MAKNA “BARAT” MENURUT NAKAMATA AKIO DALAM BUKU “WESTWAY TO THE WORLD”
Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001
JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG 2007
ABSTRAK
Konsep “Barat” dan “Timur” yang diangkat Nakamata Akio dalam bukunya “Westway to The World”, berbeda dengan orientalisme yang diutarakan Edward Said. Sepertinya Nakamata Akio ingin mengajak pembaca, khususnya orang Jepang, untuk melihat kembali posisi dan makna “Barat” yang sebenarnya, dengan menggunakan sudut pandang dalam kesusastraan kontemporer dan sinema Jepang, Eropa, dan Amerika, khususnya kesusastraan kontemporer, post-Murakami Haruki.
Kata kunci : konsep “Barat”, sastra kontemporer Jepang
ABSTRACT
The concept of "the West" and "East" Akio Nakamata stated in his book "Westway to the World", is different from that stated Edward Said's Orientalism. It seems Nakamata Akio would like to affect the reader, especially the Japanese, about the meaning of "the West" by using the point of view in contemporary literature and cinema in Japan, Europe, and America, especially contemporary literature, post- Haruki Murakami.
MAKNA “BARAT” MENURUT NAKAMATA AKIO DALAM BUKU “WESTWAY TO THE WORLD”
1. Pendahuluan
Menurut peta dunia kuna, dunia terbagi dua menjadi “Barat” atau
“Occidental” dan “Timur” atau “Orient”. Kata Orient berasal dari bahasa Latin
Oriens yang berarti daerah terbitnya matahari, yang selanjutnya digunakan
untuk menunjukkan daerah “Timur” (en.wikipedia.org). Cina dan Jepang
dianggap sebagai “Timur”dan Eropa dianggap sebagai daerah “Barat”.
Kemudian Edward Said mengutarakan argumentasinya mengenai
Orientalisme dalam bukunya “Orientalism” (1978). Menurut Said, Orientalisme
merupakan wacana yang dibuat oleh peneliti Barat -Amerika dan Eropa-
mengenai masyarakat, budaya, bahasa dari negara Timur, yang terbentuk sejak
masa imperialisme Eropa pada abad ke-18 dan abad ke-19 dan digunakan negara
Barat untuk mendominasi dan menguasai negara Timur. (Alam, 2006: 1)
Konsep “Barat” dan “Timur” pun diangkat Nakamata Akio dalam bukunya
“Westway to The World, Kyokusei Bungakuron”, tetapi sudut pandang yang
digunakan Nakamata, berbeda dengan orientalisme yang diutarakan Edward Said
tersebut. Sepertinya Nakamata Akio ingin mengajak pembaca, khususnya orang
Jepang, untuk melihat kembali posisi dan makna “Barat” yang sebenarnya,
dengan menggunakan sudut pandang dalam kesusastraan kontemporer dan
sinema Jepang , Eropa, dan Amerika, khususnya kesusastraan kontemporer,
Buku ini terbagi atas 5 bab yaitu Bab 1 Shuppatsu (Keberangkatan); Bab 2
Tenkaiten (Titik Balik); Bab 3 Rojou to Mori (Jalan dan Hutan); Bab 4 Tokyo;
Bab 5 Sekai no Hate (Ujung/Akhir Dunia) dan 1 epilogue, yang diberi judul
Sarani “Nishi” e (Menuju “Barat”).
Dalam tulisan singkat ini, saya akan membahas mengenai makna “Barat”
menurut Nakamata Akio yang diuraikannya dalam bab 1,4,5 dan epilogue.
2. Pembahasan
Nakamata Akio mengawali bukunya dengan membahas mengenai
kekaburan posisi dan makna Amerika sebagai Negara “Barat” dan persinggungan
antara Amerika dan Jepang.
Menurut Nakamata Amerika berusaha memperkuat posisinya di dunia ini,
justru dengan cara memperluas wilayahnya ke arah barat, dengan menyerang
Hawai, kepulauan Midway, kemudian Jepang. Berbeda dengan konsep
orientalisme yang diutarakan Edward Said, ia berpendapat bahwa Amerika
menganggap rendah Jepang sebagai musuh yang berada di sebelah “barat”
wilayahnya dan justru ingin menguasai wilayah yang berada di sebelah “barat”
wilayahnya tersebut.
Menurut Nakamata, posisi Jepang dianggap sebagai Negara “Timur jauh
(far east)” sejak kemenangan Amerika dalam Perang Dunia II (PD II),
berdasarkan fakta yang terlihat dalam peta dunia yang mereka gunakan, dan posisi
ini muncul dari pendahulu yang berlayar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu,
posisi Jepang berada di sebelah barat Amerika bukan di sebelah timur. Hal ini
dapat dilihat dalam kutipan berikut ini.
アメリカはこのときはじめて自分たちの「西」にある国日本を、 生々しい実感とともに眠下の敵として捉えたのである。(Nakamata, 2004 : 12) 第二次世界大戦に勝利を収めた後のアメリカ合衆国は、戦後の日本 を「極東 fareast」として位置づけ直す。 しかし、私たちは同時に、アメリカを自分たちの東にある国として 感じながら暮らしているのではないか。ユーラシア大陸の西岸が果 てた先、大西洋を隔てたさらに西の国とはだれも思うまい。逆にヨ ーロッパを思うときでさえ、私たちはそこをアメリカのさらに東と 感じる。たとえばコソヴォやチェンチェンの場所を思い浮かべてみ よう。私たちにとっては、まさにそこが「極東」――東向きの想像 力の 涯てではないか。つまり、私たちは「極東」という言葉で示 される位置づけに慣れすぎて、自らがじつは「西」――しかも「極 西 farwest」――にいるのだということを忘れている (Nakamata, 2004 : 13)
Nakamata menjelaskan bahwa posisi Barat dan Timur hanyalah posisi
“Barat” yang sebenarnya, tidak saja menggunakan sudut pandang horisontal, tapi
juga sudut pandang vertikal, sudut pandang diagonal, atau sudut pandang dari
bawah ke atas. Dengan menggunakan sudut pandang seperti ini, manusia dapat
melihat dunia secara lebih lengkap. Selain itu, dengan sudut pandang ini, manusia
dapat mengalahkan ketakutan-ketakutan yang selama ini dirasakannya. Seperti
ketakutan akan serangan dari udara ketika perang, ketakutan akan pengintaian,
dan ketakutan sebagai pihak yang lemah (mirarerugawa). Menurut Nakamata,
ketakutan itu muncul disebabkan karena mengabaikan kekuatan kata-kata dan
merasa takut terhadap diri sendiri.
地上的な存在である人間を世界のなかで正しく配置するには、地上 における水平的な眠差だけでなく、上空から地上を見下ろす眼差し だけでもなく、地上から空を見上げる視線だけでもない、そのすべ てを同時に働かせることが必要である。私たちの視線が同時に複数 の視点を持つことができない以上、一枚の写真でそれを表現するこ とはできない。しかし、ティルマンスのこの写真集は、地上と上空 からを行き来する視線の想像的な運動によって、きわめて今日的で すぐれた作品として成立している。同じことが、小説にも可能であ るはずだ。一つの作品のなかに、交錯する複数の視線を織りこみ、 世界を立体的に描くことが。(Nakamata, 2004 : 25)
「恐怖とは、一体何に対して生じる感情なんだろう」…恐怖とは、 言葉によって捉えることを放棄されたままのィマージのことだ。 (Nakamata, 2004 : 44) 「恐怖とは、一体何に対して生じる感情なんだろう」――もちろん それは、多くの場合、まず自分自身に対して生じるものなのだ。 (Nakamata, 2004 : 180) 吉田修一が「パーク・ライフ」で東京上空に運び上げた小さなビデ オカメラは、その禁忌が破られたおかげで浮上できたささやかな一 つの視覚装置であると同時に思考装置である。このビデオカメラか らはこの「森」だけでなく、都内に点在する多くの小さな森たち ――…――が見えるはずだ。しかしその視線は決して「天使」のも のではないし、ましてや「世界視線」などではない。私たちはただ、 自分たちの目で、自身の居場所をより正確に知りたいだけなのであ る。なぜなら、恐怖という感情を解除するために、それはどうして も必要なことだからだ。(Nakamata, 2004 : 186) 「見る/見られる」関係における弱者はふつう、「見られる側」で あるとされる。なぜなら、見られる側はつねに「撮られる/撃たれ る」側であるからだ。恐怖とは、その可能性に気づいた時に「見ら
れる側」に発生する生理的・心理的感覚である (Nakamata, 2004 : 205)
Pertengahan tahun 1990an, merupakan era globalisasi dan terjadi
perubahan besar di Jepang, yaitu bermunculannya kougai sebagai daerah
perbatasan/persinggungan antara desa dan kota, yang berfungsi sebagai
dokodemonai basho. Fungsi Amerika bagi Murakami Haruki sama dengan kougai.
Globalisasi membuat manusia perlu untuk selalu mempertanyakan keberadaannya,
karena perbatasan semakin hilang.
かつて村上春樹が「僕→家族→共同体→国家、という精神的連続性 を有する同心円」を「回避するための護符」とした「アメリカ」は、 この「郊外」とほぼ同じ機能を果たしていた。しかし、もはやその そのような「どこでもない場所」はどこにも存在しない。…都市と 農村とがのっぺり中心も外部も欠いたままひとしなみに「郊外」と 化していった一九九〇年代半ばには、自分を個人として他者の群れ か ら 切 り 出 す こ と は ひ ど く 困 難 に な っ て い た の だ 。 (Nakamata, 2004 : 223)
Oleh karena itu, menurut Nakamata kelompok sastrawan Jepang setelah
tahun 1990an, sastrawan post-Murakami Haruki, berhasil melewati Murakami
dengan sudut pandang yang berbeda dan berhasil mendobrak ketakutan-ketakutan
atau batasan yang berlaku selama ini. Mereka diantaranya adalah Abe Kazushige,
Hosaka Kazushi, Yoshida Shuuichi, Hoshino Tomoyuki, dan Maijo Ootaro.
Mereka mengajak pembacanya untuk “memandang diri sendiri” dengan sudut
pandang yang berbeda. Mereka menggunakan kekuatan kata untuk mendapatkan
posisi yang sebenarnya di dunia ini. Karena mereka masing-masing memiliki
kelebihan dan style yang berbeda, maka mereka sulit disatukan ke dalam satu
aliran. Sudut pandang yang mereka gunakan dalam karyanya sangat dinamis,
sehingga Nakamata menyebutnya sebagai “Kyokusei bungaku” untuk menghargai
kedinamisan tersebut. これまで詳細に論じてきたとおり、一九九〇年代以降に登場した一 連の作家――保坂和志、阿部和重、吉田修一、星野智幸、舞城王太 郎――は、小説のなかに「自分自身を見る眼差し」を意識的に組み 込んでいるという共通点をもつ。彼らが小説内に導入している「自 分自身を見る眼差し」は「見る/見られる」という関係が固定化し た場合に必然的に生じる権力構造を解体するための対抗的な装置だ とひとまずは考えられる。(Nakamata, 2004 : 226) とはいえ、この対抗的な装置を獲得したからといって、それを「新 しい視線」であるなどと無邪気に語ることはできない。自分たちが 「高高度」からの視線や偏在する監視網に晒された弱き客体でもあ
ることをすでに知っている私たちは小説の語り手が特権的な視線を もった主体だという幻想を最早もち得ないのであり、だからこそ、 こ の よ う な 視 覚 へ の 強 い 意 識 が 生 ま れ た の だ か ら 。 (Nakamata, 2004 : 226) 一九九〇年代以降の登場した一連の作家たちは村上春樹が「恐怖」 の問題を乗り越えようと幾度も試みながら、最終的にはつねに失敗 してきた地点―その地点を踏み越えていくことを試み、それに成功 した人たちだと私は考える。(Nakamata, 2004 : 227) 「J 文学」以上にいかがわしい「極西文学」という言葉を私が提出 する理由は、新しい商標の権利がほしいからでもなければ、サブカ ルチャーへの義理立てなどでもない。この言葉をつかうことで、私 は「J 文学」と呼ばれるしかなかった小説の最良の部分がもってい たことばのダイナミズムを救出したいのだ。そのダイナミズムはラ イトノベルであれ、ミステリであれ、純文学といまだ呼ばれるもの であれ、最良の小説であれば必ずもっているはずのものだ。もし、 その書き手が現在をいきているならば。(Nakamata, 2004 : 228)
Pada akhirnya, Nakamata menyimpulkan bahwa posisi “Barat” dan
berada? Apakah itu di Amerika atau Jepang tidak jadi masalah. Yang penting
adalah kita berdiri di SINI, walaupun kita berada pada posisi yang lemah, seperti
pihak yang mendapat hukuman. Yang paling penting menurut Nakamata adalah
dimanapun kita berada, tumbuhkanlah kekuatan kata, dan tuliskanlah
kata-kata yang kuat.
私たちの足元には土地があるのだが、植えられる言葉だけがまだ足 りない。私たちがいちばん必要としているのは、どんな土壌でも葉 を 伸 ば し て ゆ け る よ う な 、 強 い 強 い こ と ば な の だ 。 (Nakamata, 2004 : 229)
Epilog dalam buku ini, merupakan simpulan dari semua uraian Nakamata
dalam bukunya. Pada epilog Nakamata mengutarakan bahwa judul buku
“Westway to the World” diilhami dari film mengenai The Clash, sebuah grup punk
rock London, yang lirik lagunya banyak mengkritik peperangan, dan gejala-gejala
sosial yang ada. Kelompok ini juga termasuk mereka yang mencari makna
Amerika sesungguhnya, seperti Paul Simon. Kemudian Nakamata menyimpulkan
bahwa “Barat” tidak saja ditujukan bagi Amerika. Selama berada di atas bumi,
letak timur dan barat sama saja. Sekali lagi Nakamata mengajak orang Jepang
untuk berpikir bahwa bukankah posisi mereka lebih tepat di ujung “Barat” bukan
ujung “Timur”. Dalam hal ini, pengertian Barat tidak sama dengan letak geografis.
Bagi orang Jepang, kata Barat dilahirkan dari imajinasi ketakutan, tetapi Barat
tidak perlu menjatuhkan “Penyihir Barat” dengan menggunakan kekuatan sihir.
Manusia dapat mencapai “Barat” yang sebenarnya hanya dengan menggunakan
daya imajinasi dan kekuatan kata-kata.
「西」という言葉が意味するのはたんなる地理的な位置ではない。 西とは私たちの想像力が生み出す何かだ。想像力とは恐怖という感 情を生む源泉であると同時に、どこかへ向かう運動を生み出す契機 でもある。…私たちは自前の想像力とそれに拮抗しうる言葉の力だ けで、いまよりさらに、本当の「西」へ向かうことができるはずだ。 (Nakamata, 2004 : 234) 3. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, saya dapat simpulkan bahwa
makna “Barat” bagi Nakamata Akio, berbeda dengan makna “Barat” dan “Timur”
dari orientalisme yang diutarakan Edward Said. Menurut Nakamata, selama ini
pembagian dunia menjadi daerah “barat” dan “timur” hanya berdasarkan sudut
pandang horisontal, dan selama ini manusia melupakan sudut pandang vertikal ke
bawah maupun ke atas, serta diagonal. Dengan sudut pandang ini, manusia dapat
lebih tepat memandang dirinya sendiri. Dengan sudut pandang seperti ini, bumi
terlihat bulat dan dimanapun kita berada, posisi kita bisa menjadi ‘barat’. Barat
sesederhana ini. Bagi orang Jepang, Barat dapat menimbulkan rasa takut juga,
mengingat bahwa Jepang pernah berperang dengan Barat dan mengalami
kekalahan. Tetapi untuk pergi ke Barat sebagai simbol dari modernitas dan
globalisasi, manusia tidak harus berperang, tetapi gunakanlah kekuatan kata dan
imajinasi. Walaupun kita berada pada posisi yang lemah, lawanlah ketakutan itu,
dan buatlah tulisan-tulisan yang berani mengenai berbagai hal dengan sudut
pandang yang berani pula., sehingga posisi kita akan jelas. Hal ini sudah
dibuktikan oleh kelompok sastrawan Jepang setelah tahun 1990an, yang karyanya
ia sebut sebagai “kyokusei bungaku”. Menurut Nakamata, mereka adalah
orang-orang yang berhasil melawan rasa takutnya.
Daftar Rujukan
Alam, Bachtiar, 2006, “Kebudayaan dan Masyarakat Jepang”, (Bahan Perkuliahan
Perbandingan Budaya Jepang dan Indonesia, KWJ, UI)
Nakamata, Akio, 2004, “Westway to the World, Kyokuseibungakuron” ,
Shobunsha : Tokyo
www.amazon.co.jp/obidos