• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS MAGISTER. Oleh ZULFIADI ZULHAN NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS MAGISTER. Oleh ZULFIADI ZULHAN NIM :"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI MEKANISME INHIBISI INHIBITOR KALSIUM NITRIT DAN SIKA FERROGARD-901 DALAM LARUTAN PORI BETON

ARTIFISIAL YANG MENGANDUNG ION KLORIDA DENGAN

ELECTROCHEMICAL IMPEDANCE SPECTROSCOPY

TESIS MAGISTER

Oleh

ZULFIADI ZULHAN NIM : 22197046

BIDANG KHUSUS REKAYASA KOROSI PROGRAM STUDI REKAYASA PERTAMBANGAN

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

(2)

“Dia yang mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar dari padanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. (QS Saba’ ayat 2)”

Kupersembahkan kepada isteriku tercinta, Sri Yulis.

(3)

STUDI MEKANISME INHIBISI INHIBITOR KALSIUM NITRIT DAN SIKA FERROGARD-901 DALAM LARUTAN PORI BETON

ARTIFISIAL YANG MENGANDUNG ION KLORIDA DENGAN

ELECTROCHEMICAL IMPEDANCE SPECTROSCOPY

Nama : Zulfiadi Zulhan NIM : 22197046

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sunara Purwadaria Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin

(4)

PERNYATAAN

Penelitian ini dibiayai oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – Proyek Penelitian untuk Pengembangan Pascasarjana (Hibah Tim Pascasarjana URGE) Batch IV,

dengan Nomor kontrak: 21 / HTPP-14 / URGE, dengan judul: Assesment

of Chloride Binding Capacity of Domestic Fly Ash and Steel Slag as Well as Galvanized Reinforcing Steel Performance for Durable Marine Structure.

Oleh karena itu penyebarluasan hasil penelitian ini harus disetujui oleh lembaga tersebut, dan tanpa persetujuannya hasil penelitian ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan komersial atau difotokopi.

Pelanggaran terhadap hal ini dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandung, Februari 2000

Peneliti Utama

(5)

ABSTRAK

Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) telah digunakan untuk mempelajari mekanisme dan efektivitas inhibisi dari inhibitor kalsium nitrit dan Sika FerroGard-901 terhadap perilaku korosi baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial yang mengandung ion klorida. Enam model rangkaian listrik ekivalen telah digunakan untuk menginterpretasi perilaku korosi baja tulangan dan menentukan parameter-parameter R-C pada antarmuka baja-larutan. Pemilihan model rangkaian listrik ekivalen yang sesuai dilakukan dengan mengalurkan hasil pengukuran dan hasil interpretasi model dalam bentuk kurva Bode (log f – sudut fasa).

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rapat arus korosi baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial [Ca(OH)2 jenuh] sangat rendah (1,344.10-9A/cm2) karena pada kondisi ini baja tulangan berada di daerah pasif (Ekor = -0,196 hingga 0,126 V vs SCE). Model rangkaian listrik yang sesuai adalah model yang membentuk selaput pasif. Penambahan NaCl (5-45 gpl) dalam larutan tersebut merubah model rangkaian listrik ekivalen dari model yang membentuk selaput pasif ke model aktif terkorosi (setelah 5 hari perendaman) kemudian menjadi model aktif terkorosi yang membentuk produk korosi (setelah 10 hari perendaman). Bersama dengan itu rapat arus korosi naik dari 10-6 A/cm2 menjadi

10-3 A/cm2.

Penambahan inhibitor Ca(NO2)2 60 gpl ke dalam larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl menghasilkan karakteristik yang sama dengan baja dalam larutan Ca(OH)2 jenuh. Rapat arus pasif adalah 5,18.10-9 A/cm2. Mekanisme inhibisi 60 gpl Ca(NO2)2 adalah dengan cara mengoksidasi baja sehingga potensialnya naik ke potensial pasif dan membentuk selaput pasif protektif pada permukaan baja. Efisiensi inhibisi ini (60 gpl) adalah 99,99%.

Penambahan inhibitor Sika FerroGard-901 60 gpl ke dalam larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl merubah model rangkaian listrik dari model aktif terkorosi ke model teradsorbsi. Rapat arus korosi selama 40 hari perendaman adalah 10-6 A/cm2. Potensial korosi pada penambahan Sika FerroGard-901 relatif tetap sebagai fungsi waktu (sekitar -0,550 V vs SCE). Mekanisme inhibisi inhibitor ini adalah dengan teradsorbsi pada permukaan baja telanjang yang ditandai dengan menurunnya harga dl dan meningkatnya tahanan perpindahan muatan (Rp). Efisiensi inhibisi pada hari ke-40 adalah 99,89%.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa inhibitor Ca(NO2)2 lebih baik dari Sika FerroGard-901 dalam menginhibisi korosi pada baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial [Ca(OH)2 jenuh] yang mengandung ion klorida selama  40 hari perendaman.

(6)

ABSTRACT

Electrochemical impedance spectroscopy (EIS) has been used to study the inhibition mechanism and efficiency of calcium nitrite and Sika FerroGard-901 to the corrosion behavior of a reinforcing steel bar in simulated pore solutions (SPS) containing chloride. Six electrical equivalent circuits (EEC) have been developed to interpret the corrosion or passivation mechanism of the rebar in SPS. The appropriate EEC model has been selected by superimpose the experimental and interpreted results on the Nyquist and Bode plots.

It is found that the corrosion current density of rebars in SPS [saturated

Ca(OH)2 solution] is negligible (1.344 .10-9 A/cm2) because the bar is in

passive state (Ecor = -0.196 to 0.126 V vs SCE). The presence of NaCl (5-45

gpl) in the SPS is found to change the EEC model from the passive model to the actively corrode model (after 5 days immersion) and then to actively corrode with rust formation model (after 10 days immersion). At the same

time the corrosion current density increases from 10-6 during first day to

10-3 A/cm2 after forty days of immersion.

The corrosion behavior of rebars in the test solution containing 35 gpl NaCl

and 60 gpl Ca(NO2)2 inhibitor is very similar to that of in SPS. The passive

current density is 5.18 .10-9 A/cm2. It is believed that the inhibition process of

60 gpl calcium nitrite occurs through oxidation of steel that leads to the increase of corrosion potential into the passive region. The efficiency of this 60 gpl inhibitor is 99.99%.

On the other hand, the addition of 60 gpl Sika FerroGard-901 inhibitor into the SPS containing 35 gpl NaCl alters the EEC model from actively corrode model into the adsorption model. Corrosion current density at forty days of

immersion is 10-6 A/cm2. Corrosion potential relatively stable around –0.550

V vs SCE. Hence the inhibition mechanism of this 60 gpl inhibitor is believed to occur due to adsorption process that results in the significantly

decrease of dl and the increase of charge transfer resistance (Rp). Inhibition

efficiency of this inhibitor obtained from the EIS measurement after 40 immersion is 99.89%.

The research comes into a conclusion that Ca(NO2)2 inhibitor is more

effective than Sika FerroGard-901 to inhibit the corrosion of rebars in the test

(7)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan iradah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan thesis magister dengan judul “Studi Mekanisme Inhibisi Inhibitor Kalsium Nitrit dan Sika Ferrogard-901 dalam Larutan Pori Beton Artifisial yang

Mengandung Ion Klorida dengan Electrochemical Impedance

Spectroscopy”. Dengan selesainya penulisan thesis magister ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada Hibah Tim Pascasarjana URGE Batch

IV : Assesment of Chloride Binding Capacity of Domestic Fly Ash and Steel Slag as Well as Galvanized Reinforcing Steel Performance for Durable Marine Structure yang telah membiayai penelitian ini dan kepada perusahaan Scribner Associates yang telah memberikan program

Fitting Zview melalui internet. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. PT Sika Nusa Pratama yang telah menyediakan inhibitor Sika

Ferrogard-901 dan Morristown Chemicals Group, Inc. yang telah menyediakan inhibitor kalsium nitrit untuk bahan pada penelitian ini.

2. Prof. Djuanda Suriaatmadja, Prof. Faraz Umar, Dr. Dicky R. Munaf,

Ir. Alwi Ibrahim, Dr. Iswandi Imran dan Dr. Eddy A. Basuki sebagai nara sumber dan tim peneliti di Hibah Tim Pascasarjana URGE yang telah memberikan masukan-masukan selama presentasi-presentasi pada pertemuan rutin.

3. Dr. Ir. Sunara Purwadaria sebagai Pembimbing Pertama yang telah

memberikan saran-saran dan masukan-masukan dalam penyusunan tesis ini dan sekaligus juga sebagai Ketua Bidang Khusus Rekayasa Korosi pada Program Studi Rekayasa Pertambangan, Institut Teknologi Bandung.

4. Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin sebagai Pembimbing Kedua yang juga telah

memberikan saran dan masukan terutama mengenai pengalaman

beliau tentang Electrochemical Impedance Spectroscopy.

5. Dr. Ir. Syoni Soepriyanto sebagai Ketua Program Studi Rekayasa

Pertambangan.

6. Ir. Bengawan Kosasih, MT., Ir. M. Zaki Mubarok dan rekan-rekan

mahasiswa pascasarjana lainnya di Hibah Tim Pascasarjana URGE yang telah berbagi pengalaman dalam menyelesaikan penelitian program pascasarjana ini.

7. Pak Popon dan Cep Kusnindar yang telah banyak membantu peneliti

(8)

dan Korosi, Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung.

8. Sri Yulis, isteriku tercinta yang selalu memberikan dorongan dan

semangat serta menemani pada saat melakukan kegiatan penelitian di Laboratorium Elektrometalurgi dan Korosi.

Meskipun Studi Mekanisme Inhibisi Inhibitor Kalsium Nitrit dan Sika Ferrogard-901 dalam Larutan Pori Beton Artifisial yang Mengandung Ion

Klorida dengan Electrochemical Impedance Spectroscopy baru pertama

kali dilakukan di Indonesia, penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna untuk mengembangkan metode pengukuran korosi

dengan Electrochemical Impedance Spectroscopy di masa mendatang.

Bandung, Februari 2000 Zulfiadi Zulhan

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahaan ... iii

Abstrak... v

Abstract ……….……..………....vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Gambar ...xi

Daftar Tabel ...xvii

Daftar Lampiran... xviii

BAB I PENDAHULUAN...……...…..1

1.1 Latar Belakang Masalah ... ……1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Metodologi Penelitian ... 7

1.4 Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PENGENDALIAN KOROSI BAJA TULANGAN DALAM LINGKUNGAN BETON DENGAN ...…. 12

2.1 Korosi Baja Tulangan Dalam Beton yang Terkontaminasi Klorida ….………...12

2.2 Inhibitor Korosi di Dalam Beton ... 16

2.2.1 Kalsium Nitrit………... 20

2.2.2 Sika Ferrogard – 901 ... 21

BAB III PENGUKURAN KOROSI DENGAN ELECTROCHEMICAL IMPEDANCE SPECTROSCOPY (EIS) ... 23

3.1 Pendahuluan ... 23

3.2 EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy) ... 32

3.2.1 Elemen-elemen Rangkaian Listrik pada EIS ... 42

(10)

BAB IV PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN...62

4.1 Pengukuran Keakuratan Alat Ukur EIS ... 62

4.2 Percobaan Pengukuran EIS Proses Korosi Baja Tulangan dalam Larutan Pori Beton Artifisial ... 67

4.1.1 Preparasi Larutan ... 67

4.1.2 Persiapan Spesimen Uji ... 68

4.1.3 Pengujian ... 69

4.2 Hasil Percobaan Pengukuran Korosi Baja Tulangan dalam Larutan Pori Beton Artifisial ... 70

4.2.1 Potensial Korosi ... 70

4.2.2 Electrochemical Impedance Spectroscopy ... 71

4.2.3 Potensiodinamik ... 78

BAB V PEMBAHASAN ...…...80

5.1 Pemilihan Model Rangkaian Listrik Ekivalen ... 80

5.1.1 Model-model yang Diusulkan ... 80

5.1.2 Pemilihan Model Rangkaian Listrik ... 83

5.2 Korosi Baja Tulangan dalam Larutan Ca(OH)2 Jenuh... 87

5.3 Korosi Baja dalam Larutan Ca(OH)2 Jenuh yang Ditambahkan Klorida ... 91

5.4 Korosi Baja dalam Larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl yang Ditambahkan Inhibitor Ca (NO2)2 ... 102

5.5 Korosi Baja dalam Larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl yang Ditambahkan Inhibitor Sika Ferrogard-901 .. 112

5.6 Pengaruh Penambahan  35 gpl NaCl Setelah 25 Hari Perendaman ... 121

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...128

6.1 Kesimpulan ... 128

6.2 Saran ... 130

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rangkaian listrik untuk proses korosi yang sederhana ... 7 Gambar 1.2 Kurva Nyquist untuk rangkaian listrik pada

Gambar 1.1 ... 8 Gambar 2. 1 Gambar skematik kurva polarisasi skematik pengaruh

penambahan inhibitor anodik terhadap potensial dan laju korosi ... 18 Gambar 2. 2 Gambar skematik kurva polarisasi skematik pengaruh

penambahan inhibitor katodik terhadap potensial dan laju korosi ... 18 Gambar 3. 1 Kurva polarisasi katodik dan anodik skematik untuk

logam aktif-pasif ... 23

Gambar 3. 2 Pengaruh penurunan scan rate (1) - (7) pada

kurva polarisasi anodik AISI 304 dalam larutan

1N H2SO4 dideaerasi, T = 25oC. ... 25

Gambar 3. 3 Proses perpindahan muatan pada antarmuka

elektroda-larutan dimodelkan dengan rangkaian listrik. . 26

Gambar 3. 4 Pengaluran i2 terhadap waktu sebagai fungsi dari Cdl,

Harga Rs = 10 , Rp = 1000  dan E = 1 mV. ... 28

Gambar 3. 5 Gambar Lissajous skematik yang dihasilkan oleh

SACV yang memperlihatkan tahanan diagonal (Rd)

dan tahanan aparen (Rapp). ... 29

Gambar 3. 6 Siklik voltammogram untuk rangkaian listrik yang

diperlihatkan pada Gambar 3. 3 sebagai fungsi dari

scan rate (Rs = 10 , Rp = 1000, dan C 1000 F) ... 30

Gambar 3. 7 Pengaluran log 1/Rd dan log 1/Rapp terhadap scan rate,

(Rs = 10 , Rp = 1000, dan C 1000 F). ... 31

Gambar 3. 8 Hubungan potensial bolak-balik dan arus bolak-balik yang diplot sebagai fungsi waktu pada sistem yang linier. ... 32

(12)

Gambar 3. 9 Kurva hubungan potensial dengan rapat arus ... 33

Gambar 3. 10 Kurva Lissajous skematik ... 34

Gambar 3. 11 Pengaruh amplitudo arus pada amplitudo potensial yang tetap ... 35

Gambar 3. 12 Pengaluran kurva Lissajous pada sudut fasa yang berbeda (dari 0o hingga 180o) ... 35

Gambar 3. 13 a. Diagram fasor untuk potensial, b. Potensial bolak-balik E(t) = Eo sin (t) ... 36

Gambar 3. 14 Hubungan Ė dan İ yang melalui tahanan R ... 37

Gambar 3. 15 Hubungan Ė dan İ yang melalui kapasitor C ... 38

Gambar 3. 16 Rangkaian sederhana (sel Randles) ... 40

Gambar 3. 17 Rangkaian seri R-C ... 43

Gambar 3. 18 Rangkaian R-C-L ... 45

Gambar 3. 19 Rangkaian listrik ekivalen untuk sel elektrokimia, ... 46

Gambar 3. 20 Rangkaian yang melibatkan impedansi Warburg ... 52

Gambar 3. 21 Rangkaian yang melibatkan CPE ... 55

Gambar 3. 22 Model rangkaian listrik Hachani pada antarmuka baja- beton ... 57

Gambar 3. 23 Model Hachani jika terdapat dua loop pada kurva Nyquist ... 58

Gambar 3. 24 Rangkaian listrik ekivalen model 1 Ping Gu ... 59

Gambar 3. 25 Kurva Nyquist untuk rangkaian listrik pada Gambar 3. 24 ... 59

Gambar 3. 26 Rangkaian listrik ekivalen model 2 Ping Gu ... 60

Gambar 3. 27 Rangkaian listrik ekivalen untuk model 3 Ping Gu ... 60

Gambar 3. 28 Rangkaian listrik ekivalen yang melibatkan komponen difusi pada permukaan baja ... 61

Gambar 4. 1. Rangkaian listrik R1=98,5, R2=98,7, R3=469, C1=2,2F dan C2 = 8F (a), kurva Nyquist (b) dan kurva Bode (c, d) ... 64

(13)

Gambar 4. 3 Potensial korosi baja sebagai fungsi waktu untuk

tiap-tiap larutan uji. ... 72 Gambar 4. 4 Pengaruh penambahan klorida terhadap perubahan

bentuk kurva Nyquist pada hari ke-1 ... 74 Gambar 4. 5 Pengaruh penambahan klorida terhadap perubahan

bentuk kurva Bode pada hari ke-1 ... 74 Gambar 4. 6 Pengaruh penambahan klorida terhadap perubahan

bentuk kurva Nyquist pada hari ke-40 ... 75 Gambar 4. 7 Pengaruh penambahan klorida terhadap perubahan

bentuk kurva Nyquist pada hari ke-40 ... 75 Gambar 4. 8 Pengaruh penambahan inhibitor terhadap perubahan

bentuk kurva Nyquist pada hari ke-1 ... 76 Gambar 4. 9 Pengaruh penambahan inhibitor terhadap perubahan

bentuk kurva Bode pada hari ke-1 ... 76 Gambar 4. 10 Pengaruh penambahan inhibitor terhadap perubahan

bentuk kurva Nyquist pada hari ke-40 ... 77 Gambar 4. 11 Pengaruh penambahan inhibitor terhadap perubahan

bentuk kurva Bode pada hari ke-40 ... 77

Gambar 4. 12 Kurva polarisasi baja tulangan dalam larutan Ca(OH)2

jenuh dan Ca (OH)2 jenuh yang mengandung ion klorida

pada hari ke-40. ... 78

Gambar 4. 13 Kurva polarisasi baja tulangan dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl + inhibitor Ca(NO2)2 pada

hari ke-40. ... 79

Gambar 4. 14 Kurva polarisasi baja tulangan dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl + inhibitor Sika Ferrogard-1

pada hari ke-40. ... 79 Gambar 5. 1 Model-model rangkaian listrik ekivalen yang

diusulkan untuk mensimulasikan hasil pengukuran... 81 Gambar 5. 2 Interpretasi fisik dari model 2 ... 82 Gambar 5. 3 Interpretasi fisik dari model 3 ... 83

(14)

Gambar 5. 4 Kurva Nyquist hasil simulasi dengan model1,

model 2 dan model 3. ... 85 Gambar 5. 5 Kurva Bode hasil simulasi dengan model1,

model 2 dan model 3. ... 86 Gambar 5. 6 Kurva Bode hasil simulasi dengan model1,

model 2 dan model 3. ... 86 Gambar 5. 7 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh ... 88

Gambar 5. 8 Hubungan tahanan polarisasi Rp dan tahanan pori

lapisan Ri ... 91

Gambar 5. 9 Kurva Bode hasil simulasi dengan model1,

model 2 dan model 3. ... 92 Gambar 5. 10 Kurva Nyquist hasil simulasi dengan model 3,

model 4 dan model 6. ... 93 Gambar 5. 11 Kurva Bode hasil simulasi dengan model 3,

model 4 dan model 6. ... 94 Gambar 5. 12 Kurva Bode hasil simulasi model 6 pada hari ke-40

pada pengukuran pengaruh penambahan NaCl

dalam larutan Ca(OH)2 jenuh ... 94

Gambar 5. 13 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 5 gpl NaCl ... 95

Gambar 5. 14 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 15 gpl NaCl ... 96

Gambar 5. 15 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl ... 97

Gambar 5. 16 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 45 gpl NaCl ... 98

Gambar 5. 17 Perbandingan harga Rp dalam larutan Ca(OH)2

jenuh yang ditambahkan NaCl ... 99

Gambar 5. 18 Perbandingan CPEi pada penambahan klorida ... 102

Gambar 5. 19 Kurva Bode hasil simulasi dalam larutan

(15)

pada hari ke-15. ... 103 Gambar 5. 20 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl + 15 gpl Ca(NO2)2 ... 104

Gambar 5. 21 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl + 35 gpl Ca(NO2)2 ... 105

Gambar 5. 22 Hubungan Rp (.cm2) dengan (.cm2.s-) pada

penambahan inhibitor Ca(NO2)2 ... 107

Gambar 5. 23 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh dan larutan Ca(OH)2 +

35 gpl NaCl + 60 gpl Ca(NO2)2 ... 109

Gambar 5. 24 Perbandingan harga Rp dalam larutan

Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl yang ditambahkan

inhibitor Ca(NO2)2 ... 110

Gambar 5. 25 Efisiensi inhibitor Ca(NO2)2 sebagai fungsi

waktu (hari) ... 111 Gambar 5. 26 Kurva Bode hasil simulasi dengan model 4 dan

model 5 dalam larutan Ca(OH)2 jenuh +

35 gpl NaCl + 35 gpl Sika Ferrogard-901

pada hari ke-30. ... 114 Gambar 5. 27 Kurva Bode hasil simulasi dengan model 2 dan

model 3 dalam larutan Ca(OH)2 jenuh +

35 gpl NaCl + 60 gpl Sika Ferrogard-901

pada hari ke-30. ... 114

Gambar 5. 28 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl + 15 gpl Sika Ferrogard-901 ... 115

Gambar 5. 29 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl + 35 gpl Sika Ferrogard-901 ... 116

Gambar 5. 30 Kurva hasil simulasi baja dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl + 60 gpl Sika Ferrogard-901 ... 117

Gambar 5. 31 Perbandingan harga Rp dalam larutan Ca(OH)2

jenuh + 35 gpl NaCl yang ditambahkan inhibitor

(16)

Gambar 5. 32 Perbandingan dl untuk berbagai larutan ... 119

Gambar 5. 33 Proses adsorbsi skematik untuk korosi inhibitor

organik yang membentuk lapisan ... 120 Gambar 5. 34 Perbandingan efisiensi inhibitor Sika FerroGard-901

dalam larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl... 121

Gambar 5. 35 Larutan Ca(OH)2 jenuh ... 122

Gambar 5. 36 Larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl Ca(NO2)2 ... 124

Gambar 5. 37 Larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl Sika FerroGard-901.. 125

Gambar 5. 38 Perubahan harga Rp pada saat ditambahkan

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I-1 Kriteria ASTM untuk kondisi korosi baja tulangan

dalam beton ... 4

Tabel I- 2 Interpretasi pengukuran tahanan jenis beton menurut Langford dan Broomfield, 1987 ... 5

Tabel II- 1 Konsentrasi kritik ion klorida sebagai fungsi pH ... 15

Tabel II- 2 Korosi baja dalam larutan alkalin ditambah NaCl ... 16

Tabel II- 3 Pengaruh inhibitor korosi terhadap potensial (Ekor) dan rapat arus korosi (ikor) ... 17

Tabel II- 4 Inhibitor korosi dalam lingkungan beton ... 20

Tabel II- 5 Data-data teknik Sika Ferrogard-901 ... 22

Tabel III- 1 Elemen-elemen yang digunakan pada model ... 55

Tabel III- 2 Harga kapasitansi dan interpretasinya ... 56

Tabel IV- 1 Parameter R-C yang digunakan untuk pengukuran dan hasil simulasi ... 65

Tabel IV- 2 Komposisi larutan uji ... 68

Tabel V- 1 Hasil simulasi hasil pengukuran baja dalam larutan Ca(OH)2 jenuh pada hari pertama ... 84

Tabel V- 2 Perbandingan Rp terhadap koefisien Warburg () dalam larutan Ca(OH)2 jenuh yang divariasikan klorida . 100 Tabel V- 3 Perbandingan Rp terhadap koefisien Warburg () dalam larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl yang divariasikan Ca(NO2)2... 107

Tabel V- 4 Perbandingan Rp terhadap koefisien Warburg () dalam larutan Ca(OH)2 jenuh + 35 gpl NaCl yang divariasikan Sika FerroGard-901 ... 118

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Persamaan Matematika untuk Menentukan

Akar Bilangan Kompleks ... 137 LAMPIRAN B Perhitungan Model Rangkaian Listrik Ekivalen .. 139

LAMPIRAN C Diagram Potensial - pH Sistem Fe-H2O ... 147

LAMPIRAN D Hasil Pengukuran pH Larutan Uji ... 148 LAMPIRAN E Hasil Simulasi Permodelan ... 149

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan beton yang alkalin (pH = 13-13,5) memberikan sifat proteksi korosi yang baik terhadap baja tulangan karena pada kondisi ini baja akan

stabil dalam bentuk oksida (Fe3O4 / -Fe2O3)[33] atau hidroksida (

-FeOOH/ -FeOOH)[33,39]. Selaput oksida atau hidroksida yang terbentuk

akan menghalangi besi yang terdapat di bawahnya untuk teroksidasi lebih lanjut.

Kemampuan beton untuk memproteksi baja tulangan akan terganggu jika gas-gas atmosfer yang bersifat asam, seperti gas karbon dioksida, terpenetrasi ke dalam beton dan merubah pH larutan pori beton menjadi

lebih kecil dari 12. Penurunan pH ini akan mengakibatkan selaput pasif 

-Fe2O3, Fe3O4 atau FeOOH menjadi tidak stabil dan baja tulangan akan

terkorosi merata. Penurunan pH larutan pori diakibatkan oleh reaksi gas

CO2 yang terpenetrasi ke dalam selimut beton dengan ion Ca2+

membentuk CaCO3 yang mengendap. Proses pembentukan CaCO3 dalam

air pori yang menyebabkan pH nya turun dikenal dengan proses karbonasi.

(20)

Selain gas karbon dioksida, kehadiran ion-ion agresif, seperti ion klorida, juga dapat merusak selaput pasif yang terbentuk pada permukaan baja tulangan. Korosi yang diakibatkan oleh ion klorida ini lebih berbahaya karena bentuk korosinya adalah korosi sumuran yang biasanya terjadi pada tempat-tempat yang selaput pasifnya lemah.

Produk korosi yang terbentuk pada permukaan baja tulangan mempunyai volume dua hingga sepuluh kali volume baja yang terkorosi pada

antarmuka baja tulangan dengan beton[12], sehingga penambahan volume

ini akan menimbulkan tegangan dorong (expansive stress) pada selimut

beton sekitarnya yang akan mengakibatkan beton retak dan selanjutnya terlepas dari baja tulangan.

Secara umum korosi pada baja tulangan di dalam lingkungan beton dapat

terjadi apabila bangunan-bangunan atau konstruksi-konstruksi tersebut[47]:

1. Mengalami pemaparan dalam lingkungan atmosferik yang

mempunyai kelembaban tinggi dan mengandung gas karbon dioksida.

2. Terletak dalam lingkungan pantai dan laut.

3. Dibangun dengan menggunakan bahan pencampur yang

mengandung ion klorida.

4. Dibangun dengan menggunakan air, pasir atau agregat yang

terkontaminasi ion klorida.

5. Terletak dalam lingkungan industri yang tingkat polusinya tinggi.

Usaha-usaha dan penelitian-penelitian telah dilakukan untuk

(21)

diantaranya adalah dengan menggunakan inhibitor korosi, pelapisan epoksi pada permukaan baja, menggunakan membran yang tidak tembus air, menggunakan baja tulangan galvanis, mengeluarkan ion klorida dari selimut beton secara elektrokimia (desalinasi) dan dengan menggunakan proteksi katodik. Tujuan utama dari sistem proteksi korosi ini adalah mencegah terjadinya korosi pada baja tulangan, baik akibat beton terkarbonasi maupun akibat kehadiran ion klorida dalam larutan pori. Proses desalinasi merupakan usaha untuk mengeluarkan ion klorida dari permukaan baja tulangan dengan proses elektrolisis, pelapisan epoksi memberikan pembatas fisik terhadap masuknya ion-ion agresif, dan proteksi katodik menurunkan potensial permukaan baja tulangan sehingga menjadi imun. Diantara sistem-sistem proteksi tersebut, penambahan inhibitor korosi ke dalam lingkungan beton lebih efektif dan ekonomis, baik untuk struktur-struktur baru maupun untuk struktur-struktur yang diperbaiki[22,24].

Keunggulan dari penambahan inhibitor korosi ini adalah tidak membutuhkan biaya untuk perawatan, dapat ditambahkan ke dalam lingkungan beton jika kemampuan untuk inhibisinya menurun dan lebih murah. Disamping keunggulan yang dimilikinya, terdapat juga beberapa kelemahan-kelemahan, diantaranya adalah tidak dapat diganti jika ditemukan tidak bekerja secara efektif dan dapat merubah sifat-sifat fisik

dan mekanik beton[27]. Dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh

inhibitor ini, penelitian-penelitian untuk mempelajari pengaruh

penambahan inhibitor korosi dalam menanggulangi korosi baja tulangan di dalam beton sangat perlu untuk dilakukan. Pada tahap awal dari penelitian penambahan inhibitor di dalam lingkungan beton, mekanisme

(22)

inhibisi dan efisiensi dari inhibitor dalam larutan pori beton artifisial akan dipelajari terlebih dahulu.

Terdapat beberapa teknik pengukuran yang digunakan untuk memonitor korosi baja tulangan di dalam lingkungan beton, diantaranya adalah

pengukuran potensial korosi, pengukuran tahanan jenis (resistivity) beton

dan pengukuran laju korosi dengan tahanan polarisasi. Pengukuran potensial korosi hanya memberikan gambaran apakah baja tulangan berada di daerah pasif, terkorosi sedikit atau aktif terkorosi (bersifat kualitatif), tidak memberikan informasi mengenai laju korosi sebenarnya. ASTM C867 pada Tabel I-1 memberikan interpretasi mengenai kondisi korosi baja tulangan pada pengukuran potensial korosi baja di dalam beton.

Tabel I-1 Kriteria ASTM untuk kondisi korosi baja tulangan dalam beton[12]

Potensial baja tulangan Vs

Resiko Korosi Cu/CuSO4 (mV) SHE (mV) Kalomel (mV)

E > -200 > +116 > -126 Rendah (resiko korosi 10%) -200 < E < -350 +116 < E < -34 -126 < E < -276 Resiko korosi sedang

E < -350 E < -34 E < -276 Tinggi (resiko korosi<100%) E < -500 E < -184 E < -426 Sangat Tinggi

Pada pengukuran tahanan jenis beton, hasil pengukurannya

mengindikasikan jumlah air (moisture) didalam pori dan kualitas beton

(23)

Kehadiran ion klorida didalam beton tidak berpengaruh pada pengukuran tahanan jenis karena banyaknya ion-ion yang terlarut dalam air pori. Interpretasi dari pengukuran tahanan jenis terhadap klasifikasi laju korosi secara empirik menurut Langford dan Broomfield pada tahun 1987 diberikan pada Tabel I- 2.

Tabel I- 2 Interpretasi pengukuran tahanan jenis beton menurut Langford

dan Broomfield, 1987[12]

 (tahanan jenis) beton k.cm Laju Korosi

> 20 Rendah

10 – 20 Sedang – Rendah

5 – 10 Tinggi

< 5 Sangat Tinggi

Pengukuran tahanan polarisasi merupakan pengukuran laju korosi baja tulangan di dalam beton yang telah umum digunakan saat ini. Besaran

yang didapat dari pengukuran ini adalah Rp (tahanan polarisasi). Untuk

mendapatkan harga Rp yang akurat, pengukuran harus menggunakan scan

rate yang tepat[36] dan harga Rp yang didapat dari pengukuran harus

dikoreksi (Rp = Rp[pengukuran] – R[beton])[ 8,24,23].

Pengukuran-pengukuran di atas hanya memberikan harga potensial korosi, tahanan jenis beton dan laju korosi sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi mekanisme inhibisi dari inhibitor.

Pengukuran kurva polarisasi katodik-anodik (potensiodinamik)

merupakan metode yang telah umum digunakan untuk mempelajari mekanisme inhibisi dari inhibitor, akan tetapi pengujiannya bersifat

(24)

merusak, dan membutuhkan benda uji relatif banyak dan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil pengujian pada penambahan inhibitor

sebagai fungsi waktu. Selain itu, pengujiannya bergantung pada scan rate

serta tidak memberikan parameter-parameter pada antarmuka logam seperti: tahanan polarisasi (Rp), tahanan larutan (Rs) dan tahanan selaput pasif (Ri) serta kapasitansi lapis ganda (Cdl) dan kapasitansi selaput pasif (Ci). Untuk mengatasinya, penelitian untuk mempelajari pengaruh penambahan inhibitor dalam larutan pori artifisial dilakukan dengan EIS (electrochemical impedance spectroscopy).

1.2 Tujuan Penelitian

Terdapat dua jenis inhibitor yang akan diuji kemampuannya untuk meningkatkan ketahanan korosi baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial yang mengandung ion klorida. Inhibitor tersebut adalah kalsium

nitrit [Ca(NO2)2] dan Sika FerroGard - 901). Kemampuan untuk

meningkatkan ketahanan korosi kedua inhibitor tersebut akan dibandingkan. Inhibitor Sika FerroGard-901 merupakan inhibitor campuran, dengan komposisi utamanya amino alkohol yang telah dimodifikasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari penggunaan EIS dalam mempelajari mekanisme inhibisi

inhibitor kalsium nitrit dan Sika FerroGard-901 pada korosi baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial yang terkontaminasi ion klorida. Untuk mempelajarinya diperlukan pembuatan model-model rangkaian listrik sehingga diperoleh model rangkaian listrik ekivalen

(25)

(equivalent electric circuit) yang sesuai untuk baja tulangan yang terkorosi dalam larutan pori beton artifisial yang ditambahkan ion klorida, dan kalsium nitrit atau Sika FerroGard-901.

2. Mempelajari pengaruh waktu perendaman terhadap perubahan model

rangkaian listrik ekivalen, sehingga mekanisme ketahanan korosi baja tulangan akibat penambahan inhibitor-inhibitor tersebut dapat diprediksi.

3. Memprediksi efisiensi inhibisi kalsium nitrit dan Sika FerroGard -

901 dalam menginhibisi korosi baja tulangan dalam larutan pori beton artifisial yang terkontaminasi ion klorida.

1.3 Metodologi Penelitian

Pada pengukuran EIS, Proses korosi pada antarmuka elektroda-larutan dimodelkan dengan rangkaian listrik yang terdiri dari R (tahanan) dan C (kapasitor) seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1.

RS

RP

Cdl

Gambar 1.1 Rangkaian listrik untuk proses korosi yang sederhana

Jika rangkaian listrik berupa sel dummy yang terdiri dari tahanan dan

kapasitor seperti pada Gambar 1.1 dilakukan pengukuran dengan EIS yaitu dengan memberikan potensial bolak-balik (AC) dengan frekuensi f

(26)

amplitudo Io dari arus sebagai respons dari potensial, yang dilakukan pada

frekuensi (f) dari beberapa kHz hingga beberapa mHz (dalam penelitian ini dalam selang 5000 Hz hingga 0,01 Hz) maka didapat kurva Nyquist pada Gambar 1.2. Z real (ohm) Z i m aj in er (o h m )  Zo Rs    Rp 

Gambar 1.2 Kurva Nyquist untuk rangkaian listrik

pada Gambar 1.1 (  = 2f ).

Jika pada pengukuran yang dilakukan di antarmuka elektroda-larutan (bukan rangkaian listrik pada Gambar 1.1) didapatkan kurva yang sama seperti pada Gambar 1.2 maka proses korosi yang terjadi pada antarmuka elektroda-larutan tersebut dapat dimodelkan dengan rangkaian listrik pada Gambar 1.1. Model pada Gambar 1.1 tersebut merupakan model untuk

proses korosi yang sederhana (sel Randles) yang terdiri dari Rs, Rp dan Cdl

padamana Rs adalah tahanan larutan, Rp adalah tahanan polarisasi dan Cdl

adalah kapasitansi lapis ganda (double layer). Harga-harga Rs, Rp dan Cdl,

pada hasil pengukuran antarmuka elektroda-larutan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan kurva Nyquist pada Gambar 1.2 sebagai berikut:

(27)

▪ Pada  (kecepatan sudut) menuju tak hingga, harga Zreal = Rs. Pada 

menuju nol, harga Zreal = Rs + Rp, sehingga harga Rp = Zreal - Rs.

▪ Puncak setengah lingkaran tersebut mempunyai titik maksimum pada

harga o, pada titik ini Cdl dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan Cdl = 1/[o Rp].

Harga Rp yang didapatkan pada pengukuran EIS sama dengan harga Rp

yang telah dikoreksi pada pengukuran dengan menggunakan teknik tahanan polarisasi.

Perubahan bentuk kurva Nyquist pada Gambar 1.2 akan terjadi apabila pada permukaan baja tulangan terdapat produk korosi atau terbentuk selaput pasif. Perubahan bentuk kurva ini akan menyebabkan model rangkaian listrik dan harga-harga parameter R-C pada Gambar 1.1 berubah, sehingga mekanisme inhibitor dalam menginhibisi korosi baja tulangan dapat dipelajari. Untuk memprediksi efektivitas inhibitor dari

harga Rp hasil pengukuran EIS, digunakan persamaan efisiensi inhibisi

berdasarkan peneliti-peneliti terdahulu [7,38,42] sebagai berikut:

Efisiensi Inhibisi = X100% R R -R inhibitor) ( inhibitor) (tanpa ) (inhibitor p p p 1- 1 Pada kenyataannya, komponen-komponen pada model rangkaian listrik hasil pengukuran tidak hanya R (tahanan), C (kapasitor) dan L (induktansi) yang merupakan komponen yang umum ditemui pada

rangkaian listrik, akan tetapi terdapat juga impedansi Warburg dan

elemen berfasa konstan (constant phase element). Oleh karenanya,

metode perhitungan parameter-parameter dengan menggunakan kurva Nyquist diatas tidak dapat dilakukan. Untuk memudahkan dalam

(28)

mendapatkan model rangkaian listrik ekivalen yang sesuai dengan hasil pengukuran dan harga besaran-besaran pada rangkaian tersebut serta menguji apakah model-model yang disarankan telah sesuai dengan

hasil-hasil pengukuran maka digunakan paket program fitting Zview dari

Scribner Associates. Untuk memilih model rangkaian listrik yang sesuai dengan hasil pengukuran, besaran-besaran R-C yang telah didapat dari

program Zview untuk model tertentu diplot ulang dalam bentuk kurva

Nyquist dan Bode. Kurva spectra impedansi hasil simulasi dibandingkan dengan kurva hasil pengukuran kemudian dianalisa model mana yang paling sesuai dengan hasil pengukuran.

Oleh karena pengukuran dengan EIS tidak merusak permukaan benda uji, maka pengukuran dilakukan beberapa kali selama 40 hari perendaman. Untuk mempelajari pengaruh waktu perendaman pada efektivitas inhibisi inhibitor, pengukuran EIS dilakukan pada hari ke- 1, 5, 10, 20, 25, 30 dan 40. Setelah pengukuran EIS pada hari ke-40, dilanjutkan dengan pengukuran kurva potensiodinamik. Pengukuran potensial korosi dilakukan bersamaan dengan pengukuran EIS. Data yang didapat dari pengukuran potensiodinamik dan potensial korosi akan mendukung hasil yang diperoleh dengan pengukuran EIS.

(29)

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan dimulai dengan Bab I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan dan metodologi penelitian. Korosi dalam lingkungan beton dan pengendaliannya dengan menggunakan inhibitor diuraikan

pada Bab II. Saat ini, pengukuran dengan EIS (Electrochemical

Impedance Spectroscopy) masih relatif baru di Indonesia, maka pada Bab III dijelaskan tentang pengukuran korosi dengan EIS. Percobaan yang

meliputi pengukuran sel dummy dengan EIS, prosedur percobaan dan

hasil-hasil percobaan terdapat pada Bab IV. Bab V berisi pembahasan mengenai cara pemilihan model rangkaian listrik ekivalen dan perubahannya sebagai fungsi waktu, mekanisme inhibisi dan efektivitas inhibitor Kalsium Nitrit dan Sika FerroGard-901 serta pengaruh besaran-besaran R-C pada korosi baja tulangan. Sebagai bagian terakhir dari penulisan ini yaitu kesimpulan dan saran-saran untuk perbaikan penelitian ini di masa mendatang dapat dilihat pada Bab VI.

(30)

BAB II

PENGENDALIAN KOROSI BAJA TULANGAN DALAM LINGKUNGAN BETON DENGAN INHIBITOR

2.1 Korosi Baja Tulangan Dalam Beton yang Terkontaminasi Klorida

Pada saat semen Portland mengalami hidrasi, senyawa-senyawa kalsium

silikat bereaksi dengan air menghasilkan produk kalsium hidroksida

[Ca(OH)2] dan 3CaO.2SiO2.3H2O menurut reaksi berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6 H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 2 - 1

2(2CaO.SiO2) + 4 H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 2 - 2

Setelah beberapa hari mengalami hidrasi, larutan pori beton mengandung

ion hidroksida dengan konsentrasi yang relatif tinggi yang

berkesetimbangan dengan Ca(OH)2 padat. Konsentrasi ion OH- dapat

mencapai 0,5 hingga 1M[8]. Selain itu terdapat juga ion-ion alkali yang

berasal dari semen Portland yang mengandung K2Odan Na2O sekitar

0,1% sehingga harga pH larutan pori beton pada kondisi ini berkisar antara 13 hingga 13,5. Apabila baja tulangan kontak dengan larutan pori beton yang mempunyai alkalinitas tinggi ini maka selaput pasif yang stabil akan terbentuk pada permukaan baja tulangan karena potensial korosinya berada di daerah pasif (diagram Pourbaix pada LAMPIRAN C). Potensial korosi pada kondisi ini berkisar antara -200 hingga 200

(31)

Dua senyawa oksida yang terbentuk pada permukaan baja tulangan dalam

larutan pori adalah Fe(OH)2 dan -FeOOH[8]. Kedua oksida ini stabil di

dalam lingkungan beton asalkan di dalam lingkungan tersebut tidak terdapat ion klorida. Pembentukan selaput pasif berlangsung melalui persamaan reaksi berikut:

Fe + 2 (OH)- Fe(OH)

2 + 2e 2 - 3

Fe(OH)2 + O2  -FeOOH + H2O 2 - 4

Selaput pasif Fe(OH)2 dan -FeOOH yang terbentuk akan menghalangi

atom-atom Fe yang terdapat dibawahnya untuk teroksidasi lebih lanjut.

Kestabilan selaput pasif tersebut akan terganggu jika ion klorida terpenetrasi ke dalam selimut beton dan mencapai permukaan baja tulangan. Dalam larutan pori yang mengandung ion klorida, selaput pasif

-FeOOH lebih stabil dari Fe(OH)2[8] sehingga ion klorida akan

menyerang tempat-tempat padamana selaput Fe(OH)2 belum teroksidasi

menjadi -FeOOH. Potensial korosi rata-rata yang terukur pada kondisi

ini berkisar antara -500 mV hingga -200 mV vs SCE. Reaksi ion klorida

dengan Fe(OH)2 membentuk senyawa kompleks yang larut[8]:

Fe(OH)2 + Cl-  [FeCl]x 2 - 5

Sebagai akibatnya, baja yang semula terdapat dibawah selaput pasif

Fe(OH)2 akan terpapar kedalam larutan pori dan terkorosi menurut

persamaan berikut:

Reaksi anodik : Fe  Fe2+ + 2e 2 - 6

(32)

Jika ion Fe2+ yang terbentuk larut ke dalam larutan pori beton, maka

retakan dan terlepasnya beton dari baja tulangan tidak terjadi. Akan tetapi ion Fe2+ akan segera terhidrolisis membentuk karat (padat) melalui tahapan reaksi berikut:

Fe2+ + 2(OH)- Fe(OH)

2 2 - 8

4 Fe(OH)2 + O2 + 2 H2O  4 Fe(OH)3 2 - 9

2 Fe(OH)3  Fe2O3.H2O (karat) + 2H2O 2 - 10

Feri oksida (Fe2O3) mempunyai volume lebih dari dua kali volume baja

sebelum terhidrolisis. Jika terhidrasi membentuk Fe2O3.H2O maka

volumenya akan mengembang karena menjadi padatan yang porous. Akibatnya volume produk korosi bertambah dua hingga sepuluh kali volume baja yang terkonsumsi oleh korosi pada antarmuka baja dengan beton. Hal ini akan mengakibatkan tegangan ekspansi setermpat yang memicu peretakan beton dan lepasnya baja tulangan.

Pengaruh ion-ion klorida dalam merusak selaput pasif pada permukaan baja tulangan dalam larutan pori merupakan dua proses yang saling berkompetisi yaitu proses stabilisasi - repasivasi selaput pasif oleh ion

OH- dan proses perusakan selaput pasif oleh ion Cl-. Jika proses stabilisasi

dan repasivasi selaput pasif lebih dominan, maka korosi tidak akan terjadi, dan sebaliknya, jika proses perusakan selaput pasif lebih dominan maka korosi akan terjadi.

Percobaan di laboratorium telah dilakukan untuk mendapatkan ambang batas konsentrasi ion klorida dalam larutan alkalin seperti larutan NaOH

dan Ca(OH)2 jenuh. Data tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan

(33)

karena konsentrasi OH- dalam larutan pori beton tinggi. Ambang batas

ion klorida ini akan bergantung pada pH sebagaimana ditunjukkan oleh

data hasil pengujian Hausman[1] yang diperlihatkan pada Tabel II- 1.

Tabel II- 1 Konsentrasi kritik ion klorida sebagai fungsi pH dan kandungan oksigen

Larutan NaOH Ca(OH)2 Ca(OH)2

pH 13,2 12,5 11,6

Ambang batas konsentrasi ion klorida (mg/L) -Dengan oksigen -Tanpa oksigen 8900 - 710 - 72 890

Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada pH tinggi, ambang batas konsentrasi ion klorida menjadi lebih tinggi. Ambang batas konsentrasi ion klorida akan berkurang sekitar 100 kalinya jika pH larutan turun dari 13,2 ke 11,6. Pada kandungan oksigen terlarut tinggi, ambang batas konsentrasi ion klorida lebih rendah karena oksigen meningkatkan potensial korosi baja sehingga cenderung menyebabkan terjadinya korosi sumuran.

Lebih lanjut, peneliti lainnya[1] telah melakukan pengujian penentuan

ambang batas konsentrasi klorida dengan menggunakan 12 spesimen baja karbon rendah dalam berbagai larutan alkalin dengan memvariasikan konsentrasi ion klorida. Hasil pengujiannya ditabulasikan pada Tabel II- 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah spesimen yang terkorosi

dalam larutan Ca(OH)2 jenuh pada pH 12,40 sama dengan nol. Nisbah

aktivitas ion klorida dan aktivitas ion hidroksida (aCl-/aOH-) dalam

(34)

Tabel II- 2 Korosi baja dalam larutan alkalin ditambah NaCl[1] Larutan pH NaCl

(M)

pCl aCl-/aOH- Jumlah spesimen terkorosi dari 12 NaOH 11,60 11,60 0,002 0,003 2,72 2,52 0,50 0,75 1 8 Ca(OH)2 jenuh 12,40 12,37 12,32 0,020 0,030 0,040 1,82 1,64 1,52 0,61 0,98 1,08 0 2 8 NaOH 12,20 0,250 0,88 0,83 8

Dari data penelitian diatas, ambang batas konsentrasi ion klorida dalam

larutan pori beton dinyatakan dalam nisbah aCl-/aOH- karena telah

menggambarkan pengaruh pH larutan dan harganya akan bergantung dari konsentrasi oksigen terlarut.

2.2 Inhibitor Korosi di Dalam Beton

Meskipun inhibitor korosi telah berhasil digunakan untuk mengatasi korosi yang terjadi pada pipa-pipa minyak dan gas, tangki, reaktor dan lain-lain, penggunaannya di dalam lingkungan beton masih terbatas dan baru dipelajari secara mendalam pada akhir-akhir ini. Inhibitor korosi yang ideal untuk keperluan struktur beton bertulang didefinisikan sebagai suatu senyawa kimia yang jika ditambahkan dalam jumlah yang kecil ke dalam campuran beton dapat mencegah korosi pada baja tulangan dan tidak mempunyai efek-efek yang merugikan pada sifat-sifat tekan beton,

(35)

Secara umum inhibitor dapat dibedakan menjadi inhibitor anodik, inhibitor katodik dan inhibitor campuran. Pengaruh inhibitor terhadap potensial korosi dan rapat arus korosi dapat dilihat pada (Tabel II- 3)

Tabel II- 3 Pengaruh inhibitor korosi terhadap potensial (Ekor)

dan rapat arus korosi (ikor)[27]

Tipe Inhibitor Ekor ikor

Anodik  (meningkat) 

Katodik  (turun) 

Campuran - 

Pengaruh inhibitor anodik dan katodik pada konsentrasi ion klorida yang tetap dapat dilihat pada kurva hubungan E-log i skematik dalam Gambar 2. 1 dan Gambar 2. 2. Pada kondisi tidak ditambahkan inhibitor dalam larutan yang mengandung ion klorida dengan konsentrasi tertentu, kurva

polarisasi reaksi anodik (A1) dan kurva polarisasi reaksi katodik (C1)

berpotongan pada titik X. Korosi sumuran berlangsung dengan rapat arus

korosi awal i1. Penambahan inhibitor anodik (kurva A2 Gambar 2. 1)

membentuk selaput pasif pada permukaan baja tulangan sehingga

potensial korosi sumuran (Epit) naik dari titik I ke titik II. Pada kondisi ini

potensial korosi berada dalam daerah pasif dan rapat arus korosi sama

dengan rapat arus pasif ip. Rapat arus korosi saat pasif (ip) berkurang

beberapa dekade jika dibandingkan dengan i1.

Dilain pihak, penambahan inhibitor katodik dalam larutan yang

mengandung klorida menghasilkan kurva katodik C2 (Gambar 2. 2)

sehingga perpotongan kurva katodik C2 dengan kurva anodik A1 berubah

(36)

korosi sumuran masih tetap terjadi karena potensialnya masih lebih tinggi

dari Epit. Oleh karenanya, dalam kasus ini inhibitor katodik kurang efektif

jika dibandingkan dengan inhibitor anodik.

Log i (A/cm2) P o te n s ia l (V ) Tanpa Klorida

Klorida Tanpa Inhibitor Klorida + Inhibitor Anodik

A1 A2 C1 i1 II ioc, Eoc ioa, Eoa I ip X

Gambar 2. 1 Gambar skematik kurva polarisasi skematik untuk pengaruh penambahan inhibitor anodik terhadap potensial dan laju korosi

Log i (A/cm2) P o ten si al ( V ) Tanpa Klorida Klorida A1 Y Kurva Polarisasi Katodik (tanpa inhibitor) Kurva Polarisasi Katodik (+ inhibitor katodik) C2 C1 Epit X ioc1,Eoc1 ioc2,Eoc2 i2 i1 ioa,Eoa

Gambar 2. 2 Gambar Skematik kurva polarisasi skematik untuk pengaruh penambahan inhibitor katodik terhadap potensial dan laju korosi

(37)

Penambahan inhibitor korosi dalam lingkungan beton ini sebenarnya telah dipelajari sejak tahun 1970-an dan telah terdapat beberapa jenis

inhibitor yang terus dikembangkan. Craig dan Wood[22] menemukan

bahwa penambahan kalium kromat, natrium benzoat dan natrium nitrit ke dalam lingkungan beton, dapat menginhibisi korosi baja secara efektif dalam berbagai media, tetapi dapat menurunkan kekuatan tekan baja.

Menurut Berke dkk.[22] inhibitor nitrit (NO

2-) merupakan inhibitor yang

layak untuk digunakan dalam lingkungan beton karena relatif tidak mempengaruhi sifat-sifat fisik dan mekanik beton serta mempunyai sifat proteksi yang baik, mereka juga menemukan bahwa penambahan kalsium nitrit akan meningkatkan sifat mekanik beton dalam 28 hari. Selain itu,

Alonso dkk.[2] dan Andrade dkk[3] mempelajari penggunaan Na

2PO3F

sebagai inhibitor korosi dalam lingkungan beton yang terkarbonasi,

Sagoe-Crentsil et.al.[45,46] mempelajari penggunaan inhibitor asam

karboksilat dan Stannous Tin (Sn II). Resume tentang pengaruh

penambahan inhibitor korosi ke dalam beton hasil penelitian peneliti-peneliti di atas dapat dilihat pada Tabel II- 4.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa inhibitor kalsium nitrit merupakan inhibitor yang layak digunakan pada saat ini untuk mengatasi korosi yang terjadi pada baja tulangan didalam lingkungan beton. Perkiraan penggunaan inhibitor nitrit untuk jangka waktu 50 - 100 tahun juga telah

dipelajari oleh Berke dan Hicks[9] berdasarkan hasil prediksi selama 6 – 8

tahun penelitian. Akan tetapi perkiraan penggunaan inhibitor untuk jangka waktu ini harus ditinjau ulang karena ion nitrit akan keluar dari

beton (leaching) seiring dengan bertambahnya waktu. Collins[14] juga

(38)

paling efektif digunakan untuk perlakuan kimia (chemical treatment) beton yang terkontaminasi klorida.

Tabel II- 4 Inhibitor korosi dalam lingkungan beton[27]

Inhibitor Ketahanan korosi

terhadap klorida

Keterangan

Natrium nitrit (NaNO2)

Lebih baik • Mengurangi kekuatan tekan • Tidak mahal

Natrium benzoat Tidak berubah Mengurangi kekuatan tekan Kalium kromat Tidak berubah Mengurangi kekuatan tekan Stannous Klorida Hasil-hasil penelitian

masih bertentangan

• Kelarutan tidak memadai • Meningkatkan kekuatan

tekan • Mahal Stannous Tin (SnII) Lebih baik -

Asam karboksilat Lebih baik Mempengaruhi waktu curing Na2PO3F Lebih baik -

Inhibitor korosi organik (campuran amino dan ester)

Lebih baik Mengurangi kekuatan tekan <10% Disodium -glycerophosphate Lebih baik - Kalsium Nitrit (Ca(NO2)2)

Lebih baik • Meningkatkan kuat tekan • Dapat bertindak sebagai

aselerator

• meningkatkan shrinkage sedikit

2.2.1 Kalsium Nitrit

Kalsium nitrit [Ca(NO2)2] merupakan inhibitor inorganik dan cara

kerjanya dalam menginhibisi korosi termasuk ke dalam inhibitor anodik. Penambahan inhibitor kalsium nitrit ke dalam lingkungan beton akan

(39)

menggantikan fungsi oksigen pada Persamaan reaksi 2-4 untuk

membentuk -Fe2O3 yang stabil melalui reaksi berikut[44]:

6 Fe(OH)2 + NO2-  3(-Fe2O3) + NH4+ + 3H2O + 2OH- 2 - 11

Selaput pasif -Fe2O3 yang terbentuk hanya beberapa nanometer tebalnya,

sehingga jumlah inhibitor yang terpakai sangat kecil dan memungkinkan pemakaian inhibitor untuk jangka waktu yang lama. Hal ini diperkuat

oleh El-Jazairi[22] yang mendapatkan bahwa inhibitor nitrit masih terdapat

dalam konsentrasi yang tinggi setelah 8 tahun pemakaian.

Seperti yang telah dijelaskan pada Sub-bab 2.1, dalam larutan pori jenuh

Ca(OH)2 yang terkontaminasi Cl- dengan nisbah a[Cl-]/a[OH-] lebih besar

dari 0,61 korosi diperkirakan akan terjadi pada permukaan baja tulangan. Untuk mempertahankan selaput pasif dari serangan ion klorida ini sejumlah tertentu ion nitrit harus ditambahkan. Kebutuhan ion nitrit yang ditambahkan akan bergantung dengan konsentrasi ion klorida dalam

larutan pori. Menurut Gonzalez dkkl.[22], efisiensi maksimum yang dapat

diberikan oleh nitrit untuk menjaga lapisan pasif tetap stabil adalah pada

nisbah aktivitas ion nitrit dan ion klorida (a[NO2-]/a[Cl-]) lebih besar dari

0,7-1.

2.2.2 Sika Ferrogard – 901

Pada saat ini, inhibitor nitrit telah digunakan di industri-industri konstruksi, tetapi perlu juga diperhatikan bahwa penggunaan inhibitor ini harus dilakukan dibawah pengaturan-pengaturan yang ketat khususnya di

Eropa[35,47]. Usaha-usaha telah dilakukan untuk mendapatkan inhibitor

(40)

termasuk ke dalam inhibitor organik. Inhibitor ini dikembangkan lebih

lanjut oleh Perusahaan Sika Chemie Swiss yang diberi nama Sika

FerroGard-901. Komposisi utama dari Sika FerroGard-901 adalah DMEA (dimethyl ethanol amine) dengan rumus kimia (CH3)2NCH2CH2OH yang

telah dimodifikasi dengan menambahkan pencegah korosi lainnya sehingga merupakan kombinasi dari inhibitor organik dan inorganik. Cara kerja inhibitor ini adalah dengan mencegah reaksi yang terjadi di anodik dan di katodik (termasuk kategori inhibitor campuran) yaitu dengan membentuk lapisan pada permukaan logam (di lokasi-lokasi yang bersifat katodik) dan mencegah logam untuk terlarut melalui pembentukan

senyawa yang sulit larut (di lokasi-lokasi yang bersifat anodik) [35,47].

Analisis dengan SIMS yang dilakukan oleh SIKA[35,47] memperlihatkan

bahwa lapisan permukaan terdiri dari amino alkohol dan radikal-radikalnya yang teradsorbsi pada permukaan baja sehingga menutupi sisi

anodik dan katodik dengan film yang mempunyai ketebalan 10-8 m.

Inhibitor ini direkomendasikan untuk digunakan dengan konsentrasi 3-4% berat semen didalam campuran beton. Data teknik inhibitor ini dapat dilihat pada Tabel II- 5.

Tabel II- 5 Data-data teknik Sika Ferrogard-901

Komposisi Amino alkohol dan inorganik lainnya

Penampakan Cairan berwarna hijau

Densitas 1,06 kg/liter

(41)

BAB III

PENGUKURAN KOROSI DENGAN ELECTROCHEMICAL

IMPEDANCE SPECTROSCOPY (EIS)

3.1 Pendahuluan

Pengukuran perilaku dan laju korosi dengan menggunakan arus searah (direct current) telah lama dilakukan. Pengukuran yang umum dilakukan dengan arus searah adalah dengan menggunakan teknik potensiodinamik yaitu menaikkan potensial antarmuka logam-larutan E pelan-pelan

misalnya dengan scan rate tertentu dan mengamati perubahan arus i yang

terjadi. Pengaluran kurva E - log i skematik untuk logam aktif-pasif dari suatu hasil pengukuran potensiodinamik dapat dilihat pada Gambar 3. 1.

log i (A/cm2) P o te n s ia l (V ) ba bc ikor

Gambar 3. 1 Kurva polarisasi katodik dan anodik skematik untuk logam aktif-pasif

(42)

Persamaan umum yang menggambarkan hubungan i dan 

(overpotensial) telah diturunkan oleh Butler-Volmer sebagai berikut[6] :

i = io { exp [(

) n F/RT ] – exp [

-

n F/RT ] } 3 - 1

dengan i adalah rapat arus (A/cm2), i

o adalah rapat arus pertukaran

(A/cm2),

dan

secara berurutan adalah faktor simetri untuk proses

anodik dan katodik, n adalah jumlah elektron yang terlibat, F adalah

konstanta Faraday (96.500 C/mol),  adalah overpotensial (Volt), R

adalah tetapan gas ideal (8,314 Jmol-1K-1) dan T adalah temperatur

absolut (K)

Jika  cukup besar ( >100 mV) maka:

i  io exp [ 

n Fa /RT ] 3 - 2 i ln F n RT i ln F n RT - o a      3 - 3 atau i log F n RT 2,303 i log F n RT 2,303 - o a      3 - 4 a = konstanta + ba log i 3 - 5

sehingga didapatkan persamaan hubungan overpotensial anodik dan arus

dengan kemiringan ba (konstanta Tafel anodik). Dengan cara yang sama

didapat persamaan untuk proses katodik dengan kemiringan bc (konstanta

Tafel katodik). Ekstrapolasi kurva anodik dengan kemiringan ba atau

ekstrapolasi kurva katodik dengan kemiringan bc ke potensial korosi

didapat harga rapat arus korosi. Metode perhitungan korosi dengan cara ini dikenal dengan metode Tafel.

(43)

Pada selang pengukuran yang lebih kecil ( 30 mV vs potensial korosi), didapatkan kurva yang linier yang digunakan dalam pengukuran laju korosi dengan metode Tahanan Polarisasi. Turunan pertama persamaan

(3-1) terhadap over potensial pada saat E = Ekor telah diturunkan oleh

Stern-Geary sebagai berikut:

ikor = ba bc / 2,303 Rp (ba + bc) 3 - 6

Perlu diperhatikan bahwa perhitungan korosi dengan menggunakan metode Tafel dan tahanan polarisasi sangat bergantung pada laju penaikan

potensial (scan rate) yang digunakan. Pengukuran yang dilakukan dengan

scan rate yang berbeda akan memberikan harga ba, bc dan ikor yang

berbeda karena kurva polarisasi yang diperoleh berbeda seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3. 2. Untuk mengatasi hal ini dan supaya hasil pengukuran antar peneliti satu dengan peneliti lainnya dapat

dibandingkan, maka ASTM G-5 94[5] menyarankan agar scan rate yang

digunakan untuk pengukuran kurva potensiodinamik ini adalah 0,167 mV/detik karena pada scan rate yang lebih kecil lagi perubahan kurvanya sudah tidak signifikan.

Gambar 3. 2 Pengaruh penurunan scan rate (1) - (7) pada kurva polarisasi

(44)

Terdapatnya perbedaan harga ba, bc, Rp dan ikor yang dilakukan pada

berbagai scan rate disebabkan oleh adanya kapasitansi lapis ganda

(double layer) pada antarmuka elektroda-larutan. Proses perpindahan muatan pada antarmuka elektroda-larutan dapat dimodelkan dengan rangkaian listrik seperti pada Gambar 3. 3.

R s Cdl R p i1 i2 i3 E Elektroda Larutan

Gambar 3. 3 Proses perpindahan muatan pada antarmuka elektroda-larutan dimodelkan dengan rangkaian listrik.

Beda potensial antara elektroda dan larutan adalah E dan arus yang

mengalir melalui Rs (tahanan larutan), Rp (tahanan polarisasi) dan Cdl

(kapasitansi lapis ganda) secara berurutan adalah i1, i2 dan i3. Berdasarkan

Hk kirchoff I, arus masuk sama dengan arus keluar dan berdasarkan Hk

Kirchoff II, harga potensial jepit (V) pada Rp sama dengan harga beda

potensial jepit pada Cdl maka harga i1 dapat ditulis sebagai berikut[15]:

t d V d C R V i i i dl P 3 2 1    3 - 7 padamana: dt V d C dt V) (C d dt q d i3  dl  dl 3 - 8

(45)

Keterangan :

i = arus (Ampere)

q = jumlah muatan (Coulomb) V = potensial (Volt)

C = kapasitor (Farad) R = tahanan (ohm) t = waktu (detik)

Beda potensial antara elektroda dan larutan adalah: V t d V d C R V R V i R E dl P S 1 S            3 - 9 dt dV C R V R R 1 E S dl P S         3 - 10 dengan memisalkan R R 1 a P S         dl SC R dt aV E dV   3 - 11

Dengan mengintegrasi Persamaan (3-11) maka didapat

ln A (konstanta) C R t a V a E ln dl S   3 - 12 C R t a exp A V a E dl S       3 - 13

pada saat t = 0, V = 0, maka A = E, persamaan (3 - 13) menjadi

C R R t R R exp 1 ) R (R R E V dl P S P S P S P                   3 - 14

(46)

C R R t R R exp 1 ) R (R E i dl P S P S P S 2                   3 - 15

Pengaluran harga i2 pada persamaan (3-15) terhadap waktu t pada

berbagai harga Cdl dapat dilihat pada Gambar 3. 4.

0.0000 0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.0010 0.0012

0.E+00 2.E-03 4.E-03 6.E-03 8.E-03 1.E-02

waktu (detik) i2 ( m A) C = 10 uF C = 50 uF C = 100 uF C = 500 uF C = 1000 uF C = 5000 uF

Gambar 3. 4 Pengaluran i2 terhadap waktu sebagai fungsi dari Cdl,

Harga Rs = 10 , Rp = 1000  dan E = 1 mV.

Dari persamaan (3-15) dan dari Gambar 3. 4 didapat keadaan awal dan keadaan akhir berikut:

1. Keadaan awal.

Pada t = 0, harga i2 = 0 sehingga arus yang melewati kapasitor i3

sama dengan i1.

2. Pada t = , arus yang melewati i3 = 0. sehingga arus yang melalui Rp

sama dengan i1.

 (i1) t =  = (i2) t =  = E / (Rs + Rp)

(47)

Pada t = , tidak memperlihatkan adanya pengaruh kapasitor pada potential (E) yang diberikan. Laju peningkatan potensial per satuan waktu

dikenal dengan scan rate (mV/detik). Jika scan rate besar maka arus akan

menuju kapasitor sehingga arus yang melalui Rp menjadi kecil sehingga

harga E = i1 Rs. Sebaliknya, jika scan rate kecil maka akan memberikan

waktu untuk pemuatan kapasitor (charging) sehingga arus diharapkan

hanya melalui tahanan [ E = i2 ( Rs + Rp)].

Hal yang sama juga telah didapatkan oleh D.D. Macdonald[18,31,32,34] yang

mempelajari scan rate dan juga sekaligus menghitung harga Rs, Rp dan

Cdl dengan menggunakan metode pengukuran SACV (Small Amplitude

Cyclic Voltammetry). Pengukuran dilakukan dengan amplitudo 10 mV dan hasilnya diplot dalam bentuk kurva hubungan E-i seperti pada

Gambar 3. 5 dan kemudian dihitung tahanan diagonal (Rd) dan tahanan

aparen (Rapp).

Gambar 3. 5 Gambar Lissajous skematik yang dihasilkan oleh SACV

(48)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rangkaian listrik sederhana (Randles cell) yang terdiri dari Rs, Rp dan C seperti pada Gambar 3. 3

yang dilakukan pada scan rate 80 mV/detik hingga 0,4 mV/detik, hasil

pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3. 6. Dari pengukuran tersebut

dialurkan hubungan log 1/Rd dan log 1/Rapp terhadap scan rate seperti

pada Gambar 3. 7. Pada scan rate menuju tak hingga harga 1/Rd dan

1/Rapp mendekati 1/Rs sedangkan pada scan rate mendekati nol harga 1/Rd

dan 1/Rapp sama dengan 1/(Rs + Rp). Jadi harga Rs didapat pada scan rate

yang besar (10 V/detik) sedangkan harga Rs + Rp didapat pada scan rate

yang mendekati nol. Harga C didapat dari pengaluran I (Gambar 3. 6)

terhadap scan rate, dengan menggunakan persamaan berikut:

) R (R / C R 2 dv) / I d (  v0p2 sp 2 3 – 16

Gambar 3. 6 Siklik voltammogram untuk rangkaian listrik yang

diperlihatkan pada Gambar 3. 3 sebagai fungsi dari scan rate (Rs = 10 ,

(49)

Gambar 3. 7 Pengaluran log 1/Rd dan log 1/Rapp terhadap scan rate,

(Rs = 10 , Rp = 1000, dan C 1000 F)

Hasil penelitian Macdonald ini memperlihatkan bahwa sebenarnya

terdapat hubungan antara scan rate dengan penentuan besaran-besaran

tahanan (R) dan kapasitor (C). Pada scan rate yang besar akan

memberikan harga Rs dan pada scan rate yang kecil akan memberikan

harga (Rs + Rp). Kalau diperhatikan lebih lanjut maka scan rate pada

pengukuran SACV sebanding dengan frekuensi pada pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan arus bolak balik. Keuntungan dari pengukuran dengan arus bolak balik adalah dapat digunakan untuk menghitung besaran-besaran pada rangkaian listrik yang komplek. Metode pengukuran dengan menggunakan arus bolak-balik yang dimaksudkan untuk mempelajari proses elektrokimia dikenal dengan EIS (electrochemical impedance spectroscopy) dijelaskan pada subbab berikut.

(50)

3.2 EIS (Electrochemical Impedance Spectroscopy)

Impedansi elektrokimia diukur dengan memberikan sinyal potensial AC yang kecil pada antarmuka elektroda-larutan dan mengukur arus yang melalui sel tersebut. Pemberian sinyal yang kecil dimaksudkan agar respons dari antarmuka elektroda-larutan berada dalam keadaan linear (pseudo linear), maksudnya, apabila potensial dalam bentuk sinus dengan frekuensi tertentu diberikan pada permukaan elektroda, arus yang diamati diharapkan juga dalam bentuk sinus dengan frekuensi yang sama tetapi sudut fasa berbeda seperti pada Gambar 3. .

waktu (detik) Amp li tu d o Potensial Arus Beda Fasa

Gambar 3. 8 Hubungan potensial bolak-balik dan arus bolak-balik yang diplot sebagai fungsi waktu pada sistem yang linier.

Pada pengukuran kurva polarisasi dengan potensiodinamik yaitu dengan

memberikan potensial dan mengamati arus pada scan rate tertentu,

hubungan E-i biasanya tidak linier, karena tidak di semua titik berlaku hukum Ohm (E=IR). Tetapi antarmuka elektroda-larutan dapat

(51)

memperlihatkan hubungan yang linier apabila diamati pada selang potensial yang kecil seperti garis yang terdapat dalam kotak pada Gambar 3. 9.

Untuk meyakinkan supaya pengukuran berada didalam daerah yang linier, sinyal potensial biasanya diberikan 1-10 mV dan untuk keperluan ini,

ASTM G106-89[5] menyarankan amplitudo potensial adalah 10 mV.

Sinyal potensial sebagai fungsi waktu diberikan oleh persamaan berikut:

E(t) = Eo sin (t) 3 - 17

E(t) adalah potensial pada waktu t, Eo adalah amplitudo maksimum dari

sinyal, dan  adalah kecepatan sudut. Hubungan antara kecepatan sudut 

(rad/detik) dan frekuensi f (hertz) adalah:

 = 2 f 3 - 18

Rapat Arus (A/cm2)

P o te n s ia l (V )

(52)

Dalam sistem yang linier, respons yang diberikan dalam bentuk arus I(t),

akan berbeda sudut fasa () dengan E(t) dan mempunyai amplitudo

maksimum yang berbeda (Io):

I = Io sin (t-) 3 - 19

Jika sinyal potensial E(t) yang diberikan diplot pada sumbu-X dan sinyal respons I(t) diplot pada sumbu-Y, maka didapatkan kurva Lissajous yang berbentuk oval pada Gambar 3. 10. Dari kurva Lissajous ini, harga

impedansi dan perbedaan fasa  dapat ditentukan sebagai berikut[21]:

OA = Eo 3 - 20 OB = o o Z E = Io 3 - 21 Zo = ' BB ' AA 3 - 22 Sin  = ' AA ' DD 3 - 23 Perubahan amplitudo arus yang terjadi pada pengaluran kurva Lissajous serta perubahan sudut fasa dapat dilihat pada Gambar 3. 11 dan Gambar 3. 12. E (t) I (t ) A O D' D B B' A'

(53)

-150 -100 -50 0 50 100 150 -15 -10 -5 0 5 10 15 E(t) = 10 sin (t) I( t) = Y s in (t +) Y=100 Y=40 Y=10

Gambar 3. 11 Pengaruh amplitudo arus pada amplitudo potensial yang tetap E (t) I (t ) 0 45 90 135 180

Gambar 3. 12 Pengaluran kurva Lissajous pada sudut fasa yang berbeda (dari 0o hingga 180o)

Gambar

Tabel I-1 Kriteria ASTM untuk kondisi korosi baja tulangan dalam  beton [12]
Gambar 2. 2 Gambar Skematik kurva polarisasi skematik untuk pengaruh  penambahan inhibitor katodik terhadap potensial dan laju korosi
Gambar 3. 4 Pengaluran i 2  terhadap waktu sebagai fungsi dari C dl ,  Harga Rs = 10 , R p  = 1000  dan E = 1 mV
Gambar 3. 6  Siklik voltammogram untuk rangkaian listrik yang  diperlihatkan pada Gambar 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3.16 di bawah ini merupakan pergeseran kurva permintaan ke kanan atas yang terjadi akibat perubahan permintaan dari kurva DD kemudian bergeser menjadi kurva D’D’ ...

Kurva philips dalam bentuk yang baru terlihat sebagai kurva HP pada gambar diatas dimana sumbu vertical tidak lagi digunakan unuk menunjukan perubahan tingkat

(2002) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 1% diketahui terjadi perubahan jumlah, ukuran, dan bentuk kromosom pada tanaman Allium ascalonicumL. Pada

Pada paper ini dibahas tentang pengaruh suhu medium pengisi dari minyak CPO terhadap perubahan nilai tahanan termal, Rw mempergunakan teknik pemodelan kurva I(U)

Hasil pengukuran geolistrik dengan metode Wenner 2D di lapangan diperoleh enam penampang tahanan jenis bawah permukaan di Pulau Laut (Gambar 6), yaitu lintasan

Gambar IV.14 Kurva karakteristik pengaruh perubahan fill factor terhadap perubahan efisiensi DSSC tanpa penyekatan dengan kondisi fotosensitizer pada pH 1,5 dalam pelarut etanol +

Pada paper ini dibahas tentang pengaruh suhu medium pengisi dari minyak CPO terhadap perubahan nilai tahanan termal, Rw mempergunakan teknik pemodelan kurva I(U)

Berdasarkan table 6 dan gambar 7 Grafik pengukuran pada pukul 19.00 sampai dengan 20.00 WIB hasil pengukuran diatas, didapatkan tahanan resistansi terbesar terjadi pada