• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZONA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH TUNGGAL (Allium sativum) TERHADAP Streptococcus mutans ATCC TM (In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ZONA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH TUNGGAL (Allium sativum) TERHADAP Streptococcus mutans ATCC TM (In Vitro)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ZONA HAMBAT EKSTRAK BAWANG PUTIH TUNGGAL (Allium sativum) TERHADAP

Streptococcus mutans ATCC

®

21752

TM

(In Vitro)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

IKHWANIR RAISA AMINI 170600016

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

Departemen Biologi Oral Tahun 2021

Ikhwanir Raisa Amini

Zona Hambat Ekstrak Bawang Putih Tunggal (Allium sativum) terhadap Streptococcus mutans ATCC® 21752TM (In Vitro)

Streptococcus mutans merupakan bakteri oral yang dominan penyebab karies gigi.

Upaya untuk mengendalikan Streptococcus mutans dengan menggunakan bahan yang bersifat antibakteri. Salah satu bahan alami yang bersifat antibakteri adalah bawang putih tunggal (Allium sativum). Jenis penelitian adalah eksperimental laboratoris post- test only control group design. Pada penelitian terdiri dari 6 kelompok dengan masing- masing kelompok sebanyak 4 sampel. Total sampel yang digunakan 24 sampel untuk setiap biakan bakteri. Pengujian bakteri dalam penelitian menggunakan metode difusi.

Ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) diencerkan menjadi empat konsentrasi yaitu 20%, 40%, 60%, dan 80%. Kontrol positif yang dalam penelitian adalah amoksisilin dan kontrol negatif DMSO. Analisis data menggunakan uji statistik one way ANOVA yang bertujuan untuk melihat perbedaan efek antibakteri dari kelompok konsentrasi 20%; 40%; 60%; 80%; amoksisilin dan DMSO. Analisis data dilanjutkan dengan uji Post Hoc (LSD) untuk melihat perbedaan efek antibakteri antara kelompok 20%; 40%; 60%; 80%; amoksisilin dan DMSO. Berdasarkan hasil penelitian bahwa zona hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™ adalah 6,95±0,13 mm; 7,57±0,17 mm; 8,60±0,14 mm; dan 11,12±0,17 mm. Zona hambat terbesar 80% adalah 11,12 mm dan terkecil 20% adalah 6,95 mm. Konsentrasi 80%

lebih efektif menghambat bakteri Streptococcus mutans.

Kata kunci: Streptococcus mutans ATCC® 21752™, antibakteri, bawang putih tunggal, ekstrak

Daftar rujukan : 36 (2003-2020)

(3)

SkriPSl teIah dlsetlljui unmk dipenahankan di hadapan tim penguji skripsi

13 2021

Pembimbing :

/

/ I

Minasari, MM

(". I,

195811191988032001

0"

(4)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 13 Januari 2021

TIM PENGUJI

KETUA : Minasari, drg., MM

ANGGOTA : 1. Dr. Filia Dana Tyasingsih., drg., M. Kes 2. Sri Amelia, dr., M.Kes

(5)

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT limpahkan rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Drs. H. Muhammad Taufik dan Hj. Elvi Ramadhani, S.Pd yang senantiasa memberikan dukungan moril maupun materil berupa kasih sayang, mendoakan, dan terus memotivasi sehingga penulis dapat mengenyam masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan skripsi. Begitu juga kepada adik adik, Maulidia Az Zahra dan Izzati Alya Zhafirah yang selalu memberikan semangat dan doa.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Minasari, drg, MM, selaku pembimbing skripsi dan penguji, Dr. Filia Dana Tyasingsih., drg., M.Kes selaku penguji, Sri Amelia, dr., M.Kes selaku penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dan dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati dan tulus mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ameta Primasari., drg., M.Kes, M.DSc, Sp. PMM selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Yendriwati, drg., M.Kes, Yumi Lindawati, drg, M.DSc, Atika Resti Fitri., drg, MSc, Ika Astrina, drg, M.DSc, dan Rehulina Ginting, drg, Msi, selaku para staf pengajar Departemen Biologi Oral dan Ibu Ngaisah serta Kak Dani Irma Suryani selaku pegawai Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, masukan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Eddy Dahar, drg., M. Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis selama menjalani pendidikan akademis.

5. Sahabat-sahabat penulis : Bang Fadhli, Auliya, Rizki, Febi, Nada, Tasya, Firda, Risa, Lena, Nisa, Adis, Nidhya, dan seluruh teman-teman FKG USU angkatan 2017 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat dan doa.

(6)

Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara : Bang Yudha, Pija, Mimi, Luqman, dan yang lainnya atas dukungan dan bantuannya selama pengerjaan skripsi.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan memberikan kemudahan. Penulis menerima dengan terbuka berbagai kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan buah pikiran yang berguna bagi Fakultas, pengembangan ilmu kedokteran gigi dan masyarakat.

Medan, 13 Januari 2021 Penulis

(Ikhwanir Raisa Amini) NIM: 170600016

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

ABSTRAK ...

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Bawang Putih Tunggal ... 4

2.1.1 Klasifikasi Bawang Putih Tunggal ... 5

2.1.2 Morfologi Bawang Putih Tunggal ... 6

2.1.3 Kandungan Kimia Bawang Putih Tunggal ... 6

2.1.4 Zat Antibakteri Bawang Putih Tunggal ... 7

2.1.5 Manfaat Bawang Putih Tunggal ... 9

2.2 Streptococcus mutans ... 11

2.2.1 Klasifikasi Streptococcus mutans ... 12

2.2.2 Morfologi Streptococcus mutans ... 13

2.2.3 Sifat-sifat Streptococcus mutans ... 13

2.2.4 Patogenitas Streptococcus mutans ... 14

2.3 Metode Uji Antibakteri ... 14

2.4 Landasan Teori ... 15

2.5 Kerangka Teori ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.2.1 Tempat penelitian ... 19

3.2.2 Waktu penelitian ... 19

3.3 Sampel dan Besar Sampel ... 19

3.3.1 Sampel Penelitian ... 19

3.3.2 Besar Sampel ... 19

(8)

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 20

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 20

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 21

3.5 Variabel Penelitian ... 21

3.5.1 Variabel Bebas ... 21

3.5.2 Variabel Terikat ... 21

3.5.3 Variabel Terkendali ... 21

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 21

3.6 Definisi Operasional Penelitian ... 23

3.7 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.7.1 Alat-alat Penelitian ... 23

3.7.2 Bahan-bahan Penelitian ... 24

3.8 Prosedur Penelitian ... 24

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal ... 24

3.8.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) ... 24

3.8.3 Pengujian Ekstrak Bawang Putih Tunggal pada Streptococcus . mutans ... 25

3.9 Alur Penelitian ... 26

3.10 Analisis Data ... 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 28

4.1 Rerata diameter zona hambat ... 28

4.2 Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40% 60%, dan 80%, kontrol positif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATTC® 21752TM ... 29

BAB 5 PEMBAHASAN ... 31

5.1 Rerata diameter zona hambat ... 31

5.2 Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40% 60%, dan 80%, kontrol positif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATTC® 21752TM ... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan dan komposisi gizi dalam tiap 100 gram bawang putih

tunggal ... 7 2. Spesies mikroba yang pertumbuhannya dihambat ekstrak bawang putih

tunggal ... 9 3. Rata-rata diameter zona hambat ekstrak bawang putih tunggal

(Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80%

terhadap bakteri Streptococcus mutans ATTC® 21752TM ... 28 4. Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal

(Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40% 60%, dan 80%, kontrol positif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

ATTC® 21752TM ... 29 5. Hasil Uji Posthoc Test LSD ... 30

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bawang putih tunggal ... 5

2. Bawang putih majemuk ... 5

3. Streptococcus mutans dilihat secara mikroskopis ... 12

4. Streptococcus mutans dilihat secara SEM ... 12

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies merupakan penyakit pada jaringan keras gigi yaitu enamel, dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif.1 Karies masih menjadi problema dalam ilmu kedokteran gigi dan di Indonesia dengan prevalensi cukup tinggi.2 Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga menunjukkan bahwa angka keluhan sakit gigi karena karies cukup tinggi yaitu 1,3% atau 2620 penduduk Indonesia perbulan.3 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 secara keseluruhan nilai Indeks DMF-T Indonesia sebesar 7,1 yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 710 buah gigi per 100 orang.4

Bakteri yang berperan dalam pembentukan karies yaitu Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius, Streptococcus sanguis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Actynomyces viscosus, Actynomyyces naeslundii.Streptococcus mutans paling dominan dan merupakan kokus gram positif, bersifat nonmotil dan fakultatif anaerob yang dapat memetabolisme karbohidrat.5

Interaksi Streptococcus mutans pada permukaan gigi menyebabkan proses demineralisasi enamel. Bila proses demineralisasi terus berulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan proses remineralisasi maka dapat terjadi karies. Proses karies tersebut berlangsung bila tersedia makanan yang mengandung karbohidrat dan adanya mikroorganisme, sehingga pH di rongga mulut berubah menjadi asam dan terbentuk plak pada permukaan gigi jika tidak segera dibersihkan dan seiring dengan waktu terjadi proses pembentukan karies.6

Upaya untuk mengendalikan Streptococcus mutans yaitu dengan menggunakan bahan yang bersifat antibakteri. Antibakteri merupakan zat yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dengan penyebab infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, dimana mikroba masuk ke dalam jaringan tubuh dan berkembang biak di dalam jaringan. Bahan yang bersifat antibakteri dapat

(12)

diperoleh dari tanaman herbal untuk antibakteri pada rongga mulut adalah bawang putih tunggal.7

Bawang putih (Allium sativum) termasuk ke dalam family Liliaceae dan spesies Allium yang sering dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh dunia dan masyarakat Indonesia dan telah digunakan selama puluhan tahun sebagai obat untuk berbagai penyakit antara lain hipertensi.8 Salah satu variestas bawang putih adalah bawang putih tunggal (Allium sativum) yang diketahui mempunyai zat antibakteri gram positif (Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus) dan gram negatif (Eschericia coli, Citrobacter freundii).7,9

Senyawa kandungan aktif dalam bawang putih tunggal (Allium sativum) adalah alisin, flavonoid, saponin dan tanin Aktivitas antibakteri alisin dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri melalui pelarutan lemak yang terdapat pada dinding sel, sehingga dapat menyebabkan kematian bakteri.7 Flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom. Saponin terkandung dalam bawang putih tunggal dapat merusak membran sel bakteri sehingga pembelahan sel tidak terjadi. Tanin dapat menghambat proteolitik sehingga mengganggu sel bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel dan tidak terjadi kolonisasi.10

Dalam penelitian yang dilakukan Eja dkk (2011) bawang putih (Allium sativum) memiliki suatu kandungan bernama alisin, suatu zat aktif yang memiliki dengan konsentrasi ekstrak 60%.11 Sejalan dalam penelitian Reni (2013), ekstrak bawang putih rata-rata memiliki zona hambat sebesar 11-15 mm terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis sehingga memiliki daya hambat yang efektif sebagai antibakteri. Efek antibakteri ekstrak bawang putih disebabkan karena zat-zat aktif seperti thiosulfinate terutama alisin.7

Bawang putih (Allium sativum) memiliki beberapa variestas salah satunya bawang putih tunggal.12 Pada penelitian Pratimi, ditemukan bahwa potensi bakteriostatik pada bawang putih tunggal dibandingkan dengan bawang putih majemuk lebih tinggi karena perbandingan kandungan senyawa aktif dalam satu suing bawang putih tunggal setara dengan 5-6 siung bawang putih.12,13

(13)

Berdasarkan uraian tentang tanaman bawang putih tunggal (Allium sativum) dan potensi yang dimiliki sebagai tanaman obat antibakteri Sreptococcus mutans di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri dengan berbagai konsentrasi ekstrak bawang putih tunggal terhadap bakteri Sreptococcus mutans secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

Berapakah zona hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

1.3 Tujuan Penilitian

Untuk mengetahui zona hambat dari ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) pada pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebagai data dan informasi bahwa kandungan kimia ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) mempunyai efek antibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bawang Putih Tunggal

Bawang putih (Allium sativum) adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm, memiliki daun yang berupa helai seperti pita yang pipih, dengan ujung yang runcing, berbatang semu dengan akar serabut. Tanaman bawang putih diyakini berasal dari negara di Asia Tengah, yaitu Cina dan Jepang yang kemudian menyebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia oleh pedagang Cina dan Arab. Penggunaan bawang putih sebagai obat-obatan bersifat alami telah lama dipraktikkan oleh manusia selama berabad-abad lamanya.14

Bawang putih (Allium sativum) memiliki beberapa variestas salah satunya bawang putih tunggal.12 Berdasarkan dari jumlah siungnnya, bawang putih dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bawang putih yang memiliki banyak siung (multi bulb garlic) dan bawang putih yang memilki satu siung (single bulb garlic). Meskipun sama– sama bawang putih, namun antara bawang putih tunggal dan bawang putih majemuk bila dilihat dari karakteristik organoleptiknya memiliki perbedaan mulai dari warna, rasa, bau, maupun teksturnya.15

Pada bawang putih tunggal memiliki warna krem kuning keputihan, bau yang sangat kuat dan tajam, baunya sangat kuat karena kandungan aliaceous dan tekstur berupa serbuk kasar. Pada bawang putih majemuk memiliki warna krim yang kekuningan, rasa yang tajam, bau yang khas karena kandungan alliceous, serta tekstur berupa serbuk kasar.16

Perbedaan antara bawang putih tunggal dan bawang putih majemuk terlihat pada saat proses maturasi yaitu bawang putih biasa mengalami pecah siungnya dalam satu umbi (multi bulb garlic) sedangkan bawang putih tunggal hanya memiliki satu siung dalam satu umbi (single bulb garlic). Hal ini disebabkan gagalnya pembentukan tunas utama di tajuk dan menekan pembentukan tunas-tunas bakal siung, daun yang biasanya membungkus siung-siung hanya mampu membungkus umbi utuh, sehingga kulit umbi

(15)

utuh lebih tebal daripada kulit luar umbi yang bersiung.15

Bawang putih tunggal (Allium sativum) juga disebut bawang putih lanang karena mengacu pada bentuk umbi tunggal seperti skrotum, bagian dari organ kelamin pada mamalia jantan.Bawang putih tunggal merupakan varietas yang terbentuk secara tidak sengaja karena lingkungan penanaman yang tidak cocok. Bawang putih tunggal dapat tumbuh normal kembali jika lokasi penamanannya berada di daerah yang lingkungan cocok.13

Bawang putih tunggal (Allium sativum) lebih berpotensi antibakteri dibandingkan bawang putih majemuk karena perbandingan kandungan senyawa aktif dalam satu suing bawang putih tunggal setara dengan 5-6 siung bawang putih biasa.

Kandungan senyawa aktif dalam bawang tunggal relatif lebih tinggi dibandingkan bawang putih majemuk karena semua zatnya terkumpul dalam suing tunggal tersebut.

Inilah yang menyebabkan bawang putih tunggal dipercaya lebih berkhasiat dibandingkan dengan bawang putih majemuk.12

Gambar 1. (A) Bawang putih tunggal dan (B) Bawang putih majemuk.16

2.1.1 Klasifikasi Bawang Putih Tunggal

Para ahli botani memasukkan tanaman bawang putih tunggal dalam keluarga Alliaceae, klasifikasi dari tanaman bawang putih tunggal adalah sebagai berikut17 : Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

A B

(16)

Kelas : Liliopsida Ordo : Asparagales Family : Alliaceae Genus : Allium

Species : Allium sativum

2.1.2 Morfologi Bawang Putih Tunggal

Bawang putih berasal dari Asia Tengah, namun saat ini banyak dibudidayakan di berbagai negara sebagai tanaman sayuran. Berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200-250 m dpi. Tanaman bawang putih merupakan tumbuhan berhabitus tema dengan tinggi 25-70 cm. Batang lurus kaku atau sedikit membengkok, berwarna hijau beralur. Batang semu adalah batang yang nampak di atas permukaan tanah yang terdiri dari pelepah–pelepah daun. Batang yang sebenarnya berada di dalam tanah. Dari pangkal batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter, berfungsi sebagai alat penghisap makanan.17,19

Helaian daun bawang putih memiliki panjang mencapai 30–60 cm dan lebar 1–2,5 cm, berbentuk pita. Tanaman memiliki 7–10 helai daun. Pelepah daun panjang, merupakan satu kesatuan yang membentuk batang semu. Bunga yang tersusun membulat dengan diameter 4–9 cm. Perhiasan bunga berupa tenda bunga dengan 6 tepala berbentuk bulat telur. Ada 6 buah stamen dengan panjang filamen 4–5 mm, bertumpu pada dasar perhiasan bunga. Ovarium superior, tersusun atas 3 ruangan.

Buah kecil berbentuk kapsul loculicidal.17,19

2.1.3 Kandungan Kimia Bawang Putih Tunggal

Bawang putih tunggal mengandung setidaknya 33 komponen sulfur, 17 asam amino, banyak mineral, vitamin, dan lipid. Tanaman bawang putih tunggal memiliki kandungan sulfur yang lebih tinggi dibanding tanaman famili Lilliceae lainnya.

Kandungan sulfur dalam bawang putih tunggal inilah yang bertanggung jawab atas berbagai macam manfaat terapeutik dan memberikan bau khas bawang putih.

(17)

Manfaat yang terkandung di dalam bawang putih yang bersifat antibakteri adalah alisin, flavonoid, saponin dan tanin. Efek farmakologi pada bawang putih tunggal berasal dari alisin dan turunannya yaitu Diallyl disulfide (DADS), Diallyl sulfide (DAS), Diallyl trisulfide (DTS) dan sulfur dioxide. Adapun kandungan kimia lain yang terdapat di dalam 100 gram bawang putih tunggal dapat dilihat pada tabel 1 yang ada di bawah ini18,19,20 :

Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi dalam tiap 100 gram bawang putih tunggal21 Komposisi gizi Bawang Putih

Tunggal

Komposisi gizi Bawang Putih Tunggal

Air 58,58 g Vitamin

Energi 149 kkal Vit. C 31,2 mg

Protein 6,36 g Tiamin 0,200 mg

Total lipid 0,50 g Riboflavin 0,110 mg

Karbohidrat 33,06 g Niacin 0,700 mg

Serat 2,1 g Vit. B6 1,235 mg

Total gula 1,00 Folat 3 µg

Mineral Vit. B12 0,00 µg

Kalsium 181 mg Vit. A, RAE 0 µg

Besi 1,70 mg Vit. A, IU 9 IU

Magnesium 25 mg Vit. E 0,08 mg

Fosfor 153 mg Vit. D (D2+D3) 0,0 µg

Potasium 401 mg Vit. D 0 IU

Sodium 17 mg Vit. K 1,7 µg

Zinc 1,16

2.1.4 Zat Antibakteri Bawang Putih Tunggal

Sifat antibakteri dari bawang putih tunggal telah cukup lama diketahui. Potensi bawang putih sebagai antibakteri telah banyak diteliti. Beberapa spesies bakteri yang pertumbuhannya dihambat ekstrak bawang putih yaitu Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, α & β-hemolytic streptococcus, Citrobacter freundii, Enterococuc cloacae, Enterobacter cloacae, Eschericia coli, Proteus vulgaris, Salmonella enteriditis, Citrobacter, Klebsiella pneumonia, Mycobacteria, Pseudomonas aeruginosa, Helicobacter pyiori, Lactobacillus odontyliticus.18

(18)

Seluruh bahan aktif yang terkandung di dalam bawang putih memiliki zat antibakteri. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam bawang putih tunggal adalah alisin, flavonoid, saponin dan tanin. Senyawa-senyawa aktif tersebut bekerja secara sinergis sebagai antibakteri dengan cara merusak dinding sel dan melisiskan sel bakteri, serta menghambat proteolitik. Alisin serta bahan turunannya yaitu Diallyl disulfide (DADS) dan Diallyl sulfide (DAS) dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara menghambat produksi RNA dan sintesis lipid.

Penghambatan ini menyebabkan asam amino dan protein tidak dapat diproduksi serta bilayer fosfolipid dari dinding sel tidak dapat terbentuk, sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada bakteri tidak akan terjadi.18

Senyawa alisin meningkatkan permeabilitas dinding bakteri yang menyebabkan gugus SH (sulfihidril dan disulfide) hancur pada asam amino sistin dan sistein. Gugus SH yang hancur menghambat sintesis enzim protease yang merusak membran sitoplasma dinding bakteri dan mengganggu metabolisme protein dan asam nukleat sehingga terjadi poliferasi pada bakteri. Flavonoid yang terkandung dalam bawang putih tunggal menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.10,14,18

Saponin dapat mengganggu proses pembentukan membran sel bakteri dengan membuat pemeabilitas sehingga pembelahan sel tidak terjadi. Saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari dalam sel.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan mengurangi kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel.10,14

Tanin merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat dalam bawang putih tunggal. Tanin dapat mengikat dinding sel bakteri, menghambat proses metabolisme dan aktivitas pembentukan protein dan bersifat toksik terhadap bakteri. Tanin

(19)

menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat.

Kerusakan dan peningkatan permeabilitas bakteri menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan menyebabkan kematian sel. Tanin dapat menghambat proteolitik yang berperan menguraikan protein menjadi asam amino sehingga akan mengganggu sel bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel dan tidak terjadi kolonisasi.10,14

2.1.5 Manfaat Bawang Putih Tunggal

Selain sebagai penyedap makanan, bawang putih tunggal memiliki manfaat yang sangat besar salah satunya dalam hal pengobatan. Secara empiris bawang putih tunggal dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bawang putih tunggal berpotensi sebagai antimikroba karena kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba sangat banyak, meliputi bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Potensi bawang putih sebagai antibakteri dan antijamur telah banyak diteliti. Beberapa spesies mikroba yang pertumbuhannya dihambat ekstrak bawang putih tunggal yaitu18 :

Tabel 2. Spesies mikroba yang pertumbuhannya dihambat ekstrak bawang putih tunggal18

Kelompok Spesies

Bakteri 1. Streptococcus mutans

2. Staphylococcus aureus

3. α & β-hemolytic streptococcus 4. Citrobacter freundii

5. Enterococuc cloacae 6. Enterobacter cloacae 7. Eschericia coli 8. Proteus vulgaris 9. Salmonella enteriditis 10. Citrobacter

10. Klebsiella pneumonia 11. Mycobacteria

12. Pseudomonas aeruginosa 13. Helicobacter pyiori

14. Lactobacillus odontyliticus

(20)

Daya antibakteri bawang putih tunggal lebih berpotensi terhadap bakteri gram positif seperti Streptococcus mutans dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Hal ini disebabkan bakteri gram negatif dapat memproduksi enzim yang memiliki kemampuan menonaktifkan fitokonstituen dan komponen bioaktif ekstrak bawang putih dan dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dibanding dinding sel bakteri gram positif sehingga mempersulit penetrasi agen anti-bakteri ke dalam dinding sel bakteri gram negatif. Bakteri gram positif pada bagian luar memiliki lapisan peptidoglikan yang kurang berperan sebagai pertahanan perrmeabilitas.18

Dalam penelitian efek hipotensif dari ekstrak bawang putih yang dilakukan oleh Foushee et al dengan dosis 2,4 g/individu/hari mampu menurunkan tekanan darah penderita hipertensi. Penurunan tekanan darah muncul 5–14 jam setelah perlakuan.

Ekstrak tersebut mengandung alisin 1,3%. Efek samping pada sukarelawan setelah perlakuan tidak ditemukan. Penelitian juga menunjukkan bahwa pemanfaatan bawang putih dalam bumbu masakan dapat menekan peluang terkena hipertensi. Rata-rata konsumsi bawang putih 134 gram per bulan dianjurkan untuk mencegah hipertensi.22

Ekstrak bawang putih tunggal juga memiliki potensi sebagai antidiabetes.

Mekanisme kerja alisin pada bawang putih tunggal sebagai antidiabetes bekerja melalui insulin di dalam plasma, yaitu dengan meningkatkan sekresi insulin dari sel

Jamur 16. Candida albicans

17. Cryptococcus neofarmans 18. Aspergillus niger

19. Fusarium oxysporium 20. Saccharomyces cereviseae 21. Geotrichum candidanum 22. Cladosporium wemeckii

Virus 23. Herpes simplex virus tipe 1

24. Herpes simplex virus tipe 2 25. Parainfluenza tipe 3 26. Vaccinia virus 27. Vessicular stomatitis 28. Human rhinovirus tipe 2

Protozoa 29. Trypanosoma brucei

30. Trypanosoma congolense 31. Trypanosoma vivax

(21)

beta pankreas. Alisin pada bawang putih tunggal menstimulasi sel beta pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin, dengan cara tersebut, glukosa di dalam darah akan masuk kedalam jaringan tubuh dengan adanya insulin yang diberikan dari stimulasi alisin bawang putih tersebut. Efek antidiabetes dari bawang putih tunggal menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dapat menjaga kadar glukosa dalam kadar normal. Bahkan ekstrak bawang putih dinyatakan dalam penelitian yang telah dilakukan lebih efektif dibandingkan dengan glibenklamid.19

2.2 Streptococcus mutans

Streptococcus mutans pertama kali diisolasi oleh peneliti J. Killian Clarke pada tahun 1924, merupakan flora normal yang diketahui sebagai bakteri penyebab utama terjadinya karies gigi. Bakteri ini dapat berubah menjadi patogen bila populasinya meningkat, sehingga kontrol terhadap pertumbuhannya sangat penting sebagai pencegah karies.23

Streptococcus mutans yang merupakan etiologi utama terjadi karies gigi ternyata bukan spesies tunggal tetapi memiliki beberapa grup. Nama-nama grup Streptococcus mutans terdiri dari enam spesies, delapan serotipe dan biotipe. Strain Streptococcus mutans (serotipe c, e) dan Streptococcus sobrinus (serotipe d, g) adalah spesies yang paling umum ditemukan pada manusia, dengan serotipe c strain yang paling sering diisolasi, diikuti oleh d dan e. Serotipe lain jarang ditemukan.24

Streptococcus mutans bersifat fakultatif anaerob karena tumbuh baik dalam suasana dengan oksigen maupun tanpa oksigen. Dalam keadaan anaerob bakteri ini memerlukan 5% CO2 dan 95% nitrogen serta memerlukan amonia sebagai sumber nitrogen agar dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim yaitu glikosiltranfirase dan fruktosiltransferase Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat, sukrosa, yang digunakan mensintesa glukan dan fruktan dengan berat molekul tinggi. Glukan mengikat reseptor-reseptor khusus pada permukaan Streptococcus mutans, reaksi ini terjadi pada saat bakteri ini dibiakkan pada media yang mengandung sukrosa. Bakteri Streptococcus mutans memanfaatkan sukrosa dari makanan untuk meningkatkan kolonisasi bakteri. Produksi

(22)

glukan dari sukrosa oleh enzim yang diproduksi oleh Streptococcus mutans adalah langkah penting dalam produksi karies.24

Streptococcus mutans bersifat asidogenik, yaitu berpotensi menghasilkan asam dan bersifat asidurik, yaitu mampu tinggal pada lingkungan asam. Dalam periode jam pertumbuhan pada medain air kaldu, pH terminal Streptococcus mutans adalah 3,4.

Streptococcus mutans mampu memproduksi polisakarida ekstrasel yang memfasilitasi perlekatannya ke permukaan gigi agar bisa menempel pada komponen yang terdapat pada permukaan gigi. Interaksi tersebut menyebabkan penurunan pH dan mempercepat terjadinya demineralisasi serta memungkinkan terjadinya karies.3,24

2.2.1 Klasifikasi Streptococcus mutans

Taksonomi Streptococcus mutans menurut Bergey dalam Capuccino (1998) :3 Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes Class : Bacilli

Order : Lactobacilalles Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus mutans

Gambar 2. (A) Streptococcus mutans dilihat secara mikroskopis1 (B) Streptococcus mutans dilihat secara SEM3

A B

(23)

2.2.2 Morfologi Streptococcus mutans

Secara mikroskopis, Streptococcus mutans berbentuk bulat dan oval, kokus gram positif, koloni menunjukkan gambaran yang berpasangan, tidak bergerak, tidak membentuk spora, bakteri anaerob fakultatif, nonhemofilik asidogenik, dan dapat memproduksi polisakarida ekstraseluler dan intraseluler. Bakteri Streptococcus mutans terdiri 3 serotipe yaitu serotipe c, e, dan f. Pada gambaran mikroskopis, Streptococcus mutans kadang-kadang berpasangan dengan rantai pendek atau rantai sedang dan tidak berkapsul. Pada kondisi lingkungan asam, bakteri ini dapat berbentuk batang pendek dengan panjang 1,5-3,0 µm, pada media blood agar bakteri ini bentuk coccus susunannya rantai pendek, sedangkan pada media glukosa bouillon rantai panjang.3

Streptococcus mutans tidak termasuk bakteri yang didapat sejak lahir, melainkan bakteri yang didapat sesuai perkembangan manusia seperti pada coccus gram positif lainnya. Streptococcus mutans terdiri dari dinding sel dan membran protoplasma. Struktur dinding sel bakteri ini terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang tebal dan kaku (20-80 µm) sehingga membedakannya dari dinding sel bakteri gram negatif. Matriks dinding sel terdiri atas peptidoglikan rantai silang yang mempunyai komposisi gula amini N-asetil, asam N-asetilnuramik, dan beberapa peptida.3

2.2.3 Sifat-sifat Streptococcus mutans

Streptococcus mutans mempunyai sifat-sifat tertentu yang berperan penting dalam proses karies gigi, yaitu : (1) Streptococcus mutans fermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan pH. (2) Streptococcus mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraselular dari berbagai jenis karbohidrat, yang selanjutnya dapat dipecahkan kembali oleh bakteri tersebut sehingga dengan demikian akan menghasilkan asam terus-menerus. (3) Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) Streptococcus mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi.3

(24)

2.2.4 Patogenitas Streptococcus mutans

Salah satu penyakit yang diakibatkan oleh bakteri Streptococcus mutans yaitu karies gigi. Karies gigi merupakan suatu keadaan dimana adanya kerusakan pada struktur jaringan pembentuk gigi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri karena ketidakseimbangan ekologi rongga mulut antara mineral gigi dan mikrobial biofilm.

Proses karies gigi diawali dengan sisa makanan yang menempel pada permukaan enamel dan berakumulasi membentuk plak, yaitu media pertumbuhan yang menguntungkan bagi mikroorganisme. Terdapat berbagai macam mikroorganisme yang berperan salah satunya Streptococcus mutans. Streptococcus mutans yang berkolonisasi akan menyebabkan terbentuknya plak pada lapisan enamel gigi dan akan menyebabkan derajat keasaman rongga mulut semakin menurun sehingga menyebabkan pH menjadi asam.5,25,26

Streptococcus mutans yang melekat pada permukaan tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Bila proses demineralisasi ini terus berulang dengan cepat dan tidak seimbang dengan remineralisasi maka dapat terjadi karies. Proses demineralisasi dan remineralisasi terus-menerus terjadi pada kebanyakan orang. Sejalan dengan waktu, lesi karies gigi akan berkembang jika biofilm mulut dibiarkan menjadi matang dan bertahan pada gigi dalam waktu yang lama. Jika kavitas dibiarkan terus berkembang, daerah tersebut menjadi habitat sehingga organisme dalam biofilm berangsur-angsur beradaptasi dengan penurunan pH. Lubang gigi merupakan tempat perlindungan bagi biofilm dan selama pasien tidak membersihkan daerah ini, proses karies akan terus berjalan.5,26

2.3 Metode Uji Sensitivitas Antibakteri

Pada uji sensitivitas antibakteri ini dapat dilakukan dengan metode difusi (diffution test).Metode difusi merupakan metode untuk menentukan zona hambat dari bahan antibakteri. Metode difusi dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone), yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri, oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.27

(25)

2.4 Landasan Teori

Tanaman bawang putih tunggal (Allium sativum) adalah tanaman yang berfungsi sebagai antibakteri. Seluruh bahan aktif yang terkandung di dalam bawang putih memiliki zat antibakteri. Kandungan senyawa aktif yang terkandung di dalam bawang putih tunggal adalah alisin, flavonoid, saponin dan tanin. Senyawa-senyawa aktif tersebut bekerja secara sinergis dengan cara merusak dinding sel dan melisiskan sel bakteri, serta menghambat proteolitik. Alisin serta bahan turunannya yaitu Diallyl disulfide (DADS) dan Diallyl sulfide (DAS) dapat menghambat bakteri gram positif dan gram negatif dengan cara menghambat produksi RNA dan sintesis lipid.

Penghambatan ini menyebabkan asam amino dan protein tidak dapat diproduksi serta bilayer fosfolipid dari dinding sel tidak dapat terbentuk, sehingga pertumbuhan dan perkembangan pada bakteri tidak akan terjadi.

Senyawa alisin meningkatkan permeabilitas dinding bakteri yang menyebabkan gugus SH (sulfihidril dan disulfide) hancur pada asam amino sistin dan sistein. Gugus SH yang hancur menghambat sintesis enzim protease yang merusak membran sitoplasma dinding bakteri dan mengganggu metabolisme protein dan asam nukleat sehingga terjadi poliferasi pada bakteri. Flavonoid yang terkandung dalam bawang putih tunggal menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.

Saponin dapat mengganggu proses pembentukan membran sel bakteri dengan membuat pemeabilitas sehingga pembelahan sel tidak terjadi. Saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan kebocoran protein dan enzim dari dalam sel.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan mengurangi kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel.

Tanin merupakan senyawa turunan fenol yang terdapat dalam bawang putih

(26)

tunggal dapat mengikat dinding sel bakteri, menghambat proses metabolisme dan aktivitas pembentukan protein dan bersifat toksik terhadap bakteri. Tanin menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengadakan denaturasi protein dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga permeabilitas bakteri meningkat. Kerusakan dan peningkatan permeabilitas bakteri menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan menyebabkan kematian sel sehingga tidak terjadi kolonisasi.

Streptococcus mutans adalah bakteri rongga mulut yang berbentuk bulat dan oval, kokus gram positif, tidak bergerak, tidak membentuk, spora dan fakultatif anaerob. Streptococcus mutans bersifat asidogenik, yaitu berpotensi menghasilkan asam dan bersifat asidurik, yaitu mampu tinggal pada lingkungan asam. Bakteri Streptococcus mutans adalah bakteri penyebab karies gigi karena mampu memproduksi polisakarida ekstrasel yang memfasilitasi perlekatannya ke permukaan gigi agar bisa menempel pada permukaan gigi dan interaksi tersebut menyebabkan penurunan pH yang mempercepat terjadinya demineralisasi dan memungkinkan terjadi karies.

(27)

2.5 Kerangka Teori

Bawang Putih Tunggal

Lisis

Streptococcus mutans Alisin

Menghambat sintesis RNA dan

sintesis lipid sehingga dinding

sel tidak dapat terbentuk dan

mengganggu metabolisme protein dan asam

Flavonoid Menyebabkan

terjadinya kerusakan permeabilitas

dinding sel bakteri, mikrosom, dan

lisosom

Antibakteri

Saponin Mengganggu

proses pembentukan

membran sel bakteri dengan

membuat pemeabilitas

sehingga pembelahan sel

tidak terjadi

Tanin Menghambat

proteolitik sehingga akan mengganggu sel

bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel dan

tidak terjadi kolonisasi

(28)

18

2.6 Kerangka Konsep

Streptococcus mutans - Waktu panen

- Ketebalan lapisan bawang putih tunggal

- Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal tanaman

80%

40%

20%

Ekstrak Bawang Putih Tunggal

Efektivitas Bawang Putih Tunggal

Zona Hambat 60%

(29)

19

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian post-test only control group design.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Pembuatan ekstrak bawang putih tunggal dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU. Pengambilan sampel bakteri, penanaman, pengujian sampel, dan penghitungan koloni dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang diperlukan kurang lebih 2 bulan, yaitu bulan November 2020 sampai Desember 2020. Kegiatannya berupa pengumpulan referensi, menjajaki bakteri yang tersedia di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU dari produk biakan murni ATCC® 21752TM dari Microbiologics USA dengan perantara PT.

Multi Redjeki Jakarta. Kemudian membuat proposal, pembuatan ekstrak, penelitian, dan ujian hasil penelitian.

3.3 Sampel dan Besar Sampel 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan adalah isolat Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

3.3.2 Besar Sampel

Dalam menghitung besar sampel penelitian eksperimental digunakan rumus

(30)

Federer. Rumus besar sampel Federer:

Keterangan:

t = jumlah perlakuan r = jumlah pengulangan

Pada penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan yaitu:

1. Kelompok 1 : Ekstrak Bawang Putih Tunggal 20%

2. Kelompok 2 : Ekstrak Bawang Putih Tunggal 40%

3. Kelompok 3 : Ekstrak Bawang Putih Tunggal 60%

4. Kelompok 4 : Ekstrak Bawang Putih Tunggal 80%

5. Kelompok 5 : Amoksisilin sebagai Kontrol Positif 6. Kelompok 6 : DMSO sebagai Kontrol Negatif

Jadi, jumlah perlakuan (t) = 6, maka (t-1)(r-1) ≥ 15 (6-1)(r-1) ≥ 15

(r-1) ≥ 3 r ≥ 4

Jumlah pengulangan yang diperlukan adalah 4. Terdapat 4 kali pengulangan pada tiap konsentrasi ekstrak dengan bakteri sampel biakan Streptococcus mutans ATCC® 21752™, agar tidak terjadi bias dan dengan jumlah sampel sebanyak 24 sampel.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Bawang putih tunggal yang masih segar (t-1) (r-1) ≥ 15

(31)

3.4.2 Kriteria Eksklusi

1. Bawang putih tunggal yang sudah tua 3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

1. Ekstrak bawang putih tunggal dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%.

3.5.2 Variabel Terikat

1. Zona hambat ekstrak bawang putih tunggal terhadap Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

3.5.3 Variabel Terkendali

1. Media pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC® 21752™ yaitu Mueller Hinton Agar (MHA)

2. Suhu inkubasi untuk menumbuhkan Streptococcus mutans ATCC® 21752™

yaitu 37°C

3. Waktu pengkulturan yaitu 24 jam.

4. Penggunaan alat, bahan media yang steril.

5. Waktu pengamatan setelah 24 jam.

6. Lamanya penyimpanan ekstrak bawang putih tunggal.

7. Keterampilan operator dalam pelaksanaan penelitian.

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Jangka waktu panen bawang putih tunggal 2. Ketebalan lapisan bawang putih tunggal

3. Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal tanaman

(32)

Variabel Tidak Terkendali : 1. Jangka waktu panen

bawang putih tunggal 2. Ketebalan lapisan bawang

putih tunggal

3. Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal tanaman

Variabel Terkendali :

1. Media pertumbuhan Streptococcus mutans ATCC® 21752™ yaitu Mueller Hinton Agar (MHA).

2. Suhu inkubasi untuk menumbuhkan Streptococcus mutans ATCC® 21752™ yaitu 37°C.

3. Waktu pengkulturan yaitu 24 jam.

4. Penggunaan alat, bahan media yang steril.

5. Waktu pengamatan setelah 24 jam.

6. Lamanya penyimpanan ekstrak bawang putih tunggal.

7. Keterampilan operator dalam pelakasanaan penelitian.

Variabel Terikat :

Zona hambat ekstrak bawang putih tunggal terhadap Streptococcus mutans ATCC® 21752™

Variabel Bebas :

Ekstrak bawang putih tunggal dengan konsentrasi 20%; 40%;

60%; dan 80%

(33)

3.6 Definisi Operasional Penelitian

1. Streptococcus mutans ATCC® 21752™ merupakan bakteri gram positif yang bersifat fakultatif anaerob berbentuk bulat tersusun seperti rantai yang didapat dari PT. Multi Redjeki Jakarta

2. Ekstrak bawang putih tunggal adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektrasikan zat aktif dari bawang putih tunggal menggunakan etanol 96%

3. Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dengan cara merendam simplisia kedalam zat pelarut etanol 96%. Hasil maserasi diuapkan sampai menjadi ekstrak kental. Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam wadah tertutup.

4. Mueller Hinton Agar (MHA) adalah media yang digunakan untuk melakukan uji sensitifitas terhadap antibakteri Streptococcus mutans.

5. Zona Hambat adalah zona bersih yang dihasilkan ekstrak bawang putih tunggal yang didapat oleh bakteri Streptococcus mutans.

6. Amoksisilin adalah suatu antimikroba yang dapat membunuh bakteri Streptococcus mutans.

7. Dimethyl sulfoxide (DMSO) merupakan suatu bahan yang digunakan sebagai pelarut bahan organik maupun anorganik dan tidak bersifat bakterisidal.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian 3.7.1 Alat-alat Penelitian 1. Masker dan sarung tangan 2. Timbangan

3. Kertas perkamen 2 kajang 4. Kertas saring 1 kajang 5. Kapas 100 gram 1 roll 6. Pot plastic, vortex 7. Erlenmeyer, inkubator 8. Rotary vacuum evaporator 9. Cawan petri dan infus set 10. Pipet mikro, ose dan spritus

(34)

3.7.2 Bahan-bahan Penelitian 1. Bawang putih tunggal 1000 gram 2. Etanol 96% sebanyak 3 liter 3. Media Mueller Hinton Agar

4. Streptococcus mutans ATCC® 21752™

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal

1. Bawang putih tunggal diseleksi dan ditimbang kemudian dikupas kulitnya dan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan serta ditimbang sebanyak 1000 gram.

2. Bawang putih tunggal dikeringkan selama 4 hari dalam oven pada suhu 40oC 3. Kemudian bawang putih tunggal yang sudah kering dihaluskan dengan blender sehingga didapatkan serbuk kering.

4. Kemudian dimaserasi menggunakan etanol 96% dengan ratio 1:10 maka 200gr : 2L dan diaduk sekali sekali sampai 6 jam, lalu ditunggu sampai 24 jam

5. Hasil maserasi difiltrasi dengan dua kali menggunakan kertas saring

6. Lalu, filtratnya diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator dan didapatkan ekstrak pekat.

7. Ekstrak dimasukkan dalam botol kaca dan disimpan dalam kulkas.

8. Pengenceran ekstrak kental bawang putih tunggal dengan DMSO agar diperoleh ekstrak dengan berbagai konsentrasi yaitu 20%, 40%, 60%, dan 80%.

3.8.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

1. Masukan MHA sebanyak 3,8 gr dilarutkan dalam 1000 mL aquadest.

2. Kemudian panaskan diatas hotplate dan diaduk menggunakan stirrer sampai larut dan mendidih.

3. Media disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit sampai pada tekanan udara 2 atm dan suhu 121°C.

4. Kemudian, tuangkan media ke cawan petri hingga larutan tersebut menjadi

(35)

padat.

5. Media dapat digunakan langsung pada saat akan diinokulasi.

3.8.3 Pengujian Ekstrak Bawang Putih Tunggal pada Streptococcus mutans ATCC® 21752™

1. Untuk mendapatkan konsentrasi masing-masing ekstrak bawang putih tunggal sebanyak 20%, 40%, 60%, dan 80% masing-masing dilarutkan dalam DMSO.

2. Sediakan 24 kertas cakram steril dan celupkan dengan ekstrak bawang putih tunggal dengan konsentrasi masing-masing 20%, 40%, 60%, dan 80% sedangkan kontrol positif dengan mencelupkan amoksisilin dan kontrol negatif dengan mencelupkan DMSO.

3. Kertas cakram yang telah dicelupkan ekstrak bawang putih tunggal konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% diletakkan pada media MHA di cawan petri menggunakan pinset dengan cara menekankan sedikit ke media MHA. Kemudian, 1 cawan petri digunakan untuk melihat kontrol positif dan kontrol negatif. Inkubasi pada temperatur 37° selama 24 jam. Setelah 24 jam dapat diamati hasil kultur.

4. Amati zona hambat yang terjadi di sekitar disk kemudian dilakukan pengukuran diameter zona bening menggunakan kaliper digital (0,01 mm).

5. Zona hambat yang terbentuk diukur sebanyak dua kali yaitu pengukuran secara diameter vertikal dan diameter horizontal kemudian hasilnya ditambahkan dan dibagi dua. Catat hasilnya.

(36)

3.9 Alur Penelitian

Populasi Sampel

Sediaan murni Streptococcus mutans (AATC® 21752TM)

Persiapan Penelitian

Pembuatan Ekstrak Bawang Putih

Tunggal

Pengukuran Zona Hambat Streptococcus mutans

(AATC® 21752TM)

Sampel Penelitian Pengenceran Ekstrak Bawang

Putih Tunggal 20%, 40%, 60%,

dan 80%

Pencatatan Hasil Pemeriksaan

Analisis Data

(37)

3.10 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini diproses dan diolah secara komputerisasi menggunakan software SPSS v.17.0 Tahun 2007. Adapun uji statistik yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan nilai zona hambat dari pengulangan empat kali dengan Uji Deskriptif yaitu mean dan standar deviasi. Untuk melihat perbedaan efek antibakteri dari kelompok konsentrasi 20%; 40%; 60%; 80%; amoksisilin dan DMSO menggunakan Uji one way ANOVA. Adapun untuk melihat perbedaan efek antibakteri antara kelompok 20%; 40%; 60%; 80%; amoksisilin dan DMSO menggunakan Uji Post Hoc (LSD).

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Rerata diameter zona hambat

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™ dilakukan untuk menentukan diameter zona hambat.Rerata diameter zona hambat antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™ selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rata-rata diameter zon hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752TM

No Kelompok Diameter Zona Bening (mm)

P1 P2 P3 P4 Rata-rata SD

1 Ekstrak 20% 6,9 7,1 6,8 7,0 6,95 0,13

2 Ekstrak 40% 7,5 7,8 7,4 7,6 7,57 0,17

3 Ekstrak 60% 8,6 8,5 8,8 8,5 8,60 0,14

4 Ekstrak 80% 11,1 10,9 11,3 11,2 11,12 0,17 5 Kontrol + 17,6 17,4 17,7 17,6 17,57 0,13

6 Kontrol - 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0 0,00

Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata diameter zona hambat dari ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% adalah 6,95±0,13 mm; 7,57±0,17 mm; 8,60±0,14 mm; dan 11,12±0,17 mm. Pada penelitian ini, kontrol positif yang digunakan adalah amoksisilin, dan kontrol negatif adalah DMSO. Tabel 3 di atas juga terlihat rata-rata diameter zona hambat kontrol positif adalah 17,57±0,13 mm, dan kontrol negatif

(39)

6,00±0,00 mm. Adanya diameter zona hambat pada kelompok perlakuan tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

4.2 Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%, kontrol positif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™

Data dari nilai hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™, kemudian dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk. Dari hasil pengujian normalitas yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal, sehingga dapat dilanjutkan menggunakan uji statistik oneway Anova (Tabel 4).

Tabel 4. Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%, kontrol positif dan kontrol

negatif terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™

No Kelompok n Rata-rata ± SD p value

1 Ekstrak 20% 4 6,95±0,13 mm

0,000

2 Ekstrak 40% 4 7,57±0,17 mm

3 Ekstrak 60% 4 8,60±0,14 mm

4 Ekstrak 80% 4 11,12±0,17 mm

5 Kontrol + 4 17,57±0,13 mm

6. Kontrol - 4 6,00±0,00 mm

Hasil uji oneway Anova diperoleh nilai p = 0,000. Dikarenakan nilai p < 0,05 maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata diameter zona hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% dan kontrol positif terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC®

(40)

Setelah uji statistik one way ANOVA, kemudian dilakukan uji posthoc test LSD untuk melihat perbedaan efek antibakteri antar 2 kelompok perlakuan (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil Uji Posthoc Test LSD

Kelompok 20% 40% 60% 80% Kontrol +

20%

40%

60%

80%

Kontrol+

- 0,00 0,00 0,00 0,00

0,00 - 0,00 0,00 0,00

0,00 0,00

- 0,00 0,00

0,00 0,00 0,00

- 0,00

0,00 0,00 0,00 0,00

-

Hasil uji posthoc test LSD menunjukkan seluruh kelompok perlakuan yaitu kelompok ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% dan kontrol positif diperoleh nilai p<0,05 berarti terdapat perbedaan yang bermakna yaitu kelompok ekstrak 20% dengan kelompok ekstrak 40% (p=0,00), kelompok ekstrak 20% dengan kelompok ekstrak 60% (p=0,00), kelompok ekstrak 20% dengan kelompok ekstrak 80% (p=0,00), kelompok ekstrak 20% dengan kontnrol + (p=0,00), kelompok ekstrak 40% dengan kelompok ekstrak 60% (p=0,00), kelompok ekstrak 40% dengan kelompok ekstrak 80% (p=0,00), kelompok ekstrak 40% dengan kontrol + (p=0,00), kelompok ekstrak 60% dengan kelompok ekstrak 80% (p=0,00), kelompok ekstrak 60% dengan kontrol + (p=0,00), dan kelompok ekstrak 80% dengan kontrol + (p=0,00).

(41)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Rerata diameter zona hambat

Pengukuran efek antibakteri dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu disk diffusion method (difusi) dan conventional dilution method (dilusi).

Penelitian ini menggunakan metode difusi disk. Zona hambat yang terbentuk merupakan zona bening yang terlihat di sekitar paper disk. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong. Sebelum pengujian efek antibakteri, terlebih dahulu dilakukan pengenceran pada ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) dengan pelarut DMSO sehingga diperoleh empat konsentrasi bahan uji yaitu konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%. Kontrol positif dan kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah amoksisilin dan DMSO. Pada setiap konsentrasi bahan uji dilakukan replikasi sebanyak 4 kali agar diperoleh hasil yang lebih baik.

Pengobatan tradisional telah banyak digunakan oleh masyarakat saat ini. Salah satu tumbuhan alami yang mulai dikembangkan di bidang Kedokteran Gigi sebagai bahan antibakteri adalah bawang putih (Allium sativum).28,29 Pada penelitian menggunakan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) sebagai bahan uji penelitian. Pengujian efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) bertujuan untuk memperoleh diameter zona hambat. Diameter zona hambat dilihat dari zona bening yang terbentuk di sekitar cakram disk yang telah dikontaminasi oleh bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™. Perhitungan diameter zona hambat dilakukan setelah diinkubasi selama 24 jam.

Keefektifan aktivitas antibakteri dapat dilihat dari zona hambat yang terbentuk.30 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata diameter zona hambat dari ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% adalah 6,95±0,13 mm; 7,57±0,17 mm; 8,60±0,14 mm; dan 11,12±0,17 mm. Rerata diameter zona hambat untuk kontrol positif adalah 17,57±0,13 mm, dan kontrol negatif 6,00±0,00 mm. Konsentrasi 80% merupakan konsentrasi

(42)

mendekati diameter zona hambat kontrol +. Semakin besar konsentrasi ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum), maka semakin kuat daya hambatnya terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752.

Penelitian Andayani dkk (2013) menyatakan bahwa diameter zona hambat ekstrak bawang putih tunggal dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 100%, 80%, 60%, 40% dengan rata- rata diameter zona hambat dari masing-masing konsentrasi adalah 21,4 mm, 18,6 mm, 14,8 mm, dan 11,6 mm. Namun, konsentrasi 20% tidak menghasilkan zona hambat. Dari hasil ini terlihat bahwa ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) tidak hanya memiliki zona hambat pada bakteri, namun ekstrak ini juga memiliki hambatan pada jamur.31

Davis dan Stout menjelaskan bahwa klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri yang dilihat berdasarkan diameter zona bening terdiri atas 4 kelompok yaitu respon lemah (diameter ≤5 mm), sedang (diameter 5-10 mm), kuat (diameter 10-20 mm), dan sangat kuat (diameter ≥20 mm).30 Berdasarkan klasifikasi tersebut didapatkan hasil bahwa pada kelompok ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) konsentrasi 80% memberikan daya hambat yang kuat, sedangkan kosentrasi lainnya dari ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) yaitu konsentrasi 60%, 40% dan 20% memberikan daya hambat yang sedang.

Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum L.) ini berspektrum luas, efektif terhadap bakteri gram positif (+) maupun gram negatif (-).31 Efektivitas antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi zat tersebut. Peningkatan nilai konsentrasi ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) berbanding lurus dengan besarnya zona hambat yang terbentuk. Artinya semakin meningkat konsentrasi ekstrak maka semakin besar pula zona hambat yang terbentuk.32

Semakin rendah konsentrasi ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum), maka semakin lemah daya hambatnya terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752. Hal ini disebabkan zat aktif yang terkandung dalam bawang putih tunggal tersebut menjadi lebih sedikit sehingga zona hambatan yang dihasilkan semakin kecil.

Selain itu ukuran diameter zona hambat yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor-faktor

(43)

seperti kekeruhan suspensi bakteri, waktu peresapan, suspensi bakteri ke dalam media MHA, suhu inkubasi, waktu inkubasi, ketebalan media dan komposisi media.33

5.2 Perbedaan efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80%, kontrol positif terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™

Berdasarkan hasil uji oneway Anova diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti bahwa ada perbedaan rata-rata diameter zona hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% dan kontrol positif terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™. Didukung dengan hasil posthoc test LSD. Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa ada efek antibakteri ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi 20%, 40%, 60% dan 80% terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752. Sejalan dengan hasil penelitian Sutiyono dkk terlihat bahwa ekstrak bawang putih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans penyebab gingivitis dengan konsentrasi 50% sebesar 11,50 mm.34

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Borhan-Mojabi et al yang melakukan penelitian dengan membandingkan konsentrasi ekstrak bawang putih dalam mengurangi bakteri pada saliva mulut. Penelitian Borhan-Mojabi et al menunjukkan hasil bahwa konsentrasi 40% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Stresptococcus mutans. Namun, metode pembuatan pengujian antibakteri pada penelitian Borhan-Mojabi et al berbeda dengan penelitian ini. Pengujian efek antibakteri pada penelitian Borhan-Mojabi et al menggunakan metode dilusi, sedangkan penelitian ini menggunakan metode difusi.35

Terbentuknya zona hambat pada bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752 yang diujikan disebabkan adanya zat-zat tertentu dalam ekstrak bawang putih tunggal tersebut yang bersifat antibakteri. Kemampuan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) sebagai antibakteri berasal dari senyawa kimia yang terkandung didalamnya.

Ekstrak air bawang putih mengandung senyawa-senyawa aktif sebagai antibakteri seperti allisin, saponin, flavonoid, dan tanin.33,36

(44)

Allisin merupakan derivat dari kandungan sulfur diduga dapat merusak dinding sel dan menghambat sintesis protein. Saponin dan flavonoid yang terkandung dalam bawang putih (Allium sativum L.) juga dapat merusak membran sel bakteri. Selain itu, tanin dapat menghambat proteolitik yang berperan menguraikan protein menjadi asam amino sehingga akan mengganggu sel bakteri dalam penyerapan protein oleh cairan sel dan tidak terjadi kolonisasi.29 Senyawa-senyawa aktif tersebut bekerja secara sinergis sebagai antibakteri dengan cara merusak dinding sel dan melisiskan sel bakteri, serta menghambat proteolitik.10

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa zona hambat ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) terhadap bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™ adalah 6,95±0,13 mm;

7,57±0,17 mm; 8,60±0,14 mm; dan 11,12±0,17 mm. Konsentrasi 80% merupakan konsentrasi paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ATCC® 21752™.

6.2 Saran

1. Diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) dengan variasi konsentrasi dan metode uji lain dalam menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans.

2. Disarankan peneliti selanjutnya agar menggunakan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum) pada konsentrasi (20%, 40%, 60%, dan 80%) dalam menghambat pertumbuhan bakteri oral lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Alternatif pilihan jawaban pada skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi empat pilihan jawaban yaitu Alternatif pilihan jawaban

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Pemenang Nomor : 800/10/PBJ-L3/PC/05/XI/2011 tanggal 02 November 2011 perihal Penetapan Pemenang Pekerjaan Pengadaan Container pada Dinas

Hasil penelitian menunjukan perlakuan salinitas dan suhu memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan panjang dan lebar kapsul serta panjang

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ Pengaruh Suplementasi Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var. Rubrum) Terhadap Karakteristik Fisik

The scope of the study is limited to the group investigation method in mastering English vocabulary and business letter. The subject of the

Kesadaran akan merek bukan hanya suatu daya ingat, namun juga merupakan proses pembelajaran bagi konsumen terhadap suatu merek yang pada akhirnya daya ingat tersebut dapat

Hasil temuan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: (1) Konsep asam-basa memenuhi semua karakteristik konsep yang dapat dimasukkan ke dalam permainan

media sosial ditinjau dari perspektif hukum positif Indonesia dan hukum Islam, maka penulis menelaah kembali penelitian-penelitian yang relevan terkait dengan penelitian