BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Literasi Informasi
Awalnya istilah literasi informasi dikemukakan tahun 1974 oleh Paul Zurkowski (The President of Information Industry Association of United States) pada proposal yang diajukannya kepada National Commision on Libraries and Information Science bahwa dalam program nasional salah satu yang harus dicapai adalah literasi informasi secara universal. Zurkowski dalam Rindyasari (2008: 11) mengatakan bahwa seseorang yang terlatih dalam menggunakan sumber-sumber informasi dalam menyelesaikan tugas mereka disebut orang-orangyang melek informasi karenamereka telah belajar teknik menggunakan informasi dengan baik dan keterampilan dalam menggunakan beragam alat informasi.
Menurut kamus bahasa inggris pengertian literacy adalah kemelekan huruf atau kemampuan membaca dan information adalah informasi. Maka literasi informasi adalah kemelekan terhadap informasi. Walaupun istilah literasi informasi belum begitu familiar dan menjadi istilah yang asing di kalangan masyarakat. Seseorang dikatakan melek informasi berarti literat terhadap informasi. Walaupun saat ini literasi informasi biasanya selalu dikaitkan dengan penggunaan perpustakaan dan penggunaan teknologi informasi.
Menurut Dictionary for Library and Information Science oleh Reitz (2004: 356) mendefenisikan literasi informasi sebagai berikut:
Information literacy is skilll in finding the information one needs, including and understanding of how libraries are organized, familiarity with resource they provide (including information formats and automated search tools), and knowledge of commonly used techniques. The concept also includes the skills required to critically evaluate information content and employ it affectively, as well as understanding of the technological infrastructure on which information transmission is based, including its social, political, and cultural context and impact.
Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa literasi informasi adalah kemampuan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, mengerti bagaimana perpustakaan diorganisir, familiar dengan sumber daya yang tersedia (termasuk format informasi dan alat penelusuran yang terautomasi) dan pengetahuan dari
teknik yang biasa digunakan dalam pencarian informasi. Hal ini termasuk kemampuan mengevaluasi dan menggunakannya secara efektif seperti pemahaman infrastruktur teknologi pada transfer informasi kepada orang lain, termasuk konteks sosial, politik dan budaya serta dampaknya.
Marais dalam Hepworth (1999: 2) mendefinisikan literasi informasi sebagai proses memperoleh pengetahuan terhadap perilaku dan keahlian dalam bidang informasi, sebagai penentu utama cara manusia mengeksploitasi kenyataan, membangun hidup, bekerja dan berkomunikasi dalam komunitas informasi.
Lebih rinci, Hancock dalam Andayani (2008: 3) menyatakan bahwa literasi informasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk: (1) mengenali kebutuhan informasi, (2) mengidentifikasi dan mencari sumber-sumber informasi yang tepat, (3) mengetahui cara memperoleh informasi yang terkandung dalam sumber yang ditemukan, (4) mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh, (5) mengorganisasikan informasi, dan (6) menggunakan informasi yang telah diperoleh secara efektif.
Doyle (1992: 10) juga membuat kriteria seseorang yang melek informasi adalah seseorang yang:
1. Menyadari kebutuhan informasi
2. Menyadari Informasi yang akurat dan lengkap merupakan satu dasar untuk membuat keputusan yang tepat
3. Mengidentifikasi sumber-sumber potensial dari suatu informasi 4. Membangun strategi pencarian yang tepat
5. Mengakses sumber-sumber informasi, termasuk dasar teknologi lainnya 6. Mengevaluasi informasi
7. Mengorganisasikan informasi untuk mengaplikasikan/mempraktekkan 8. Mengintegrasikan informasi yang baru dengan yang sudah dimiliki
(pengetahuan lama), dan
9. Menggunakan informasi dengan kritis dan untuuk menyelesaikan masalah. The UK’s Chartered Institute of Library and Information Professionals (CILIP) membuat satu definisi bahwa literasi adalah mengetahui kapan dan mengapa kita membutuhkan informasi, mengetahui dimana kita dapat menemukan dan bagaimana mengevaluasinya, serta dapat menggunakannya dan mengkomunikasikannya sesuai etika. (Amstrong: 2). Tidak jauh berbeda dengan pengertian yang dipaparkan oleh Bundy dalam Hasugian (2009: 200) bahwa
hakekat dari literasi informasi seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis, dan memanfaatkan informasi.
Dari berbagai definisi literasi informasi yang disebutkan diatas, pada umumnya merujuk pada definisi yang diberikan oleh American Library Association (ALA). Menurut ALA, literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang secara efektif.
Kesamaan mengenai pemahaman konsep literasi informasi tersirat bahwa literasi informasi merupakan dasar bagi pembelajaran sepanjang hidup. Hal ini berlaku umum bagi semua disiplin ilmu, lingkungan kerja dan tingkat pendidikan.
Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka literasi informasi adalah serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan, memiliki kemampuan untuk mencari, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi secara efektif. Literasi informasi juga merupakan kunci utama dari pembelajaran sepanjang hayat yang akan menjadi bekal seseorang untuk menemukan informasi sesuai dengan kebutuhannya.
2.1.1 Manfaat Literasi Informasi
Literasi informasi sesungguhnya menudahkan seseorang dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan informasi. Informasi merupakan bagian penting dari pendidikan. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Adapun manfaat dari literasi informasi adalah:
1. Membantu mengambil keputusan
Literasi informasi berperan dalam membantu memecahkan suatu persoalan. Dengan memiliki informasi yang cukup, seseorang dapat mengambil keputusan dengan mudah dalam memecahkan persoalannya. 2. Menjadi manusia pembelajar di era ekonomi pengetahuan
Literasi informasi berperan penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang menjadi manusia pembelajar. Dengan memiliki keterampilan
dalam mencari, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi, seseorang dapat melakukan pembelajaran secara mandiri.
3. Menciptakan pengetahuan baru
Literasi informasi berperan dalam menciptakan pengetahuan baru berdasarkan pemahamannya. Dengan memiliki literasi informasi, seseorang akan mampu memilih informasi mana yang benar dan mana yang salah sehingga tidak mudah percaya dengan informasi yang diperoleh (Adam, 2009: 1)
Selain itu, Hancock (2004: 1) juga berpendapat bahwa manfaat literasi adalah: 1. Untuk pelajar
Literasi informasi berperan dalam membantu proses belajar mengajar. Dengan adanya literasi informasi yang dimiliki oleh pelajar dan guru, mereka dapat menguasai pelajaran mereka dan siswa tidak akan bergantung kepada guru karena dapat belajar mandiri dengan kemampuan literasi informasi yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari penampilan dan kegiatan mereka di lingkungan belajar.
2. Untuk masyarakat
Literasi informasi berperan bagi kehidupan sehari-hari dan di lingkungan pekerjaan. Dengan adanya literasi informasi, mereka dapat mengidentifikasi informasi yang paling berguna saat membuat keputusan misalnya saat mencari bisnis atau mengelola bisnis dan berbagi informasi dengan orang lain.
3. Untuk pekerja
Literasi informasi berperan dalam dunia kerja. Dengan adanya literasi informasi, mereka mampu menyortir dan mengevaluasi informasi yang diperoleh sehingga dapat mendukung dalam melaksanakan pekerjaan, memecahkan berbagai masalah terhadap pekerjaan yang dihadapi dan membuat suatu kebijakan.
Dari berbagai pendapat diatas, literasi informasi dapat dikatakan memiliki manfaat bagi semua orang di era globalisasi. Setiap orang yang memiliki
informasi maka dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi persoalan dan dalam membuat suatu kebijakan.
2.1.2 Model Literasi Informasi
Ada berbagai model literasi informasi yang dikembangkan untuk mengajarkan litersai informasi pada bagi peserta didik. Model-model literasi informasi merupakan cara yang terpola dalam mengajarkan mereka untuk memiliki kemampuan untuk mencari informasi
dengan tepat. Beberapa model yang digunakan antara lain adalah : 1. Big6 TM
Model ini dikembangkan oleh Mike Eisenberg dan Bob Berkowitz pada tahun 1988. Menurut Eisenberg (2008: 42), model ini merupakan model yang paling dikenal dan digunakan dalam mengajarkan keahlian informasi. Banyak orang mengatakan bahwa Big6 adalah sebuah strategi dan menggunakan teknologi informasi. Big6 merupakan sebuah model literasi informasi dan teknologi sekaligus merupakan kurikulum.
Berikut adalah 6 keterampilan yang masing masing mempunya 2 langkah (setiap keterampilan terdiri dari dua langkah):
1. Perumusan Masalah
- Merumuskan masalah informasi
- Mengidentifikasikan kebutuhan informasi 2. Strategi Pencarian Informasi
- Menetapkan sumber secara intelektual dan fisik - Memilih sumber terbaik
3. Lokasi dan Akses
- Mengalokasikan sumber-sumber (baik isi maupun fisik) - Menemukan informasi dalam sumber-sumber tersebut 4. Pemanfaatan Informasi
- Membaca, mendengar, meraba, dsb - Mengekstrasi informasi yang relevan 5. Sintesis
- Mempresentasikan informasi tersebut 6. Evaluasi
- Mengevaluasi hasil (efektivitas) - Mengevaluasi proses (efesiensi)
Penjelasan langkah-langkah: 1. Perumusan Masalah
- Merumuskan masalah informasi
- Mengidentifikasikan kebutuhan informasi
Langkah pertama dalam strategi literasi informasi adalah memperjelas dan memahami persyaratan permasalahan atau suatu tugas. Seseorang perlu mengetahui lebih dulu dengan pasti permasalahan apa yang harus dipecahkan. Pertanyaan mendasar apa yang perlu mereka cari jawabannya. Setelah mengetahui dengan pasti permasalahannya, kemudian langkah selanjutnya adalah mencari tahu informasi apa yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut.
2. Strategi Pencarian Informasi
- Menetapkan sumber secara intelektual dan fisik - Memilih sumber terbaik
Setelah mengetahui masalah dan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka langkah selanjutnya adalah mengatur strategi pencarian informasi tersebut. Pada langkah ini seseorang menjawab pertanyaan, dimana saya dapat memperoleh informasi ini, dari sumber-sumber informasi apa yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Variasi sumber informasi sangat tergantung dari karakter tugas atau masalah. Sumber ini meliputi : buku, ensiklopedia, peta, almanak, dll. Inipun dapat dalam beragam media seperti media cetak, media elektronik, dll. Pada tahap inilah keterampilan menggunakan perpustakaan itu menjadi sangat penting.
3. Lokasi dan Akses
- Mengalokasikan sumber-sumber (baik isi maupun fisik) - Menemukan informasi dalam sumber-sumber tersebut
Langkah ketiga adalah memeriksa sumber informasi yang ditemukan. Harus diputuskan apakah informasi itu berguna atau tidak dalam menyelesaikan permasalahan. Informasi yang berguna dikumpulkan dan yang tidak berguna disingkirkan.
4. Pemanfaatan Informasi
- Membaca, mendengar, meraba, dsb - Mengekstrasi informasi yang relevan
Pada langkah keempat mulai dilakukan pengorganisasian atas informasi yang berguna untuk mengembangkan pengetahuan dan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Beberapa tindakan antara lain adalah membedakan antara fakta dan pendapat, membandingkan karakter yang hampir sama, menyadari beragam interpretasi dari data, mencari informasi tambahan apabila masih diperlukan, menyusun ide dan informasi secara logis.
5. Sintesis
- Mengorganisasi informasi dari berbagai sumber - Mempresentasikan informasi tersebut
Pada langkah kelima, seseorang menyusun informasi yang diperoleh di langkah empat di atas menjadi sebuah susunan yang terstruktur untuk menjawab permasalahan yang sudah ditetapkan di langkah pertama. Kemudian, bentuk penjawaban masalah ini sangat tergantung pada kebutuhan yang ada. Dengan kata lain, solusi atas permasalahan itu disampaikan kepada pihak terkait dalam format yang tepat. Jika memang ingin disampaikan dalam bentuk tulisan untuk nantinya dipresentasikan, maka dapat dibuat semacam sebuah makalah atau dalam bentuk power point. Makalah dibuat, presentasi disiapkan dilengkapi dengan gambar, ilustrasi dan grafik yang memudahkan pemahaman pihak lain.
6. Evaluasi
- Mengevaluasi hasil (efektivitas) - Mengevaluasi proses (efesiensi)
Langkah keenam adalah saat seseorang menilai bagaimana produk akhir yang dihasilkan itu menjawab pertanyaan pada langkah pertama atau tidak. Bagaimana seseorang mengevaluasi secara kritis penyelesaian tugas atau pemahaman baru atas permasalahan. Apakah permasalahan itu berhasil dipecahkan? Adakah cara pemecahan yang lain, dan sebaik apa tugas itu diselesaikan? Selain itu, proses pemecahannya juga perlu dievaluasi. Adakah hal-hal yang perlu diperbaiki untuk penyelesaian masalah lainnya di lain waktu? Evaluasi ini dapat dilakukan secara mandiri maupun melalui masukan dari orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, maka model Big6 adalah sebuah strategi dalam pemecahan masalah sebab dengan menggunakan model ini peserta didik dapat menangani berbagai masalah, pekerjaan rumah, pengambilan keputusan dan tugas sekolah.
2. EMPOWERING 8
Empowering 8 (E-8) adalah sebuah model pemecahan masalah untuk model pembelajaran berbasis sumber belajar. E-8 dikembangkan pada bulan November 2004 dalam
International Workshop on Information Skills for Learning di University of Colombo, Sri Lanka. Kegiatan ini didukung penuh oleh International Federation of Library Association/Action for Development through Library Programme (IFLA/ALP) dan National Institute of Library and Information Science (NILIS) di University of Colombo. Menurut Sudasono [et al] ( 2007: 25) model literasi informasi ini dikembangkan oleh orang-orang Asia untuk orang Asia dan dianggap sebagai model yang merefleksikan kondisi orang-orang Asia. Dan sekarang model ini menjadi hak milik intelektual NILIS Sri Langka dengan beberapa keterampilan yaitu:
1. Mengidentifikasi
- Menentukan topik/subyek
- Menentukan dan memahami siapa target pendengar - Memilih bentuk yang cocok untuk produk akhir - Mengidentifikasi kata kunci
- Merencanakan strategi penelusuran
- Mengidentifikasi jenis sumber informasi di mana informasi dapat ditemukan
2. Mengeksplorasi
- Menentukan sumber-sumber yang cocok dengan topik yang dipilih - Menemukan informasi yang cocok dengan topik yang dipilih - Melakukan wawancara, karya wisata atau penelitian luar lainnya 3. Menyeleksi
- Memilih informasi yang relevan
- Menentukan informasi mana yang terlalu mudah, terlalu sulit atau biasa saja
- Mencatat informasi yang relevan dengan cara mencatat atau membuat pengaturan visual seperti chart, grafik atau outline dan sebagainya
- Menentukan tahapan proses - Mengumpulkan sitasi yang cocok 4. Mengorganisir
- Menyortir informasi
- Membedakan antara fakta, opini dan fiksi - Memeriksa ketumpangtindihan di antara sumber - Menyusun informasi dalam susunan yang logis
- Menggunakan visual organiser untuk membandingkan atau menguji informasi
5. Mencipta
- Menyiapkan informasi dalam bahasa yang dibuat sendiri - Merevisi atau mengedit (sendiri maupun dengan teman) - Menyelesaikan format bibliografi
6. Mempresentasi
- Melakukan latihan untuk mempresentasikan hasil karya penelitian - Membagikan informasi kepada pendengar
- Menayangkan informasi dalam bentuk yang tepat sesuai dengan pendengar
- Menyiapkan dan menggunakan perlengkapan dengan semestinya 7. Menilai
- Menerima masukan dari pendengar
- Menilai penampilan orang lain sebagai respons hasil karya orang lain
- Merefleksikan sudah seberapa baiknya penelitian ini dilakukan - Mengungkapkan keterampilan baru yang telah dipelajari dalam
proses penelitian ini
- Memperhatikan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dengan lebih baik lagi diwaktu mendatang
8. Mengaplikasi
- Meninjau ulang masukan dan penilaian yang telah diberikan
- Menggunakan masukan dan penilaian untuk tugas belajar selanjutnya
- Mengusahakan untuk menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh di dalam situasi yang beragam
- Menentukan subjek lain apa saja yang dapat menerapkan keterampilan ini
- Memberi tambahan pada portfolio yang dibuat
Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas diketahui bahwa model Empowering 8 terdiri dari delapan tahapan yaitu mengidentifikasi masalah yang meliputi identifikasi topik atau subjek, sasaran audien, format yang relevan, jenis-jenis sumber informasi; eksplorasi meliputi kegiatan dalam memilih dan menemukan sumber informasi yang sesuai dengan topik yang dapat dilakukan dengan interview; memilih dan merekam informasi yang relevan dan mengumpulkan kutipan-kutipan yang sesuai; mengorganisasikan, memgevaluasi dan menyusun informasi menurut susunan yang logis, membedakan antara fakta dan opini, dan menggunakan alat bantu visual untuk membandingkan dan mengkontraskan informasi; menciptakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, edit dan membuat daftar pustaka, menyajikan dan menyebarkan informasi yang diperoleh kepada peserta; menerima masukan dari orang lain, dan;
menerapkan informasi tersebut dalam berbagai situasi misalnya pendidikan, pekerjaan , dan lain-lain.
3. The PLUS Model
Model PLUS merupakan model keahlian informasi yang sesuai untuk sekolah. Model ini dikembangkan oleh James Herring dalam Sudarsono [et al] (2007: 27), yang mempunyai otoritas dalam keberinformasian di Queen Margaret University College, Edinburgh PLUS merupakan akronim yang mudah diingat oleh peserta didik dan guru. PLUS membagi keahlian informasi dalam 4 bagian besar seperti terlihat pada tabel.
Tabel 2.1 The PLUS Model
Purpose Dentifying the purpose of an investigation or assignment
P ( Tujuan) (Menetapkan tujuan penyidikan/ penelitian atau tugas-tugas sekolah)
Location Finding relevant information sources related to the purpose
L (Lokasi) (Menemukan sumber informasi yang cocok dengan tujuan yang telah ditetapkan)
Use Selecting and rejecting information and ideas, reading for information, note-taking and presentation
U (Penggunaan) (Memilih dan memilah informasi dan gagasan, Membaca untuk mendapatkan informasi, catatan dan membuat presentasi
Self-evaluation
How pupils evaluate their performance in applying information skills to the assignment and what they learn for the future
S (Evaluasi diri) (Bagaimana peserta didik mengevaluasi tampilannya dalam menerapkan keahlian informasi untuk tugas sekolah dan apa yang dipelajari untuk kemudian hari.
Berikut adalah inti keahlian dan kegiatan yang disarankan dalam pelatihan keahlian informasi dengan menggunakan model PLUS:
1. Tujuan (Purpose)
- Menetapkan kebutuhan informasi
- Belajar membuat kerangka pertanyaan penelitian yang realistis - Menyiapkan diagram penelitian atau menggunakan
pokok-pokok penelitian - Menentukan kata kunci 2. Lokasi (Location)
- Memilih media informasi yang sesuai
- Mencari lokasi informasi menggunakan katalog perpustakaan, indeks, pangkalan data, CD-ROM atau mesin pencari (search engine)
3. Penggunaan (Use)
- Membaca secara cepat untuk menemukan informasi yang dicari
- Mengevaluasi kualitas atau kecocokan informasi yang ditemukan
- Membuat catatan
- Memaparkan dan mengkomunikasikan informasi - Menyusun bibligrafi
4. Evaluasi Diri (Self-evaluation)
- Bertolak dari apa yang sudah dipelajari, dapat menarik kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan
- Melakukan penilaian diri sendiri atas keterampilan informasinya
- Mengidentifikasikan strategi keterampilan informasi yang berhasil
2.1.3 Keterampilan Literasi Informasi
Ada berbagai jenis keterampilan literasi informasi yang dikeluarkan baik oleh lembaga seperti ACRL, NILIS maupun pendapat dari Eisenberg mengenai keterampilan literasi informasi. Keterampilan mengenai literasi informasi pada penelitian ini mengacu pada The Plus Model seperti yang diungkapkan James Hearing. Keterampilan tersebut meliputi :
1. Merumuskan kebutuhan Informasi
Merumuskan kebutuhan informasi merupakan tujuan awal dari mengidentifikasi topik permasalahan (Herring, 2004). Menyadari akan kebutuhan informasi merupakan satu kepekaan terhadap informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian masalah. Untuk mengetahui informasi apa yang dibutuhkan dalam penelitian suatu topik maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi topik tersebut ke dalam pertanyaan penelitian dengan menggunakan istilah kunci ilmu pengetahuan yang dikaji. Istilah-istilah tersebut dapat dilihat pada tesaurus atau ensiklopedi suatu disiplin ilmu. Untuk mengetahui keluasan topik yang dicari, dapat dilakukan dengan mendiskusikannya dengan teman, guru ataupun pustakawan bahkan dapat secara langsung melalui media elektronik. Selain itu, dengan membaca sumber informasi yang berkenaan dengan topik yang dicari, membuat seseorang lebih familiar dan lebih memperdalam pengetahuannya dengan topik tersebut.
2. Mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien
Mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien merupakan keterampilan menemukan informasi dalam katalog perpustakaan, buku, CD-ROM dan Web (Herring, 2004). Kemunculan internet sebagai pesatnya kemajuan teknologi informasi, informasi dapat ditemukan dengan mudah karena sumber informasi tidak hanya diakses secara manual tetapi dapat juga dilakukan secara online melalui internet. Keterampilan ini juga meliputi kemampuan menilai relevansi sumber informasi. Ada beberapa kriteria penilaian sumber informasi, yaitu:
a. Relevansi adalah menilai sejauh mana informasi yang dikandung sesuai dengan topik yang dibahas dan dapat dilihat dari kedalaman sumber referensi yang jelas.
b. Kredibilitas adalah menentukan sejauh mana sumber informasi dapat dipercaya yang dilihat dari proses pembuatan, pemanfaatan, pencipta dan tanggung jawab.
c. Kemutakhiran adalah menetukan sejauh mana sumber informasi dapat dipercaya yang dilihat dari tahun terbit, keterangan kapan revisi, ataupun kapan situs itu dibuat dan kapan terakhir kali di up date (melalui sumber internet).
Selain itu, menurut Nugroho yang dikutip Tarigan (2007: 15) untuk menemukan dan mengakses informasi secara efektif dan efisisen dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Merumuskan secara jelas dan rinci mengenai topik yang akan dicari
b. Melengkapi kata kunci dan istilah penting yang sering digunakan, serta padanan katanya, baik di dalam bahasa Inggris, Latin ataupun bahasa lainnya.
c. Menentukan batasan penelusuran seperti, rentang waktu pustaka yang diinginkan, bahasa yang dipakai, cakupan geografis yang ingin ditelusur, bahasa yang digunakan di dalam literatur, jenis dokumen yang diinginka. d. Memilih alat penelusuran yang sesuai, seperti search engine. Search
engines (mesin pencari) merupakan program komputer yang berfungsi untuk mencari informasi di Internet melalui kata kunci. Beberapa contoh search engine, seperti Altavista, Excit, Lycos, Ask, dll.
e. Membangun dan menerapkan strategi pencarian, khusus penelusuran melalui internet dapat dilakukan dengan penggunaan BOOLEAN logic (AND, OR , NOT) serta simbol matematika (“+”), tanda minus (“-”) dan tanda petik (“). Ketiga simbol matematika diatas bila digabungkan akan menjadi alat pencarian yang ampuh.
Mengakses informasi secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan publikasi tercetak, misalnya katalog perpustakaan,
bibliogarafi, indeks dan abstrak. Dengan memanfaatkan perpustakaan, para siswa dapat mengakses informasi melalui koleksi yang terdapat di perpustakaan sekolah.
Mengakses informasi melalui internet dapat menggunakan search engine, surat elektronik (Email), Discussions List dan Usenet Newsgroup.
3. Memilih dan memilah informasi
Memilih dan memilah informasi merupakan keterampilan menggunakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. James Herring dalam bukunya yang berjudul “The Internet and information skills: a guide for teachers and school librarians” menjelaskan bahwa keterampilan ini mencakup memahami isi dari apa yang sedang dibaca, dilihat atau didengarkan dan kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan yang didapat dengan pengetahuan yang ada. Selain itu, keterampilan lain yang dibutuhkan yaitu keterampilan membaca cepat untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan topik yang dicari, menganalisis kualitas atau kecocokan (relevansi) informasi yang ditemukan, kemampuan untuk membuat catatan atau presentasi informasi yang ditemukan sehingga mudah dalam mengkomunikasikan dengan khalayak umum. Kemampuan ini bila diterapkan akan memudahkan informasi untuk digunakan.
4. Mengevaluasi informasi sesuai kebutuhan
Mengevaluasi informasi sesuai kebutuhan merupakan keterampilan merefleksikan diri sendiri atas informasi yang didapat melalui berbagai sumber informasi yang digunakan (Herring, 2004). Oleh sebab itu, pengevaluasian terhadap informasi dan sumber sangat penting dilakukan untuk menjamin keshahihan, validitas, realitas informasi tersebut.
Keterampilan ini meliputi keterampilan memeriksa ulang atau menilai kembali terhadap informasi yang dibutuhkan untuk menciptakan pengetahuan baru, mengeluarkan dan menggunakan kriteria awal untuk mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya, mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru serta membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama untuk menciptakan pengetahuan baru.
Keterampilan ini bila diterapkan akan memudahkan siswa dalam menarik kesimpulan berdasarkan atas informasi yang ditemukan dan dapat mengidentifikasi strategi keterampilan informasi yang berhasil. Selain itu juga akan memudahkan siswa dalam melakukan penilaian diri atas keterampilan informasi yang dimilikinya.
Sintesis:
Yang dimaksud dengan literasi informasi adalah kemampuan yang harus dimiliki dalam mengenali kapan suatu informasi dibutuhkan, mampu mencari informasi tersebut, mengevaluasinya dan menggunakannya secara efektif dengan indikator, yaitu (1) menentukan kebutuhan informasi, (2) mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien, (3) memilih dan memilah informasi, (4) mengevaluasi informasi sesuai dengan kebutuhan
2.2 Efektifitas Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan.
Efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Said, 1981: 83). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Suherman dan Sukjaya (1990: 7) menyatakan bahwa efektivitas diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini mengungkapkan bahwa efektivitas merupakan aspek penting dalam berbagai bentuk kegiatan, karena efektivitas merupakan cerminan dari tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai.
Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi dapat pula dari sisi persepsi atau sikap orangnya. Disamping itu, menurut Robbins
yang dikutip Rivai dalam Ahmad Muhli (2011) bahwa efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasaan yang dicapai oleh orang. Masih dari Rivai dengan mengutip Prokovenko dan Miskel dalam Ahmad Muhli (2011) menyatakan efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan seseorang dalam mencapai sasaran atau suatu tingkatan terhadap mana tujuan-tujuan dicapai atau tingkat pencapaian tujuan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas merupakan indikator pencapaian tujuan belajar seseorang.
Belajar menurut Winkle dalam Riyanto (2010: 5) adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Lebih lanjut Degeng (1997: 3) menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. Selain itu, kemampuan lain melalui belajar, manusia secara bebas mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya (Syah, 2008: 93). Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan suatu keputusan untuk hidupnya.
Dalam kaitannya dengan efektivitas belajar, Rivai dalam Ahmad Muhli (2011), mengatakan bahwa efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan pelatihan. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Efektifitas merupakan faktor penting dalam pembelajaran. Pembelajaran yang efektif merupakan kesesuaian antara siswa yang melaksanakan pembelajaran dengan sasaran atau tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Efektifitas adalah bagaimana seseorang berhasil mendapatkan dan memanfaatkan metode belajar untuk memperoleh hasil yang baik. Chong dan Maginson yang dikutip dalam Slameto
(2003: 81) mengartikan “Efektifitas merupakan kesesuaian antara siswa dengan hasil belajar”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa efektivitas pembelajaran merupakan proses yang harus di lalui siswa untuk mencapai hasil belajar. Efektivitas juga merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal yang sama di sampaikan oleh Steers (Muhibbin Syah, 2003: 21) menyatakan:
“Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan.”
Pernyataan Steers di atas menunjukkan bahwa efektivitas tidak hanya berorientasi pada tujuan melainkan berorientasi juga pada proses dalam mencapai tujuan. Jika definisi ini diterapkan dalam pembelajaran, efektivitas berarti kemampuan sebuah lembaga dalam melaksanakan program pembelajaran yang telah direncanakan serta kemampuan untuk mencapai hasil dan tujuan yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan program dalam upaya mencapai tujuan tersebut didesain dalam suasana yang kondusif dan menarik bagi peserta didik.
Hal yang sama juga diberikan oleh Suharsimi Arikunto (2008: 3) yang memberikan pengertian bahwa efektivitas belajar merupakan proses perubahan yang menghasilkan dampak positif yakni terkuasanya pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang dicanangkan meliputi gambaran pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dikatakan bahwa efektifitas belajar adalah suatu ukuran keberhasilan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut Harry Firman dalam Ahmad Muhli (2011) bahwa keefektifan dalam program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
- Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional.
- Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar.
Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Aspek hasil meliputi tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan pada penggunaan media, waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa dalam menghadapi kesulitan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aspek sarana penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku teks.
2.2.2 Faktor-faktor Efektivitas Belajar
Dalam kegiatan belajar sangat banyak faktor yang mempengaruhi keefektifannya, yang hal ini perlu diperhatikan sungguh-sungguh oleh setiap pelajar demi kesukesan belajarnya. Menurut Muhibbin Syah (2008: 123) ada dua macam faktor yang sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar supaya efektif, yaitu:
1. Faktor Eksternal, yakni faktor yang muncul dari luar diri individu. Dapat dibedakan menjadi dua macam:
- Faktor Sosial
Faktor yang berupa keadaan lingkungan di sekitar pelajar, baik lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah. Setiap pelajar perlu mengatahui pentingnya faktor sosial ini, sebab seringkali terjadi
seorang pelajar kurang menyadari bahwa suasana rumah (keluarga) aatu lingkungan masyarakat yang dihadapi dapat berpengaruh terhadap semangat belajarnya.
- Faktor Non Sosial
Faktor yang berupa cuaca, sarana, atau peralatan belajar dan waktu belajar. Cuaca terlalu panas atau terlalu dingin akan bisa membuat diri si pelajar terganggu konsentarasi belajarnya. Oleh karena itu seorang pelajar hendaknya dapat memilih waktu yang tepat untuk belajar supaya tidak kegerahan ataupun kedinginan. Begitu pula mengenai sarana belajar, yang lazimnya meliputi kamar belajar, meja belajar, alat tulis, dan perlengkapan lainnya amat banyak berpengaruh terhadap keefektivitasan belajar.
2. Faktor Internal, yakni faktor yang berasal dalam diri individu. Dapat dibedakan menjadi dua macam:
- Faktor Psikologis
Faktor yang dapat mendorong dan memberi motivasi untuk lebih tekun belajar. Diantaranya ialah:
• Didalam diri setiap pelajar terdapat sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki segala sesuatu cara lebih luas yang tentunya akan mendorong semangat belajarnya.
• Adanya sifat kreatif pada setiap individu dan keinginan untuk maju.
• Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang lain terutama dari orang tua, guru, dan teman-teman.
- Faktor Phisiologis
Faktor yang sangat menentukan untuk mendorong dan memotivasi kegiatan belajar. Karena kondisi fisik seseorang akan selalu melatarbelakangi semua kegiatan sehati-harinya termasuk dalam kegiatan belajar. Oleh karena itu seorang pelajar perlu mencari kiat– kiat bagaimana agar kondisi tubuhnya tetap sehat. Diantaranya ialah:
• Berusaha agar kebutuhan tubuh selalu tercukupi, memperoleh gizi yang cukup sesuai yang diperlukan.
• Melakukan latihan fisik dengan berolahraga yang cukup dan teratur.
• Memiliki kebiasaan cara hidup sehat, seperti badan dan pakaian selalu bersih.
• Berusaha untuk selalu bersikap simpatik dan berpenampilan ceria, gembira, dan penuh semangat.
2.2.3 Kriteria Efektifitas Belajar Siswa
Suatu kegiatan belajar dikatakan efektif jika prestasi belajar yang diinginkan dapat dicapai dengan usaha yang hemat dan minim. Usaha dalam hal ini adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, seperti: tenaga dan pikiran, waktu, peralatan belajar dan lain-lain hal relevan dengan kegiatan belajar (Syah, 2008: 123). Efektivitas belajar merupakan proses yang harus dilalui siswa untuk mencapai hasil belajar. Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2001: 30). Dengan kata lain efektivitas belajar siswa dapat dilihat dari ukuran keberhasilan melalui hasil belajar siswa.
Horward Kingsley yang dikutip Sudjana (2005: 23) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan, dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif adalah ranah yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
• Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal suatu rumus matematika ataupun nama-nama tokoh. Dengan menghapal suatu rumus, akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut dan hapal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat.
• Pemahaman (comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya: Peserta didik dapat menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar dan jelas.
• Penerapan (application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. Salah satu contoh hasil belajar
kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
• Analisis (analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.
• Sintesis (syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu hasil belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat berpikir kreatif untuk menciptakan suatu pemahaman yang baru.
• Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar ataupun sederhana sampai tingkat yang kompleks.
- Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu.
- Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving.
- Valuing (menilai, menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik.
- Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
- Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan.
3. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil
belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi kedisiplinan. Ranah psikomotoris berhubungan juga dengan kepekaan dalam menerima ransangan yang datang dari dirinya ataupun yang datang dari luar.
Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan pada tahun 1980 menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leighbody berpendapat bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol, (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Sintesis:
Yang dimaksud dengan efektivitas belajar siswa adalah suatu ukuran keberhasilan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan indikator, yaitu (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, (3) ranah psikomotoris.
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga atau peneliti yang meneliti tentang hubungan antara literasi informasi siswa dengan efektivitas belajar siswa. Beberapa hasil penelitian mereka menyatakan bahwa literasi informasi yang dimiliki siswa mempengaruh efektivitas belajar siswa di sekolah mereka. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya yaitu menurut Hjetland dalam Ting Kiung Shiung dalam Rindyasari (2008: 22), hasilnya bahwa Technology can make our lives easier. Everyday tasks are simplified. Beliau juga memandang bahwa teknologi dapat mempermudah tugas serta dapat meningkatkan prestasi guru dan siswa seperti penggunaan teknologi untuk kegiatan pengajaran dan pembelajaran. Hal ini juga dapat menarik minat para pelajar sehingga dapat meningkatkan efektivitas belajar dalam kegiatan belajar mengajar.
Sementara itu, dalam Seminar bertajuk “Melek Informasi dalam Pembelajaran dan Pengajaran di sekolah” yang diselenggarakan UNESCO bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, serta Kementrian Negara Riset yang dikutip Rindyasari (2008: 39) mengungkapkan bahwa perpustakaan dan sekolah merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Melek informasi atau literasi informasi perlu diintegrasikan dalam pembelajaran di kelas. Namun untuk menunjang hal tersebut, fasilitas perpustakaan atau resources centre harus ditingkatkan.
Penelitian ilmiah yang telah dilakukan oleh Kulik dan Robyler dalam Ting Kung Shiung (2005) dalam Rindyasari (2008: 22) telah membuktikan bahwa meningkatnya mutu dan prestasi pengajaran dan pembelajaran dan satu kajian perbandingan telah menunjukkan bahwa pelajar yang menerima pengajaran dan pembelajaran dengan bantuan komputer 73% lebih efektif. Penggunaan komputer didalam dunia pendidikan merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Penggunaan komputer yang terhubung dengan jaringan internet sangat erat kaitannya dengan konsep literasi informasi, yang apabila diterapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam pengajaran dan pembelajaran di sekolah.
Selain itu, menurut hasil penelitian yang dilakukan Irving dalam Thomas (2004: 113), menyatakan siswa yang menggunakan konsep literasi informasi dalam mencari informasi yang berhubungan dengan topik yang mereka butuhkan
tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam menemukan topik yang sesuai dengan yang mereka butuhkan. Hal senada juga diungkapkan oleh Mancall, Lodish, and Springer dalam Thomas (2004: 129) bahwa dengan pemberian tugas oleh guru, siswa dapat mengarungi banyaknya informasi dengan menggunakan konsep literasi informasi sehingga siswa dapat meyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Berdasarkan atas pendapat dan penelitian yang telah dilakukan, maka literasi informasi yang dimiliki siswa dapat menjembatani siswa mencapai tujuan belajarnya, sehingga literasi informasi berpengaruh terdadap efektivitas belajar siswa.
2.4 Kerangka Konseptual
Efektivitas belajar siswa adalah suatu ukuran keberhasilan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas belajar siswa meliputi terkuasanya pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang dicanangkan meliputi gambaran pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran.
Literasi informasi adalah kemampuan yang harus dimiliki dalam mengenali kapan suatu informasi dibutuhkan, mampu mencari informasi tersebut, mengevaluasinya dan menggunakannya secara efektif. Kemampuan literasi informasi ini memudahkan siswa untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam kegiatan belajarnya.
Literasi informasi yang dimiliki siswa sangat erat hubungannya dengan efektivitas belajar siswa. Informasi yang berhubungan langsung dengan pengetahuan sangat dibutuhkan siswa dalam proses belajarnya. Informasi yang relevan merupakan kebutuhan utama yang diperlukan siswa untuk dalam mencapai efektivitas belajarnya. Literasi informasi merupakan cara terbaik untuk mendapatkan relevansi informasi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa sehingga efektivitas belajar siswa dapat terwujud dengan baik.
Menurut keterkaitan diatas dapat diasumsikan bahwa literasi informasi yang dimiliki siswa dapat meningkatkan efektivitas belajar siswa. Untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa dapat melalui peningkatan literasi informasi dengan indikator-indikatornya. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas belajar siswa meliputi ranah kognitif; ranah afektif dan ranah psikomotoris. Sedangkan indikator literasi informasi meliputi kemampuan merumuskan kebutuhan informasi; mengakses sumber informasi secara efektif dan efisien; memilih dan memilah informasi; dan mengevaluasi informasi sesuai dengan kebutuhan.
Konstelasi hubungan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1: Konstelasi Hubungan variabel X dengan variabel Y
Keterangan:
Variabel X : Literasi informasi Variabel Y : Efektivitas belajar siswa
Hipotesis penelitian ini terdiri dari dua hipotesis yaitu: • Hipotesis Verbal :
“Terdapat pengaruh positif dan signifikan literasi informasi siswa terhadap efektivitas belajar siswa”.
• Hipotesis Statistik: Ho :
𝜌
xy = 0Ha :