• Tidak ada hasil yang ditemukan

MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DOULU TESIS GABRIELLA MARRY AYU NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DOULU TESIS GABRIELLA MARRY AYU NIM"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

A P L I K A S I K O L K I S I N T E R H A D A P V A R I A S I MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TANAMAN

BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DOULU

TESIS

GABRIELLA MARRY AYU NIM. 167030006

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2019

(2)

MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

DOULU

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Magister Sains

GABRIELLA MARRY AYU NIM. 167030006

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2019

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

APLIKASI KOLKISIN TERHADAP VARIASI MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

DOULU

TESIS

Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 21 Juni 2019

Gabriella Marry Ayu NIM. 167030006

(4)

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Gabriella Marry Ayu

NIM : 167030006

Program Studi : Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara. Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

Aplikasi Kolkisin Terhadap Variasi Morfologi dan Fisiologi Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) Doulu

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai penulis dan sebagai pemiliki hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 21 Juni 2019

Gabriella Marry Ayu

(5)

i

(6)

Tanggal : 21 Juni 2019

Ketua : Dr. Elimasni, M.Si

Anggota : 1. Dr. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc 2. Dr. Etti Sartina Siregar, M.Si 3. Dr. Saleha Hannum, M.Si

(7)

iii APLIKASI KOLKISIN TERHADAP VARIASI MORFOLOGI DAN

FISIOLOGI TANAMAN BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DOULU

ABSTRAK

Produktifitas bawang putih Doulu masih rendah. Hal ini disebabkan ukuran umbi kecil, bawang putih Doulu jarang ditemukan di pasar, serta biaya produktifitas tinggi.

Oleh karena itu, petani kurang berminat untuk menanam bawang putih. Upaya yang dapat dilakukan ialah memutasikan tanaman menggunakan kolkisin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih Doulu terhadap aplikasi kolkisin. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 20 kombinasi dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi kolkisin (D): 0% (D0), 0,1% (D1), 0,2% (D2), dan 0,3%

(D3). Faktor kedua adalah waktu perendaman (T): 0 (T0), 6 (T1), 12 (T2), 18 (T3), dan 24 (T4) jam. Hasil penelitian menunjukkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering umbi bawang putih yang tertinggi dihasilkan pada perlakuan tanpa pemberian kolkisin dengan perendaman selama 12 jam (D0T2). Jumlah akar dan berat basah umbi terbaik dihasilkan pada perlakuan kolkisin 0,3% tanpa perendaman (D3T0). Panjang akar dan kerapatan stomata tertinggi dihasilkan pada perlakuan tanpa pemberian kolkisin dengan perendaman selama 18 jam (D0T3). Hal ini berbeda dengan kandungan klorofil total tanaman bawang putih yang mengalami peningkatan setelah diaplikasikan dengan kolkisin 0,1% selama 24 jam (D1T4) sebesar 22, 26 mg/l dibandingkan dengan kelompok kontrol. Jumlah kromosom normal bawang putih Doulu adalah 2n = 16.

Kata kunci : Allium sativum L., Doulu, Kolkisin, respon morfologi, respon fisiologi

(8)

PHYSIOLOGY VARIATION OF DOULU’S GARLIC (Allium sativum L.) ABSTRACT

Productivity of Doulu’s garlic is low. It is caused by small size of bulbs, Doulu’s garlic is rarely found in the market, as due to high cost productivity. Therefore the farmer is not interested to grow garlic. An effort that can be done by using the plant mutagen, colchicine. This study aims to determine the morphological and physiological variation of Doulu’s garlic plants after colchicine application. The design experimental was a Factorial Group Random Design with 20 combinations and 3 replications. The first factor was concentration of colchicine (D): 0% (D0), 0.1% (D1), 0.2% (D2), and 0.3% (D3). The second factor was soaking time (T): 0 (T0), 6 (T1), 12 (T2), 18 (T3), and 24 (T4) hours. The results showed the highest height of plant, number of leaves, and dry weight of garlic bulbs were produced by plant in the treatment without extending colchicine with soaking for 12 hours (D0T2). The best number of roots and fresh weight of garlic bulbs were produced in the application of 0.3% colchicine without immersion (D3T0). The highest root length and stomata density were produced by plant in the treatment without extending colchicine with soaking for 18 hours (D0T3). This is different from the total chlorophyll content of garlic plants which has increased after being applied with 0.1% colchicine for 24 hours (D1T4) of 22.26 mg/l compared to the control group.

The number of normal chromosomes Doulu’s garlic was 2n = 16.

Keywords: Allium sativum L., Doulu, Colchicine, morphological response, physiological response

(9)

v PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Aplikasi Kolkisin terhadap Variasi Morfologi dan Fisiologi Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) Doulu. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.

Pada kesempatan ini, penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ribuan ucapan terima kasih terkhusus kepada Ayahanda Dr. Albadi Sinulingga, M.Pd dan Ibunda Juliati Ginting yang senantiasa setulus hati memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan dukungan yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini. Adik tersayang Gita Aryshandy, Amd dan El – Dinda F.R.S yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih terkhusus untuk Sri Satriana Sebayang selaku Mak Tua yang selalu memberikan perhatian, semangat, motivasi kepada penulis selama penyelesaian tesis.

Penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan, peran serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Elimasni, M.Si selaku pembimbing 1 dan Ibu Dr. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu kepada penulis dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan pengetahuan selama penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si dan Ibu Dr. Etti Sartina Siregar, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini.

Terima kasih kepada Bapak Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed dan Ibu Dr. It Jamilah, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program studi Magister Biologi FMIPA – USU Medan. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bang Igun, Kak Siti Khadijah dan Rizky Yudha Pratama selaku laboran Biologi USU dalam membantu dan memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Dr. Tumiur Gultom, M.Si selaku dosen S1 yang telah memberikan penulis ide penelitian dan pengetahuan.

(10)

Tumbuhan, Asisten Mikrobiologi dan Asisten Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan, Zamakh, Chai, Nazmul, Masyita, Chykita, Sahara, Mujab, Mahdiyyah dan Reza. Terima kasih kepada teman-teman Pascasarjana Biologi Ade, Wana, Deby, Irma, Sartika, Yayuk, Adrian Hartanto, Irpan, Yusfi, Fizra dan lainnya. Terima kasih kepada teman-teman bidang Struktur dan Perkembangan, Widya Syahfitri, Syarifah Mela Riska Putri, Melda, Fitri. Terima kasih kepada teman terdekat Hari Ekawati, Syairani, Febrina Bilova, Rizky Yusmalinda Purba, Saadila Mursyid, Kak Astrid, Bang Faisal, dan Quratu ‘Ayuni yang selalu memberikan motivasi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh tim Primagama Kak Resti, Fika, Irwan, dan Nadia.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2019

Gabriella Marry Ayu

(11)

vii DAFTAR ISI

PENGESAHAN TESIS i

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Hipotesis Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Bawang Putih (Allium sativum) 5

2.2. Kolkisin 7

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 9

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 9

3.2. Alat dan Bahan 9

3.3. Rancangan Penelitian 9

3.4. Prosedur Penelitian 10

3.4.1. Karakterisasi Morfologi 10

3.4.2. Penentuan Kandungan Klorofil Total 11

3.4.3. Analisis Kerapatan Stomata 11

3.4.4. Analisis Jumlah Kromosom 12

3.4.5. Analisis Statistik 12

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

4.1. Aplikasi Kolkisin terhadap Tinggi Tanaman 13 4.2. Aplikasi Kolkisin terhadap Jumlah Daun 15 4.3. Aplikasi Kolkisin terhadap Panjang dan Jumlah Akar 17 4.4. Aplikasi Kolkisin terhadap Berat Segar dan Berat Kering Umbi 19 4.5. Aplikasi Kolkisin terhadap Kerapatan Stomata 24 4.6. Aplikasi Kolkisin terhadap Kandungan Total Klorofil 26

4.7. Analisis Kromosom 27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 30

5.1. Kesimpulan 30

(12)

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 37

(13)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

Tabel 3.1. Parameter Pertumbuhan Bawang Putih Doulu 10

(14)

Nomor Judul Halaman Gambar

Gambar 4.1 Tinggi Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1=

0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam; T3=

18 jam; T4= 24 jam).

13

Gambar 4.2 Jumlah Daun pada Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%

dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2=

12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

16

Gambar 4.3 Panjang Akar Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%

dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2=

12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

17

Gambar 4.4 Jumlah Akar pada Tanaman Bawang Putih Doulu terhadap Konsentrasi yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%;

D3= 0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1=

6 jam; T2= 12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

18

Gambar 4.5 Berat Basah dan Berat Kering Umbi Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang berbeda-beda

20

Gambar 4.6 Kerapatan Stomata Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%

dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2=

12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

24

Gambar 4.7 Irisan Epidermis Daun Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin; a) D0T3 dan b) D2T3 pada Bawang Putih Doulu. Tanda panah (→) menunjukkan stomata (st) dan sel penjaga (sp).

25

Gambar 4.8 Kandungan Klorofil Total Tanaman Bawang Putih dengan Aplikasi Kolkisin dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%;

D3= 0,3% dan T = waktu perendaman (T0= 0 jam; T1=

6 jam; T2= 12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

26

(15)

xi Gambar 4.9 Kromosom Bawang Putih (Kontrol) menggunakan

Mikroskop dengan Perbesaran 1000x: a) Anafase (D0T0); b) Karyogram Bawang Putih (D0T0); c) metafase (D1T0); d) metafase (D2T0); e) anafase (D2T1); f) anafase dan metafase (D2T3). [D = konsentrasi; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%

dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2=

12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam]. Tanda panah (→) menunjukkan posisi kromosom.

28

(16)

Nomor Judul Halaman Lampiran

Lampiran 1. Pembuatan Kemikalia 36

Lampiran 2. Analisis Statistik Rerata Tinggi Tanaman 37 Lampiran 3. Analisis Statistik Rerata Jumlah Daun 39 Lampiran 4. Analisis Statistik Rerata Jumlah Akar 41 Lampiran 5. Analisis Statistik Rerata Panjang akar 43 Lampiran 6. Analisis Statistik Rerata Berat Segar Umbi 45 Lampiran 7. Analisis Statistik Rerata Berat Kering Umbi 47 Lampiran 8. Analisis Statistik Rerata Kerapatan Stomata 49 Lampiran 9. Analisis Statistik Rerata Kandungan Klorofil Total 51 Lampiran 10. Analisis Unsur N, P, K, pH (H2O), dan C-Organik 53

Tanah di Desa Doulu

(17)

xiii DAFTAR SINGKATAN

APM = Amiroprophos-methyl

D0T0 = Konsentrasi Kolkisin 0% dengan waktu perendaman selama 0 jam.

D0T1 = Konsentrasi Kolkisin 0% dengan waktu perendaman selama 6 jam.

D0T2 = Konsentrasi Kolkisin 0% dengan waktu perendaman selama 12 jam.

D0T3 = Konsentrasi Kolkisin 0% dengan waktu perendaman selama 18 jam.

D0T4 = Konsentrasi Kolkisin 0% dengan waktu perendaman selama 24 jam.

D1T0 = Konsentrasi Kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 0 jam.

D1T1 = Konsentrasi Kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 6 jam.

D1T2 = Konsentrasi Kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 12 jam.

D1T3 = Konsentrasi Kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 16 jam.

D1T4 = Konsentrasi Kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 24 jam.

D2T0 = Konsentrasi Kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman selama 0 jam.

D2T1 = Konsentrasi Kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman selama 6 jam.

D2T2 = Konsentrasi Kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman selama 12 jam.

D2T3 = Konsentrasi Kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman selama 18 jam.

D2T4 = Konsentrasi Kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman selama 24 jam.

D3T0 = Konsentrasi Kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 0 jam.

D3T1 = Konsentrasi Kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 6 jam.

D3T2 = Konsentrasi Kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 12 jam.

D3T3 = Konsentrasi Kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 18 jam.

D3T4 = Konsentrasi Kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 24 jam.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan tanaman bawang putih (Allium sativum L.) di Indonesia saat ini mengalami penurunan yang sangat tajam. Bawang putih kultivar lokal sangat sulit dijumpai baik di lahan petani maupun di pasaran domestik. Permintaan masyarakat terhadap bawang putih lokal yang menurun menyebabkan petani kurang berminat untuk menanam bawang putih lokal. Hal ini dikarenakan konsumen lebih menyukai bawang putih impor yang memiliki ukuran umbi lebih besar dan lebih menarik (Hardiyanto et al., 2007). Faktor lain yang mengakibatkan produksi bawang putih rendah adalah kualitas bibit yang rendah, serangan penyakit terutama virus dan jamur, lingkungan tempat tumbuh yang kurang mendukung, dan teknik penyimpanan umbi yang kurang baik (Hilman et al., 1997).

Kebutuhan pasar terhadap bawang putih sangat tinggi sekitar 128.000 ton dan belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga Indonesia harus mengimpor bawang putih dalam jumlah cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Dirjen Hortikultura (2016), produksi bawang putih lokal hanya sebesar 18.000 ton dan sekitar 117.000 ton diimpor dari China dan India. Bila dibiarkan terus menerus maka produk lokal akan mengalami kepunahan. Dengan demikian, perlu dilakukan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan tanaman yang menarik, ukuran besar, masa panen singkat, tahan penyakit dan lain-lain untuk meningkatkan produksi Allium sativum lokal (Anggarwulanet al., 1999).

Varietas-varietas unggul bawang putih yang sudah biasa dibudidayakan antara lain varietas Bagor (Ngajuk), Layur (Batu), Jatibarang (Jati Barang), dan Lokal Sanur (Denpasar) (Sarwadana dan Gunadi, 2007). Daerah Sumatera Utara sendiri memiliki bawang putih lokal yang dikenal bawang putih kultivar Doulu, namuninformasi mengenai kultivar ini masih kurang. Menurut Gultom (2016), bawang putih kultivar Doulu dikenal luas oleh masyarakat karena memiliki rasa yang pedas dan aromanya yang tajam.

(19)

2 Sinaga (2016) menyatakan bahwa bawang putih kultivar Doulu tumbuh baik pada ketinggian 917-1500 m diatas permukaan laut dan mempunyai ciri-ciri morfologi, yaitu tinggi tanaman 40-45 cm, warna daun hijau, jumlah daun 7-9 helai, orientasi daun menyebar, bentuk umbi flat globe, warna umbi putih keungguan, diameter umbi berkisar 2,2 – 3,9 cm, struktur umbi tidak teratur, warna siung putih keunguan, dan jumlah siung 6 – 18 siung/umbi. Bawang putih ini tersebar di Desa Doulu, Merek, Tongging, Kabupaten Dairi di desa Situngkir dan Silalahi.

Dalam rangka pengembangan potensi tanaman lokal maka perlu dilakukan peningkatan produktivitas tanaman, salah satunya dengan cara memutasikan tanaman secara kimia yaitu menggunakan senyawa kolkisin. Kolkisin merupakan senyawa kimia yang mempunyai efek signifikan dan sudah digunakan secara luas dalam meningkatkan kualitas tanaman (Tang et al., 2010).Kolkisin akan bekerja secara efektif pada konsentrasi 0,001% - 1% dalam jangka waktu 6 – 72 jam, tergantung respon tiap-tiap spesies tanaman (Suryo, 1995). Komponen senyawa lain yang dapat menghambat pembelahan sel, seperti oryzalin, triflurin, vinkrisrin, vinblastin, dan amiroprophos-methyl (APM) (Chenget al., 2012; Lamet al., 2014).

Sarathumet al. (2010) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0,075% selama 14 hari secara in vitro, secara morfologi menghasilkan planlet Dendrobium scabrilingue L. yang berukuran lebih lebar, lebih tebal, daun lebih hijau, serta diameter batang dan akar yang lebih besar. Hal ini berbeda dengan Tavan et al. (2015) yang melaporkan perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0,3%

selama 12 jam dan 24 jam secara in vitro menghasilkan respon morfologi berupa tinggi planlet Thymus persicus yang rendah, akar pendek, batang lebih tebal, warna daun lebih hijau, dan respon fisiologi berupa ukuran stomata lebih panjang dan lebar, serta kerapatan stomata menurun dan jumlah kromosom meningkat dibandingkan dengan tanaman kontrol. Respon fisiologi pada Citrus reticulata Blanco secara in vitro terhadap aplikasi kolkisin dengan konsentrasi 0,1% selama 48 jam menghasilkan penurunan jumlah stomata dan jumlah DNA mengalami peningkatan pada konsentrasi 0,2% selama 24 jam (Elyazid dan Shereif, 2014).

Selain itu, induksi kolkisin telah menghasilkan tanaman melon (Cucumis melo) tetraploid serta meningkatkan ukuran bunga, daun, tinggi batang tanaman, dan berat buah sebesar 30% daripada tanaman diploid (Zhanget al., 2010). Induksi

(20)

kolkisin juga mampu meningkatkan jumlah biomassa atau fitokimia seperti pada tanaman Papaver somniferum yang menunjukkan peningkatan kandungan morfin sebesar 25% - 50% (Mishraet al., 2010).

Penelitian aplikasi kolkisin terhadap morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih (Allium sativum L.)Doulu belum banyak dilakukan, baik secara in vitro maupun in vivo.Penelitian awal tentang kariotipe kromosom genus Allium telah dilaporkanAnggarwulan et al. (1999) yang menyatakan jumlah kromosom pada genus Allium adalah 16 buah, hampir semua berbentuk metasentris, sehingga rumus kariotipenya 2n = 16m. Suminah et al. (2002) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 1% diketahui terjadi perubahan jumlah, ukuran, dan bentuk kromosom pada tanaman Allium ascalonicumL. Pada tahun 2005, Putrasamedja melaporkan bahwa pemberian kolkisin 250 – 550 ppm pada bawang putih varietas Lumbu Hijau belum dapat menghasilkan poliploid bawang putih. Pemberian kolkisin diduga harus dilakukan secara berulang-ulang. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui respon morfologi dan fisiologi bawang putih Doulu terhadap aplikasi kolkisin dengan waktu perendaman yang berbeda- beda.

1.2. Permasalahan

Tanaman bawang putih kultivar Doulu sudah mulai langka ditemukan dipasar. Menurunnya produksi bawang putih Doulu karena kurangnya minat petani untuk membudidayakan tanaman ini disebabkan ukuran umbi bawang putih kecil dan biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga jual menjadi lebih tinggi dibandingkan bawang putih impor.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui pengaruh aplikasi kolkisin dengan konsentrasi dan lama waktu perendaman yang berbeda-beda terhadap variasi morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih Doulu.

2) Mengetahui pengaruh aplikasi kolkisin dengan waktu perendaman yang berbeda-beda terhadap jumlah kromosom bawang putih Doulu.

(21)

4

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian kolkisin dengan konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda-beda dapat menghasilkan variasi morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih Doulu serta meningkatkan jumlah kromosom pada tanaman bawang putih Doulu.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1) Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

2) Sebagai kajian ilmiah untuk pengembangan potensi tanaman lokal khususnya bawang putih Doulu.

3) Sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya berkaitan dengan tanaman bawang putih Doulu.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bawang Putih (Allium sativum L.)

Genus Allium memiliki banyak anggota, sebagian diantaranya bernilai ekonomi tinggi dan telah dimanfaatkan sejak lama. Allium dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, sayuran, obat-obatan dan tanaman hias. Allium juga memiliki nilai gizi yang cukup karena mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin A, B, C serta mineral berupa kalsium, fosfor, dan zat besi. Allium sativum merupakan salah satu tanaman yang berasal dari genus Allium dan memiliki khasiat sebagai obat- obatan, karena mengandung alliin, allicin, allitiamin, minyak atsiri metilalil- trisulfida dan lain-lain (Rismunandar, 1989).

Bawang putih memiliki beberapa nama lokal, yaitu dasun putih (Minangkabau), bawang bodas (Sunda), bawang (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura), kasuna (Bali), lasuna mawura (Minahasa), bawa badudo (Ternate), dan bawa buflufer (Irian Jaya) (Wibowo, 2008). Bawang putih merupakan tanaman herba perennial yang membentuk umbi lapis berwana putih. Sebuah umbi terdiri dari 8-20 siung (anak bawang), helaian daun bawang berbentuk pita dengan panjang mencapai 30 – 60 cm dan lebar 1 – 2,5 cm, jumlah daun 7 – 10 helai setiap tanaman. Bunga merupakan bunga majemuk yang tersusun membulat dan membentuk infloresensi payung dengan diameter 4 – 9 cm. Perhiasan bunga berupa tenda bunga dengan 6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen berjumlah 6 dengan panjang filamen 4 – 5 mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga dan Ovarium superior tersusun atas 3 ruangan.

Di Indonesia, klon bawang putih dapat dikelompokkan menjadi 3 grup, yaitu Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, dan Lumbu Putih. Lumbu Hijau dan Lumbu Kuning cocok ditanam di dataran tinggi, sedangkan Lumbu Putih lebih cocok di dataran rendah. Kultivar-kultivar lokal lain yang cukup potensial, antara lain Sanur, Layur, Bogor, Kresek, dan masih banyak klon-klon lokal yang belum dievaluasi (Rukmana, 1995). Daerah penyebaran bawang putih di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur (Hilman et al., 1997).

(23)

6 Syarat-syarat lain yang penting dalam menanam bawang putih adalah udara sejuk dan kering pada fase pembentukan umbi. Derajat keasaman tanah (pH) yang paling tepat adalah 6,5 – 7,5 dan apabila pada pH > 6,5 maka harus dilakukan pengapuran. Suhu yang tepat untuk budidaya dataran tinggi berkisar antara 20o C – 25o C dengan curah hujan sekitar 1.200 – 2.400 mm per tahun, sedangkan untuk dataran rendah berkisar antara 27o C – 30o C. Tanaman bawang putih yang tumbuh pada tanah yang ringan, gembur (bertekstur pasir atau lempung) dan mudah meneteskan air (pourus) dapat menghasilkan umbi bawang putih yang lebih baik (Santoso, 2000; Hilman et al., 1997).

Bawang putih merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang putih telah banyak dimanfaatkan sebagai penyedap makanan dan pengobatan sejak zaman dahulu. Menurut Rivlin (2001), bawang putih telah digunakan dalam pengobatan medis pada peradaban Cina, Jepang, India, Mesir, Babilonia, Yunani, Romawi sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam bidang medis, bawang putih dapat digunakan sebagai antihipertensi, menurunkan level kolestrol, menurunkan agregasi platelet, mengurangi plak ateroskleoris, antineoplasma, antimikroba, antianterogenik, dan antikanker (Brankovic et al., 2011; Cerella et al., 2011; Ginter dan Simko, 2010; Prasad, 2010).

Secara kandungan kimia, bawang putih mengandung air (65%), karbohidrat sebagai fruktan (28%), senyawa organosulfur (2,3%), protein (2%), asam amino bebas (1,2%), dan serat (1,5%). Kandungan organosulfur pada bawang putih adalah alliin, allicin, diallyl sulfide (DAS), diallyl disulfide (DADS), diallyl trisulfide (DATS), E-Ajoene, Z-Ajoene, S-allyl cysteine (SAC) dan tiacremonone (Yun et al., 2013). Bawang putih banyak mengandung komponen Zn, Mn, Fe, Se, dan I serta memiliki lebih dari 70 asam lemak, yaitu linoleic acid (46 – 53%, palmitic acid (20 - 23%), oleic acid (4 – 13%) dan α-linoleic ascid (3 – 7%) (Tsai et al., 2012).

Bawang putih mengandung ± 33 komponen sulfur, beberapa enzim, 17 asam amino, dan mineral seperti selenium. Bawang putih mengandung konsentrasi sulfur yang tinggi dibandingkan beberapa spesies Allium lain. Komponen sulfur berperan dalam memberi rasa pedas dan mengobati banyak penyakit. Bawang putih bubuk mengandung kira-kira 1% alliin (S-allyl cysteine sulfoxide). Komponen aktif dari bawang putih ialah allicin (diallyl thiosulfinate atau diallyl disulfide), senyawa ini

(24)

tidak dapat diproduksi kecuali bawang di hancurkan atau dipotong. Allicin merupakan komponen organosulfur yang meliputi golongan fungsional thiosulfinate dan secara luas dimanfaatkan sebagai agen terapeutik untuk kanker, anti bakteri, anti jamur, anti parasit, dan anti kuman (Papu et al., 2014). Komponen ini dibentuk pada bawang putih setelah jaringan menjadi rusak karena peran dari enzim allinase yang mengubah alliin menjadi allicin dan bermetabolisme menjadi vinyldithiines (Londhe et al., 2011; Sekar et al., 2015).

2.2. Kolkisin

Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid yang berasal dari umbi tanaman Colchicum autumnale L. (Familia Liliaceae) dan banyak digunakan sebagai agen antimitosis dalam menginduksi tanaman poliploid. Senyawa ini dapat menghalangi pembentukan benang-benang spindel pada pembelahan sel sehingga menyebabkan terbentuknya individu poliploidi (Suryo, 2007; Hanweg et al., 2016).

Pemberian kolkisin pada konsentrasi dan lama perendaman yang tepat akan menghasilkan tanaman poliploid. Pemberian konsentrasi tinggi atau waktu perlakukan terlalu lama maka dapat memperlihatkan sifat tanaman dengan bentuk lebih jelek, kerusakan pada sel atau bahkan menyebabkan tanaman mati. Umumnya kolkisin bekerja secara efektif pada konsentrasi 0,001% - 1% dalam jangka waktu 6 – 72 jam, tergantung respon tiap-tiap spesies tanaman (Suryo, 2007). Omidbaigi et al. (2010a) menyatakan bahwa konsentrasi kolkisin sebesar 0,5% yang efektif dalam menginduksi autetraploid pada Ocimum basilicum, tanaman Tagetes erecta efektif diinduksi poliploid pada konsentrasi sebesar 0,01 % dan 0,05% (Sajjad et al., 2013), sedangkan pada tanaman Allium sativum Kesuna Bali menghasilkan bawang putih triploid pada konsentrasi 0,2 % (Pharmawati dan Wistiani, 2015).

Penggandaan kromosom dapat terjadi melalui penggandaan sel somatik.

Senyawa yang dapat menginduksi penggandaan sel somatik (mitosis) melalui penghambatan pembentukan benang spindel, seperti kolkisin dan orizalin. Aplikasi kolkisin juga meningkatkan karakter morfologi dari tanaman daripada tanaman diploid, seperti tinggi tanaman, diameter batang, ukuran daun, ukuran pembungaan, ukuran tangkai ukuran bunga dan ukuran biji (Noori et al., 2017), resisten terhadap stress abiotik (Hanweg et al., 2016), menigkatkan kecerahan warna bunga,

(25)

8 modifikasi bentuk, meningkatkan laju fotosintesis atau respirasi, resisten terhadap kekeringan, suhu ekstrim, dan tumbuh lebih cepat (Sajjad et al., 2013; Urwin, 2014).

Umumnya, tanaman yang diinduksi dengan kolkisin lebih kuat daripada tanaman tanpa aplikasi kolkisin, dari segi ukuran daun, batang, bunga, buah, dan inti sel lebih besar, kandungan vitamin dan protein juga meningkat, tekanan osmotik berkurang, serta pembelahan sel menjadi terhambat, sehingga umur vegetatifnya menjadi lebih (Suryo, 2008). Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa induksi kolkisin dapat meningkatkan produktivitas dari tanaman itu sendiri.

Aplikasi kolkisin pada tanaman dapat mempengaruhi produksi metabolit sekunder (Noori et al., 2017). Mishra et al. (2010) mengatakan bahwa terjadi peningkatan kandungan morfin sebesar 25-50% pada tanaman Papaver somniferum setelah diinduksi poliploidi menjadi tanaman tetraploid. Peningkatan tersebut terjadi pada kandungan betulinic acid, oleanolic acid, dan ursolic acid pada tanaman Thymus persicus (Tavan et al., 2015), cholorgenic acid dan cichoric acid pada tanaman Echinaceae purpurea (Abdoli et al., 2013). Dengan demikian, dapat diindikasikan bahwa induksi kolkisin mampu meningkatkan produksi metabolit sekunder tanaman.

(26)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2017 sampai dengan November 2018 di Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan, Laboratorium Struktur Tumbuhan, Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara dan Desa Doulu, Tanah Karo.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop digital (Zeiss Primo Star), spektofotometer, tabung reaksi, botol gelap, silet, aluminium foil, kertas label, penggaris, kertas saring whattman, pewarna kuku bening, tisu mortar, cuvet 2 ml, jangka sorong, selotip bening, gelas objek, gelas penutup, rockwool, bunsen, tray semai, dan mulsa plastik.

Bahan yang digunakan akar dan daun bawang putih, etanol 96%, asam asetat glasial 45%, HCl 1N, aseto-orsein 2%, akuades, kolkisin (0,1 %, 0,2%, 0,3%), minyak imersi.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial. Faktor pertama adalah konsentrasi (D) kolkisin dengan konsentrasi yang bervariasi, yaitu D0 (0%), D1 (0,1%), D2 (0,2%), dan D3 (0,3%). Faktor kedua adalah waktu perendaman (T) yang berbeda, yaitu T0 (0 jam), T1 (6 jam), T2 (12 jam), T3 (18 jam), dan T4 (24 jam). Replikasi dilakukan sebanyak 3 ulangan dan bibit diperoleh dari petani Desa Doulu dan dipilih dari umbi yang telah tua dan disinari matahari sekitar 4 hari untuk mematahkan dormansi.

(27)

10 3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Karakterisasi Morfologi

Pengamatan morfologi bawang putih dilakukan dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan tanaman setiap dua minggu setelah masa tanam.

Pertama-tama, lahan tanam disiapkan dengan cara tanah digemburkan, selanjutnya ditaburkan pupuk kandang pada tanah dan dicangkul kembali untuk membuat bedeng dengan ukuran 4m x 1m. Bedeng ditutup dengan mulsa plastik yang telah dilubangi untuk tempat tanam umbi. Mulsa plastik digunakan untuk mempermudah dalam mengatur jarak antar tanaman dan menjaga kondisi tanah agar tidak mudah turun.

Ukuran diameter lubang pada mulsa yang digunakan sebesar 7 cm dengan jarak antar tanaman sebesar 11 cm dan jarak antar ulangan sebesar 5 cm. Tahap kedua, umbi yang akan ditanam, terlebih dahulu direndam kolksin sesuai perlakuan lalu dipotong sekitar lebih kurang 14 dari ujung umbi untuk memacu pertumbuhan tunas. Umbi dipotong ujungnya selanjutnya dimasukkan pada lubang yang terdapat pada mulsa plastik dengan kedalaman lebih kurang 34 dari tinggi umbi. Pemeliharaan dilakukan secara manual dengan menyiangi rumput-rumput sebanyak satu kali dalam dua minggu secara periodik hingga panen. Pemupukan dilakukan hingga panen dengan menaburkan pupuk kandang setiap dua minggu sekali secara.

Parameter yang diamati dalam pengamatan morfologi bawang putih tertera pada tabel berikut:

Tabel 3.1. Paramater pertumbuhan bawang putih Doulu

No. Parameter Keterangan

1 Tinggi tanaman Tanaman diukur setiap dua minggu setelah masa tanam menggunakan penggaris dimulai dari batang semu sampai ujung daun terpanjang.

2 Jumlah daun Daun dihitung secara manual mulai dari 2 minggu setelah masa tanam.

3 Panjang akar dan jumlah akar

Tanaman bawang putih yang telah dipanen lalu dicabut dibersihkan dari tanah. Jumlah akar dihitung secara manual dan panjang akar diukur mulai dari ujung akar ke dasar cakram.

4 Berat basah dan berat kering

Bagian akar dan daun dipotong dan ditimbang menggunakan timbangan digital. Umbi yang telah ditimbang dibungkus dengan aluminium foil dan diberi label sesuai dengan perlakuan. Umbi dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya sebesar 600 C selama 2 hari. Umbi di oven selama 2 hari dan ditimbang kembali menggunakan timbangan digital.

(28)

3.4.2 Penentuan KandunganKlorofil Total(mg/l)

Pengukuran kadar klorofil dilakukan dengan cara menimbang sampel daun basah ± 1 gram. Sampel dicacah-cacah dan ditambahkan etanol 96% sambil digerus dengan mortar. Filtrat daun disaring dengan kertas saring whattman dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Hasil filtrasi daun bawang putih ditambahkan etanol 96%, digerus dan disaring kembali. Filtrat ditambahkan pelarut yang sama sehingga larutan menjadi 50 ml. Larutan yang diperoleh dimasukkan ke dalam cuvet spektrofotometer sampai batas tertentu. Absorbansi diukur dengan menggunakan optical density menggunakan pelarut etanol 96% sebagai blanko dengan mengukur absorbansi (A) pada panjang gelombang (λ) 665 nm dan 649 nm.

Kandungan total klorofil dihitung dengan rumus pelarut etanol 96% (Wintermans &

de Mots, 1965);

Total klorofil : 20,0 A649 + 6,10 A665 (mg/l)

3.4.3 Analisis Kerapatan Stomata

Metode pembuatan preparat untuk mengukur kerapatan stomata adalah metode replika, yaitu sampel daun bawang putih dibersihkan menggunakan tisu untuk menghilangkan debu/kotoran. Sampel diolesi dengan pewarna kuku bening dan dibiarkan selama 5 menit hingga kering. Sampel ditempel selotip bening dan diratakan. Selotip dilepaskan perlahan, lalu ditempelkan pada kaca objek, ratakan dan diberi keterangan sesuai perlakuan. Pengamatan jumlah stomata per luas bidang pandang menggunakan mikroskop digital (Zeiss Primo Star) dengan perbesaran yang sama (10 x 10). Kerapatan stomata dihitung dengan rumus:

Kerapatan Stomata = Rata−rata jumlah stomata luas bidang pandang

Rata-rata Jumlah stomata = Sa1+ Sa2+ Sa3

n

= ΣStomatan

Keterangan: Sa1 : Jumlah stomata bidang pandang 1 Sa2 : Jumlah stomata bidang pandang 2 Sa3 : Jumlah stomata bidang pandang 3 Luas bidang pandang = P x L

= 164,75 µm x 122,2 µm = = 20130 µm2

(29)

12 Skala luas bidang pandang diukur dengan mikrometer yang telah tersedia pada mikroskop Zeiss Primo Star dan nilai konversi dari µm ke mm2 (1 mm = 1000 µm) (Omidbaigi et al., 2010b).

3.4.4 Analisis Jumlah Kromosom

Analisis jumlah kromosom dilakukan dengan memodifikasi metode Rahayu et al. (2015b), bibit bawang putih diinduksi dengan cara direndam pada larutan kolkisin dengan konsentrasi dan lama perendaman yang bervariasi. Bibit dibilas dengan air destilasi untuk membersihkan sisa kolkisin, lalu ditanam pada rockwool yang telah diberi keterangan sesuai tiap perlakuan. Umbi yang telah ditanam dibiarkan selama 4 – 5 hari sampai akar muncul. Akar yang tumbuh dipotong sekitar

± 1 cm, lalu direndam kedalam larutan HCl 1 N selama 10 menit, selanjutnya akar dimasukkan ke dalam pewarna aseto-orsein 2% dan dibiarkan selama 10 menit. Akar yang telah diwarnai selanjutnya di letakkan diatas gelas objek dan dibunsen sebentar sekitar 3 - 5 detik, lalu ditetesi gliserin dan ditutup dengan gelas penutup di pencet (squash) dengan menggunakan ibu jari dengan sudut 90% dan ditetesi minyak imersi pada kaca objek. Sampel kromosom diamati dibawah mikroskop dengan menggunakan mikroskop digital (Zeiss Primo Star) dengan perbesaran yang sama (100 x 10).

3.5 Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang didapatkan diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel independen) dengan bantuan program statistik komputer SPSS. Urutan pengujian diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p < 0.05 maka data tersebut ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik yaitu dilanjutkan dengan uji Kruskal Walis. Apabila hasil uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan p

> 0.05, maka dilanjutkan uji sidik ragam (ANOVA). Jika berbeda nyata (p < 0.05) maka dilanjutkan dengan uji analisis Duncan taraf 5%. Dalam penelitian ini didapatkan data uji normalitas p > 0.05 dan uji homogenitas p < 0.05, namun tidak dilanjutkan dengan uji non parametrik tetapi data di Bootstrap.

(30)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik dan parameter yang diamati berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin tidak berpengaruh signifikan dalam meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar, berat basah umbi, berat kering umbi, kerapatan stomata, dan kandungan klorofil total pada bawang putih Doulu. Analisis kromosom belum dapat dilakukan karena pada saat di squash, kromosom saling tumpang tindih sehingga sulit untuk dilakukan penghitungan maupun pengukuran kromosom (Gambar 4.9). Hasil penelitian yang diperoleh dari aplikasi kolkisin terhadap variasi morfologi dan fisiologi tanaman bawang putih (Allium sativum L.) Doulu, sebagai berikut:

4.1. Tinggi Tanaman Bawang Putih Doulu

Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa aplikasi kolkisin dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman tidak berbeda signifikan terhadap tinggi tanaman bawang putih Doulu. Pengaruh aplikasi kolkisin terhadap tinggi tanaman bawang putih Doulu disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tinggi Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

abcd cd d bcd abcd

cd

abc abcd

bcd abcdbcd

bcd bcd

abcd cd

d abcd

ab abcd a

0 5 10 15 20 25 30

Tinggi Tanaman (Cm)

Kombinasi Perlakuan

(31)

14 Perlakuan kolkisin dengan perendaman selama 12 jam tanpa kolkisin (D0T2) menghasilkan tinggi tanaman bawang putih Doulu tertinggi yaitu 22, 47 cm, namun tidak berbeda nyata (F = 2,014, P > 0,05) (Lampiran 2, Hlm.38) dengan perlakuan tanpa kolkisin dan tanpa perendaman (D0T0), yaitu 19,29 cm (Gambar 4.1). Tinggi tanaman bawang putih Doulu terendah ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman selama 24 jam (D3T4), yaitu 15,93 cm dan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kolkisin belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman bawang putih. Hal ini diduga karena pemberian kolkisin dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang kurang tepat.

Menurut Trojak-Goluch dan Skomra (2013) dan Gantait et al. (2011), pemberian kolkisin dengan konsentrasi dan lama perendaman yang tidak tepat dapat menyebabkan daya tumbuh tanaman menjadi rendah. Secara umum, kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,001 – 1,00% dengan waktu perendaman antara 2 – 24 jam (Crowder, 1986; Suryo, 2007). Pada tanaman Plox drummondi, rerata tinggi tanaman tertinggi dihasilkan pada perlakuan kontrol dan perlakuan kolkisin 0,1%

dengan waktu perendaman 24 jam dibandingkan perlakuan 0,5% selama 36 jam (Tiwari dan Mishra, 2012). Yunus et al. (2018) mengatakan bahwa pada perlakuan kolkisin 0,2% memiliki tinggi tanaman Artemisia annua L. paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya, termasuk perlakuan kontrol. Yulianti et al. (2015) menyatakan terjadi penurunan tinggi tanaman Citrus nobilis Lour pada perlakuan kolkisin 0,3% dibandingkan perlakuan kontrol. Abdoli et al. (2013) juga mendapatkan hasil yang sama yaitu terjadi penurunan tinggi tanaman pada perlakuan kolkisin 0,25% dibandingkan tanaman Echinacea purpurea diploid. Dengan demikian diketahui bahwa konsentrasi kolkisin dan waktu perendaman kolkisin pada masing-masing tanaman berbeda-beda.

Faktor lain yang diduga mempengaruhi tidak berbeda signifikannya tinggi tanaman bawang putih setelah diaplikasikan kolkisin adalah sifat viabilitas bibit, dimana setiap tanaman memiliki viabilitas bibit berbeda-beda (Rahayu et al., 2015b;

Trojak-Goluch dan Skomra, 2013). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Soetopo dan Hosiana (2018) yang menyatakan tinggi tanaman Phalaenopsis pulcherrima dengan perlakuan 5000 ppm sebesar 2,32 cm tidak berbeda signifikan dengan

(32)

perlakuan kolkisin lain dibandingkan perlakuan kontrol (1000 ppm) yaitu 1,38 cm.

Pada tinggi tanaman jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum) juga tidak berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan kolkisin 0,05% dengan perendaman selama 12 jam (Friska dan Daryono, 2017). Faturrahman (2016) dan Sirojuddin et al. (2017) menyatakan bahwa pemberian kolkisin dengan lama perendaman tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi pada tanaman kedelai hitam (Glycine max (L.) merr) dan zaitun (Olea europaea). Menurut Gantait et al. (2011), kemampuan daya tumbuh tanaman setelah diberi perlakuan kolkisin tergantung pada konsentrasi dan waktu perendaman. Pemberian kolkisin pada tanaman sampai konsentrasi tertentu dapat meningkatkan ukuran tanaman, namun akan memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman jika konsentrasi yang diberikan terlalu tinggi, sehingga menyebabkan panjang tanaman mengalami penurunan (Suryo, 2007). Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan efek negatif terhadap tanaman karena jaringan eksplan menjadi stress sehingga tidak jarang menyebabkan kematian pada tanaman (Jadrna et al., 2010; Sajjad et al., 2013).

4.2. Jumlah Daun Bawang Putih Doulu

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa aplikasi kolkisin dengan berbagai konsentrasi dan lama perendaman tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun bawang putih (Lampiran 3, Hlm. 40). Perlakuan tanpa kolkisin konsentrasi dengan waktu perendaman 12 jam (D0T2) menghasilkan jumlah daun terbanyak sebanyak 5,05 helai, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan D0T0 yaitu 4,38 helai (Gambar 4.2). Jumlah daun terendah ditunjukkan pada perlakuan kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman 12 jam (D3T2), yaitu 3,95 helai, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan D0T0. Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin belum mampu mempengaruhi jumlah daun bawang putih secara nyata.

Penurunan jumlah daun bawang putih setelah diaplikasikan kolkisin diduga akibat pemberian kolkisin dengan konsentrasi yang kurang tepat, sehingga menyebabkan pembentukan dan perkembangan primordial daun menjadi lambat, meskipun tidak berbeda tidak nyata. Hal ini sesuai dengan data pengamatan yang memperlihatkan bahwa jumlah daun bawang putih sampai umur 28 hari, jumlah daun yang tumbuh hanya 1 – 2 helai saja. Menurut Rahayu et al. (2015a) dan Sirojuddin et

(33)

16

al.(2015), perlakuan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada tanaman Phalaenopsis amabilis L. Blume dan zaitun (Olea europaea). Haryanti et al. (2009) juga menyatakan bahwa perlakuan kolkisin tidak menurunkan jumlah daun secara nyata, terkecuali pada tanaman Vigna radiata dengan perlakuan kolkisin 0,20%.

Gambar 4.2. Jumlah Daun pada Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%

dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam; T3=

18 jam; T4= 24 jam).

Penelitian ini berbeda dengan Yulianti et al. (2015) menyatakan bahwa terjadi penurunan jumlah daun pada konsentrasi 0,3% dibandingkan kontrol pada tanaman Citrus nobilis Lour. Namun, Tiwari dan Mishra (2012) menyatakan bahwa perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0,5% dengan lama perendaman 36 jam menunjukkan jumlah daun tertinggi dibandingkan perlakuan kontrol pada tanaman Plox drummondi. Jumlah cabang terendah pada Artemisia annua terlihat pada perlakuan kolkisin 0,2% dan jumlah terbanyak pada kontrol (Yunus et al., 2018). Menurut Yadav et al. (2013), meskipun konsentrasi kolkisin sama pada semua tanaman tetapi dapat menghasilkan pertumbuhan yang berbeda-beda, dikarenakan tahap pembelahan sel pada tanaman berbeda-beda.

Menurut Soetopo dan Hosnia (2018), kolkisin konsentrasi tinggi mengakibatkan jumlah daun menurun, hal ini berkaitan dengan terhambatnya proses mitosis sel sehingga terjadi kegagalan dalam pembentukan benang spindel yang

0 1 2 3 4 5 6

Jumlah Daun (Helai)

Kombinasi Perlakuan

(34)

menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi terhambat. Kolkisin tidak hanya mempengaruhi pembelahan sel tetapi menyebar melalui sel, mengganggu mekanisme seluler dan menyebabkan toksisitas pada konsentrasi tinggi (Dermen, 1940). Kolkisin juga menyebabkan viskositas sitoplasma sel tidak dapat berfungsi secara normal (Cook dan Loudon, 1952).

4.3. Panjang dan Jumlah Akar Bawang Putih Doulu

Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di belakang meristem ujung. Meristem akar mampu melaksanakan pertumbuhan yang kontinu, tidak terbatas akibat pelebaran sel. Pengaruh pemberian konsentrasi kolkisin dengan waktu perendaman terhadap pertambahan panjang akar pada bawang putih disajikan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Panjang Akar Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda- beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3=

0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam;

T3= 18 jam; T4= 24 jam).

Panjang akar rata-rata terpanjang ditunjukkan pada perlakuan tanpa kolkisin dengan waktu perendaman 18 jam (D0T3), yaitu 9,67 cm. Perlakuan konsentrasi kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman 12 jam (D3T2) menunjukkan panjang akar terendah, yaitu 5,17 cm, walaupun tidak berbeda nyata (F = 1,358, P > 0,05) dengan perlakuan tanpa kolkisin dan tanpa perendaman (D0T0) yaitu 8,20 cm (Lampiran 4, Hlm. 42). Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian kolkisin 0,3% dengan waktu perendaman 12 jam belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang akar tanaman bawang putih Doulu.

0 2 4 6 8 10 12 14

D0T0 D0T1 D0T2 D0T3 D0T4 D1T0 D1T1 D1T2 D1T3 D1T4 D2T0 D2T1 D2T2 D2T3 D2T4 D3T0 D3T1 D3T2 D3T3 D3T4

Panjang Akar (Cm)

Kombinasi Perlakuan

(35)

18 Secara umum, dapat dilihat bahwa panjang akar mengalami peningkatan pada konsentrasi 0%, 0,1%, dan 0,3% dengan waktu perendaman 18 jam. Namun, berbeda dengan perlakuan kolkisin konsentrasi 0,2% dengan waktu perendaman 18 jam (D2T3) yang menunjukkan penurunan panjang akar. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya gangguan terhadap pemanjangan akar bawang putih disebabkan aplikasi kolkisin.

Faktor lain yang diduga menyebabkan tidak berbeda nyatanya panjang akar dengan beberapa perlakuan lain diduga karena viabilitas bibit yang berbeda-beda menyebabkan bibit relatif tahan terhadap pengaruh kolkisin sehingga tidak sampai mematikan sel-sel meristem (Rahayu et al., 2015b). Menurut Omidbaigi et al.

(2010a), bibit lebih tahan terhadap efek toksik daripada kecambah.

Penelitian ini sesuai dengan Ariyanto et al. (2010) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan panjang akar tanaman Zingiber officinale Rosc.

pada kontrol maupun perlakuan kolkisin. Berbeda dengan penelitian Gantait et al.

(2011) yang menyatakan bahwa perlakuan kolkisin 0,1% dengan lama perendaman 8 jam dapat meningkatkan panjang akar sebesar 8,47 cm dibandingkan perlakuan kontrol, yaitu 7,37 cm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan kolkisin memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap panjang akar pada masing-masing tanaman, sedangkan untuk jumlah akar dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Jumlah Akar pada Tanaman Bawang Putih Doulu Terhadap Konsentrasi Kolkisin yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin;

D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

0 2 4 6 8 10 12

D0 D1 D2 D3

Jumlah Akar (helai)

Konsentrasi Kolkisin (%)

T0 T1 T2 T3 T4

(36)

Jumlah akar bawang putih Doulu terbanyak dihasilkan pada perlakuan tanpa pemberian kolkisin (D0), yaitu 30,40 helai (Gambar 4.4). Jumlah akar terendah pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0,2% (D2), yaitu 22,67 helai, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 0,1% (D1) dan 0,3% (D3). Berdasarkan hasil statistik (Lampiran 5, Hlm. 44) dapat dilihat bahwa konsentrasi kolkisin secara signifikan mempengaruhi jumlah akar, namun tidak ada interaksi nyata antara konsentrasi kolkisin dan waktu perendaman terhadap jumlah akar bawang putih Doulu, tetapi cenderung menurun pada perlakuan kolkisin. Penurunan jumlah akar diduga dipengaruhi oleh pemberian konsentrasi kolkisin yang tinggi. Selain itu, penurunan jumlah akar tanaman tergantung dari seberapa besar kemampuan akar dapat menyerap kolkisin yang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena kegagalan pembelahan sel (Jadrna, 2010).

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu pada jumlah akar dan panjang akar tanaman Citrus nobilis Lour. yang tidak memberikan pengaruh nyata setelah diaplikasikan kolkisin. Soetopo dan Hosnia (2015) dan Rahayu (2015a) juga menyatakan bahwa jumlah akar tanaman P. pulcherima, P. amabilis, dan P. amboinensis tidak berbeda signifikan dengan perlakuan kolkisin lainnya. Berbeda dengan penelitian Gantait et al. (2011) bahwa perlakuan kolkisin 0,1% dengan lama perendaman 8 jam menurunkan jumlah akar pada tanaman Gerbera jamesonii Bolus cv. Sciella sebesar 5,33 helai dibandingkan perlakuan kontrol sebesar 8,33 helai.

4.4. Berat Basah dan Berat Kering Umbi Bawang Putih Doulu

Berat basah dan berat kering umbi bawang putih Doulu dapat juga dijadikan sebagai parameter dalam melihat pengaruh fisiologi pada tanaman bawang putih setelah diaplikasikan kolkisin dengan waktu perendaman yang berbeda-beda.

Perlakuan kolkisin 0,3% tanpa perendaman (D3T0) menghasilkan berat basah umbi bawang putih Doulu tertinggi, yaitu 4,58 g (Gambar 4.5), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan D0T0 yaitu 3,82 g. Berat basah terendah pada perlakuan kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 6 jam (D1T1), yaitu 0,59 g (Lampiran 6, Hlm. 45)

(37)

20

Gambar 4.5. Berat Basah dan Berat Kering Umbi Bawang Putih Doulu terhadap Aplikasi Kolkisin Dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3% dan T= waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam; T3= 18 jam; T4= 24 jam).

ef

cdef

f f

def

bcde

a

abcd abc

abcd

ab

bcde

abcd

ab

abcd f

ab ab

abcd ab def

bcd ef

f f cdef

abcde

a a

a a

a

abc de

abcd

a

abc ef

a a

ab ab

0 1 2 3 4 5 6

D0T0 D0T1 D0T2 D0T3 D0T4 D1T0 D1T1 D1T2 D1T3 D1T4 D2T0 D2T1 D2T2 D2T3 D2T4 D3T0 D3T1 D3T2 D3T3 D3T4

Berat (g)

Kombinasi Perlakuan

RERATA BERAT BASAH RERATA BERAT KERING

(38)

Berat kering umbi tertinggi ditunjukkan pada perlakuan tanpa kolkisin dengan waktu perendaman selama 12 jam (D0T2), yaitu seberat 1,57 g dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan D0T0, yaitu 1,16 g. Berat umbi basah terendah ditunjukkan pada perlakuan kolkisin 0,1% dengan waktu perendaman selama 6 jam (D1T1), yaitu 0,19 g (Gambar 4.5). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat kering umbi bawang putih setelah diaplikasikan kolkisin dengan waktu perendaman yang berbeda-beda belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering umbi.

Berat basah merupakan hasil pengukuran dari berat basah biomassa tanaman sebagai akumulasi bahan yang dihasilkan selama pertumbuhan (Buntoro et al., 2014). Berat basah tanaman terdiri dari 80 – 90% adalah air dan sisanya adalah berat kering. Menurut Gardner et al. (1991), berat kering merupakan akibat dari penimbunan hasil bersih dari asimilasi CO2 sepanjang musim pertumbuhan yang mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman dari senyawa anorganik terutama air dan CO2. Kemampuan tanaman dalam menyerap air terletak pada akarnya. Kondisi akar yang baik akan mendukung penyerapan air yang optimal (Lakitan, 2001). Salisbury dan Ros (1995c) serta Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan berat basah tanaman dapat menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman dan nilai berat basah tanaman dipengaruhi oleh kandungan air pada jaringan, unsur hara, dan hasil metabolisme.

Secara umum, rata-rata berat basah dan berat kering umbi mengalami penurunan setelah diaplikasikan kolkisin sebesar 0,1% dengan waktu perendaman selama 6 jam (D1T1) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (D0T0). Hal ini sesuai dengan Hardiyanti et al. (2009) yang mengatakan bahwa pemberian kolkisin konsentrasi 0,20% menyebabkan penurunan berat basah pada tanaman Vigna radiata sebesar 6,45 g dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu 22,53 g. Berbeda dengan beberapa penelitian lainnya menunjukkan terjadinya peningkatan berat basah setelah diaplikasikan dengan kolkisin. Menurut Majdi et al. (2010), berat basah bunga Tanacetum parthenium setelah diberi perlakuan konsentrasi kolkisin 0,05%

mengalami peningkatan sebesar 0,33 g dibandingkan kontrol sebesar 0,17 g. Menurut Abdoli (2013), perlakuan kolkisin 0,25% meningkatkan berat biji sebesar 7,35 g dibandingkan perlakuan kontrol (5,53 g) pada tanaman Echinacea purpurea. Wang

(39)

22

et al. (2017) mengatakan bahwa terjadi peningkatan berat biji pada tanaman kultivar Fagophyrum tataricum dengan perlakuan kolkisin 0,25% dibandingkan perlakuan kontrol. Pemberian kolkisin dengan konsentrasi yang tepat mampu meningkatkan pertambahan ukuran sel sehingga dapat menambah ukuran jaringan, ukuran organ, atau bagian-bagian tanaman secara keseluruhan, maupun bobot tanaman tersebut.

Peningkatan pembelahan sel menghasilkan jumlah sel yang lebih banyak. Jumlah sel yang lebih banyak memungkinkan terjadinya peningkatan fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat sehingga dapat mempengaruhi bobot tanaman (Brenner dan Cheikh, 1995; Deninta et al., 2017).

Kondisi lingkungan yang kurang sesuai menjadi salah satu faktor penyebab tanaman kurang responsif, sehingga proses metabolisme di dalam jaringan tanaman menjadi terhambat. Berdasarkan hasil uji unsur nitrogen, fosfor, dan karbon dalam tanah Doulu di Laboratorium (Lampiran 10, Hlm. 54), didapatkan kandungan unsur N-total sebesar 0,20% (rendah), P-tersedia sebesar 19,62 ppm (sedang), K-dd sebesar 0,539 % (rendah), C-organik sebesar 1,58% (rendah) dan pH H2O sebesar 5,94 (sedang). Dengan demikian diketahui bahwa sifat kimia tanah Doulu tergolong tanah yang agak asam dan memiliki kandungan unsur N-total, K-dd, C-organik yang rendah, serta P-tersedia tergolong sedang. Kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik, pengapuran dan pupuk anorganik untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Menurut Napitupulu dan Winarto (2010), bobot umbi yang rendah berhubungan dengan sedikitnya unsur N dan K yang tersedia sehingga pertambahan bobot umbi basah lambat dan mempengaruhi bobot kering umbi. Unsur nitrogen merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa organik penting, seperti asam amino, protein, nukleoprotein, berbagai enzim, purin, dan pirimidin yang sangat dibutuhkan dalam pembesaran dan pembelahan sel, sehingga pemberian nitrogen optimum dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman (Gardner et al.,1985). Pembelahan dan pembesaran sel menjadi terhambat jika kekurangan unsur N (Sumiati dan Gunawan, 2007). Menurut Sumarni et al. (2012), semakin tinggi kadar P-tanah, maka semakin luas daun tanamannya. Semakin tinggi kadar P-tanah maka makin tinggi pula bobot kering tanaman bawang merah. Dengan demikian,

(40)

kemungkinan faktor lain yang menyebabkan penurunan berat basah dan berat kering adalah unsur hara N dan K rendah.

Pengaruh unsur hara esensial terhadap pertumbuhan tanaman tidak secara langsung, tetapi melalui produksi hormon yang secara langsung mengatur pertumbuhan tanaman, diantaranya ialah dalam pengaturan partisi asimilat. Apabila partisi asimilat terhambat, maka perkembangan umbi dapat terganggu akibat berkurangnya suplai asimilat (Firmansyah dan Sumarni, 2013). Berat kering tanaman adalah berat tanaman setelah dikeringkan dalam oven, sehingga kadar airnya telah hilang dan yang tersisa hanya senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Produksi bahan kering tanaman merupakan resultan tiga proses yaitu penumpukan asimilat melalui fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian sink (Hardiyanti el al, 2009). Gardner et al. (1991) mengatakan apabila pertumbuhan vegetatif baik maka cadangan makanan yang dihasilkan tinggi, sehingga dapat ditranslokasikan untuk pengisian biji. Ketersediaan hara yang kurang bagi tanaman akan diikuti penurunan aktivitas fotosintesis yang menghasilkan asimilat sedikit, akhirnya berat kering menjadi menurun dan berkaitan terhadap laju pertumbuhan tanaman (Lutfia et al., 2017). Dalam penelitian ini, rerata berat kering cukup tinggi dibandingkan rerata berat basah. Hal ini diduga karena kemampuan tanaman dalam mentranslokasi asimilat tergolong kurang baik, sehingga kadar air lebih tinggi.

Faktor lain yang menyebabkan tidak berbeda nyatanya berat basah dan berat kering umbi yaitu viabilitas bibit dan ukuran umbi yang tidak seragam diduga mempengaruhi pertumbuhan panjang dan jumlah daun tanaman sehingga umbi yang berukuran besar lebih cepat membentuk tunas (Sorensen et al., 2015; Trojak-Goluch dan Skomra, 2013). Lovelees (1991) menyatakan bahwa bila fase vegetatif tanaman lebih daripada fase reproduktif, maka karbohidrat yang digunakan lebih banyak daripada disimpan dan sedikit sekali karbohidrat yang tersisa untuk perkembangan kuncup bunga, bunga, buah dan biji, maka tanaman tersebut terkonsentrasi pada perkembangan vegetatif tanaman.

(41)

24

4.5. Kerapatan Stomata Bawang Putih Doulu

Aplikasi kolkisin dengan berbagai konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda-beda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerapatan stomata bawang putih Doulu (Lampiran 8, Hlm. 50). Aplikasi kolkisin terhadap kerapatan stomata bawang putih disajikan pada Gambar 4.6. Kerapatan stomata bawang putih Doulu tertinggi pada perlakuan tanpa kolkisin dengan waktu perendaman selama 18 jam (D0T3), yaitu 25,11 stomata/mm2 (Gambar 4.7a), dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan D0T0, yaitu 21,13 stomata/mm2sedangkan kerapatan stomata terendah ditunjukkan pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman 18 jam (D2T3), yaitu 11,56 stomata/mm2 (Gambar 4.7b). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kolkisin 0,2% dengan waktu perendaman 18 jam dapat menyebabkan penurunan kerapatan stomata.

Menurut Rahayu et al. (2015a), penurunan jumlah stomata dan kerapatan stomata disebabkan pemberian konsentrasi kolkisin yang. Kerapatan stomata tanaman poliploid lebih rendah dibandingkan tanaman diploid karena ukuran stomata dan sel-sel epidermis tanaman poliploid lebih besar (Gantait et al., 2011;Yulianti et al., 2015; Yunus et al., 2018).

Gambar 4.6. Kerapatan Stomata Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda- beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3=

0,3% dan T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12 jam;

T3= 18 jam; T4= 24 jam.

def

cdeabcde f

bcdebcde bcdebcdecdef cdef

abc ef

abcd a ab

bcde bcdebcde def

cdef

0 5 10 15 20 25 30 35

Kerapatan Stomata (Stomata/mm2)

Kombinasi Perlakuan

Gambar

Gambar 4.1.  Tinggi Tanaman Bawang Putih Doulu dengan Aplikasi Kolkisin pada  Konsentrasi  dan  Lama  Perendaman  yang  Berbeda-beda  (D  =  konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3% dan   T = waktu perendaman; T0= 0 jam; T1= 6 jam; T2= 12
Gambar 4.2.  Jumlah  Daun  pada  Tanaman  Bawang  Putih  Doulu  dengan  Aplikasi  Kolkisin pada Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda-beda  (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3= 0,3%
Gambar 4.3.  Panjang  Akar  Tanaman  Bawang  Putih  Doulu  dengan  Aplikasi  Kolkisin  dengan  Konsentrasi  dan  Lama  Perendaman  yang   Berbeda-beda (D = konsentrasi kolkisin; D0= 0%; D1= 0,1%; D2= 0,2%; D3=
Gambar 4.4.  Jumlah  Akar  pada  Tanaman  Bawang  Putih  Doulu  Terhadap  Konsentrasi  Kolkisin  yang  Berbeda-beda  (D  =  konsentrasi  kolkisin;
+6

Referensi

Dokumen terkait

Membuat pupuk organik dari seresah daun paitan (Tithonia diversifolia)dan kotoran sapi yang digunakan pada bawang putih (Allium sativum)sehingga dapat meningkatkan

Telah dilakukan penelitian yang berjudul pengaruh ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) terhadap mortalitas kutu daun persik (Myzus persicae Sulz) pada tanaman cabai merah.

Konsentrasi ekstrak bawangputih ( Allium sativum L.)yang paling efektif dalam menghambat perkembangan telur Aedes aegypti menjadi larva instar 1adalahkonsentrasi 1% dengan rerata

Hasil penelitian populasi bakteri pada telur ayam leghorn setelah penambahan ekstrak bawang putih ( Allium sativum ) dengan konsentrasi yang berbeda adalah sebagai berikut

Pengaruh kolkisin terhadap pertumbuhan, ukuran sel metafase dan kandungan protein biji tanaman kacang hijau ( Vigna radiata (L.) Wilczek).. Jurnal Penelitian

Analisis jumlah kromosom dilakukan menggunakan metode Manton perlakukan kolkisin terhadap bibit bawang merah pada konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi sukrosa dan arang aktif yang optimum sehingga dapat memacu pertumbuhan eksplan bawang putih ( Allium sativum

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan kolkisin 6 ppm dan perlakuan iradiasi sinar gamma 6 gray mempengaruhi perubahan parameter panjang tanaman, jumlah daun, jumlah anakan,