• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORITIS, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS, KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

2.1 Konsep Usaha Mikro 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 yang dimaksud dengan Usaha Mikro, adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada Bank paling banyak Rp.50.000.000,-.

Ciri-ciri usaha mikro :

1. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat; 3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak

memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;

4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;

5. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti

business planning;

6. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;

7. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

8. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. (www.depkop.go.id.).

Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ebert dan Griffin dalam (Buchori Alma, 2004:95) yaitu : Small business as one that is independently

owned and managed and does not dominate is market. A small business, then cannot be part of another business. Operators must be their own bosses, free to run their businesses as they please.

(2)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa bisnis kecil adalah suatu usaha yang dimiliki dan dikelola secara bebas, dan bisnis kecil ini tidak mendominasi pasar. Bisnis kecil bukan merupakan bagian atau cabang dari perusahaan lain. Yang menjalankan bisnis adalah pemilik sendiri, bekerja bebas sesuai dengan kesanggupannya.

2.1.2 Pengertian Industri Kecil

Yang dimaksud dengan industri atau perusahaan menurut Badan Pusat Statistik adalah

Suatu unit atau kesatuan produksi yang terletak pada tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah barang-barang ( bahan baku) dengan mesin atau bahan kimia atau dengan tangan menjadi produk baru atau merubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi barang-barang yang lebih tinggi nilainya, dengan maksud untuk mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir.

Industri skala kecil bisa digolongkan ke dalam dua sub kategori menurut Tulus Tambunan (1999:23). Pertama, industri kecil (IK) yaitu unit usaha dengan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai dengan 19 orang. Kedua, industri rumah tangga (IRT), yaitu unit usaha dengan jumlah pekerja antara 1 sampai dengan 4 orang. (Tulus Tambunan 1999:20). Berdasarkan pendapat Tulus Tambunan penelitian ini dilakukan pada industri skala kecil yang terdiri dari industri kecil dan industri rumah tangga.

Penggolongan industri dengan pendekatan besar kecilnya skala usaha dilakukan oleh beberapa lembaga, dengan kriteria yang berbeda. Badan Pusat

(3)

Statistik membedakan skala industri menjadi empat lapisan berdasarkan jumlah tenaga kerja perunit usaha yaitu :

Tabel 2.1

Pengelompokan kegiatan usaha ditinjau dari jumlah pekerja Industri Kerajinan/Rumah Tangga Berpekerja < 5 orang

Industri Kecil Berpekerja antara 5 – 19 orang Industri Sedang Berpekerja antara 20-99 orang Industri Besar Berpekeja 100 orang atau lebih

Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) (Dumairy,1997:238)

Untuk keperluan pengembangan industri (industrilisasi), serta berkaitan dengan administrasi departemen dan perdagangan, industri di Indonesia digolong-golongkan hubungan arus produknya menjadi:

1. Industri hulu yang terdiri atas : a. Industri kimia dasar

b. Industri mesin, logam dasar dan elektronika 2. Industri hilir, yang terdiri atas:

a. Aneka industri, dan b. Industri kecil

Untuk keperluan keuangan perbankan, Bank indonesia menetapkan batasan tersendiri mengenai besar kecilnya skala perusahaan atau industri. Dasar kriterianya adalah besar kecilnya kekayaan (asset) yang dimiliki industri. Klasifikasinya menurut Dumairy (1999:232-233) adalah sebagai berikut :

(4)

1. Perusahaan Besar : perusahaan memiliki asset ( tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) > Rp 600 juta

2. Perusahaan Kecil : perusahaaan yang memiliki asset (tidak termasuk nilai tanah dan bangunan) < Rp600 juta

2.1.3 Karakteristik Industri Kecil

Menurut hasil studi lembaga manajemen fakultas ekonomi Universitas Indonesia, menunjukan bahwa di Indonesia kriteria usaha kecil itu sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus permasalahan yang dituju dan instansi yang berkaitan dengan sektor ini. Sedangkan di negara lain kriteria yang ada akhirnya turut menentukan ciri usaha kecil, yang antara lain ditentukan oleh karyawan yang dimiliki perusahaan yang bersangkutan. (Anoraga & Sudantoko, 2002:225)

Secara umum sektor usaha kecil memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti

kaidah administrasi pembukuan standar.

b. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi. c. Modal terbatas.

d. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas e. Skala ekonomi yang terlalu kecil.

f. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.

g. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. (Anoraga & Sudantoko,2002:225-226)

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan industri kecil dalam mempertahankan keberadaannya dapat dilihat dari faktor eksternal maupun internal.

(5)

Seperti yang dikemukakan oleh Mulyaman Wigyadisastro dalam Olis yang dikutip oleh Kiki dalam skripsinya yaitu sebagai berikut:

1. Faktor internal meliputi permodalan, produksi, tenaga kerja, dan pemasaran. 2. Faktor eksternal meliputi persaingan, lingkungan ekonomi, teknologi,

kekuatan hukum dan politik, serta lingkungan budaya.

2.1.4 Keunggulan dan Kelemahan Industri Kecil

Kekuatan industri kecil menurut Bachtiar Hasan (2003 : 13) adalah terutama dalam beberapa hal berikut ini:

1. Persaingan dan kebijakan pemerintah, kebijakan pemerintah untuk membatasi jumlah industri yang bisa masuk dalam jenis usaha tertentu, memberikan peluang bagi industri kecil untuk lebih berkembang.

2. Kondisi ekonomi dan tingkah laku konsumen

Secara teoritis, keadaan ekonomi dimana daya beli konsumen menurun akan mendorong konsumen beralih ke produk atau barang-barang substitusi.

3. Perkembangan industri/perusahaan besar.

Kesempatan industri kecil dari perkembangan industri besar adalah pengisian bagian-bagian produk atau komponen yang dihasilkan oleh industri besar. 4. Perkembangan teknologi

Teknologi baru melahirkan kebutuhan baru dan jenis produk baru. 5. Semangat berusaha.

Semangat yang tinggi merupakan daya dorong terhadap inisiatif terhadap munculnya ide baru.

6. Sangat padat karya, dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat banyak, mengikuti laju pertumbuhan penduduk, dan angkatan kerja yang rata-rata pertahun masih sangat tinggi.

Adapun kelemahan industri kecil, sebagai berikut:

1. Industri kecil di Indonesia masih lebih banyak membuat produk-produk sederhana yang tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, melainkan keahlian khusus yang dapat dimiliki warga setempat lewat sumber-sumber informal (traditional skill)

(6)

2. Banyak industri kecil yang membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti kerajinan, yang pada dasarnya merupakan keahlian tersendiri dari masyarakat di masing-masing daerah.

3. Secara umum, kegiatan industri kecil di indonesia masih sangat agricultural

based, karena memang banyak komoditas-komoditas pertanian yang dapat

diolah dalam skala kecil.

4. Pengusaha-pengusaha kecil dan rumah tangga lebih banyak menggantungkan diri pada uang sendiri, atau pinjaman dari sumber informal, untuk modal kerja dan investasi mereka. ( Tulus Tambunan 1999:188-120)

Kelemahan industri kecil terutama dalam hal kemampuannya untuk bersaing masih sangat lemah, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di pasar ekspor. Masalah tersebut disebabkan karena keterbatasan dana, baik untuk modal kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan penyediaan bahan baku dan input-input lainnya, keterbatasan sumber daya manusia (pengusaha dan pekerja) dengan kualitas yang baik, pengetahuan/wawasan yang minim mengenai bisnis, tidak adanya akses ke informasi, keterbatasan teknologi, dan lainnya.

2.1.5 Pengertian Industri Rumah Tangga

Menurut Tulus Tambunan Industri Rumah Tangga (IRT), yaitu unit usaha dengan jumlah pekerja antara satu sampai dengan empat orang. Unit usaha tanpa pekerja (self employment) juga termasuk dalam kategori ini. Industri rumah tangga pada umumnya adalah golongan industri tradisional dengan beberapa ciri khas utamanya, yakni antara lain:

1. Sebagian besar dari pekerja adalah anggota keluarga (istri dan anak) dari pengusaha atau pemilik usaha (family workers) yang tidak dibayar.

(7)

2. Proses produksi dilakukan secara manual dan kegiatannya sehari-hari berlangsung di dalam rumah.

3. Kegiatan produksi sangat musiman mengikuti kegiatan produksi di sektor pertanian sifatnya juga musiman, dan

4. Jenis produk yang dihasilkan pada umumnya adalah dari kategori barang-barang konsumsi sederhana seperti misalnya alat-alat dapur dari kayu dan bambu, pakaian jadi dan alas kaki.

2.2 Teori Produksi

2.2.1 Pengertian Fungsi Produksi

Produksi merupakan hasil akhir dari aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Jadi fungsi produksi mengandung arti hubungan teknis antara berbagai faktor produksi

(input) dengan berbagai output yang dihasilkan dengan teknologi tertentu. Berikut

beberapa pengertian fungsi produksi yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi: Dominick Salvatore (1991:142) mengemukakan bahwa : ”Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan tabel atau grafik yang menunjukan jumlah (maksimum komoditi) yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif, bila menggunakan teknik produksi terbaik tersedia.

(8)

Sementara menurut Lincolin Arsyad (1987: 24) dalam bukunya ”Ekonomi

mikro” fungsi produksi adalah suatu pernyataan yang menghubungkan kuantitas

berbagai input dengan berbagai tingkat output dengan teknologi tertentu.

Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Sudarsono (1984: 99) bahwa ”Fungsi produksi adalah hubungan teknis yang menghubungkan antara faktor-faktor produksi atau disebut pula input dan hasil produksinya atau produk

(output)”.

Fungsi produksi menunjukan hubungan antara penggunaan faktor-faktor produksi dengan tingkat produksi yang dihasilkan sebagai output. Dalam hal ini Richard Billas (1989 :14) mengemukakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan produksi antara input-input sumber daya perusahaan dan output berupa barang dan jasa perunit waktu.

Dari pendapat diatas, menunjukan bahwa setiap kegiatan usaha dalam hal ini proses produksi, memerlukan faktor-faktor produksi yakni faktor produksi industri roti adalah modal, tenaga kerja dan teknologi. Hubungan teknis fungsional yang menggambarkan kombinasi dari beberapa input untuk menghasilkan sejumlah output dapat digambarkan oleh fungsi produksi. Fungsi produksi adalah sebuah pernyataan deskriptif yang mengaitkan masukan dan pengeluaran. Fungsi ini menyatakan keluaran maksimal yang dapat diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu atau alternatif lain, jumlah minimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran tertentu (Pappas dan hirschey, 1993:97).

(9)

Selain itu fungsi produksi menunjukan jumlah maksimum suatu barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan tenaga Kerja(L), berdasarkan teknologi yang digunakan. Dalam formulasi neoklasik, teknologi tersebut diringkasan dalam suatu fungsi produksi (Production Function) untuk suatu barang tersebut Q adalah sebagai berikut :

Q = f (L,K)

Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan teknis antara input dengan output. Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis dengan persamaan :

Q = AKαLβ

Dimana Q = Output, K = input modal, L = input tenaga kerja, A = Konstanta, α = Elastisitas input modal, β = Elastisitas input tenaga kerja. Asumsi dari analisis fungsi produksi Cobb Douglas yaitu :

1. Terdapat dua faktor produksi, tenaga kerja dan modal 2. Seluruh modal dan tenaga kerja homogen

3. Harga unit modal dan tenaga kerja konstan 4. Pembayaran yang setiap waktu selalu dilakukan

5. Terdapat pasar persaingan sempurna (Jhingan, 1990;381)

Semua input harus digunakan untuk output untuk proses produksi semenjak perkalian-perkalian fungsi produksi Cobb Douglas ada, salah satu input akan menghasilkan total output yang tidak ada sekalipun input lain telah tersedia. Dalam bentuk matematis fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

(10)

Y = f(x1, x2, x3, …xn)

Dimana : Y = hasil produksi fisik x1 ……..xn = faktor-faktor produksi

(Mubyarto, 1989 : 68)

Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang berbeda-beda pula. Tetapi disamping itu, untuk satu tingkat produksi tertentu, juga dapat digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda. Dengan membandingkan berbagai gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu dapat di tentukan gabungan faktor produksi yang paling ekonomis untuk memproduksikan sejumlah barang tersebut. Karena faktor produksi memegang peranan penting dalam setiap proses produksi, maka salah satu cara untuk meningkatkan produksi adalah dengan melalui efisiensi dan optimalisasi (Sadono Sukirno, 1985:91).

2.2.2 Fungsi Produksi dengan Satu input Variabel

Fungsi produksi dengan satu input variabel, dimana untuk lebih menyederhanakan dapat diasumsikan bahwa salah satu input adalah konstan dalam jangka pendek. Dengan menganggap salah satu input menjadi konstan dalam jangka pendek, maka dapat dijelaskan hubungan input – output secara lebih luas. Apabila input modal (K) dianggap konstan dalam jangka pendek maka fungsi produksinya menjadi :

(11)

Dari fungsi produksi dengan satu input variabel diatas, maka diturunkan

Average Phisical Product of Labour (APL) dan Marginal Physical Product of Labour (MPL). APL didefinisikan sebagai total produk (TP) dibagi jumlah unit tenaga kerja yang digunakan, sedangkan MPL ditentukan oleh perubahan total produk (TP) perunit perubahan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Secara matematis APL dan MPL dapat ditulis :

APL = Q/L dan MPL = dQ/dL (Tati. S.J & M. Fathorrozzi, 2003 : 78) Karena APL = Q/L maka pada saat APL mencapai maksimum, maka besarnya APL = MPL

2.2.2.1 Law of Diminishing Return

Menurut, Paul A. Samuelson (1996: 128) produksi total (Total Product) menunjukkan total output yang diproduksi dalam unit fisik. Sedangkan produksi marginal (Marginal Product) adalah tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan. Apabila ∆L adalah pertambahan tenaga kerja, ∆TP adalah pertambahan produksi total, maka produksi marginal (MP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Produksi rata-rata (Average Product) yaitu produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja. Apabila produksi total TP, jumlah tenaga kerja adalah

∆TP ∆L MP =

(12)

L, maka produksi rata-rata (AP) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Hubungan antara Produksi total, Produksi rata-rata dan Produksi marginal dapat digambarkan secara grafik, ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1

Kurva Produksi Total, Produksi Rata-rata dan Produksi Marginal

Sumber: Sadono Sukirno (2002: 197)

Kurva TP adalah kurva produksi total yang menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produksi. Bentuk kurva TP cekung ke atas apabila tenaga kerja yang digunakan masih sedikit. Ini berarti tenaga kerja adalah masih kekurangan jika dibandingkan dengan faktor produksi lain (misalnya tanah) yang dianggap tetap jumlahnya. Dalam keadaan ini produksi marginal bertambah tinggi, dan sifat ini dapat dilihat dari bentuk kurva MP (kurva produksi marginal). Perpotongan antara Kurva MP dan Kurva AP adalah

AP y MP Jumlah Produksi TP x

Jumlah Tenaga Kerja TP

L AP =

(13)

menggambarkan permulaan dari tahap ketiga. Pada keadaan ini, produksi rata-rata mencapai tingkat yang paling tinggi.

Tahap ketiga dimulai pada waktu kurva MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut dibawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa produksi marginal mencapai angka yang negatif. Pada tingkat ini kurva produksi total (TP) mulai menurun, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin menurun apabila lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Keadaan dalam tahap ini menggambarkan bahwa tenaga kerja yang digunakan jauh melebihi daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi secara efisien.

Begitupula Richard A.Billas (1988:126) menjelaskan bahwa :

”Jika input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan-tambahan yang sama perunit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain konstan , maka produk total atau (output) akan naik, tetapi, suatu titik tertentu, tambahan output tersebut makin lama makin kecil.”

Hal ini sesuai dengan grand teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah “law of diminishing return”atau “Hukum tambahan hasil yang semakin berkurang” yang artinya bahwa fungsi produksi mempunyai sifat-sifat seperti fungsi utility. Jika input bertambah, maka output juga meningkat. Namun tambahan input pertama akan memberikan tambahan output yang lebih besar dibandingkan dengan tambahan output yang disebabkan oleh tambahan input berikutnya.

Kurva TP (Total Product) menunjukkan Produk total yaitu jumlah produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi. Kurva MP (Marginal Product) adalah tambahan produk / output yang diakibatkan oleh tambahan satu unit input dengan

(14)

asumsi input lainnya konstan . Sedangkan kurva AP (Average Product) adalah produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap faktor produksi.

Berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang dimulai dari MPL maksimum. Pada kondisi ini, bertambahnya tenaga kerja tidak menaikkan produktivitas marginal karena tenaga kerja yang dipakai ”terlalu banyak” sehingga mereka akan bekerja ”berebut” dan produksi marginal justru akan turun, kemudian menjadi nol dan akhirnya menjadi negatif (Salvatore 1994:149).

Hukum hasil lebih yang semakin berkurang pada intinya menyatakan bahwa penambahan suatu input sementara input-input lainnya tetap, akan meningkatkan total output akan tetapi penambahan output itu cenderung berkurang dari waktu ke waktu. Dimana product marginal setiap unit input akan menurun sebanyak penambahan jumlah input yang bersangkutan, dengan asumsi semuanya konstan.

Begitu pula seperti yang dikemukakan oleh Sadono Sukirno dalam bukunya

”Pengantar Teori Mikroekonomi” (1998 : 195) menjelaskan bahwa ;

”Apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus-menerus ditambah sebanyak satu unit, pada awalnya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negatif dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.”

2.2.2.2 Tahapan-tahapan Produksi

Dalam keberlangsungan suatu perusahaan, seorang produsen harus dapat menentukan tahapan-tahapan produksi dengan tujuan untuk mengetahui waktu yang tepat dalam melakukan produksi.

(15)

Richard A. Billas (1994 : 119) menjelaskan bahwa :

“Jika input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain konstan maka produk total (output) akan naik, tetapi lewat suatu titik tertentu, tambahan output tersebut makin lama makin kecil”. Hal tersebut dikenal dengan hukum produksi marginal yang semakin berkurang. Berdasarkan hukum tersebut, maka produsen harus mengetahui kapan harus berproduksi dan kapan harus berhenti berproduksi.

Bruce R. Beattie (1994 : 115) menyatakan bahwa “Daerah atau bidang produksi biasanya dibagi menjadi 3 bagian (tahap). Tahap I didefinisikan sebagai daerah dimana AP naik (yakni E >1). Tahap II adalah daerah dimana AP mulai menurun dan MPP masih positif (yaitu 0 < E < 1). Tahap III adalah daerah dimana MPP negatif (yaitu E < 0)”.

Untuk menentukan tahap-tahap produksi ini, Dominick Salvator (1991 : 24) menyatakan bahwa “Tahap I mulai dari titik nol sampai ke titik dimana APL maksimum. Tahap II mulai dari titik APL, maksimum sampai dimana MPL = 0. Tahap III meliputi daerah MPL yang negatif”. Hal tersebut senada dengan Billas yang menyatakan bahwa Tahap I mempunyai ciri APL yang naik sehingga produk total juga naik. Ini berarti bahwa efisiensi faktor produksi variabel semakin naik. Tahap II mempunyai ciri APL yang menurun dan MPL menurun juga tetapi belum sampai negatif. Sehingga efisiensi faktor produksi variabel naik tetapi faktor produksi tetap turun, dan pada tahap III yang mempunyai ciri APL dan MPL yang turun dan seterusnya sampai mencapai titik negatif. Jadi efisiensi kedua-duanya, baik faktor

(16)

tetap maupun variabel semakin turun. Tahap II menjadi tahap produksi yang penting. Produksi tidak akan terjadi paling baik dalam tahap I maupun tahap III. Produsen ingin mencapai efisiensi yang sebesar mungkin dari faktor produksi yang harus dibayarnya. Untuk lebih jelasnya, berikut gambar tahap-tahap produksi :

tahap-tahap produksi sebagai berikut :

Produksi I II III TP AP MP Faktor Produksi Gambar 2.2 Tahap-tahap produksi

Sumber : (Tati. S.J & M. Fathorrozzi, 2003 : 80)

Gambar 2.2 menjelaskan tiga tahap produksi bagi penggunaan tenaga kerja. Pada tahap I mulai dari berproduksi sampai APL tertinggi. Pada tahap ini meliputi jarak input variabel dimana produk rata-rata meningkat. Dengan kata lain, tahap I berhubungan dengan hasil rata-rata yang meningkat dari pada input variabel.

Seorang produsen yang rasional tidak akan beroperasi pada tahap produksi pertama, hal tersebut dikarenakan pada tahap tersebut hasil rata-rata yang bertambah atas input variabel berhubungan dengan hasil-hasil marginal negatif terhadap input

(17)

tetap. Input tetap terdapat dalam proporsi besar yang tidak ekonomis dibandingkan dengan input variabel pada tahap I. Baru pada tahap II mulai dari APL = MPL atau sampai MPL sma dengan nol. Tahap III mulai TPL maksimum atau Mp = 0 sampai margin negatif. Kegiatan produksi juga tidak akan terjadi pada tahap III, seperti terlihat pada gambar. Pada tahap ini dinyatakan sebagai jarak dimana terdapat produk marginal yang negatif atau produk total menurun. Dalam tahap I terlihat bahwa TP mengalami pertambahan yang cepat jika ditambah dengan faktor tenaga kerja. Jika faktor tenaga kerja terus ditambah, produksi total akan tetap bertambah tetapi jumlah penambahannya semakin lama semakin kecil. Dalam tahap II terlihat bahwa APL dan MPL positif tetapi menurun. Jadi saat yang tepat untuk berproduksi adalah pada tahap II yaitu didaerah dengan tambahan hasil yang semakin menurun.

2.2.3 Fungsi Produksi Dua Input Variabel Kurva Isoquant

Dominick salvatore dalam bukunya “Teori Mikro Ekonomi”(1992 : 150) menjelaskan bahwa ;

“Suatu isoquant menunjukkan kombinasi yang berbeda dari tenaga kerja (L) dan barang modal (K), yang memungkinkan perusahaan menghasilkan jumlah output tertentu. Isokuan (issoquant) yang lebih tinggi mencerminkan jumlah output yang lebih besar, dan isokuan yang lebih rendah mencerminkan jumlah output yang lebih kecil.”

Sedangkan menurut Soekartawi (1990:48) dimana issoquant sering dikenal dengan iso-produk yaitu “suatu garis yang menghubungkan titik kombinasi optimum

(18)

dari sejumlah input satu (X1) dan input lainnya (X2)”. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Lincolin Arsyad (1987:155) bahwa;

“Issoquant adalah kurva yang menunjukkan berbagai kemungkinan

kombinasi teknis antar dua input (variabel) yang terbuka bagi produsen untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Semua kombinasi input akan berada pada isokuan jika input dan output dapat dibagi secara tak terbatas.” Menurut Tati.S.J & M.Fathorrozi (2003:83), bahwa “issoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama.”

K Q2 Q1 L Gambar 2.3 Kurva Isoquant

Sumber: Tati.S.J & M.Fathorrozi (2003:83)

Issoquant memiliki karakteristik yang sama seperti kurva indiferens yaitu sebagai berikut : di daerah asal yang relevan, isokuan memiliki kemiringan negatif, isokuan cembung terhadap titik asal, dan isokuan tidak pernah saling berpotongan (Dominick salvatore, 1992 : 152).

(19)

Begitu pula seperti yang dijelaskan oleh Richard A. Billas (1988 : 115) bahwa ciri umum kurva isokuan pada dasarnya tidak jauh berbeda dari kurva indiferen, yaitu :

1. Kurva-kurva tersebut tidak potong memotong, karena apabila demikian, hal ini berarti bahwa perusahaan dapat memproduksi dua jumlah yang berbeda-beda dengan kombinasi sumber daya yang sama.

2. Issoquant turun miring ke kanan, sebab satu sumber daya yang dapat di subtitusi oleh sumber daya yang lain, dalam banyak kejadian, tidak selalu demikian, tetapi sebagian besar demikian.

3. Kurva issoquant cembung terhadap titik pusat, sebab inputnya tidak merupakan barang subtitusi sempurna.

Dengan ciri-ciri seperti disebutkan diatas maka isokuan dapat ditunjukkan dengan gambar 2.3 yang mengilustrasikan bahwa proses produksi sangat banyak sehingga kurva isokuan kontinu, dan sebenarnya ingin dituju oleh setiap perusahaan adalah titik (T) namun untuk mencapai titik T tersebut sangat sulit terlaksana dan tidak akan tercapai karena titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian banyak sehingga menciptakan output yang tak terhingga.

Kurva Issocost

Selain issoquant, dalam analisis fungsi produksi dengan dua input variabel dikenal pula issocost. issocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang sama (Tati S.J&M. Fathorrozi, 2003:87).

(20)

Dalam setiap aktivitas produksi, seorang produsen harus mempertimbangkan harga-harga input yang digunakan dalam proses produksi, agar menemukan kombinasi input yang menghasilkan biaya yang kecil untuk memproduksi tingkat output tertentu. Alat yang digunakan untuk menganalisis ongkos pembelian input adalah kurva isocost.

Isocost adalah garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi penggunaan input yang satu dan input lain yang berdasarkan pada tersedianya biaya modal, misalnya dengan sejumlah biaya modal tertentu, berapa X1 dan X2 yang harus dibeli untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu.

Kurva isocost memiliki kemiringan negatif artinya penambahan setiap unit suatu faktor produksi akan menyebabkan penurunan pemakaian faktor produksi lainnya. Sebaliknya, bila salah satu faktor produksi dikurangi maka akan menyebabkan faktor produksi yang satunya bertambah.

Kurva isocost dapat berslope positif, tetapi tidak akan efisien karena bila produsen menambah salah satu faktor produksinya maka faktor produksi yang lain juga akan bertambah. Sebaliknya bila salah satu faktor produksi dikurangi maka yang lain juga akan berkurang yang kemudian akan diikuti oleh berkurangnya produksi.

(21)

Modal M3 Tenaga kerja L1 L2 L3 Gambar 2.4 Kurva Isocost

Sumber : Vincent Gasperz (2005:213)

Ketika melakukan analisis produsen, alat analisisnya adalah kurva keseimbangan produsen. Kurva keseimbangan produsen menunjukan pencapaian kombinasi penggunaan input pada kondisi biaya terkecil untuk memproduksi output dalam jumlah tertentu. Kurva keseimbangan produsen terbentuk jika terdapat persinggungan antara kurva isoquant dan kurva isocost. Kurva isoquant atau kurva yang menggambarkan produksi sama sedangkan isocost merupakan kurva yang menggambarkan anggaran yang sama. Jadi Pada saat kedua kurva tersebut bersinggungan terjadilah efisiensi produksi.

Dengan pendekatan kurva issoquant (kurva yang menggambarkan produksi yang sama) dan kurva issocost (kurva yang menggambarkan biaya yang sama ) maka efisiensi harga dapat diketahui. Dimana efisiensi harga akan terjadi pada persinggungan antara kurva issoquant dam issocost.

M1 M2

(22)

Modal

Tenaga kerja

Gambar 2.5

Persinggungan Kuva Issoquant dan Issocost Kurva Keseimbangan Produsen Sumber : (Lincolin Arsyad, 1987)

Keterangan:

UV = Garis anggaran (issocost)

Q = Kurva produksi sama (issoquant)

M = Garis vertikal menunjukkan faktor-faktor produksi modal TK = Garis horizontal menunjukkan faktor-faktor tenaga kerja

Pada kurva isoquant Q (Qa, Qo, Qb) adalah menunjukkan garis kemungkinan yang dapat diproduksi. Tetapi produsen tidak akan memproduksi pada Qa dan Qb karena tidak menunjukkan efisiensi harga, dimana efisiensi harga terjadi pada titik E dengan kurva issoquant bersinggungan dengan kurva issocost.

0 U V Q0 Qb Qa

(23)

Melalui pendekatan kurva issocost dan issoquant dapat juga diketahui keseimbangan produsen (product equilibrium) dimana produsen berada pada kondisi ekuilibrium bila ia memaksimumkan outputnya dengan pengeluaran total tertentu, dengan kata lain produsen berada dalam kondisi ekuilibrium bila ia mencapai isokuan tertinggi, dengan kurva biaya tertentu. Hal tersebut terjadi bila issoquant bersinggungan dengan kurva biaya sama (issocost) yakni pada titik E. Persinggungan antar issoquant dan issocost akan menggambarkan pilihan produsen, disebut juga

Least Cost Combination (LCC), yang menunjukkan kombinasi input terbaik.

Dalam analisis ini menganggap kedua faktor produksi variabel dikombinasikan dengan satu atau lebih faktor produksi tetap lain, atau memang hanya kedua faktor produksi itu saja yang digunakan dalam proses produksi. Dimisalkan yang diubah adalah tenaga kerja dan modal, serta kedua faktor produksi dapat berubah ini dipertukarkan penggunaannya: yaitu tenaga kerja dapat menggantikan modal dan sebaliknya.

2.2.4 Elastisitas produksi

Elastisitas produksi (Ep) menunjukkan persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan output sebagai akibat dari persentase perubahan input, secara sederhana dapat ditulis:

Ep = % perubahan output (Soekartawi, 1990:38) % perubahan input

Secara matematis dapat diformulasikan menjadi :

Ep = dY/Y atau dapat ditulis Ep= dY. X dX/X dX .Y juga dapat di sederhanakan menjadi :

(24)

Ep = dY . 1 dX Y/X

Karena APP = Y/X dan MPP = dY/dX, maka elastisitas produksi dapat ditulis kembali menjadi :

Ep = MPP APP

Dan dY/dX adalah produk marginal, maka besarnya elastisitas produksi tergantung dari besar kecilnya produk marginal dari suatu input (Soekartawi ; 1990).

Dengan persamaan diatas, terdapat tiga keadaan yang dijelaskan, yakni : 1. APP > MPP, maka elastisitas produksi (Ep) mempunyai nilai < 1 (inelastis) 2. APP< MPP, maka elastisitas produksi (Ep) mempunyai nilai > 1 (elastis) 3. APP = MPP, maka elastisitas produksi (Ep) mempunyai nilai = 1 (unitary)

Hubungan antara APP, MPP, dan elastisitas produksi (Ep) dapat dilihat dari keterangan di bawah ini :

1. Ep > 1 pada tahap produksi I 2. Ep = 1 pada tahap produksi II 3. Ep < 1 pada tahap produksi III

Elastisitas produksi (Ep) dalam fungsi Cobb-Douglas ditunjukkan oleh besaran koefisien pangkat (bi). Menurut Prawikusumo (1990) nilai elastisitas produksi (Ep) dapat dijadikan indikator untuk mengetahui apakah tahap-tahap produksi itu rasional atau irrasional. Tahap produksi dikatakan rasional bila nilai elastisitas produksinya antara 0 < Ep < 1. Pada tahapan ini sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Sedangkan

(25)

tahap produksi irrasional, bila nilai elastisitas produksinya lebih besar dari 1 (Ep > 1) atau kurang dari nol (Ep < 1). Tahap produksi dimana Ep >1 berarti masih ada kesempatan bagi pengusaha roti untuk mengatur kembali kombinasi penggunaan faktor-faktor produksinya agar dapat menghasilkan produk total lebih besar. Selanjutnya tahap produksi dimana Ep < 0 berarti penambahan penggunaan faktor produksi akan mengakibatkan produksi total menurun.

Jumlah elastisitas produksi (bi) juga dapat menggambarkan apakah kegiatan dari suatu usaha mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing returns to

scale.

Returns To Scale (Hasil atas Skala)

Dalam jangka panjang semua input adalah variabel, sehingga perubahan pada input akan menyebabkan perubahan pada output. Untuk menjelaskan bagaimana reaksi output apabila input berubah (returns to scale) dapat digunakan analisis isokuan. Jadi dalam hal ini ada tiga kondisi skala produksi yang dapat dijelaskan:

Tiga kemungkinan Returns to Scale tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Decreasing Returns to Scale, bila ∑bi < 1. kondisi berarti bahwa proporsi

penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

2. Constant Returns to Scale, bila ∑bi = 1. kondisi ini berarti bahwa

penambahan masukan produksi akan proporsional dengan penambahan produksi.

(26)

3. Increasing Returns to Scale, bila ∑bi > 1. kondisi ini berarti bahwa proporsi

penambahan masukan produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Ada tiga kemungkinan skala produksi seperti yang telah disebutkan diatas, dapat digambarkan sebagai berikut :

A B C K K K b 2K b1 2K b1 2K b b a b 2Q a b a b1 K a b1 K a 2Q K b 2Q Q Q Q L 2L L L 2L L L 2L L Gambar 2.6

Kemungkinan Skala Produksi

Sumber: Tati S.J&M. Fathorrozi (2003 : 90-91)

Gambar A adalah IRTS (Increasing Returns to Scale) sebab laju kenaikan hasil yang semakin naik dari sebelumnya disebut efisiensi skala produksi naik. gambar B menunjukkan skala efisiensi yang tetap atau Constant returns to scale (CRTS) yaitu efisiensi kenaikan hasil yang sebanding dengan produksi sebelumnya. Gambar C menunjukkan kenaikan hasil produksi menurun disebut skala produksi menurun (Decreasing returns to Scale) DRTS.

(27)

2.2.5 Fungsi Produksi Cobb Douglass

Diantara fungsi produksi yang umum dibahas dan dipakai pada banyak penelitian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini disebabkan karena adanya kelebihan yang dipakai oleh fungsi produksi ini.

Fungsi C-D (Cobb-Douglas) adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. (Soekartawi, 2003:154)

Fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Cobb C.W. dan Douglas P.H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul “A

theory of production”. Artikel ini dimuat pertama kali di majalah ilmiah American economic review 18 (suplemen) halaman 139 – 165, sejak itu fungsi Cobb-Douglas

atau yang sering disingkat dengan C-D dikembangkan oleh para peneliti sehingga namanya bukan saja fungsi produksi tetapi juga fungsi biaya Cobb-Douglas dan “fungsi keuntungan Cobb-Douglas”

Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: u b n b i b b e X X X aX Y 1 2... i.... n 2 1 =

(28)

Bila fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: ) ,...., ,...., , (X1 X2 Xi Xn f Y = Dimana:

Y : variabel yang dijelaskan X : variabel yang menjelaskan a,b : besaran yang akan diduga u : kesalahan

e : logaritma natural

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi:

Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + v

Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain :

• Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.

• Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan, dan bila diperlukan analisis yang

(29)

memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis model tersebut.

Tiap variabel X adalah perfect competition

• Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u).

Lincolin Arsyad (2000:109) menjelaskan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai ciri kombinasi inputnya efisien secara teknis, ada input tetap dan tunduk pada the law of deminishing returns. Fungsi produksi Cobb-Douglas sangat populer dalam penelitian ekonomi praktis. Hal ini disebabkan karena dari model fungsi produksi Cobb-Douglas dapat mengetahui beberapa aspek produksi seperti produk marginal, produk rata-rata, intensitas penggunaan faktor produksi, efisiensi produksi secara mudah dengan jalan memanipulasi matematis.

Sifat-sifat fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut: a. K dan L saling mensubstitusi

Jika tenaga kerja menjadi mahal perusahaan akan mensubtitusi tenaga kerja dengan modal. Dalam hal ini teknologi yang padat karya diganti dengan teknologi yang padat modal.

b. Produktivitas marginal dari faktor-faktor produksinya adalah positif.

Maksudnya, produk marginal modal dan tenaga kerja adalah positif. Marginal

Product of capital (MPP) dan Marginal Product of Labour (MPL) bergantung

(30)

c. Produktivitas marginal dari faktor-faktor produksinya mengikuti hukum kenaikan yang berkurang (law of diminishing returns).

Sifat ini mencerminkan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat konkaf, implikasinya fungsi tersebut mempunyai nilai maksimal.

d. Constant Returns to Scale.

Artinya jika input tenaga kerja dan modal bertambah masing-masing menjadi dua kali, maka output juga bertambah dua kali. Dalam hal ini output bertambah secara proporsional dengan penambahan output.

e. Increasing Returns to Scale.

Artinya jika input modal dan tenaga kerja ditambah masing-masing dua kali, maka outputnya akan bertambah lebih dari dua kali. Dalam hal ini output bertambah lebih dari proporsi pertambahan input.

f. Decreasing Returns to Scale.

Artinya jika input modal dan tenaga kerja ditambah masing-masing menjadi dua kali, maka outputnya akan bertambah kurang dari dua kalinya. Output bertambah kurang dari proporsi pertambahan input. Kondisi ini dapat terjadi karena kompleksitas proses produksi menjadi sangat tinggi jika skala operasi menjadi besar.

(31)

2.2.5.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Jangka Pendek

Jangka pendek merupakan suatu periode dimana perusahaan dapat menyesuaikan produksi dengan cara mengubah faktor-faktor variabel seperti bahan baku dan tenaga kerja tetapi tidak dapat mengubah faktor-faktor tetap seperti modal (Samuelson dan Nordhaus, 2003)

Syarat dalam kondisi jangka pendek adalah minimal ada satu faktor yang menghambat proses adjustment faktor produksi (atau harganya) sehingga tidak terjadi seketika. Jadi konsep jangka pendek menunjukkan adanya friksi dalam perekonomian yang menghambat proses realokasi dalam perekonomian. Fenomena adanya friksi perekonomian bias muncul dalam bentuk harga yang sulit berubah seperti pada harga tenaga kerja (upah).

Dalam sistem produksi modern, produksi didefinisikan sebagai suatu proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output. Fungsi produksi dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama untuk menetapkan output maksimum yang mungkin diproduksi berdasarkan sejumlah output tertentu dan kedua menetapkan syarat kuantitas input minimum untuk memproduksi sejumlah output tertentu. Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas mengambil bentuk linear logaritmatik. Apabila input modal dianggap tetap dalam periode produksi jangka pendek, serta hanya terdapat satu input variabel tenaga kerja yang dipertimbangkan dalam analisis produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglas jangka pendek dinotasikan dalam model berikut :

β δL Q=

(32)

Dimana :

Q : kuantitas output yang diproduksi

L : kuantitas input tenaga kerja yang digunakan

δ(delta) adalah konstanta yang dalam fungsi produksi Cobb-Douglas jangka pendek merupakan indeks efisiensi yang mencerminkan hubungan antara kuantitas ouput yang diproduksi dengan kuantitas input tenaga kerja yang digunakan.

β (beta) merupakan elastisitas output dari tenaga kerja yang merupakan suatu ukuran sensitifitas kuantitas output yang diproduksi terhadap perubahan penggunaan input tenaga kerja dan didefinisikan sebagai presentase perubahan kuantitas output yang diproduksi di bagi dengan presentase perubahan penggunaan input tenaga kerja.

Dari persamaan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan, pertama jika MP>AP (β > 1) berarti penambahan faktor produksi menguntungkan karena mampu memberikan tambahan output yang lebih besar. Kedua, jika MP < AP (β < 1) berarti penggunaan faktor produksi perlu dikurangi agar mempertahankan proses produksi, penambahan faktor produksi pada kondisi ini membuat produktivitas menurun. Ketiga, jika MP = AP (β = 1) berarti penggunaan faktor produksi mencapai titik maksimum.

Dalam jangka pendek cara Cobb-Douglas dapat dengan mudah menunjukan bahwa tingkat produksi dalam ekonomi tergantung dari tingkat teknologi, persediaan bahan baku, harga dan tingkat upah nominal.

(33)

2.2.5.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Jangka Panjang

Fungsi produksi Cobb-Douglas jangka panjang dapat digunakan untuk menganalisis performansi sistem produksi perusahaan dalam periode waktu jangka panjang, agar memberikan informasi yang bermanfaat bagi perencanaan jangka panjang. Apabila suatu sistem produksi hanya menggunakan dua jenis input modal dan tenaga kerja dalam periode produksi jangka panjang, maka fungsi produksi Cobb-Douglas jangka panjang dapat dibangun dengan model

β α

γK L

Q =

Konsep produksi Cobb-Douglas jangka panjang mengacu pada periode waktu produksi merupakan input variabel, dan tidak terdapat input tetap.

2.3 Faktor Produksi

2.3.1 Faktor Produksi Modal

Modal terdiri dari barang-barang yang diproduksi yang tahan lama dan pada gilirannya dapat digunakan sebagai input-input untuk produksi lebih lanjut. Beberapa barang modal mungkin dapat bertahan selama beberapa tahun, sementara yang lain bisa bertahan selama satu abad atau lebih. Tetapi kepemilikan barang modal yang penting adalah bahwa keduanya merupakan input dan output (Samuelson dan Nordhaus, 2003:35).

Secara tradisional analisis ekonomi membagi faktor-faktor produksi menjadi 3 kategori, antara lain : tanah, tenaga kerja dan modal. Tanah dan tenaga kerja disebut faktor utama atau faktor produksi asli, yang penawarannya sebagian besar ditentukan

(34)

diluar pasar. Terhadap dua hal tadi ditambahkan faktor produksi yang dihasilkan dari produksi, yaitu modal.

Modal memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan usaha, karena modal merupakan salah satu faktor yang mendukung dan berpengaruh terhadap perkembangan usaha. Selain itu modal juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produksi karena modal meliputi segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang mereka butuhkan. (Sugiarto, 2005 : 17).

Menurut Syafril (1994 : 40) yang dimaksud modal adalah alat untuk mempermudah atau memperlancar produksi barang dan jasa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Winardi (1992 : 28) yang menyatakan bahwa “Jumlah modal yang dimiliki oleh kegiatan industri kecil mempengaruhi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan. Kelancaran dalam memperoleh bahan baku, dan pembayaran gaji tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki oleh masing-masing pengusaha.

Dari pendapat di atas bahwa jumlah modal berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan, dengan memiliki kualitas dan kuantitas yang baik maka perusahaan akan dapat menjual barang ke pasar dengan baik sehingga pendapatan akan meningkat maka perusahaan akan dapat berkembang.

Modal dapat terbagi menjadi beberapa golongan, antara lain : 1. Modal menurut bentuknya

(35)

• Modal abstrak, yaitu modal yang tidak berwujud, tetapi hasilnya dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya.

• Modal konkret, yaitu modal yang dapat dilihat (nyata) dan dipergunakan dalam proses produksi.

2. Modal menurut sifatnya

a. Modal tetap, yaitu modal yang dapat dipakai berulang kali dalam proses produksi.

b. Modal lancar, yaitu modal yang hanya dipakai sekali dalam proses produksi. 3. Modal menurut fungsinya

a. Modal pribadi, yaitu modal yang dimiliki oleh perorangan dan berfungsi sebagai sumber penghasilan bagi pemiliknya, tanpa ia ikut dalam proses produksi.

b. Modal masyarakat, yaitu modal yang dipergunakan untuk kelancaran produksi dan berguna bagi masyarakat banyak.

Modal adalah salah satu faktor penting diantara berbagai faktor produksi yang diperlukan. Bahkan modal merupakan faktor produksi penting untuk pengadaan faktor produksi seperti tanah, bahan baku dan mesin. Tanpa modal tidak mungkin dapat membeli tanah, mesin, bahan baku dan tenaga kerja. Menurut Komarudin (1979 : 40) faktor modal juga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam meningkatkan kehidupan ekonomi walaupun pada dasarnya bukan hanya modal saja yang penting, tetapi modal mempunyai andil yang besar dalam menentukan

(36)

keberhasilan, dan dengan modal itulah dapat dihasilkan pula benda-benda yang lebih banyak dan ekspansif.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh F. Rahardi, “Modal yaitu barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan dapat menghasilkan barang-barang baru.” (F. Rahardi, 1993 : 46)

Serta menurut Mahmud Machfoedz (2007 : 3) yaitu peralatan, mesin, perlengkapan, dan bangunan perusahaan yang digunakan untuk memproduksi barang/jasa disebut sebagai modal.

2.3.2 Faktor Produksi Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Menurut Iwan Kartaman (1998:26) bahwa faktor manusia dan keahliannya sangat penting peranannya dalam pelaksanaan kegiatan usaha.

Tenaga kerja dipandang dari sudut ekonomi adalah setiap pengorbanan pikiran dan badaniah yang sebagian atau seluruhnya ditujukan ke arah pencapaian barang-barang dan jasa-jasa dengan tujuan lain dari pada hanya untuk mencapai kepuasan yang timbul karena usaha memproduksinya.

Tenaga kerja adalah sebagian dari penduduk yang berfungsi ikut serta dalam proses produksi dan menghasilkan barang dan jasa. Manusia merupakan sumber daya utama, karena semua pembangunan ekonomi ini lahir dari akal budi manusia.

(37)

Secara langsung tenaga kerja berpengaruh terhadap hasil produksi sebuah perusahaan. Ace Partadireja yang dikutip Annis (2006:30) menyatakan bahwa:“Dalam perusahaan jika menggunakan banyak tenaga kerja, yang apabila sedikit tenaga kerja yang digunakan maka akan sedikit pula hasil produksi yang dicapai, makin banyak tenaga kerja yang digunakan makin banyak barang dan jasa yang dapat dibuat sampai batas tertentu”.

Disamping jumlah tenaga kerja, maka hal yang penting pula adalah: 1. Jangka waktu bekerja

2. Intensitas kerja, dan 3. Kecakapan kerja.

Jangka waktu bekerja dan intensitas kerja berhubungan erat satu sama lain. Makin lama waktu kerja makin berkurang prestasi kerja. Maka oleh karena itu dipersingkatnya waktu kerja, dapat menyebabkan kemampuan bekerja bertambah besar. Winardi (1995 : 45).

Maka dari itu, tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Di dalam faktor produksi tenaga kerja terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja, sehingga tanpa tenaga kerja mustahil proses produksi dapat berlangsung secara optimal. Dengan adanya penggunaan jumlah tenaga kerja di dalam proses produksi secara tepat yang memiliki kemampuan/keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan oleh produsen akan membuat proses produksi menjadi

(38)

lebih baik dalam menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan target produsen.

2.3.3 Faktor Produksi Teknologi

Teknologi identik dengan mesin-mesin yang serba canggih dan modern. Akan tetapi pengertian teknologi secara luas tidak hanya berupa mesin-mesin canggih dan modern yang digunakan oleh manusia untuk membantu dalam proses produksi. Pengertian teknologi terdiri dari berbagai macam definisi dan arti seperti yang dikemukakan oleh para ahli berikut ini.

Secara arti perkata teknologi menurut Sumaryadi (1990:15) diartikan sebagai berikut:

“Teknologi berasal dari kata “teknik” atau “technique” dari kata-kata Yunani

“technikos“yang berarti kesenian atau keterampilan dan “logos”, yaitu ilmu

atau asas utama (fundamental principles). Karena itu, maka teknologi sebenarnya lebih berarti ilmu dibelakang keterampilan atau asas-asas utama daripada suatu keterampilan “.

Selain itu adapula yang mendefinisikan teknologi ialah sebagai suatu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan seperti yang dikemukakan oleh Ita Gambira (1995:70). Menurutnya teknologi adalah :

Seluruh know, how, pengetahuan (knowledge), pengalaman dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat (manufacturing) suatu produk atau produk-produk untuk pendirian suatu perusahaan untuk tujuan tersebut”.

Arti teknologi secara umum ialah bahwa teknologi merupakan suatu alat atau peralatan yang dimanfaatkan oleh manusia guna mencapai tujuan manusia itu sendiri. Sesuai dengan yang dikatakan A. Gani (2000:44). Dia memberikan definisi dari teknologi diantaranya :

(39)

• Teknologi adalah serangkaian pengetahuan terapan

• Teknologi adalah ilmu atau kajian mengenai ilmu terapan. Dengan demikian teknologi mencakup science dan engineering

• Teknologi merupakan bagian dari kebudayaan. Termasuk didalamnya pengetahuan dan alat peralatan yang dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk lingkungan ragawinya guna mencapai tujuan praktis manusia itu sendiri.

Dapat dikatakan bahwa teknologi merupakan cara-cara maupun metode baru yang dapat menurunkan biaya produksi dan menaikkan hasil produksi yang didapat dari perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi yang dalam konteks ini teknologi industri akan membuat kemajuan yang berarti bagi hasil produksi komoditas industri baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi bahwa perkembangan dan penggunaan teknologi yang lebih maju dengan penciptaan output poduksi akan memiliki korelasi yang positif.

Begitu pula dalam proses produksi roti, faktor teknologi di luar modal dan tenaga kerja juga berperan sangat penting. Dengan penggunaan teknologi tingkat tinggi dan tepat guna, proses produksi roti akan lebih cepat dan efisien. Pentingnya peranan tingkat teknologi ini juga dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2003: 90) bahwa tingkat teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan

(40)

banyaknya jumlah barang yang dapat ditawarkan. William A. McEachern (2001: 88) juga menyatakan bahwa:

Jumlah output yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber daya tertentu tergantung pada tingkat teknologi yang ada, yaitu pengetahuan yang ada tentang cara pengkombinasian sumber daya. Cara pengkombinasian sumber daya untuk menghasilkan output disarikan dalam fungsi produksi perusahaan. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum barang atau jasa tertentu yang dapat diproduksi per periode waktu pada berbagai kombinasi sumber daya, atas dasar tingkat teknologi tertentu.

Perkembangan dan korelasi yang positif antara penggunaan teknologi dengan penciptaan output produksi di dalam proses produksi juga diungkapkan oleh Vincent Gaspersz (2001: 168):

Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Produksi dan teknologi saling membutuhkan. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan produktivitas, dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan terobosan-teroboson dan penemuan-penemuan baru.

Selanjutnya Sadono Sukirno (2003: 59-60) juga menjelaskan dalam jangka panjang dua faktor penting yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memproduksi barang adalah pertambahan faktor-faktor produksi, dan kemajuan teknologi. Dengan faktor produksi yang lebih banyak dan tingkat teknologi yang lebih baik maka produksi maksimum masyarakat dapat dinaikkan. Biasanya kemajuan teknologi tidak sama pesatnya di berbagai sektor.

Dalam hubungannya dengan penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua efek yaitu produksi dapat ditambah dengan lebih cepat, dan biaya produksi semakin murah. Dengan demikian keuntungan menjadi bertambah tinggi.

(41)

Berdasarkan kepada kedua akibat ini dapatlah disimpulkan bahwa kemajuan teknologi cenderung untuk menimbulkan kenaikan penawaran.

Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat teknologi yang digunakan oleh produsen maka akan mendorong peningkatan hasil produksi. Dengan teknologi yang canggih produsen dapat membuat barang yang lebih menghemat tenaga kerja maupun sumber daya lain, sehingga proses produksinya akan berbeda dengan produsen lain yang menggunakan teknologi yang lebih sederhana walaupun mereka memproduksi barang yang sama.

Adanya peningkatan produksi tentu dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi ini dimaknai oleh Dominick Salvatore (2003:714) yakni

“Technological progress refers to development of new and better production techniques to make a given, improved, or an entirely new product”.

Dengan adanya kemajuan teknologi memungkinkan peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Tingkat produksi yang sama dapat dicapai dengan penggunaan faktor produksi yang lebih sedikit. Jadi, dengan adanya tingkat teknologi yang lebih baik, maka produsen akan dapat memproduksi lebih banyak produk-produknya untuk ditawarkan kepada konsumen, sehingga hal ini memungkinkan keuntungan yang dapat diraih oleh produsen menjadi relatif lebih besar.

Dari berbagai penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi memang mutlak diperlukan oleh berbagai sektor termasuk sektor industri untuk mempermudah proses produksi dan pencapaian efisiensi produksi dan produktivitas yang tinggi. Jikalau ada penambahan teknologi baru yang diterapkan di dalam proses

(42)

produksi, hal tersebut dimaksudkan untuk menaikan produktivitas input yang dimiliki untuk menghasilkan output yang maksimum.

2.4 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Dalam sebuah kegiatan produksi, untuk memperoleh produksi yang maksimal perlu upaya-upaya penggunaan faktor-faktor produksi yang efisien. Masalah pokok didalam ekonomi adalah adanya kelangkaan (scarcity), dimana sumber daya yang tersedia bagi masyarakat terbatas, sedangkan keinginan masyarakat relatif tidak terbatas. Permasalahan dalam masyarakatpun demikian, dimana sumber daya secara keseluruhan (tenaga kerja, modal, dan sumber daya alam) adalah terbatas jika dibandingkan keinginan masyarakat secara keseluruhan.

Mengingat faktor produksi atau sumber daya lebih sedikit dibandingkan dengan keinginan masyarakat, maka berbagai usaha dilakukan untuk dapat mengoptimalisasikan penggunaan faktor-faktor produksi yang langka tersebut. Usaha yang dilakukan yaitu melalui penggunaan sumber daya yang efisien. Untuk ini produsen (pengusaha roti) berusaha menghindari adanya pemborosan atau inefisien.

Untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan pemasukan (input). Besar kecilnya input yang diperlukan untuk menghasilkan produk tertentu akan menentukan keadaan efisiensi proses produksi.

Konsep efisiensi hasil produksi dapat terlihat dengan efisiensi teknik, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi pada usaha tersebut.

(43)

2.4.1 Efisiensi Teknik

Efisiensi teknis adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara produksi yang sebenarnya dengan produksi yang maksimum. Dimana menyangkut kemampuan produsen untuk memaksimumkan output dari satu set input. Efisiensi teknis akan tercapai jika pengusaha mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi teknis tergambar oleh besar kecilnya input (faktor-faktor produksi) yang digunakan untuk menghasilkan output (produksi).

Secara teoritis efisiensi teknis dapat diketahui dari tingkat elastisitas produksinya (Ep), seperti dijelaskan bahwa”Elastisitas produksi (Ep) dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan input variabel”. (Hadi Prayitno, 1987:171), lebih lanjut dijelaskan bahwa:

Ep = x x y y / / atau y x x y x

dimana y adalah hasil produksi (output) x adalah faktor produksi (input)

Karena

x y

adalah hasil produksi rata-rata (HPR), dan

x y

adalah hasil produksi marginal (HPM). Maka Ep =

HPR HPM

(Mubyarto, 1989 : 80)

Tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan input tercapai bila Ep = 1 yaitu pada saat MPP = APP. Apabila Ep >1 produksi belum efisien karena jumlah produksi masih dapat ditingkatkan melalui kombinasi penggunaan faktor-faktor

(44)

produksi. Ep < 1 input yang digunakan sangat jauh melebihi dari yang diperlukan

(irrasional) untuk menjalankan kegiatan produksi.

2.4.2 Efisiensi Harga

Dalam efisiensi harga dimasukkan unsur biaya, berbeda dengan Efisiensi teknik, dimana analisanya hanya menyatakan hubungan antara input yang digunakan dengan outputnya. Produsen dan pengusaha akan berusaha untuk menggunakan biaya yang terkecil untuk menghasilkan output tertentu. Pada efisiensi harga, produsen atau pengusaha berusaha agar dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi agar tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya dengan memasukkan unsur harga.

Jika ada persaingan sempurna di pasar faktor-faktor produksi dan hasil produksi, maka pengusaha-pengusaha akan berbuat rasional dan mencapai efisiensi tertinggi bila faktor-faktor produksi itu sudah dikombinasikan sedemikian rupa sehingga rasio tambahan hasil fisik (marginal physical product) dari faktor produksi sama untuk setiap faktor produksi yang digunakan (Mubyarto, 1989 : 7).

Dalam matematika sederhana dapat dituliskan sebagai berikut: HsPPx1 = HsPPx2 = HsPPx3

Hrx1 Hrx2 Hrx3

HsPPx1, HsPPx2 dan HsPPx3 adalah tambahan hasil produksi fisik karena tambahan satuan faktor-faktor produksi x1, x2, x3 dan Hrx1, Hrx2 , Hrx3 adalah harga faktor produksi masing-masing ( Mubyarto, 1989 : 7).

Jadi efisiensi harga merupakan ratio antara tambahan hasil fisik (marginal

(45)

issoquant (kurva yang menggambarkan produksi yang sama) dan kurva issocost (kurva yang menggambarkan anggaran yang sama), efisiensi harga akan terjadi pada persinggungan antara kurva issoquant dan kurva issocost.

2.4.3 Efisiensi Ekonomis

Setelah efisiensi teknis dan efisiensi harga diketahui, maka efisiensi ekonomis dapat diketahui dari gabungan efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi ekonomis akan tercapai jika pengusaha mampu meningkatkan produksinya dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tetapi menjual produksinya dengan harga yang tinggi atau (mencapai efisiensi teknik dan efisiensi harga secara bersamaan).

Efisiensi ekonomi pada produksi akan mencapai titik optimum apabila perbandingan nilai produksi marginal dari tiap faktor produksi dengan harga dari semua faktor produksi yang digunakan sama dengan satu.

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Hry HsPPx1 = Hry HsPPx2 = Hry HsPPx3 = 1 Hrx1 Hrx2 Hrx3 Dimana :

• Hry adalah harga hasil produksi

• HsPPx1 adalah tambahan hasil fisik dari x1

• Hrx1 adalah faktor produksi dari x1 (Mubyarto, 1989 : 76) Efisiensi ekonomi dapat pula diketahui melalui pendekatan Marginal Value

Product (MVP) dari berbagai faktor produksi yang digunakan. Secara matematis

(46)

MPP MVP = MPP. Py, karena Ep = APP, maka y

MPP = Ep. APP sedangkan APP = xi, sehingga y

MVP = Ep.APP.Py atau Bi. Xi .Py

Jadi rumus untuk mancari efisiensi ekonomi adalah : y

MVP = Bi. Xi . Py, dimana Bi merupakan koefisien elastisitas atau koefisien regresi. Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi akan dicapai pada saat MVPxi = Pxi, yaitu pada saat Marginal Value Product dari x (MVPx) sama dengan harga dari faktor produksi (Px), dimana pasar dalam keadaan persaingan sempurna. Atau dapat pula dirumuskan sebagai berikut:

MVPxi = 1, Pxi

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Soekartawi,(1994:42) bahwa : Untuk mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Nilai Produksi Marginal(MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :

MVPx1 / Px1 > 1 artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi optimum. Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah. MVPx1 / Px1 = 1 artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi

optimum. Maka input X harus dipertahankan.

MVPx1 / Px1 < 1 artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu dikurangi.

(47)

Karena terbatasnya faktor-faktor produksi yang ada, maka pengusaha atau produsen akan selalu berusaha untuk memilih kombinasi yang tepat dalam penggunaan input, sehingga tercapai produksi yang optimal dan akan mencapai keuntungan yang maksimal.

Menurut Soekartawi (1990), dalam teori ekonomi produksi, efisiensi ekonomi tercapai bila keuntungan mencapai maksimum. Besarnya keuntungan mencapai maksimum. Besarnya keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : П = Py. Y – Px . X

Keterangan : П = Keuntungan

Py = Harga satuan hasil produksi Px = Harga satuan faktor produksi X = Faktor produksi

Y = Hasil Produksi

Keuntungan maksimum dapat dicapai dengan cara menurunkan persamaan diatas manjadi :

D П/dx = P.dY/dX – Px.dX/dX = 0 Py. dY/dX = Px.dX/dX

Py.dY/dX =Px Keterangan:

dY/dX = Marginal Product (MP) Py.dY/dX = Nilai Produk marginal (NPM) Dengan asumsi:

1. Py tidak berubah besarnya dengan jumlah Y yang dijual. 2. PPPx tidak berubah besarnya dengan jumlah X yang dicapai.

(48)

Jadi keuntungan maksimum dapat dicapai, apabila pengusaha mampu membuat suatu upaya agar nilai produk marginal (NPM) dari suatu faktor produksi sama besarnya dengan harga satuan faktor produksi tersebut, atau dapat dituliskan sebagai berikut :

NPMx =Px atau NPM/Px = 1

Jika Px tidak dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, maka Px merupakan Biaya Korbanan Marginal dari X (BKMx) atau dapat ditulis menjadi :

1

=

BKMx NPMx

2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.2

Hasil Penelitian Sebelumnya

No Judul Skripsi Hasil Penelitian

1 Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-faktor Produksi pada usaha tani kubis bunga (bloemkool) di Desa Cikahuripan Kecamatan Lembang, oleh Tanti Setohariati, skripsi, 1999

1. Faktor produksi lahan, buruh, benih, pupuk kandang, pupuk NPK,Insektisida, dan fungisida berpengaruh secara nyata terhadap produksi bloemkool 2. Efisiensi ekonomi penggunaan

faktor-faktor produksi tidak berada pada kondisi efisien ekonomis yang optimum

3. Fase kenaikan hasil produksi bloemkool di Desa Cikahuripan pada fase kenaikan hasil yang berkurang, dimana ∑bi<1 (∑bi=0.9274)

2 Analisis Efisiensi Ekonomi penggunaan Input pada Produksi Bata Merah di Desa Pataruman

1. Input produksi tenaga kerja, bahan baku, dan bahan bakar secara bersama-sama

Gambar

Gambar  2.2  menjelaskan  tiga  tahap  produksi  bagi  penggunaan  tenaga  kerja.
Gambar  A  adalah  IRTS  (Increasing  Returns  to  Scale)  sebab  laju  kenaikan  hasil  yang  semakin  naik  dari  sebelumnya  disebut  efisiensi  skala  produksi  naik
Gambar 2.7  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Relai pengaman atau sistem proteksi adalah susunan piranti, baik elektronik, magnetik maupun mekanik yang direncanakan untuk mendeteksi suatu kondisi ketidaknormalan

Ianya juga untuk mendapatkan persepsi pensyarah terhadap keberkesanan program PTV bagi memenuhi keperluan pasaran buruh, faktor-faktor yang mempengaruhi keberkesanan program

Penerbitan berasal dari dua sektor dengan jumlah penerbitan tertinggi berasal dari sektor Banks sebesar Rp 4 triliun, sedangkan sektor lainnya adalah Financial Companies sebesar

ABSTRAKSI: Penelitian ini menjelaskan perkembangan kesenian Angklung Buncis di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki peranan penting dalam upacara Seren

sebelumnya. Yaitu dari 1) Objek penelitian berfokus pada pembelajaran ilmu ekonomi. 2) Pembelajaran daring pada materi mata kuliah yang bersifat praktik hitung-hitungan bukan

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.. Penulis menyadari tugas akhir ini masih jauh

Salah satu pemborosan dalam manajemen mutu yaitu terjadinya kegiatan proses produksi yang menghasilkan produk cacat jenis Spater in welding rear body yang melebihi dari