• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II-1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Perkerasan Jalan

2.1.1 Pengertian Perkerasan Jalan

Menurut Aly (2007:12) perkerasan jalan adalah lapisan atas badan jalan yang menggunakan bahan khusus yang secara konstruktif lebih baik dari dari pada bahan jalan.

Menurut Hardiatmo (2011:01) perkerasan merupakan struktur yang diletakkan pada tanah dasar, yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah dasar yang berada dibawahnya.

Menurut Saodang (2005:01) perkerasan jalan adalah bagian dari jalr lalu lintas, yang bila kita perhatikan secara strukturil pada penampang melintang jalan, merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan jalan.

Berdasarkan pernyataan diatas,maka dapat diambil kesimpulan perkerasan jalan adalah lapisan atas jalan dengan bahan khusus sebagai pemisah antara roda kendaraan dengan tanah dasar.

2.1.2 Fungsi Perkerasan

Menurut Hardiatmo (2011:03) fungsi utama perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area permukaan tanah dasar yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dan perkerasan, sehingga mereduksi tengangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar, yaitu pada tekanan dimana tanah dasar tidak mengalami deformasi berlebihan selama masa pelayanan perkerasan. Secara umum fungsi perkerasan jalan, adalah:

(2)

II-2 a. Untuk memberikan struktur yang kuat dalam mendukung beban lalu lintas. b. Untuk memberikan permukaan rata bagi pengendara.

c. Untuk memberikan kekesatan atau tahanan gelincir (skid resistance) di permukaan perkerasan.

d. Untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan cuaca.

Menurut Suprapto (2004:02) fungsi lapisan permukaan dapat meliputi:

a. Struktural

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertical maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk ini persyartan yang dituntu ialah kuat kokoh dan stabil.

b. Non struktural

Lapisan kedap air, mencegah masuknya air kedalam lapisan kerkerasan yang ada di bawahnya.

Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid resistance) yang cukup, untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas.

Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.

Berdasarkan pernyataan diatas,maka dapat diambil kesimpulan fungsi perkerasaan dibagi menjadi dua yaitu struktural dan non struktural, yang memiliki fungsi utama menyebarkan beban rota ke permukaan tanah dasar sehingga mereduksi tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar.

(3)

II-3 2.1.3 Tipe – Tipe Perkerasan

Menurut Hardiatmo (2011:12) pertimbangan tipe perkerasan yang dipilih terkait dengan dana pembangunan yang tersedia, biaya pemeliharaan, volume lalu lintas yang dilayani, serta kecepatan pembangunan agar lalu lintas tidak terlalu lama terganggu oleh pelaksanaan proyek. Tipe – tipe perkerasan yang banyak digunakan adalah:

a. Perkerasan lentur (flexible pavement) atau perkerasan aspal (asphalt pavement), umumnya terdiri dari lapisan permukaan aspal yang berada di atas lapisan pondasi dan lapis pondasi bawah granuler yang dihamparkan di atas tanah dasar. b. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton (concrete pavement)

banyak digunakan untuk jalan – jalan utama dan bandara. Jika perkerasan lentur terdiri dari beberapa komponen pokok seperti lapis permukaan, lapis pondasi atau dan lapis pondasi bawah. Perkerasan kaku terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan pelat beton semen Portland, dengan atau tanpa tulangan. Pada permukaan perkerasan beton, kadang- kadang ditambahkan lapisan aspal. Perkerasan beton cocok digunakan pada jalan raya yang melayani lalu lintas tinggi/berat, berkecepatan tinggi.

c. Perkerasan Komposit adalah perkerasan gabungan antara perkerasan beton sement Portland dan perkerasan aspal. Perkerasan terdiri dari lapis aspal, yang berada di atas perkerasan beton semen Portland atau lapis pondasi yang dirawat. d. Jalan Tak Diperkeras (unpaven road) adalah jalan dengan perkerasan sederhana,

yaitu permukaan jalan hanya berupa lapisan granular (kerikil) yang dihamparkan di atas tanah dasar. Jalan yang tak diperkeras kadang – kadang berupa jalan yang terdiri dari tanah dasar (asli atau modifikasi)yang dipadatkan.

Dari pernyataan di atas, maka dapat diambil kesimpulan ada empat tipe perkerasan jalan yang umum dikerjalan yaitu: perkerasan lentur (flexible pavement),

(4)

II-4 perkerasan kaku (rigid pavement), perkerasan komposit, dan perkerasan tak diperkeras (unpaved road).

2.2. Perkerasan Kaku

2.2.1 Pengertian Perkerasan kaku

Menurut Mundjanarko (2009:181) perkerasan kaku adalah struktur yang terdiri dari plat beton semen yang tersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapisan pondasi bawah (sub base), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis permukaan.

Menurut Suryawan (2013:01) perkersan jalan beton semen Portland atau lebih sering disebut rigid pavement terdiri dari plat beton semen Portland dan lapisan pondasi (bias juga tidak ada) di atas tanah dasar.

Menurut Hardiatmo (2011:232) perkerasan beton atau perkerasan kaku (rigid pavement) terdiri dari pelat beton semen Portland yang terletak langsung di atas tanah dasar, atau diatas lapisan material granular (subbase) yang berada diatas tanah dasar (subgrade).

Dari pernyataan di atas, maka diambil kesimpulan perkersan kaku adalah struktur jalan raya yang terdiri dari dua bagian, plat beton dengan menggunakan tulangan atau tanpa tulangan dan lapisan pondasi.

(5)

II-5 2.2.2 Tipe – Tipe Perkerasan Kaku

Menurut Suryawan (2013:04) lapis perkerasan beton dapat diklarifikasikan atas 2 tipe sebagai berikut:

a. Perkarasan beton dengan tulangan dowel dan tie bar. Jika diperlukan untuk kendali retak dapat digunkan wire mesh, penggunaannya independen terhadap adanya tulangan dowel.

b. Perkersan beton bertulang menerus terdiri dari prosentase besi yang relative cukup banyak dan tidak ada siar kecuali untuk keperluan pelaksanaan konstruksi dan beberapa siar muai.

Menurut Hardiatmo (2011:242) perkerasan kaku dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu perkerasan beton dengan sambungan dan tanpa sambungan. Adapun yang disebut perkersan beton konvensional (conventionalconcrete pavement) adalah:

a. Perkerasan beton tak bertulang bersambungan (jointed plain concrete pavement, JPCP).

Sumber: Hardiatmo (2011)

(6)

II-6 b. Perkerasan beton bertulang bersambung (jointed reinforced concrete pavement,

JRCP).

c. Perkerasan beton bertulang kontinyu (continuous reinforced concrete pavement, CRCP).

Dari pernyataan di atas, maka diambil kesimpulan tipe – tipe perkerasan kaku terdiri dari dua jenis yaitu: perkerasan kaku dengan sambungan dan perkerasan kaku tanpa sambungan.

Sumber: Hardiatmo (2011)

Gambar 2.2 Perkerasan beton bertulang bersambungan (JRCP)

Sumber: Hardiatmo (2011)

(7)

II-7 2.2.3 Perbedaan Perkerasan Kaku dan Lentur

Menurut Mudjanarko (2009:182) terdapat beberapa perbedaan yang mendasar antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.

Table 2.1Kelebihan dan Kekurangan perkerasan kaku dan perkerasan lentur

Beton Semen Aspal

-Biaya konstruksi (mahal) -Biaya pemeliharaan (kecil) -Frekwensi pemeliharaan (rendah) -Penggunaan agregat/m2 (sedang) -Gangguan arus lalu lintas (rendah) -CBR tanah dasar (sedang)

-Kenyamanan (kurang, adanya suara biasing)

-Ketahanan selip (kurang pada musim hujan)

-Kerusakan ban kendaraan (cepat) -Lama umur rencana (20-40 tahun) -Waktu pelaksanaan (relative cepat)

- Biaya konstruksi (relative murah) - Biaya pembliharaan (besar) - Frekwensi pemeliharaan (tinggi) - Penggunaan agregat/m2 (tinggi) - Gangguan arus lalu lintas (tinggi) - CBR tanah dasar (tinggi)

- Kenyamanan (baik) - Ketahanan selip (baik)

- Kerusakan ban kendaraan (tahan lama)

- Lama umur rencana (bertahap) - Waktu pelaksanaan (lebih lama) -Bahan pengikat pokok (produksi

dalam negeri)

-Beban yang dapat dipikul (sengan s/d berat)

-Kelandaian maksimum (<10°)

-Pelaksanaan konstruksi pada musim hujan (mudah)

-Bahan pengikat pokok (masih harus diimpor)

-Beban yang dapat dipikul (ringan s/d sedang)

-Kelandaian maksimum (>10°)

-Pelaksanaan konstruksi pada musim hujan (sulit)

Sumber:Mundjanarko (2009:182)

Dari pernyataan di atas, maka diambil kesimpulan dalam menentukan jenis perkerasan yang akan digunakan harus sesuai dengan fungsi dan kebutuhan jalan yang akan direncankan, sehingga jalan yang telah direncanakan memenuhi kebutuhan yang diinginkan.

2.2.4 Beberapa Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku

Menurut Hardiatmo (2011:263) pertimbangan utama dalam perancangan perkerasan beton atau perkerasan kaku adalah kekuatan struktur betonnya. Oleh karena itu, sedikit variasi kekuatan tanah dasar atau modulus reaksi tanah dasar (k), hanya berpengaruh kecil terhadap kekuatan struktur perkerasan. Jika perkerasan beton semakin

(8)

II-8 tebal, maka semakin mampu mendukung beban lalu lintas berat. Beberapa metode yang dipakai diantaranya:

a. Metode AASHTO (1993).

b. Metode Portland Cement Association (PCA).

Menurut Suryawan (2013:05) nilai tegangan yang dapat dihitung berdasarkan teori adalah untuk beban statis. Untuk perencanaan, nilai tegangan harus dimodifikasi terhadap perhitungan repetisi beban lalu lintas. Jika beton dapat tahan terhadap perubahan berulang, yaitu sebanyak repitisi beban, maka akan dapat bertahan, tergantung pada besaran beban. Metode yang umum dipakai di Indonesia adalah:

a. Cara PCA (Portland Cement Association).

b. Cara AASHTO (American Association of State Highway and Trasportation Official).

Dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan cara atau metode yang umum dijadikan sebagai acuan perencanaan tebal perkerasan kaku jalan raya di Indonesia mengacu pada metode PCA dan metode AASHTO.

2.3.Metode AASHTO

Menurut Hardiatmo (2011:263) metode AASHTO dikembangkan berdasarkan pada hsil uji kinerja jalan dari AASHTO Road Test. Parameter – parameter perancangan dalam perancangan tebal pelat beton adalah:

a. Umur rencana

b. Perancangan lalu lintas, ESAL c. Kemampuan pelayanan akhir (pt) d. Kemampuan pelayanan awal (po)

(9)

II-9 e. Kehilangan kemampuan pelayanan (ΔPSI = po – pt)

f. Reability (R)

g. Deviasi standar normal (ZR) h. Deviasi standar keseluruhan (So) i. Modulus reaksi tanah dasar (k) j. Kuat tekan beton (fc’)

k. Modulus elastisitas beton (Ec)

l. Kuat lentur beton (flexural strength, Sc’) m. Koefisien drainase (Cd)

n. Koefisien penyaluran beban (J)

2.3.1 Umur Rencana

Dalam perancangan perkerasan, diperlukan pemilihan umur rancangan atau periode perkerasan. Umur rancangan adalah waktu di mana perkerasan diharapkan mempunyai kemampuan pelayanan sebelum pekerjaan rehabilitasi atau kemampuan pelayanan berakhir.

Parameter perancangan yang berpengaruh pada umur pelayanan total dari perkerasan adalah jumlah total beban lalu lintas. Oleh sebab itu, lebih cocok bila untuk menggambarkan umur rancangan perkerasan dinyatakan dalam istilah beban lalu lintas rancangan total (total design traffic loading).

Umur rancangan perkerasan jalan dipertimbangkan terhadap nilai ekonomi jalan yang bersangkutan dan kinerja perkerasan harus maksimum dalam periode yang ditentukan. AASHTO (1993) menyarankan umur perkerasan yang diistilahkan dengan periode analisis, seperti ditunjukkan dalam table dibawah ini.

(10)

II-10 Table 2.2 Umur rancangan perkerasan (AASHTO, 1993)

Kondisi jalan raya Periode analisi atau umur rancangan (tahun)

Perkotaan volume tinggi Pedesaan volume tinggi

Volume rendah, jalan diperkeras Volume rendah, permukaan agregat

30 – 50 20 – 50 15 – 25 10 – 20 Sumber: Hardiatmo (2011:106)

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Pd T-14-2013) menyarankan umur rancangan perkerasan kaku (beton) 20 – 40 tahun, dan untuk perkerasan lentur 10 -20 tahun. Umur rancangan ditentukan dengan mempertimbangkan klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas, serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metoda Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, atau kombinasi dari metode – metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan wilayah.

2.3.2 Equivalent Single Axle Load (ESAL)

Dalam perancangan perkerasan metode AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official), sembarang lintasan lalu lintas harus dikonversikan ke jumlah ekivalen beban ganda tunggal 18 kip (80 kN). Pada metode ini, untuk menyatakan berbagai macam beban gandar ke dalam suatu parameter rancangan tunggal, dibutuhkan factor ekivalensi beban gandar.

Faktor ekivalensi beban adalah jumlah ESAL yang dihasilkan oleh satu lintasan gandar. Faktor ekivalensidiperoleh berdasarkan pengakruh kerusakan relatif dari berbagai tipe kendaraan, terhadap kerusakan yang disebabkan oleh beban gandar tunggal 18 kip (atau 80 kN = 8,16 ton), dengan ban dobel pada ujung – ujungnya.

(11)

II-11 Gandar standar didefinisikan sebagai gandar tunggal dengan ban dobel, yang menghasilkan beban 18 kip (8,16 ton atau 80 kN). Motode AASHTO yang diusulkan adalah didasarkan pada hasil uji jalan yang dilakukan AASHTO pada kisaran beban gandar 2 -30 kip untuk gandar tunggal dan 24 – 48 kip untuk gandar tandem.

2.3.3 Kemampuan Pelayanan Akhir (pt)

Kemampuan pelayanan akhir (pt) ditentukan dari survey pendapat yang menyatak sejauh mana perkerasan masih bias diterima. Dalam perancangan, dibutuhkan pemilihan indeks kemampuan pelayanan awal dan akhir. AASHTO (1993) menyarankan nilai – nilai pt sebagai berikut:

a. Jalan raya utama, pt = 2,5 atau 3

b. Jalan raya dengan lalu lintas rendah, pt = 2,0 c. Jalan raya relative minor, pt = 1,5

2.3.4 Kemampuan Pelayanan Awal (Initial Serviceability, po)

Kemampuan pelayanan awal (po) bergantung pada tingat kehalusan atau kerataan perkerasan awal, sedang kemampuan pelayanan akhir (terminal serviceability, po) bergantung pada kekasaran atau ketidak rataan sebelum dilakukan sehabilitasi. AASHTO menyarankan,

a. Untuk perkerasan beton atau perkerasan kaku, po = 4,5 b. Untuk perkerasan aspal atau perkerasan lentur, po = 4,2 2.3.5 Reability (R)

Reability, R menyatakan tingkat kemungkinan bahwa perkerasan yang dirancang akan tetap memuaskan selama masa pelayanan. Nilai R yang lebih besar menunjukkan kinerja perkerasan yang lebih baik, namun membutuhkan perkerasan yang lebih tebal. Untuk nilai R tertentu, faktor reliabilitas merupakan fungsi dari standar deviasi keseluruhan (so).

(12)

II-12 2.3.6 Deviasi Standar Keseluruhan (So)

Deviasi standar keselurhan (overall standard deviation, So) merupakan

parameter yang digunakan guna mempertimbangkan adanya variasi dari input data. Deviasi standar dipilih sesuai dengan kondisi local. AASHTO (1993) menyarankan untuk perkerasan kaku , nilai So berkisar di antara 0,30 – 0,40. Untuk perkerasan kaku, disarankan So = 0,35.

2.3.7 Modulus Reaksi Tanah Dasar Efektif

Jika pelat beton kaku yang terletak pada material semi elastis mengalami pembebanan akibat beban lalu lintas, maka pelat akan terdefleksi dengan tegangan lengkung (warping stress) akan bekerja padanya. Besarnya tegangan pada beton, merupakan fungsi dari radius kurvatur pelat setelah melengkung. Nilai merupakan konstanta pegas (spring constant) dari material yang mendukung perkerasan kaku. Nilai ini menunjukkan daya dukung dari lapisan di bawah pelat beton. Adanya lapis pondasi bawah menambah nilai-k dari tanah dasar. Umumnya nilai-k akan bertambah akibat pengaruh agregat dan lapis pondasi yang distabilisasi.

Table 2.3 Modulus reaksi tanah dasar (k) (Bruce dan Clarkeson, 1956)

Klasifikasi Kelompok tanah dan deskripsi typical Perkiraan k (pci) A-1 Kerikil-pasir-lempung grdasi baik, pengikat

sempurna

400 – 700 atau lebih A-1 Campuran pasir – lempung, pengikat sempurna 250 – 575 A-2 rapuh Kerikil dengan butiran halus, kerikil sangat

berlanau, campuran kerikil-pasir-lempung bergradasi buruk dan campuran pasir-lempung, ikatan buruk

300 – 700 atau lebih

A-2 plastis Kerikil berlempung gradasi buruk, campuran kerikil-pasir-lempung dan campuran pasir lempung, pengikat mutu rendah, plastis

175 – 325

A-3 Kerikil gradasi baik, campuran kerikil-pasir dan pasir, sedikit atau tanpa butiran halus

325 – 700 A-3 Kerikil gradasi buruk, camuran kerikil pasir,

dan pasir, sedikit atau tanpa butiran halus

200 – 325 atau lebih A-4 Lebih dominan tanah berlanau dengan sedikit

atau agak banyak material kasar dan sedikit

(13)

II-13 kandungan lempung plastis

A-5 Tanah berlanau gradasi buruk dengan sedikit mika dan diatom dan yang mempunyai sifat elastic

50 – 175

A-6 Tanah berlempung dengan sedikit atau agak banyak material kasar termasuk lanau lempung anorganik, grdasi baik dan tanah pasir lempung

50 -225

A-7 Tanah lempung elastic dengan sedikit atau tanpa material kasar umumnya bergradasi buruk atau mengandung bahan organic atau yang lain atau material lain yang membuatnya elasatis

50 – 225

1pci = 1 psi/In = 272 kN/m3, Sumber: Hardiatmo (2011) 2.3.8 Modulus Elastisitas Beton (Ec)

Ec = 57.000 𝑓𝑐′ ... (2.1) Dimana:

Ec = modulus elastisitas beton (psi) Fc’ = kuat tekan beton, silinder (psi)

Kuat tekan beton fc’ ditetapkan sesuai pada spesifikasi pekerjaan (jika ada dalam spesifikasi). Di Indonesia saat ini umumnya digunakan fc’ = 350 kg/m2.

2.3.9 Koefisien Drainase (Cd)

AASHTO memberikan 2 variable untuk menentukan nlai koefisien drainase.

a. Variable pertama: mutu drainase, dengan variasi excellent, good, fair, poor, very poor. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebasakan dari pondasi perkerasan.

b. Variable kedua : presentasi struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air (saturated) dengan variasi <1%, 1- 5%, 5- 25% dan 5%.

Penetapan variable pertama mengacu pada tabel 2.4 (diambil dari AASHTO 1993 halaman II – 22), dan dengan pendekatan sebagai berikut:

(14)

II-14 a. Air hujan atau air dari atas permukaan jalan yang akan masuk kedlam pondasi

jalan, relativ kecil berdasarkan hidrologi yaitu berkisar 70 – 95% air yang jatuh di atas aspal/beton akan masuk kedalam drainase (sumber: BINKOT Bina Marga & Hidrologi Imam Subarkah) lihat tabel 2.5 dan 2.6 kondisi acuan koefisien pengaliran.

b. Air dari samping jalan kemungkinan akan masuk ke pondasi jalan, inipun relativ kecil terjadi, karena adanya road side, cross drain, juga muka air tertinggi di-desain terletak di bawah subgrade.

c. Pendekatan dengan lama frekuensi hujan, yang rata – rata terjadi hujan selama 3 jam per hari dan jarang sekali terjadi hujan terus menerus selama 1 minggu.

Maka waktu pemutusan 3 jam (bahkan kurang bila memperhatikan butir b). dapat diambil sebagai pendekatan dalam penentuan kualitas drainase, sehingga

pemilihan mutu drainase adalah berkisar good, dengan pertimbangan air yang mungkin masih akan masuk, quality of drainage diambil kategori fair.

Tabel 2.4 Quality of drainage

Quality of drainage Water removed within

Excellent Good Fair Poor Very poor 2 jam 1 hari 1 minggu 1 bulan Air tidak terbebaskan Sumber: Suryawan (2013:34)

(15)

II-15 Tabel 2.5 koefisien pengaliran C (Binkot)

NO Kondisi permukaan jalan Koefisien pengaliran (C) 1.

2.

Jalan beton dan jalan aspal Bahu jalan:

-Tanah berbutir halus -Tanah berbutir kasar -Batuan masir keras -Batuan masif lunak

0,70 – 0,95 0,40 – 0,65 0,10 – 0,20 0,70 – 0,85 0,60 – 0,75

Sumber: petunjuk desain drainase permukaan jalan No. 008/T/BNKT/1990, Binkot Bina Marga, Dept. PU, 1990.

Tabel 2.6 Koefisien pengaliran C (Hidrologi, Imam Subarkah)

Type daerah aliran C

Jalan Beraspal Beton Batu 0,70 – 0,95 0,80 – 0,95 0,70 – 0,85 Sumber: hidrologi, Imam Subarkah

Selanjutnya drainage coefficient (Cd) mengacu pada table ASSHTO 1993 halaman II-26).

Tabel 2.7Drainage coefficient (Cd)

Percent of time pavement structure is exposed to moisture levels approaching saturation

Quality of drainage <1% 1 – 5 % 5 – 25 % >25 % Excellent Good Fair Poor Very poor 1.25 – 1.20 1.20 – 1.15 1.15 – 1.10 1.10 – 1.00 1.00 – 0.90 1.20 – 1.15 1.15 – 1.10 1.10 – 1.00 1.00 – 0.90 0.90 – 0.80 1.15 – 1.10 1.10 – 1.00 1.00 – 0.90 0.90 – 0.80 0.80 – 0.70 1.10 1.00 0.90 0.80 0.70 2.3.10 Koefisien Transfer Beban (J)

Koefisien transfer beban (J) adalah faktor yang digunakan dalam perancangan perkerasan kaku untuk mempertimbangkan kemampuan struktur perkerasan beton

(16)

II-16 dalam mentrasfer atau mendistribusikan beban yang melintas di atas sambungan atau retakan.

Adanya alat transfer beban (seperti dowel), penguncian agregat, dan adanya bahu jalan beton akan mempengaruhi nilai koefisien transfer beban (J) tersebut. Umumnya nilai J pada kondisi kombinasi tertentu (misalnya, perkerasan beton bersambung dengan bahu jalan diikat) bertambah bila volume lalu lintas bertambah, karena transfer beban agregat berkurang bila penggunaan beban bertambah. Nilai – nilai J yang dapat digunakan sebagai pendekatan:

Untuk sambungan dengan dowel: J = 2,5 – 3,1 Untuk perancangan lapis tambahan (overlay) : J = 2,2 – 2,6

Untuk perkerasan kaku bersambung tanpa dilengkapi alat transfer beban pada sambungannya, direkomendasikan J = 3,8 – 4 (AASHTO, 1993). Nilai – nilai koefisien transfer beban (J) diberikan dalam kisaran interval (Tabel 2.8). Dalam pertimbangan pemilihan nilai J, maka nilai – nilai yang lebih tinggi harus digunakan bila modulus reaksi tanah dasar (k) rendah, koefisien termal dan variasi perubahan temperatur tinggi.

Tabel 2.8 Koefisien transfer beban (J) (AASHTO, 1993)

Bahu jalan Aspal Pelat beton semen

Portland terikat

Alat transfer beban Ya Tidak Ya Tidak

Tipe perkerasan:

1.Perkerasan beton tak bertulang bersambung (JPCP) dan bertulang bersambung (JRCP) 2.Perkerasan beton bertulang bersambung (CRCP) 3,2 2,9 – 3,2 3,8 – 4,4 N/A 2,5 – 3,1 2,3 – 2,9 3,6 – 4,2 N/A Sumber: Hardiatmo (2011:284)

(17)

II-17 2.4. Pengertian Rencana Anggaran Biaya

Menurut Ibrahim (2003:03) Rencana Anggaran Biaya (Bogrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut. Anggaran biaya merupakan harga dari bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat, dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda-beda di masing-masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja.

Menurut Tamrin (2008:08) Rencana Anggaran Biaya adalah perhitungan-perhitungan yang teliti, baik jumlah biaya pembuatannya, volume pekerjaan, dan jenis pekerjaan, harga bahan, upah pekerja, dan rencana serta syarat-syarat kerja. Hal tersebut bertujuan agar biaya pembuatan rumah efisien dan terukur sesuai dengan gambar rencana.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Rencana Anggaran Biaya adalah menghitung secara teliti besarnya biaya yang diperlukan dalam suatu bangunan mulai dari biaya persiapan hingga bangunan tersebut dapat digunakan. 2.4.5 Volume Pekerjaan

Menurut Tamrin (2008:9) volume adalah banyaknya macam pekerjaan atau bahan dengan satuan berbeda-beda, tergantung kebutuhan dalam setiap macam pekerjaan yang dilakukan. Volume yang dimaksud bisa dalam bentuk satuan panjang (m1), luas (m2), isi (m3), buah (bh), unit, lum sum (Ls).

Menurut Ibrahim (2003:23) volume suatu pekerjaan adalah menghitung jumlah banyaknya volume pekerja dalam satu satuan. Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Jadi volume (kubikasi) suatu pekerjaan, bukanlah merupakan volume (isi sesungguhnya), melainkan jumlah volume bagian pekerjaan dalam satu kesatuan.

(18)

II-18 Menurut Susanta (2013:14) ada beberapa cara untuk menghitung volume setiap jenis pekerjaan. Cara perhitungan tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Penghitungan volume pekerjaan yang mempunyai luas dan ketebalan atau mempunyai penampang dan panjang menggunakan satuan m3, contohnya pasangan batu kali, pasangan batu bata (bisa m2), kuda-kuda, dan kusen.

b. Penghitungan volume pekerjaan yang hanya mempunyai luas dan ketebalan yang relatif tipis menggunakan m2, contohnya plesteran, pasangan lantai, pasangan plafon, pasangan atap, dan pengecatan.

c. Penghitungan volume pekerjaan yang sifatnya dominan memanjang menggunakan satuan m1 atau meter lari, contohnya lisplang, lisplafon, instalasi pipa atau kabel, dan nok genteng.

d. Penghitungan volume bahan-bahan satuan menggunakan satuan ukutan buah (bh), contohnya lampu, sakelar, stop kontak, kunci, engsel, kloset, wastafel, dan kran air.

e. Penghitungan volume bahan satuan yang terdiri dari beberapa komponen bahan yang dirakit menjadi satu menggunakan satuan unit, contohnya panel listrik dan meja dapur cuci.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa volume pekerjaan adalah menghitung jumlah besarnya volume dalam satuan yang berbeda tergantung bentuknya pada suatu pekerjaan.

(19)

II-19 2.5. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini merupakan salah satu cara pemecahan masalah efesiensi dan efektivitas tebal perkerasan jalan sesuai dengan fungsi jalan. Bersumber dari beberapa literatur yang relevan dalam mendukung penelitian ini secara teoritis. Beberapa hasil penelitian yang relevan yang telah dilakukan sebelumnya sebagai berukut:

a. Hasil penelitian Mundjanarko (2009) tentang Analisis Perbandingan Beberapa Metode Perkerasan Beton Semen untuk Jalan Akses Jembatan Suramadu. Diperoleh kesimpulan pada dasarnya metode – metode yang dibahas berakar dari metode AASHTO dimana dalam mendapatkan ketebalan plat didasarkan pada prinsip total fatigue yang terjadi pada lat harus 100%. Metode termudah dalam mendapatkan ketebalan plat ialah dengan motode Road Note 29.

2.6. Hipotesis

Metode Bina Marga lebih efisien dalam perencanaan tebal perkerasan dibandingkan dengan menggunakan metode AASHTO.

Gambar

Gambar 2.1 Perkerasan beton bertulang tak bersambung (JPCP)
Gambar 2.2 Perkerasan beton bertulang bersambungan (JRCP)
Table 2.1Kelebihan dan Kekurangan perkerasan kaku dan perkerasan lentur
Table 2.3 Modulus reaksi tanah dasar (k) (Bruce dan Clarkeson, 1956)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus

yang bagus menjadi prasyarat fundamental bagi keberhasilan reaksi PCR secara keseluruhan. Sen­ sitivitas PCR merupakan fungsi dari jumlah siklus dan kadar serta integritas dari

Di tengah kesibukan Bapak/ Ibu/ Saudara/i, perkenankanlah saya meminta kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara/i untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi kuesioner

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Sungai Raya mengalami kesulitan koneksi

Berdasarkan hasil analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunnity, dan Threat) Produk kami memiliki beberapa keunggulan, yaitu preparat permanen plankton dapat

 Korelasi antara suhu dan aliran fluida terhadap aktifitas daerah sistem panas bumi di daerah Paguyangan menunjukkan semakin besar nilai suhu makan semakin

 Sistem Jaringan Air Minum Perkotaan Purbalingga, yaitu sistem jaringan air minum yang saat ini melayani penduduk yang berada di wilayah Kota Purbalingga dan

Penyedia harus mengganti kerugian kepada TÜV SÜD Grup dan kepada Direktur, petugas, pegawai, afiliasi, anak perusahaan, dan agen terhadap setiap kewajiban yang ditanggung oleh TÜV