• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERAWATAN KULIT WAJAH DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PERAWATAN KULIT WAJAH DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERAWATAN KULIT WAJAH DENGAN

TIMBULNYA AKNE VULGARIS

Pada siswi SMA/MA/SMK yang menderita akne vulgaris

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

DEWI RAHMAWATI G2A008053

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2012

(2)
(3)

HUBUNGAN PERAWATAN KULIT WAJAH DENGAN TIMBULNYA AKNE VULGARIS

Pada siswi SMA/MA/SMK yang menderita akne vulgaris Dewi Rahmawati1, Retno Indar Widayati2, Sudaryanto3

ABSTRAK

Latar Belakang. Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis folikel sebasea yang mengenai hampir 80-100% remaja. Insidensi terbanyak pada usia 14-17 tahun bagi wanita. Derajat akne dibagi menjadi derajat ringan,sedang dan berat. Posisi perawatan kulit wajah dalam hubungannya dengan akne bisa berada sebagai penyebab, pencegahan maupun pengobatan. Perawatan kulit wajah terdiri dari pembersih, penipis, pelembab, pemakaian bedak dan pelindung (tabir surya) dan dianalisis hubungannya dengan timbulnya akne vulgaris.

Tujuan. Mengetahui hubungan perawatan kulit wajah (pembersih, penipis, pelembab,

pemakaian bedak dan pelindung dengan timbulnya Akne vulgaris.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional

dengan populasi penelitian siswi SMA/MA/SMK kota semarang. Pemilihan sampel dengan metode cluster random sampling didapatkan 64 responden yang sesuai kriteria inklusi dari empat SMA/SMK dengan rentang usia 15-17 tahun. Data yang didapatkan adalah data primer dari kuesioner. Uji analisis yang digunakan adalah chi square dan fisher.

Hasil. Dari uji fisher tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara frekuensi membersihkan

wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p = 1,000). Tidak ada hubungan bermakna antara penggunaan pembersih wajah yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p= 1,000) akan tetapi pembersih wajah adalah faktor protektor. Tidak ada hubungan bermakna antara penipis kulit wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p=1,000) akan tetapi penipis kulit wajah sebagai faktor protektor. Tidak ada hubungan bermakna antara pelembab wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p= 0,502). Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian bedak padat dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p= 0,043) dan pemakaian bedak padat sebagai faktor resiko. Tidak ada hubungan bermakna antara pelindung wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (p= 1,000).

Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara frekuensi membersihkan wajah >3x/hari, jenis

pembersih, penipis, pelembab dan pelindung wajah dengan timbulnya akne vulgaris. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian bedak padat dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat.

Kata kunci. Akne vulgaris, perawatan kulit wajah

1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

2Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

(4)

RELATIONSHIP BETWEEN FACIAL SKIN CARE WITH ACNE VULGARIS Girls students in SMA/MA/SMK who suffer acne vulgaris

Dewi Rahmawati1, Retno Indar Widayati2, Sudaryanto3 ABSTRACT

Background. Acne vulgaris is a chronic inflammatory disease of sebaceous follicles are almost 80-100% of adolescents. Highest incidence at age 14-17 years for women. The degree of acne is divided into mild, moderate and severe. Position of facial skin care in relation with acne can be the cause, prevention and treatment. Facial skin care consists of cleaning, thinning, moisturizer, powder and sun protector and analyzed relation facial skin care with acne vulgaris.

Aim. Determine the relation of facial skin care (cleaning, thinning, moisturizer, powder and protective use (sunscreen) with Acne vulgaris.

Methods. This study is an observational research with cross sectional design of the study population was SMA / MA / SMK city of Semarang. The selection of the sample with a random cluster sampling method obtained 64 respondents who fit the inclusion criteria of the four high school / vocational school with an age range 15-17 years. The data is primary data obtained from questionnaires. Test analysis used chi square and fisher.

Results. Fisher test is obtained from a meaningful relationship with the occurrence frequency of cleaning face with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 1.000). There was no significant relationship between the use of facial cleansers with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 1.000). There was no significant

relationship between facial thinning with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 1.000). There was no significant relationship between facial moisturizer with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 0.502). There is a significant relationship between the use of compact powder with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 0.043). There was no significant relationship between the sun protector with acne vulgaris mild+moderate and severe (p = 1.000).

Conclusion. There was no relationship between the frequency of cleaning the face > 3 times, types of cleaning, thinning, moisturizer and sun protector with acne vulgaris. There is a significant association between the use of compact powder with the acne vulgaris mild+moderate and severe.

(5)

PENDAHULUAN

Akne atau jerawat adalah penyakit peradangan kronis folikel sebasea dan merupakan penyakit kulit yang sudah dikenal luas dan sering dikeluhkan. Mengenai hampir 80-100% remaja, dewasa muda dan dapat berlanjut sampai usia tua.1,2 Pada wanita Kaukasia berumur 12-25 tahun, prevalensi derajat Akne vulgaris berkisar 75-85%. Menurut penelitian Cunliffe, akne mengenai remaja dengan berbagai variasinya dengan insidensi terbanyak pada usia 14-17 tahun bagi wanita dan usia 16-19 tahun bagi pria.3,4,5

Penyebab utama akne sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi ada dugaan kuat merupakan penyakit multifaktorial.7 Faktor-faktor penyebab akne seperti genetik, trauma dan infeksi, hormon, diet, obat-obatan, kosmetik, jenis kulit, pekerjaan, psikis dan iklim.3,8

Perawatan kulit wajah terdiri dari pembersih, penipis, pelembab, pemakaian bedak dan pelindung (tabir surya).9,10,11 Perawatan kulit dapat bermakna berbeda pada setiap orang. Pada beberapa orang, terutama pria, perawatan kulit bermakna tidak lebih dari membersihkan dengan air atau scrub disertai sabun seadanya. Di lain pihak orang lain memaknai sebagai suatu hal yang harus dilakukan secara teratur, rutin dan meluangkan waktu khusus serta menggunakan produk kosmetik tertentu.9

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan perawatan kulit wajah yang terdiri dari pembersih, penipis, pelembab, pemakaian bedak dan pelindung wajah dengan timbulnya akne vulgaris. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah informasi mengenai hubungan perawatan kulit wajah dengan timbulnya akne dan menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya.

METODE

Rancangan penelitian pada penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada siswi SMA/MA/SMK di kecamatan Semarang Selatan, selama bulan Maret-Juni 2012. Responden dalam penelitian ini diambil dengan cara

(6)

cluster random sampling. Data diperoleh dari responden dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Penelitian ini didapatkan 64 orang responden sebagai sampel penelitian, dengan kriteria inklusi : Siswi SMA/MA/SMK yang bersedia menjadi responden penelitian, siswi yang

sedang menderita akne dan siswi yang melakukan pengobatan akne sendiri atau tidak melakukan pengobatan akne sama sekali. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perawatan kulit wajah (pembersih wajah, penipis kulit wajah, pelembab wajah, pemakaian bedak dan pelindung wajah) dengan variabel tergantung akne vulgaris. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square dan uji Fisher.

HASIL

Karakteristik dan Distribusi Responden

Hasil penelitian ini dilaksanakan pada empat SMA/SMK yaitu SMAN 11 Semarang di Kelurahan Lamper Tengah, SMKN 8 Semarang di Kelurahan Mugasari, SMKN 9 Semarang Peterongansari dan SMA Islam Sultan Agung I di Kelurahan Wonodri diperoleh data karakteristik dan distribusi responden penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 tersebut dapat diketahui dari 64 responden usia responden yang didapatkan adalah usia 15-17 tahun, usia 15 tahun 21,9 %, usia 16 tahun 51,5 % dan usia 17 tahun 26,6 %. SMAN 11 Semarang didapatkan 19 (29,7 %) responden, Dari SMKN 8 didapatkan 15 (23,4%) responden, Dari SMKN 9 didapatkan 16 (25,0%) responden, dan dari SMA Sultan Agung I didapatkan 14 (21,9%) responden.

Responden yang mempunyai keluarga yang menderita akne adalah 57 (89,1%) responden dan yang tidak mempunyai keluarga yang menderita akne adalah 7 (10,9%) responden. Dapat disimpulkan bahwa hampir semua responden mempunyai riwayat keluarga yang menderita akne. Responden yang menyatakan akne muncul atau bertambah banyak ketika menjelang menstruasi adalah 54 (84,4%) responden dari 64 responden. Hanya 10 (15,6%) responden yang menyatakan akne yang dideritanya muncul bukan karena pengaruh hormonal. Responden yang menyatakan akne yang

(7)

dideritanya muncul dan bertambah banyak setelah memakan makanan yang tinggi lemak adalah 52 (81,3%) responden dari 64 responden. Sebanyak 12 (18,7%) responden menyatakan akne yang diderita bukan karena pengaruh makanan tinggi lemak .

Dari 64 responden hanya 2 (3,1%) responden yang sedang menjalani pengobatan penyakit lain seperti alergi dan asma. Responden yang melakukan pengobatan akne dengan membeli sendiri obat di toko atau apotek tanpa resep dokter adalah 13 (20,3%) responden. Sedangkan 51 (79,7%) responden lainnya sebagian besar menyatakan tidak melakukan pengobatan akne (73,4%) dan hanya 6,3 responden yang melakukan pengobatan secara alami

Sebagian besar responden mempunyai jenis kulit berminyak yaitu terdapat 47 (73,4%) responden. Hanya 17 (26,6%) responden yang mempunyai jenis kulit yang lain yaitu 9 responden berjenis kulit normal, 3 responden berjenis kulit kering dan 5 responden berjenis kulit campuran. Diagnosa jenis kulit responden dilakukan oleh peneliti. Sebanyak 54 (84,4%) responden menyatakan akne muncul atau bertambah banyak ketika sedang ada masalah psikis seperti stres saat menghadapi ujian. Hanya 10 (15,6%) responden yang menyatakan akne tidak muncul atau bertambah banyak ketika sedang ada masalah psikis.

Responden yang membersihkan wajahnya > 3x/hari sebanyak 35 responden. Sebanyak 29 (45,3%) responden lainnya menyatakan membersihkan wajah sehari < 3x/hari. Hampir semua responden menyatakan menggunakan satu atau lebih dari jenis pembersih wajah yang disebutkan yaitu 53,1% menyatakan memakai sabun pembersih, susu pembersih 3,1%, krim pembersih 4,7%, cairan penyegar 10,9%, memakai lebih dari satu pembersih 25,0% dan hanya 2 (3,1%) responden yang tidak menggunakan jenis pembersih yang disebutkan. Sebanyak 57 (89,1%) responden menyatakan menggunakan penipis kulit mekanis yang disebutkan yaitu busa spon 3,1%, handuk 21,9%, kapas 62,5%, lebih dari satu jenis penipis 1,6%. Sedangkan 7 (10,9%) responden lainnya tidak menggunakan penipis kulit mekanis yang disebutkan.

(8)

Responden yang menggunakan pelembab yang disebutkan sebanyak 54 (84,4%) responden yaitu krim siang 27 (42,2%), krim malam 8 (12,5), alas bedak 13 (20,3) dan memakai lebih dari satu jenis pelembab 6 (9,4%). Sedangkan, 10 (15,6%) responden lainnya menyatakan tidak memakai pelembab. Sebanyak 30 (46,9%) responden menyatakan memakai bedak padat dan 34 (53,1%) responden lainnya menyatakan tidak memakai bedak padat tetapi memakai bedak lain dan ada yang tidak memakai bedak jenis apapun.

Sebanyak 51 (79,7%) responden menyatakan memakai pelindung wajah yang disebutkan yaitu krim tabir surya 22 (34,3%), topi 9 (14,1%), payung 4 (6,2%), helm 5 (7,8%), slayer/masker 7 (10,9%) dan memakai lebih dari satu pelindung wajah 3 (4,6%). Sedangkan, 13 (20,3%) responden lain menyatakan tidak memakai pelindung

wajah untuk melindungi wajahnya dari sinar matahari. Tabel 1. Karakteristik dan distribusi responden penelitian

Karakteristik Frekuensi N (%) Usia • 15 tahun • 16 tahun • 17 tahun Asal sekolah • SMAN 11 • SMKN 8 • SMKN 9 • SMA SULA I 14 (21,9) 33 (51,5) 17 (26,6) 19 (29,7) 15 (23,4) 16 (25,0) 14 (21,9) Derajat akne • Ringan+sedang • Berat 60 (93,8) 4 (6,2) Riwayat keluarga • Ya • Tidak 57 (89,1) 7 (10,9) Hormonal • Ya • Tidak 54 (84,4) 10 (15,6)

(9)

Karakteristik Frekuensi N (%) Diet (makan makanan tinggi lemak)

• Ya

• Tidak

52 (81,3) 12 (18,7) Obat-obatan

- Pengobatan penyakit lain

• Ya

• Tidak

- Pengobatan akne (toko/apotek)

• Ya • Tidak 2 (3,1) 62 ( 96,9) 13 (20,3) 51 (79,7) Jenis kulit • Berminyak • Tidak 47 (73,4) 17 (26,6) Psikis • Ya • Tidak 54 (84,4) 10 (15,6)

Frekuensi membersihkan wajah • > 3x/hari • < 3x/ hari Pembersih wajah • Ya • Tidak 29 (45,3) 35 ( 54,7) 62 ( 96,9) 2 (3,1) Penipis kulit wajah

• Ya • Tidak 57 (89,1) 7 (10,9) Pelembab wajah • Ya • Tidak 54 (84,4) 10 (15,6) Pemakaian bedak • Padat • Tidak 30 (46,9) 34 (53,1) Pelindung wajah • Ya • Tidak 51 (79,7) 13 (20,3)

(10)

Analisis hubungan variabel perancu dengan timbulnya akne vulgaris

Dari variabel perancu yang ada, hanya variabel hormonal yang memberikan hubungan yang bermakna dengan timbulnya akne vulgaris. Nilai p yang didapatkan setelah uji fisher adalah p = 0,011, maka dapat disimpulkan bahwa faktor hormonal (menjelang menstruasi) berhubungan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan, sedang maupun berat.

Tabel 2. Hubungan variabel perancu dengan timbulnya akne vulgaris

Variabel

Derajat Akne vulgaris

Total n (%) Nilai p (95%) PR Ringan+ sedang n (%) Berat n (%) Riwayat keluarga • Ya • Tidak 54(94,7) 6(85,7) 3(5,3) 1(14,) 64 (100) 0,378 3,000 Hormonal • Ya • Tidak 53 (98,1) 7 (70,0) 1 (1,9) 6 (30,0) 64 (100) 0,011 22,714 Diet • Makan makanan tinggi lemak • Tidak 49(94,2) 11(91,7) 3 (5,8) 1(8,3) 64 (100) 0,574 1,485 Pengobatan penyakit lain

• Ya • Tidak 2 (100) 58 (93,5) 0 (00,0) 4 (6,5) 64 (100) 1,000 1,069 Pengobatan akne • Toko/apotek • Tidak 16 (94,1) 44 (93,6) 1 (5,9) 3 (6,4) 64 (100) 1,000 1,091 Jenis kulit • Berminyak • Tidak 43(91,5) 17(100,0) 4 (29,7) 0 (00,0) 64 (100) 0,566 0,838 Psikis • Ya • Tidak 51 (94,4) 9 (90,0) 3 (5,6) 1 (10,0) 64 (100) 0,502 1,889

(11)

Analisis hubungan perawatan kulit wajah dengan timbulnya akne vulgaris

Tabel 3. Hubungan perawatan kulit wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat (uji fisher)

Variabel

Derajat Akne vulgaris

Total n (%) Nilai p PR (95%) Ringan + sedang n (%) Berat n (%) Frekuensi membersihkan wajah • > 3 x/ hari • < 3 x/ hari 27(93,1) 33(94,2) 2(6,9) 2(5,8) 64 (100) 1,000 1,222 Jenis pembersih wajah

• Ya • Tidak 58 (93,5) 2 (100,0) 4 (6,5) 0 (0,0) 64 (100) 1,000 0,935 Penipis kulit wajah

• Ya • Tidak 53 (93,0) 7 (100,0) 4 (7,0) 0 (0,0) 64 (100) 1,000 0,930 Pelembab wajah • Ya • Tidak 51 (94,4) 9 (90,0) 3 (5,6) 1 (10,0) 64 (100) 0,520 1,889 Pemakaian bedak • Ya • Tidak 26(87,0) 34(100,0) 4(13,0) 0(0,0) 64 (100) 0,043 0,867 Pelindung kulit wajah

• Ya

• Tidak 48 (94,1) 12 (92,3) 3 (5,9) 1 (7,7) 64 (100) 1,000 1,333 Dari hasil analisis fisher untuk hubungan frekuensi membersihkan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat didapatkan hasil p = 1,000. Dimana nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara frekuensi membersihkan wajah dengan akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Nilai PR= 1,222 dan rentang interval 95% lower = 0,161 dan upper = 9,259 menunjukkan bahwa frekuensi membersihkan wajah belum tentu merupakan faktor resiko, sebab interval kepercayaannya mencakup nilai 1.

(12)

Dari hasil perhitungan analisis fisher hubungan pemakaian pembersih wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan + sedang dan berat didapatkan hasil nilai p= 1,000. Dengan nilai p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pemakaian pelembab wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Nilai PR= 0,935 dan rentang interval 95% lower = 0,876 dan upper = 0,999 menunjukkan bahwa jenis pembersih wajah merupakan faktor protektor, sebab nilai interval kepercayaannya kurang dari 1.

Hasil analisis uji fisher hubungan penipis wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat adalah p= 1,000. Nilai p yang dihasilkan > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan penipis wajah mekanis yang dipakai dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Nilai PR= 0,930 dan rentang interval 95% lower = 0,866 dan upper = 0,999 menunjukkan bahwa penipis kulit wajah merupakan faktor protektor, sebab nilai interval kepercayaannya kurang dari 1.

Hasil analisis uji fisher hubungan pelembab wajah dengan derajat akne vulgaris didapatkan nilai p= 0,520 dimana nilai p ini > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pelembab wajah yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Nilai PR= 1,889 dan rentang interval 95% lower = 0,176 dan upper = 20,237 menunjukkan bahwa jenis pelembab wajah belum tentu merupakan faktor resiko, sebab nilai intervalnya mencakup nilai 1.

Hasil analisis uji fisher hubungan pemakaian bedak terutama bedak padat dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat didapatkan nilai p= 0,043 dimana nilai ini < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian bedak padat yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat.

Hasil analisis uji fisher hubungan pelindung wajah dengan derajat akne vulgaris didapatkan nilai p= 1,000 dimana nilai ini > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

(13)

tidak ada hubungan bermakna antara pelindung wajah yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Nilai PR= 1,333 dan rentang interval 95% lower = 0,127 dan upper = 13,980 menunjukkan bahwa jenis pelindung kulit wajah belum tentu merupakan faktor resiko, sebab didalam populasi yang diwakili sampel mencakup nilai 1.

PEMBAHASAN

Dari faktor-faktor perancu yang ada dan dari uji chi square dan fisher untuk faktor hormonal (menjelang menstruasi) didapatkan nilai p = 0,011, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor hormonal menjelang mentruasi dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Hal ini sesuai dengan Cunliffe yang menyatakan 60–70% wanita lesi akne menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu sebelum haid oleh karena hormon progesteron.2

Tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi membersihkan wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Menurut teori, untuk iklim tropis seperti di Indonesia frekuensi mencuci muka yang ideal 3-4x sehari.13,14 Dengan menerapkan frekuensi mencuci muka yang ideal akan mencegah timbulnya akne vulgaris. Tidak adanya hubungan yang bermakna bisa ditarik kesimpulan bahwa frekuensi membersihkan wajah secara ideal saja tidaklah cukup, perlu juga bagaimana meningkatkan kualitas dari cara membersihkan wajah itu sendiri. Dari hasil penelitian M. Dewita D. mengenai frekuensi pembersih wajah ideal (2-3x/hari) dan tidak ideal (<2x/hari) pada siswi SMUN 1 Bekasi, Jakarta didapatkan hasil p= 0,200. Dimana juga tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara frekuensi pembersih wajah ideal dan tidak ideal dengan akne vulgaris.

Terdapat hubungan antara penggunaan pembersih wajah yang digunakan dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat yaitu jenis bahan pembersih wajah sebagai faktor pelindung (protektor) dalam pembentukan derajat akne. Berdasarkan teori, pembersih yang digunakan harus dapat menghilangkan kelebihan

(14)

lipid barier kulit, menghindari pengikisan yang berlebihan karena akan merangsang hiperaktifitas kelenjar sebasea untuk meningkatkan produksinya sebagai mekanisme terhadap kehilangan lipid kulit. Sebaiknya menggunakan bahan yang tidak iritatif. Membersihkan kulit tidak menggunakan bahan yang kasar, cukup menggunakan ujung-ujung jari.13,14

Hasil penelitian untuk jenis pembersih wajah ini sedikit berbeda dari hasil penelitian M. Dewita D. mengenai jenis pembersih wajah bahan sesuai anjuran (sabun khusus pembersih wajah, cleansing instant, susu pembersih dan penyegar) dan tidak sesuai anjuran (air biasa, sabun mandi, sabun bayi) pada siswi SMUN 1 Bekasi, Jakarta didapatkan hasil p= 0,200, dimana tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara frekuensi pembersih wajah ideal dan tidak ideal dengan akne vulgaris nilai p= 0,310, dimana tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis pembersih wajah sesuai dan tidak sesuai anjuran dengan akne vulgaris.

Terdapat hubungan antara penggunaan penipis wajah mekanis dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat yaitu penipis kulit sebagai faktor protektor dalam pembentukan derajat akne. Berdasarkan teori, dengan memakai penipis (thinning) akan menghilangkan penumpukan sel-sel kulit mati yang menyebabkan kulit wajah tampak suram, tidak segar, kasar, pori-pori melebar dan kotor dan mengurangi pembentukan komedo.13 Tetapi bagi kulit wajah yang berjerawat penggunaan penipis sebaiknya dikurangi karena akan meningkatkan trauma mekanis pada akne yang mengakibatkan akne menjadi semakin parah.13,14

Tidak ada hubungan yang bermakna antara penggunaan pelembab wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Dari hasil penelitian Erdina Damayanti mengenai hubungan faktor pelembab dengan akne vulgaris didapatkan nilai p= 0,185 dimana juga tidak ada hubungan bermakna antara pemakaian pelembab dengan akne vulgaris.

(15)

Tidak adanya hubungan bermakna antara pelembab wajah dengan derajat akne vulgaris mungkin karena jenis pelembab yang dipakai tidak mengandung unsur minyak dan komedogenik serta bervariasinya cara dan frekuensi pemakaian pelembab. Berdasarkan

teori, seharusnya sediaan pelembab yang dipakai bersifat bebas minyak dan non komedogenik.9,13

Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian bedak padat dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Menurut teori, bedak padat (compact

powder) adalah jenis bedak yang sering menyebabkan akne. Pemakaian bedak

dimaksudkan untuk mendapatkan “covering efek” pada wajah, yaitu untuk menutup permukaan kulit wajah. Bedak padat mempunyai kemampuan menutupi, jauh lebih baik dibandingkan bedak tabur karena memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan daya adhesi yang lebih kuat. Hal ini ditambah dengan zat pengikat (yang dipakai dalam proses pembuatan bedak padat) antara lain lanolin yang aknegenik justru menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya Akne vulgaris.12

Dari hasil analisis didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara penggunaan pelindungan wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat. Tidak adanya hubungan yang bermakna mungkin disebabkan karena bervariasinya alat dan bahan pelindung kulit yang digunakan serta frekuensi penggunaannya. Seharusnya dilakukan perbandingan antara penderita akne dan bukan penderita akne, dengan begitu hasilnya mungkin bisa bermakna.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara frekuensi membersihkan wajah dan pelindung wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat, tetapi keduanya belum tentu merupakan faktor resiko. Terdapat hubungan antara jenis pembersih wajah dan penipis kulit wajah dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat yaitu sebagai faktor protektor. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian bedak padat dengan timbulnya akne vulgaris derajat ringan+sedang dan berat.

(16)

Saran

Disarankan dilakukan penyuluhan perawatan kulit wajah kepada siswi SMA/MA/SMK agar dapat mengetahui dan melakukan perawatan kulit wajah yang benar yang dapat mencegah dan mengurangi akne vulgaris. Serta diperlukan penelitian lebih lanjut dengan rancangan penelitian selain cross sectional, jumlah sampel yang lebih banyak dan diagnosis langsung oleh residen tanpa melalui foto.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Retno Indar Widayati, M.Si, Sp.KK(K) dan dr. Sudaryanto, M.Pd.Ked. yang telah memberikan bimbingan dan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Tidak lupa kepada dr. Muslimin, Sp.KK selaku ketua penguji dan dr. Asih Budiastuti, Sp.KK(K) selaku peguji. Serta pihak-pihak lain yang telah membatu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tranggono RIS. Kiat Apik Menjadi Cantik. Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 1992: 103-117

2. Wasitaadmadja Syarif M. Akne Vulgaris. Dalam: Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI, 1987: 181-188

3. Strauss JS. Sebaceous Glands. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freebeg IM,Austen KF.eds. Deramatology in General Medicine. Vol 1.4th .ed. New York: Mc Graw Hill Book Co, 1993: 709-24

4. Wasitaadmadja Syarif M. Akne vulgaris, Rosasea, Rinofima. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Penerbit UI, 1999: 231-365

5. Cunliffe WJ. Acne. London: Martin Dunitz Ltd, 1989: 11-31 & 251-365 6. Hendarta D S, Rahma A. Acne Vulgaris. Jakarta: FK UI. 2003.

7. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999: 231-7.

8. Medications that cause acne. Addiction [Internet]. [cited 2012 Feb 28]. Available from : http://acnetreatmentsreviewed.net/medications-that-cause-acne.html

9. Gray J. Skin Care. Dalam The World of Skin Care a Scientific C ompanion; Edisi ke-1.Macmillan Press Ltd, 2000: 85-112.

10. Achyar R. Yul. Dasar-dasar Kosmetika. Dalam Kosmetika untuk kesehatan dan kecantikan. Jakarta : PP. PERDOSKI ; 1994 : 1- 13.

11. Hartadi, dkk. Dasar-dasar Dermatokosmetikologi. Semarang : Badan penerbit UNDIP ; 1991 : 24-25.

12. Pujianta S. Perbandingan antara Pemakaian Bedak Tabur dan Bedak Padat dengan timbulnya Acne vulgaris pada Karyawati Toko Luwes Gading Surakarta [Skripsi]. Surakarta [ Jawa Tengah ]. Universitas Muhammadiyah Surakarta : 2010.

13. Draelos JD. Skin care maintenance product. Dalam Atlas of cosmetic dermatology, Churcill Livingston. 2000: 77-82.

14. Draelos JD, Dalam Cosmeceuticals Procedures in Cosmetic Dermatology. Edisi ke-1. Elsvier Inc, 2005: 165-6.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik dan distribusi responden penelitian
Tabel 2. Hubungan variabel perancu dengan timbulnya akne vulgaris

Referensi

Dokumen terkait

APLIKASI TEKNOLOGI BERBASIS PEROXIDASE SYSTEM DARI DAUN TOMAT UNTUK PRODUKSI POWDERIZED YOGURT BERCITARASA BUAH LOKAL KHAS JAWA TENGAH GUNA DISTRIBUSI YOGURT BERSKALA NASIONAL.

Using Goffman’s theory face as a departure, Brown and Lavinson propose politeness principles in terms of conflict avoidance; this is the strategy to maintain face

Penghasilan Melalui Transfer Pricing Dalam Perspektif Hukum Perpajakan.

Perencanaan pembelajaran melalui media video untuk meningkatkan kecerdasan ekologis siswa aspek empati terhadap makhluk hidup dalam pembelajaran IPS memiliki

Status keberlanjutan ditentukan dengan menggunakan 36 atribut (9 atribut ekologi, 9 atribut sosial, 9 atribut ekonomi, dan 9 atribut kelembagaan) yang

rincian teknis dari sebuah sistem pelayanan. Standar pelayanan berguna sebagai pedoman kerja dari batasan mutu pelayanan yang harus dipenuhi oleh para

Tidak ada kendala yang berarti artinya yang terkumpul di baznas tulungagung itu memang mayoritas dari pns terus kalau dari masyarakat sekitar itu menggunakan UPZ

Penelitian yang dilakukan oleh Khoirun Nisak bahwa nilai - t hitung &gt; t tabel Artinya “ada pengaruh penggunaan model ARIAS didukung media Benda Konkrit