• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1. RONA AWAL

Langkah awal sebelum menganalisa dan merancang ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung di KM. PDG. 6+000 - KM. PDG. 11+250, terlebih dahulu perlu diketahui kondisi eksisting, yang meliputi :

5.1.1. Kondisi Tata Guna Lahan

Kondisi lahan yang ada pada sekitar lokasi ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung sangat beragam, yang terdiri dari kawasan industri, kawasan perumahan, kawasan pasar, kawasan persawahan. Ruas jalan ini merupakan jalur lintas tengah pulau Sumatera dan sebagai jalur penghubung dari pabrik Semen Padang menuju pelabuhan Teluk Bayur. Kondisi jalan yang ditinjau adalah termasuk dataran dengan kemiringan 0,00% – 4,00%. Kondisi tata guna lahan kota Padang dapat dilihat pada gambar. 5.1.

Sumber : RTRW Kota Padang 2010-2030

Gambar 5.1. Peta Tata Guna Lahan Kota Padang

5.1.2. Kondisi Topografi

Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar

Lokasi                  

(2)

Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai 0 m dpl sampai >1.000 m dpl. Kelandaian pada daerah Lubuk Begalung sampai Indarung berkisar antar 2% s/d 15%, sedangkan kelandaian ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung KM. PDG. 6+600 – 11+250 berkisar antara 1% s/d 4%. Bentuk ruas jalan ini pada umumnya lurus dan pada tikungan dengan jari-jari yang cukup besar. Kondisi topografi Kota Padang dan topografi ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung dapat dilihat pada Gambar 5.2. dan gambar 5.3.

Sumber : RTRW Kota Padang 2010-2030

Gambar 5.2. Peta Topografi Kota Padang Lokasi                  

(3)

Sumber: Dokumentasi lapangan

Gambar 5.3 . Gambaran Umum Kondisi Topografi Ruas Jalan Lubuk Begalung-Indarung KM.PDG. 9+100 (Sta. 3+100)

5.1.3. Kondisi Jalan

Berdasarkan data yang di peroleh dari SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat, kondisi existing jalan pada ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung seperti Gambar 5.4.

Sumber: SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat

Gambar 5.4. Sketsa Umum Penampang Melintang Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung

                 

(4)

Dari Gambar 5.3 dapat dilihat bahwa pada umumnya kondisi struktur lapisan perkerasan pada jalan Lubuk Begalung - Indarung pada kondisi pemeliharaan jalan ditahun 2008 dijelaskan sebagai berikut:

1. Lapis aus menggunakan AC-WC dengan tebal 4,00 cm

2. Lapis aus menggunakan AC-BC dengan tebal 5,00 cm

3. Agregat base Klas A dengan tebal 25 cm

4. Agregat base Klas B dengan tebal 30 cm

5.1.4. Lalu Lintas

Ruas Jalan Lubuk Begalung – Indarung merupakan salah satu ruas jalan utama yang menghubungkan antar Lintas Sumatera, akses dari luar kota Padang menuju pusat kota Padang dan jalur ekspedisi dari pabrik Semen Padang menuju ke Pelabuhan Teluk Bayur, sehingga jenis kendaraan yang lewat di ruas jalan tersebut bervariasi, dengan frekuensi lalu lintas yang tinggi.

Untuk mengetahui volume lalu lintas harian rata – rata, idealnya dilakukan survei lalu lintas selama beberapa tahun untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, dengan membagikan jumlah kendaraan dalam setahun dengan jumlah hari dalam setahun. Data LHR yang didapat adalah data LHR pada jam sibuk puncak yang dilakukan selama 3 hari yaitu pada tanggal 5 s/d 7 September 2011 dalam satuan kendaraan perjam. Untuk mendapatkan data LHR dalam satuan kendaraan perhari, maka data kendaraan yang dalam satuan kendaraan perjam dibagi dengan konfersi faktor k, dimana nilai faktor k ini diambil berdasarkan tabel 2.5. Untuk ruas jalan Lubuk Begalung-Indarung ini diambil faktor k 8% karena jumlah penduduk kota Padang lebih dari 1 (satu) juta penduduk dengan kelas jalan arteri. Hasil perhitungan LHR tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.

                 

(5)

Tabel 5.1. Data LHR Tahun 2011 Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung

Sumber : Olahan data

Grafik LHR ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung dari tahun 2007 s/d 2011 dapat dilihat sebagai mana yang terlihat Gambar 5.5.

Sumber : SNVT Perencanaan dan Pengawasan Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Sumatera Barat

Gambar 5.5. Grafik LHR Ruas Jalan Lubuk Begalung – Indarung tahun 2007 s/d 2011

05/09/2011 06/09/2011 07/09/2011 Rata-rata MC Gol. 1 945 959 945 950 11871 13088 Gol. 2 373 366 373 371 4633 5108 Gol. 3 124 123 124 124 1546 1704 Gol. 4 62 64 62 63 783 864 Gol. 5a 12 13 12 12 154 170 Gol. 5b 4 3 4 4 46 51 Gol. 6a 0 0 0 0 0 0 Gol. 6b 82 83 81 82 1025 1130 Gol. 7a 62 63 62 62 779 859 Gol. 7b 0,00 1,00 0,00 0,3 4 5 Gol. 7c 0 0 0 0 0 0 LHR TAHUN 2011 LHR TAHUN 2013 LHR (kend/jam) Faktor k LHR (kend/hari) 8,00% LV HV JENIS KENDARAAN 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 Gol. 1 Gol. 2 Gol. 3 Gol. 4 Gol. 5a Gol. 5b Gol. 6b Gol. 7a Gol. 7b Tahun 2007 11100 3604 1838 905 163 24 966 569 5 Tahun 2008 11544 3748 1911 941 170 25 1005 592 5 Tahun 2009 10789 3178 1590 696 155 24 1139 754 5 Tahun 2010 11005 3114 1559 682 140 20 1191 815 6 Tahun 2011 11871 4633 1546 783 154 46 1025 779 4 A rus L al u L in ta s (kend /hr )

LHR Jalan Lubuk Begalung-Indarung tahun 2007 s/d 2011

                 

(6)

Sumber. Doc. Lapangan

Gambar 5.6. Kemacetan dan Beberapa Jenis Kendaraan yang Melewati Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung

Tingginya volume lalu lintas yang melewati ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung berpengaruh terhadap pengguna jalan itu sendiri, dengan timbulnya kemacetan lalu-lintas terutama pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara jumlah kendaraan yang ada dengan ketersediaan prasarana jalan seperti yang terlihat pada Gambar 5.6.

Dari data lalu-lintas yang didapatkan, menunjukkan bahwa komposisi kendaraan juga didominasi oleh kendaraan berat. Pengaruh dari berbagai jenis kendaraan terhadap struktur perkerasan lentur lebih ditentukan oleh beban sumbu kendaraan, lama pembebanan (statis atau dinamis), dan repetisi beban yang harus dipikul oleh struktur perkerasan. Kendaraan berat dan yang sedang berhenti akan lebih merusak struktur perkerasan dibandingkan dengan kendaraan yang ringan dan sedang berjalan. Besarnya pengaruh beban sumbu terhadap kerusakan perkerasan dinyatakan dengan Faktor Ekivalen (FE). Besarnya variasi beban sumbu kendaraan ditunjukkan dalam Tabel 5.2.

                 

(7)

Tabel 5.2. Variasi Beban Sumbu Kendaraan yang Lewat Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung

Sumber : Silvia Sukirman 2010

5.2. PERANCANGAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODA

Pd.T-14-2003

5.2.1. Perencanaan Tebal Pelat

5.2.1.1. Data parameter perencanaan sebagai berikut :

1. Status/ fungsi jalan = Jalan Nasional/ Arteri Primer

2. CBR tanah dasar = 6,5 %

3. Kuat tarik lentur (fcf) = 4,0 MPa (fcf = 40 kg/cm2)

4. Bahan pondasi bawah = stabilisasi

5. Mutu baja tulangan = BBDT → BJTU 37 (fy = 2400 kg/cm2)

6. Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1

7. Bahu jalan = pakai beton

8. Ruji (dowel) = ya

9. Data LHR jalan Lubuk Begalung - Indarung (Tabel 5.3)

No. Jenis Kendaraan Berat TotalMaks. (ton) 1. Sedan, jeep, station wagon ( Gol 2 ) 2 1.1 2. Angkutan penumpang sedang ( Gol 3 ) 2 1.1 3. Pick up, micro truk dan mobil hantaran ( Gol 4 ) 5 1.1

4. Bus kecil ( Gol 5A ) 5 1.1

5. Bus besar ( Gol 5B ) 9 1.2

6. Truk ringan 2 sumbu ( Gol 6A ) 8,3 1.2 7. Truk sedang 2 sumbu ( Gol 6B ) 18,2 1.2

8. Truk 3 sumbu ( Gol 7A ) 25 1.22 9,375 9,375

9. Truk trailer ( Gol 7B ) 42 1.2 +2.2 7,560 11,760 11,340 11,340

10. Semitrailer ( Gol 7C ) 31,4 1.2 +2.2 5,652 8,792 8,478 8,478

6,188 12,012

6,250

Beban Sumbu ( ton ) 1,000 1,000 2,500 2,500 5,940 2,822 5,478 Konfigurasi Sumbu 1,000 1,000 2,500 2,500 3,060 S S 50% 50% S S 50% 50% S S 50% 50% S S 50% 50% S D 34% 66% 34% 66% 34% 66% S D D 25% 37,5% 37,5% D D 27% 27% 18% 28% 27% 27% 18% 28% DD                  

(8)

Tabel 5.3. Data LHR Ruas Jalan Lubuk Begalung – Indarung (KM. PDG. 6+000 – KM. PDG. 11+250)

Sumber : Olahan data

10. Pertumbuhan lalu-lintas = 5 % pertahun

11. Umur rencana = 20 tahun

12. Awal perasional jalan = tahun 2013

Direncanakan perkerasan kaku untuk 2 lajur 1 arah dengan perkerasan beton bersambung dengan tulangan (BBDT)

5.2.1.2. Langkah-langkah perhitungan tebal pelat

1. Analisis lalu lintas

Jumlah sumbu kendaraan berdasarkan jenis dan bebeannya ditampilkan dalam tabel 5.4 berikut.

MC Gol. 1 11871 11871 13088 13088 34725 34725 Gol. 2 4633 5108 13554 Gol. 3 1546 1704 4522 Gol. 4 783 864 2291 Gol. 5a 154 170 451 Gol. 5b 46 51 134 Gol. 6b 1025 1130 2998 Gol. 7a 779 859 2279 Gol. 7b 4 5 12 Gol. 7c 0 0 0 LV 6963 7676 20367 HV 2008 2214 5875

JENIS KENDARAAN LHR TAHUN 2011

LHR TAHUN 2013

(Awal Operasional) LHR TAHUN 2033 (Akhir Operasional)

( kend/hari ) ( kend/hari ) ( kend/hari )

                 

(9)

Tabel 5.4. Perhitungan jumlah sumbu berdasarkan jenis dan bebannya

Sumber : Olahan data

Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dihitung dengan rumus :

𝑅 = 1 + 𝑖 𝑈𝑅 − 1 𝑖 𝑅 = 1 + 0,05 20 − 1 0,05 R = 33,07

Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana 20 tahun adalah : JSKN = 365 x JSKNH x R = 365 x 4435 x 33,07 = 5,35 x 107 JSKN rencana = C x JSKN C = 0,7 (tabel 3.2) = 0,7 x 5,35 x 107 = 3,75 x 107

2. Perhitungan repetisi sumbu yang terjadi

Repetisi beban sumbu dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kelebihan beban (overload) pada ruas jalan yang ditinjau. Kelebihan beban diperkirakan sebesar 10% dari beban rencana, berdasarkan tabel 2.8, Faktor Kelebihan Beban (FKB) untuk jalan arteri

RD RB RGD RGB BS JS BS JS BS JS

3 4 5 (3x4) 6 7 8 9 10 11

Bus kecil (gol. 5a) 2,50 2,50 - - 170 2 340 2,5 170 2,5 170 -

-Bus besar (gol. 5b) 3,06 5,94 51 2 102 3,1 51 5,9 51 -

-Truk 2 sumbu (gol. 6b) 6,19 12,01 - - 1130 2 2260 6,2 1130 12,0 1130 -

-Truk 3 sumbu (gol. 7a) 6,25 18,75 - - 859 2 1718 6,3 859 - - 18,8 859

Truck gandeng (gol. 7b) 7,56 11,76 22,7 5 3 15 7,6 5 11,8 5 22,7 5

2215 4435 2215 1356 864 Keterangan :

RD = roda depan BS = beban sumbu STRT = sumbu tunggal roda tunggal

RB = roda belakang JS = jumlah sumbu STRG = sumbu tunggal toda ganda

RGD = roda gandeng depan STdRG = sumbu tandem roda ganda

RGB = roda gandeng belakang

Konfigurasi Beban Sumbu (ton) 2 1 Jenis Kendaraan Jumlah Jumlah Kend. (bh) Jml. Sumbu Per kend. Jml Sumbu (bh) STRT STRG STdRG                  

(10)

Analisa asumsi perhitungan kelebihan beban pada ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung terlihat pada tabel 5.5 berikut

Tabel 5.5. Analisa kelebihan beban ruas jalan Lubuk Begalung-Indarung

JENIS SUMBU

BEBAN AWAL BEBAN OVERLOAD 10%

KET. [(B.Sumbu + (B.sumbu x 0,1)] BEBAN SUMBU BEBAN RENC. BEBAN SUMBU BEBAN RENC. PER RODA PER RODA Ton kN ( kN ) Ton kN ( kN ) (1) (1) (2) (3) (4) (5) (6) = (5)/2 (7) STRT 6,3 63 31 6,88 68,8 34,38 6,2 62 31 6,81 68,1 34,03 7,6 76 38 8,32 83,2 41,58 3,1 31 15 3,37 33,7 16,83 2,5 25 13 2,75 27,5 13,75 STRG 12,0 120 30,03 13,21 132,1 33,03 11,8 118 29 12,94 129,4 32,34 5,9 59 15 6,53 65,3 16,34 2,5 25 6,25 2,75 27,5 6,88 STdRG 22,7 18,8 227 188 23,4375 20,63 206,3 28,35 24,95 249,5 31,19 25,78

Sumber : Olahan data

Jumlah sumbu untuk tiap jenis sumbu adalah dengan menjumlah sumbu pada satu jenis sumbu, seperti dicontohkan untuk jenis sumbu STRT yaitu :

Jumlah sumbu STRT1 = 1718 buah

Jumlah sumbu STRT2 = 2260 buah

Jumlah sumbu STRT3 = 15 buah

Jumlah sumbu STRT4 = 102 buah

Jumlah sumbu STRT5 = 340 buah

Jumlah = 4435 buah

Dengan cara yang sama, didapat jumlah sumbu untuk tiap jenis sumbu yaitu : STRT = 4435 buah                  

(11)

STRG = 2717 buah STdRG = 1733 buah Jumlah = 8885 buah

Proporsi sumbu dihitung dengan membagi jumlah sumbu satu jenis kendaraan dalam satu jenis sumbu dengan jumlah sumbu dalam satu sumbu, dengan contoh pada sumbu STRT yaitu :

STRT1 = 17184435 = 0,387 STRT2 = 22604435 = 0,510 STRT3 = 443515 = 0,003 STRT4 = 4435102 = 0,023 STRT5 = 4435340 = 0,077

Proporsi sumbu dihitung dengan membagi jumlah sumbu pada satu jenis sumbu dengan jumlah total sumbu, yaitu :

Proporsi sumbu STRT = 4435 8885 = 0,50 Proporsi sumbu STRG = 2717 8885 = 0,31 Proporsi sumbu STdRG = 1733 8885 = 0,20

Repetisi yang terjadi dengan rumus = proporsi beban dikali proporsi sumbu dikali lalu lintas rencana. Hasil repetisi sumbu yang terjadi seperti pada tabel 5.6 berikut.

                 

(12)

Tabel 5.6. Repetisi sumbu yang terjadi

Sumber : Olahan data

3. Menentukan CBR tanah dasar efektif

Setelah didapat repetisi beban sumbu yang terjadi, kemudian dicari nilai CBR tanah dasar efektif dengan menggunakan Gambar 5.7. Nilai CBR tanah dasar untuk ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung diambil nilai CBR segmen terkecil yaitu 6,5 % berdasarkan data yang ada.

Sumber : Pd.T-14-2003

Gambar 5.7. Grafik Penentuan CBR Tanah Dasar Efektif

46 6,5                  

(13)

Dari Gambar 5.7 diatas, didapat nilai CBR tanah dasar efektif adalah sebesar 46 %.

Penentuan tebal dengan menghitung tegangan ekivalen dan faktor erosi dengan menggunakan tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton

Sumber : Pd.T-14-2003

4. Asumsi 1 (tebal pelat 21 cm)

a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE)

Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi.

Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT = 0,77 ; CBR 50%, STRT = 0,76, didapat CBR 46% sebagai berikut : STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG 210 5 0,85 1,38 1,20 0,93 1,96 2,56 2,70 2,75 1,74 2,34 2,48 2,57 210 10 0,82 1,30 1,11 0,87 1,94 2,54 2,65 2,67 1,72 2,32 2,42 2,49 210 15 0,80 1,27 1,08 0,84 1,93 2,53 2,62 2,64 1,71 2,31 2,39 2,45 210 20 0,80 1,24 1,05 0,83 1,92 2,52 2,60 2,62 1,70 2,30 2,37 2,43 210 25 0,79 1,22 1,03 0,81 1,91 2,51 2,58 2,60 1,69 2,29 2,35 2,40 210 35 0,77 1,17 0,98 0,78 1,90 2,49 2,54 2,56 1,67 2,28 2,31 2,34 210 50 0,76 1,13 0,94 0,76 1,88 2,48 2,51 2,51 1,65 2,26 2,27 2,29 210 75 0,75 1,07 0,90 0,74 1,86 2,47 2,45 2,46 1,64 2,24 2,22 2,22 220 5 0,79 1,30 1,13 0,87 1,91 2,51 2,67 2,72 1,68 2,29 2,44 2,54 220 10 0,77 1,22 1,05 0,81 1,89 2,49 2,61 2,64 1,66 2,27 2,38 2,46 220 15 0,76 1,19 1,02 0,79 1,88 2,48 2,58 2,61 1,66 2,26 2,35 2,42 220 20 0,75 1,17 0,99 0,78 1,87 2,47 2,56 2,58 1,65 2,25 2,33 2,39 220 25 0,74 1,15 0,97 0,76 1,86 2,46 2,54 2,56 1,64 2,24 2,31 2,37 220 35 0,72 1,11 0,92 0,73 1,85 2,45 2,50 2,52 1,62 2,22 2,27 2,32 220 50 0,71 1,06 0,88 0,71 1,83 2,43 2,47 2,48 1,60 2,20 2,23 2,26 220 75 0,70 1,01 0,85 0,69 1,81 2,41 2,41 2,41 1,58 2,18 2,18 2,19 230 5 0,74 1,22 1,08 0,82 1,86 2,46 2,63 2,69 1,63 2,23 2,40 2,50 230 10 0,72 1,15 1,00 0,77 1,84 2,44 2,57 2,61 1,61 2,21 2,34 2,42 230 15 0,71 1,12 0,97 0,75 1,83 2,43 2,54 2,58 1,60 2,21 2,31 2,39 230 20 0,70 1,10 0,94 0,74 1,82 2,42 2,52 2,55 1,59 2,20 2,29 2,36 230 25 0,69 1,08 0,92 0,72 1,81 2,41 2,50 2,53 1,58 2,19 2,27 2,34 230 35 0,68 1,04 0,87 0,69 1,80 2,40 2,46 2,48 1,56 2,17 2,23 2,28 230 50 0,67 1,00 0,83 0,67 1,78 2,38 2,43 2,44 1,54 2,15 2,19 2,22 230 75 0,66 1,96 0,80 0,65 1,76 2,36 2,37 2,37 1,53 2,13 2,12 2,16

STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda

STdRG : Sumbu Tandem Roda Ganda STrRG : Sumbu Tridem Roda Ganda

Tebal Slab (mm) CBR Eff Tanah Dasar (%)

Tegangan Setara Faktor Erosi

Tanpa Ruji Dengan Ruji / Beton Bertulang

                 

(14)

𝑇𝐸𝑆𝑇𝑅𝑇 = 46 − 35

50 − 35 0,76 − 0,77 + 0,77

= 0,76

Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8. Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 21 cm CBREfektif

(%)

Tegangan setara Faktor Erosi

STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG

35 0,77 1,17 0,98 0,78 1,67 2,28 2,31 2,34 46 0,76 1,14 0,95 0,77 1,66 2,27 2,28 2,30 50 0,76 1,13 0,94 0,76 1,65 2,26 2,27 2,29

Sumber : Olahan data

b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT)

Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((fcf).

𝑓𝑐𝑓 = 3,13. 𝐾 𝑓𝑐′ 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 3,13 𝑥 0,75 350 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 43,92 kg/cm2 = 4,39 MPa

Faktor Rasio Tegangan (FRT) untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut :

𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝑇= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,76 4,39 = 0,17 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 1,14 4,39 = 0,26 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,95 4,39 = 0,22 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑟𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,77 4,39 = 0,17                  

(15)

c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.8. Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 21 cm

Dari gambar 5.8 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga.

Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.9 berikut.

0,26 33,03                  

(16)

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.9. Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 21 cm

Dari gambar 5.9 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah :

- STRG1 = 8 x 106 - STRG2 = 11 x 106 - STdRG = 12 x 106 2,27 33,03 8 x 1011 x 106 6 32,34 31,19 12 x 106                  

(17)

Tabel 5.9. Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 21 cm

Sumber : Olahan data

Keterangan :

TE = Tegangan Ekivalen; FRT = Faktor Rasio Tegangan; FE = Faktor Erosi;

TT = Tidak Terbatas

Dari tabel 5.9 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi telah lebih kecil (mendekati) 100%,, namun repetisi ijin erosi telah melebihi 100%, sehingga tebal pelat 21 cm tidak bisa diambil.

5. Asumsi 2 (tebal pelat 22 cm)

a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE)

Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi.

Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT = 0,72 ; CBR 50%, STRT = 0,71, didapat CBR 46% sebagai berikut : 𝑇𝐸𝑆𝑇𝑅𝑇 = 46 − 35 50 − 35 0,71 − 0,72 + 0,72 = 0,71 7,24 x 106 TE = 0,76 9,53 x 106 FRT = 0,17 0,06 x 106 FE = 1,66 0,43 x 106 1,43 x 106 9,53 x 106 TE = 1,14 8 x 106 0,06 x 106 FRT = 0,26 11 x 106 0,43 x 106 FE = 2,27 1,43 x 106 0,06 x 106 TE = 0,95 12 x 106 7,24 x 106 FRT = 0,22 FE = 2,28 TT 2,75 6,88 TT 0 24,9 TT 0 25,78 TT 0 STRG STdRG 20,6 6,53 16,34 TT 0 31,19 2,75 13,75 0 13,21 33,03 0 12,94 32,34 TT 0 STRT TT ( 2 ) ( 3 ) ( 6 ) (7)=(4)x100/(6) ( 8 ) (9)=[(4)/(8)]x100 6,88 34,38 TT 0 TT 0 TT 0 8,32 41,58 TT 0 3,37 16,83 TT 0 (1) Jenis Sumbu Beban Sumbu ton (kN) Beban Rencana per roda (kN) Repetisi yang terjadi (ESA) (ESA) ( 4 ) ( 5 ) 6,81 34,03 TT Faktor tegangan dan erosi

Analisa Fatik Analisa Erosi

Persen Rusak (%)

Persen Rusak (%)

Repetisi Ijin Repetisi Ijin

(ESA) 0 TT 0 TT 0 TT 0 119,13 0,58 TT 0 TT 0 0,53 TT 0 TT 0 120,23 < 100% TT 0 TOTAL 0,00 < 100%                  

(18)

Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.10 berikut.

Tabel 5.10. Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 22 cm

CBREfektif (%)

Tegangan setara Faktor Erosi

STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG

35 0,72 1,11 0,92 0,73 1,62 2,22 2,27 2,32 46 0,71 1,07 0,89 0,72 1,61 2,21 2,24 2,28 50 0,71 1,06 0,88 0,71 1,60 2,20 2,23 2,26

Sumber : Olahan data

b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT)

Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((fcf).

𝑓𝑐𝑓 = 3,13. 𝐾 𝑓𝑐′ 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 3,13 𝑥 0,75 350 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 43,92 kg/cm2 = 4,39 MPa

Nilai FRT untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut : 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝑇= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,71 4,39 = 0,16 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 1,07 4,39 = 0,24 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,89 4,39 = 0,20 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑟𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,72 4,39 = 0,16                  

(19)

c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.10. Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 22 cm

Dari gambar 5.10 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga.

Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.11 berikut.

0,24 33,03                  

(20)

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.11. Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 22 cm

Dari gambar 5.9 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah :

- STRG1 = 35 x 106 - STRG2 = 50 x 106 - STdRG = 50 x 106 2,21 33,03 35 x 106 50 x 106 32,34 31,19 50 x 106 2,24                  

(21)

Tabel 5.11. Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 22 cm

Sumber : Olahan data

Keterangan :

TE = Tegangan Ekivalen; FRT = Faktor Rasio Tegangan; FE = Faktor Erosi;

TT = Tidak Terbatas

Dari tabel 5.11 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi telah lebih kecil (mendekati) 100% (27,48%), maka tebal pelat 22 cm dapat diambil.

6. Asumsi 3 (tebal pelat 23 cm)

a. Menentukan Tegangan Ekivalen ( TE ) dan Faktor Erosi (FE)

Nilai Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi dengan nilai CBR efektif = 46% dicari dengan cara interpolasi.

Contoh interpolasi untuk mencari nilai Tegangan Ekivalen dengan CBR 35%, STRT = 0,68 ; CBR 50%, STRT = 0,67, didapat CBR 46% sebagai berikut : 𝑇𝐸𝑆𝑇𝑅𝑇 = 46 − 35 50 − 35 0,67 − 0,68 + 0,68 7,24 x 106 TE = 0,71 9,53 x 106 FRT = 0,16 0,06 x 106 FE = 1,61 0,43 x 106 1,43 x 106 9,53 x 106 TE = 1,07 100 x 106 35 x 106 0,06 x 106 FRT = 0,24 50 x 106 0,43 x 106 FE = 2,21 1,43 x 106 0,06 x 106 TE = 0,89 50 x 106 7,24 x 106 FRT = 0,20 FE = 2,24 < 100% (9)=[(4)/(8)]x100 0 0 0 Persen Rusak (%) Analisa Erosi 0 0 27,23 0,13 0 0 0,13 0 0 STRG STdRG TT TT TT TT ( 5 ) TOTAL 2,75 13,21 12,94 6,53 2,75 24,9 20,6 6,88 31,19 25,78 Jenis Sumbu (1) 6,88 6,81 8,32 3,37 STRT Repetisi yang terjadi (ESA) Repetisi Ijin (ESA) Repetisi Ijin (ESA) Persen Rusak (%) Analisa Fatik Faktor tegangan dan erosi ( 8 ) TT TT TT TT 9,53 (7)=(4)x100/(6) 0 0 0 0 0 9,53 0 0 0 0 0 0 < 100% ( 6 ) TT TT TT TT TT TT 41,58 16,83 13,75 33,03 32,34 16,34 TT Beban Sumbu (ton) ( 2 ) Beban Rencana per roda (kN) ( 4 ) ( 3 ) 34,38 34,03 27,48 TT TT TT TT TT 0,23                  

(22)

Hasil perhitungan selanjutnya dilanjutkan dengan cara tabulasi dengan hasil perhitungan pada Tabel 5.12 berikut.

Tabel 5.12. Hasil interpolasi Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan dengan bahu beton tebal pelat 23 cm

CBREfektif (%)

Tegangan setara Faktor Erosi

STRT STRG STdRG STrRG STRT STRG STdRG STrRG

35 0,68 1,04 0,87 0,69 1,56 2,17 2,23 2,28 46 0,67 1,01 0,84 0,68 1,55 2,16 2,20 2,24 50 0,67 1,00 0,83 0,67 1,54 2,15 2,19 2,22

Sumber : Olahan data

b. Menentukan Faktor Rasio Tegangan (FRT)

Faktor Rasio Tegangan (FRT) dicari dengan membagi Tegangan Ekivalen (TE) oleh Kuat Tarik Lentur ((fcf).

𝑓𝑐𝑓 = 3,13. 𝐾 𝑓𝑐′ 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 3,13 𝑥 0,75 350 0,50

𝑓𝑐𝑓 = 43,92 kg/cm2 = 4,39 MPa

Nilai FRT untuk berbagai jenis sumbu kendaraan adalah sebagai berikut : 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝑇= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,67 4,39 = 0,15 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 1,01 4,39 = 0,23 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,84 4,39 = 0,19 𝐹𝑅𝑇𝑆𝑇𝑟𝑅𝐺= 𝑇𝐸 𝑓𝑐𝑓 = 0,68 4,39 = 0,15                  

(23)

c. Menentukan jumlah repetisi ijin fatik dan repetisi ijin erosi

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.12. Grafik Repetisi Ijin Fatik untuk tebal pelat 23 cm

Dari gambar 5.12 diatas, diperoleh repetisi ijin fatik yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah tidak terhingga.

Repetisi beban ijin berdasarkan faktor erosi diperlihatkan pada Gambar 5.13 berikut.

0,23 33,03                  

(24)

Sumber : Pd T-14-2003

Gambar 5.13. Grafik Analisis erosi dan jumlah repetisi beban berdasarkan faktor erosi, dengan bahu beton untuk tebal pelat 23 cm

Dari gambar 5.11 diatas, diperoleh repetisi ijin erosi yang terjadi untuk semua jenis kendaraan adalah :

- STRG1 = Tidak terhingga - STRG2 = Tidak terhingga - STdRG = Tidak terhingga 2,16 33,03 32,34 31,19                  

(25)

Tabel 5.13. Analisa Fatik dan Erosi untuk tebal pelat 23 cm

Sumber : Olahan data

Keterangan :

TE = Tegangan Ekivalen; FRT = Faktor Rasio Tegangan; FE = Faktor Erosi;

TT = Tidak Terbatas

Dari tabel 5.13 diatas dapat dilihat bahwa porsentase rusak fatik (lelah) dan rusak ijin erosi lebih kecil dari 0% (tidak terhingga), sehingga tebal pelat 23 cm dapat diambil untuk menghindari pemborosan dalam perencanaan.

Dari ketiga perhitungan tebal pelat diatas, maka tebal pelat yang diambil adalah 22 cm. 5.2.2. Perhitungan Tulangan 1. Data perencanaan  Tebal pelat = 22 cm  Lebar Pelat = 5 m  Panjang pelat = 5 m

 Koefisien gesek antara pelat beton dengan pondasi (μ) = 1

7,24 x 106 TE = 0,67 9,53 x 106 FRT = 0,15 0,06 x 106 FE = 1,55 0,43 x 106 1,43 x 106 9,53 x 106 TE = 1,01 0,06 x 106 FRT = 0,23 0,43 x 106 FE = 2,16 1,43 x 106 0,06 x 106 TE = 0,84 7,24 x 106 FRT = 0,19 FE = 2,20 0 0 < 100% Analisa Erosi Persen Rusak (%) (9)=[(4)/(8)]x100 0 0 0 0 0 0,00 STdRG 20,6 TOTAL 0,00 < 100% TT Persen Rusak (%) (1) ( 4 ) ( 5 ) STRT TT TT 6,53 2,75 6,88 25,78 TT 0 Jenis Sumbu Beban Sumbu ton (kN) Beban Rencana per roda (kN) Faktor tegangan dan erosi Analisa Fatik 13,21 33,03 0 12,94 32,34 TT 0 16,34 TT 0 STRG 6,81 Repetisi yang

terjadi Repetisi Ijin

(ESA) (ESA) 2,75 13,75 TT 0 TT TT TT ( 2 ) ( 3 ) ( 6 ) (7)=(4)x100/(6) ( 8 ) TT TT 34,03 0 TT 0 3,37 16,83 TT 0 24,9 31,19 6,88 34,38 TT 0 TT 8,32 41,58 TT Repetisi Ijin (ESA) TT TT 0 TT 0 0,00 TT TT TT TT 0 0,00 0 0 0,00                  

(26)

 Mutu baja = BJ 37 (fy = 240 MPa)

 Berat isi beton = 2400 kg/m3

 Gravitasi = 9,81 m/dt2

2. Perhitungan tulangan memanjang

𝐴𝑠= 𝜇. 𝐿. 𝑀. 𝑔. 𝑕 2. 𝑓𝑠 𝐴𝑠= 1 𝑥 5 𝑥 2400 𝑥 9,81 𝑥 0,22 2 𝑥 (0,6 𝑥 240) = 89,93 𝑚𝑚 2/𝑚′ As min = 0,1% x 220 x 1000 = 220 mm2/m’

3. Perhitungan tulangan melintang

𝐴𝑠= 𝜇. 𝐿. 𝑀. 𝑔. 𝑕 2. 𝑓𝑠 𝐴𝑠= 1 𝑥 5 𝑥 2400 𝑥 9,81 𝑥 0,22 2 𝑥(0,6 𝑥 240) = 89,93 𝑚𝑚 2/𝑚′ As min = 0,1% x 220 x 1000 = 220 mm2/m’

Dengan menggunakan tabel 3.8, dipakai tulangan berbentuk bujur sangkar diameter 8 mm dengan jarak tulangan melintang dan tulangan memanjang 200 mm dengan luas penampang tulangan

251mm2/m (A

s = 251 mm2/m > As min = 220 mm2/m).

5.2.3. Perencanaan Sambungan.

5.2.3.1. Dimensi Sambungan.

1. Dowel ( Ruji ).

Kedalaman sambungan lebih kurang seperempat dari tebal pelat, dengan jarak sambungan susut melintang 10 m (untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan). Menurut Tabel 3.5 yang bersumber dari

Pd.T-14-2003, ukuran dan jarak batang Dowel yang disarankan dengan

ketebalan plat 220 mm adalah sebagai berikut :

a. Diameter ruji = 33 mm b. Panjang ruji = 450 mm                  

(27)

c. Jarak antar ruji = 300 mm

Sumber : Hasil olahan data

Gambar 5.14. Sambungan Susut Melintang dengan dowel 2. Batang pengikat ( Tie bar ).

Dengan ketebalan pelat 220 mm, jarak dari tepi ke sambungan pelat (lebar pelat) = 5,00 m, dengan diameter batang pengikat yang dipilih adalah 16 mm dan jarak antar batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm, maka dapat dihitung panjang batang pengikat yang dibutuhkan adalah :

l = (38,3 x ɸ ) + 75

= (38,3 x 16mm) + 75

= 687,8 mm ≈ 700 mm = 70 cm

Sumber : Hasil olahan data

Gambar 5.15. Sambungan memanjang dengan tie bars                  

(28)

Sumber : Hasil olahan data

Gambar 5.16. Potongan melintang ruas jalan Lubuk Begalung - Indarung

5.3. PERENCANAAN SISTEM DRAINASE JALAN BERDASARKAN

Pd.T-02-2006-B

Dalam perancangan drainase samping jalan untuk daerah perkotaan dengan daerah tangkapan hujan adalah badan jalan + bahu dan pemukiman yang kemudian masuk ke drainase jalan dan kemudian dialirkan ke sungai terdekat atau sungai yang melintang badan jalan. Dalam perhitungan ini diambil pada permukaan perkerasan, bahu dan samping jalan (pemukiman) yang diambil sekitar ± 10 m, dari tepi drainase seperti yang terlihat pada Gambar 5.17 berikut.

Sumber : Olahan data

Gambar 5.17. Potongan Melintang Jalan

5.3.1. Kondisi Eksisting Permukaan Jalan

1. Eksisting Jalan

l1 = Perkerasan Jalan (beton) = 8,00 m (dari center line)

l2 = Bahu Jalan (beton) = 2,00 m

l3 = Luar Jalan = 10 m

Untuk bahu jalan (l2) adalah bahu yang diperkeras dgn beton dan luar

jalan (l3) diambil daerah perkotaan.

                 

(29)

2. Koefisien C

- Beton : C1 = 0,80 (Tabel 3.24)

- Bahu Jalan : C2 = 0,80 (Tabel 3.24)

- Luar Jalan : C3 = 0.80 (Tabel 3.24)

5.3.2. Analisa Data Curah Hujan

Perhitungan debid banjir dengan menggunakan Metoda Gumbel. Data curah hujan harian maksimum tahunan diambil dari pos Ladang Padi Kecamatan

Lubuk Kilangan, Kota Padang (000.56’.55’’ LS / 1000.31’.08’’ BT), dengan data

pada tabel 5.14 berikut :

Tabel 5.14. Curah hujan tahunan pada Stasiun Ladang Padi

Sumber : Dinas PSDA Provinsi Sumatera Barat

Curah hujan rata-rata dihitung dengan persamaan 3.15 berikut : 𝑥 = 𝑥𝑖

𝑛

= 782,73

10 = 78,27

Nilai simpangan baku dihitung dengan persamaan 3.16 sebagai berikut :

1.809,582

1 2     n x xi Sx                  

(30)

5.3.3. Menghitung luasan daerah pengairan

Dalam perhitungan ini luas daerah pengairan diambil pada terase jalan yang paling panjang elevasinya antara elavasi awal dan elevasi tertinggi (lihat lampiran pada profil memanjang) yaitu pada KM. PDG. 10+413,30 – KM.PDG. 11+838,80 sepanjang 1.425,50 m. Pengambilan luas daerah pengairan ini berguna untuk mendapatkan nilai maksimum yang mewakili darainase samping jalan seluruhnya. Jadi didapat luas pengairan sebagai berikut.

- Aspal (A1) : 8,00 x 1.425,50 m = 11.404,00 m2

- Bahu Jalan (A2) : 2,00 x 1.425,50 m = 2.851,00 m2

- Samping Jalan (A3) : 10,00 x 1.425,50 m = 14.255,00 m2

Luas total = 28.510,00 m2

= 0,0285 Km2

- Fk untuk daerah perkotaan = 2,00

- Koefisien pengaliran rata – rata:

C = C1 x A1+ C2 x A2+ C3 x A3 x fk A1+ A2 + A3 C = 0,80 x 11.404 + 0,80 x 2.851 + (0,80 x 14.255 x 2,00) 11.404+2.851+14.255 = 1,200 menit 5.3.4. Waktu konsentrasi (Tc) l1 = 8,00 m ; i1 = 2,0% = 0,020 ; nd1 = 0,013 l2 = 2,00 m ; i2 = 2,5% = 0,025 ; nd2 = 0,200 l3 = 10,00 m ; i3 = 2,0% = 0,025 ; nd1 = 0,200 L = 6302,40 – 6000,00 = 302,40 m V = 1,50 m/detik (tabel 3.11) t1 = 23 x 3,28 x Lt x nd √is) 0,167 t1 jalan = (23 x 3,28 x 8,00 x √0,020,013)0,167 = 1,083 menit t1 bahu = (23 x 3,28 x 2,00 x 0,013√0,02)0,167 = 0,859 menit                  

(31)

t1 perumahan =(23 x 3,28 x 10 x √0,0250,200)0,167 = 1,741 menit

t1 dari badan jalan = 1,083 + 0,859 = 1,941 menit t1 dari perumahan = 1,741 menit

maka ; diambil t1 = 1,941 menit t2 = 60 x VL = 1.425,50 60 𝑥 1,50 = 15,84 menit sehingga : Tc = t1 + t2 = 1,941 + 15,84 = 17,78 menit

Dengan menggunakan grafik kurva basis, dihitung Intensitas curah hujan (I) maksimum yaitu :

Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 03-3424-1994

Gambar 5.18. Kurva Basis

Maka intensitas curah hujan (I) maksimum berdasarkan Gambar 5.18 diatas adalah 152 mm/jam.

0 30 40 50 60 70 80 90 11 0 10 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 30 18 0 17 0 19 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0 19 0 20 0 21 0 22 0 23 0 24 0 In te ns ita s hu ja n ( m m / ja m )

w aktu konsentrasi ( m enit )

17,78 152                  

(32)

5.3.5. Menghitung Debid Pengaliran Rencana (Qr) Qr = 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴3,6

atau

Qr = 0,278 x C x I x A

= 0,278 x 1,20 x 152 x 0,0285 = 1,446 m3/detik

5.3.6. Penentuan dimensi saluran samping

Saluran samping direncanakan berbentuk segi empat dari pasangan batu kali dengan penyelesaian, kondisi baik.

 V = 1,50 m/detik (kecepatan saluran yang diijinkan untuk pasangan

dari batu kali atau beton (Tabel 3.11)

 Angka kekasaran Manning (n) = 0,020

 Kemiringan saluran yang diijinkan sampai dengan 7,5% (Tabel 3.12)

 is = elev .1− elev .L 2 x 100

 = 103,221−131,4021.425,50 x 100 = 1,98 % (disesuaikan dengan kemiringan

memanjang jalan)

5.3.7. Perhitungan debid saluran (Qs) Qs = F x V → V = 1 n x R 2/3 x i s 1/2 F = b x h → F > 0,50 m2 Maka : Qs = 1𝑛 𝑥 𝑏 𝑥 𝑕 𝑏 𝑥 𝑕 𝑏+2𝑕 2 3 𝑥 𝑖 1 2 Asumsi : b = 0,90 m ; h = 0,60 m → F = 0,56 m2 > 0,50 m2→ OK Qs = 1 0,020 𝑥 0,90 𝑥 0,60 0,90 𝑥 0,60 0,90+(2 𝑥 0,60) 2 3 𝑥 0,0198 12 Qs = 1,54 m3/detik > Qr = 1,45 m3/detik → OK                  

(33)

5.3.8. Tinggi jagaan (W)

W = 0,5h = 0.5x0,60 = 0,58 m ≈ 0,60 m

5.3.9. Penampang Hasil Perhitungan

Sumber : Olahan data

Gambar 5.19. Dimensi drainase samping jalan

5.4. PERENCANAAN METODA PELAKSANAAN PERKERASAN

KAKU DENGAN METODA Pd.T-05-2004-B 5.4.1. Penyiapan tanah dasar dan lapis pondasi

Penjelasan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penyiapan tanah dasar dan atau lapis pondasi, seperti pembersihan, pengupasan, pembongkaran, penggalian dan penimbunan, atau pelaksanaan lapis pondasi dengan atau tanpa bahan pengikat, dapat dilihat dalam peraturan pelaksanaan pembangunan jalan sesuai dengan spesifikasi yang berlaku (SNI 03-2853-1992).

Sebelum penghamparan lapis pondasi atau beton semen, kemiringan tanah

w = 0,60 m h = 0,60 m b = 0,90 m                  

(34)

ditentukan pada gambar rencana, dengan toleransi tinggi permukaan maksimum 2 cm. Penyimpangan kerataan permukaan tidak boleh lebih besar 1 cm bila diukur dengan mistar pengukur (straight edge) sepanjang 3 m.

Permukaan tanah dasar agar dijaga tetap rata dan padat sampai pondasi atau beton semen dihamparkan. Alat-alat berat tidak boleh dioperasikan di lajur permukaan yang sudah selesai dilaksanakan.

Ketentuan pelaksanaan umum yang berlaku untuk tanah dasar berlaku pula untuk lapis pondasi. Toleransi ketinggian permukaan lapis pondasi maksimum adalah 1,5 cm dan perbedaan penyimpangan kerataan permukaan harus lebih kecil 1 cm bila diukur dengan mistar pengukur sepanjang 3 m.

5.4.2. Penyiapan pembetonan

Dalam penghamparan perkerasan beton semen ini dengan menggunakan

Metode Acuan tetap (Fixed Form Paving Method).

Pada penghamparan metode acuan tetap, pengecoran, pemadatan dan penyelesaian akhir beton, serta pekerjaan-pekerjaan lainnya yang berkaitan, dilaksanakan di antara acuan.

1. Bahan dan ukuran

Acuan yang digunakan harus cukup kuat untuk menahan beban peralatan pelaksanaan. Acuan harus tidak melendut lebih besar dari 6 mm bila diuji sebagai balok biasa dengan bentang 3,00 m dan beban yang sama dengan berat mesin penghampar atau peralatan pelaksanaan lainnya yang akan bergerak di atasnya.

Tebal baja yang digunakan adalah antara 6 mm dan 8 mm. Bila acuan harus mendukung alat penghampar beton yang berat, ketebalannya tidak boleh kurang dari 8 mm. Dianjurkan agar acuan mempunyai tinggi yang sama dengan tebal rencana pelat beton semen, dan lebar dasar acuan sama dengan 0,75 kali tebal pelat beton tapi tidak kurang dari 20 cm.

Acuan harus diperkuat sedemikian rupa sehingga setelah terpasang cukup kokoh, tidak melentur atau turun akibat tumbukan dan getaran alat penghampar dan alat pemadat. Lebar flens penguat yang

                 

(35)

dipasang pada dasar acuan harus menonjol keluar dari acuan tidak kurang dari 2/3 tinggi acuan.

Dalam pemeriksaan kelurusan dan kerataan acuan, variasi kerataan bidang atas acuan tidak boleh lebih dari 3 mm untuk setiap 3,00 m panjang dan kerataan bidang dalam acuan tidak boleh lebih dari 6 mm untuk setiap 3,00 m panjang. Ujung-ujung acuan yang berdampingan harus mempunyai sistem pengunci untuk menyambung dan mengikat erat acuan-acuan tersebut.

Rongga udara di bawah acuan harus diupayakan sekecil mungkin sehingga air semen tidak keluar. Pada lengkungan dengan jari-jari 30,00 m atau kurang, dianjurkan untuk menggunakan acuan yang dapat

dibengkokkan (flexible form) atau acuan melengkung.

2. Pemasangan acuan

Pondasi acuan harus dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan alinyemen dan ketinggian jalan yang direncanakan, sehingga pada waktu dipasang acuan dapat disangga secara seragam pada seluruh panjangnya dan terletak pada elevasi yang benar. Alinyemen dan elevasi acuan harus diperiksa dan bila perlu diperbaiki menjelang penghamparan beton semen. Bila terdapat acuan yang rusak atau pondasi yang tidak stabil, pondasi harus diperbaiki terlebih dahulu dan acuan harus distel kembali.

Acuan harus dipasang cukup jauh di depan tempat penghamparan beton semen sehingga memungkinkan pemeriksaan dan perbaikan acuan tanpa mengganggu kelancaran penghamparan. Setelah acuan dipasang pada posisi yang benar, tanah dasar atau lapis pondasi bawah pada kedua sisi luar dan dalam dasar acuan harus dipadatkan dengan baik menggunakan alat pemadat mesin atau manual.

Acuan harus diikat pada tempatnya, paling sedikit dengan tiga pasak pada setiap 3 m panjang. Setiap acuan harus benar-benar terikat kuat sehingga tidak dapat bergerak. Pada setiap titik acuan tidak boleh menyimpang lebih dari 6 mm dari garisnya. Tidak diijinkan adanya penurunan atau pelenturan acuan yang berlebihan akibat peralatan

                 

(36)

pelaksanaan. Sebelum penghamparan dilakukan, sisi bagian dalam acuan harus dibersihkan dan diolesi dengan bahan anti lengket.

3. Pembongkaran acuan

Acuan agar dipertahankan tetap pada tempatnya sekurang-kurangnya selama 8 jam setelah pengecoran beton semen. Apabila temperatur udara turun dibawah 10° C pada kurun waktu 8 jam sejak pengecoran beton, acuan agar dipasang lebih lama guna menjamin bahwa ujung perkerasan beton semen tidak rusak. Perawatan terhadap tepi perkerasan beton harus dilaksanakan sesegera mungkin setelah acuan dibongkar.

5.4.3. Pemasangan ruji, batang pengikat dan tulangan pelat

5.4.3.1. Ruji (Dowel)

Ruji harus terbuat dari batang baja polos dan memenuhi spesifikasi untuk

batang polos AASHTO M 31-81, AASHTO M 42-81 atau AASHTO M 31-81.

Ruji harus polos, tidak kasar atau tidak memiliki tonjolan sehingga tidak mengurangi kebebasan pergerakan ruji dalam beton.

Apabila digunakan topi pelindung muai yang terbuat dari logam (metal

expansion cap) pelindung tersebut harus menutupi bagian ujung ruji dengan jarak

5 cm - 7 cm. Pelindung harus memberikan ruang pemuaian yang cukup, dan harus cukup kaku sehingga pada waktu pelaksanaan tidak rusak.

Batang ruji harus ditempatkan di tengah ketebalan pelat. Kepadatan beton di sekeliling ruji harus baik agar ruji bisa berfungsi secara sempurna. Bagian batang ruji yang bisa bergerak bebas, harus dilapisi dengan bahan pencegah karat. Sesudah bahan pencegah karat kering, maka bagian ini harus dilapisi dengan dengan cat atau diolesi dengan bahan anti lengket sebelum ruji dipasang pelindung muai. Ujung batang ruji yang dapat bergerak bebas harus dilengkapi dengan tupi/penutup topi pelindung muai. Pelapis ruji dari jenis plastik atau jenis lain dapat digunakan sebagai pengganti bahan anti lengket. Ruji atau batang pengikat dan komponen perlengkapan ruji seperti dudukan untuk penyangga

                 

(37)

tulangan, yang diletakkan pada pondasi bawah harus cukup kuat untuk menahan

pergeseran atau deformasi sebelum dan selama pelaksanaan.

5.4.3.2. Pemasangan dudukan ruji

Dudukan ruji harus ditempatkan pada lapis pondasi bawah atau tanah dasar yang sudah dipersiapkan. Perlengkapan ruji harus ditempatkan tegak lurus sumbu jalan, kecuali ditentukan lain pada Gambar Rencana. Ruji harus ditempatkan dengan kuat pada posisi yang telah ditetapkan sehingga tekanan beton tidak akan mengganggu kedudukannya. Pada tikungan yang diperlebar, sambungan memanjang pada sumbu jalan harus diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai jarak sama dari tepi-tepi pelat.

Susunan batang ruji dan dudukannya harus dipasang pada garis dan elevasi yang diperlukan dan harus dipegang kuat pada posisinya dengan menggunakan

patok-patok. Apabila susunan batang ruji dan dudukannya dibuat secara bagian

demi bagian maka susunan tersebut harus merupakan satu kesatuan. 5.4.3.3. Batang pengikat (Tie Bars)

Batang pengikat harus terbuat dari batang baja ulir yang memenuhi spesifikasi untuk batang tulangan, mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter minimum 16 mm. Apabila digunakan batang pengikat dari jenis baja lain, maka baja tersebut harus dapat dibengkokkan dan diluruskan kembali tanpa mengalami kerusakan.

5.4.4. Tulangan

Baja tulangan harus bebas dari kotoran, minyak, lemak atau bahan-bahan organik lainnya yang bisa mengurangi lekatan dengan beton atau yang dapat menimbulkan kerugian lainnya. Pengaruh karat, kerak, atau gabungan dari keduanya terhadap ukuran, berat minimum, serta sifat-sifat fisik yang dihasilkan melalui pengujian benda uji dengan sikat kawat, tidak memberikan nilai yang lebih kecil dari yang disyaratkan.

                 

(38)

5.4.4.1. Persyaratan bahan

Jenis baja tulangan dan perlengkapannya harus sesuai dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Baja tulangan berbentuk anyaman dari kawat yang memenuhi

persyaratan AASHTO M 35-81, atau AASHTO M 221-81 untuk tulangan dari kawat baja berulir;

2. Anyaman batang baja yang memenuhi AASHTO M 54-81;

3. Batang tulangan harus memenuhi persyaratan AASHTO M 42-81 dan

AASHTO M 53-81.

5.4.4.2. Pemasangan tulangan

Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemasangan tulangan adalah sebagai berikut :

1. Tulangan harus terdiri atas anyaman kawat di las atau anyaman batang

baja.

2. Lebar dan panjang anyaman kawat atau anyaman batang baja harus

diatur sedemikian rupa, sehingga pada waktu anyaman tersebut dipasang, kawat/batang baja yang paling luar terletak 7,5 cm dari tepi/sambungan pelat.

3. batang baja pada setiap persilangan harus diikat kuat.

Batang-batang baja yang disambung, bagian ujung-ujungnya harus berimpit dengan panjang tidak kurang dari 30 kali diameternya.

4. Anyaman batang baja dibuat di pabrik dengan cara mengelas pada tiap

persilangan batang-batang tersebut, bagian ujung-ujung batang memanjang harus berimpit dengan panjang minimal 30 kali diameternya. Pola anyaman dibuat sedemikian rupa dengan tulangan diameter 8 mm jarak 200 mm.

5. Ujung lembar anyaman kawat baja harus ditumpang tindihkan

sebagaimana yang tercantum pada Gambar Rencana. Lembar anyaman harus diikat kuat untuk mencegah pergeseran;

6. Apabila pelat (slab) dibuat dengan dua kali mengecor, maka permukaan

lapis pertama harus rata dan terletak pada kedalaman tidak kurang dari

                 

(39)

5 cm di bawah permukaan akhir pelat. Tulangan ditempatkan di atas lapis pertama pengecoran;

7. Penghamparan lapisan pertama harus mencakup seluruh lebar

pengecoran dengan panjang yang cukup untuk memungkinkan agar anyaman dapat digelar pada posisi akhir tanpa terjadi kelebihan penulangan yang terlalu jauh. Untuk mencegah pergeseran, anyaman tulangan yang berdampingan harus diikat;

8. Dalam pengecoran lapisan berikutnya, adukan dituangkan di atas

tulangan. Untuk jangka waktu tertentu permukaan beton lapis pertama tidak boleh dibiarkan terbuka lebih dari 30 menit, terutama pada keadaan cuaca panas atau berangin. Selama penghamparan pemasangan tulangan harus selalu diperiksa dan apabila dipandang perlu harus dilakukan perbaikan.

9. Bahaya kerusakan sambungan tulangan pada umur muda dapat

dikurangi dengan cara mengatur pola sambungan secara miring atau bertangga dari satu tepi perkerasan ketepi.

10. Batang baja yang disambung, bagian ujungnya harus berimpit satu sama

lainnya dengan panjang minimum 30 kali diameternya, tetapi tidak boleh kurang dari 40 cm.

5.4.5. Pembetonan

Beton yang dihasilkan harus memenuhi kekuatan sesuai dengan yang ditentukan dalam perencanaan. Kandungan udara harus masih dalam batas yang dianjurkan sesuai dengan ukuran agregat dan daerah di mana beton akan digunakan. Beton harus mempunyai factor air semen yang tidak lebih besar dari yang dianjurkan untuk mengatasi kondisi lingkungan yang mungkin terjadi. 5.4.5.1. Sifat-sifat beton semen

Campuran beton yang dibuat untuk perkerasan beton semen harus memiliki kelecakan yang baik agar memberikan kemudahan dalam pengerjaaan tanpa terjadi segregasi atau bliding dan setelah beton mengeras memenuhi kriteria kekuatan, keawetan, kedap air dan keselamatan berkendaraan sebagai berikut :

                 

(40)

1. Kadar air harus dijaga serendah mungkin (dalam batas kemudahan kerja) untuk mendapatkan beton yang padat dan awet dengan kandungan udara yang sesuai dengan persyaratan.

2. Mutu agregat harus tetap dijaga untuk mendapatkan kualitas beton yang diinginkan.

3. Bahan tambah (Admixtures) baru boleh digunakan hanya apabila sudah dilakukan penilaian dan pengujian lapangan yang teliti.

4. Faktor air semen yang rendah sangat membantu dalam mempertahankan

kekesatan permukaan perkerasan beton.

5.4.5.2. Bahan beton semen

Bahan yang digunakan harus berasal dari sumber yang telah diketahui dan dibuktikan telah memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam pedoman ini, baik mutu maupun jumlahnya. Bila kondisi setempat tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan perubahan/penyesuaian terhadap persyaratan tersebut tanpa mengurangi mutu hasil pekerjaan.

1. Agregat

Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Mutu agregat sesuai SK SNI S-04-1989-F;

b. Ukuran maksimum agregat harus ≤ 1/3 tebal pelat atau ≤ ¾ jarak bersih minimum antar tulangan.

Cara pengelolaan agregat adalah sebagai berikut :

a. Agregat harus dikelola untuk mencegah pemisahan butir, penurunan

mutu, pengotoran atau pencampuran antar fraksi dari jenis yang berbeda. Bila bahan mengalami pemisahan butir, penurunan mutu atau pengotoran, maka sebelum digunakan harus

b. Diperbaiki dengan cara pencampuran dan penyaringan ulang,

pencucian atau cara-cara lainnya

c. Agregat harus dibentuk lapis demi lapis dengan ketebalan

maksimum 1,0 m. Masing-masing lapis agar ditumpuk dan dibentuk sedemikian rupa dan penumpukan lapisan berikutnya dilakukan

                 

(41)

setelah lapisan sebelumnya selesai dan dijaga agar tidak membentuk kerucut

d. Agregat yang berbeda sumber dan ukuran serta gradasinya tidak

boleh di satukan

e. Semua agregat yang dicuci harus didiamkan terlebih dahulu

minimum 12 jam sebelum digunakan

f. Waktu penumpukan lebih dari 12 jam harus dilakukan untuk agregat

yang berkadar air tinggi atau kadar air yang tidak seragam

g. Pada waktu agregat dimasukkan ke dalam mesin pengaduk, agregat

tersebut harus mempunyai kadar air yang seragam

h. Agregat halus/pasir harus diperiksa kadar airnya. Volume agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 5%, harus dikoreksi. Pada penakaran dengan berat, banyaknya agregat setiap fraksi harus ditimbang terpisah. Agregat harus diperiksa kadar airnya, berat agregat yang mempunyai kadar air bervariasi lebih dari 3% harus dikoreksi.

2. Semen

Semen yang akan digunakan untuk pekerjaan beton semen harus sesuai dengan SNI 15- 2049-1994. Semen harus dipilih dan diperhatikaan sesuai lingkungan dimana perkerasan digunakan serta kekuatan awalnya harus cukup untuk pemotongan sambungan dan ketahanan abrasi permukaan.

Cara penyimpanan semen harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Semen disimpan di ruangan yang kering dan tertutup rapat

b. Semen ditumpuk dengan jarak setinggi minimum 0,30 meter dari

lantai ruangan, tidak menempel /melekat pada dinding ruangan dan maksimum setinggi 10 zak semen

c. Tumpukan zak semen disusun sedemikian rupa sehingga tidak

terjadi perputaran udara di antaranya dan mudah untuk diperiksa

d. Semen dari berbagai jenis/merk harus disimpan secara terpisah

sehingga tidak mungkin tertukar dengan jenis/merek yang lain

                 

(42)

e. Semen yang baru datang tidak boleh ditimbun di atas timbunan semen yang sudah ada dan penggunaannya harus dilakukan menurut urutan pengiriman

f. Apabila mutu semen diragukan atau telah disimpan lebih dari 2 bulan maka sebelum digunakan harus diperiksa terlebih dahulu bahwa semen tersebut memenuhi syarat

g. Pada penggunaan semen curah, suhu semen harus kurang dari 700C

b. Semen produksi pabrik dalam kantong yang telah diketahui beratnya

tidak perlu ditimbang ulang. Semua semen curah harus diukur dalam berat.

3. Air

Air yang digunakan untuk campuran atau perawatan harus bersih dan bebas dari minyak, garam, asam, bahan nabati, lanau, lumpur atau bahan-bahan lain yang dalam jumlah tertentu dapat membahayakan. Air harus berasal dari sumber yang telah terbukti baik dan memenuhi persyaratan sesuai SK SNI S-04-1989-F.

Air harus diukur dalam volume atau berat dengan alat ukur yang mempunyai akurasi 2%. Akurasi alat ukur harus diperiksa setiap hari.

4. Bahan tambah (Admixtures)

Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan untuk maksud : a. kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi, atau

b. pengikatan beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir

(finishing), pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu-lintas dapat

dipercepat, atau

c. pengikatan yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih

jauh

Proporsi bahan tambah dalam campuran harus didasarkan atas hasil percobaan. Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut :

a. SNI 03-2495 –1991 Bahan tambah untuk beton;

                 

(43)

b. SNI 03-2496-1991 Spesifikasi bahan tambah pembentukan gelembung udara;

c. ASTM C-618 Spesifikasi untuk Fly Ash atau Calcined Natural

Pozzolan yang digunakan dalam Beton Semen Portland;

d. AASHTO M 144-78 Spesifikasi untuk Calcium Chloride.

5.4.5.3. Penentuan proporsi campuran beton semen

Penentuan proporsi campuran awal diperoleh berdasarkan perhitungan rancangan dan percobaan campuran di laboratorium. Proporsi rencana campuran akhir harus didasarkan pada percobaan penakaran skala penuh pada awal pekerjaan.

Apabila ketentuan kadar semen minimum diterapkan, maka disarankan

untuk menggunakan semen minimum 335 kg/cm3, kecuali bila pengalaman

setempat menunjukkan bahwa nilai tersebut dapat diturunkan.

Kuat tarik lentur beton yang ditentukan dalam perencanaan pada umur 28 adalah 4 MPa (40 kg/cm2). Dalam hal apapun kadar semen tidak boleh lebih kecil dari 280 kg/m3.

5.4.6. Pengadukan beton semen

5.4.6.1. Unit penakaran (Batching Plant)

Unit penakaran terdiri atas bak-bak atau ruangan-ruangan terpisah untuk setiap fraksi agregat dan semen curah. Alat ini harus dilengkapi dengan bak

penimbang (weighting hoppers), timbangan (scales) dan pengontrol takaran

(batching controls). Semen curah harus ditimbang pada bak penimbang yang

terpisah, dan tidak boleh ditimbang kumulatif dengan agregat. Timbangan harus cukup mampu untuk menimbang bahan satu adukan dengan sekali menimbang.

Alat penimbang harus dapat menimbang semua bahan secara teliti. Ketelitian timbangan harus diperiksa sebelum digunakan dan secara berkala selama pelaksanaan.                  

(44)

5.4.6.2. Pengukuran dan penanganan bahan

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Semen curah maupun semen kemasan dapat digunakan, asalkan

menggunakan cara penakaran yang sama. Semen yang berbeda merek tidak boleh digunakan pada pencampuran yang bersamaan. Semen harus ditimbang dengan penyimpangan maksimum 1%. Apabila digunakan semen kemasan, maka jumlah semen dalam satu adukan beton harus merupakan bilangan bulat dalam zak;

2. Agregat ditimbang dengan penyimpangan maksimum 2 %;

3. Air pencampur dapat ditakar berdasarkan volume atau berat. Toleransi penakaran maksimum 1%;

4. Bahan tambah yang digunakan harus dicampur ke dalam air sebelum

dituangkan ke dalam mesin pengaduk. Bahan tambah dapat ditakar dalam berat atau volume, dengan toleransi penakaran maksimum 3%. Bila digunakan bahan tambah pembentuk udara (air entraining admixture) bersamaan dengan bahan kimia, maka masing-masing bahan tambah harus ditakar dan ditambahkan kedalam adukan secara terpisah;

5. Abu terbang (fly ash) atau pozolan lainnya harus ditakar dalam berat dengan batas ketelitian 3 %.

5.4.6.3. Cara pengadukan beton semen

Pengadukan beton semen merupakan bagian paling penting dari tahapan-tahapan, harus menghasilkan beton semen yang homogen, seragam dan ekonomis. Untuk memperoleh hasil yang seperti itu, pemilihan tipe alat dan pengoperasiannya harus dilakukan secara tepat, demikian juga penempatan alat pengaduk dan material bahan campuran beton.

Bahan tambah yang berupa cairan harus dicampur ke dalam air sebelum dituangkan ke dalam mesin pengaduk. Seluruh air campuran harus sudah dimasukkan ke dalam mesin pengaduk sebelum seperempat masa pengadukan selesai.                  

(45)

Lama waktu pencampuran (mixing time) yang diperlukan ditetapkan dari hasil percobaan campuran. Waktu pencampuran tidak boleh kurang dari 75 detik, kecuali ada data untuk mencampur minimum 60 detik.

Beton yang digunakan adalah beton siap campur (Ready-mixed Concrete),

pelaksanaan pencampuran beton harus sesuai dengan persyaratan Pd. S-02-1996-03.

Pengadukan beton dilakukan dengan cara masinal dimana mengerjakan pengadukan beton menggunakan peralatan yang telah memenuhi semua persyaratan yang bisa dikendalikan secara otomatis, baik dalam hal penimbangan atau penakaran material maupun pengadukannya. Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan petunjuk dari pabrik yang menyatakan kapasitas dan jumlah putaran per menit yang dianjurkan.

5.4.7. Pengangkutan adukan beton

Pengangkutan adukan beton ke lokasi pengecoran dapat menggunakan

tipping trucks, truck mixers atau agitators, sesuai dengan pertimbangan ekonomis

dan jumlah beton yang diangkut. Pengangkutan harus dapat menjaga campuran beton tetap homogen, tidak segregasi, dan tidak menyebabkan perubahan konsistensi beton.

Rentang waktu pengangkutan dapat diijinkan hingga 60 menit untuk beton normal tetapi harus lebih pendek lagi jika untuk beton yang mengeras lebih cepat atau temperatur beton ≥ 30° C.

5.4.8. Pengecoran, penghamparan, dan pemadatan

5.4.8.1. Pengecoran

Pengecoran beton harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi segregasi. Tinggi jatuh adukan beton antara 0,90 m – 1,50 m tergantung dari konsistensi adukan. Apabila dalam pengecoran digunakan mesin pengaduk di tempat, penuangan adukan beton dapat dilakukan menggunakan baket (bucket) dan talang. Harus diusahakan agar penumpahan adukan beton dari satu adukan ke adukan berikutnya berlangsung secara berkesinambungan sebelum terjadi pengikatan akhir (final setting).

                 

(46)

Bila pelaksanaan perkerasan dilakukan pada cuaca panas dan bila temperatur beton basah (fresh concrete) di atas 240 C, pencegahan penguapan harus dilakukan. Air harus dilindungi dari panas sinar matahari, dengan cara melakukan pengecatan tanki air dengan warna putih dan mengubur pipa penyaluran atau dengan cara lain yang sesuai. Temperatur agregat kasar diturunkan dengan menyemprotkan air. Pengecoran beton harus dihentikan bila temperatur beton pada saat dituangkan lebih dari 320 C.

Kehilangan kadar air yang cepat dari permukaan perkerasan akan menghasilkan kekakuan yang lebih awal dan mengurangi waktu yang tersedia untuk menyelesaikan pekerjaan akhir. Dalam keadaan seperti ini tidak diperbolehkan menambahkan air ke permukaan pelat. Pada kondisi yang sangat terpaksa berkurangnya kadar air bisa diimbangi dengan melakukan pengkabutan.

5.4.8.2. Penghamparan

Ada dua metoda penghamparan beton semen.

1. Metoda menerus;

Pada metoda ini beton dicor secara menerus. Sambungan-sambungan melintang dapat dibuat ketika beton masih basah atau dengan cara digergaji sebelum retak susut terjadi.

2. Metoda panel-berselang.

Pada metoda ini beton dicor dengan sistem panel-panel berselang. Panel-panel yang kosong di antara Panel-panel-Panel-panel yang sudah dicor, pengecorannya dikerjakan setelah 4 – 7 hari berikutnya.

Penghampar yang digunakan adalah jenis dayung (paddle) atau ulir

(auger), atau ban berjalan, maupun jenis wadah (hopper) dan ulir, kecuali apabila

digunakan penghampar acuan gelincir. Semua peralatan harus dioperasikan secara seksama.

Beton harus dihampar dengan ketebalan yang sesuai dengan tipe dan kapasitas alat pemadat. Perkerasan beton menggunakan tulangan, pemasangan tulangan harus diperkuat oleh dudukan kemudian beton dicor dan dipadatkan dari atas.                  

(47)

5.4.8.3. Pemadatan

Adukan beton harus dipadatkan dengan sebaik-baiknya. Metoda pemadatan dengan pemadatan dengan getaran yang dioperasikan dengan tangan

(Hand-operated vibrating beam). Alat ini berupa balok yang bertumpu di atas

acuan-acuan samping. Kepadatan beton dicapai dengan menggetarkan satu unit balok penggetar yang dioperasikan secara.

Sebagai tambahan untuk pemadatan bagian-bagian tepi atau sudut, dapat

digunakan alat pemadat yang dibenamkan ke dalam beton (immersion vibrator).

Pemadatan beton harus dihentikan sebelum terjadi bliding (bleeding) pada

permukaan beton, dan harus sudah selesai sebelum pengikatan awal terjadi.

Untuk daerah di sekitar ruji dan dudukan, pada tepi-tepi dan sudut-sudut sekitar fasilitas drainase, dan pada pelat-pelat tidak beraturan, pada jalan masuk dan persimpangan, diperlukan penanganan khusus untuk mencapai kepadatan yang baik.

5.4.9. Pembentukan Tekstur Permukaan

Setelah beton dipadatkan, permukaan beton harus diratakan dan dirapihkan dengan alat perata. Beton yang masih dalam keadaan plastis diberi tekstur untuk memberikan kekesatan permukaan. Permukaan yang kasar bisa dicapai dengan penyikatan dengan kawat atau paku dan pembuatan alur. Penyikat bisa dikerjakan dengan cara manual atau mekanis yang akan menghasilkan tekstur permukaan yang seragam sampai kedalamam 1,5 mm.

Penyikatan dilakukan dalam arah melintang. Sikat harus terbuat dari kawat kaku dan lebar sikat tidak boleh kurang dari 45 cm. Sikat harus terdiri dari dua baris dengan jarak 2 cm dari sumbu ke sumbu, masing-masing baris terdiri dari beberapa ikatan kawat dengan jarak antar ikatan 1 cm, yang setiap ikatan terdiri dari 14 kawat. Letak ikatan kawat harus dipasang secara zigzag. Panjang kawat 10 cm dan harus diganti apabila panjangnya menjadi 9 cm.

                 

(48)

5.4.10.Perlindungan dan Perawatan

5.4.10.1. Perlindungan

Setelah beton dicor dan dipadatkan, hingga berumur beberapa hari, beton harus dilindungi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Perlindungan yang dilakukan adalah :

1. Pencegahan retak susut plastis;

Bilamana terjadi kombinasi panas, cuaca kering dan angin yang kencang akan mengakibatkan hilangnya kelembaban yang lebih cepat dibandingkan dengan pengisian kembali rongga oleh proses aliran air. Pengeringan yang cepat juga terjadi pada cuaca dingin, jika temperatur beton pada saat pengecoran adalah lebih tinggi dari pada temperatur udara.

Jika laju penguapan air lebih dari 1,0 kg/m2 per jam, pencegahan harus dilakukan untuk menghindari terjadinya retak susut plastis. Besarnya laju penguapan dapat diestimasi dengan menggunakan nomogram seperti diperlihatkan pada Gambar 5.20.

Prosedur untuk meminimalkan retak akibat susut plastis :

a. Buat pelindung angin untuk mengurangi pengaruh angin dan atau

sinar matahari terhadap permukaan beton semen

b. Kendalikan perbedaan temperatur yang berlebihan antara beton dan udara baik cuaca panas maupun dingin

c. Hindari keterlambatan penyelesaian akhir setelah pengecoran beton

d. Rencanakan waktu antara pengecoran dan permulaan perawatan

dengan memperhatikan prosedur pelaksanaan, apabila terjadi keterlambatan, lindungi beton dengan penutup sementara

e. Lindungi beton selama beberapa jam pertama setelah pengecoran dan

pembuatan tekstur permukaan untuk meminimalkan penguapan

                 

(49)

Sumber : Pd.T-05-2004-B

Gambar 5.20. Nomogram penentuan besar lajur penguapan

2. Perlindungan terhadap hujan;

Untuk melindungi beton belum berusia 12 jam, harus ditutup dengan bahan seperti plastik, terpal atau bahan lain yang sesuai.

3. Perlindungan terhadap kerusakan permukaan.

Perkerasan harus dilindungi terhadap lalu-lintas umum dan proyek, dengan pemasangan rambu lalu-lintas, penerangan lampu, penghalang, dan lain sebagainya.                  

Gambar

Gambar 5.4.   Sketsa Umum Penampang Melintang Ruas Jalan  Lubuk Begalung - Indarung
Grafik LHR ruas jalan Lubuk Begalung – Indarung  dari tahun 2007 s/d  2011 dapat dilihat sebagai mana yang terlihat Gambar 5.5
Gambar 5.6.   Kemacetan dan Beberapa Jenis Kendaraan yang  Melewati Ruas Jalan Lubuk Begalung - Indarung
Tabel 5.2.   Variasi Beban Sumbu Kendaraan yang Lewat Ruas Jalan Lubuk  Begalung - Indarung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terlampir bersama surat ini kami sertakan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam Pengumuman Pelelangan Terbuka Pengadaan Motor Cooling Water Pump PLTU untuk PT PJB

Hasil eksperimen dengan menggunakan data training yang terdiri dari 5 jenis karakter tulisan tangan, menunjukkan untuk dimensi fitur karakter tulisan tangan 10x30

Variabel yang diukur adalah karakteristik peternak (umur, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga), karaktersitik usahatani (jumlah ternak, jumlah ternak laktasi, produksi

1) Entitas Utama menerapkan manajemen risiko terintegrasi secara efektif sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Konglomerasi Keuangan. 2) Direksi dan

Survival, yang mengharuskan pemain untuk mendapatkan sumber daya sendiri dan memiliki poin nyawa dan lapar, pastinya kita harus menjadi survivor, bertahan hidup, mencari sumber

Karena kegiatan pelacuran yang dilakukan oleh PSK tersebut melanggar nilai keagamaan, nilai moral dan norma maka para PSK ini berhak untuk mendapatkan jaminan sosial

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Adakah pengaruh yang

Berdasarkan hasil uji simultan yang telah dilakukan pada hipotesis pertama, disimpulkan bahwa stress kerja, komunikasi internal dan lingkungan kerja kerja secara