• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Permainan Tradisional Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Permainan Tradisional Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

⃰⃰

Potensi Permainan Tradisional Dalam Mengembangkan

Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah Dasar

1Wiwik Lestari, 2Nurdiana Siregar

Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNUSU, Medan Sumatera Utara

Address: Jl. H.A.Manaf Lubis/Gaperta Ujung No.2 Medan Helvetia, Telp: 061-80026202 e-mail: *1lestariwiwik201180@yahoo.co.id, 2nurdiana884@yahoo.co.id

ABSTRAK : Keterampilan sosial pada anak usia sekolah dasar saat ini menjadi penting diperbincangkan oleh para pemerhati pendidikan anak. Hal ini mengindikasikan adanya masalah dalam perkembangan keterampilan sosial pada anak yang saat ini hidup di era globalisasi. Masalah tersebut diantaranya adalah anak minim bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak tidak bermain sebagaimana seharusnya. Peneliti meyakini permainan tradisional adalah solusi untuk masalah tersebut. Hal yang menjadi perhatian peneliti adalah bagaimana agar anak gemar dan melakukan berbagai permainan tradisional sehingga perkembangan keterampilan sosialnya tumbuh sesuai kebutuhan usianya.

Dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yaitu 1) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis permainan tradisional anak yang masih dimainkan pada saat ini, 2) Menelaah peranan permainan tradisional dalam mengembangkan keterampilan sosial anak usia sekolah dasar, 3) Menganalisa faktor-faktor apa saja yang mengancam eksistensi permainan tradisional anak saat ini, peneliti dalam melakukan pengambilan data berbaur dengan anak-anak di Desa Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik komunikasi langsung, dokumentasi, observasi, dan wawancara.

Disamping tujuan penelitian, penentuan teknik pengumpulan data didasarkan juga pada tujuh indikator keterampilan sosial yaitu: 1) keterampilan dalam bekerjasama, 2) keterampilan dalam menyesuaikan diri, 3) keterampilan dalam berinteraksi, 4) keterampilan dalam mengontrol diri, 5) keterampilan dalam berempati, 6) keterampilan dalam menaati aturan, dan 7) keterampilan dalam menghargai orang lain.

Hasil identifikasi, deskripsi dan analisis peranan permainan tradisional ini dapat dijadikan sebagai sebagai bahan acuan dalam pengembangan materi pada mata kuliah Konsep Dasar IPS di Perguruan Tinggi. Disamping itu, permainan tradisional dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran di SD dalam menyampaikan materi IPS. Dapat juga dipandang sebagai salah satu cara mempertahankan budaya bangsa di generasi muda, karena generasi muda (usia SD) adalah masa depan bangsa.

Kata Kunci : Sosial, Keterampilan, Tradisional, Permainan Anak.

⃰⃰ Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu Universitas Asahan di Aula FKIP UNA, 22 September 2017.

(2)

ABSTRACT : Social skills at primary school age children currently a vital discussed by the observer of children's education. This might indicate a problem in the development of social skills in children who currently live in the era of globalization. The issue of whom were children skimpy socialize and interact with their environment. Children do not play as they should. Needs of children playing at the moment is dominated by a lot of high-tech game that actually will create new problems in social development. Researchers believe traditional game is the solution to the problem. It should be the concern of researchers is how to keep the child likes and perform a variety of traditional games so that the development of social skills grow according to the needs of his age.

In achieving the goals set in this study, namely 1) Identify and describe the types of traditional games children are still played today, 2) Examining the role of traditional games in developing social skills of children of primary school age, 3) Analyze what factors are threatening the existence of traditional children's games today, researchers in data collection mingle with the kids in the village of Hamparan Perak and data collection was done by using direct communication, documentation, observation, and interviews. Besides the purpose of research, determination of data collection techniques based also on seven indicators of social skills, namely: 1) skills in collaboration, 2) skill in adjusting, 3) skills in interaction, 4) skills in self-control, 5) skills in empathy, 6 ) skills in obeying the rules, and 7) skills in respect of others.

The results of the identification, description and analysis of the role of traditional games can be used as a reference in the development of course materials on the Basic Concepts IPS in Higher Education. In addition, traditional games can be used as a learning method in SD in presenting the material IPS. It can also be seen as one way of maintaining the nation's culture in the younger generation, as the younger generation (ages SD) is the nation's future.

(3)

PENDAHULUAN

Fenomena yang sedang marak melanda dunia anak-anak di Indonesia saat ini adalah serbuan dahsyat dari berbagai permainan anak berteknologi tinggi. Mulai dari gadget, video game, play station, remote car/ship, dan sebagainya. Serbuan tersebut tidak hanya berasal dari produk dalam negeri tetapi juga produk-produk luar negeri. Para orang tua sepertinya terbuai dan akhirnya memilih memanjakan anak-anak mereka dengan segala fasilitas permainan yang bahkan tidak terbayangkan biayanya. Pada daerah perkotaan gambaran seperti ini sama sekali tidak sulit dijumpai.

Kegiatan bermain anak terutama anak-anak di usia sekolah dasar merupakan salah satu masa yang bagi peneliti adalah masa paling penting untuk anak dalam mengasah keterampilan sosial mereka. Sekolah sebagai salah satu ruang bermain anak dalam wujud institusi formal memiliki tanggung jawab besar yang tidak hanya berperan dalam mengembangkan kemampuan akademik anak, tetapi juga kemampuan lainnya seperti afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tidak lupa, lingkungan tempat tinggal dan keluarga juga memiliki peran yang sama pentingnya. Selain sebagai ruang bermain, lingkungan juga berfungsi sebagai tempat anak belajar mengasah dan mengembangkan keterampilan sosialnya. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Yustiana (Euis, 2016) bahwa kemampuan dasar yang harus dimiliki anak tidak terbatas pada kemampuan membaca, menulis dan berhitung tetapi juga kemampuan intelektual, pribadi dan sosial.

Penting bagi anak usia sekolah dasar menguasai keterampilan sosial, namun hal tersebut tidak didukung oleh program pendidikan yang ada di sekolah formal. Program pendidikan disekolah selama ini hanya berbasis pada penguasaan akademik dan terjebak dalam formalitas. Pengajaran pengetahuan tidak kontekstual, bersifat hafalan dan tidak memberi kesempatan bagi anak untuk mendapat pelajaran sambil bermain. Padahal bermain bagi anak merupakan kebutuhan mutlak sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Semiawan, (2008) juga menyatakan anak tidak memperoleh keterampilan mental yang diperlukan pada taraf pengetahuan yang lebih tinggi.

Banyak anak tidak memiliki model yang dapat dijadikan contoh dalam membina kehidupan sosialnya, sehingga kerap memunculkan permasalahan dalam bersosialisasi. Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan sosial sangat memungkinkan untuk ditolak oleh rekan yang lain. Ketidakmampuan anak dalam bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, berempati, menaati aturan dan tidak mampu menghargai orang lain akan sangat mempengaruhi perkembangan anak lainnya. Sebaliknya, terbinanya keterampilan sosial pada diri anak akan memunculkan penerimaan dari teman sebaya dan guru sehingga sukses dalam belajar terutama dalam bersosialisasi (Reynolds, 2008).

Berdasarkan fenomena di atas, maka penelitian ini mengarah kepada pendeskripsian kondisi objektif keterampilan sosial usia sekolah dasar di Desa Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang serta mencari tahu potensi permainan tradisonal yang dimainkan anak-anak di Desa yang mampu mengembangkan keterampilan sosial anak. METODE PENELITIAN

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka seluruh data akan dianalisis dengan metode berfikir ilmiah, yakni dengan cara mendeskripsikan, menghubungkan dan membandingkan beberapa komponen temuan di lapangan. Akhir dari penelitian ini, setelah peneliti membandingkan antara dasar teoritis dengan dasar konseptual, maka peneliti kemudian akan mencari kesesuaiannya dengan hasil penelitian untuk kemudian mengambil suatu kesimpulan sebagai jawaban dalam penelitian ini.

Alat/teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik komunikasi langsung, dengan studi dokumentasi, observasi, dan wawancara sebagai alat pengumpul data. Sementara indikator keterampilan sosial yang diamati dalam aktivitas permainan

(4)

tradisional pada penelitian ini memfokuskan pada 7 (tujuh) aspek (Sapriya, 2009), yaitu: 1) keterampilan dalam bekerjasama, 2) keterampilan dalam menyesuaikan diri, 3) keterampilan dalam berinteraksi, 4) keterampilan dalam mengontrol diri, 5) keterampilan dalam berempati, 6) keterampilan dalam menaati aturan, dan 7) keterampilan dalam menghargai orang lain. Hasil temuan di lapangan berupa aktivitas bermain siswa, dideskripsikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan 7 indikator di atas, sehingga akan diketahui potensi permainan tradisional terhadap pengembangan keterampilan sosial anak.

HASIL & PEMBAHASAN

Dari hasil wawancara dengan anak-anak dan para orang tua di Desa Hamparan Perak, ada banyak sekali permainan anak yang saat masih dimainkan anak-anak di desa tersebut. Hanya saja permainan anak yang dimainkan di daerah itu dilakukan berdasarkan “musim”. Artinya tidak semua permainan tradisional dimainkan sekaligus dalam satu waktu. Itulah sebabnya, Peneliti selama lebih kurang 3 bulan melakukan penelitian hanya menemukan 12 permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak di Desa Hamparan Perak, yaitu :

1. Permainan Alep Jongkok. 2. Permainan Alep Perancis. 3. Permainan Batu Serimbang. 4. Permainan Engklek.

5. Permainan Gasing. 6. Perminan Kuda Lumping. 7. Permainan Kelereng.

8. Permainan Keretaan Dari Pelepah kelapa. 9. Permianan Lompat Karet.

10. Permainan Masak-masakan.

11. Permainan Rumah-rumahan Dari Tanah. 12. Permainan Tulup.

Oleh karena dari hasil wawancara dengan para orang tua di desa Hamparan Perak, masih ada lagi permainan tradisional yang dimainkan anak-anak desa, yang belum peneliti observasi secara langsung. Permainan tersebut antara lain adalah : layang-layang, congklak, patok lele, gobak sodor, pecah piring, kucing dan tikus, enggrang, samberlang, yoyo, karet gelang, serta meriam bambu. Ditambah saat peneliti berada dilapangan, tidak dijumpai anak-anak desa yang bermain permainan tersebut. Sehingga dengan begitu, peneliti memilih untuk lebih fokus menelaah hasil temuan di lapangan saja. Sedangkan informasi yang didapat melalui wawancara akan menjadi masukan untuk penelitian lanjutan dari penelitian ini.

Begitu banyaknya permainan tradisional yang dimainkan anak-anak di Desa Hamparan Perak, membuat peneliti memilih untuk fokus pada penyajian salah satu temuan permainan tradisional di Desa Hamparan Perak, yakni Permainan Batu Serimbang. Permainan ini di temui Peneliti dimainkan anak-anak di dusun I dan II.

Permainan Batu Serimbang di beberapa tempat di desa Hamparan Perak, disebut juga dengan istilah Permainan Batu Lima. Permainan ini lebih sering dimainkan anak-anak perempuan yang jumlah minimal 2 sampai 3 orang. Alat yang digunakan adalah 5 butir batu kerikil. Sistem permainannya yaitu anak-anak melakukan suiten atau hompimpa untuk menentukan siapa yang akan bermain lebih dahulu. Lalu, anak memainkan batu kerikil dengan cara mengkaut satu persatu batu, mulai dari kaut 1 butir, 2 butir, 3 butir sekaligus. Jika ada batu yang tidak terkaut, maka pemain dianggap “mati” dan permainan dilanjutkan dengan pemain berikutnya. Pemenang pada permainan ini adalah anak yang paling sedikit melakukan kesalahan saat bermain. Untuk lebih

(5)

mengenal permainan Batu Serimbang, berikut deskripsi mengenai permainan ini berdasarkan berbagai literatur.

Gambar 1. Anak-anak bermain Batu Serimbang

Dalam buku “Permainan Tradisional Jawa” karya Sukirman Dharmamulya (2008), permainan Batu Serimbang disebut dengan istilah Gatheng. Permainan Gatheng adalah permainan tradisional anak Yogyakarta yang menggunakan lima buah batu kerikil, yang dalam bahasa Jawa batu disebut watu, sebagai alat permainannya. Halaman atau teras rumah adalah tempat yang tepat untuk memainkan permainan ini. Anak-anak perempuan biasanya akan berkumpul dan berkelompok untuk memulai permainan. Anak perempuan lebih sering terlihat memainkan permainan Gatheng dibanding anak laki-laki di Yogya. Walau demikian, anak laki-laki juga pada waktu-waktu tertentu ikut memainkan permainan ini.

Ghateng adalah permainan tradisional yang tidak hanya murah, sederhana dan mudah dimainkan, tetapi juga tidak memerlukan waktu yang lama dalam memainkannya. Permainan ini bersifat kompetitif perorangan. Ghateng memerlukan kejujuran dan keterampilan pemainnya. Oleh karena itu terkadang permainan ini dimainkan dengan menerapkan sistem hukuman (genjengan) bagi yang kalah atau yang berlaku curang.

Dharmamulya (2008) menyebutkan bahwa permainan Ghateng sudah dimainkan secara turun temurun di daerah Jawa sejak zaman Kerajaan Mataram (abad XVII) sebagaimana kutipan berikut :

“…Dikisahkan bahwa pada jaman Mataram, putra raja Mataram waktu itu, yaitu Raden Rangga memiliki alat bermain watu ghateng (batu ghateng) yang luar biasa besarnya. Batu ghateng tersebut saat ini tersimpan denga baik di Kotagede, Yogyakarta…”

Usia anak-anak yang memainkan Ghateng berkisar antara 7-14 tahun. Walaupun mulanya permainan ini dimainkan anak perempuan, namun anak laki-laki juga bisa memainkannya. Anak-anak yang memainkan permainan ini bisa berasal dari berbagai latar belakang. Permainan ini bahkan dapat dimainkan sambil menjaga adik (momong adik) atau sambil menggembala ternak. Disekolah permainan ini juga disukai anak-anak, sebab selain alat yang digunakan mudah untuk dijumpai juga karena waktu bermainnya yang tidak memerlukan waktu yang lama.

Permainan Gatheng dalam masyarakat di Jawa Tengah juga disebut dengan nama Bekelan (Mulyani, 2013). Disebut Bekelan karena selain menggunakan 5 (lima) buah kerikil atau biji-bijian, pemain juga menggunakan bola karet sebesar bola pimpong untuk memainkannya. Bekelan sebaiknya dimainkan pada permukaan yang datar seperti lantai keramik atau ubin dari semen di teras rumah. Di sekolah anak-anak biasanya memainkan permainan ini di jam istirahat.

Cara memainkannya, jika pemain hanya dua orang, maka keduanya duduk berhadap-hadapan dan bergantian bermain. Namun jika pemain lebih dari dua orang, maka untuk menentukan giliran bermain dilakukan hompimpa atau suiten. Pemain

(6)

kemudian memulai bermain dengan menggenggam bola dan semua kerikil/biji bekel. Lalu bola dilempar setinggi ± 40 cm sambil menyebar semua kerikil/biji bekel ke lantai. Begitu bola jatuh dan memantul ke atas, bola ditangkap. Kemudian bola kembali dilempar lagi ke atas. Pada setiap kali pemain melempar bola hingga memantul, sebelum bola kembali ditanggkap, pemain harus sudah mengambil kerikil/biji bekel satu persatu hingga semua kerikil/biji bekel digenggam. Kerikil/biji bekel yang diambil semakin dinaikkan jumlah menjadi dua, tiga, empat, dan 5 sekaligus. Jika pemain pertama gagal pada tahap tertentu, permainan dilanjutkan oleh pemain berikutnya sesuai urutan. Pemain yang dinyatakan menang adalah yang dapat bermain dengan banyak macam yang berbeda-beda.

Di Lampung, Permainan Ghateng atau Bekelen ini disebut dengan istilah Ula (Tim Play Plus, 2017). Berbeda dengan permainan Bekelen, Ula tidak menggunakan bola karet untuk memainkannya. Sama seperti yang di jumpai di Jawa Tengah, permainan Ula di Lampung juga lebih sering dimainkan oleh anak perempuan dibanding anak laki-laki. Usia pemain rata-rata antara 7-12 tahun. Permianan ini dimainkan sekurang-kurangnya oleh dua orang anak. Peralatan yang digunakan dalam permainan Ula adalah 5 (lima) buah kerikil atau biji-bijian.

Aturan main dalam permainan Ula adalah : pertama, pemain melakukan undian untuk menentukan urutan bermain, dan pemenang pertama adalah yang mendapat giliran memainkan Ula terlebih dahulu. Kedua, cara bermain pada setiap tahapannya yaitu dengan melempar satu batu kerikil ke atas dengan satu tangan, lalu dengan cepat memungut satu batu yang terletak di lantai sebelum menangkap lagi satu batu yang dilempar tadi. Begitu seterusnya hingga keempat batu kerikil tersebut masuk dalam genggaman. Ketiga, ditahap ini pemain menyebutnya dengan istilah ngakhua (dua-dua), yakni memungut dua batu sekaligus sebelum batu yang dilempar ke atas kembali ditangkap, begitu seterusnya setiap tahap yang harus dilalui berikutnya disebut nelu (tiga), dan ngepak (empat). Keempat, tahap ini disebut tahap mising (membuang), yakni keempat batu yang ada dalam genggaman satu-persatu dilepaskan kembali ke lantai. Jika sudah jatuh semua, dilakukan tahap muput (mengumpulkan dan menamatkan). Maksudnya adalah mengumpulkan batu yang telah kembali dilempar kelantai yang posisinya berjauhan satu sama lain. Lalu menamtkan permainan dengan memungut empat batu kerikil yang telah dikumpulkan sekaligus dan menyambut batu yang dilempar ke atas seperti yang dilakukan pada tahap ngepak. Kelima, jika pada saat bermain terjadi kegagalan menangkap batu, atau batu dalam genggaman jatuh, maka pemain dianggap “mati” dan permainan dilanjutkan oleh pemain berikutnya. Pemenang dalam permainan ini adalah pemain yang tidak pernah gagal menangkap batu atau yang tidak pernah jatuh batu dari genggamannya.

Sementara itu di Pulau Kalimantan, Suku Banjar menyebut permainan Batu Serimbang dengan sebutan Basimban. Permainan Basimban, memerlukan 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) buah kerikil dan satu buah bola karet seukuran bola pimpong. Jumlah batu kerikil yang dimainkan biasanya disesuaikan dengan kemampuan pemain menyimpan kerikil dalam genggaman tangannnya, namun tidak boleh kurang dari lima butir dan maksimal 10 butir. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak perempuan di teras atau halaman rumah dengan rata-rata rentang usia 5-12 tahun. Pemain minimal adalah dua orang anak.

Cara memainkan permaianan Basimban adalah : pemain melakukan hompimpa atau suiten untuk menentukan urutan pemain yang akan bermain. Pertama-tama yang dilakukan pemain adalah menggenggam 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) batu kerikil pada salah satu tangan dan meletakkan bola karet diatas genggaman. Bola lalu dilemparkan keatas dan sebelum bola memantul dilantai, batu kerikil yang berada dalam genggaman disebarkan ke lantai. Lalu segera bola ditangkap setelah memantul mengenai lantai. Kemudian bola karet kembali dilempar keatas, sambil satu persatu batu kerikil di ambil

(7)

dan dimasukkan ke dalam genggaman sebelum bola yang memantul mengenai lantai di tangkap. Begitu seterusnya dilakukan sampai semua batu kerikil berhasil dimasukkan dalam genggeman. Jumlah batu kerikil yang dimainkan disesuaikan dengan kemampuan anak menggenggam. Pemenang pada permainan ini adalah pemain yang tidak pernah gagal menangkap bola atau yang tidak pernah menjatuhkan batu kerikil dari genggamannya.

Untuk menjawab bagaimana keterampilan sosial anak-anak di desa Hamparan Perak berdasarkan pengamatan langsung dilapangan, berikut gambaran umum keterampilan sosial anak usia Sekolah Dasar di Desa Hamparan Perak pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Gambaran Umum Keterampilan Sosial Anak Usia SD di Desa Hamparan Perak

N o

Keterampilan

sosial Usia 6-8 tahun Kelas 9-10 tahun Usia 11-13 tahun

1 Bekerjasama Membantu teman

yang mengalami kesulitan.

Memiliki keterikatan yang kuat terhadap teman bermain secara keseluruhan. Bekerjasama menyelesaikan Memiliki keterikatan terhadap kelompok Bekerjasama di dalam kelompok kecil

Membantu teman yang mengalami kesulitan Bekerjasama Memiliki keterikatan terhadap kelompok Membantu teman yang mengalami kesulitan Bekerjasama di dalam kelompok kecil

Bekerjasama 2 Menyesuaikan

Diri diri diawal masuk Sulit menyesuaikan sekolah.

Jarang ada pembentukan kelompok.

Anak tidak menolak untuk berada didalam kelompok bermain. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Mampu menyesuaikan diri dalam setting kelompok kecil. Bersedia ditempatkan dalam kelompok yang berbeda. Memilih teman-teman sekelompok, sehingga kadang-kadang menolak untuk

Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Mampu menyesuaikan diri dalam setting kelompok kecil. Bersedia ditempatkan dalam kelompok yang berbeda. Memilih teman-teman sekelompok, sehingga kadang-kadang menolak untuk

3 Berinteraksi Mengajak teman

untuk bermain bersama Berkomunikasi dengan baik (bertanya dan berdialog)

Mengajak teman untuk bermain bersama

Berkomunikasi dengan baik (bertanya dan berdialog)

Mengajak teman untuk bermain bersama

Berkomunikasi dengan baik (bertanya dan berdialog)

4 Mengontrol

Diri Cepat bosan dalam melakukan suatu kegiatan

Mampu menahan diri yang bukan gilirannya Mampu menghindari diri dari kegiatan yang membahayakan dirinya Menyelesaikan konflik dengan bantuan orang dewasa

Cepat bosan dalam melakukan suatu kegiatan

Mampu menahan diri yang bukan gilirannya Mampu menghindari diri dari kegiatan yang membahayakan dirinya Menyelesaikan konflik dengan bantuan orang dewasa dan atau oleh teman bermain.

Cepat bosan dalam melakukan suatu kegiatan.

Mampu menahan diri yang bukan giliranya. Mampu menghindari diri dari kegiatan yang membahayakan dirinya Menyelesaikan konflik oleh anak sendiri dan atau bantuan orang dewasa.

(8)

5 Empati Senang jika teman berprestasi

Peduli terhadap orang lain yang menghadapi permasalahan

Mencela teman yang kurang berprestasi Peduli terhadap orang lain yang menghadapi permasalahan

Senang jika teman berprestasi

Peduli terhadap orang lain yang menghadapi permasalahan

6 Menaati Aturan Mengikuti seluruh

prosedur dalam permainan

Menyelesaikan tugas secara berurutan

Mampu menunggu kesempatan untuk bermain

Membereskan alat mainan yang telah digunakan atas perintah orang dewasa

Mengikuti seluruh prosedur baik dalam pembelajaran maupun permainan

Menyelesaikan tugas belajar secara berurutan

Mampu menunggu kesempatan untuk bermain

Membereskan alat mainan yang telah digunakannya

Mengikuti seluruh prosedur baik dalam pembelajaran maupun permainan

Menyelesaikan tugas belajar secara berurutan

Mampu menunggu kesempatan untuk bermain.

Membereskan alat mainan yang telah digunakannya 7 Menghargai

Orang Lain kemampuan yang Menghargai dimiliki temannya dengan cara

mengajarkannya kepada yang lain

Meluangkan waktu untuk melihat kegiatan/ permainan yang dilakukan temannya Menghargai kemampuan yang dimiliki temannya dengan cara mengajarkannya kepada yang lain Meluangkan waktu untuk melihat kegiatan/ permainan yang dilakukan temannya Menghargai kemampuan yang dimiliki temannya dengan cara mengajarkannya kepada yang lain

Meluangkan waktu untuk melihat kegiatan/ permainan yang dilakukan temannya

Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa anak-anak pada usia Sekolah Dasar di Desa Hamparan Perak telah menunjukkan keterampilan sosial dalam hal bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol diri, berempati, menaati aturan, dan menghargai orang lain. Hal tersebut merupakan serangkaian keterampilan sosial yang perlu dimiliki anak berkaitan dengan perannya sebagai mahluk sosial. Walau demikian bukan berarti mereka tidak mengalami permasalahan yang berkaitan dengan keterampilan sosial seperti pada anak yang memiliki perbedaan tingkat usia yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru pada saat mereka masuk sekolah pertama kali. Permasalahan lain muncul pada saat anak menghadapi berbagai macam konflik ketika mereka berinteraksi dengan anak lainnya. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perlu adanya pengawasan orang dewasa ketika anak bermain dilingkungan rumahnya. Jika memungkinkan, mereka juga sebaiknya mendapatkan layanan dan konseling di sekolah yang dapat membantu mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan tetap terintegrasi pada pembelajaran anak-anak di tingkat sekolah dasar.

Permainan Batu Serimbang yang teridentifikasi melalui penelitian ini berpotensi untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial anak. Hal ini dapat dilihat dari jumlah peserta permainan yang mengikuti permainan Batu Serimbang yaitu jumlahnya minimal 2, 3, 5 orang atau lebih. Jumlah peserta ini menjadi indikator terjadinya suatu interaksi sosial yang positif dari para peserta permainan sehingga pada akhirnya akan membantu pengembangan keterampilan sosial anak itu sendiri. Permainan Batu Serimbang merupakan permainan aktif, artinya menuntut semua pemain untuk berperan secara aktif dalam mensukseskan permainan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syaodih (2002) yang mengatakan bahwa perkembangan sosial pada masa kanak-kanak berlangsung melalui hubungan antar teman dalam berbagai bentuk permainan.

(9)

Aktivitas permainan Batu Serimbang berportensi membantu anak mengatasi permasalahannya dalam penyesuaian diri terutama bagi anak usia kelas 1 SD (6-7 tahun) yang umumnya masih memiliki ketergantungan kepada orang tua atau memiliki permasalahan sosial. Anak di rentang usia kelas rendah banyak belajar menggunakan tahap-tahap awal perkembangan permainan, berkonsolidasi, dan mulai mengasah pemahaman mereka akan aturan-aturan dan strategi-strategi.

Potensi permainan Batu Serimbang sebagai Permainan Tradisional yang mampu mengembangkan keterampilan sosial anak dapat dilihat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 2.

Peranan Permainan Tradisional Dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial

No Nama Permainan Keterampilan Sosial

1 2 3 4 5 6 7

1 Batu Serimbang   √ √ √ √ √ √

Catatan:

 = mengembangkan keterampilan sosial pada aspek 2,3,4,5,6,dan 7 ( permainan kompetitif )

Keterangan: 4: mengontrol diri

1: bekerjasama 5: berempati

2: menyesuaikan diri 6: menaati aturan (disiplin)

3: berinteraksi 7: menghargai orang lain

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa pada permainan Batu Serimbang, karena sifat permainannya adalah kompetitif perorangan, maka pemain (anak) tidak diajarkan untuk bekerjasama, tetapi lebih banyak melakukan interaksi melalui dialog, menyesuaikan diri dengan teman bermain, mengontrol diri pada saat mengalami kegagalan dan menunggu giliran bermain, berempati pada teman yang gagal, mengikuti aturan permainan dan menghargai serta mengakui ketangkasan pemain lain yang berhasil memenangkan permainan.

Penjelasan tersebut menguatkan bahwa Permainan Batu Serimbang memiliki potensi dalam mengembangkan keterampilan sosial anak. Aktivitas bermain dilakukan anak untuk mengisi waktu senggang, membawa anak pada proses penularan budaya pada saat anak “bawang” atau anak yang baru datang turut serta dalam bermain. Peran permainan Batu Serimbang sebagai salah satu permainan tradisional anak dalam mengembangkan aspek lainnya juga terlihat, yaitu pada motorik kasar, motorik halus, bahasa, kreativitas serta emosi.

Kelebihan yang bisa didapatkan dari aktivitas permainan tradisional Batu serimbang adalah bahwa permainan ini mampu mengembangkan keterampilan sosial anak, sebagai permainan yang memiliki nilai kompetisi sehingga memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bersaing dengan sehat (bermain sportif). Permainan tradisional Batu serimbang merupakan permainan yang dilakukan dengan menggerakkan anggota tubuh anak, merangsang otot-otot (keseimbangan, kelenturan, kecepatan, kekuatan, keterampilan, olah raga), mampu merangsang panca indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan), mampu merangsang komunikasi verbal (berbicara, tanya jawab, bercerita dan bernyanyi) serta mampu merangsang aktivitas berfikir (menyususn startegi dan patuh pada aturan), dan mampu merangsang emosi-sosial (bermain bersama, tenggang rasa) dan dapat melatih etika-moral (baik buruk, benar salah). Kelebihan lain dari permainan Batu Serimbang adalah bahan-bahan yang digunakan adalah bahan yang mudah dan murah diperoleh. Hal ini secara langsung mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan, etika, kejujuran, kemandirian, etos kerja, solidaritas sosial, yang secara implisit ada pada warisan leluhur.

(10)

Hambatan terutama terjadi pada pelaksanaan permainan tradisional Batu serimbang adalah pemahaman orang tua di rumah yang belum sepenuhnya mendukung dan menganggap bermain merupakan hal tidak penting, atau menganggap terapi bermain hanya diperuntukan bagi mereka yang bermasalah. Selain itu kekurangan dari permainan tradisional adalah beberapa permainan menjurus pada hal-hal penggunaan bahasa yang cenderung kasar. Efek psikologis yang muncul pada saat anak-anak melakukan permainan tradisional ini adalah menyenangkan (enjoyable), relaksasi (relaxing), spontan (spontaneous), dan humoris.

Sementara pada institusi formal seperti sekolah, ada anggapan bahwa bermain dengan permainan tradisional akan mengganggu aktivitas pembelajaran karena dapat menimbulkan kebisingan dan keributan dan hal ini dapat mengganggu pelajaran di kelas lain. Oleh karena itu permainan tradisional belum dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah-sekolah dasar di Indonesia secara keseluruhan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang dicapai, dapat kesimpulan dengan mengacu ke rumusan masalah penelitian. Adapun kesimpulannya antara lain bahwa keterampilan sosial anak yang diperoleh dari permainan tradisional Batu Serimbang antara lain: keterampilan dalam bekerja sama, keterampilan dalam berinteraksi, keterampilan dalam mengontrol diri, keterampilan dalam berempati, keterampilan dalam menaati aturan, dan keterampilan dalam menghargai orang lain.

SARAN

Berdasarkan simpulan, maka berikut ini beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap keterampilan sosial anak. sebagai berikut :

1) Permainan tradisional salah satu cara orang tua untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan sosial anak.

2) Orang tua dan orang dewasa dalam lingkungan tersebut, hendaknya berperan serta dalam memperkenalkan permainan tradisional yang dimainkannya di masa kecilnya dahulu.

3) Dalam lingkungan, anak merupakan tanggung jawab bersama sehingga adalah kewajiban semua pihak untuk membantu anak mempersiapkan dirinya menjadi orang dewasa yang sebagaimana seharusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badarrahman. 2010. Perancangan Board Game Misi Hanoman. Tersedia : http://elib.unikom.ac.id. Diakses : 11 Maret 2016.

Darmamulya, dkk. 2008. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta : Kepel Press.

Devi, Lismayanti. 2008. Peningkatan Keterampilan Sosial Anak TK Melalui Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif. Skripsi FIP-UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Hamzuri, Drs. & Tiarma Rita Siregar. 1998. Permainan Tradisional Indonesia. Jakarta :

Direktorat Permuseuman.

Hasanah, Nor Izatil & Hardiyanti Pratiwi. 2017. Pengembangan Anak Melalui Permainan Tradisional. Yogyakarta : Aswaja Pressindo.

Hurlock, Elizabeth B. 2011. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

(11)

Kurniati, Euis. Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. Tersedia : http://file.upi.edu.ac.id. Diakses : 07 Maret 2016.

Kurniawan, Aloysius Budi. 2017. Gelar Permainan Tradisional: Kearifan Itu Nyaris Punah. Kompas, 23 Februari 2017.

Nasution. 2010. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Makmun, Abin Syamsuddin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung : Rosdakarya. M nks, dkk. 2006. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : UGM Press.

Montolalu, dkk. 2009. Bermain dan Permainan Anak. Jakarta : Universitas Terbuka. Mulyana, Deddy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya.

Mulyani, Sri. 2013. 45 Permainan Tradisional Anak Indonesia. Yogyakarta : Langensari Publishing.

Cahaya, Noor. 2016. Permainan Anak Tradisional Kalimantan Selatan Sebagai Motivasi Pembelajaran di Sekolah, The Proceeding of International Seminar on Ethnopedagogy. Banjarmasin, 14 November 2015.

Reynolds & Muijs. 2008. Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rosita, Ida. 2013. Efektifitas Bimbingan kelompok Melalui Permainan Tradisional Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. UPI: http://repository.upi.edu. Diakses: 07 Maret 2016.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS : Konsep dan Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya Santrock, J.W. 2008. Perkembangan Anak. Edisi 11. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Semiawan. 2008. Belajar & Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta : Indeks.

Sukmadinata, Nana Shaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rosdakarya.

Sudaryanti & Sigit DK. 2009. Pengembangan Model Bahan Ajar PLH Berbasis Lokal Dalam Mata Pelajaran IPS. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sukardi. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan. : kompetensi dan prakteknya. Jakarta : Bumi Aksara.

Supandi, Trisna. 1984. Aneka Permainan Tradisional. Bandung : Pustaka Buana. Suryabrata, Sumadi. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung :

Rosdakarya.

Teviningrum. 2005. Mainan Modern Rentan Masalah. Bandung : Pustaka Setia.

Theresiana. 2009. Permainan Tradisional Yogyakarta Sebagai Media Untuk Meningkatkan Keterampilan Interaksi Sosial Pada Anak Sekolah Dasar Dengan Kesulitan Bergaul. Yogyakarta: UGM Press.

Tientje, dkk. 2004. Pendidikan Anak Usia Dini Untuk Mengembangkan Multiple Inteligensi. Jakarta: Drama Graha Group.

Tim Play Plus. 2017. Ensiklopedia Permainan Tradisional Anak Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Gambar

Gambar 1. Anak-anak bermain Batu Serimbang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Andi Muhammad Hasbi Munarka dan Sulastri Adeningsih (2014) dengan hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa analisis kinerja keuangan dengan menggunakan penelitian

Dalam putusannya, MK megaskan bahwa frasa “Telah Berumur 65 Tahun” dalam pasal 13 Ayat (1) Huruf c UU Pengadilan Pajak, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis), maka diperlukan referensi teoritis yang relevan dengan masalah dan dalam penelitian sebelumnya

Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencit kelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi aquades 0,2 ml,

Penulis menyelesaikan studi selama 3 Tahun 10 Bulan dan penulis menutup studi di Universtas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan menyususn skripsi yang berjudul “Peranan

Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa word of mouth merupakan komunikasi yang dilakukan oleh konsumen mengenai pengalaman mereka dalam mengguanakan suatu produk

Seseorang saat akan melakukan presentasi dirinya melalui media sosial pastilah mempunyai strategi atau cara yang digunakan untuk mempresentasikan dirinya.. Strategi presentasi