BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Kebutuhan Informasi
2.1.1 Pengertian Kebutuhan Informasi
Informasi di era globalisasi seperti sekarang ini telah menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Pemanfaatannya telah merambah ke seluruh aspek kehidupan tidak terkecuali dibidang perpustakaan. Krikelas dalam Pasya (2009:6) mendefinisikan “kebutuhan informasi sebagai pengakuan seseorang atas adanya ketidakpastian dalam dirinya”. Dalam kehidupan yang nyata kebutuhan informasi (information needs) sama dengan keinginan informasi (information wants), namun pada umumnya ada kendala seperti ketiadaan waktu, kemampuan, biaya, faktor fisik, dan faktor individu lainnya, yang menyebabkan tidak semua kebutuhan informasi menjadi keinginan informasi. Jika seseorang sudah yakin bahwa sesuatu informasi benar-benar diinginkan, maka keinginan informasi akan berubah menjadi permintaan informasi (information demands) (Purnomowati, 2008:1).
Kuhlthau dalam Budiyanto (2000:13) menyatakan bahwa kebutuhan informasi muncul akibat kesenjangan pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dengan kebutuhan informasi yang diperlukan. Hal yang sama juga disampaikan oleh Belkin dalam Handajani (2004:14) bahwa kebutuhan informasi timbul ketika seseorang menyadari adanya kesenjangan antara pengetahuan dengan keinginan untuk memecahkan masalah yang terasa ganjil. Dari kedua definisi di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kebutuhan informasi itu timbul ketika seseorang itu mendapat masalah sehingga membutuhkan informasi yang dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah yang terasa ganjil.
Banyaknya informasi yang beredar saat ini dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Yang dikenal sebagai masyarakat informasi, dimana pada masyarakat ini standar hidup, bentuk pekerjaan dan sistem pendidikan dipengaruhi oleh informasi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka diperlukan informasi. Berdasarkan beberapa pendapat tentang
kebutuhan informasi, maka kondisi yang menyebabkan munculnya kebutuhan informasi adalah pada saat seseorang menemui suatu masalah yang belum dapat dicari solusinya secara pribadi, sehingga ia memerlukan informasi dari sumber-sumber di luar dirinya.
Kebutuhan informasi menurut Katz dalam Yulianah (2009:14) mengatakan bahwa kebutuhan informasi dapat dilihat dari berbagai bentuk kebutuhannya yaitu:
- Kebutuhan kognitif (cognitive needs), yaitu kebutuhan yang berkaitan erat dengan kebutuhan untuk memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan dan pemahaman seseorang akan lingkungannya. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat seseorang untuk memahami dan menguasai lingkungannya. Disamping itu kebutuhan ini dapat memberikan kepuasan atas hasrat keingintahuan dan penyelidikan seseorang.
- Kebutuhan afektif (affective needs), yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan penguatan estetis, hal yang dapat menyenangkan dan pengalaman-pengalaman emosional. Berbagai media sering dijadikan sebagai alat untuk mengejar kesenangan dan hiburan seperti media elektronik.
- Kebutuhan integrasi personal (personal integrative needs), yaitu kebutuhan yang sering dikaitkan dengan penguatan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status individu. Kebutuhan ini berasal dari hasrat seseorang untuk mencari harga diri.
- Kebutuhan integrasi sosial (social integrative needs), yaitu kebutuhan yang dikaitkan dengan penguatan hubungan dengan keluarga, teman dan orang lain di dunia. Kebutuhan ini didasari oleh hasrat seseorang untuk bergabung atau berkelompok dengan orang lain.
- Kebutuhan berkhayal (escapist needs), yaitu kebutuhan individu dikaitkan dengan kebutuhan–kebutuhan untuk melarikan diri, melepaskan ketegangan dan hasrat untuk mencari hiburan atau pengalihan (diversion).
Wilson (2006: 663) membagi kebutuhan informasi kedalam tiga bagian yaitu (1) Kebutuhan fisiologis (Physiological needs), seperti kebutuhan makanan,
air, tempat tinggal,dll.
(2) Kebutuhan afektif (Affective needs) (kadang-kadang psikolog mengatakannya sebagai kebutuhan emosional), kebutuhan untuk pencapaian, untuk dominasi,dlll
(3) Kebutuhan kognitif (Cognitive needs), seperti untuk merencanakan, untuk mempelajari suatu keterampilan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dinyatakan bahwa kebutuhan informasi erat kaitannya dengan aktivitas sehari-hari manusia dilihat dari berbagai segi seperti kebutuhan fisiologi, emosi, kognitif, pekerjaan, disiplin ilmu, jabatan, dan lain-lain. Dimana setiap kegiatan memiliki satu keterikatan. Walaupun Kebutuhan setiap manusia tidak lepas dari berbagai kebutuhan di atas sehingga manusia cenderung mencari informasi yang dibutuhkannya dengan berbagai cara yang berbeda-beda dengan tujuan agar setiap informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat, dan tepat.
Menetapkan kebutuhan informasi bagi pengguna suatu perpustakaan merupakan fenomena yang rumit, karena perpustakaan melayani komunitas yang terdiri atas individu-individu pemakai yang memiliki kebutuhan yang beragam. Bahkan pemakai sendiri mengalami kesulitan mengungkapkan dan mendefinisikan informasi mereka. Oleh karena itu prosedur pengumpulan data yang komprehensif perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan informasi oleh suatu kelompok pemakai.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebutuhan informasi adalah pernyataan seseorang atas adanya ketidakcocokan antara tingkat kepastiannya dengan obyek lingkungan yang sedang dihadapinya. Atau dengan kata lain bahwa kebutuhan informasi ini muncul pada saat seseorang mulai menganggap bahwa keadaan pengetahuan yang ia miliki saat itu kurang dari yang dibutuhkannya untuk menyelesaikan suatu masalah.
2.1.2 Identifikasi Kebutuhan Informasi
Identifikasi kebutuhan informasi merupakan langkah awal dalam menentukan jenis informasi apa yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna akan tergantung pada keberhasilan dalam melakukan identifikasi kebutuhan informasi. Identifikasi kebutuhan informasi yang tidak tepat akan menghasilkan informasi yang tidak berguna.
Menurut Sankarto (2008:10) Identifikasi kebutuhan informasi adalah ”sebuah proses untuk mendapatkan informasi yang sesuai kebutuhan dan
diinginkan pengguna”. Dalam proses identifikasi kedua belah pihak yaitu pihak pengguna informasi dan pihak penyedia informasi terlibat aktif pada tahap ini. Informasi yang diperoleh dari pengguna menjadi acuan bagi penyedia informasi sebagai bahan pertimbangan menyediakan informasi yang tepat. Tiga faktor yang harus dipenuhi ketika melakukan identifikasi kebutuhan informasi yaitu lengkap, detail, dan benar. Lengkap, artinya semua informasi yang diharapkan pengguna didapatkan oleh pihak yang melakukan identifikasi. Detail, adalah informasi yang terkumpul terinci sampai hal-hal yang kecil. Benar, yaitu semua data yang diperoleh harus benar, bukan benar menurut identifikator tetapi benar dan sesuai dengan apa yang dimaksud pengguna (Sankarto, 2008: 10).
Pengidentifikasian kebutuhan informasi pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan. Dari sebuah penyelidikan akan dihimpun dan diidentifikasi data utama dan data tambahannya. Dalam proses identifikasi kebutuhan informasi, sumber data utama adalah perilaku berupa kata-kata dan tindakan pengguna. Sedangkan data lainnya berupa tertulis, foto, dan statistik adalah data tambahan.
Prawati dalam Ishak (2006:92) menyatakan bahwa untuk mengidentifikasi kebutuhan informasi dapat dilakukan dengan
a). Current approach, yaitu memperhatikan kebutuhan pengguna terhadap informasi mutakhir, b). Everyday approach, yaitu kebutuhan pengguna terhadap informasi sehari-hari, c). Exhaustive approach, yaitu kebutuhan pengguna terhadap informasi secara menyeluruh, dan yang terakhir d). Cathing-up approach, yaitu kebutuhan pengguna terhadap informasi yang cepat dan singkat.
Pengguna harus dapat memperhatikan informasi yang bagaimana yang dibutuhkannya misalnya informasi yang mutakhir yang dapat memenuhi kebutuhan informasinya sehari-hari dan dapat diperoleh dengan cepat dan singkat tanpa menggunakan proses yang panjang.
Untuk mendukung pernyataan di atas, Chowdhury dalam Handajani (2004:16) juga mengemukakan pendapatnya mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan identifikasi kebutuhan informasi yaitu:
(a) Kebutuhan informasi adalah konsep yang relatif ; (b) Kebutuhan informasi berubah setiap saat; (c) Kebutuhan informasi berbeda-beda dari satu orang dengan orang lain; (d) Kebutuhan informasi tergantung dari
lingkungan dimana orang tersebut berada; (e) Mengukur kebutuhan informasi adalah hal yang sulit; dan (f) Kebutuhan informasi sering sekali diperlukan dalam waktu yang cepat.
Berdasarkan pernyataan Chowdhury di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan informasi setiap orang berbeda-beda sesuai dengan individu dan lingkungannya.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Informasi Pengguna
Setiap orang memiliki kebutuhan informasi yang berbeda-beda dan perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu menurut Crawford dalam Handajani (2004:16) kebutuhan informasi seseorang tergantung dari:
kegiatan pekerjaan, disiplin ilmu, tersedianya berbagai fasilitas, jenjang jabatan individu, faktor motivasi terhadap kebutuhan informasi, kebutuhan untuk mengambil keputusan, kebutuhan untuk mencari gagasan baru, kebutuhan untuk memberikan kontribusi profesional, dan kebutuhan untuk melakukan penemuan baru.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Wilson dalam Ishak (2006:93) yaitu bahwa “kebutuhan informasi berkaitan erat dengan masalah yang dihadapi, kesenjangan dan ketidak-berdayaan seseorang dalam mendapatkan sumber informasi”.
Kebutuhan informasi juga dapat dikaitkan dengan lingkungan seseorang (person’s environment), peran sosial yang disandang (social roles), dan personal. Salah satu kebutuhan terbesar manusia adalah memenuhi kebutuhan kognitifnya seperti yang telah diutarakan oleh Wilson (2006:663) sebelumnya. Kebutuhan ini berkaitan erat dengan motif seseorang untuk memperkuat atau menambah informasi, pengetahuan, dan pemahaman mengenai lingkungannya. Lingkungan memiliki andil besar dalam membentuk perilaku yang ditunjukkan oleh seorang individu. Manusia secara adaptif membentuk perilaku mereka berdasarkan lingkungan informasinya (information environments), demikian juga sebaliknya, lingkungan informasi juga dibentuk oleh manusia. Sehingga tidak mengherankan jika alat yang digunakan dalam penemuan informasi masyarakat pun banyak diadaptasi dari fluktuasi informasi yang terjadi dalam lingkungan. Sedangkan
konteks kebutuhan informasi terkait peran sosial (social roles) memiliki hubungan erat dengan teori peran (role theory).
Konteks kebutuhan informasi yang terakhir menurut Wilson (2006:663) adalah kebutuhan terkait dengan karakteristik personal (individual characteristics). Kebutuhan ini berkaitan erat dengan pemenuhan faktor-faktor kognitif, afektif, serta kebutuhan untuk memperoleh hiburan (escapist needs).
2.3 Karakteristik Kebutuhan Informasi
Menurut Nicholas dalam Ishak (2006:94), ia menyatakan bahwa ada sebelas kerakteristik kebutuhan informasi yang dapat menunjukkan wujud dari kebutuhan informasi tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Pokok Masalah (Subject)
Aspek ini merupakan suatu karakteristik kebutuhan informasi yang paling jelas terlihat, dimana di dalamnya terdapat tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menguraikan pokok masalah yaitu antara lain: 1). Berapa banyak pokok masalah yang terkandung dalam sebuah 2). Seberapa jauh kedalaman pokok masalah tersebut, dan
3). Apakah terdapat masalah dalam menentukan subjek yang lebih rinci. b. Fungsi (Function)
Setiap pemakai memiliki fungsi yang berbeda antara satu pemakai dengan pemakai lainnya dalam menggunakan informasi yang digunakan tergantung dari jenis kegiatan dan hasil dari kegiatan pemakai. Kebutuhan pengguna akan informasi bertujuan untuk memenuhi lima fungsi pokok, antara lain:
1). Fungsi temuan (fact-finding)
2). Fungsi aktualisasi (current awareness) 3). Fungsi penelitian (research)
4). Fungsi penyegaran (briefing; dan 5). Fungsi pendorong (stimulus)
c. Sifat (Nature)
Sifat informasi menurut ciri esensial yaitu: berubah pada periode tertentu, dan perbedaan kebutuhan informasi antara satu orang dengan orang yang lain.
d. Tingkat Intelektual (Intelectual Level)
Kemampuan seseorang dalam memahami informasi itu cenderung berbeda, sehingga pengguna memiliki tingkat intelektualitas dalam melakukan proses pemahaman tersebut secara efektif dengan persyaratan keluasan pengetahuan minimum atau tingkat kecerdasan tertentu.
e. Titik Pandang (View Point)
Ilmu sosial menuangkan informasi dengan menggunakan titik pandang tertentu berdasarkan kategori pemikiran, orientasi politik, pendekatan positif-negatif, dan orientasi disiplin ilmu.
f. Kuantitas (Quantity)
Setiap pengguna membutuhkan informasi dalam jumlah dan kuantitas yang berbeda-beda dalam memenuhi keperluan pekerjaan dan dalam memecahkan setiap permasalahan. Sehingga pengguna mampu membatasi kebutuhan terhadap informasinya. Dan jumlah informasi yang di butuhkan tergantung pada sifat individu pengguna, dimana pengguna dianggap mampu membatasi kebutuhannya terhadap informasi.
g. Kualitas (Quality)
Kualitas kebutuhan informasi tergantung terhadap kesesuaian pokok masalah dengan informasi yang di butuhkan oleh pengguna. Sehingga pemilihan kebutuhan informasi berdasarkan kualitas secara tepat sangat di perlukan pemahaman yang mendalam terhadap pengguna informasi. h. Batas Waktu Informasi (Date)
Batas waktu informasi berkaitan dengan seberapa lama masa informasi lampau yang di perlukan? dan seberapa baru informasi yang di peroleh?. Dimana informasi pada setiap disiplin ilmu yang ada memiliki umur penyimpanan berkas informasi yang berbeda-beda.
i. Kecepatan Pengiriman (Speed of Delivery)
Setiap informasi di upayakan agar cepat sampai kepada penggunanya artinya informasi yang ada itu harus selalu up-to-date.
j. Tempat Asal Publikasi (Place)
Tempat asal publikasi ini dapat menjadi masalah bagi para pengguna dikarenakan pokok masalah dalam informasi, posisi sipengguna, dan kelancaran bahasa.
k. Pemrosesan dan Pengemasan (Processing and Packaging)
Pemrosesan berhubungan dengan cara penyajian informasi dari pokok pikiran dan riset yang sama, sedangkan pengemasan behubungan dengan tampilan luar atau bentuk fisik informasi.
Sedangkan menurut Leckie dalam Ishak (2009:94) kebutuhan informasi memiliki enam karakteristik yang dapat menunjukkan wujud dari kebutuhan informasi, yaitu :
1. Demografis seseorang, seperti tingkat pendidikan atau usia. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak kebutuhan informasinya. 2. Konteks, misalnya kebutuhan khusus, kebutuhan internal atau
eksternal. Kebutuhan khusus misalnya kebutuhan tentang pekerjaan seseorang atau kebutuhan seorang siswa tentang pelajaran dan tugas-tugas sekolah.
3. Frekuensi, misalnya apakah kebutuhan informasi itu berulang atau baru. Pengguna informasi tentunya akan memilih informasi yang terbaru daripada informasi lama dan berulang.
4. Kemungkinan, misalnya apakah kebutuhan informasi tersebut dapat diramalkan atau tidak terduga. Jika kebutuhan informasi seseorang muncul dengan tiba-tiba atau tidak terduga, misalnya terjadi ketika seseorang mencari informasi tentang pelajaran sekolah dan tiba-tiba muncul dalam benaknya untuk mencari informasi lain yang berhubungan dengan pelajaran tersebut, maka orang tersebut akan mencari dan menemukan informasi tersebut.
5. Kepentingan, misalnya kebutuhan informasi dilihat dari tingkat urgensinya. Apabila informasi yang dibutuhkan sangat penting maka orang yang membutuhkan informasi tersebut akan berusaha mencari dan menemukan informasi tersebut.
6. Kerumitan, misalnya kebutuhan informasi tersebut mudah atau sulit untuk dipecahkan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas yang membahas tentang karakteristik kebutuhan informasi dapat diambil kesimpulan bahwa dimana pendapat pertama lebih fokus kepada informasi itu sendiri dilihat dari pokok masalah, fungsi, tingkat intelektual dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat kedua lebih difokuskan kepada demografis dan kepentingan dari pengguna informasi tersebut. Meskipun kedua pendapat ini berbeda tapi keduanya masih terdapat saling keterkaitan antara setiap karakteristik kebutubuhan informasi seseorang.
2.4 Ketersediaan Koleksi Perpustakaan
Perpustakaan memiliki koleksi yang dapat memenuhi kebutuhan informasi para penggunanya. Menurut Siregar (1999:2) tujuan perpustakaan perguruan tinggi menyediakan koleksi ialah untuk:
a. Mengumpulkan dan menyediakan bahan pustaka yang dibutuhkan civitas akademika perguruan tinggi induknya
b. Mengumpulkan dan menyediakan bahan pustaka bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan tujuan perguruan tinggi yang menyelenggarakan perpustakaan tersebut.
c. Memiliki koleksi, bahan atau dokumen yang lampau dan yang mutakhir dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, kebudayaan, hasil penelitian dan lain-lain yang erat hubungannya dengan program perguruan tinggi penaungnya
d. Memiliki koleksi yang dapat menunjang pendidikan dan penelitian serta pengabdian masyarakat yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi induknya e. Memiliki bahan pustaka/informasi yang berhubungan dengan sejarah dan
ciri perguruan tinggi tempatnya bernaung.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas bahwa koleksi sebuah perpustakaan haruslah lengkap dan relevan dengan kebutuhan setiap program studi perguruan
tinggi. Koleksi yang tersedia juga harus sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi serta dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan penggunanya.
2.5 Jenis Layanan Perpustakaan
Setiap perpustakaan memiliki layanan yang berbeda-beda yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna untuk berkunjung dan menggunakan layanan perpustakaan. Dalam Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi (1999:34) dinyatakan bahwa pada umumnya perpustakaan memiliki layanan-layanan sebagai berikut:
• Orientasi Perpustakaan
• Layanan Sirkulasi
• Layanan Rujukan
• Layanan Masalah
• Layanan Pandang dengar
• Jasa Kesiagaan Informasi
• Penelusuran Pustaka, yang terbagi 2 (dua) yaitu: - Layanan Internet
- Layanan CD-ROM
• Layanan Fotokopi
• Kerjasama Pinjam Antar Perpustakaan
• Kerjasama Silang Layan
• Pembuatan Indeks, Abstrak dan Bibliografi
• Layanan Terjemahan
• Tandon Buku (Books on Reseved)
• Penyewaan Fasilitas
Sedangkan Atherton dalam ishak (2005:36) menyebutkan bahwa layanan sebuah perpustakaan itu antara lain layanan penelusuran, layanan referensi, penyebaran informasi mutakhir, layanan fotokopi, peminjaman, dan layanan penerjemahan.
Sebagian besar perpustakaan hanya menyediakan layanan penelusuran, layanan referensi, layanan fotokopi dan layanan peminjaman saja. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana yang dimiliki olek perpustakaan tertentu.
Layanan perpustakaan dikatakan baik jika perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi penggunanya. Layanan perpustakaan yang didasarkan pada
kebutuhan pengguna, menurut Djatin dalam Ishak (2005:37) memerlukan beberapa unsur pendukung antara lain:
1. Kelengkapan informasi 2. Kemudahan memperoleh 3. Kecepatan layanan 4. Ketepatan layanan
5. Lokasi yang mudah dijangkau
6. Sumber daya manusia yang profesional dibidangnya 7. Biaya jasa yang terjangkau
8. Kerjasama jaringan pusdokinfo 9. Kenyamanan
untuk memudahkan pengguna dalam memperoleh koleksi yang dibutuhkannya perpustakaan menyediakan alat bantu yaitu katalog atau yang sering disebut dengan OPAC yaitu katalog yang berbasis komputer. Dimana dalam katalog tersebut telah tergambar fisik dari koleksi yang dicari mulai dari judul, pengarang, penerbit, tempat terbit, serta lokasi koleksi di rak.
2.6 Jenis-jenis Sumber Informasi yang Digunakan
Berbagai sumber informasi digunakan para peneliti dalam menjalankan strategi pencarian informasi, berupa literatur (primer dan sekunder) dan individu/manusia (rekan peneliti dan pustakawan). Para peneliti selalu menggunakan media cetak untuk memperoleh informasi, sedangkan media lain yang tersedia (koleksi CD-ROM dan koleksi bentuk mikro) relatif sedikit penggunaannya dibanding media cetak. Para peneliti memanfaatkan informasi untuk melaksanakan tugas dan mengikuti perkembangan yang terjadi pada bidang yang ditekuni, dengan cara membaca dan membuat kutipan pada kartu. Hambatan yang dialami para peneliti pada saat melakukan strategi pencarian informasi umumnya berhubungan dengan layanan informasi yang disediakan perpustakaan.
Menurut Suwanto dalam Harisanty (2007:5) ”sumber informasi merupakan sarana penyimpanan informasi. Informasi dapat tersimpan dalam dokumen dan non-dokumen”. Sumber informasi yang berupa dokumen dapat berbentuk buku, majalah, laporan penelitian, jurnal, sedangkan sumber informasi non-dokumen adalah manusia, yakni teman, pustakawan, pakar, atau spesialis
informasi. Sumber informasi terdiri dari dokumen, manusia, lembaga, benda, ataupun situasi. Sumber informasi yang berupa dokumen meliputi textbook, ensiklopedia, kamus, majalah, jurnal, skripsi, laporan penelitian film, dsb. Manusia juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi misalnya aktor, penulis, dosen, peneliti, pemimpin atau informan-informasn lainnya. Hampir semua lembaga baik lembaga pemerintah maupun swasta, yang bergerak dalam berbagai bidang dapat menjadi sumber informasi. Sumber-sumber informasi ini dapat diakses langsung maupun melalui internet. Menurut Gunawan (2008:37) yang perlu diperhatikan dan dilakukan mengenai sumber informasi yaitu menilai:
1. Relevansi
Relevansi adalah penilaian tentang sejauh mana informasi yang dikandung suattu sumber informasi sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melihat judul, daftar isi, abstrak, dan pendahuluan atau tujuan suatu sumber (tercetak mauupun digital, termasuk situs).
2. Kredibilitas
Penilaian kredibilitas digunakan untuk menentukan sejauh mana suatu sumber informasi dapat dipercaya kualitas dan kebenarannya. Kredibilitas suatu sumber dapatt dilihat dari segi penanggung jawabnya (pencipta karya, penulis, penerbit, sponsor, editor), proses pembuatannya dan pemanfaatan sumber tersebut.
3. Kemutakhiran
Kemutakhiran, suatu karya dapat dilihat dari tahun terbit karya tersebut. Khusus untuk tulisan dapat juga dilihat dari tahun publikasi daftar pustaka yang digunakan. Kemutakhiran suatu situs dapat dilihat melalui tangggal dan/ atau tahun dibuat, tanggal dan/atau tahun terakhir direvisi, dan sejauh mana links yang disediakan dan daftar pustaka yang digunakan, up-to-date”.
Ini perlu dilakukan agar pengguna tidak membuang-buang waktu, tenaga dan uang untuk mencari, menghubungi, meminjam, membeli, mengunduh (download), dan mencetak informasi.
Suatu sumber informasi adalah pembawa informasi yang dipercaya dapat memberikan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan informasi. Brown dalam Harisanty (2007:5) secara khusus membagi sumber informasi ke dalam tiga tipe yaitu dirinya sendiri, orang lain, dan sumber lain yang bukan manusia. Dikarenakan dalam mengerjakan tugas tertentu seseorang tidak bisa mendapatkan
informasi dari dirinya sendiri, maka mereka berusaha untuk mencari sumber informasi secara interpersonal yaitu melalui bertanya dengan teman, ahli bidang tertentu, dan orang lain. Sedangkan buku, surat kabar, memo, selebaran adalah contoh dari impersonal sources (sumber informasi yang bukan orang).
Pemilihan sumber informasi juga didasarkan pada pola kebiasaan. Pola kebiasaan diartikan bila dimasa lalu sebuah sumber informasi dapat memenuhi kebutuhan seseorang maka ia akan cenderung menggunakan sumber informasi tersebut untuk waktu-waktu selanjutnya. Qureshi dalam Harisanty (2007:6) menambahkan bahwa semakin paham pengguna terhadap sumber-sumber informasi yang ada, maka akan menyebabkan pengguna tersebut paham terhadap cara menemukan informasi yang dibutuhkan sehingga akan meningkatkan kemampuan pengguna dalam memanfaatkan media informasi yang ada.
Kondisi lingkungan yang penuh informasi akan mendorong mahasiswa untuk berusaha menemukan informasi secara positif (optimal). Sebaliknya kondisi lingkungan di sekitar pengguna yang kurang informasi akan menjadikan pengguna mengambil langkah tertentu guna mendapatkan informasi di tempat lain. Dengan demikian perlu peran dari pustakawan sebagai spesialis informasi yang memiliki keahlian tentang isi sumber-sumber informasi, termasuk kemampuan untuk mengevaluasi secara kritis dan menyaringnya, yakni dengan memantau perkembangan informasi global, memilih, menyaring, dan mampu menyeleksi yang relevan dan up to date bagi kepentingan pengguna (Komalasari dalam Harisanty, 2007:6).
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber informasi bukan hanya dalam bentuk tercetak saja tetapi dalam bentuk elektronik juga dapat dijadikan sebagai sumber informasi bahkan manusianya sendiri dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat membantu pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasinya.
2.7 Pendidikan Ners 2.7.1 Profesi Ners
Untuk menghasilkan seorang perawat profesional, harus melewati dua tahap pendidikan yaitu tahap pendidikan akademik yang lulusannya mendapat gelar S.Kep dan tahap pendidikan profesi yang lulusannya mendapat gelar Ners (Ns). Kedua tahap pendidikan keperawatan ini harus diikuti, karena keduanya merupakan tahapan pendidikan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain.
Menurut Reilly dalam Nurhidayah (2009:2) pendidikan keperawatan terbagi dua yaitu disiplin akademik dan disiplin profesional (proses pembelajaran klinik). Disiplin akademik lebih menekankan pada pengetahuan dan teori yang bersifat deskriptif, sedangkan disiplin profesional diarahkan pada tujuan praktis. Disiplin profesi didapatkan dilingkungan klinis atau lahan praktik karena lingkungan klinis merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai kompetensi praktik klinis didalam kur ikulum profesional.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi suara perawat nasional, mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat/publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat. Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan sistem pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000:5). Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan aktual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan ners dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya.
Dalam kegiatan keperawatan ada beberapa standar yang harus di perhatikan yaitu standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang dinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien.
Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.
Penilaian essensial asuhan keperawatan melalui penataan standar sebagai dasar kesepakatan untuk mencapai asuhan keperawatan optimal. Standar keperawatan dalam prakteknya harus dapat diterima, dimana setiap klien berhak mendapatkan asuhan berkualitas, tanpa membedakan usia dan diagnosa. Dengan demikian standar dapat diharapkan memberikan fondasi dasar dalam mengukur kualitas asuhan keperawatan.
Pada dasarnya ada tiga sumber informasi utama, untuk mengembangkan standar yaitu: penelitian, keputusan kelompok ahli/spesialis, observasi cara praktek keperawatan aktual. Dalam organisasi pelayanan keperawatan standar bersumber baik dari sumber eksternal maupun internal. Tujuan utama standar memberikan kejelasan dan pedoman untuk mengidentifikasi ukuran dan penilaian hasil akhir, dengan demikian standar dapat meningkatkan dan memfasilitasi perbaikan dan pencapaian kualitas asuhan keperawatan. Kriteria kua litas asuhan keperawatan mencakup: aman, akurasi, kontuinitas, efektif biaya, manusiawi dan memberikan harapan yang sama tentang apa yang baik bagi perawat dan pasien. Standar menjamin perawat mengambil keputusan yang layak dan wajar dan melaksanakan intervensi – intervensi yang aman dan akuntabel.
Dalam Buku Panduan Program Pendidikan Ners Edisi V (2010:2) untuk menghasilkan perawat yang memenuhi karakteristik esensial profesi maka proses pendidikan keprofesian perawat ”Ners” dirancang dengan mempertimbangkan lima aspek berikut:
(1) Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Peserta didik dan pembimbing klinik harus memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Peserta didik harus menguasai ”body of knowledge” dan berbagai metode dan teknik keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
(2) Kemampuan menyelesaikan masalah secara ilmiah. Pemecahan masalah secara keilmuan dapat ditumbuhkan secara langsung
berhubungan dengan pasien dan dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien melalui tahapan proses keperawatan.
(3) Sikap dan tingkah laku profesional. Sikap dan tingkah laku profesional dituntut dari seorang perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kehidupan profesi. Penumbuhan dan pembinaan kemampuan berfikir, bersikap dan bertindak profesional merupakan proses panjang dan berkelanjutan yang dapat terlaksana melalui suatu lingkungan yang sarat dengan model peran (role model)
(4) Belajar aktif dan mandiri. Belajar aktif dan mandiri pada pengalaman praktik klinik dapat dicapai dengan antara lain membuat laporan pendahuluan, presentasi kasus dan lain – lain.
(5) Pendidikan berada di masyarakat. Pendidikan atau pengalaman belajar yang dikembangkan di masyarakat (community-based learning) memungkinkan untuk menumbuhkan dan membina sikap dan keterampilan para mahasiswa.
Berdasarkan kelima aspek tersebut diharapkan lulusan program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan USU memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang profesional sehingga dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai perawat profesional yaitu sebagai profesional care provider (pemberi asuhan keperawata), community leader (pemimpin dikomunitas), educator (pendidik), manager (pengelola) dan researcher (peneliti pemula).
2.7.2 Laporan Kasus Pasien
Pada point ini penulis membahas mengenai laporan perawat mengenai masalah pasien yang akan dikaji selama satu minggu. Dimana pelayanan keperawatan adalah essensial bagi kehidupan dan kesejahteraan klien oleh karena itu profesi keperawatan harus akuntabel terhadap kualitas asuhan yang diberikan. Pengembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perawat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka menerapkan asuhan bagi klien dengan kebutuhan yang kompleks. Untuk menjamin efektifitas asuhan keperawatan pada klien, harus tersedia criteria dalam area praktek yang mengarahkan keperawatan mengambil keputusan dan melakukan intervensi keperawatan secara aman.
Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu mengikuti perkembangan ilmu lain,
mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan zaman.
Menurut Nursalam (2009:515) Seorang perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien terlebih dahulu harus memperhatikan standar instrumen penilaian kerja perawat yaitu:
1. Standar Pengkajian Keperawatan
Pada standar ini perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria pengkajian keperawatan, meliput i:
a). Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
b). Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.
c). Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: - Status kesehatan klien masa lalu.
- Status kesehatan klien saat ini.
- Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. - Respons terhadap terapi.
- Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal. - Risiko-risiko tinggi masalah
d). Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (Lengkap, Akurat, Relevan, dan Baru).
2. Standar Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.
Kriteria proses:
a). Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan. b). Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah (P), penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri atas masalah dan penyebab (PE). c). Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk
mevalidasi diagnosis keperawatan.
d). Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru.
3. Standar Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses, meliput i
a). Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan.
b). Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
c). Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.
d). Mendokumentasi rencana keperawatan. 4. Standar Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan
Kriteria proses, meliput i:
a). Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b). Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
c). Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d). Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan.
e). Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respons klien.
5. Standar Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Kriteria proses
a). Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara konprehensif, tepat waktu, dan terus-menerus.
b). Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
c). Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.
d). Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
e). Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Dalam memenuhi standar asuhan keperawatan inilah mahasiswa profesi keperawatan banyak membutuhkan informasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan ini akan dipertanggung jawabkan didepan para dosen penguji masing-masing. Sehingga mahasiswa keperawatan harus benar-benar memperhatikan datanya dalam membuat tugas laporan mengenai penyakit pasien.