaktu melakukan pengamatan spektrofotometri terhadap sampel. Pada pengamatan terhadap stabilitas warna dari kulit rambutan, adanya sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan penurunan absorbansi, dimana secara visual perubahan pigmen semakin bening kemudian warna merah tidak terlihat. Penurunan nilai absorbansi atau pemucatan warna disebabkan karena terjadinya perubahan struktur pigmen anthosianin (Lydia dkk,2001). Sekali lagi pelarut air menunjukkan ketidakstabilan dalam menjaga intensi

Phycocyanin) dari Spirulina platensis menghasilkan ekstrak zat warna biru yang

memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 620 nm. Pada ekstraksi zat warna biru dengan menggunakan pelarut asam asetat, amonium sulfat, dan air menunjukkan karakteristik

Pelarut asam asetat merupakan pelarut yang paling efektif mengekstrak zat warna biru dibandingkan air dan amonium sulfat.

oleh pH. Kenaikan serapan (absorbansi) dengan meningkatnya pH.

Tidak dipengaruhi oleh temperatur penyimpanan. Disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigerasi (15 menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan.

mempengaruhi perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan

Terima kasih kami sampaikan kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan

mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bakti Jos, DEA selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

2 3 4 5 6 7 8

Hari

Uji Kestabilan Zat Warna Phycocyanin pada λ = 620 nm

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Am. Sulfat 50% Am. Sulfat 55% Am. Sulfat 60% Air 66 Hasil pengamatan terhadap lama penyimpanan menunjukkan perubahan intensitas warna yang tidak begitu di penurunan nilai serapan warna pada beberapa pelarut seperti ditunjukkan

Hubungan lama penyimpanan terhadap absorbansi zat warna

disebabkan adanya sinar matahari yang mengakibatkan pigmen mengalami sewaktu melakukan pengamatan spektrofotometri terhadap sampel. Pada pengamatan terhadap stabilitas warna dari kulit rambutan, adanya sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan penurunan makin bening kemudian warna merah tidak terlihat. Penurunan nilai absorbansi atau pemucatan warna disebabkan karena terjadinya perubahan struktur pigmen anthosianin (Lydia dkk,2001). Sekali lagi pelarut air menunjukkan ketidakstabilan dalam menjaga intensitas warna

menghasilkan ekstrak zat warna biru yang Pada ekstraksi zat warna biru dengan menggunakan pelarut asam asetat, amonium sulfat, dan air menunjukkan karakteristik

Pelarut asam asetat merupakan pelarut yang paling efektif mengekstrak zat warna biru Phycocyanin

Tidak dipengaruhi oleh temperatur penyimpanan. Disimpan pada suhu kamar dan suhu refrigerasi (15oC)

mempengaruhi perubahan intensitas warna yang tidak begitu signifikan

Terima kasih kami sampaikan kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Pada kesempatan selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan koreksi sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

= 620 nm

As. Asetat 70% As. Asetat 75% As. Asetat 80% Am. Sulfat 50% Am. Sulfat 55% Am. Sulfat 60%

(7)

Program PKM Penelitian 2011 Dirjen Dikti Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian ini. pihak yang telah banyak membantu terselesainya laporan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Arlyza,I.S. 2005. Isolasi Pigmen Biru Limnologi ISSN 0125-9830 No.38 : 79

Boussiba, S; Richmond, A. 1979. Isolation and Purification of Spirulina platensis. Arch. Microbiol 120:155

Duangsee, R; Phoopat, N; dan Ningsanond, S. 2009. stability under various pH and temperatur.

Henrikson, R. 2000. Earth food spirulina. Essential Fatty Acids and

Inc.California. http://www.spirulinasource.com/earthfoodch2b.html

Kabinawa,I.N.K. 1996. Growing the Cyanobacterium Spirulina platensis in an artificial wastewater medium. Annual Report of IC Biotech. International

Lydia, S.W; Simon, B.W; dan Susanto,T. 2001.

(Nephelium Lappaceum). Var.

Landau, M. 1992. Introduction to aquaculture. Jhon Perry,R. 1999. Perry’s Chemical Engineering HandBook, Romay, Ch. 2003. C-Phycocyanin: A Bili

Current Protein and Peptide Weil, A. 2000. Green food Spirulina, Blue

Dirjen Dikti Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian ini. hak yang telah banyak membantu terselesainya laporan penelitian ini.

Arlyza,I.S. 2005. Isolasi Pigmen Biru Phycocyanin dari Mikroalga Spirulina platensis. 9830 No.38 : 79-92

Boussiba, S; Richmond, A. 1979. Isolation and Purification of Phycocyanin from Spirulina platensis. Arch. Microbiol 120:155-159

Duangsee, R; Phoopat, N; dan Ningsanond, S. 2009. Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extra stability under various pH and temperatur. As. J. Food Ag-Ind. 2009, 2(04), 819

Henrikson, R. 2000. Earth food spirulina. Essential Fatty Acids and Phytonutrients. Ronore Enterprises,

http://www.spirulinasource.com/earthfoodch2b.html

Kabinawa,I.N.K. 1996. Growing the Cyanobacterium Spirulina platensis in an artificial wastewater medium. Annual Report of IC Biotech. International Center for Biotechnology, Osaka Univ

Lydia, S.W; Simon, B.W; dan Susanto,T. 2001. Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah . Var. Binjai Biosain, Vol. 1 No. 2, hal. 42-53

1992. Introduction to aquaculture. JhonWiley & Sons.Inc. Canada:76-79. Perry’s Chemical Engineering HandBook, Mc-Graw Hill. Inc

: A Biliprotein with Antioxidant, Anti-Inflammatory and Neuroprotective Effects

Current Protein and Peptide Science, 2003, 4, 000-000.

Green food Spirulina, Blue-green algae and Chorella .http://www.wellness.com

67 Dirjen Dikti Republik Indonesia yang telah membiayai penelitian ini. Serta semua

platensis. Oseanologi dan

from the Blue Green Alga

Spirulina platensis and extract Ind. 2009, 2(04), 819-826.

Phytonutrients. Ronore Enterprises,

Kabinawa,I.N.K. 1996. Growing the Cyanobacterium Spirulina platensis in an artificial wastewater medium. Center for Biotechnology, Osaka University, Osaka, Japan.

Pigmen dari Kulit Buah Rambutan

and Neuroprotective Effects.

Gambar

Gambar 1. Prosedur Percobaan Studi stabilitas
Gambar 2. Hubungan pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi
Gambar 3. Hubungan pengaruh pH asam dan basa terhadap absorbansi zat warna

Referensi

Dokumen terkait

nutrition fact yang dicantumkan dalam label kemasan dan bermanfaat dalam penyusunan formula/resep makanan terutama untuk bayi dan yang sedang dalam masa

Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik, meliputi segala sesuatu

Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP) Kabupaten Lamongan telah mereformasi pelayanan namun tidak cukup berdampak baik bagi kualitas pelayanan mengingat masih banyak

Setiap peserta yang mengikuti kegiatan SDD Intensive Online Training 2021 dihimbau untuk.. tepat waktu dalam mengikuti setiap instruksi

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa

Maksud dari pasal tersebut adalah bahwa suatu negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk lintas kapal dan pesawat

Bedasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan , peneliti memiliki saran terkait dengan analisis kebutuhan pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota

Dari pengertian diatas maka dapt disimpulkan bahwa kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk