• Tidak ada hasil yang ditemukan

AcaraII-ektoparasit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AcaraII-ektoparasit"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.1. Latar Belakang

Sekto

Sektor r kelkelautaautan n dan dan perikperikanan merupakanan merupakan an salah satu salah satu sumbsumberer andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari pe

peririkakananan n bubudididadaya ya sesendndiriri i sesecacara ra kkeseselelururuhuhan an didiprproyoyekeksisikakann meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Untuk mencapai budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Untuk mencapai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai per

permasmasalahan alahan mengmenghambhambat at upayupaya a peninpeningkatgkatan an proproduksi duksi tersetersebut,but, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus (Sukadi, 2004).

dan virus (Sukadi, 2004).

Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ik

ikan an yayang ng didiakakibibatatkkan an ololeh eh bebebeberarappa a fafaktktor or yyaiaittu u anantatarra a lalainin pe

pennanangagannan an ikikanan, , ffakaktotor r papakkan an yayang ng didibeberirikkanan, , dadan n kkeaeadadaanan lin

lingkgkungungan an yanyang g kukuranrang g memendundukukung. ng. PPadaadat t penpenebaebaran ran ikaikan n yanyangg tinggi jika faktor lingk

tinggi jika faktor lingkungan ungan kurkurang menguntang menguntungkungkan. Keadaan. Keadaan yangan yang demiki

demikian ikan akan mudaan ikan akan mudah terserang h terserang oleh penyakoleh penyakit (Snieszkit (Snieszko, 1973 ;o, 1973 ; Sarig, 1971).

Sarig, 1971). Ek

Ektotopapararasisit t adadalalah ah sasalalah h sasatu tu mamacacam m papaththogogen en papada da ikikanan.. Ektoparasit

Ektoparasit adaadalah lah parparasiasit t yanyang g hidhidupnupnya ya menmenumumpanpang g di di bagbagianian lu

luar ar dadari ri tetempmpatatnynya a beberrgagantntunung g atatau au papada da peperrmumukkaaaan n tutububuhh in

(2)

ektoparasit obligat dam fakultatif. Ektoparasit obligat artinya seluruh ektoparasit obligat dam fakultatif. Ektoparasit obligat artinya seluruh stadiumnya, mulai dari pradewasa sampai dewasa, hidup bergantung stadiumnya, mulai dari pradewasa sampai dewasa, hidup bergantung k

kepaepada da inainangnngnya. ya. EktEktopaopararasit sit fakfakultultatiatif f artartinyinya a ektektopaoparasrasit it ituitu meng

menghabihabiskan waktunya skan waktunya sebagsebagian ian besar di besar di luar luar inanginangnya. nya. MerMerekaeka datang mengganggu inang hanya pada saat makan atau menghisap datang mengganggu inang hanya pada saat makan atau menghisap darah ketika diperlukannya

darah ketika diperlukannya

1.2.

1.2. TTujuanujuan Pr

Prakaktitikkum um ididenentitififikakasi si ekektotopapararasisit t papada da ikikan an bebertrtujujuauan n agagarar mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan ektoparasit pada mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan ektoparasit pada ikan dan dapat mengidentifikasi ektoparasit ikan.

(3)

II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, cawan petri, pisau, pinset, gunting, nampan, penggaris, pensil dan kertas label.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah beberapa jenis ikan air tawar, larutan NaCl fisiologis 70%.

2.2. Metode

Mikroskop, gelas benda, dan penutupnya dan larutan fisiologis disiapkan. Mengerok lendir dari tubuh ikan pada bagian tubuh yang akan diamati keberadaan parasitnya kemudian meletakkannya pada gelas benda dan ditetesi larutan fisiologis secukupnya. Menutup sampel lendir yang telah ditetesi larutan fisiologis kemudian mengamatinya dibawah mikroskop dengan perbesaran bertingkat. Parasit yang ditemukan digambar kemudian dicocokkan dengan literatur. Informasi dicatat yang terkait dengan parasit yang ditemukan.

2.3. Waktu dan Tempat

Praktikum “Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan” dilaksanakan pada tanggal 16 November 2012 di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

(4)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Kelomp ok   Jenis Ikan

Nama Parasit Organ tubuh yang

Diamati 1. Mujair

 Aspergilus sp. Insang, Sirip ekor Lernea sp. Lendir, Sirip ekor  Aphanomyces sp. Sisik

Lele Lernea sp. Lendir, Insang

2.

Bawal

Lernea sp. Sisik, Lendir Myxobulus sp. Insang  Argulus sp. Sirip Nilem  Aphanomyces sp. Lendir No Ident (jenis cacing) Insang 3.

Bawal  Aspergilus sp. Lendir, Insang Epistylis sp. Sisik

Nilem

 Aspergilus sp. Lendir  Aphanomyces sp. Insang

No Ident  Sisik 4. Mujair Trichodina sp. Lendir

Lele -

-5.

Mujair

Trichodina sp. Lendir, Insang Geoticum sp. Lendir Temnocephala sp. Lendir Ichtyopthilius sp. Insang Lele Gyrodactylus sp. Lendir Trichodina sp. Insang No Ident  Insang 6. Bawal - -Nilem - -7.

Bawal  Aspergilus sp. Lendir Nilem Ichtyopthirius sp. Lendir  Argulus sp. Insang

8. Nila Trichodina sp. Lendir, Sisik Lele Trichodina sp. Sisik, Lendir 9.

Mujair -

-Lele  Aspergilus flavus Lendir Fusarium sp. Sirip 10. Mujair Trichodina sp. Lendir

Nilem Trichodina sp. Insang

11. Bawal -

(5)

3.2. Pembahasan

Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut, dengan kata lain parasit hidup dari pengorbanan inangnya. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Berdasarkan letak penyerangannya parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut ektoparasit yaitu parasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dan kelompok kedua adalah endoparasit yaitu parasit yang berada dalam tubuh ikan (Afrianto, 1992).

Praktikum identifikasi penyakit ektoparasit yang menyerang ikan ditemukan 12 jenis parasit, yakni Trichodina sp., Myxobolus sp., Aspergilus sp., Lernea sp., Aphanomyces sp., Argulus sp., Epistylis sp., Geoticum sp., Temnocephala sp., Ichtyopthirius sp., Gyrodactylus sp. dan Fusarium sp.. Parasit ini ditemukan pada 4 jenis ikan sampel yang digunakan.

3.2.1. Trichodina sp.

Trichodina sp. termasuk dalam jenis parasit Ciliata, yaitu parasit yang bergerak dengan menggunakan bulu-bulu getar (cilia) dan memiliki susunan taksonomi menurut Kabata (1985) sebagai berikut

Filum : Protozoa

(6)

Ordo : Peritrichida

Famili : Trichodinidae

Genus : Trichodina

Spesies : Trichodina sp.

Trichodina sp. merupakan ektoparasit yang menyerang/menginfeksi kulit dan insang, biasanya menginfeksi semua jenis ikan air tawar. Populasi Trichodina sp di air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang. Parasit  jenis ini memiliki dua bagian yaitu anterior dan posterior yang berbentuk cekung dan berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini juga memiliki dua inti, yaitu inti besar dan inti kecil, inti kecil yang dimiliki berbentuk bundar menyerupai vakuola dan inti besar berbentuk tepal kuda.

Organisme ini dapat menempel secara adhesi (dengan tekanan dari luar), dan memakan cairan sel pada mucus atau yang terdapat pada epidermis. Parasit ini tidak dapat hidup jika diluar inang.

(7)

Penempelan Trichodina sp., pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit ikan.  Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram,

mengakibatkan seringkali timbul gatal-gatal pada ikan sehingga ikan akan menggosok-gosokkan badan ke dasar kolam atau pinggir kolam, sehingga dapat menyebabkan luka.

Ikan yang terserang parasit Trichodina sp., akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang kusam dan pucat (tidak cerah), Produksi lendir yang berlebihan dan nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi kurus. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina sp., mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan daya tahan tubuh ikan dengan rendahnya sistem kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya terjadi karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan dan akhirnya kelelahan atau bisa juga terjadi akibat terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir. Penularan penyakit ini bisa melalui air atau kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi dan penularannya akan didukung oleh rendahnya kualitas air pada wadah tempat ikan dipelihara.

Laporan Pemantauan HPIK Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk Banggai perlakuan yang diberikan untuk ikan yang terinfeksi

(8)

Trichodiniasis adalah dengan perendaman dengan garam atau asam asetat untuk ikan air tawar sedangkan ikan air laut dengan perendaman air tawar, dapat juga menggunakan formalin dengan kosentrsi tertentu (Sachlan, 1952).

3.2.2. Myxobolus sp.

Dari hasil pengamatan salah satu parasit yang ditemukan adalah Myxobolus sp. Parasit ini ditemukan pada bagian insang sampel ikan bawal (Colosoma brachyponum). Myxobolus sp., tergolong jenis parasit sporozoa. Parasit dari golongan ini fase infektifnya berupa spora dan berada dalam tubuh ikan dengan membentuk kista (cyste) yang biasanya dilapisi dengan jaringan pengikat. Myxobolus sp., memiliki susunan taksonomi sebagai berikut : Filum : Protozoa Kelas : Sporozoa Ordo : Cnodosporidia Famili : Myxobolidae Genus : Myxobolus Spesies : Myxobolus sp. Gambar 2. Myxobolus sp.

Myxobolus merupakan protozoa yang tergabung dalam famili Myxobolidae. Parasit ini memiliki spora berbentuk elipsoid, ovoid atau membulat yang terlihat di dalam valvula (Lom and Dykova, 1992).

(9)

Myxosporeasis adalah penyakit parasiter pada ikan yang disebabkan oleh sporozoa, antara lain dari spesies Myxobolus sp. Kejadian penyakit akibat infeksi parasit Myxosporea pada ikan dari berbagai kondisi geografis telah banyak diteliti dengan jumlah spesies sebanyak 1200. Umumnya organisme penyebab ini dikenali dengan morfologi sporanya, jumlah dan lokasi filamen polar. Spora berbentuk elips, ovoid atau bulat dilihat dari dorsal, sedangkan bikonvek dilihat dari tepi atau sutural (Lom and Dykova, 1992).

3.2.3. Aspergilus sp.

 Aspergilus sp. merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tubuh ikan yang terserang penyakit. Koloninya berwarna putih pada Agar Dekstrosa Kentang (PDA) 25 °C dan berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dari Aspergilus berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur (Baker, 2006).

Klasifikasi Aspergilus sp. menurut Tieghem (1867) sebagai berikut : Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota Kelas : Eurotiomycetes Ordo : Eurotiales

(10)

Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus sp.

Gambar 3. Aspergilus sp.

 Aspergilus sp. dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 °C, dengan suhu minimum 6-8 °C, dan suhu maksimum 45-47 °C. Proses pertumbuhannya fungi ini memerlukan oksigen yang cukup (aerobik).  Aspergilus memiliki warna dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam (Baker, 2006).

Ikan yang terkena penyakit yang disebabkan oleh  Aspergilus memiliki gejala terbentuk lapisan seperti kapas berwarna putih kecoklatan pada kulit, sirip, insang atau telur mati. Bersifat opportunis (secondary infection) pada luka fisik. Tingkah laku ikan yang terkena Aspergilus akan menggesekkan tubuhnya ke dasar atau dinding kolam (Baker, 2006).

3.2.4. Lernea sp.

Lernea sp. adalah sejenis udang renik yang berbentuk bulat panjang seperti cacing. Bagian kepalanya terdapat organ yang menyerupai jangkar, sehingga organisme ini dikenal dengan sebutan cacing jangkar (anchorworm). Perantaraan organ inilah cacing  jangkar menempelkan dirinya ke tubuh ikan (Heckmann, 2003).

Klasifikasi parasit Lernea sp. sebagai berikut : Filum : Arthropoda

(11)

Ordo : Copepoda Famili : Lernaeidae Genus : Lernea

Spesies : Lernea sp. Gambar 4. Lernea sp.

Hampir semua jenis ikan air tawar dapat terserang oleh cacing  jangkar ini, terutama pada musim pembenihan atau pendederan. Ikan yang terserang umumnya mengalami luka pada tubuhnya dan terlihat adanya cacing jangkar yang menempel. Pencegahan terhadap serangan cacing jangkar dapat dilakukan dengan melakukan pengeringan kolam, menyaring air sebelum dialirkan ke kolam atau menggunakan bahan kimia untuk membasmi cacing  jangkar pada stadium nauplius dan copepodid (Heckmann, 2003).

Upaya pengendalian terhadap serangan cacing jangkar dewasa sulit dilakukan, karena cacing ini memiliki kulit khitin yang tahan terhadap pengaruh senyawa kimia. Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, ikan direndam dalam larutan tetrasiklin 250 mg per 500 liter air selama 2 – 3 jam. Proses perendaman ini dapat diulangi selama 3 hari berturut-turut. Pengendalian cacing jangkar dengan senyawa kimia dapat juga dilakukan dengan merendam ikan yang terserang dalam larutan Bromex 0,12 – 0,15 ppm. Caring jangkar pada stadium copepodid dapat dibunuh dengan merendam ikan yang terserang ke dalam larutan dipterex 0,25 ppm selama 4 – 6 jam. Perendaman dengan larutan NaCl dan PK cukup efektif, namun

(12)

ka¬rena dosisnya berada sedikit di bawah konsentrasi lethal bagi ikan, cara ini jarang digunakan (Heckmann, 2003).

3.2.5. Aphanomyces sp.

Cendawan  Aphanomyces memiliki miselium berdiameter 5-15 mikron dan sedikit bercabang. Zoospora muncul pada ujung sporangium dalam bentuk memanjang kemudian menjadi kista di sekitar ujung sporangium. Hifa bercabang, tidak bersepta, dan berpigmen. Klasifikasi cendawan  Aphanomyces adalah sebagai berikut : Filum : Phycomycetes Kelas : Oomycetes Ordo : Saprolegnialis Famili : Saprolegniaceae Genus : Aphanomyces Spesies : Aphanomyces sp. Gambar 5. Aphanomyces sp.

Parasit cendawan ini memiliki ciri menghasilkan kantung spora lebih dari satu dan keluar dari tengah (samping) hifa, sedangkan ciri saprofitik hanya menghasilkan satu kantung spora yang keluar dari bagian terminal (ujung hifa). Gejala klinis dari EUS antara lain bercak

(13)

putih pada daging bawah kutikula (terlihat jelas di bawah mikroskop), dan pada beberapa kasus timbul warna kecoklatan pada kutikula atau otot (Sachlan, 1952)

Penyakit EUS umumnya diakibatkan oleh  Aphanomyces sp. Sering terjadi pada alkalinitas rendah dan pH perairan yang rendah. Perairan asam merupakan daerah yang mudah dikuasai oleh cendawan akuatik berkisar antara pH 4-7. Beberapa usaha telah berhasil dilakukan untuk mencegah serangan cendawan ini adalah menaikkan pH dan alkalinitas dengan cara pengapuran. Nilai alkalinitas yang baik pada budidaya secara umum berkisar 10-400 ppm, sedangkan pH yang baik adalah 7-8.5 (Rokhmani, 2002).

3.2.6. Argulus sp.

 Argulus sp biasanya menempel pada kulit atau sirip ikan.  Argulus sp termasuk parasit yang suka menyerang ikan gurami, ikan mas dan lele.  Argulus sp merupakan ektoparasit yang kasat mata atau dapat dilihat tanpa melalui mikroskop namun ukurannya kecil (Susanto, 2006).

Parasit Argulus sp menyebabkan penyakit Argulosis, sifat parasit cenderung temporer yaitu mencari inang secara acak dan dapat berpindah dengan bebas pada tubuh ikan lain atau bahkan meninggalkannya. Argulus sp juga berperan sebagi vector bagi virus

(14)

atau bakteri yang menyebabkan penyakit pada ikan (Purwakusuma, 2007).

Klasifikasi  Argulus sp menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut: Filum : Arthopoda Kelas : Maxillopoda Ordo : Arguloida Famili : Argulidae Genus : Argulus Spesies : Argulus sp Gambar 6. Argulus sp.

Bentuk tubuh  Argulus sp berbentuk oval atau bulat pipih tubuhnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu Cephalothorax, thorax, dan abdomen, ciri utama yang menonjol pada argulus sp adalah adanya sucker yang besar pada ventral, sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama pada  Argulus sp, selain itu terdapat preoral dan proboscis untuk melukai

dan menghisap sari makanan dari inang. (Walker, 2005).

Ikan yang terserang  Argulus sp tubuhya menjadi kurus, gerakannya sangat lemah, bekas gigitan terlihat berwarna kemerahan. pencegahan melakukan penjemuran kolam sampai beberapa hari agar parasit pada segala stadium mati. Sedangkan parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan

(15)

pinset. Pengendalian bisa dilakukan menggunakan larutan garam (NaCl) atau garam Amoniak (Irawan, 2004).

3.2.7. Epistylis sp

Epistylis adalah parasit yang umum di temukan pada perairan baik air tawar maupun air laut. Parasit ini biasanya menempel pada objek-objek yang terendam dalam air, seperti tumbuhan atau hewan air. Klasifikasi Epistylis menurut Jahn (1949) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Chromalveolata Filum : Ciliophora Kelas : Ciliatea Ordo : Sessilida Famili : Epistylidae Genus : Epistylis Spesies : Epistylis sp. Gambar 7. Epistylis sp.

Bagian tubuh Epistylis yang menempel pada substrat adalah bagian batangnya , sel sel epistylis berbentuk lonceng terbalik dan di sekeliling peristomanya bercilia, selnya mempunyai makronukleus yang berbentuk seperti bulan sabit dan mikronucleus berbentuk bulat. Parasit ini hidup berkoloni dan yang terdiri dari 1 – 8 sel tiap koloninya, tangkai sel pada epistylis tidak berkontraktil dan biasanya bercabang dan pada tiap ujung cabang terdapat sel. Parasit ini berkembang biak dengan membelah diri .pada komoditas perikanan

(16)

parasit ini banyak ditemukan menyerang pada bagian badan, insang, kaki renang, kaki jalan, karapaks, dan ekor. Gejala serangan parasit ini biasanya mengakibatkan ikan susah bernafas karena insangnya banyak tertutupi parasit ini dan pertumbuhan lambat dan kerusakan pada jaringan yang di serang atau ditempel (Halimun, 2012).

3.2.8. Geoticum sp.

Geotrichum biasanya ditemukan di dalam air maupun organisme hidup seperti ikan. Jenis dari Geotrichum antara lain : Geotrichum candidum, Georichum clavatum, dan Geotrichum fici yang mirip. Klasifikasi Goethricum Sebagai berikut :

Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Ordo : Saccharomycetales Famili : Endomycetaceae Kelas : Ascomycetes Genus : Geotrichum

Spesies : Geotrichum sp. Gambar 8. Geotrichum sp.

Spesies Geotrichum dikenal sebagai arthrospores, dalam kebanyakan kasus spesies ini mempengaruhi kesehatan ikan dan dapat menular dengan cepat oleh ikan lainnya yang ada dikolam. Beragam versi melaporkan Geotrichum juga dapat mempengaruhi manusia dengan sebagian dari mereka mengelompokkan sebagai flora manusia, tetapi tidak ada didokumentasikan fakta yang

(17)

membuktikan spesies ini menular pada manusia. Fakta lain yang menyatakan bahwa dalam banyak kasus, Geotrichum mempengaruhi saluran usus. Beberapa gejala lain yang paling umum yang telah dikaitkan dengan spesies ini termasuk infeksi paru-paru dan bronkial.

3.2.9. Temnocephala sp

Temnocephala sp. disebut cacing hisap karena cacing ini memiliki alat pengisap dibagian depan (anterior) tubuhnya. Alat penghisap digunakan untuk menempel pada tubuh inang. Trematoda merupakan hewan parasit, dia mengambil makananberupa cairan tubuh atau  jaringan inangnya saat ia menempel (Muthia et al, 2011).

Klasifikasi parasit Temnochepala sp. menurut Volonterio (2007) sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Platyhelminthes Kelas : Trematoda Ordo : Dignea Famili : Temnochepalaidae

Genus : Temnochepala Gambar 9. Temnochepala sp.

 Tubuh berbentuk seperti daun dengan panjang sampai 30 mm.  Tubuh tertutup kutikula yang resisten (modifikasi dari epidermis). Mulut dibatasi oleh batil pengisap anterior yangberbentuk sebagai diskus dari bersifat musculer dan dilengkapi gigi kitin.Mempunyai batil pengisap ventralis sebagai pelekat. Terdapat porus

(18)

genitalisdiantara batil pengisap anterior dan posterior. Di ujung posterior tubuh ada porusekskretorius. Bersifat endoparasit (Muthia et al, 2011).

3.2.10. Ichtyopthirius sp

Parasit Ichtyopthirius sp terdiri dari sel-sel, bentuk membulat, ø ± 40 m, seluruh tubuh di selimuti cilia. Nucleus berbentuk sepertiμ

kacang tanah. Siklus hidupnya didaerah tropis lebih pendek daripada daerah sub tropis, karena proses metabolisme berkaitan dengan suhu. Siklusnya 8 hari setelah infeksi, parasit berada dalam tubuh inang selama 3-4 hari menjadi dewasa kemudian meninggalkan tubuh inang secara otomatis dan berkembangbiak di luar tubuh inang. Diluar tubuh inang parasit Ichtyopthirius dapat hidup selama 3 jam.  Jika > 3 jam tidak menemukan hospes, parasit membentuk cysta

didasar kolam (Irianto, 2005).

Klasifikasi Ichtyopthirius sp. adalah sebagai berikut : Filum : Protozoa

Kelas : Ciliata Ordo : Holotricha Famili :

-Genus : Ichthyopthirius

Species :Ichthyopthirius sp. Gambar 10. Ichtyopthirius sp.

Penyakit yang disebabkan oleh Ichtyopthirius sp. yaitu penyakit bercak putih (White spot ). Gejalanya berupa tubuh ikan banyak

(19)

mengeluarkan lendir. Bagian tubuh yang terinfeksi terdapat bintik-bintik putih. Frekuensi nafas meningkat, ikan sering ke permukaan air untuk mengambil Oksigen. Pertumbuhan menjadi lambat dan warna pucat (Irianto, 2005).

Penanggulangan penyakit ini yaitu ikan dikarantina selama 3 minggu dalam air mengalir. Pengobatan dengan cara ikan dimasukkan jaring selama 3 minggu dan dialiri air. Long bathing dalam bak atau akuarium yang berisi larutan kimia Chinine, trytopflavin, rivanol dengan konsentrasi 1 : 100.000 selama 3 hari berturut-turut. KMnO4 1 : 10.000 selama 5-10 menit dan cara yang

paling mudah menggunakan NaCL 25% selama 10-15 menit (Irianto, 2005).

3.2.11. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. termasuk kedalam golongan cacing-cacingan. Berukuran sangat kecil dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata, tetapi hanya bisa dilihat lewah mikroskop. Hewan ini digolongkan sebagai parasit, artinya hewan yang mengambil makanan untuk hidupnya dari hewan lain. Keadaan itu menimbulkan kerusakan. Seperti hal cacing-cacing yang lain, Gyrodactylus sp. juga berbadan bulat dan panjang. Hewan ini berukuran 0,2 – 0,5 mm, pada ujung anterior terdapat dua cuping. Memiliki kepala dan memiliki usus bercabang dua dimana ujungnya tidak bersatu.

(20)

Klasifikasi Gyrodactylus sp adalah sebagai berikut : Filum : Platyhelminthes Kelas : Monogenea Ordo : Monopisthocotylea Famili : Gyrodactylogyridae Genus : Gyrodactylus Spesies : Gyrodactylus sp. Gambar 11. Gyrodactylus sp.

Parasit ini tidak memiliki vitelaria atau bersatu dengan ovari. Siklus Gyrodactylus sp. dari larva hingga menjadi dewasa membutuhkan waktu kira-kira 60 jam. Itu terjadi pada suhu 25 – 27 O

C. Bio-Ekologi patogennya meliputi ektoparasit, bersifat obligat parasitik dan berkembang biak dengan beranak, tidak memiliki titik mata, dan pada ujung kepalanya terdapat 2 buah tonjolan, penularan terjadi secara horizontal, pada saat anak cacing lahir dari induknya, menginfeksi semua jenis ikan air tawar, terutama ukuran benih dan organ target meliputi seluruh permukaan tubuh ikan, terutama kulit dan sirip. Infeksi berat dapat mematikan 30-100% dalam tempo beberapa minggu, terutama sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri dan cendawan. Gejala klinisnya adalah nafsu makan menurun, lemah, tubuh berwarna gelap, pertumbuhan lambat, dan produksi lendir berlebih; peradangan pada kulit disertai warna kemerahan

(21)

pada lokasi penempelan cacing, menggosok-gosokkan badannya pada benda di sekitarnya.

Diagnosanya adalah pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul; dan pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas dari insang. Pengendaliannya adalah mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air > 29° C, mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekwensi pergantian air; ikan yang terserang gyrodactyliasis dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman beberapa jenis desinfektan, antara lain larutan garam dapur pada konsentrasi 500-10.000 ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam, larutan Kalium Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm selama 12 jam, dan larutan formalin pada dosis 25-50 ppm selama 24 jam atau lebih.

3.2.12. Fusarium sp.

Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang (Paul, 1996).

(22)

Klasifikasi Fusarium sp. menurut Alexopoulus (1960) adalah sebagai berikut : Divisi : Astigomycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Tuberculariaceae Genus : Fusarium Gambar 12. Fusarium sp.

Gejala yang diakibatkan oleh Fusarium sp. menyerang ikan pada fase benih. Infeksi Fusarium sp. menyebabkan benih tidak dapat tumbuh dengan sempurna, benih ikan yang terinfeksi patogen ini akan menyebabkan kematian. Fusarium sp. dapat menyebabkan kematian benih secara masal jika tidak dideteksi secara dini (Elias, 2009).

(23)

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan adalah:

1. Mengidentifikasi parasit pada ikan dapat dilakukan dengan cara pengamatan di laboratorium karena parasit tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Cara-cara yang digunakan untuk mengidentifikasi parasit adalah dengan metode kerokan kulit dan preparat basah untuk pengamatan ektoparasit.

2. Parasit yang menyerang ikan Mujair, Bawal, Lele, Nilem adalah Trichodina sp., Myxobolus sp., Aspergilus sp., Lernea sp.,  Aphanomyces sp., Argulus sp., Epistylis sp., Geoticum sp., Temnocephala sp., Ichtyopthirius sp., Gyrodactylus sp. dan Fusarium sp. Umumnya menyerang pada bagian lendir,sisik dan sirip.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.  Yogyakarta.

Anonim,2012.Parasit .http://pengertian.blogspot.com/2012/10/parasit. html. [21 Desember 2012].

Alexopoulus, C.J. & T. E. Brooks (1971). "Taxonomic studies in the Myxomycetes. III. Clastodermataceae: a new family of the Echinosteliales". Mycologia 63 (4): 925–928.

Baker SE. 2006.  Aspergillus niger genomics: past, present and into the future. Medic Mycol 44: 17-21.

Djajadiredja, R.,T.H. Panjaitan, A. Rukyani, A. Sarono, D. Satyani and H. Supriyadi. 1982. Fish quarantine and fish disease in southeast  asia. Report of a workshop 7 – 10 Dec 1982 held in Jakarta. 19 – 21.

(25)

Elias J. Anaissie, Michael R. McGinnis, Michael A. Pfaller (2009). Clinical mycology. Churchill Livingstone. ISBN 978-1-4160-5680-5.

Halimun, A. 2012. Epistylis sp. .Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Tarakan

Heckmann, R. (2003), Other Ectoparasites Infesting Fish; Copepods, Branchiurans, Isopods, Mites and Bivalves, Aquaculture Magazine, USA.

Irawan.Agus.2004. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan.CV. Aneka . Solo.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

 Jahn, T. L. 1949, How to know: The protozoa., WM. C. Brown Company Publishers, Iowa.

Kabata, Z. 1985. Parasites and diseases of fish cultured in the tropics. Penerbit taylor dan prancis. London and Philadelphia.

(26)

Lom, J. and Dykova, I., 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Developments in Aquaculture and Fisheries Science, Vol.26.Elsevier. 315 pp.

Muthia, F., Juniarti, R., Rahayu, R.R. 2011. Platyhelminthes. Zoologi Invertebrata. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

Paul H. Jacobs, Lexie Nall (1996). Fungal disease: biology, immunology, and diagnosis. Informa Healthcare. ISBN.

Poly, W. J. 2008. Global diversity of fishlike (crustacean: Branchiura:  Argulidae) in Fresh water . Hydribiologia 595(1): 209-212

Purwakusuma,W.2007. Argulus. Diakses dari http:// O-fish.com/Argulus tanggal 21 November 2012

Rokhmani, 2002. Beberapa Parasit pada Budidaya Ikan Gurami di Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UMP : 16-21 ha.

Sachlan, M. 1952. Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Contrib. Inl. Fish.Res. Stat. No. 2. 1 - 60.

(27)

Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey.

Sukadi, F., 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya. Disampaikan pada Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal Soedirman, Purwokerto, 18 – 19 Mei 2004.

Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241 - 242. In J.L. Maclean, L.B. Dizon and L.V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

Susanto, Heru. 2006. Budidaya Ikan Di Pekarangan,ed revisi.Penebar Swadaya.Jakarta

Volonterio, O. 2007.  A New Species of Temnochepala (Platyhelminthes, Temnochepalida) and Description of T.axenos from Uruguay . Journal of Natural History 41:1245-1257

Walker, Peter. 2005. Problematic parasites,Department Animal Of  Ecology and Echophysiology Redboud. University Nijmegen. Netherlands.

(28)

 Yuasa, K., Panigoro, N., Bahnan, M. dan Khiidin., B. E. 2003. Panduan Diagnostik Penyakit Ikan. Teknik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Jambi. 75 p.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Capo (Blumea Balsamifera L.) Dan Pengaruhnya Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Mencit Putih Jantan.. Jurnal

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Metode BRKGA yang di rancang lebih baik dari metode heuristik, (2) Metode BRKGA Multiple- Parent dapat memperbaiki BRKGA

Pemilihan sampling rate Fs = 1/T, dimana T adalah interval sampling, tidak sekedar menentukan frekuensi tertinggi yang akan diproses tetapi juga sebagai faktor skala yang

Dari hasil diatas dapat dideskripsikan bahwa setelah dilakukan perlakuan ( treatment ) berupa layanan penguasaan konten 10 orang siswa pada kelompok eksperimen

Makin banyak massa koagulan maka makin tinggi turbiditynya karena pengaruh dari banyaknya koagulan yang dimasukkan kedalam limbah deterjen buatan sehingga

Sepulang dari Madinah, Fadhil Jailani memulai mencari kitab-kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jailani r.a pada tahun 1977 di Madinah dan daerah yang lain sampai tahun

Monitoring Pembayaran untuk pelaksana pekerjaan Jalan dan jembatan Paket PW- JLJB/06/2017 yang dapat kami laporkan pada laporan bulan ke-2 (Mei 2017) berdasarkan progress pekerjaan

penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik; (6) sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan; (7) bahan bakar untuk memasak