i
PENEMPATAN TANAMAN UPAKARA SEBAGAI
ELEMEN LUNAK TAMAN PEKARANGAN RUMAH
DITINJAU DARI ASPEK FILOSOFI BUDAYA BALI
DI KECAMATAN PAYANGAN,
KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Oleh
Desak Putu Lola Ambarani NIM.1205105041
KONSENTRASI ARSITEKTUR LANSEKAP PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Denpasar, 1 Nopember 2016 Yang menyatakan,
Desak Putu Lola Ambarani NIM.1205105041
iii
ABSTRACT
Desak Putu Lola Ambarani. NIM 1205105041. Placement of Ritual Plants as an Soft Elements of Garden Review from Aspect of Balinese Culture Philosophy in District of Payangan, Gianyar Regency, Bali Province. Supervised by Ir. A.A. Gede Dalem Sudarsana, MS and
Ir. Sang Made Sarwadana, M.Si
Hindu community in Bali always held a religious rituals throughout the year. Most of the rituals elements are descended from plants which are well known as “ritual plants”. Traditional garden of Bali should use ritual plants as a landscaping plant. Objectives of this research were determine ritual plant as an soft elements of garden located in district of Payangan, Gianyar regency, province of Bali and placement ritual plants review from aspects of Balinese culture philosophy. Data were collected from three villages in Payangan throught a survey. Results of research conducted on 48 samples of house, showed as many as 80 species of ritual plants be used as a elements of garden in district of Payangan. Placement of ritual plants appropriate philosophical concepts of Balinese culture that is Tri Mandala and Asta Dala still has not been done because of the lack of public knowledge
Keyword : placement, Bali’s Hindu ritual plants, soft elements, traditional garden,
iv
ABSTRAK
Desak Putu Lola Ambarani. NIM 1205105041. Penempatan Tanaman
Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari
Aspek Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Dibimbing oleh Ir. A.A. Gede Dalem Sudarsana, MS dan Ir. Sang Made Sarwadana, M.Si
Masyarakat Hindu di Bali selalu melaksanakan ritual keagamaan sepanjang tahun. Sebagian besar elemen ritual berasal dari tanaman yang dikenal dengan sebutan tanaman upakara. Taman tradisional Bali sebaiknya menggunakan tanaman upakara sebagai tanaman pertamanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tanaman upakara yang digunakan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dan penempatannya ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali. Data diambil dari tiga desa di Kecamatan Payangan melalui survei. Hasil penelitian yang dilakukan pada 48 sampel rumah menunjukkan sebanyak 80 jenis tanaman upakara digunakan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan. Penempatan tanaman sesuai dengan filosofi budaya Bali yaitu Tri Mandala dan Asta Dala masih belum dilakukan karena kurangnya pengetahuan masyarakat.
Kata Kunci : penempatan, tanaman upakara, elemen lunak, taman tradisional, folosofi budaya Bali
v
RINGKASAN
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Seribu Pura dengan mayoritas penduduk beragama Hindu yang tidak pernah lepas dari ritual keagamaan yang dilakukan hampir sepanjang tahun. Pelaksanaan ritual keagamaan di Bali membutuhkan berbagai jenis tumbuhan-tumbuhan yang digunakan sebagai sarana kelengkapan upakara. Upakara merupakan bentuk pelayanan yang diwujudkan dari hasil kegiatan kerja berupa materi yang dipersembahkan atau dikurbankan dalam suatu upacara keagamaan. Keberadaan tanaman upakara harus tetap lestari selama agama Hindu masih eksis di Bali. Menggunakan tanaman upakara sebagai salah satu elemen lunak taman pekarangan rumah selain untuk pemenuhan arsitektural, estetika, dan fungsional, juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan upakara, sehingga tanaman yang digunakan dalam pertamanan tradisional Bali dapat memiliki fungsi ganda, di samping itu pemanfaatan tanaman upakara sebagai elemen taman juga merupakan salah satu upaya pelestarian tanaman upakara.
Payangan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Gianyar yang sebanyak 99,7% penduduknya beragama Hindu (Lampiran 3) yang menggunakan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah. Kenyataannya belum banyak masyarakat yang menata pertamanannya sesuai dengan filosofi budaya Bali yang terdiri dari filosofi Tri Mandala dan Asta Dala. Tri Mandala merupakan konsep tiga wilayah, sedangkan Asta Dala adalah delapan arah penjuru mata angin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan inventarisasi tanaman upakara dan mengetahui penempatannya sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan kuesioner. Jumlah sampel yang digunakan ialah sebanyak 48 rumah yang dianggap dapat mewakili rumah penduduk yang lainnya yang memiliki kriteria sebagai berikut: rumah tradisional Bali di Desa Melinggih, Desa Bukian dan Desa Kerta yang menggunakan tanaman upakara sebagai elemen lunak pada taman pekarangan rumahnya.
vi
Hasil survei menunjukkan 80 jenis tanaman upakara telah digunakan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan dengan total jumlah mencapai 2722 tanaman. Tanaman upakara yang ditanam tersebar di tiga area yaitu Utama Mandala atau areal merajan atau sanggah, Madya Mandala atau areal natah dan Nista Mandala atau areal telajakan. Tanaman berdasarkan fungsi yang digunakan dalam upakara dikelompokkan menjadi tanaman yang dimanfaatkan daunnya sebanyak 30 jenis, bunganya sebanyak 25 jenis, buahnya sebanyak 18 jenis, umbinya sebanyak enam jenis dan batangnya sebanyak satu jenis. Survei menunjukkan masyarakat Payangan dalam menata taman pekarangan rumah belum sesuai dengan filosofi Tri Mandala, namun secara tidak sengaja sebanyak 35% penempatan tanaman sudah sesuai filosofi Tri Mandala, sedangkan penempatan berdasarkan Asta Dala masih belum dilakukan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penempatan tanaman sesuai filosofi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 77% masyarakat meyatakan setuju apabila taman yang sesuai dengan filosofi budaya Bali dikembangkan di Kecamatan Payangan, namun sebanyak 79% masyarakat menyatakan belum tahu tentang penempatan tanaman sesuai filosofi Budaya Bali. Pemerintahan desa di Kecamatan Payangan belum pernah mengadakan penyuluhan pengenai penempatan tanaman, sehingga perlu dilakukannya penyuluhan kepada masyarakat Kecamatan Payangan agar masyarakat mengetahui penempatan tanaman sesuai filosofi budaya Bali. Tanaman upakara yang digunakan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan memiliki fungsi yang ganda yaitu sebagai tanaman upakara dan sebagai tanaman lansekap yang dapat memperindah pekarangan rumah. Sebanyak 22 tanaman dapat difungsikan sebagai kontrol pandangan, 17 tanaman sebagai pembatas fisik, enam tanaman sebagai pengendali iklim, enam tanaman sebagai pencegah erosi, lima tanaman sebagai habitat satwa dan 24 tanaman sebagai tanaman hias yang memiliki nilai estetika.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintahan Kecamatan Payangan memberikan penyuluhan mengenai penempatan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah agar masyarakat mengetahui lebih jelas tentang penempatan tanaman berdasarkan filosofi budaya Bali.
vii
PENEMPATAN TANAMAN UPAKARA SEBAGAI
ELEMEN LUNAK TAMAN PEKARANGAN RUMAH
DITINJAU DARI ASPEK FILOSOFI BUDAYA BALI
DI KECAMATAN PAYANGAN,
KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI
Oleh
Desak Putu Lola Ambarani NIM. 1205105041
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. A.A. Gede Dalem Sudarsana, MS Ir. Sang Made Sarwadana, M.Si
NIP. 19521231 198003 1 018 NIP. 19550927 198603 1 002
Mengesahkan Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS. NIP.19630515 198803 1 001
viii
PENEMPATAN TANAMAN UPAKARA SEBAGAI
ELEMEN LUNAK TAMAN PEKARANGAN RUMAH
DITINJAU DARI ASPEK FILOSOFI BUDAYA BALI
DI KECAMATAN PAYANGAN,
KABUPATEN GIANYAR, PROVINSI BALI
dipersiapkan dan diajukan oleh Desak Putu Lola Ambarani
NIM.1205105041
telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji pada tanggal 11 Nopember 2016
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana
No. : 171E/UN14.1.23/DL/2016
Tanggal : 20 September 2016
Tim Penguji Skripsi adalah
Ketua : Ir. A.A. Gede Sugianthara, MS. Anggota :
1. Naniek Kohdrata, SP., MLA
2. Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, MS 3. Ir. Sang Made Sarwadana, M.Si
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Desak Putu Lola Ambarani dilahirkan di Payangan pada tanggal 18 September 1994. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Ngakan Made Lamantara dan Desak Ketut Juniantari
Penulis memulai jenjang pendidikan dasar di SD Negeri 4 Melinggih, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar tahun 2000-2006. Melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Payangan, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar tahun 2006-2009. Melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Payangan, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar tahun 2009-2012. Sejak tahun 2012 diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Agroekoteknologi, Konsentrasi Arsitektur Lansekap, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana (FP Unud).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek) FP Unud periode 2013–2014, Himagrotek FP Unud periode 2014-2015 dan kepanitiaan. Pada bulan Agustus 2015 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) Unud periode ke-XI tahun 2015 di Desa Mangguh, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penempatan Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gaianyar, Provinsi Bali”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di FP Unud. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S., selaku Dekan FP Unud, serta staf yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. I Made Sudarma, M.S., selaku Ketua Jurusan Agroekoteknologi
FP Unud beserta staf atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Ir. A.A. Gede Dalem Sudarsana, MS., selaku pembimbing I yang telah mendampingi, membimbing, memberikan masukan, motivasi, dan meluangkan waktu serta terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing saya selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
4. Ir. Sang Made Sarwadana, M.Si., selaku pembimbing II yang telah mendampingi, membimbing, memberikan masukan, motivasi, dan meluangkan waktu serta terima kasih atas kesabarannya dalam membimbing saya selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Ir. A.A. Gede Sugianthara, MS., Naniek Kohdrata, SP., MLA., Ir. Cokorda Gede Alit Semarajaya, MS selaku dosen penguji atas segala ilmu, saran-saran dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Ir. A.A. Made Astiningsih, MP., selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan dukungan, saran dan pendapat selama penulis menjadi mahasiswa
7. Bapak dan ibu dosen di lingkungan FP Unud yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama menempuh pendidikan di kampus, memeberikan arahan dan motivasi kepada penulis.
xi
8. Staf pegawai di lingkungan FP Unud atas bantuannya dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi.
9. Terima kasih juga atas doa restu dan dukungan yang sangat besar dari keluarga tercinta Ayahanda Ngakan Made Lamantara, Ibu Desak Ketut Juniantari, adik Desak Made Lora Ambarini, Desak Nyoman Tri Permata Ayu dan Desak Ketut Sarisha Ayu, serta seluruh keluarga besar penulis dengan kasih sayang yang tulus, memberikan dukungan moral, selalu berdoa tiada henti-hentinya dan bantuan material, sehingga studi penulis dapat diselesaikan dengan baik.
10.Sahabat seperjuangan Windy Ferina, Ari Nirmalayanti, Ayu Padmawati, Sukasari yang banyak membantu, dan memberikan motivasi, serta masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
11.Kepada rekan-rekan seperjuangan di Konsentrasi Arsitektur Lansekap FP Unud (Ratih, Dharma, Pebry, Rijal dan Merta) yang menemani, membantu dan memberi semangat selama penelitian dan penulisan skripsi.
12.Rekan-rekan di FP Unud, terutama mahasiswa Agroekoteknologi angkatan 2012 dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada penyempurnaan skripsi penelitian ini. Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, Nopember 2016 Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii
ABSTRACT . ... iii
ABSTRAK . ... iv
RINGKASAN ... v
HALAMAN PERSETUJUAN ... vii
TIM PENGUJI ... viii
RIWAYAT HIDUP ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR ISTILAH ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Gambaran Umum Kecamatan Payangan ... 5
2.2 Tanaman Upakara ... 5
2.3 Fungsi Tanaman dalam Lansekap ... 6
2.4 Taman Tradisional Bali ... 8
2.5 Penempatan Tanaman Ditinjau dari Aspek Filosofi Budaya Bali ... 11
2.5.1 Tri Hita Karana ... 11
2.5.2 Tri Mandala ... 12
2.5.3 Tri Angga ... 15
2.5.4 Asta Dala ... 16
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
3.2 Alat ... 20
3.3 Jenis Data ... 20
xiii
3.5 Populasi dan Sampel ... 21
3.6 Metode Penelitian ... 22
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.7.1 Observasi ... 22
3.7.2 Wawancara ... 23
3.7.3 Kuesioner ... 23
3.8 Analisis Data ... 23
3.9 Batasan Penelitian ... 24
3.10 Kerangka Pikir Penelitian ... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Hasil ... 26
4.1.1 Tanaman Upakara yang Digunakan sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 26
4.1.2 Fungsi Tanaman dalam Upakara ... 29
4.1.3 Hasil Sebaran Kuesioner Penempatan Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan... 33
4.1.4 Hasil Wawancara Penempatan Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan ... 34
4.1.5 Hasil Wawancara Fungsi Tanaman Upakara sebagai Elmen Lunak Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 35
4.2 Pembahasan ... 36
4.2.1 Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Rumah di Kecamatan Payangan ... 36
4.2.2 Penempatan Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan ... 44
4.2.2.1 Tri mandala ... 45
4.2.2.2 Asta dala ... 49
4.2.3 Fungsi Tanaman dalam Arsitektur Lansekap ... 52
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1 Simpulan ... 57
5.2 Saran ... 57
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Tabel Halaman
3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 19 4.1 Tanaman yang Dimanfaatkan Daunnya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 26 4.2 Tanaman yang Dimanfaatkan Bunganya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 27 4.3 Tanaman yang Dimanfaatkan Buahnya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 28 4.4 Tanaman yang Dimanfaatkan Umbinya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 29 4.5 Tanaman yang Dimanfaatkan Batangnya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 29 4.6 Tanaman Upakara yang Digunakan sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 29 4.7 Fungsi Tanaman dalam Upakara ... 30 4.8 Hasil Sebaran Kuesioner Penempatan Tanaman Upakara sebagai
Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek
Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan ... 34 4.9 Hasil Wawancara Penempatan Tanaman Upakara sebagai
Elemen Lunak Taman Pekarangan Rumah Ditinjau dari Aspek
Filosofi Budaya Bali di Kecamatan Payangan ... 35 4.10 Hasil Wawancara Fungsi Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 36 4.11 Penempatan Tanaman Upakara Berdasarkan Warna Bunga dan
Buahnya ... 51 4.12 Fungsi Tanaman Upakara dalam Arsitektur Lansekap... 56
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Halaman
3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 20 3.2 Kerangka Berpikir ... 25 4.1 Tanaman yang Dimanfaatkan Daunnya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah ... 39 4.2 Tanaman yang Dimanfaatkan Bunganya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah ... 40 4.3 Tanaman yang Dimanfaatkan Buahnya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah ... 41 4.4 Tanaman yang Dimanfaatkan Umbinya sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah ... 42 4.5 Tanaman Tebu yang Digunakan sebagai Elemen Lunak Taman
Pekarangan Rumah ... 43 4.6 Tanaman Beringin dan Pulai yang Digunakan sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah ... 44 4.7 Penempatan Tanaman Upakara sebagai Elemen Lunak
Taman Pekarangan Rumah di Kecamatan Payangan ... 49
xvi
DAFTAR ISTILAH
A
Adegan patulangan : simbol mayat pada upacara Pitra Yadnya
Adegan tukon : upakara yang digunakan dalam upacara Pitra Yadnya B
Bade : bangunan untuk mengusung mayat ke kuburan Bagia Pula Kerti : simbol alam semesta pada upacara Dewa Yadnya Bambang Rsi Gana : lubang untuk mengubur sisa caru
Banten ngeruat : upakara untuk membuat batas bangunan
Base tampel : kelengkapan dalam upakara Dewa Yadnya dan Manusa Yadnya
Bebangkit : Tingkat upakara yang paling besar Bebayuhan : upakara untuk Manusa Yadnya
Boreh : Lulur
C
Canang : upakara yang paling sederhana Cane : canang yang dipakai pada saat rapat Caru : upakara dalam upacara Bhuta Yadnya Catur : upakara untuk kelengkapan Dewa Yadnya D
Daksina : upakara dalam upacara Panca Yadnya E
Eteh-eteh byakala : untuk pebersihan G
Gebogan : upakara dalam upacara Dewa Yadnya
Gelar sanga : upakara di depan bangunan surya pada upacara Dewa Yadnya
Guru piduka : upakara untuk memohon maaf pada dewa J
Jerimpen : bangunan jajan pada upacara Dewa Yadnya K
Katik sibuh pepek : pegangan untuk mengambil air suci Kembang rampai : daun pandan harum yang dipotong halus Ketopot : makanan yang dibungkus daun bambu
xvii
L
Lampad catur : upakara dalam upacara Dewa Yadnya Lis pebuan : alat untuk memercikkan air suci M
Manca kelud : sejenis caru tingkat menengah pada upacara Bhuta Yadnya
Mapandes : upacara potong gigi
Mapegatan : upacara untuk memutus alam dengan orang yg sudah meninggal
Mukur : tingkat lebih lanjut dari upacara Pitra Yadnya (ngaben) N
Ngaben : upacara membakar mayat (Pitra Yadnya) Ngenteg linggih : upacara Dewa Yadnya
O
Orti : kelengkapan dalam mengupacarai bangunan
P
Pabyakaonan : upacara Manusa Yadnya
Padanggal : alat untuk mengganjal rahang mulut pada upacara potong gigi
Padudusan : upacara Dewa Yadnya
Panjangilang : upakara yang digunakan dalam upacara Pitra Yadnya Pajegan : kelengkapan dalam upacara Dewa Yadnya
Pawintenan : upacara pada orang yang akan menjadi pendeta Panyegjeg : upacara Dewa Yadnya
Paleletan : untuk mengikat mayat
Panca : lima
Pangelukatan : air untuk pembersihan diri
Pangurip : mengidupkan bangunan
Pasucian : upacara untuk menyucikan Pemegat karya : penutupan suatu upacara
Pendeman : upakara yang ditanam di bawah bangunan
Penjor : bambu yang dihias
Perangkatan : upakara Dewa Yadnya Plaspas : upacara penyucian bangunan
Plawa : daun
Porosan : sara kelengkapan canang Prayascita : upakara dalam Dewa Yadnya
xviii
R
Raka-raka : buah-buahan
Rerampai : bunga untuk upakara
Rujak segara gunung : kelengkapan upacara Pitra Yadnya S
Sam-sam : kelengkapan upacara Dewa Yadnya
Sanggar suci : bangunan suci yang digunakan untuk menaruh upakara Sasayut ketipat : upakara yang berisi ketupat pada upacara Dewa Yadnya Sasayut ngraja swala : upakara untuk orang pertama kali haid
Sayut Prayascita : upakaraDewa Yadnya
Sawa prateka : memandikan dan menghias mayat
Segehan : upakara untuk pembersihan wilayah tingkat paling kecil Sekah : upacara Pitra Yadnya setelah ngaben
Sekarura : upacara menaburkan bunga dan uang kepeng pada saat mengusung mayat ke kuburan
Sendrong : kelengkapan upacara Pitra Yadnya
Sigi : sumbu lampu minyak
Suci : upakara digunakan dalam upacara Panca Yadnya T
Tajar tulup : sejenis senjata
Tatukon : upakara dalam upacara Pitra Yadnya Tebasan : upakara untuk Panca Yadnya
Tebasan durmanggala : upakara dalam upacara Dewa Yadnya Tebasan pasupati : upakara dalam upacara Dewa Yadnya
Tegen-tegenan : alat untuk memikul sarana upakara dalam upacara Dewa Yadnya dan Manusa Yadnya
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Lampiran Halaman
1. Data Klimatologi Kecamatan Payangan ... 61
2. Tabulasi Penempatan Tanaman Upakara yang Sesuai Filosofi Tri Mandala ... 62
3. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Payangan ... 65
4. Daftar Nama Responden ... 66
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Seribu Pura dengan mayoritas penduduk beragama Hindu. Bali tidak pernah lepas dari ritual keagamaan yang dilakukan hampir sepanjang tahun mulai dari ritual harian, bulanan, tahunan, puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun. Pelaksanaan upacara biasanya bergandengan dengan yadnya seperti Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya (Ayadnya dan Arinasa, 2004). Yadnya yang dilakukan umat Hindu di Bali sesungguhnya merupakan perwujudan doa yang divisualkan dalam berbagai simbol yang disebut upakara (Sardiana, dkk., 2010). Upakara atau banten merupakan bentuk pelayanan yang diwujudkan dari hasil kegiatan kerja berupa materi yang dipersembahkan atau dikurbankan dalam suatu upacara keagamaan (Yogagiri, 2013). Manusia mengembangkan berbagai gagasan untuk memohon agar terjadi kehidupan di bumi yang saling memelihara berdasarkan yadnya (Sardiana dkk., 2012). Pelaksanaan ritual keagamaan di Bali membutuhkan berbagai jenis tumbuhan-tumbuhan yang digunakan sebagai sarana kelengkapan upakara.
Kitab Bhagavadgita Bab IX sloka 26 menyebutkan bahwa sarana pokok yang wajib dipakai dasar untuk membuat persembahan terdiri dari pattram (daun-daunan), puspam (bunga), phalam (buah-buahan) dan toyam (air suci atau tirtha) (Srimad, 2006). Selain unsur air selebihnya adalah unsur tanaman. Keberadaan tanaman upakara harus tetap lestari selama agama Hindu masih eksis di Bali. Ketika aktivitas manusia berpacu dengan waktu, penyediaan sarana upakara menjadi sesuatu yang sangat mahal, maka perlu diupayakan suatu cara untuk
2 menjawab permasalahan tersebut, salah satunya adalah menjadikan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman rumah.
Tanaman merupakan elemen untuk mendukung keindahan suatu taman. Taman pada umumnya, termasuk taman yang mempunyai konsep budaya Bali tidak terlepas dari elemen tanaman sebagai penyusun utamanya. Menggunakan tanaman upakara sebagai salah satu elemen lunak taman rumah selain untuk pemenuhan arsitektural, estetika, dan fungsional, juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan upakara, sehingga tanaman yang digunakan dalam pertamanan tradisional Bali dapat memiliki fungsi ganda, di samping itu pemanfaatan tanaman upakara sebagai elemen taman juga merupakan salah satu upaya pelestarian tanaman upakara.
Menurut Prajoko (2012) taman di Bali bukan saja melibatkan arsitektural, fungsional, estetika, akan tetapi juga melibatkan filosofi budaya Bali di setiap penempatan komponen pertamanannya, sehingga terpola sedemikian rupa, baku dan khas untuk setiap komponen yang ada. Kekhasan dan keunikan pertamanan tradisonal Bali sebagai kearifan lokal, sangat berpotensi dikembangkan sebagai keunggulan lokal di bidang desain pertamanan. Menurut Raharja (2005) secara konsep, pengertian tentang taman tradisional Bali sama dengan pengertian taman pada umumnya. Secara khusus, perancangan taman tradisional Bali lebih menekankan pada taman alami yang merupakan wujud miniatur jagad raya (bhuwana agung) berlandaskan Tri Hita Karana. Dalam filosofinya, arsitektur pertamanan Bali adalah keselarasan dan keseimbangan antara Tuhan, alam dan sesama manusia. Ketiga unsur keselarasan itu, dalam suatu rumah tradisional Bali terimplementasikan berupa tempat suci, natah (halaman rumah), flora fauna dan
3 elemen pelengkap ruang luar, sedangkan wujud perencanaannya merupakan satukesatuan dengan perancangan arsitektur bangunannya.
Ciri pertamanan tradisional Bali adalah dijiwai oleh filosofi budaya Bali. Contoh konsep penanaman tanaman di Utama Mandala diutamakan tanaman yang bagian bunga, daun dan batangnya berfungsi sebagai sarana upakara. Keindahan dan aroma wangi bunga akan memberikan efek menentramkan bathin. Fakta di lapangan di Kecamatan Payangan hampir di setiap rumah penduduk sudah memanfaatkan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah seperti tanaman kamboja (Plumeria acuminata), cempaka (Michelia champaka), soka (Ixora paludosa) dan lain-lain. Kenyataannya belum banyak masyarakat yang menata pertamanannya sesuai dengan filosofi budaya Bali yang terdiri dari filosofi Tri Mandala dan Asta Dala. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai penempatan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
1.2. Rumusan Masalah
1. Tanaman upakara apa saja yang dimanfaatkan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali?
2. Bagaimana penempatan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1. Melakukan inventarisasi tanaman upakara yang dimanfaatkan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
2. Untuk mengetahui penempatan tanaman upakara sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah yaitu sebagai bahan acuan dan pertimbangan untuk mengambil suatu kebijakan di dalam penataan taman pekarangan rumah yang sesuai filosofi budaya Bali
2. Bagi masyarakat luas yaitu sebagai acuan untuk menata taman pekarangan rumah sesuai filosofi budaya Bali
3. Bagi peneliti yaitu dapat mengetahui tanaman upakara yang digunakan sebagai elemen lunak taman pekarangan rumah di Kecamatan Payangan dan memahami penempatan tanaman ditinjau dari aspek filosofi budaya Bali