• Tidak ada hasil yang ditemukan

( Universitas Brawijaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "( Universitas Brawijaya)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Analisis

AnalisisAnalisis PerbedaanPerbedaanPerbedaanPerbedaan TingkatTingkatTingkatTingkat KepatuhanKepatuhanKepatuhanKepatuhan WajibWajibWajib PajakWajibPajakPajakPajak dandandandan PenerimaanPenerimaanPenerimaanPenerimaan PajakPajakPajakPajak Sebelum

Sebelum Sebelum

Sebelum dandandandan SesudahSesudahSesudahSesudah PenerapanPenerapanPenerapan ModernisasiPenerapanModernisasiModernisasiModernisasi AdministrasiAdministrasiAdministrasiAdministrasi PerpajakanPerpajakanPerpajakanPerpajakan (Studi

(Studi

(Studi(Studi padapadapadapada KPPKPPKPPKPP PratamaPratamaPratama diPratamadidi LingkungandiLingkunganLingkunganLingkungan KantorKantorKantorKantor WilayahWilayah DirektoratWilayahWilayahDirektoratDirektoratDirektorat JenderalJenderalJenderalJenderal PajakPajakPajakPajak JawaJawaJawaJawa TimurTimurTimurTimur III)III)III)III) Mario

Mario

MarioMario AntoniusAntoniusAntoniusAntonius SumarsonoSumarsonoSumarsonoSumarsono M.

M. M.

M. khoirukhoirukhoirukhoiru Rusydi,Rusydi,Rusydi,Rusydi, SE,SE,SE,SE, MAk,MAk,MAk,MAk, Ak.Ak.Ak.Ak. (((( UniversitasUniversitasUniversitasUniversitas Brawijaya)Brawijaya)Brawijaya)Brawijaya)

Abstract Abstract Abstract Abstract

In the end 2007, The Directorate General of Tax held the series of tax modernisation program to all small tax payer office in the East Java 3rd Regional Office Directorate General of Tax and another small tax payer office in Indonesia. Directorate General of Tax hopes this program can increase tax payer service to increase tax payer compliance and Indonesia tax revenue.

The objective of this research was to find out whether the differences of the tax payer compliance in reporting SPT, payment tax credit, tax gap and differences of whole tax revenue before and after tax modernization. The samples were all small tax payer office in the East Java 3rd Regional Office Directorate General of Tax. Result of this research give the empirical evidence that there was not significant differences between the tax payer compliance in reporting SPT, tax payer compliance in tax credit payment, tax payer compliance in tax gap before and after tax modernization at small tax payer office in the East Java 3rd Regional Office Directorate General of Tax. But there was significant differences on whole tax revenue before and after tax modernization at small tax payer office in East Java 3rd Regional Office Directorate General of Tax.

Keywords: tax modernization, tax payer compliance, reporting SPT, tax credit payment, tax gap, tax revenue

(2)

1. 1. 1.

1. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

Secara definitif dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) No 16 tahun 2000 menyebutkan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan), tanpa kontraprestasi secara langsung dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Definisi ini berubah dalam Undang-Undang KUP No 28 tahun 2007 yang menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk menjamin kepastian hukum mengenai perpajakan, pemerintah membuat undang-undang perpajakan sebagai pedoman baik bagi aparat pajak (fiskus) maupun masyarakat sebagai Wajib Pajak. Perubahan terbaru mengenai hukum formal perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang KUP No.28 Tahun 2007 sebagai pengganti UU No.6 Tahun 1983. Peraturan dalam undang-undang ini berisi ketentuan, sistem, serta prosedur yang harus dipatuhi oleh fiskus maupun Wajib Pajak.

Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diingat beberapa sasaran administrasi perpajakan, seperti: (1) meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak, dan (2) melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Pada hakekatnya kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputitax service dantax enforcement. Perbaikan administrasi perpajakan sendiri diharapkan dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh bagaimana administrasi perpajakan dilakukan.

(3)

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak.... Patut disyukuri bahwa perkembangan perpajakan Nasional kita mengarah kepada sistem yang lebih baik melalui kebijakan modernisasi pepajakan di semua lini birokrasi dan sistem teknologi informasi. Adanya modernisasi administrasi perpajakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepuasan Wajib Pajak. Tingkat kepuasan Wajib Pajak ini dapat tercermin dalam ketepatan waktu dalam menyampaikan SPT, berkurangnya denda atau penalti atas keterlambatan pembayaran angsuran pajak karena kesulitan pengisian formulir, dan pada akhirnya kepuasan Wajib Pajak (WP) akan berimplikasi pada meningkatnya kepatuhan membayar pajak dan penerimaan pajak.

Untuk mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak orang pribadi.

Penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak telah banyak dilakukan. Nasucha (2004) dalam bukunya “Reformasi Administrasi Publik, Teori dan Praktik” berusaha menelaah dan menjelaskan secara keseluruhan permasalahan reformasi administrasi perpajakan di Indonesia, dimulai dari kondisi dan awal permasalahannya, kondisi yang ingin diwujudkan dan cara pencapaiannya, dengan harapan akan mampu memberikan jawaban menyeluruh terhadap masalah administrasi perpajakan di Indonesia. Taufan (2003) juga telah melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dimana penelitian tersebut menjelaskan sejauh mana penerapan sistem administrasi perpajakan modern dalam kerangka reformasi administrasi perpajakan jangka menengah.

(4)

Kedua penelitian tersebut mencoba menelaah pengaruh modernisasi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak, maka penelitian yang peneliti lakukan kali ini lebih membahas pada apakah modernisasi administrasi perpajakan telah memberikan pengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak yaitu dengan menguji beda apakah terdapat perbedaan antara kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak sebelum dan sesudah modernisasi administrasi perpajakan.

2. 2. 2.

2. KerangkaKerangkaKerangkaKerangka TeoritisTeoritisTeoritisTeoritis dandandandan PengembanganPengembanganPengembanganPengembangan HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis 2.1

2.1 2.1

2.1 HubunganHubunganHubunganHubungan PenerapanPenerapanPenerapanPenerapan ModernisasiModernisasiModernisasi AdmnistrasiModernisasi AdmnistrasiAdmnistrasiAdmnistrasi PerpajakanPerpajakanPerpajakanPerpajakan dengandengandengandengan Kepatuhan

KepatuhanKepatuhanKepatuhan WajibWajibWajibWajib PajakPajakPajakPajak

Menurut Nurmantu (2003:8), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Nurmantu, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu (KEP-213/PJ./2003). Di UU KUP sendiri tidak ada istilah Wajib Pajak Patuh. Istilah yang dipergunakan di UU KUP adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Baru-baru ini telah dikeluarkan SE-02/PJ/2008 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu sebagai ”turunan” dari Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007. Syarat-syarat Wajib Pajak Patuh menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 192/PMK.03/2007 adalah sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

(5)

b. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Nopember tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.

c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.

d. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.

e. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik.

f. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat melatarbelakangi Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan dan menjadi Wajib Pajak yang patuh adalah (Prasetyo, 2000) :

a. Pengetahuan Wajib Pajak tentang pajak

b. Pemahaman Wajib Pajak terhadap Peraturan Perpajakan c. Manfaat pajak yang dirasakan Wajib Pajak

(6)

Menurut Mardiasmo, kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan pada Wajib Pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Masyarakat enggan membayar pajak, dapat disebabkan karena perkembangan intelektual dan moral dari masyarakat, peraturan perpajakan yang sulit dimengerti, sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat, dan sistem kontrol tidak dapat dilaksanakan dengan baik (Mardiasmo, 2001:9)

Menurut Gunadi (2003), dalam menilai seberapa baik kemampuan administrasi perpajakan dalam mengumpulkan penerimaan, perlu diingat sasaran administrasi pajak yakni meningkatkan kepatuhan pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya optimal. Dengan meningkatnya kepatuhan masyarakat sebagai Wajib Pajak dalam membayar pajak, maka diharapkan penerimaan dari sektor perpajakan dapat meningkat.

Sunarsip dalam artikelnya “Mega Fakta atau Mega Ilusi” di Harian Republika 8 September 2004 menyatakan bahwa pengukuran berdasarkan angka nominal penerimaan pajak cenderung bias karena tidak mempertimbangkan aspek inflasi serta pajak nominal yang sesungguhnya dibantu oleh besarnya PDB nominal sebagai sesuatu yang given, yang setiap tahunnya memang mengalami peningkatan. Demikian pula Iman Sugema seperti dikutip Setiyaji (2005) mempertanyakan ukuran keberhasilan penerimaan pajak bila hanya berdasarkan angka penerimaan pajak. Menurutnya, meskipun terdapat peningkatan yang signifikan secara nominal penerimaan pajak, namun pengukuran dalam angka nominal tidak selalu menjadi indikasi bahwa kinerja penerimaan pajak Indonesia telah optimal.

Nasucha (2004:9), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gap terutama lemahnya administrasi perpajakan. Keberhasilan pengumpulan pajak hanyalah merupakan akibat semakin sempitnya jurang

(7)

kepatuhan. Masalah lemahnya administrasi perpajakan dialami oleh banyak negara sedang berkembang.

Menurut Perry dan Whalley (2000), ketika sistem perpajakan suatu negara telah maju, pendekatan reformasi diletakkan pada peningkatan dalam kepatuhan dan administrasi perpajakan. Peningkatan kepatuhan sangat penting dalam reformasi perpajakan, dan mungkin lebih penting daripada perubahan struktural dalam sistem perpajakan.

Nasucha (2004) dengan mengutip Richard M. Bird dan Milka C. de Jantscher dalam buku Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF, 1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gapterutama lemahnya administrasi perpajakan.

Taufan (2003) juga telah melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dimana penelitian tersebut menjelaskan sejauh mana penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dalam kerangka reformasi administrasi perpajakan jangka menengah yang telah digulirkan oleh Direktorat Jenderal.

Menurut Nasucha (2004:10), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak. Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara berkembang.

Berdasar atas bukti empiris penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti diuraikan di atas maka dapat dibuat prediksi bahwa penerapan modernisasi administrasi perpajakan mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan

(8)

Wajib Pajak yang ditunjukkan dengan kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan serta selisih antara target penerimaan pajak dan realisasi penerimaan pajak (tax gap) sehingga akan mempengaruhi besarnya tingkat penerimaan pajak. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Terdapat perbedaan antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam tingkat pelaporan SPT sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

H2 : Terdapat perbedaan antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam tingkat pembayaran atas tunggakan pajak sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

H3 : Terdapat perbedaan antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam prosentase tax gap sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

2.2 2.2 2.2

2.2 HubunganHubunganHubunganHubungan PenerapanPenerapanPenerapanPenerapan ModernisasiModernisasiModernisasi AdmnistrasiModernisasi AdmnistrasiAdmnistrasiAdmnistrasi PerpajakanPerpajakanPerpajakanPerpajakan dengandengandengandengan Penerimaan

PenerimaanPenerimaanPenerimaan PajakPajakPajakPajak

Menurut Darmin Nasution, permasalahan yang timbul dalam hal penerimaan pajak adalah adanya satu dilema yang dilihat dari sisi negara yang melakukan pemungutan, maupun dari sisi pembayar pajak. Di satu sisi, negara menginginkan dana pajak yang dipungut sebisa mungkin optimal dan mencapai target sehingga negara dapat melakukan pembangunan. Namun, di sisi lain, masyarakat pembayar pajak tidak seluruhnya melaksanakan kewajiban tersebut sehingga penerimaan negara berkurang. Masih ada orang yang menganggap bahwa tidak ada gunanya membayar pajak karena tidak ada manfaat yang diperoleh dari pemerintah. Terlepas dari sifat pajak yang memaksa, bagaimanapun, pemerintah harus memberikan jaminan bahwa memang pajak sudah diperuntukkan dengan benar. Bila tidak, artinya pemerintah tidak memahami hakekat dari pajak itu sendiri (www.pajak.go.id, 2008).

(9)

Sampai saat ini, persentasi penerimaan negara melalui pajak bisa dikatakan masih sangat rendah. Di sinilah perlunya peranan pemerintah sebagai pemungut pajak untuk mengambil langkah-langkah kebijakan agar dapat memancing kesadaran masyarakat untuk mau membayar pajak. Saat ini, pemerintah sebaiknya tidak lagi mengedepankan alat pemaksaan bahwa penghindaran pajak merupakan tindakan kriminal. Sudah waktunya pemerintah melakukan perubahan birokrasi agar lebih disesuaikan dengan kondisi jaman. Di sinilah peranan aparat pemungut pajak (fiskus) menjadi ujung tombak di dalam mencapai target penerimaan pajak. Masalah lemahnya administrasi perpajakan dialami oleh banyak negara sedang berkembang (www.pajak.go.id, 2008).

Dengan diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan maka diharapkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak akan meningkat, baik itu kepatuhan dalam melaporkan SPT, kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak sehingga dapat mempersempit jurang tax gap dan berakibat pada meningkatnya jumlah penerimaan pajak. Semakin patuh rakyat membayar pajak berarti jurang kepatuhan semakin sempit dan berarti pemungutan pajak lebih berhasil sehingga jumlah penerimaan pajak meningkat. Sebaliknya, semakin lebar jurang kepatuhan maka semakin sedikit pajak yang berhasil dikumpulkan.

Pencapaian target penerimaan pajak yang sebesar-besarnya tidak dimaksudkan sebagai usaha untuk memungut pajak sebesar mungkin kepada pembayar pajak, melainkan berusaha untuk mengoptimalkan jumlah subyek atau obyek yang dikenakan pajak agar tidak ada yang terlewatkan. Ada beberapa faktor yang sangat berperan penting dalam menjamin optimalisasi pemasukan dana pemungutan pajak ke kas negara, yaitu (www.pajak.go.id, 2008):

1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-Undangan dalam Bidang Perpajakan

2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat 3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)

(10)

Selain beberapa faktor diatas, Chandra Budi, Staf Direktorat Jenderal Pajak (www.jawaposonline.2008) mengemukakan bahwa penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi.

Setiyaji dan Amir (2005) telah melakukan penelitian mengenai modernisasi perpajakan yang berjudul Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Penelitian tersebut bermaksud untuk merefleksikan berbagai hal yang telah dicapai oleh reformasi perpajakan, efektivitasnya, dan kelayakannya dipandang dari beberapa kriteria sistem perpajakan yang ideal. Penelitian tersebut merupakan deskriptif eksploratory yang memaparkan dan mengambarkan suatu topik dan mencoba mengurai berbagai masalah yang muncul. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa reformasi perpajakan selama ini telah mencapai hasil yang baik, terutama dalam hal jumlah penerimaan pajak namun masih banyak kekurangan yang harus segera diperbaiki. Pencapaian ukuran keberhasilan pemungutan pajak masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

Dari berbagai uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa akan terdapat pengaruh terhadap jumlah penerimaan pajak akibat diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan. Oleh sebab itu, hipotesis keempat yang dirumuskan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

H4 : Terdapat perbedaan antara tingkat penerimaan pajak sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

3. 3. 3.

3. MetodeMetodeMetodeMetode RisetRisetRisetRiset

Menurut Indriantoro dan Supomo (2002) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang diambil untuk tujuan penelitian adalah semua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. Yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah semua Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang terdaftar berada dibawah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III yang berjumlah 14 KPP.

(11)

Penelitian ini merupakan jenis penelitian event study, penelitian yang melihat pengaruh/efek dari suatu kejadian. Penelitian ini mencoba untuk melihat perubahan efektivitas kinerja KPP Pratama dengan diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan yang tercermin dari Jumlah WP yang mendaftarkan diri dan efektif, WP yang tingkat pelaporan SPT tahunan, jumlah pembayaran tunggakan pajak atau jumlah WP yang tertunggak pajak, dan berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan, serta tingkat penerimaan pajak karena adanya penerapan modernisasi adminstrasi perpajakan selama periode pengamatan (Taufan, 2003).

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung namun melalui media perantara (Sekaran, 2003). Periode data yang digunakan adalah periode tahun 2007 sebagai periode sebelum diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan dan tahun 2008 sebagai periode setelah diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan pada semua KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III.

Data empiris yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dengan observasi, wawancara, dokumentasi. Teknik observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan sistem administrasi perpajakan modern di beberapa KPP Pratama di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur III . Teknik wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pihak-pihak yang berkompeten dari pegawai pajak maupun Wajib Pajak guna memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi atau disebut juga arsip (archival research) yang memuat kejadian masa lalu.

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2004) pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi berkaitan dengan hal tersebut dan kemudian dapat ditarik kesimpulannya.

(12)

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak. Kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak diproksi dengan jumlah total Wajib Pajak yang terdaftar efektif, data Wajib Pajak yang tingkat pelaporan SPT, jumlah pembayaran tunggakan pajak atau jumlah Wajib Pajak yang tertunggak pajak, dan selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial(tax gap).

Penerimaan pajak disini adalah semua penerimaan pajak yang berasal dari PPh, PPN dan PPnBM, PBB, BPHTB dan bea materai. Total penerimaan pajak pada umumnya selalu meningkat setiap tahun, pembanding kenaikan pajak normal tahun 2007 terhadap 2008 secara nasional adalah 13,2 % yang berarti tanpa melakukan usaha penagihan kantor pajak akan mendapatkan penerimaan pajak 13,2 % lebih tinggi dari tahun 2007. Tingkat penerimaan pajak meskipun dianggap bukan proksi yang tepat dalam mengukur efektivitas administrasi perpajakan, tetap akan diteliti karena tingkat penerimaan pajak secara positif dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan merupakan tujuan utama dari penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan penerimaan pajak sebelum diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan akan dibandingkan dengan setelah diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan dengan menggunakan statistik inferensial uji beda paired sample t-testjika data terdistribusi normal dan wilcoxon signed rank test jika data tidak terdistribusi secara normal.

4. 4. 4.

4. PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan 4.1

4.1 4.1

4.1 UjiUjiUjiUji NormalitasNormalitasNormalitasNormalitas DataDataDataData

Berdasarkan penghitungan distribusi kepatuhan Wajib Pajak dalam tingkat pelaporan SPT, kepatuhan Wajib Pajak dalam tingkat pembayaran tunggakan pajak, kepatuhan Wajib Pajak dalam prosentase tax gap dan penerimaan pajak di atas, diperoleh hasil bahwa pada periode sebelum dan sesudah peristiwa modernisasi administrasi perpajakan memiliki nilaiAsymp 2 tailed p> 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa data berdistribusi normal sehingga dalam menguji

(13)

hipotesis I, II, III dan IV dilakukan dengan menggunakan uji statistik paired sample t-test.

4.2 4.2 4.2

4.2 HasilHasilHasilHasil PengujianPengujianPengujianPengujian HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis 1111

Berdasarkan hasil uji hipotesis ke-1, penelitian ini berhasil menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan atas tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT Orang Pribadi sebelum dan sesudah modernisasi administrasi perpajakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai asymp. significance untuk tingkat pelaporan SPT Orang Pribadi sebesar 0.105, namun tidak demikian dengan Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Pemotong/Bendaharawan. Hasil uji hipotesis ke-1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Pemotong/Bendaharawan, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai asymp. significance untuk tingkat pelaporan SPT Badan sebesar 0.000 dan untuk SPT Pemotong/Bendaharawan sebesar 0.002.

Hal ini membuktikan bahwa kenaikan jumlah Wajib Pajak yang mendaftarkan diri ber-NPWP melalui sunset policy pada 2008 tidak diikuti dengan kenaikan jumlah Wajib Pajak yang melaporkan SPT untuk tahun 2008. Dapat disimpulkan bahwa masih banyak Wajib Pajak yang belum memahami hak dan kewaiban perpajakannya serta prosedur pembayaran perpajakan terutama dalam penyampaian atau pelaporan SPT tahunan.

4.3 4.3 4.3

4.3 HasilHasilHasilHasil PengujianPengujianPengujianPengujian HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis 2222

Berdasarkan hasil uji hipotesis ke-2, penelitian ini berhasil menemukan bukti bahwa tidak terdapat perbedaan atas tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam tingkat pembayaran tunggakan pajak sebelum dan sesudah modernisasi administrasi perpajakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai asymp. significance untuk tingkat pembayaran tunggakan pajak sebesar 0.630. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran tunggakan pajak periode sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga modernisasi administrasi perpajakan pada tahun pertamanya

(14)

diterapkan belum banyak berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam pembayaran tunggakan pajak.

4.4 4.4 4.4

4.4 HasilHasilHasilHasil PengujianPengujianPengujianPengujian HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis 3333

Berdasarkan hasil uji hipotesis ke-3, penelitian ini berhasil menemukan bukti bahwa tidak ada perbedaan atas tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam ukuran tax gap sebelum dan sesudah modernisasi administrasi perpajakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilaiasymp. significanceuntuktax gapsebesar 0.928. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang staf pegawai seksi penagihan Kanwil, angka realisasi penerimaan pajak secara mayoritas telah berhasil mencapai target penerimaan yang ditetapkan, namun angka tersebut sebenarnya masih jauh dari penerimaan pajak potensial yang masih belum banyak tergali dan terdokumentasi oleh kantor pajak. Oleh karena itu dengan mulai diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan selanjutnya juga akan disertai dengan program ekstensifikasi dan intensifikasi pajak untuk terus menggali potensi pajak yang sebenarnya dimiliki.

4.5 4.5 4.5

4.5 HasilHasilHasilHasil PengujianPengujianPengujianPengujian HipotesisHipotesisHipotesisHipotesis 4444

Berdasarkan hasil uji hipotesis ke-4, penelitian ini berhasil menemukan bukti bahwa terdapat perbedaan atas tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam ukuran tax gap sebelum dan sesudah modernisasi administrasi perpajakan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai asymp. significance untuk tax gap sebesar 0.026. Data tentang penerimaan pajak KPP Pratama di wilayah Kanwil DJP Jatim III tahun 2007 dan 2008 menunjukkan bahwa total penerimaan pajak tahun 2007 adalah sebesar Rp. 3.654.382.066.000 sedangkan total penerimaan pajak tahun 2008 mencapai Rp. 4.885.661.743.000. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan penerimaan pajak sebesar Rp. 1.231.279.677.000, dimana kenaikan ini mencapai 34% dari penerimaan pajak tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan target penerimaan tahun 2008, maka realisasi penerimaan pajak tahun 2008 mencapai 108% dari target yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan pajak normal tahun 2007 terhadap 2008

(15)

sebesar 13,2%, maka kenaikan penerimaan pajak tahun ini sebesar 34 % dapat dikatakan cukuplah signifikan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat penerimaan pajak periode sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga modernisasi administrasi perpajakan pada tahun pertamanya diterapkan telah banyak berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan pajak.

5. 5. 5.

5. SimpulanSimpulanSimpulanSimpulan dandandandan SaranSaranSaranSaran

Penelitian ini berhasil memberikan bukti secara empiris bahwa tidak terdapat perbedaan atas kepatuhan Wajib Pajak baik dalam tingkat pelaporan SPT, kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak, dan kepatuhan dalam ukuran tax gap sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan. Sedangkan dalam perbedaan penerimaan pajak, penelitian ini berhasil menemukan bukti empiris bahwa terdapat perbedaan penerimaan pajak yang cukup signifikan periode sebelum dan sesudah penerapan modernisasi administrasi perpajakan.

Penelitian selanjutnya bisa dikembangkan dengan memperluas sampel dan populasi penelitian dalam cakupan yang lebih besar yaitu menjadi beberapa Kanwil DJP di wilayah Indonesia sehingga lebih memungkinkan untuk dilakukan generalisasi secara lebih akurat. Disamping itu juga memperpanjang periode pengamatan, tidak hanya satu tahun melainkan melibatkan data beberapa tahun sehingga ada tidaknya perubahan kinerja kantor pajak sebagai akibat diterapkannya modernisasi administrasi perpajakan dapat diketahui dengan baik.

Penerapan modernisasi administrasi perpajakan sampai dengan tingkatan KPP Pratama di seluruh Indonesia hendaknya dilaksanakan dengan konsisten. Penetapan standar pelayanan serta ukuran dan pengukuran kinerja untuk seluruh KPP sangat diperlukan supaya terjadi keseragaman (uniformity) dan keadilan (equity) dalam administrasi perpajakan.

Atas setiap kekurangan dan kelemahan penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada KPP pratama di lingkungan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Jatim III sebagai pelaksanaan program dan kegiatan reformasi

(16)

administrasi perpajakan hendaknya segera dievaluasi dan diperbaiki serta diperoleh dukungan dan komitmen pihak-pihak terkait, sehingga reformasi administrasi perpajakan mencapai administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

(17)

DAFTAR

DAFTARDAFTARDAFTAR PUSTAKAPUSTAKAPUSTAKAPUSTAKA

Anonim. 2000. Undang-Undang Perpajakan No 16 tahun 2000.... Perubahan kedua atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Anonim. 2001. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/KMK.01/2001. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan.

Anonim. 2005.Administrasi Pajak Dimodernisasi. Investor Daily, Rabu, 27 April 2005.

Anonim. 2006.Wajah Baru Pelayanan Prima Dirjen Pajak. www.infopajak.com. Diakses tanggal 30 Oktober 2008.

Anonim. 2006. Peraturan Menteri Keuangan nomor 132/PMK.01/2006. Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Anonim. 2006. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.

Anonim. 2006. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Anonim. 2007. Surat Edaran Dirjen Pajak no.Se-1/pj/2007. Petunjuk Pelaksanaan

Dalam Rangka Reorganisasi Kantor Pusat Dan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/pmk.01/2006 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/pmk.01/2006.

Anonim. 2007. Undang-Undang Perpajakan No 28 tahun 2007.... Perubahan ketiga atas undang-undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Anonim. 2007.Modernisasi Setoran Pajak. www.pajak.go.id. Diakses tanggal 30 Oktober 2008.

Anonim. 2007. Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Pembenahan Sistem Administrasi Pajak. www.pajak.go.id. Diakses tanggal 14Mei 2009.

Anonim. 2008. Sunset Policy Untuk Tingkatkan Penerimaan Negara. http://www.endonesia.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&c id=5&artid=1118. Diakses tanggal 3 November 2008.

(18)

Badan Pemeriksa Keuangan. 2006. Pemeriksaan Penerimaan Pajak. (www.bpk.go.id), diakses tanggal 30 Oktober 2008.

Dajan, Anto. 1986.Pengantar Metode Atatistik. Jilid 2. Jakarta : LP3ES

Damayanti, Anggraeni. 2007. Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam Memprediksi Laba dan Arus Kas Masa Depan. Malang. Fakultas Ekonomi Universitas Brawjaya. Skripsi.

Direktorat Jenderal Pajak RI. 2003. Pedoman Pelaksanaan Tugas Account Representative. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pajak RI. 2004. Buku Informasi Perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pajak RI. 2004. Buku Informasi Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pajak RI. 2007.Buku Pedoman Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.

Gunadi. 2002. Ketentuan Dasar Pajak Penghasilan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Gunadi. 2003. Keberhasilan Pajak Tergantung Partisipasi Masyarakat, Dalam Perspektif Baru, (http://www.perspektif.net/articles/view.asp.id), diakses 15 Januari 2009.

Gunadi. 2004. “Rasionalitas Reformasi Administrasi Perpajakan” disarikan dari Naskah pidato pengukuhan sebagai guru besar pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tanggal 13 Maret 2004 berjudul Reformasi Administrasi Perpajakan Dalam Rangka Kontribusi Menuju Good Governance,(URL:http://www.infopajak.com/berita/170504bi1.htm),diakses 19 November 2008.

Indriantoro Nur & Supomo Bambang. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE Yogyakarta. Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. 2004. Hukum Pajak. Penerbit Salemba

Empat, Jakarta

Harahap, Abdul Asri. 2004. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik. Jakarta : Integrita Dinamika Press

Mahardiko, Bondan. 2008. Pengaruh Modernisasi Kantor Pelayanan Pajak Pada Segi Penerimaan Pajak Serta Pelayanan Terhadap Wajib Pajak. Malang. Fakultas Ekonomi Universitas Brawjaya. Skripsi.

(19)

Mardiasmo, 2001.Perpajakan, Andi Offset, Jogjakarta.

Nasucha, Chaizi. 2004.Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nasution, Darmin. 2007. Administrasi Perpajakan Dimodernisasi. www.Media Indonesia.com.Diakses tanggal 13 Desember 2008.

Nasution, Darmin. 2007. Audit Pajak Dilipatgandakan. www.pajak.go.id. Diakses tanggal 12 Januari 2009.

Nurmantu, Safri, 2003.Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan Obor. Pandiangan, Liberty. 2004.Pelayanan, Wajah Kantor Pajak.Bisnis Indonesia, 27

Desember 2004.

Perry, Guillermo, dan John Walley. 2000. Fiscal Reform and Structural Change in Developing Countries, vol. 1. London: MacMillan Press.

Poernomo, Hadi. 2004.Reformasi Administrasi Perpajakan dalam Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi. Jakarta : Kompas.

Prasetyo, Dwi Ferry. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilik Usaha Kecil Menengah Dalam Pelaporan Kewajiban Perpajakan di Daerah Yogyakarta. Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Skripsi.

Safitri, Wini. 2007.Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earnings dan Arus Kas Operasi Terhadap Harga Saham. Malang. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

Santoso, Singgih. 2002. Riset Pemasaran : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo

Sekaran, Uma. (2003).Research Methods for Business. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Setiyaji, Gunawan. Hidayat Amir. 2005. Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia. Jurnal Ekonomi Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta, November 2005.

Soemitro, Rochmat. 1990.Asas dan Dasar Perpajakan. Bandung: Eresco.

Sujarweni, V. Wiratna. 2007. SPSS untuk Penelitian : Skripsi, Tesis, Desertasi dan Umum. Yogyakarta : Global Media Informasi

Sugiyono. 2004. Metodologi Penelitian Administrasi, ed. ke-11. Bandung: Alfabeta.

(20)

Summer, Lawrence H., Johannes F. Linn, Shankar N. Acharya. 1991. Lesson of Tax Reform, Washington, D.C., U.S.A.: A World Bank Publication.

Sunarsip. 2004.“Mega Fakta atau Mega Ilusi”, Harian Republika. 8 September 2004.

Taufan, Marcus. 2003. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. Jakarta. Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Skripsi.

Tjahjono, Achmad. Husein, Fakhri. 2005.Perpajakan. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN

Trihendradi, Cornelius. 2007.Statistik Inferen Menggunakan SPSS. Yogyakarta : Andi Offset.

Wahana Komputer. 2007. Panduan Praktis Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 15.0. Yogyakarta : Andi Offset

Yuliansyah, Izma Widya. 2007.Praktik-Praktik Moral Hazard Yang Terjadi Pada Lingkup Sebuah Kantor Pelayanan Pajak Di Jawa Timur : Faktor, Bentuk, Dampak Dan Alternatif Penanganan. Malang. Fakultas Ekonomi Universitas Brawjaya. Skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) KOTA SURAKARTA ”. Perbedaan penelitian ini dengan

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Menganalisis pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Survey Terhadap Kantor

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Boyolali tentang pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap

ADMINISTRASI PERPAJAKAN MODERN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK (Studi Kasus pada Wajib Pajak yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo) ”. Perbedaan

Dimana yang menjadi objek penelitian yaitu Sistem Administrasi Perpajakan Modern dan Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya.. 3.2

Tujuan penelitian adalah : a). Untuk mengetahui peran administrasi perpajakan modern dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak

Pengaruh Sistem Administrasi Perpajakan Modern, Sosialisasi Perpajakan dan Pemahaman Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Pribadi dan Badan) Pada Kantor

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Menganalisis pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Survey Terhadap Kantor