• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN ULANG SISTEM PERPIPAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RANCANGAN ULANG SISTEM PERPIPAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

i

KABUPATEN SLEMAN

TUGAS AKHIR

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat S-1

Diajukan oleh :

HENRY JOSEPH FERNANDEZ NIM : 045214082

Kepada :

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

IN SLEMAN REGENCY

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements To Obtain The Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By :

HENRY JOSEPH FERNANDEZ Student Number : 045214082

To :

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SAINS AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERCITY

(3)
(4)
(5)

v

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan unuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakara, 19 Agustus 2008

(6)

vi

dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan permasalahan adanya penurunan debit air dari rencana semula 110 l/s menjadi 84 l/s, maka perlu merancang ulang sistem perpipaan menyangkut diameter pipa yang paling efektif.

EPANET merupakan sebuah perangkat lunak yang dapat memberikan informasi kepada pengguna mengenai simulasi hidrolika dan perilaku kualitas air di dalam sistem jaringan perpipaan bertekanan dalam rentang waktu tertentu. Hasil analisis tersebut sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan, baik ditingkat manajemen maupun dilingkup tim perencana, sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai input data dalam perencanaan desain sistem distribusi air.

Setelah dilakukan analisis terhadap sistem perpipaan dari mata air Umbul Wadon sampai BR5, maka diperoleh kesimpulan bahwa diameter pipa paling efektif untuk mengalirkan air dengan debit sebesar 84 l/s dengan kecepatan ideal sebesar 1,5 m/s dari mata air Umbul Wadon sampai BR5 adalah 250 mm. Terjadi penambahan kehilangan tekanan (hf) dan penurunan sisa tekanan, sehingga pipa semakin aman. Analisis ini sebenarnya paling efektif dipergunakan untuk perencanaan desain awal perpipaan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih untuk masyarakat berdasar kebutuhan konsumen dalam jangka waktu tertentu.

(7)

vii

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Henry Joseph Fernandez

Nomor Mahasiswa : 04521482

Demi Perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

RANCANGAN ULANG SISTEM PERPIPAAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM)

KABUPATEN SLEMAN ”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta. Pada Tanggal : 19 Agustus 2008

Yang menyatakan,

(8)

viii Tugas Akhir ini aku persembahkan kepada : 

1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Santo Yosef, yang slalu setia membimbing 

& menyertai aku dalam kehidupan ini. 

2. Papa Bosco & Mama Harti, yang slalu mendukung shingga aku bisa sperti 

skarang ini. ” Moga ini bisa buat papa & mama bangga kepada henry  ” 

3. My sisters & brother : Donna, Yanti, Ita, Sandra, Dave. 

4. Kakak2 ipar qu : Ka’ Onie, Ka’ Dave, Mas Andre, Ka’ Donie. 

5. Ponakan2 qu : Avel, Darrel, Vian, Illo. 

6. Smua guru2 SD, SMP, dan SMA. 

7. Smua Teman2 SD, SMP, SMA. 

8. ^Melo^ yang slalu mengonggong, guk..guk.. 

(9)

ix

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugrah-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dari hati yang terdalam kiranya penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan, saran dan fasilitas serta segala sesuatu sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir, kepada:

1. Direktur PDAM Kabupaten Sleman yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pembuatan Tugas Akhir.

2. Pak Nuryono, selaku pembimbing lapangan yang telah membantu penulis dalam pembuatan Tugas Akhir.

3. Seluruh pegawai PDAM Kabupaten Sleman.

4. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma.

5. Ir. Greg. Heliarko, S.J.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.S.C., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

6. Budi Sugiharto, S.T.,M.T., selaku ketua Program Studi Teknik Mesin sekaligus dosen pembimbing Tugas Akhir.

7. Segenap staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga sangat berguna dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

8. Segenap staf karyawan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.

(10)

x

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dalam Tugas Akhir ini, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik, serta saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pembaca.

Terima kasih.

Yogyakarta, Agustus 2008

(11)

xi

Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah Untuk Kepentingan Akademis ……...vii

Halaman persembahan ………. viii

(12)

xii

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……….. …………. 7

3.1 EPANET 2.0 ……… 7

3.2 Jaringan distribusi ………... 8

3.3 Transmisi air ... .10

3.3.1. Cara mentransmisikan air ……….……… 10

3.3.1.1. Sistem perpompaan ……….……… 10

3.3.1.2. Sistem gravitasi ……….……….. 10

3.3.1.3. Kombinasi gravitasi dan pompa …….………… 11

3.3.2. Perlengkapan pendukung ……….….……....11

3.3.2.1. Air valve (katup pembuang udara) …….……… 11

3.3.2.2. Blow-off (katup penguras) ……….……… 13

3.3.2.3. Katup isolasi dan pengatur aliran …….….……. 13

3.4 Hidrolika fluida ………..…………14

3.4.1. Hidrostatika ………..……….. 14

3.4.2. Hidrodinamika ………..………. 14

3.4.2.1. Persamaan kontinuitas …………..……… 14

3.4.2.2. Kehilangan tekanan kecil ………..…………... 15

3.4.2.3. Kehilangan tekanan besar ………..………….. 16

3.5 Kehilangan air ……….……..……. 16

3.5.1. Kehilangan air pada sistem PDAM …….…….………16

3.5.2. Pengertian kehilangan air ……….………... 17

3.5.2.1. Kehilangan air secara fisik ……….…………. 17

3.5.2.2. Kehilangan air secara non fisik ….………….. 18

BAB IV PEMBAHASAN ………..………..………… 19

(13)

xiii

4.2.2. Analisa perhitungan ..……….………..…………. 34

BAB V PENUTUP …………..………..………….. 39

5.1 Kesimpulan ………..………….. 39

5.2 Saran ……….…………. 39

(14)

xiv

Gambar 3.1 : Letak pemasangan air valve dan blow-off ……….…... 12 Gambar 3.2 : Pemasangan katup isolasi dan arah aliran ………. 13 Gambar 3.3 : Perubahan luas penampang aliran ………. 15 Gambar 1 : Hasil perhitungan EPANET dari MA sampai BR1

(sebelum rancang ulang) ……… 40 Gambar 2 : Hasil perhitungan EPANET dari MA sampai BR1

(sesudah rancang ulang) ……….… 41 Gambar 3 : Hasil perhitungan EPANET dari BR1 sampai BPT2

(sebelum rancang ulang) ……… 42 Gambar 4 : Hasil perhitungan EPANET dari BR1 sampai BPT2

(sesudah rancang ulang) ……… 43 Gambar 5 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT2 sampai BPT3

(sebelum rancang ulang) ……… 44 Gambar 6 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT2 sampai BPT3

(sesudah rancang ulang) ……….… 45 Gambar 7 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT3 sampai BPT4

(sebelum rancang ulang) ………...…. 46 Gambar 8 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT3 sampai BPT4

(sesudah rancang ulang) ……….… 47 Gambar 9 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT4 sampai BR5

(sebelum rancang ulang) ……… 48 Gambar 10 : Hasil perhitungan EPANET dari BPT4 sampai BR5

(15)

xv

Tabel 3.1 : Kriteria pelayanan jaringan distribusi air minum ………...………. 8 Tabel 4.1 : Data-data perpipaan ...…..……….. 19 Tabel 4.2 : Luas penampang dan kecepatan aliran berdasarkan diameter pipa …... 27 Tabel 4.3 : Hasil perhitungan BR1 sampai BPT2 (standard) ……….……. 27 Tabel 4.4 : Hasil perhitungan BR1 sampai BPT2 (rancang ulang) .……… 28 Tabel 4.5 : Hasil perhitungan BPT2 sampai BPT3 (standard) .………... 29 Tabel 4.6 : Hasil perhitungan BPT2 sampai BPT3 (rancang ulang) …….……….. 30 Tabel 4.7 : Hasil perhitungan BPT3 sampai BPT4 (standard) ……….…………... 31 Tabel 4.8 : Hasil perhitungan BPT3 sampai BPT4 (rancang ulang) …….……….. 31 Tabel 4.9 : Hasil perhitungan BPT4 sampai BR5 (standard) ……….………….… 32 Tabel 4.10 : Hasil perhitungan BPT4 sampai BR5 (rancang ulang) ….…………... 33 Tabel 4.11 : Nilai angka kehilangan tekanan (hf) dan sisa tekanan sebelum dan

sesudah dilakukan rancang ulang ……….……….. 34 Tabel 4.12 : Perbandingan kecepatan aliran (V) antara hasil perhitungan dengan

hasil simulasi EPANET ………..….…….. 35 Tabel 4.13 : Perbandingan kehilangan tekanan (hf) antara hasil perhitungan dengan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air bersih merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan hidup manusia

dan makhluk hidup lainnya. Di Indonesia pengolahan dan pendistribusian air

bersih ke rumah-rumah penduduk dilakukan oleh Perusahaan Air Minum (PAM).

Untuk di daerah Kabupaten Sleman dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Kabupaten Sleman.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah Sleman, maka PDAM

Kabupaten Sleman pada tahun 1997 membangun sistem perpipaan dari mata air

Umbul Wadon untuk menambah debit air sebesar 110 l/s dengan menggunakan

pipa berdiameter 200 mm sampai 350 mm. Dari rencana pengambilan debit air

sebesar 110 l/s diturunkan menjadi 70 l/s sesuai dengan kajian AMDAL (Analisa

Mengenai Dampak Lingkungan). Dengan memperhitungkan kebocoran air

maksimal yang diijinkan sebesar 20 % sesuai Dirjen Cipta Karya, maka debit air

yang akan dipakai dalam perhitungan rancang ulang menjadi 84 l/s. Dari Umbul

Wadon ke daerah konsumen dibangun 9 BPT (Bak Pelepas Tekan) dan 3

Reservoir.

Dengan adanya beda ketinggian antar BPT ± 100 meter, maka pipa

mempunyai tekanan maksimum ± 10 kg/cm2. Meskipun pipa yang dipasang

(17)

besarnya kehilangan air akan besar juga. Di samping pada jaringan perpipaan

tersebut dilakukan pengurasan untuk membuang angin yang terakumulasi, di

dalam pipa tersebut juga terdapat selisih debit antara Qin dan Qout yang cukup

besar di setiap BPT dan jika tidak dilakukan pengurasan atau terlambat dilakukan

pada jam-jam tertentu, maka BPT di atasnya akan meluber.

Berdasarkan permasalahan adanya penurunan debit air dari rencana

semula 110 l/s menjadi 84 l/s, maka perlu merancang ulang sistem perpipaan

menyangkut diameter pipa yang paling efektif.

1.2.Rumusan Masalah

Berapa diameter pipa paling efektif untuk dapat mengalirkan debit air sebesar 84

l/s dari mata air Umbul Wadon sampai BR5?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui diameter pipa yang dapat mengalirkan air dengan debit

sebesar 84 l/s dari mata air Umbul Wadon sampai BR5 yang efektif.

1.4.Batasan Masalah

Debit dari mata air Umbul Wadon sampai BR5 adalah sebesar 84 l/s, dengan

kecepatan aliran ideal ± 1,5 m/s. Rancang ulang dilakukan dengan menggunakan

(18)

BAB II

PROFIL PDAM KABUPATEN SLEMAN

2.1. Kabupaten Sleman

Kabupaten Daerah Tingkat II Sleman merupakan salah satu dari lima

Daerah Tingkat II di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara

geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107o 15’ 03’’ dan 107o 29’ 30’’

Bujur Timur, 7o 47’ 30’’ Lintang Selatan. Batas-batas administrasi wilayah

Kabupaten Sleman adalah:

9 Sebelah utara : Kabupaten Boyolali dan Magelang.

9 Sebelah timur : Kabupaten Klaten.

9 Sebelah selatan : Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten

Kulon Progo.

9 Sebelah barat : Kabupaten Kulon Progo dan Magelang.

Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 km2

atau sekitar 18 % dari luas wilayah Propinsi DIY sebesar 3.185,80 km2,dengan

jarak terjauh utara – selatan 32 km dan timur – barat 35 km. Secara

administratif Kabupaten Sleman terdiri dari 17 wilayah kecamatan, 85 desa,

dan 1.212 dusun. Jumlah penduduk Kabupaten Sleman adalah 889.629 jiwa.

(19)

2.2. PDAM Kabupaten Sleman

2.2.1. Kondisi Umum dan Peran PDAM

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Sleman dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Sleman Nomor 5

Tahun 1990 tentang pendirian PDAM Kabupaten Dati II Sleman dan resmi

beroperasi sejak tanggal 2 November 1992 setelah pelaksanaan penyerahan

pengelolaan prasarana dan sarana penyediaan air bersih dari Departemen

Pekerjaaan Umum kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Sleman melalui

Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tujuan Perusahaan adalah:

1. Mengelola sarana penyediaan air bersih di seluruh wilayah Kabupaten

Sleman.

2. Menangani dan melayani kebutuhan air bersih perumahan dan

pemukiman yang ada di Kabupaten Sleman.

3. Mengemban fungsi sosial dan ekonomi perusahaan dalam

pelayanannya selain sebagai BUMD di Kabupaten Sleman.

2.2.2. Letak Perusahaan

Kantor pusat PDAM Kabupaten Sleman terletak di Jl. Parasamya No.16

(20)

2.2.3. Kondisi Teknis

Pada saat ini PDAM Kabupaten Sleman mengelola dan mengoperasikan

15 sistem yang terbagi menjadi 12 cabang wilayah operasional.

2.2.3.1. Produksi

¾ Jumlah penduduk Kabupaten Sleman : 889.629 jiwa

¾ Jumlah penduduk terlayani : 130.235 jiwa

¾ Persentase pelayanan : 63 %

(sumber: Profil PDAM Kabupaten Sleman tahun 2005)

2.2.3.2. Transmisi dan Distribusi

¾ Panjang pipa transmisi dan distribusi : 71,234 km

¾ Kehilangan air tahun 2005 : 48,19 %

¾ Sistem distribusi : - pompa 22 unit

-gravitasi 2 unit

¾ Jam rata-rata operasional distribusi : mata air 24 jam (mata air)

(21)

2.2.3.3. Pelayanan

Jumlah sambungan : SR = 19.577 unit, dengan perincian:

¾ RT = 19.007 unit

¾ HU = 166 unit

¾ Sosial = 157 unit

¾ Niaga = 85 unit

¾ Instansi = 161 unit

¾ Industri = 1 unit

(22)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. EPANET 2.0

EPANET 2.0 dikembangkan oleh Water Supply and Water Resources

Division USEPA’s National Risk Management Research Laboratory. EPANET

2.0 merupakan sebuah perangkat lunak yang dapat memberikan informasi kepada

pengguna mengenai simulasi hidrolika dan perilaku kualitas air di dalam sistem

jaringan perpipaan bertekanan dalam rentang waktu tertentu. Yang dimaksud

dengan sistem jaringan perpipaan itu sendiri merupakan sebuah sistem yang

terdiri dari kombinasi antara pipa, node, pompa, valve dan tanki/ reservoir, yang

saling terhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. EPANET 2.0 mampu

menelusuri aliran air di dalam pipa, tekanan di tiap node, tinggi muka air di

dalam tanki/ reservoir dan konsentrasi bahan kimia (misal desinfektan klor)

selama rentang simulasi tersebut.

EPANET 2.0 yang dijalankan di bawah operation sistem Windows ini,

menyediakan suatu lingkungan yang terintegrasi untuk melakukan pengeditan

terhadap input data, running hydraulic dan simulasi kualitas air serta kemudian

menampilkannya dalam berbagai format seperti jaringan perpipaan dan node

dengan kode warna, tabel, grafik terhadap waktu dan plot kontur sesuai dengan

kebutuhan analisis pengguna. Hasil analisis tersebut sangat bermanfaat bagi

(23)

perencana, sebagai input dalam pengelolaan sistem distribusi air maupun sebagai

input data dalam perencanaan desain sistem distribusi air.

(sumber: EPANET 2.0, user manual)

3.2. Jaringan Distribusi

Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem penyediaan air

minum. Dalam sistem tersebut, jaringan distribusi merupakan fungsi

mendistribusikan air terolah atau air minum dalam jumlah yang cukup dengan

kualitas yang terjaga. Untuk memenuhi fungsi tersebut diperlukan suatu jaringan

distribusi yang disiapkan dengan baik (Supriyanto, 2000).

Dalam hal ini suatu ukuran yang bersifat kuantitatif diperlukan untuk

menilai apakah jaringan distribusi akan berfungsi dengan baik. Kriteria dasar

berikut bila dipenuhi akan memberikan pelayanan distribusi yang baik.

Tabel 3.1 : Kriteria Pelayanan Jaringan Distribusi Air Minum

1. Durasi pelayanan 24 jam

2. Tekanan minimum pada jaringan distribusi 10 m

3. Tekanan maksimum (statis) 60 m

4. Faktor pengaliran pada jam puncak 1,5 – 2,5 debit/ rata-rata

5. Kebocoran dalam jaringan 20 %

(Sumber: Pendidikan dan Latihan Tenaga Teknik Penyediaan Air Minum PERPAMSI - Jurusan

(24)

™ Sistem Peletakan (Lay-Out) Pipa Distribusi

Ditinjau dari pola jaringan pipa, ada 2 pola utama:

¾ Pola Jaringan Loop (Sistem Tertutup)

Sistem ini digunakan pada daerah konsumen yang keadaan tanahnya rata dan

pola konsumen yang mengelompok seperti kompleks perumahan.

Keuntungan:

9 Ada sirkulasi aliran air di dalam pipa.

9 Jika terjadi perbaikan, aliran air dapat dilokalisir sehingga pelayanan pada

konsumen lain tidak terganggu.

9 Tekanan air merata.

Kerugian:

9 Lebih sulit pada waktu perencanaan.

9 Perlu banyak aksesoris/ fitting pendukung dalam sistem perpipaan.

9 Biaya lebih mahal.

9 Pendeteksian kebocoran lebih sulit dibanding sistem terbuka.

¾ Pola Jaringan Sistem Terbuka

Sistem perpipaan ini digunakan pada konsumen yang keadaan tanahnya

tidak rata dan pola konsumen yang menyebar.

Keuntungan:

9 Aksesoris/ fitting yang diperlukan lebih sedikit.

9 Biaya pengadaan bahan rendah.

(25)

9 Pendeteksian kebocoran mudah.

Kelemahan:

9 Jika terjadi perbaikan, banyak konsumen yang tidak bisa dialiri karena

sistem ini sulit diblokir alirannya sehingga harus dimatikan total.

9 Tidak ada sirkulasi air (air berhenti pada ujung-ujung pipa).

9 Diperlukan pengurasan pada ujung-ujung pipa (dead end).

9 Tekanan air tidak merata.

3.3. Transmisi Air

Penyediaan air minum termasuk mengalirkan air dari sumber ke daerah

pelayanan (konsumen), biasa disebut dengan mentransmisikan air.

3.3.1. Cara Mentransmisikan Air

3.3.1.1. Sistem Perpompaan

Sistem ini digunakan pada daerah pelayanan yang lebih tinggi dari

sumber atau lokasi produksi. Sumber biasanya berasal mata air/

sumur dalam (deep well). Penggunaan pompa disesuaikan dengan

kebutuhan tekanan yang diperlukan sehingga such head pompa

mencukupi.

3.3.1.2. Sistem Gravitasi

Penyediaan air bersih bisa dari sumber dan didistribusikan dengan

pipa transmisi dan jaringan distribusi (Antony Hendriques, 1984).

(26)

memanfaatkan beda tinggi, yaitu mengalirkan air dari sumber dengan

memanfaatkan selisih tinggi dari sumber ke daerah pelayanan.

3.3.1.3. Kombinasi Gravitasi dan Pompa

Sistem ini digunakan pada pengaliran yang memanfaatkan sistem

gravitasi, tetapi pada suatu daerah pelayanan beda tinggi tidak

memungkinkan menggunakan gravitasi, sehingga diperlukan pompa

distribusi untuk menambah tekanan (James Noebelia, 2000).

3.3.2. Perlengkapan Pendukung

3.3.2.1. Air Valve (Katup Pembuang Udara)

Air valve dipasang pada puncak perpipaan dari kontur jaringan

untuk menghilangkan udara yang terkurung di dalamnya (M. Anies

Al-Layla cs, 1980).

Penempatan air valve dipasang pada lokasi yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan sekitarnya, selain dipasang pada jembatan

pipa. Air valve berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terjebak

dalam pipa, yang kemungkinan besar akan terakumulasi pada

bagian pipa yang lebih tinggi. Akumulasi udara dalam pipa akan

mengurangi penampang efektifitas pipa, sehingga akan mengurangi

(27)

Untuk penempatan air valve bisa dilihat pada gambar 3.1 :

Gambar 3.1 : Letak pemasangan air valve dan blow-off

Ada dua jenis Air valve, yaitu :

¾ Single

Digunakan pada saat melepaskan dan memasukkan sejumlah

kecil udara secara otomatis pada saluran pipa pada waktu saluran

pipa tersebut dipakai.

¾ Double

Kran udara otomatis Ø 40 s/d 50 mm untuk mengeluarkan udara

selama waktu pemakaian yang biasa atau pada saat pengisian

saluran pipa. Untuk memasukkan udara selama waktu

pengosongan saluran pipa. Double air valve yang digunakan

adalah sabuk control valve atau air valve kinetik dapat

disediakan bila mana diperlukan.

(28)

3.3.2.2. Blow - Off ( Katup Penguras )

Pemasangan blow - off adalah kebalikan dari pemasangan air valve.

Blow - off dipasang pada lokasi yang paling rendah, di mana

endapan tanah atau pasir terakumulasi (Supriyanto, 2000).

Secara periodik, blow – off dibuka untuk membuang kotoran tanah/

pasir yang mengendap.

3.3.2.3. Katup Isolasi dan Pengatur Aliran

Katup isolasi dan pengatur aliran dipasang pada percabangan pipa,

yaitu setelah titik percabangan percabangan. Gambar 3.2

memperlihatkan titik-titik pemasangan air valve, blow - off dan

katup isolasi dan pengantur aliran.

Sesuai dengan namanya, maka katup pengatur aliran atau isolasi

digunakan untuk mengatur aliran dan mengisolasi suatu daerah atau

jaringan pipa yang akan menjalani perbaikan atau servis. Gambar

3.2 menunjukkan letak pemasangan katup isolasi (gate valve).

(29)

3.4. Hidrolika Fluida

3.4.1. Hidrostatika

Hidrostatika merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang zat cair

dalam keadaan diam (Djasio Sanropie, dkk. 1984).

Gaya dan Tekanan Kolom Air

Gaya yang bekerja pada suatu satuan luas tertentu disebut tekanan. Kolom

air yang diisi dengan 1 m3 akan memberikan gaya sebesar 1000 kilogram.

Hal ini disebabkan karena berat jenis air adalah 1 (kg/dm3) dan gaya tersebut

bekerja pada bidang seluas 1 m2, sehingga tekanan yang dihasilkan sebesar

1000 kg/m2 atau 0,1 kg/cm2 dimana 0,1 kg/cm2 = 3,3 kaki = 0,1 atmosfer.

Berhubung berat jenis air adalah 1, maka tekanan kolom air itu dapat

dinyatakan sebagai = 1 m, sehingga besarnya tekanan kolom air adalah

sama dengan tinggi kolom itu dan dinyatakan dalam satuan panjang.

3.4.2. Hidrodinamika

Hidrodinamika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang zat cair

dalam keadaan mengalir.

3.4.2.1. Persamaan Kontinuitas

Besarnya aliran Q di titik-titik sepanjang pengaliran adalah sama

meskipun luas penampang aliran berbeda, Q1 = Q2 dan seterusnya.

Bila luas penampang berubah menyempit, A1 menjadi A2 akan terjadi

(30)

mengimbanginya, sehingga besar pengaliran tetap Q1 = Q2 = A1 V1 =

A2 V2, di mana A1 > A2 dan V2 > V1. Perhatikan Gambar 3.3.

Gambar 3.3 : Perubahan luas penampang aliran

3.4.2.2. Kehilangan Tekanan Kecil (Minor Losses)

Katup, sambungan dan kelengkapan lain dapat mengganggu aliran air

menyebabkan hilangnya energi (Djasio & Sumini, 1984).

Kehilangan tersebut dinyatakan sebagai:

hl = K

g V 2

2

………...………..… (3.3)

dimana:

g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

K = koefisien hambatan

( harganya tergantung dari macam hambatan )

Minor losses dapat dan lebih mudah dinyatakan dalam panjang setara

(31)

elbow 6 inci adalah sama dengan hambatan sebesar 32 kali diameter

pipa.

3.4.2.3. Kehilangan Tekanan Besar (Mayor Losses)

Selain hambatan yang ditimbulkan oleh adanya perlengkapan

pendukung perpipaan dikenal juga adanya Mayor losses dalam pipa

dan dinding pipa. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Hazen Williams:

hf = ………...………. (3.4)

dengan :

Q = debit alir (m3/s)

C = koefisien Hazen-Williams

D = diameter pipa (m)

L = panjang pipa (m)

3.5. Kehilangan Air

3.5.1. Kehilangan Air pada Sistem PDAM

Kehilangan air (water losses) di Indonesia pada Perusahaan Daerah Air

Minum berkisar antara 20% s/d 45% dari jumlah air yang diproduksi.

Fenomena ini di atas angka kehilangan air yang disarankan oleh

(32)

yakni sebesar 18% - 20%. Adapun kehilangan air yang dimaksud meliputi

antara lain:

1. Kebocoran pada sistem distribusi = 5 %

2. Kebocoran pada meter air ( water meter ) = 3 - 5 %

3. Kebocoran pipa konsumen = 5 %

4. Kebocoran karena operasional dan pemeliharaan = 3 %

5. Kebocoran karena administrasi = 2 %

( Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya, Hand Out Penataran 1974)

3.5.2. Pengertian Kehilangan Air

Kehilangan air dapat diartikan selisih antara jumlah air yang diproduksi

dengan air yang terjual (Supriyanto, 2000).

Secara umum kehilangan air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

3.5.2.1. Kehilangan Air Secara Fisik (Nyata)

Kehilangan air yang dimaksud sering dikenal sebagai kebocoran secara

teknis, yaitu kebocoran akibat dari kondisi fisik sarana penyediaan air

bersih seperti perpipaan dan fitting. Kehilangan air ini umumnya tidak

tercatat dan sering dikenal dengan istilah unccounted for water.

Mengenai hal tersebut ada ketentuan yang berlaku khususnya untuk

perpipaan yaitu:

9 Pipa utama - tua = 0.4 lt/dt/km

(33)

9 Pipa lainnya - tua = 0.3 lt/dt/km

- baru = 0.15 lt/dt/km

Yang dimaksud dengan pipa tua ialah pipa yang sudah berumur lebih

dari 10 tahun.

( Sumber: Bandung Water Supply Augumantation and Inprovement Feasibility Studi,

vol .4, 1987)

3.5.2.2. Kehilangan Air secara non Fisik

Kehilangan air secara non fisik tidak dapat terlihat atau tidak dapat

diperhitungkan dalam proses penagihan. Kehilangan air ini dapat

merupakan kehilangan air tercatat maupun tidak tercatat seperti:

9 Kesalahan membaca meter.

9 Pencatatan meter pelanggan yang tidak sesuai dengan

kenyataannya.

9 Pemakaian meter air untuk operasional dan pemeliharaan.

9 Adanya sambungan gelap.

9 Pemakaian gratis untuk keperluan sosial atau hidran.

(Sumber: Penyusunan Rencana Penanggulangan Kebocoran Air minum di kota Wonosari,

(34)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Data Pendukung Pipa

Sistem perpipaan yang akan dianalisis adalah mulai dari mata air Umbul

Wadon (disimbolkan dengan MA) sampai bak reservoir 5 (disimbolkan dengan

BR5). Dari MA sampai BR5 terdapat 3 bak pelepas tekan (BPT) dan 2 bak

reservoir (BR). Data-data perpipaan disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 : Data-data perpipaan

(35)

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa panjang pipa dari MA sampai BR5 adalah

12.149 m. Selain itu juga dapat dilihat bahwa beda ketinggian dari MA sampai

BR5 adalah 505 m.

4.2. Analisa Data

4.2.1. Perhitungan

Sesuai penjelasan pada BAB I bahwa debit air (Q) yang digunakan dalam

perhitungan adalah 84 l/s (0,084 m3/s) dan kecepatan aliran ideal 1,5 m/s.

Karena pipa yang digunakan adalah pipa besi tuang, maka harga koefisien

Hazen-Williams (C) adalah 100.

™ MA – BR1

¾ Pipa yang terpasang (standard) :

9 Pipa 1 mempunyai diameter (D) 350 mm dengan panjang (L) 1500 m.

Untuk mencari kecepatan aliran, maka terlebih dahulu dicari luas

penampang pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.35)2 = 0,096 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

(36)

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 5,39 m

9 Pipa 2 mempunyai diameter (D) 300 mm dengan panjang (L) 1128 m.

Untuk mencari kecepatan aliran, maka terlebih dahulu dicari luas

penampang pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.3)2 = 0,0706 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

Kecepatan aliran (V) : 1,19 m/s

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 8,57 m

9 Pipa 3 mempunyai diameter (D) 250 mm dengan panjang (L) 510 m.

Untuk mencari kecepatan aliran, maka terlebih dahulu dicari luas

penampang pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.25)2 = 0,049 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

(37)

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 9,41 m

Sehingga nilai hf total adalah :

= ( 5,39 + 8,57 + 9,41 ) m

= 23,37 m

Ketinggian MA sampai BR1 adalah 105 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 105 – 23,37 ) m

= 81,63 m = 8,163 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari MA sampai BR1 dapat dilihat pada Gambar 1 pada Lampiran.

¾ Pipa hasil analisis rancang ulang :

9 Pipa 1 (standard) berdiameter 350 mm dengan panjang (L) 1500 m,

mempunyai kecepatan aliran 0,87 m/s. Untuk mendapatkan diameter

pipa yang mendekati kecepatan aliran ideal, maka digunakan persamaan

4.1 :

(38)

dengan :

x = diameter pipa yang dicari

Dx = diameter pipa

V = kecepatan aliran ideal (1,5 m/s)

Vx = kecepatan aliran

x =

= 203 mm

Karena di pasaran tidak terdapat pipa berdiameter 203 mm, maka

digunakan pipa berdiameter 200 mm. Untuk mencari kecepatan aliran,

maka terlebih dahulu dicari luas penampang pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.2)2 = 0,0314 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

Kecepatan aliran (V) : 2,67 m/s

Ternyata kecepatan aliran untuk pipa berdiameter 200 mm (2,67 m/s)

terlalu besar dibanding dengan kecepatan aliran ideal (1,5 m/s). Maka

digunakan pipa berdiameter diatas 200 mm, yaitu 250 mm. Untuk

mencari kecepatan aliran, maka terlebih dahulu dicari luas penampang

(39)

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.25)2 = 0,049 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

Kecepatan aliran (V) : 1.71 m/s

Dari perhitungan, ternyata kecepatan aliran (1,71 m/s) mendekati

kecepatan aliran ideal (1,5 m/s). Maka digunakan pipa berdiameter 250

mm.

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 27,69 m

9 Pipa 2 (standard) berdiameter 300 mm dengan panjang (L) 1128 m,

mempunyai kecepatan aliran 1,19 m/s. Untuk mendapatkan diameter

pipa yang mendekati kecepatan aliran ideal, maka digunakan persamaan

4.1.

x =

= 238 mm

Karena di pasaran tidak terdapat pipa berdiameter 238 mm, maka

digunakan pipa berdiameter 250 mm. Untuk mencari kecepatan aliran,

maka terlebih dahulu dicari luas penampang pipa.

(40)

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

Kecepatan aliran (V) : 1,71 m/s

Dari perhitungan, ternyata kecepatan aliran (1,71 m/s) mendekati

kecepatan aliran ideal (1,5 m/s). Maka digunakan pipa berdiameter 250

mm.

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 20,82 m

9 Pipa 3 (standard) berdiameter 250 mm dengan panjang (L) 510 m,

mempunyai kecepatan aliran 1,71 m/s. Untuk mendapatkan diameter

pipa yang mendekati kecepatan aliran ideal, maka digunakan persamaan

4.1.

x =

= 285 mm

Karena di pasaran tidak terdapat pipa berdiameter 285 mm, maka

digunakan pipa berdiameter 300 mm. Untuk mencari kecepatan aliran,

maka terlebih dahulu dicari luas penampang pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.3)2 = 0,0706 m2

(41)

Kecepatan aliran (V) : 1,19 m/s

Ternyata kecepatan aliran untuk pipa berdiameter 300 mm (1,19 m/s)

terlalu kecil dibanding dengan kecepatan aliran ideal (1,5 m/s). Maka

digunakan pipa berdiameter dibawah 300 mm, yaitu 250 mm. Untuk

mencari kecepatan aliran, maka terlebih dahulu dicari luas penampang

pipa.

Luas penampang (A) : = ¼ . π . (0.25)2 = 0,049 m2

Setelah luas penampang pipa diketahui, kecepatan aliran dapat dicari.

Kecepatan aliran (V) : 1,71 m/s

Dari perhitungan, ternyata kecepatan aliran untuk pipa berdiameter 250

mm (1,71 m/s) mendekati kecepatan aliran ideal (1,5 m/s). Maka tetap

digunakan pipa berdiameter 250 mm.

Untuk mencari kehilangan tekanan (hf), digunakan persamaan 3.4.

hf =

= 9,41 m

Sehingga nilai hf total adalah :

= ( 27,69 + 20,82 + 9,41 ) m

(42)

Ketinggian MA sampai BR1 adalah 105 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 105 – 57,92 ) m

= 47,08 m = 4,708 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari MA sampai BR1 dapat dilihat pada Gambar 2 pada Lampiran.

Dari perhitungan diatas, dapat dibuat Tabel 4.2 tentang luas penampang

dan kecepatan aliran berdasarkan diameter pipa.

Tabel 4.2 : Luas penampang dan kecepatan aliran berdasarkan diameter pipa

Diameter pipa (D)

¾ Pipa yang terpasang (standard) :

Perhitungan pada BR1 sampai BPT2 hampir sama dengan MA sampai

(43)

Tabel 4.3: Hasil perhitungan BR1 sampai BPT2 (standard)

Ketinggian BR1 sampai BPT2 adalah 113 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 113 – 24,44 ) m

= 88,56 m = 8,856 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BR1 sampai BPT2 dapat dilihat pada Gambar 3 pada Lampiran.

¾ Pipa hasil analisis rancang ulang :

Perhitungan pada BR1 sampai BPT2 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil perhitungan BR1 sampai BPT2 (rancang ulang)

(44)

Ketinggian BR1 sampai BPT2 adalah 113 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 113 – 36,82 ) m

= 76,18 m = 7,618 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BR1 sampai BPT2 dapat dilihat pada Gambar 4 pada Lampiran.

™ BPT2 – BPT3

¾ Pipa yang terpasang (standard) :

Perhitungan pada BPT2 sampai BPT3 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil perhitungan BPT2 sampai BPT3 (standard)

Pipa

Ketinggian BPT2 sampai BPT3 adalah 76 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 76 – 24,88 ) m

(45)

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BPT2 sampai BPT3 dapat dilihat pada Gambar 5 pada Lampiran.

¾ Pipa hasil analisis rancang ulang :

Perhitungan pada BPT2 sampai BPT3 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Hasil perhitungan BPT2 sampai BPT3 (rancang ulang)

Pipa

Ketinggian BPT2 sampai BPT3 adalah 76 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 76 – 31,11 ) m

= 44,89 m = 4,489 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

(46)

™ BPT3 – BPT4

¾ Pipa yang terpasang (standard):

Perhitungan pada BPT3 sampai BPT4 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Hasil perhitungan BPT3 sampai BPT4 (standard)

Pipa

Ketinggian BPT3 sampai BPT4 adalah 63 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 63 – 17,59 ) m

= 45,41 m = 4,541 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BPT3 sampai BPT4 dapat dilihat pada Gambar 7 pada Lampiran.

¾ Pipa hasil analisis rancang ulang :

Perhitungan pada BPT3 sampai BPT4 hampir sama dengan MA sampai

(47)

Tabel 4.8. Hasil perhitungan BPT3 sampai BPT4 (rancang ulang)

Ketinggian BPT3 sampai BPT4 adalah 63 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 63 – 26,76 ) m

= 36,24 m = 3,624 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BPT3 sampai BPT4 dapat dilihat pada Gambar 8 pada Lampiran.

™ BPT4 – BR5

¾ Pipa yang terpasang (standard) :

Perhitungan pada BPT4 sampai BR5 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Hasil perhitungan BPT4 sampai BR5 (standard)

(48)

Ketinggian BPT4 sampai BR5 adalah 148 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 148 – 42,95 ) m

= 105,05 m = 10,505 atm

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BPT4 sampai BR5 dapat dilihat pada Gambar 9 pada Lampiran.

¾ Pipa hasil analisis rancang ulang :

Perhitungan pada BPT3 sampai BPT4 hampir sama dengan MA sampai

BR1. Untuk mempermudah perhitungan, maka disusun dalam Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil perhitungan BPT4 sampai BR5 (rancang ulang)

Pipa

Ketinggian BPT4 sampai BR5 adalah 148 m. Maka sisa tekanan dari MA

sampai BR1 adalah :

= ( ketinggian – hf total )

= ( 148 – 71,62 ) m

(49)

Kecepatan aliran (V) dan kehilangan tekanan (hf) hasil simulasi EPANET

dari BPT4 sampai BR5 dapat dilihat pada Gambar 10 pada Lampiran.

4.2.2. Analisis Perhitungan

Dari hasil perhitungan diatas, dapat di analisa bahwa dari MA sampai BR5

ternyata mengalami kenaikan kehilangan tekanan (hf) antara sebelum dan

sesudah dilakukan rancang ulang. Ini dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Nilai angka kehilangan tekanan (hf) dan sisa tekanan

sebelum dan sesudah dilakukan rancang ulang

Stasiun hf1

hf1 : kehilangan tekanan sebelum rancang ulang

hf2 : kehilangan tekanan sesudah rancang ulang

ST1 : sisa tekanan sebelum rancang ulang

(50)

Dari Tabel 4.11 juga dapat dilihat bahwa dari MA sampai BR5 mengalami

penurunan sisa tekanan antara sebelum dan sesudah dilakukan rancang

ulang. Tetapi pipa masih aman digunakan karena masih dibatas standar

yang disyaratkan, yaitu antara 1 – 6 atm. Kecuali pada pipa pada BR1 –

BPT2 dan BPT4 – BR5, sisa tekanan melebihi standar yang disyaratkan.

Maka pada pipa BR1 – BPT2 dan BPT4 – BR5 hasil rancang ulang

disarankan untuk menggunakan pipa yang lebih tebal untuk menahan

tekanan yang lebih dari 6 atm.

Apabila kecepatan aliran (V) hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil

simulasi EPANET didapatkan hasil yang sama. Tetapi apabila kehilangan

tekanan (hf) hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil simulasi

EPANET didapatkan hasil yang berbeda, walaupun tidak terlalu jauh.

(51)

Tabel 4.12. Perbandingan kecepatan aliran (V) antara hasil perhitungan

dengan hasil simulasi EPANET

Stasiun Pipa

Hasil perhitungan Simulasi EPANET

V1

V1 : kecepatan aliran sebelum rancang ulang

(52)

Tabel 4.13. Perbandingan kehilangan tekanan (hf) antara hasil perhitungan

dengan hasil simulasi EPANET

Stasiun Pipa

Hasil perhitungan Simulasi EPANET

hf1

hf1 : kehilangan tekanan sebelum rancang ulang

hf2 : kehilangan tekanan sesudah rancang ulang

Selain itu juga dari hasil analisa perhitungan, didapatkan kelebihan dan

kekurangan sebelum dan sesudah dilakukan rancang ulang.

™ Kelebihan sebelum dilakukan rancang ulang :

9 Dapat dialiri debit yang lebih besar dari debit yang ada sekarang pada

pipa yang berdiameter 350 mm dan 300 mm.

(53)

™ Kekurangan sebelum dilakukan rancang ulang :

9 Biaya pengadaan dan pemasangan bahan dan aksesoris lebih mahal.

9 Kecepatan aliran dibawah standar.

9 Aliran air di dalam perpipaan tidak penuh, karena debit tidak sesuai

dengan diameter pipa yang digunakan.

9 Frekuensi aliran air didalam perpipaan yang terjebak angin pada

pipa-pipa naik lebih tinggi.

™ Kelebihan sesudah dilakukan rancang ulang :

9 Biaya pengadaan dan pemasangan bahan dan aksesoris lebih murah.

9 Mendekati kecepatan aliran ideal.

9 Sebagian besar sisa tekanan memenuhi standar yang di syaratkan.

™ Kekurangan sesudah dilakukan rancang ulang :

9 Kehilangan tekanan (hf) besar.

9 Aliran debit sesuai kebutuhan yang direncanakan, yaitu 84 l/s dengan

(54)

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis terhadap sistem perpipaan dari mata air Umbul

Wadon sampai BR5, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Diameter pipa paling efektif untuk mengalirkan air dengan debit sebesar 84

l/s dengan kecepatan ideal sebesar 1,5 m/s dari mata air Umbul Wadon

sampai BR5 adalah 250 mm.

2. Terjadi penambahan kehilangan tekanan (hf) dan penurunan sisa tekanan,

sehingga pipa semakin aman.

3. Analisis ini sebenarnya paling efektif dipergunakan untuk perencanaan

desain awal perpipaan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih untuk

masyarakat berdasar kebutuhan konsumen dalam jangka waktu tertentu.

5.2. Saran

1. Analisis perpipaan berdasarkan program EPANET ini sangat efektif untuk

perencanaan jaringan perpipaan untuk pemenuhan kebutuhan air bersih

masyarakat.

2. Untuk analisa jaringan perpipaan yang sudah ada, sebaiknya hanya sebagai

acuan untuk menghitung umur pipa yang telah terpasang untuk bisa

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Layla M.A., Ahmad S., 1980, Water Supply Engineering Designs, ANN ARBOR SCIENCE, Publisher INC/ The Butterworth Group.

Giles R.V., Mekanika Fluida dan Hidraulika.

Henriques A., 1984, Human Resource Development Project, for Community Water Supply in Indonesia.

Nobelia J., 2000, Reservoir, Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknik PAM PERPAMSI jurusan teknik lingkungan FTSB-ITB angkatan XIII.

Rossman L.A., 2000, EPANET 2.0 Users Manual, Water Supply and Water Resources Division National Risk Management Research Laboratory.

Sanroepi D., Sumini A.R., 1984, Penyediaan Air Bersih, Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS).

Supriyanto, November 2000, Distribusi, Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Teknik PAM PERPAMSI jurusan teknik lingkungan FTSB-ITB angkatan XIII.

... 1974, Hand Out Penataran, Direktorat Jendral Cipta Karya.

(56)

Tabel 1

BEBERAPA HARGA KOEFISIEN HAZEN-WILLIAMS (C)

Pipa yang sangat mulus dan lurus 140

Pipa besi tuang mulus, baru 130

Pipa besi tuang sedang, pipa baja dikeling baru 110

Pipa selokan bening 110

Pipa besi tuang, digunakan beberapa tahun 100 Pipa besi tuang, dalam keadaan buruk 80

(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

Gambar

Tabel 3.1 : Kriteria Pelayanan Jaringan Distribusi Air Minum
Gambar 3.2 :  Pemasangan katup isolasi dan arah aliran
Gambar 3.3 : Perubahan luas penampang aliran
Tabel 4.1 :  Data-data perpipaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perintah untuk pemberian ukuran pada garis yang berbentuk lingkaran dan akan Perintah untuk pemberian ukuran pada garis yang berbentuk lingkaran dan akan tampak symbol diameter..

Tanaman selasih tersebut mengeluarkan senyawa ME yang mirip dengan aroma lalat buah betina yang dibutuhkan lalat jantan.Lalat buah yang berada disekitar lahan

Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang bergelut di sanggar Sinar Betawi, dimana peneliti mengambil 15 orang sebagai informan, dimana informan tersebut

PENGUMUMAN

a. Pembelajaran hanya dilakukan untuk kompetensi yang belum dikuasai siswa b. Peserta didik belajar tentang suatu tema yang diminati secara mandiria. c. Memadukan kurikulum dalam tema

Tepat dibawah grafik terdapat tabel yang menampilkan rata-rata data CPU Load dan juga terdapat tabel yang menampilkan data CPU Load berdasarkan waktu dengan interval 1

Seperti yang dikemukakan oleh Masthink (2012), bahwa airsoftgun adalah sebuah olahraga atau permainan yang mensimulasikan kegiatan militer atau kepolisian, yang

Tiap fraksi protein memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri, hal ini diduga karena senyawa aktif pada alga merah Gelidium amansii