• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil

5.1.1. Kondisi Lingkungan

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik atau kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau vegetasi tersebut tumbuh. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap variabel kondisi lingkungan atau tempat tumbuh menunjukan adanya perbedaan diantara penutupan lahan (Tabel 7)

Tabel 7 Data kondisi lingkungan pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)

Sifat Fisik TP SB TC JM

Suhu Lingkungan (0C) 31,3 32,8 28,1 28,4

Kelembaban udara (%) 69,2 60,8 72,3 63

Suhu Tanah (0C) 25,4 26,5 20,7 21,9

Kelembaban Tanah (%) 52,3 58,5 96 45

Laju infiltrasi (mm/jam) 475,5 17,56 80 117

Prediksi Erosi tanah tahun 2001 (ton/ha/th)

53.337 24.831 97.533 10.790

Prediksi Erosi tanah tahun 2007 (ton/ha/th)

469 218 858 95

Ketebalan serasah (mm) 6,7* 19 60 43

Ket : *) tebal mulsa organik

1. Suhu dan Kelembaban Udara

Dari hasil pengamatan berbagai penutupan vegetasi menunjukan bahwa suhu udara tertinggi terjadi pada penutupan SB, yaitu 32,8 0C dan terendah terjadi pada penutupan TC, yaitu sebesar 28,1 0C. Kelembaban udara (Rh) tertinggi terjadi pada penutupan TC, yaitu 72,3 % dan terendah pada penutupan SB yaitu sebesar 60,8 % (Gambar 6). Nilai suhu tanah tertinggi terjadi pada penutupan SB, yaitu sebesar 26,5 0C dan terendah terjadi pada penutupan TC, yaitu sebesar 20,7 0C.

(2)

Nilai kelembaban tanah tertinggi terlihat pada TC yaitu 96% apabila dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan juga terlihat pada ketahanan penetrasi, dimana TC mempunyai nilai yang lebih rendah (0,75kg/ cm2) apabila dibandingkan dengan kondisi penutupan vegetasi yang lainnya.

Gambar 6 Suhu dan kelembaban udara pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Dari data menunjukan bahwa penutupan lahan TC memiliki kondisi lingkungan suhu paling rendah (28,080C) dan kelembaban udara paling tinggi (72,33%), sedangkan penutupan lahan SB memiliki kondisi lingkungan suhu yang paling tinggi (32,80C) dan kelembaban udara yang paling rendah (60,8%). Kondisi lingkungan tanah yang baik akan memberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetasi yang lebih baik juga

2. Suhu dan Kelembaban Tanah

Pengamatan pada lokasi penelitian terlihat bahwa tanah dengan penutupan lahan SB, maka suhu tanah lebih tinggi dari pada tutupan lahan yang lainnya (26,50C) dan tanah yang memiliki suhu paling rendah yaitu pada penutupan lahan TC (20,70C) (Gambar 7).

(3)

Gambar 7 Suhu dan kelembaban tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

3. Laju Infiltrasi

Laju infiltrasi diukur untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Laju infiltrasi tertinggi adalah pada penutupan lahan TP 475,5 mm/jam (sangat cepat), kemudian penutupan lahan JM 117 mm/jam (cepat) diikuti oleh penutupan lahan TC, yaitu sebesar 80 mm/jam, dan yang paling rendah adalah lahan penutupan lahan SB sebesar 17,65 mm/jam (sedang lambat) (Gambar 8). Laju infiltrasi tersebut menunjukkan bahwa kondisi penutupan setelah 6 tahun direvegetasi mulai membaik karena terlihat dari laju infiltrasi yang sedang sampai cepat.

Gambar 8 Laju infiltrasi pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

(4)

4. Pendugaan Erosi

Upaya konservasi tanah dan air pada prinsipnya dilakukan dengan cara meredam energi hujan, meredam daya gerus aliran permukaan, mengurangi kuantitas aliran permukaan, memperlambat laju aliran permukaan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang peka erosi, dan mencegah longsor. Teknik-teknik pengendalian erosi yang sudah dikenal merupakan gabungan beberapa upaya tersebut yang disebut teknik vegemekanik.

Pada lokasi penelitian telah dilakukan upaya rehabilitasi yang dimulai dari tahun 2002 sampai sekarang. Pada lokasi tersebut pada awalnya berupa lahan kosong yang kemudian ditanami dengan tanaman berkayu dan tanaman pertanian.

Erosi yang terjadi pada penutupan lahan TC dari tahun awal sampai tahun 2007 semakin menurun di tiap tahunnya seperti tersaji di Gambar 11. Berdasarkan perhitungan erosi dengan metode USLE, di tahun ke-1 (2001) erosi di kebun campuran besarnya mencapai 97.533,8 ton/tahun/ha akan tetapi pada tahun 2007 menurun menjadi 857,7 ton/tahun/ha.

Gambar 9 Erosi pada penutupan lahan TC (tahun 2001-2007)

Selama kurun waktu 6 tahun telah terjadi penurunan nilai erosi sebesar 96.676,1 ton/tahun/ha. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan penutupan lahan melalui rehabilitasi lahan yakni dari lahan kosong menjadi penutupan lahan TC mampu mengendalikan erosi. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kondisi lingkungannya mengingat daerah yang sekarang menjadi TC adalah daerah lindung dengan bertopografi sangat curam (kelas lereng > 45%).

(5)

Erosi yang terjadi di lahan yang sekarang berkembang menjadi penutupan lahan JM secara periodik juga menunjukkan penurunan nilai erosi. Pada tahun 2001 nilai erosi sebesar 10.790 ton/tahun/ha menjadi 94,9 ton/tahun/ha nilai erosinya pada tahun 2007 (Gambar 10). Hal ini juga membuktikan bahwa penanaman jati dan mengkudu dapat mereduksi erosi. Selain dengan penanaman jati dan mengkudu, diareal ini dibuat teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Kombinasi antara tanaman dan teras bangku maka upaya (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi (4) mempermudah pengolahan tanah; dan (5) mengurangi laju erosi dan sedimentasi sebagai upaya konservasi tanah dan air dapat berjalan optimal.

Gambar 10 Erosi pada penutupan lahan JM (tahun 2001-2007)

Pada Penutupan lahan TP dan SB juga terjadi penurunan nilai erosi (Gambar 11 dan 12). Lahan pertanian merupakan areal dengan tanaman kombinasi yaitu sayuran dan tanaman berkayu yang tajuknya belum menutupi areal. Pada penutupan lahan ini juga diterapkan sistem mulsa dan teras bangku.

(6)

Gambar 11 Erosi pada penutupan lahan TP (tahun 2001-2007)

Gambar 12 Erosi pada penutupan lahan SB (tahun 2001-2007)

5.1.2. Kualitas Tanah 1. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah adalah sifat – sifat tanah berupa kerapatan limbak (bulk density), air tersedia, porositas dan kadar air tanah. Hasil Analisis sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil analisis sifat fisik tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)

Sifat Fisik TP SB TC JM

Bulk Density (gr/cc) 0,77+0 0,73+0,5 0,87+0,03 0,83+0,2 Air tersedia (%) 10,10+14,15 4,77+3,21 7,15+5,49 4,98+3,01

(7)

Porositas (%) 70,77+0,13 72,53+1,7 67,32+1,06 68,85+5,9 Kadar Air (%) 50,48+ 3,25 57,79+7,8 57,74+6,16 52,93+7,5 Ketahanan Penetrasi (kg/cm2) 0,75 1,40 0,75 1,20 Teksture – Pasir 15,39+ 0,64 7,18+ 0,11 8,84+ 0,19 9,14+ 0,32 - Debu 21,81+ 0,48 32,96+ 1,87 34,42+ 2,92 24,64+ 0,97 - Liat 62,81+ 0,15 59,86+ 1,97 61,9+ 3,95 66,27+ 0,72 liat Lempung liat

Lempung liat liat

a. Bulk Density

Bulk density pada berbagai tutupan vegetasi menunjukan bahwa nilai yang berbeda (Gambar 13). Nilai bulk density paling rendah terdapat pada penutupan lahan SB dan penutupan TP (0,73 g/cc dan 0,77 g/cc), serta nilai bulk density tertingi terdapat pada lahan TC (0,87 g/cc).

Gambar 13 Grafik Bulk Density pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

b. Air Tersedia

Air tersedia adalah kandungan air yang tersekap oleh sistem tanah setelah air kakas berat yang berlebihan mengalir dan setelah laju gerakan air ke bawah

(8)

berkurang banyak. Besaran air tersedia atau kapasitas lapang pada berbagi tanah akan setara besaran kesetaraan lengas.

Tanaman umumnya hanya mampu memanfaatkan air yang berada pada kisaran kapasitas lapang dan porsentase layu permanen (pF 2,7-4,2). Tanaman akan layu jika kandungan air sistem tanah pentukungnya telah mencapai pF lebih kurang 4,2. Sistem tanah pada kapasitas lapang mempunyai sejumlah air yang tersekap pada pipa pori kapiler, dan merupakan lapisan sinambung yang mengelilingi jarah-jarah tanah. Kapasitas lapang atau air tersedia pada berbagai lahan memiliki nilai yang berbeda (Gambar 14). Nilai air tersedia paling tinggi terdapat pada lahan TP sedangkan nilai air tersedia paling rendah terdapat pada lahan SB (Gambar 14).

Gambar 14 Grafik air tersedia pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

c. Porositas

Porositas atau ruang pori tanah yaitu bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara. Sedangkan ruang pori total terdiri dari atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat–agregat tanah (Soepardi,1983). Porositas diareal. Pada Gambar 15 terlihat bahwa setiap penutupan lahan memiliki tingkat porositas yang berbeda. Nilai persentase tingkat porositas tanah yang paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan lahan SB (72,53 %). Sedangkan nilai persentase porositas tanah paling rendah terdapat pada lahan

(9)

dengan tutupan lahan TC (67,32%). Untuk lahan dengan tutupan lahan JM dan TP memiliki nilai persentase porositas 68,85% dan 70,77% (Gambar 15).

Gambar 15 Porositas tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

d. Kadar Air

Kadar air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan jarah tanah (adesi) yang sesama massa air (kohesi). Dapat dilihat dari Gambar 16 bahwa kadar air terbesar terdapat pada lahan dengan penutupan lahan SB dan lahan TC yaitu masing-masing sebesar 57,79 % dan 57,74%. Kadar air tanah paling rendah terdapat pada lahan TP (50,48%) serta kadar air pada lahan JM yaitu sebesar 52,93%. Kadar air merupakan air yang dikandung oleh tanah dan bersifat temporal.

(10)

Gambar 16 Grafik kadar air pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

e. Tekstur

Tekstur tanah adalah perbandingan nisbah aneka kelompok ukuran jarah/pisahan tanah yang menyusun massa tanah suatu bagian tanah. Tubuh tanah yang telah berkembang memperlihatkan perbedaan tekstur antar horizon penyusunnya dan perbedaan tersebut dinyatakan dalam batasan kelas tekstur tanah.

Gambar 17 Tekstur tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Gambar 17 menunjukkan bahwa kandungan liat di penutupan lahan JM paling tinggi (66,27 %), sedangkan yang paling rendah di penutupan lahan SB. Kandungan debu di penutupan lahan TC paling tinggi (34,42%) dan paling rendah adalah pada penutupan lahan TP (21,81%). Kandungan pasir tertinggi terdapat di

(11)

penutupan lahan TP (15,39%) dan paling rendah di penutupan lahan SB yaitu sebesar 7,18%.

Tanah yang mengandung banyak liat bertekstur halus dan berat. Berdasarkan soil taxonomy, USDA (Soil Survey Staff, 1990), kelas tekstur pada lahan penelitian adalah liat dan lempung berliat.

2. Sifat Kimia

Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan contoh tanah komposit. Hasil analisis sifat kimia pada sampel tanah dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Perubahan nilai sifat kimia tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)

Sifat Kimia TP SB TC JM pH (H2O) 4,55 4,65 4,5 4,6 pH (KCl) 3,7 3,7 3,55 3,6 C-Organik (%) 3,26 2,75 3,48 2,87 N Total (%) 0,27 0,22 0,27 0,23 P Bray-1 (ppm) 5,3 6,3 5,3 4,8 K (Me/100gr) 0,29 0,25 0,33 0,26 KTK (Me/100gr) 12,98 15,78 14,72 14,82 Al (me/100g) 1,66 0,95 1,41 1,56 H (me/100g) 0,41 0,27 0,33 0,37 Fe (ppm) 4,89 2,99 3,34 1,92 Mn (ppm) 16,92 30,85 18,64 30,32 NO3 (ppm) 516,54 562,39 749,82 570,09 EC (hs/cm) 307,1 508,25 419,95 288,15 a. Kemasaman tanah (pH)

Kemasaman tanah adalah besarnya kandungan ion H+ yang terdapat didalam tanah. Reaksi tanah yang masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Disamping itu hasil dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium. Ion tersebut dapat diserap oleh koloid tanah, dan bila dihidrolosis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pelapukan bahan organik yang menghasilkan asam organik dan anorganik juga menyumbangkan reaksi asam (Nyakpa et al. 1988).

(12)

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai kemasaman tanah pada lokasi penelitian terlihat relatif seragam, yang dapat digolongkan pada kriteria tanah yang sangat masam (pH 4,5- 5,0)(Gambar 18).

Gambar 18 Nilai kemasaman tanah (pH) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Tingkat kemasaman tanah mempengaruhi kelarutan hara tanah. Peningkatan pH pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara makro dan mengurangi kelarutan unsur Al dan Mn (Hue dalam Whalen et al. 2000). Menurut Soepardi (1983), apabila pH berkurang maka jumlah Fe dan Mn menjadi larut dalam jumlah yang begitu banyak.

b. C-organik

Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa C-organik pada setiap penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai C-organik yang dianalisis selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai C-organik pada lahan SB memili nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan yang lainnya (3,48) serta nilai C-organik paling rendah terdapat pada lahan TP (2,75). Sedangkan nilai C-organik pada lahan penutupan JM dan lahan TC yaitu 2,87 dan 3,26 (Gambar 19).

(13)

Gambar 19 C-organik pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Kandungan C-organik pada penutupan lahan TC (3,26%) dan SB (3,48%) termasuk tinggi, hal ini disebabkan karena pada bulan lembab kondisi lingkungan seperti optimumnya nilai pH menyebabkan mikroorganisme dapat bekerja dengan optimum dan berkembang dengan pesat. Menurut Soepardi (1983), bahwa awal peningkatan jumlah jasad maka bahan organik akan mengalami pelapukan. Kandungan C-organik pada penutupan lahan TP (2,75%) dan JM (2,87) tergolong sedang, tetapi pada dasarnya kandungan C-organik mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi lahan sebelum direvegetasi dimana kandungan C-organik hanya sebesar 1,75 % (Tabel 4).

c. N-total

Suplai N di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Rendahnya N tersedia dalam tanah menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah, sehingga merupakan faktor pembatas baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari hasil produksi tanaman (Soepardi, 1982).

Hasil analisis terhadap kandungan N-total dilokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 20. Nilai N-total dengan berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda, namun perbedaan N-total tersebut tidak signifikan satu sama lainnya (p > 0,05). Nilai N-total tertinggi sebesar 0,27% terdapat pada lahan dengan penutupan lahan SB.

(14)

Gambar 20 N-total tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

d. P Bray

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa kandungan fosfor dalam tanah berbeda. Perbedaan nilai tersebut terdapat pada berbagai lahan dengan penutupan lahan. Kandungan fosfor tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP (6,3 ppm) sedangkan kandungan fosfor terendah terdapat pada penutupan lahan JM (4,8 ppm). Pada penutupan lahan TC dan SB memiliki kandungan fosfor hampir sama (5,35 ppm dan 5,3 ppm) (Gambar 21).

Gambar 21 Kandungan fosfor pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

(15)

e. Kalium

Berdasarkan hasil analisis, kandungan K pada lokasi penelitian tergolong rendah untuk semua jenis penutupan lahan. Menurut Kasno et al. (2004), total K di dalam tanah di daerah tropika tergolong rendah. Hal ini disebabkan kadar K secara alamiah rendah, pelapukan yang cepat dan pencucian basa-basa yang tinggi. Hasil analisis kandungan Kalium dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22 Kandungan kalium pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM). Berdasarkan hasil analisis kandungan kalium tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (0,33) dan kandungan terendah terdapat pada penutupan lahan TP dan JM (0,26)

f. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah–tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau kadar liat rendah.

(16)

Gambar 23 Kapasitas tukar kation (KTK) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Nilai KTK terbesar dimiliki oleh penutupan lahan TP (15,78 me/100g) dan terendah pada penutupan lahan TC. Nilai KTK untuk semua penutupan lahan tergolong rendah. Gambar 23 menunjukkan penutupan lahan TP mempunyai nilai KTK tertinggi (15,78 me/100g), hal ini disebabkan karena adanya pemberian bahan organik berupa kompos untuk memupuk TP. Menurut Soepardi (1983) bahan organik sangat mempengaruhi besarnya KTK dan sumber energi bagi jasad mikro. Gao dan Chang dalam whalen et al. (2000), menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan KTK tanah.

g. Nitrat (NO3)

Berdasarkan hasil analisis, kandungan NO3- pada berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda (Gambar 24). Nilai NO3- tertinggi terdapat pada lahan SB (749,82 ppm) sedangkan nilai NO3- paling rendah terdapat pada lahan TC, lahan TP dan lahan JM (516,54 ppm, 562,39 ppm dan 570,09 ppm)

(17)

Gambar 24. Nitrat (NO3-) pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

h. Kandungan Al dan H

Unsur Al dan H merupakan agen-agen penyebab kemasaman tanah, unsur ini termasuk kedalam unsur mikro. Menurut Hakim et al. (1986) keadaan tanah dimana unsur mikro menjadi problema dan dapat membatasi pertumbuhan tanaman adalah 1) tanah pasir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian berat, 2) tanah berkadar bahan organik tinggi, 3) tanah ber-pH tinggi, 4) berdrainase buruk dan terus menerus tergenang dan 5) tanah yang terus menerus ditanamai dan dipupuk berat.

Gambar 25. Kandungan Al dan H pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

(18)

Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al dan H di lokasi penelitian memiliki kadar yang rendah. Hasil analisis kandungan Al dan H dapat dilihat pada Gambar 25.

Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC (1,66) dan terendah terdapat pada penutupan lahan TP. Sedangkan kandungan H tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC (0,41) dan terendah terdapat pada penuupan lahan TP (0,27).

i. Kandungan Fe dan Mn

Kandungan Fe berdasarkan hasil analisis pada lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang, tetapi kandungan Mn tergolong sangat tinggi. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP dan terendah terdapat pada penutupan lahan JM. Kandungan Mn tertinggi terdapat pada penutupan lahan TP (30,85 ppm) dan terendah terdapat pada penutupan lahan TC (16,92 ppm). Ketersediaan dan mobilitas Mn dipengaruhi oleh (1) keseimbangan kadar unsur logam berat (Cu, Fe dan Zn), (2) pH dan karbonat, (3) kelebihan air dan aerasi yang buruk, (4) bahan organik, (5) ketersediaan unsur lain, (6) efek iklim dan musim dan (7) mokroorganisme Tanah (Tisdale et al., 1985). Hasil analisis kandungan Fe dan Mn dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26 Kandungan Fe dan Mn pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

(19)

3. Sifat Biologi

Analisis sifat biologi menggunakan contoh tanah komposit dilakukan di laboratorium. Hasil analisis sifat biologi tanah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perubahan nilai sifat biologi tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Sifat Biologi TP SB TC JM

C mic (ppm) 376,89 427,91 529,76 393

Bahan Organik (%) 4,74 5,99 5,62 4,94

Total Respirasi CO2 mg/gr 7,29 7,71 7,71 8,23

Tebal serasah (mm) 6,7* 19,3 60 43,3

Ket *) : tebal mulsa organik

a. Biomasa Karbon Mikroorganisme (Cmic)

Mikroorganisme tanah dan fungi merupakan komponen biotik dalam tanah yang memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengurai bahan organik. Ekosistem tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap sejumlah energi matahari sehingga sangat bergantung kepada zat–zat yang kaya energi yang dibawa dari luar seperti sisa tanaman dan hewan (Tejda dan Yadi,1987).

Gambar 27 Cmic pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

(20)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa Cmic pada berbagai penutupan lahan mempunyai nilai yang berbeda. Pada lahan dengan penutupan lahan TC mempunyai nilai Cmic yang paling tinggi (529,76) sedangkan nilai Cmic paling rendah terdapat pada lahan TP (376,89). Untuk lahan dengan penutupan SB dan lahan dengan penutupan lahan JM memiliki kandungan Cmic berbeda (427,92 dan 393,45) (Gambar 27).

b. Bahan Organik

Bahan organik (BO) merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.

Gambar 28 Bahan organik pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

Gambar 28 menunjukkan kandungan BO tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (5,99%) dan kandungan BO terendah terjadi pada penutupan lahan TP (4,74%). Hal ini terjadi karena penutupan lahan TP diberi pupuk oleh KTM, dimana hasil analisis laboratorium menunjukkan kompos yang masih mentah karena nisbah C/N tinggi (44,4) (Tabel 11)

(21)

Tabel 11 Hasil analisa pupuk kompos Sampel kandungan C % N % P % C/N Ca % Mg % K % Pupuk Kompos 38,2 0,86 0,34 44,4 0,44 0,18 0,63 c. Respirasi Tanah

Respirasi mikroorganime tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Kegiatan metabolis mikroorganime tanah ditandai oleh taksiran–taksiran pengambilan O2 dan CO2 yang dihasilkan. Laju respirasi tanah dilokasi penelitian paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan SB dan lahan TC. Perbedaan laju respirasi pada berbagai penutupan vegetasi (Gambar 29).

Gambar 29 Laju respirasi tanah pada penutupan lahan pertanian (TP), semak belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM).

4. Vegetasi

Hasil pengamatan analisis vegetasi menunjukkan penutupan lahan masih berupa tingkat pancang pada lokasi penelitian, baik di areal JM maupun pada lahan TC (Tabel 12)

Pada Tabel 12 terlihat bahwa vegetasi tingkat pancang pada penutupan lahan JM didominasi oleh Tectona grandis yang memiliki KR (97,4%), FR (50%), DR (98,46%) dan INP (245,8%), sedangkan Morinda kitrifolia memiliki KR (2,6%), FR (50%), DR (1,54%) dan INP (54,2%). Pada penutupan lahan TC

(22)

hasil analisis vegetasi menunjukkan Tectona grandis masih mendominasi areal dengan nilai KR (27,6%), FR (21,5%), DR (30,26%) dan INP (79,2%), sedangkan vegetasi yang paling sedikit adalah kisere yang memiliki nilai KR (1,7%), FR (7,1%), DR (0,62%) dan INP (9,5%).

Tabel 12 Analisis vegetasi tingkat pancang pada lokasi penelitian

Jati-menkudu

Nama F FR K KR D DR INP

Tectona Grandis 1 50 740 97,4 24,15 98,46 245,8

Morinda citrifolia, Linn. 1 50 20 2,6 24,53 1,54 54,2

Total 2 100 760 100 48,68 100 300

Tanaman Campuran

Nama F FR K KR D DR INP

Tectona Grandis 1 21,5 160 27,6 0,3 30,26 79,2

Morinda citrifolia, Linn. 0,66 14,3 150 25,9 0,29 29,89 70,0

Coffea Robusta 0,66 14,3 60 10,3 0,06 6,62 31,3 Swietenia mahagoni Jacq. 1 21,4 150 25,9 0,25 25,89 73,2 Piper aduncum 0,33 7,1 10 1,7 0,006 0,62 9,5 Schima walichii 0,33 7,1 10 1,7 0,01 1,00 9,9 Macaranga gigantea 0,66 14,3 40 6,9 0,05 5,72 26,9 Total 4,64 100 580 100 0,966 100 300

Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13, Nilai Frekuensi Relatif (FR) memperlihatkan berapa petak ditemukannya suatu jenis tumbuhan dari seluruh petak pengamatan. Nilai FR yang tinggi memperlihatkan distribusi penyebaran jenis tumbuhan tertentu yang juga tinggi. Nilai Kerapatan Relatif (KR) adalah jumlah kerapatan suatu jenis tumbuhan di suatu areal. Apabila nilai KR tinggi berarti tumbuhan tersebut mendominasi petak pengamatan, maka persaingan antar spesies dalam hal perebutan air, hara, cahaya, makanan dan ruang tumbuh juga tinggi.

Tabel 13. Analisis vegetasi tumbuhan bawah pada lokasi penelitian

Jati-menkudu

Nama Jumlah K KR F FR INP

Ageratum conyzoides 33 33 6,27 0,67 6,67 12,94 Alternanthera sessilis 7 7 1,33 0,33 3,33 4,66 Axonopus compressus 105 105 19,96 0,33 3,33 23,30 Bidens pilosa 23 23 4,37 0,67 6,67 11,04 Commelina benghalensis 18 18 3,42 0,33 3,33 6,76 Crassocephalum crepidioides 2 2 0,38 0,67 6,67 7,05

Nama Jumlah K KR F FR INP

(23)

Cyanotis axillaris 11 11 2,09 0,33 3,33 5,42 Cyperus brevifolius 1 1 0,19 0,33 3,33 3,52 Cyperus rotundus 18 18 3,42 0,67 6,67 10,09 Cyrtococcum accrescens 178 178 33,84 0,67 6,67 40,51 Cyrtococcum oxyphyllum 6 6 1,14 0,33 3,33 4,47 elephantopus scaber 5 5 0,95 0,33 3,33 4,28 Elephantopus tomentosus 17 17 3,23 0,33 3,33 6,57 Gaultheria puntata 9 9 1,71 0,33 3,33 5,04 Imperata cilindrica 19 19 3,61 0,33 3,33 6,95 Micania micranta 10 10 1,90 0,33 3,33 5,23 Oxalis barrelieri 5 5 0,95 0,33 3,33 4,28 Phyllanthus amarus 1 1 0,19 0,33 3,33 3,52 Polygala glamerata 10 10 1,90 0,67 6,67 8,57 Richardia brasiliensis 22 22 4,18 0,33 3,33 7,52 Sida rhombifolia 8 8 1,52 0,33 3,33 4,85 Soncus arvensis 2 2 0,38 0,33 3,33 3,71 Uraria lagopodiodes 13 13 2,47 0,33 3,33 5,80 Total 526 526 100,00 10,00 100 200,00 Semak Belukar

Nama Jumlah K KR F FR INP

Ageratum conyzoides 57 57 9.19 1 9.68 18.87 Axonopus compressus 61 61 9.84 0.67 6.45 16.29 Bidens pilosa 1 1 0.16 0.33 3.23 3.39 Borreria latifolia 7 7 1.13 0.33 3.23 4.35 Commelia diffusa 115 115 18.55 0.33 3.23 21.77 Commelina benghalensis 8 8 1.29 0.67 6.45 7.74 Commelina communis 11 11 1.77 0.33 3.23 5.00

Nama Jumlah K KR F FR INP

Croton hirtus 2 2 0.32 0.33 3.23 3.55 Cyperus rotundus 24 24 3.87 0.33 3.23 7.10 Cyrtococcum accrescens 5 5 0.81 0.33 3.23 4.03 Imperata cilindrica 252 252 40.65 0.67 6.45 47.10 Lamtana camara 1 1 0.16 0.33 3.23 3.39 Melastoma malabatricum 2 2 0.32 0.33 3.23 3.55 Micania micranta 2 2 0.32 0.33 3.23 3.55 Mimosa pigra 3 3 0.48 0.33 3.23 3.71 Mundannia spirata 2 2 0.32 0.33 3.23 3.55 Panicum sarmentosum 9 9 1.45 0.33 3.23 4.68 Polygala glamerata 34 34 5.48 1.00 9.68 15.16 Scoparia duicis 3 3 0.48 0.33 3.23 3.71

Nama Jumlah K KR F FR INP

Sida rhombifolia 7 7 1.13 0.67 6.45 7.58 Soncus arvensis 3 3 0.48 0.33 3.23 3.71 Sporobolus indicus 8 8 1.29 0.33 3.23 4.52 Uraria lagopodiodes 3 3 0.48 0.33 3.23 3.71 Total 620 620 100.00 10.33 100.00 200.00 Campuran

(24)

Axonopus compressus 21 21 12.28 0.67 20 32.28 Euphorbia hetetophylla 4 4 2.34 0.33 10 12.34 Hedyotis coryinbosa 59 59 34.50 0.33 10 44.50 Melastoma malabatricum 1 1 0.58 0.33 10 10.58 Micania micranta 3 3 1.75 0.33 10 11.75 Diplaziu ploriferumTHOOARS 2 2 1.17 0.33 10 11.17 Polystichum setiferum 8 8 4.68 0.33 10 14.68 Selaginella doederlinii 8 8 4.68 0.33 10 14.68 Uggodium flexuosum 65 65 38.01 0.33 10 48.01 Total 171 171 100.00 3.33 100 200.00 Pertanian

Nama Jumlah K KR F FR INP

Ageratum conyzoides 30 30 29.41 1.00 15.79 45.20 Amatanthus sp. 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Axonopus compressus 26 26 25.49 1.00 15.79 41.28 Caysin 7 7 6.86 0.33 5.26 12.13 Kacang buncis 11 11 10.78 0.33 5.26 16.05 Micania micranta 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Pokcoi 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Polygala glamerata 20 20 19.61 1.00 15.79 35.40 Portulaca olerareae 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Soncus arvensis 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Themeda villosa 1 1 0.98 0.33 5.26 6.24 Uraria lagopodiodes 2 2 1.96 0.67 10.53 12.49 Total 102 102 100.00 6.33 100.00 200.00

Pada penutupan lahan JM, nilai KR berkisar antara 0,19% - 33,84% untuk penutupan SB 0,16% - 40,65 %, untuk penutupan lahan TC 0,58% - 38,01% dan untuk TP 0,98% - 29,41%. Sedangkan untuk FR 3,33% - 6,67% untuk penutupan JM, 3,23%-9,68% untuk SB, 10% - 20% untuk penutupan TC dan 5,26% - 15,79% untuk panutupan TP. Nilai INP pada penutupan lahan JM paling tinggi adalah Cyrtococcum accrescens (40,51%) dan Phyllanthus amarus dengan INP terendah (3,52%), pada penutupan lahan SB yang memiliki INP tertinggi adalah Imperata cilindrica (47,10%) dan Lamtana camara memiliki INP terendah (3,39%), pada penutupan lahan TC yang memiliki INP tertinggi adalah Uggodium flexuosum (47,01%) dan Melastoma malabatricum memiliki INP terendah (10,58%) dan pada penutupan lahan TP yang memiliki INP tertinggi adalah Ageratum conyzoides (45,20%).

Jenis tumbuhan bawah pada keempat jenis penutupan lahan di lokasi penelitian merupakan jenis rumput-rumputan dan leguminosae. Menurut Mcllroy (1976), rumput memmainkan peranan penting dalam suksesi sekunder setelah

(25)

lahan untuk budidaya ditinggalkan. Rumput yang berumur pendek merupakan pioner dalam suksesi primer dan sekunder.

5.1.3. Kualitas Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan 1. Kualitas tanah

Berdasarkan data indikator kualitas tanah yang meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah dengan membandingkan data indikator kualitas tanah pada saat sebelum revegetasi dengan indikator setelah revegetasi, maka terlihat adanya peningkatan kualitas tanah.

Beberapa sifat fisika dan kimia tanah setelah dilakukan revegetasi mengalami perubahan baik naik maupun turun. Nilai kemasaman tanah (pH) mengalami kenaikan sebesar 0,25 % sehingga dari kondisi sangat masam menjadi kondisi asam, C-organik mengalami kenaikan (1,34%) dari harkat rendah menjadi harkat tinggi, N-total juga mengalai kenaikan (0,07%) dari harkat rendah menjadi harkat sedang. Kadar air mengalami kenaikan sebesar 16,78%, tekstur tanah berubah dari tekstur lempung menjadi tekstur liat, dimana terjadi penurunan kandungan pasir (12,65%), penurunan debu (19,84%) dan peningkatan kandungan liat sebesar 33,66 % (Tabel 14).

Tabel 14 Rataan sifat fisika dan kimia tanah sebelum dan setelah revegetasi di lokasi penelitian

Penutupan Lahan pH C-Org N-Tot

Kadar

air Tekstur (%)

H20 % % % Pasir Debu Liat

Sebelum revegetasi* 4,32 1,75 0,17 37,95 22,7 48,3 29,05

SM R R lempung

Setelah revegetasi** 4,58 3,09 0,24 54,73 10,14 28,46 62,71

M T S liat

Perubahan (%) 0,26 1,34 0,07 16,78 -12,56 -19,84 33,66 Ket : tanda negatif (-) menunjukkan penurunan, *) data analisa tanah oleh KTM , **) rataan data hasil analisa tanah dari 4 penutupan lahan oleh peneliti, R (Rendah), S (sedang), T (Tinggi), S (sangat tinggi), M (masam), SM (sangat masam)

Perbandingan kualitas tanah menggunakan perbandingan nilai tengah (uji T) data sebelum revegetasi dan setelah revegetasi menunjukkan tidak adanya perbedaan kualitas tanah (P > 0,05).

(26)

2. Indeks Kualitas Tanah

Berdasarkan penghitungan indeks kualitas tanah dari sifat fisik, kimia dan biologi tanah maka diperoleh nilai rataan indeks kualitas tanah seperti yang terangkum di Tabel 15. Dari keempat penutupan lahan yang diteliti, maka didapatkan data peringkat kualitas tanah yang paling tinggi ke yang paling rendah.

Tabel 15 Rataan indeks kualitas tanah dan peringkat kualitas tanah pada empat tipe penutupan lahan di lokasi penelitian

Penutupan Lahan Indikator kualitas Tanah Peringkat

SB 0,2156 1

TC 0,2144 2

JM 0,2112 3

TP 0,1835 4

Berdasarkan berdasarkan indeks kualitas tanah diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas tanah pada semua penutupan lahan (p > 0,05). Hasil pemeringkatan terhadap indeks tersebut maka peringkat kualitas lahan paling tinggi ke paling rendah adalah penutupan lahan SB > TC > JM > TP.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kondisi Lingkungan 1. Suhu dan Kelembaban Udara

Kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan dimana tanaman atau vegetasi tersebut tumbuh. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran terhadap variabel kondisi lingkungan atau tempat tumbuh menunjukan suhu dan kelembaban udara yang lebih baik dan hal ini disebabkan karena pada penutupan lahan TC sudah terbentuk tajuk pepohonan yang rimbun.

Pepohonan yang membentuk tajuk hutan akan menentukan iklim di dekat permukaan tanah dan juga di bawah tajuk yang kemudian disebut dengan iklim mikro. Hal ini disebabkan adanya pepohonan dalam hutan yang berfungsi sebagai penyaring sinar matahari dan angin untuk membentuk kehidupan di hutan. Pada hutan yang tajuknya rapat, hanya tunas-tunas pepohonan besar serta tumbuh-tumbuhan merambat tertentu yang tahan terhadap keteduhan, dan rumput-rumput

(27)

sajalah yang mampu hidup di lantai hutan. Bentukan tumbuh-tumbuhan di lantai hutan membawa pengaruh yang unik terhadap iklim mikro. Tumbuh-tumbuhan yang tajuknya rapat akan saling menaungi dan mempengaruhi iklim mikro daerah yang ditumbuhinya, karena tumbuhan ini mampu mengurangi radiasi sinar matahari yang mencapai tanah. Akibatnya temperatur yang ada di bawah pohon beberapa derajat lebih rendah dari penutupan SB (Kusmana et al. 2004).

2. Suhu dan Kelembaban Tanah

Suhu tanah adalah kapasitas tubuh tanah menyekap panas dari radiasi sinar matahari yang memasuki sistem itu, panas bumi, dan reaksi-reaksi eksodermis yang berlangsung didalamnya. Kemampuan tubuh tanah menyekap dan melepaskan radiasi sinar matahari yang diterimanya dikendalikan antara lain oleh panas jenis, kelengasan, warna dan jeluk tanah. Suhu tanah terkait erat dengan suhu atmosfir tetapi gejolaknya tidak selalu mengikuti gejolak suhu atmosfir. Faktor penting pengendali gejolak ini adalah tindakan pengolahan tanah. Tanah lembab bereaksi lebih lambat daripada tanah kering berpengatusan baik terhadap radiasi sinar matahari. Pengamatan pada lokasi penelitian terlihat bahwa tanah dengan penutupan lahan SB mempunyai suhu tanah lebih tinggi dari pada penutupan lahan yang lainnya ( 26,50C) dan tanah yang memiliki suhu paling rendah yaitu pada penutupan lahan TC (20,70C). Hal ini berhubungan dengan suhu lingkungan dimana suhu pada penutupan lahan SB lebih tinggi jika dibanding dengan penutupan lahan lainnya.

3. Laju Infiltrasi

laju infiltrasi diukur untuk mengetahui seberapa cepat air dapat masuk ke dalam tanah. Laju infiltrasi tertinggi adalah pada penutupan lahan TP sebesar 475,5 mm/jam (sangat cepat), kemudian penutupan lahan JM 117 mm/jam (cepat) diikuti oleh penutupan lahan campuran, yaitu sebesar 80 mm/jam, dan yang paling rendah adalah lahan penutupan lahan semak belukar sebesar 17,65 mm/jam (sedang lambat).

Tingginya laju infiltrasi lahan pertanian lebih disebabkan karena adanya pengolahan tanah dan tekstur tanah yang banyak mengandung pasir. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa tanah bertekstur pasir berlempung memiliki kandungan

(28)

pasir 70-90%, debu <30%, dan liat <15%, sedangkan tanah bertekstur lempung berpasir memiliki kandungan pasir antara 40-87,5%, debu <50%, liat <20%. Tanah yang banyak mengandung pasir memiliki sifat yang mudah dilalui air karena memilki lebih banyak pori makro daripada pori mikro, akan tetapi memiliki kemampuan menahan air yang rendah (Engle et al. 2008).

Rehabilitasi lahan dengan penanaman pepohonan dan penggunaan pupuk organik menghasilkan lebih banyak serasah sehingga meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Trautmann et al. (1985) menyebutkan bahwa bahan organik akan menjadi humus yang sangat penting untuk menahan air di zona perakaran. Pada tanah berpasir humus sangat penting untuk menahan air di zona perakaran, sedangkan untuk tanah liat sangat baik untuk memperbesar ukuran pori tanah sehingga permeabilitasnya meningkat. Menurut Engle et al. (1993) bahan organik juga penting dalam pembentukan struktur dengan membantu mengikat partikel tanah ke dalam agregat. Struktur penting karena meningkatkan jumlah pori besar pada tanah. Lee (1980) menyatakan bahwa kapasitas infiltrasi rata-rata berkorelasi dengan sifat-sifat fisik tanah; korelasi adalah positif terhadap porositas tanah dan kandungan bahan organik, dan negatif terhadap kandungan liat dan berat isi tanah.

Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap air karena serasah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikro-organisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Vegetasi juga menghabiskan kandungan air tanah hingga jeluk-jeluk yang lebih besar, meningkatkan peluang penyimpanan air dan menyebabkan laju infiltrasi yang lebih tinggi (Lee, 1980).

Menurut Trisaptono (1992) vegetasi dapat mengubah kondisi sifat fisik tanah, yang membuatnya lebih cocok dengan bagi kehidupan jasad mikroba dan fauna tanah sehingga bersama-sama bahan organik memungkinnya terjaminnya kehidupan mikro fauna dalam tanah. Aktivitas tersebut dapat menambah pori-pori dalam tanah, sehingga peresapan air ke dalam tanah meningkat dan akibatnya aliran permukaan juga berkurang dan erosi menurun. Vegetasi akan memelihara bahan organik dalam tanah dan bersama-sama dengan akar-akarnya akan memperbaiki porositas tanah, sehingga ketika turun hujan kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah dapat dipertahanan pada tingkat yang tinggi.

(29)

Pembuatan terasering menyebabkan air hujan tertahan lebih lama di permukaan tanah yang datar sehingga jumlah air yang terserap ke dalam tanah lebih banyak. Arsyad (2000) menyebutkan bahwa pembuatan terras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah.

4. Erosi

Upaya konservasi tanah dan air pada prinsipnya dilakukan dengan cara meredam energi hujan, meredam daya gerus aliran permukaan, mengurangi kuantitas aliran permukaan, memperlambat laju aliran permukaan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang peka erosi, dan mencegah longsor. Teknik-teknik pengendalian erosi yang sudah dikenal merupakan gabungan beberapa upaya tersebut yang dibiasa di sebut teknik vegemekanik.

Erosi yang terjadi pada semua penutupan lahan dari tahun awal sampai tahun 2007 semakin menurun di tiap tahunnya. Hal ini terjadi karena vegetasi yang tumbuh akan menghasilkan serasah yang bisa menjadi mulsa, sehingga memberikan perlindungan kepada tanah dari pukulan air hujan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengendalian erosi dengan revegetasi atau disebut cara vegetatif sangat efektif dalam mengurangi erosi. Penelitian Suwardjo et al. (1989) pada tanah Tropudult di Pekalongan (lampung) dan Haplortox di Citayam (Bogor) menunjukkan bahwa penggunaan mulsa yang dikombinasikan dengan olah tanah minimum sangat efektif dalam mengurangi erosi. Penelitian lainnya di tanah Haplortox Citayam menunjukkan bahwa teknik pertanaman lorong dengan menggunakan F. congesta dan vetiver nyata mengurangi erosi (Dariah et al. 1988).

Menurut Arsyad (2000) pengendalian erosi menggunakan tanaman (vegetasi) untuk mengurangi energi pukulan air hujan dan menghambat aliran permukaan sehingga erosi dapat ditekan. Termasuk cara ini antara lain adalah : strip rumput, penggunaan mulsa, tanaman penutup tanah (cover crop), olah tanah konservasi, dan pertanaman lorong. Cara strip rumput adalah penanaman rumput di dalam strip searah kontur yang bertujuan untuk menghambat laju aliran permukaan. Teknik mulsa adalah penggunaan sisa-sisa tanaman hasil panen yang

(30)

disebar di permukaan tanah. Demikian pula teknik tanaman penutup tanah bertujuan untuk melindungi tanah dari pukulan air hujan dengan menggunakan cover crop dari famili legum. Olah tanah konservasi dengan cara minimum tillage atau zero tillage bertujuan untuk mengurangi kerusakan struktur tanah akibat pengolahan, dan biasanya dipadukan dengan penggunaan mulsa. Sedangkan pertanaman lorong adalah teknik pengendalian erosi dengan mengandalkan sumber bahan organik yang ditanam di pagar. Bahan organik tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik dan mulsa.

5.2.2. Kualitas Tanah 1. Sifat Fisik Tanah

Kondisi tanah sebelum revegetasi merupakan tanah yang terdegradasi sehingga kualitasnya rendah. Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu: menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986). Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya degradasi tanah, yaitu: 1) degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat, 2) degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur lainnya, dan 3) degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah (Lal, 1995). Degradasi tanah pada lahan alang-alang di Lampung Tengah dengan curah hujan tahunan > 2.300 mm th-1 disebabkan karena pencucian intensif akibat kanopi alang tidak mampu menahan pukulan energi hujan. Tanah lahan alang-alang terjadi pemiskinan kesuburan tanah karena pencucian dan juga komposisi alang-alang yang didominasi Si (2,66%) dan hara mikro Mn (97,8 ppm), Zn (9,0 ppm) dan Cu (6,3 ppm), sedangkan kandungan N, P, K sangat rendah. Kejenuhan Al dan Aldd lebih tinggi pada lapisan atas (0-10 cm) dibandingkan lapisan bawah (10-20 cm). Selain itu pada sifat fisik kerapatan isi antara lapisan atas dan bawah sama sebesar 1,34 mg m-3.

(31)

Lokasi penelitian merupakan penutupan lahan campuran, tanaman jati-mengkudu, tanaman pertanian dan semak belukar. Sifat fisik tanah adalah sifat – sifat tanah berupa kerapatan limbak (bulk density), air tersedia, porositas dan kadar air tanah.

Bulk density adalah nisbah berat tanah teragregasi terhadap volumenya. Kepadatan tanah mengendalikan kesarangan tanah dan kapasitas sekap air. Bobot isi tanah merupakan petunjuk tidak langsung aras kepadatan tanahnya, udara dan air dan perobosan akar tumbuhan kedalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver., et al 1978). Besaran bobot isi tanah mempunyai kepentingan pedologik, misalnya sebagai ciri pembeda imbuhan horizon-horison yang banyak mengandung bahan organik atau lempung dan kepentingan edapologik, misalnya sebagi acuan kemudahan akar tumbuhan menerobos tubuh tanah.

Air tersedia adalah kandungan air yang tersekap oleh sistem tanah setelah air kakas berat yang berlebihan mengatus dan setelah laju gerakan air ke bawah berkurang banyak. Besaran air tersedia atau kapasitas lapang pada berbagi tanah akan setara besaran kesetaraan lengas. Tanaman umumnya hanya mampu memanfaatkan air yang berada pada kisaran kapasitas lapang dan porsentase layu permanen (pF 2,7-4,2). Tanaman akan layu jika kandungan air sistem tanah pentukungnya telah mencapai pF lebih kurang 4,2. Sistem tanah pada kapasitas lapang mempunyai sejumlah air yang tersekap pada pipa pori kapiler, dan merupakan lapisan sinambung yang mengelilingi jarah-jarah tanah.

Porositas atau ruang pori tanah yaitu bagian tanah yang ditempati oleh air dan udara. Sedangkan ruang pori total terdiri dari atas ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat – agregat tanah (Soepardi, 1983).

Kadar air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan jarah tanah (adesi) yang sesama massa air (kohesi). Hasil penelitian menunjukkan kadar air terbesar terdapat pada lahan dengan penutupan lahan TP karena lahan ini berupa pertanian intensif yang disiram setiap hari.

Tekstur tanah adalah perbandingan nisbah aneka kelompok ukuran jarah/pisahan tanah yang menyusun massa tanah suatu bagian tanah. Tubuh tanah

(32)

yang telah berkembang memperlihatkan perbedaan tekstur antar horizon penyusunnya dan perbedaan tersebut dinyatakan dalam batasan kelas tekstur tanah. Pemerian kelas tekstur suatu bagian tubuh tanah di lapangan dilakukan dengan metode uji rasa rabaan. Penetapan kelas tekstur tanah berdasarkan hasil pemerian sensasi-sensasi seperti rasa kasar-halus, licin, lekat-tidak lekat, bisa atau tidak bisa dibentuk bola atau pita, mudah pecah atau tidak yang dapat dirasakan oleh rabaan jari-jari tangan sebagai akibat perilaku pisahan-pisahan tanah. Tanah yang mengandung banyak liat bertekstur halus dan berat. Berdasarkan soil taxonomy, USDA (Soil Survey Staff, 1990), kelas tekstur pada lahan penelitian adalah liat dan lempung berliat.

2. Sifat Kimia

Analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium yang menghasilkan data kemasaman tanah (pH) dan unsur-unsur hara seperti berikut :

Kemasaman tanah adalah besarnya kandungan ion H+ yang terdapat didalam tanah. Reaksi tanah yang masam disebabkan oleh curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan basa-basa mudah tercuci. Disamping itu hasil dekomposisi mineral aluminium silikat akan membebaskan ion aluminium. Ion tersebut dapat diserap oleh koloid tanah, dan bila dihidrolosis akan menyumbangkan ion H+, akibatnya tanah menjadi masam. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pelapukan bahan organik yang menghasilkan asam organik dan anorganik juga menyumbangkan reaksi asam (Nyakpa et al. 1988).

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa nilai kemasaman tanah pada lokasi penelitian terlihat relatif seragam, yang dapat digolongkan pada kriteria tanah yang sangat masam (pH 4,5- 5,0). Tanah yang bersifat asam berada pada daerah temperate sampai tropika mempunyai horizon argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Sifat fisik tanah asam yaitu solum tanah kedalamannya sedang, warna tanah merah sampai kunning, tekstur halus, konsistensi teguh, permeabilitas lambat. Karakteristik kimianya yaitu kandungan bahan organic rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang 35%, KTK kurang dari 25 me/100g liat, nutrisi rendah dan kemasaman kurang dari 5,5 (Munir, 1996).

(33)

Tingkat kemasaman tanah mempengaruhi kelarutan hara tanah. Peningkatan pH pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara makro dan mengurangi kelarutan unsur Al dan Mn (Hue dalam Whalen et al., 2000). Menurut Soepardi (1983), apabila pH berkurang maka jumlah Fe dan Mn menjadi larut dalam jumlah yang begitu banyak.

C-Organik adalah penyusun utama bahan organik. Menurut Istomo (1994) bahan organik ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. C-organik merupakan penyusun bahan organik utama. Banyak sifat – sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik. Menurut Stevenson (1982) bahwa peranan bahan organik secara umum dapat mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah.

Berdasarkan data hasil penelitian terlihat bahwa C-Organik pada setiap penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai C-Organik pada penutupan lahan SB memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan penutupan lahan yang lainnya hal ini disebabkan karena penutupan lahan SB didominasi oleh rumput-rumput yang daunnya mudah derdekomposisi sehingga menambah bahan organik ke dalam tanah.

Nitrogen sangat dibutukan oleh tanaman, sebagai penyusun asam amino, protein dan komponen lainnya. Nitrogen juga sangat penting dalam respirasi, meningkatkan reaksi enzimatik, dan meningkatkan metabolisme sel (Bornner dan Galston, 1952). Dalam proses humifikasi, amonia adalah produk akhir yang dilepaskan namun senyawa ini berumur pendek, karena senyawa ini akan di metabolisme oleh bakteri nitrifikasi, dan diubah dari ammonia ke nitrat (Setiadi, 1992). Nitrogen yang diserap dan terikat oleh tanaman akan selalu dan selalu dibutuhkan, sedangkan mengenai seberapa banyaknya tergantung pada tanaman itu sendiri. Sementara, ketika nitrogen dan air tersebut telah dimasak menjadi karbohidrat untuk kemudian didistribusikan kembali ke selauruh bagian tanaman akan memiliki fungsi untuk pertumbuhan vegetatif.

Suplai N di dalam tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah. Rendahnya N tersedia dalam tanah menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan tanah, sehingga

(34)

merupakan faktor pembatas baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari hasil produksi tanaman (Soepardi, 1982).

Fosfor merupakan salah satu hara makro yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Hara ini berperan dalam pembentukan batang dan perakaran. Pada tanah mineral masam, unsur fosfor tersedia sangat sedikit karena adanya pengikatan oleh unsur-unsur Al, Fe dan Mn sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Senyawa fosfat yang tidak tersedia atau tidak melarut tersebut merupakan subjek bagi kegiatan mikrooranisme. Berbagai asam orgganik dan anorganik yang dihasilkan mikroorganisme dapat mempengaruhi peningkatan senyawa-senyawa yang dapat larut (Sutedjo et al. 1996).

Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikroorganisme tergantung pada pH tanah, pH netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium tinggi, terjadi pegendapan kalsium fosfat. Mikrooranisme dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat seperti ini, dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman, dan pada pH asam unsur kalsium diendapkan dalam bentuk senyawa besi dan senyawa aluminium, sehingga sulit dilarutkan oleh perakaran tanaman dan miroorganisme tanah (Subba Rao, 1993).

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa kandungan fosfor dalam tanah berbeda. Perbedaan nilai tersebut terdapat pada berbagai lahan dengan penutupan vegetasi. Kandungan fosfor tertinggi terdapat pada lahan pertanian (6,3 ppm) sedangkan kandungan fosfor terendah terdapat pada lahan dengan penututupan vegetasi tanaman jati (4,8 ppm). Untuk lahan dengan penutupan vegetasi lahan campuran dan lahan alang-alang memiliki kandungan fosfor hampir sama (5,35 ppm dan 5,3 ppm).

Berdasarkan hasil analisis, kandungan K pada lokasi penelitian tergolong rendah untuk semua jenis penutupan lahan. Menurut Kasno et al. (2004), total K di dalam tanah di daerah tropika tergolong rendah. Hal ini disebabkan kadar K secara alamiah rendah, pelapukan yang cepat dan pencucian basa-basa yang tinggi.

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah – tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau kadar liat rendah. Nilai KTK terbesar dimiliki oleh

(35)

penutupan lahan TP (15,78 me/100g) dan terendah pada penutupan lahan TC. Nilai KTK untuk semua penutupan lahan tergolong rendah. Gambar 26 menunjukkan penutupan lahan TP mempunyai nilai KTK tertinggi (15,78 me/100g), hal ini disebabkan karena adanya pemberian bahan organik berupa kompos untuk memupuk tanaman pertanian. Menurut Soepardi (1983) bahan organik sangat mempengaruhi besarnya KTK dan sumber energi bagi jasad mikro. Gao dan Chang dalam whalen et al. (2000), menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan KTK tanah.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Nitrogen berperan dalam pembentukan sel-sel baru, penyusun asam amino, asam nukleat, enzim-enzim, ADP dan ATP, serta bahan penyalur energi (Gardner et al. 1991). Lebih lanjut dijelaskan bahwa walaupun nitrogen menyusun 79% dari atmosfir, tetapi tidak tersedia bagi tanaman, hanya bentuk yang teroksidasi (NO3-) atau bentuk yang tereduksi (NH4+) yang dapat digunnakan tanaman.

Berdasarkan hasil analisis, kandungan NO3- pada berbagai penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda. Nilai NO3- tertinggi terdapat pada penutupan lahan SB (749,82 ppm) sedangkan nilai NO3- paling rendah terdapat pada penutupan lahan TC.

Unsur Al dan H merupakan agen-agen penyebab kemasaman tanah, unsur ini termasuk kedalam unsur mikro. Menurut Hakim et al. (1986) keadaan tanah dimana unsur mikro menjadi problema dan dapat membatasi pertumbuhan tanaman adalah 1) tanah pasir bereaksi masam dan telah mengalami pencucian berat, 2) tanah berkadar bahan organik tinggi, 3) tanah ber-pH tinggi, 4) berdrainase buruk dan terus menerus tergenang dan 5) tanah yang terus menerus ditanamai dan dipupuk berat. Berdasarkan hasil analisis, kandungan Al dan H di lokasi penelitian memiliki kadar yang rendah. Hasil analisis kandungan Al dan H dapat dilihat pada Gambar 26.

Kandungan Fe berdasarkan hasil analisis pada lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang, tetapi kandungan Mn tergolong sangat tinggi. Kandungan Fe tertinggi terdapat pada penutupan lahan TC dan terendah terdapat pada penutupan lahan JM.

(36)

3. Sifat Biologi

Mikroorganisme tanah dan fungi merupakan komponen biotik dalam tanah yang memiliki peranan yang sangat penting sebagai pengurai bahan organik. Ekosistem tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menangkap sejumlah energi matahari sehingga sangat bergantung kepada zat – zat yang kaya energi yang dibawa dari luar seperti sisa tanaman dan hewan (Tejda dan Yadi, 1987).

C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik antara lain terdiri dari sisa-sisa tanaman dan hewan dari berbagai tingkat dekomposisi. Menurut Arsyad (1989) tanaman penutup tanah berperan untuk mengurangi erodibilitas hujan, menambah bahan organik melalui batang, ranting dan daun yang mati, melakukan transpirasi yang mengurangi kandungan air tanah. Tanaman tersebut terdiri dari beberapa jenis legum, rumput-rumputan, tanaman perdu dan pepohonan. Soepardi (1983) menerangkan bahwa sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Di dalam daun, ranting, cabang dan akar tanaman menyediakan sejumlah bahan organik setiap tahunnya. Bahan-bahan tersebut akan melapuk dan diangkut ke lapisan lebih dalam yang selanjutnya satu dengan tanah.

Bahan organik (BO) merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian. 1997).

Mikro flora dan fauna tanah ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya

(37)

pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson, 1982). Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap pertumbuhan tanaman.

Bahan organik sangat penting bagi kesuburan tanah. Tanah memerlukan bahan organik untuk mempertahankan kesuburan dan memperbaiki strukturnya. Selanjutnya Soepardi (1983) menambahkan bahwa tanah lempung akan menjadi lebih ringan setelah diberi bahan organik sedangkan tanah berpasir daya ikat tanahnya menjadi lebih bagus.

Peranan bahan organik secara umum mempengaruhi sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Stevenson (1982) menyatakan peranan bahan organik terhadap tanah yaitu :

1. Memberikan warna gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi panas matahari

2. Meningkatkan daya retensi air tanah karena bahan organik tanah mampu menyerap air hingga 20 kali bobotnya

3. membentuk kelat dengan ion hidrogen dari unsur hara makro, seperti Cu, Fe, Al dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat dimanfaatkan tanaman dan mikroorganisme. 4. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisinya

5. Memantapkan agregat tanah karena asosiasi senyawa organik dengan partikel primer tanah

6. Sebagai penyangga perubahan pH tanah 7. Meningkatkan KTK tanah

8. Bereaksi dengan senyawa organik lain seperti senyawa pestisida atau herbisida yang akhirnya akan menyababkan perubahan bioaktivitasnya

(38)

9. Sebagai sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme tanah tertentu.

Adanya praktek pengelolaan hutan, secara langsung dapat menyebabkan/mempengaruhi vegetasi dan dapat pula mengubah sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan organik tanah. Powers (1989), menyatakan bahwa produktivitas hutan berhubungan dengan kandungan bahan organik.

Penurunan kadar bahan organik akan mempengaruhi biomassa mikroorganisme. Henrot dan Robertson (1994) melaporkan bahwa konversi hutan hujan tropik menjadi padang rumput dan lahan pertanian dalam jangka panjang dapat menurunkan kandungan bahan organik dan kesuburan tanah. Penurunan ini akan diikuti oleh perubahan biomassa mikroorganisme. Ditambah pula bahwa perubahan biomassa mikroorganisme tanah akibat penebangan hutan di daerah tropik sangat mempengaruhi kesuburan tanah. Menurut Schimel, Coleman dan Horton (1985), praktek pengelolaan agrikultur mempengaruhi banyaknya jumlah bahan organik tanah dan menyebabkan terjadinya agrikultur mempengaruhi banyaknya jumlah bahan organik tanah dan menyebabkan terjadinya perubahan bahan organik tanah. Selanjutnya Soepardi (1983) menyatakan bahwa tanah yang ditanami terus menerus akan mengalami penurunan kadar bahan organik sebesar 35 % dibandingkan dengan tanah yang belum pernah dijamah atau dikelola.

Bahan organik tanah diakui sangat penting peranannya untuk pemeliharaan dan peningkatan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Brady, 1990). Pada dasarnya menurunnya kadar bahan organik dapat berakibat buruk terhadap sifat kimia tanah seperti menurunkan KTK yang selanjutnya menyebabkan berkurangnya efisiensi pemupukan karena unsur hara tanah yang berasal dari pemupukan menjadi mudah tercuci, fiksasi P tinggi, peranan bahan organik sebagai sumber unsur hara N, P dan S menjadi berkurang. Terhadap sifat fisik dan biologi tanah, dapat menyebabkan memburuknya struktur tanah atau menurunnya jumlah agregat, maka tanah menjadi lebih padat sehingga perlu lebih sering dikelola. Di samping itu aktivitas biologi tanah menjadi menurun karena berkurangnya atau berlebihnya aerasi serta menurunnya kadar air ataupun ketersediaan karbon sebagai sumber energi bagi jasad renik dalam tanah.

(39)

Walaupun C-organik bukan sebagai unsur hara tanaman, konsentrasi yang rendah (0,5% - 1,0%) dapat menyebabkan terganggunya produktivitas tanah (Allison, 1973;Stevenson, 1982)

Kadar bahan organik dalam lapisan tanah pertanian berkisar dari rendah hingga 5% pada tanah mineral dan bisa mendekati 60% di tanah organik. Di bawah lapisan oleh kadar bahan organik memperlihatkan kecenderungan menurun (Jurusan Tanah, 1984)

Respirasi mikroorganime tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Kegiatan metabolis mikroorganime tanah ditandai oleh taksiran – taksiran pengambilan O2 dan CO2 yang dihasilkan. Laju respirasi tanah dilokasi penelitian paling tinggi terdapat pada lahan dengan penutupan vegetasi alang-alang dan lahan campuran.

5.2.3. Kualitas Tanah Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan

Kondisi kualitas tanah di lokasi penelitian sebelum direvegetasi dikategorikan rendah hal ini terjadi karena adanya degradasi lahan. Tanah–tanah lahan kering tropika basah seperti di pulau-pulau besar luar Pulau Jawa merupakan tanah yang rentan degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan manusia. Definisi degradasi tanah cukup banyak diungkapkan para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi.

Degradasi tanah menurut FAO (1977) adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Definisi tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian; definisi yang terkait erat dengan pertanian atau produksi tanaman dikemukakan oleh Arsyad (1989) yang menyamakan antara degradasi tanah dengan kerusakan tanah yaitu hilang atau menurunnya fungsi tanah sebagai matrik tempat akar tanaman berjangkar dan air tanah tersimpan, tempat unsur hara dan air ditambahkan. Untuk

(40)

memulihkan lahan yang terdegradasi adalah dengan rehabilitasi lahan. Salah satu kegiatan rehabilitasi lahan adalah penanaman atau revegetasi.

Sifat fisika dan kimia tanah pada lokasi penelitian menunjukkan adanya peningkatan kualitas tanah setelah revegetasi. Kegiatan revegetasi baik berupa reboisasi dan penghijauan akan membuat penutupan lahan ditumbuhi vegetasi baik vegetasi pohon maupun tumbuhan bawah. Vegetasi yang tumbuh akan menghasilkan serasah berupa daun-daun yang gugur, ranting, cabang, dan bagian lain yang tersedia menjadi makanan untuk sejumlah inang hewan invertebrata, seperti rayap dan juga untuk jamur dan bakteri. Unsur hara dikembalikan ke tanah lewat pembusukan dari bagian yang gugur dan dengan pencucian daun-daun oleh air hujan (Kusmana et al. 2004). Menurut Handayani (2002) tanaman dapat memperbaiki sifat-sifat tanah setelah tanaman tersebut berumur + 2-3 tahun.

Peningkatan kualitas tanah setelah direvegetasi selama 6 tahun belum diketahui ukuran status perbaikan kondisi tanah yang telah dicapai. Untuk mendapatkan ukuran status kualitas tanah maka diperlukan analisis indeks kualitas tanah sebagai ukuran perbaiakan kualitas tanah yang terjadi pada setiap penutupan lahan. Hasil analisis indeks kualitas tanah menunjukkan ukuran kualitas tanah yan masih relatif kecil (< 0,5). Hasil penghitungan indeks kualitas tanah secara umum tidak menunjukkan perbedaan pada semua jenis penutupan lahan (p > 0,05). Berdasarkan pemeringkatan terhadap indeks kualitas tanah maka didapatkan penutupan lahan yang paling tinggi adalah penutupan lahan SB (0,2156) dan yang paling rendah adalah penutupan lahan TP.

Hasil penghitungan indeks tersebut menunjukkan penutupan lahan TC dan JM yang merupakan tanaman pohon hutan mempunyai nilai indeks kualitas tanah yang lebih rendah bila dibandingkan dengan penutupan lahan SB. Hal ini terjadi karena penutupan SB yang didominasi oleh rumput, dimana rumput berakar serabut dan membentuk rhizoma yang berupa benang-benang halus sebagai perekat antara butir-butir tanah, sehingga agregat tanah menjadi lebih mantap, akar tanaman yang mati dan membusuk akan menjadi pemantap agregat dan dapat menaikan porositas dan unsur hara tanah (Bennet, 1955). Menurut Wicaksono (2003) tanaman pohon hutan berakibat memperhebat kemasaman tanah, baik

(41)

secara langsung maupun tidak langsung, yang berarti menurunkan kualitas tanahnya secara kimiawi.

Unsur hara tanaman hutan sebagian besar disimpan pada biomasa tanaman. Manan (1992) menyatakan bahwa dari segi ekologi, telah diketahui bahwa pohon-pohon yang besar di hutan tropika tumbuh pada tanah-tanah mineral yang kurang subur, dimana sebagian besar unsur hara disimpan dalam bagian pohon di atas tanah. Kandungan unsur hara pada hutan belukar tua di hutan tropika basah yang tersimpan dalam lapisan tanah pada kedalaman 0- 30 cm dan dalam biomasa tegakan adalah : kandungan N tanah (1.830 kg/ha), N biomassa tegakan (4.580 kg/ha); kandungan P tanah (125 kg/ha), P biomasa tegakan (12 kg/ha); kandungaan K tanah (820 kg/ha), K biomasa tegakan (650 kg/ha); kandungan Ca tanah (2.520 kg/ha), Ca biomasa tegakan (2.580 kg/ha); dan kandungan Mg tanah (345 kg/ha), dan Mg biomasa tegakan (370 kg/ha) (Nye & Greenland, 1960 dalam Manan, 1992).

Penutupan lahan pertanian mendapat pemeliharaan berupa pengolahan tanah intensif dengan dicangkul dan pemupukan kompos sebesar 10 ton/ha yang diberikan setiap musim tanam (3-4 bulan sekali), tetapi nilai indeks kualitas tanah di lahan pertanian paling rendah, hal ini disebabkan karena alih guna lahan yang penutupan lahannya didominasi pohon menjadi lahan pertanian menyebabkan hilangnya beberapa grup fungsional organisma tanah, karena berubahnya jenis dan kerapatan tanaman yang tumbuh di atasnya sehingga mengubah tingkat penutupan permukaan tanah yang berdampak pada perubahan iklim mikro, jumlah dan macam masukan bahan organik, dan jenis perakaran yang tumbuh dalam tanah (Giller et al. 1997; Lavelle et al. 2001). Pada lahan-lahan pertanian, umumnya ada 4 masalah pokok yang berhubungan dengan gangguan siklus atau ketersediaan hara (di tingkat lahan), rusaknya kondisi fisik tanah (porositas dan infiltrasi), gangguan fungsi hidrologi (tingkat Daerah Aliran Sungai) dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Gambar

Tabel  7   Data kondisi lingkungan pada  penutupan lahan   pertanian (TP),  semak  belukar (SB), tanaman campuran (TC) dan Jati-Mengkudu (JM)
Gambar 6 Suhu dan kelembaban udara pada  penutupan lahan    pertanian  (TP),  semak   belukar   (SB),  tanaman   campuran  (TC)  dan   Jati-Mengkudu  (JM).
Gambar 7   Suhu dan kelembaban tanah  pada  penutupan lahan    pertanian  (TP),  semak  belukar  (SB),  tanaman  campuran  (TC)  dan  Jati-Mengkudu  (JM).
Gambar 10   Erosi pada penutupan lahan JM (tahun 2001-2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

06.30 s.d 07.30 Presensi Maba dan Apel Pembukaan Hari II 07.30 s.d 08.00 Pengenalan Organisasi Kemahasiswaan Universitas 08.00 s.d 08.30 Pengenalan Sistem Informasi.. Akademik,

c) bahwa Institut Teknologi Bandung sebagai perguruan tinggi teknik tertua dan terkemuka di Indonesia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk turut

Dalam perencanaan rekayasa, pekerjaan tanah dalam artian penentuan volume tanah adalah suatu hal yang sangat lazim, seperti halnya pada perencanaan pondasi, galian

Permasalahan persampahan di Kota Mojokerto karena keterbatasan kemampuan pengelola persampahan dalam menangani persampahan, dapat dilihat dari belum adanya peraturan yang

pengguna jalan yang lain, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pada penggunaan perangkat listrik yang ada didalam rumah dan dapat mengurangi efek pemanasan global.

Muricata L.) terhadap kadar enzim transaminase (SGPT dan SGOT) pada mencit ( Mus musculus ) yang diinduksi dengan 7, 12-dimetilbenz (α) antrasen (DMBA) secara In Vivo. Penelitian

Dengan diterbitkan dan diterapkannya peraturan tersebut, maka pengembangan kurikulum Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) telah memiliki standar secara prinsip. b) Aspek

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa modul IPA terpadu tema penglihatan layak dan efektif dijadikan sebagai