• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Skripsi) Oleh Henny Indah Pertiwi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Skripsi) Oleh Henny Indah Pertiwi"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

(Skripsi)

Oleh

Henny Indah Pertiwi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(2)

ABSTRAK

Oleh

Henny Indah Pertiwi

Ular sanca (Python sp.) merupakan salah satu predator kukang sumatera (Nycticebus coucang). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan respon kukang sumatera terhadap tanda-tanda keberadaan predator khususnya ular sanca (urin, feses, suara, dan kombinasi) dan untuk menguji kemampuan olfaktory (penciuman) dan auditory (pendengaran). Pengamatan dilakukan terhadap kukang sumatera kandidat pelepasliaran (4 jantan dan 4 betina) di kandang rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor. Perilaku objek kontrol dan respon diamati selama 24 hari dengan metode Scan Sampling selama masing-masing dua jam per hari. Hasil pengamatan perilaku dianalisis dengan aplikasi SPSS 16 untuk membandingkan kemampuan daya penciuman dan pendengaran serta perilaku antar fase. Kehadiran respon yang paling umum adalah alert dan scanning, dimana perilaku akan kembali normal setelah perlakuan dihentikan. Hal ini menunjukkan hubungan respon dengan fase perilaku. Kukang menunjukkan respon paling cepat melalui pendengaran, sedangkan secara keseluruhan respon terbaiknya adalah penciuman.

(3)

Oleh

Henny Indah Pertiwi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Henny Indah Pertiwi dilahirkan pada 21 Juni 1994 di Kotabumi. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hidayat Prasetyo (Alm) dan Ibu Darmi Sukirman. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PGRI

Candimas pada tahun 2000. Pendidikan dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SDN 1 Kalibening yang diselesaikan pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SMPN 7 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2009. Pendidikan tingkat atas dilanjutkan di SMAN 3 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis

terdaftar sebagai mahasiswi Biologi FMIPA melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan.

Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA dan Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Sains Dasar,

Pengenalan Alat Laboratorium, Genetika, Ornitologi, Ekologi, Ekologi Hidupan Liar, Fisiologi Tumbuhan di Jurusan Biologi FMIPA. Penulis melaksanakan Kerja Praktik di Yayasan Inisisasi Alam Rehabilitasi Indonnesia pada tahun 2015.

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang selalu memberikan nikmat-Nya dalam hidupku dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ku Persembahkan karya ini sebagai tanda bukti, terimakasihku, dan cinta kasih yang terdalam kepada orang-orang yang telah berjasa dalam hidupku.

Ibuku tercinta yang menjadi sosok Ibu dan Bapak sekaligus, you’re my hero. Maafkan aku yang baru hanya bisa memberikan karya kecil ini. Terimakasih

untuk semua yang diberikan kepadaku atas doa, kasih sayang, dukungan, semangat, cinta, bimbingan, didikan, semuanya. I LOVE YOU MOM. Terimakasih kepada Bapakku yang telah memberikan doa, kasih sayang, cinta, nasehat, didikan, arahan, ajaran dan semuanya. Aku yakin Bapak pasti senyum

dan mendoakanku dari surga-Nya, I MISS YOU DAD. Kepada Adikku yang selalu mendukung dan mengingatkanku akan tanggung jawabku kedepan. Kebahagiaan tiada tara telah diberi keluarga yang luar biasa, keluarga yang

(8)

Bapak-Ibu Dosen dan Bapak-Ibu Guru

Terimakasih atas pengetahuan dan budi pekerti yang telah membuat saya mandiri dan dewasa.

Saudara dan sahabat tercinta yang senantiasa memberi semangat, bantuan, canda tawa, suka duka, hiburan dan dukungannya.

dan

(9)

MOTTO

Selalu semangat dan optimis, serta pantang menyerah.

Simpan kesedihan, tunjukkan keceriaan, dan tetap menjadi diri sendiri sampai kapanpun dan dimanapun.

Biarkanlah mereka menghina, berkata apapun, mencacimu, tanggapi dengan senyuman dan yakin kepada ALLAH, pasti mereka yang menghina akan

datang dan meminta bantuanmu serta akan merasa malu padamu. _Henny Indah Pertiwi_

“Jadilah seseorang yang berisi tapi tetap merunduk.” _Bapak (pesan)_

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

_Q.S. Al-Insyirah 5-6_

“Berdamailah dengan kelemahannmu, maka akan muncul kepercayaan diri dan sambutlah kebahagiaanmu.”

_Hitam Putih_

“Orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu dan orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan.”

(10)

SANWACANA

Puji Syukur Penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Respon Kukang Sumatera (Nycticebus coucang Boddaert, 1785) terhadap Tanda-Tanda Keberadaan Predator di Kandang Rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor”. Ucapan terimakasih dan penghargaan sebesar-besarnya penulis tujukan kepada semua pihak yang membantu sejak memulai kegiatan sampai terselesaikan skripsi ini, ucapan tulus penulis sampaikan kepada:

 Bapak Jani Master, M.Si., selaku Pembimbing I yang dengan sabar membimbing, memberi perhatian, semangat, ilmu, arahan, ide, saran, dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Ibu Indah Winarti, M.Si., selaku Pembimbing II dari Yayayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI), Bogor yang telah memberikan perhatian dan pengalaman, merelakan waktunya untuk membimbing penulis, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku pembahas dan sekaligus Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan

(11)

masukan, kritik, nasehat, dukungan, bimbingan dan koreksi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Yayasan Inisisasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang telah memberikan kesempatan bagi penulis mendapatkan pengalaman, fasilitas penelitian dan melakukan penelitian di kandang rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor.

 Yayasan SIOUX Indonesia, Komunitas Atrox Lampung, Komunitas BORA Bogor, dan mahasiswa IPB yang telah membantu penulis menyediakan sampel perlakuan dan berbagi ilmu serta pengalaman kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

 Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si., selaku Pembimbing Akademik selalu memberikan dukungan, nasehat, arahan, dan berbagi ilmunya pada penulis dalam menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.

 Bapak Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Lampung.

 Bapak-Ibu Dosen dan Bapak-Ibu Guru yang telah membagi ilmunya dan mendidik penulis sampai sekarang.

 Staf dan Laboran Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis.

 Ibu dan adik perempuan penulis yang tersayang telah mendoakan, mendukung dan memberikan semangatnya dari awal hingga nanti.  Semangat Bapak dari surga yang selalu mendampingi penulis dalam

(12)

Seluruh Kukang Crew YIARI, Bogor yang telah memberikan bimbingan, ilmu, bantuan, dorongan dan semangat serta canda tawa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

 Teh Yuli dan Namrata YIARI, Bogor yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya dalam menganalisis dan menyajikan data yang baik sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

 Seluruh staf YIARI, Bogor yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kemudahan, dan dorongan semangat sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

 Fahmi Fuadi yang memberi semangat dan dukunannya kepada penulis, dan sahabat tersayang Khorik Istiana, Mustika Dwihandayani, Nora Rukmana, Erika Oktavia Gindhi, Icsni Poppy Resta, Lutfi Kurniati Barokah, serta RT 3 (Fitriyanti, Audina Rizky Agustin, dan Putri Widya Utami) dalam memberi kebahagiaan, canda tawa, suka duka, dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Teman satu Pembimbing Akademik yaitu Poppy dan Imamah yang memberikan dukungan kepada penulis.

 Keluarga Biologi 2012 : Huda, Marli, Kadek, Apri, Agung, Abdi, Jevika, Dewi, Arum, Sheila, Olin, Rahma, Laras, Yelbi, Aida, Ambar, Dwi, mbak Emil, Imamah, Sayu, Amalia, Fai, Etika, Puty, Welmi, Minggar, Amanda, Naomi, Afrisa, Linda, Nisa, Wina, Della, Propalia, Pepti, Bebi, Putri Rahayu, Sabrina, Luna, Riza, Reni, Nindya, Lulu, Kasmita, Ria, Asri, Lia, Aska, nikken, mbak Indii, Kak Nike, Catur yang memberikan semangat, dorongan,

(13)

nasehat, bantuan dan tentunya canda tawa yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.

 Kaka tingkat angkatan 2010 dan 2011 yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pengalaman kepada penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.

 Adik Tingkat angkatan 2013, 2014, dan 2015 terimakasih atas kebersamaan, keceriaan, dan suka duka selama ini.

 Seluruh Wadya Balad HIMBIO yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas semangat dan dukungannya.

 Almamater tercinta Universitas Lampung.

Semoga ALLAH SWT membalas kasih sayang kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Juli 2016 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... COVER... LEMBAR MENYETUJUI... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... MOTTO... LEMBAR PERSEMBAHAN... SANWACANA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEl... DAFTAR GAMBAR... I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang ... B. Tujuan Penelitian ... C. Manfaat Penelitian ... D. Kerangka Pemikiran ...

II. TINJAUAN PUSTAKA ... A. Taksonomi Kukang Sumatera ... B. Morfologi Kukang Sumatera ... 1. Warna Rambut ... 2. Pola dan Warna Garpu ... 3. Warna Garis Punggung ... 4. Ukuran Tubuh ... 5. Jari-Jari ... 6. Tapetum lucidum ... 7. Rhinarium ... 8. Gigi Sisir ... C. Indera Penciuman dan Pendengaran ... D. Perilaku ... 1. Aktif Sendiri ... i ii iii iv v vi vii ix xiii xv xvi 1 1 3 3 4 5 5 5 5 6 6 7 7 7 8 8 9 10 10

(15)

2.Makan ... 3.Tidur ... 4. Interaksi Sosial ... E. Predator... 1. Respon terhadap Predator ... F. Yayaysan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) ...

III. METODE PENELITIAN ... A. Waktu dan Tempat Penelitian ... B. Alat dan Bahan Penelitian ... C. Cara Kerja ...

1. Tahap Pra Perlakuan ... 2. Tahap Perlakuan ... 3. Tahap Pasca Perlakuan ... E. Analisa Data ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A. Asal Kukang Sumatera ... B. Respon ... 1. Kehadiran Respon yang paling Umum ... 2. Hubungan Kehadiran Respon dengan Perilaku Normal terhadap

Fase Perlakuan ... 3. Jenis Perlakuan yang Memperlihatkan Respon Tertinggi ... 4. Kecepatan Merespon ...

V. SIMPULAN DAN SARAN ... A. Simpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... 11 12 12 13 16 17 19 19 19 21 23 25 28 28 29 29 31 31 34 38 39 41 41 41 43 48

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase pengambilan data pada tiap tahap .………... Tabel 2. Pengambilan data pada tahap perlakuan dengan tanda-tanda

keberadaan predator ... Tabel 3. Kukang sumatera yang diamati pada kandang pusat rehabilitasi

YIARI Ciapus, Bogor ... Tabel 4. Ethogram Anderson (2015) yang merupakan hasil adaptasikan dari

Fitch-Snyder and Schulze, 2003; Rode-Margono et al., 2014; Moore et al., 2015 ... 22 27 29 49 Halaman

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Warna rambut kukang sumatera ... Gambar 2. Pola dan warna garpu kukang sumatera………..…………... Gambar 3. Toilet claw kukang.………...………….. Gambar 4. Tapetum lucidum kukang yang terlihat pada kondisi gelap ... Gambar 5. Rhinarium kukang ...……….. Gambar 6. Struktur gigi sisir (tooth comb) pada Loris tardigradus nordicus,

lidah untuk membersihkan tooth comb, organ olfaktori ...……... Gambar 7. Perilaku aktif sendiri pada kukang ..………... Gambar 8. A) Duduk istirahat, B) Sleeping ball ..……….... Gambar 9. A) Allo-grooming, B) Assertion ...……….. Gambar 10. Ular sanca kembang ...…………... Gambar 11. A) Feses ular, B) Hasil pengelupasan kulit ... Gambar 12. Freeze pada kukang ... Gambar 13. Frekuensi suara yang dapat didengar oleh kukang ... Gambar 14. Posisi kandang kukang sumatera yang diamati ... Gambar 15. A) Amstrong, B) Cute, C) Phartos, D) Dandenlion, E) Tamper,

F) Poppy, G) Tyson, dan H) Willy ... Gambar 16. Kandang A) Sanctuary, B) Individu 5, C) D2, D) E8 ... Gambar 17. Kehadiran respon kukang sumatera ... Gambar 18. Respon kukang sumatera dengan perilaku normal pada fase

pasca 2 ... Gambar 19. Respon kukang sumatera dengan perilaku normal pada fase

perlakuan ... Gambar 20. Respon kukang sumatera dengan perilaku normal pada fase

pasca 1 ... Gambar 21. Respon kukang sumatera dengan perilaku normal pada fase

pasca 2 ... Gambar 22. Hubungan kehadiran respon dengan perilaku normal antar

fase kukang sumatera ... Gambar 23. Jenis perlakuan yang memperlihatkan respon tertinggi ... Gambar 24. Posisi sampel perlakuan di kandang pengamatan ... Gambar 25. Interaksi Cute terhadap perlakuan urin ... Gambar 26. Salah satu ular sanca yang dikoleksi urin dan fesesnya ... Gambar 27. Sampel feses ular yang telah dikoleksi ...

6 6 7 8 8 9 11 12 13 15 16 17 20 23 30 31 33 34 35 36 37 38 39 50 50 51 51 Halaman

(18)

Gambar 28. Sampel urin ular sanca yang telah dikoleksi ... Gamabr 29. Alat dan bahan yang digunakan dalam perlakuan uri dan feses ... Gambar 30. Recorder yang berfungsi untuk merekam suara ular sanca ... Gambar 31. Portable speaker yang berfungsi untuk memutar suara ular

Sanca ... 52 52 53 53

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kukang termasuk golongan primata primitif nokturnal, arboreal, dan soliter yang tersebar di seluruh Asia. Kukang termasuk satwa yang eksotis (Nursahid, 2001) dan primata yang paling diminati sebagai satwa

peliharaan. Kukang termasuk dalam spesies utama yang diburu dan diperdagangkan. Berdasarkan data dari tahun 1997-2008, kukang sumatera merupakan salah satu satwa paling sering dijumpai untuk

diperdagangkan. Pada periode waktu tersebut dijumpai 1.953 primata dari 10 spesies dan kukang sumatera terdapat 714 ekor yang diperdagangkan secara terbuka (WCS, 2015). Populasi kukang sumatera saat ini

diperkirakan cenderung menurun karena kerusakan habitat dan perburuan bahkan diindikasikan terjadi kepunahan lokal (Nekaris et al., 2008). Kukang sumatera (Nycticebus coucang) termasuk dalam Apendiks I menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) (2007) dan status konservasinya

vulnerable (rentan) menurut International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) (2008).

(20)

Kukang yang berasal dari perdagangan membutuhkan rehabilitasi. Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) merupakan

oraganisasi nirlaba yang bergerak di bidang penyelamatan dan konservasi satwa liar di Indonesia. Organisasi ini melakukan rehabilitasi primata salah satunya adalah kukang. Rehabilitasi merupakan proses

pembelajaran kukang untuk pakan alami dan pengenalan predasi. Selain untuk mempersiapkan satwa tersebut tetapi juga untuk mengembalikan dan mempertahankan populasi liar (Guy et al., 2013).

Lokasi pelepasliaran kukang sumatera hasil rehabilitasi YIARI adalah kawasan Hutan Lindung Batutegi, Tanggamus Lampung. Luas Hutan Lindung Batutegi adalah ± 58.174 ha, sedangkan ± 10.000 ha dari areal Hutan Lindung Batutegi merupakan kawasan lindung sebagai lokasi pelepasliaran satwa (Dishutprov Lampung, 2013). Terdapat dua kejadian kukang sumatera mati dimangsa oleh ular sanca (Python sp.). Kejadian pertama dari keenam ekor kukang sumatera yang dilepasliarkan, satu ekor kukang sumatera yang bernama Winar mati dimangsa oleh ular sanca kembang (Python reticulatus) (YIARI, 2012). Berdasarkan data YIARI (2013) kukang sumatera yang telah dilepasliarkan pada tahun sebelumnya yakni Seblat, kukang ini ditemukan mati karena dimangsa oleh predator elang dan ular sanca. Wiens dan Zitzmann (1999) menyatakan kukang sumatera mati dimangsa oleh ular sanca kembang. Oleh sebab itu, kukang yang direhabilitasi membutuhkan pembelajaran predasi. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai predator alami kukang sumatera dan respon

(21)

kukang sumatera terhadap predator. Penelitian ini dilakuan untuk mengetahui respon terhadap tanda-tanda keberadaan predator alami kukang sumatera yakni ular sanca di kandang rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor. Pelatihan satwa ini dalam mengenali berbagai stimulus predator sebelum dilepasliarkan ke alam.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan respon dan menguji kemampuan olfaktori (penciuman) dan auditori (pendengaran) kukang sumatera terhadap tanda-tanda keberadaan predator ular sanca sebagai stimulus respon kukang di kandang Rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor. Stimulus olfaktori yang digunakan adalah urin dan feses ular sanca, sedangkan stimulus auditori yang digunakan adalah suara ular sanca.

C. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi ilmiah mengenai respon kukang terhadap tanda-tanda keberadaan predator ular sanca yang mendukung proses rehabilitasi sebelum pelepasliaran satwa tersebut di alam.

(22)

D. Kerangka Pemikiran

Perdagangan satwa yang dilindungi semakin meningkat. Kukang

sumatera merupakan satwa yang dilindungi namun paling diminati sebagai satwa peliharaan, karena satwa ini termasuk satwa yang eksotis. Kukang dari perdagangan sangat membutuhkan rehabilitasi. Berdasarkan ancaman tersebut, YIARI berupaya melakukan penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran kukang. Lokasi pelepasliarkan kukang sumatera hasil rehabilitasi YIARI di Hutan Lindung Batutegi, Tanggamus Lampung. Berdasarkan data YIARI (2012) salah satu kukang sumatera mati

dimangsa oleh ular sanca kembang. Seekor kukang sumatera yang telah dilepasliarkan pada tahun sebelumnya, kukang ini ditemukan mati

dimangsa elang dan ular sanca (YIARI, 2013). Berdasarkan data tersebut, maka kukang sumatera sangat perlu mengenali predatornya pada proses rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan proses pembelajaran kukang untuk pakan alami dan pengenalan predasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kemampuan olfaktori dan auditori kukang terhadap tanda-tanda keberadaan predator ular sanca sebagai stimulus respon kukang di kandang Rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor. Stimulus olfaktori yang digunakan adalah urin dan feses ular sanca, sedangkan stimulus auditori yang digunakan adalah suara ular sanca. Penelitian ini dapat mendukung proses rehabilitasi sebelum pelepasliaran satwa tersebut ke alam.

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Taksonomi Kukang Sumatera

Klasifikasi kukang sumatera berdasarkan Boddaert (1785): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Order : Primata Family : Lorisidae Genus : Nycticebus

Species : N. coucang Boddaert, 1785 (IUCN, 2008).

B. Morfologi Kukang Sumatera

1. Warna Rambut

Kukang sumatera dewasa memiliki rambut yang tebal dan halus (Napier, 1976). Warna rambut yang menutupi seluruh tubuhnya berwarna mulai coklat-cappucino hingga coklat muda (Winarti, 2015).

(24)

Gambar 1. Warna rambut kukang sumatera (Winarti, 2015)

2. Pola dan Warna Garpu

Garpu kepala kukang sumatera memiliki warna coklat kemerahan dengan pola dahi tidak jelas (YIARI, 2011). Karakter pola garpu pangkal membaur dan membundar (Winarti, 2015).

Gambar 2. Pola dan warna garpu kukang sumatera (Winarti, 2015)

3. Warna Garis Punggung

Punggung kukang terdapat garis berwarna coklat tua yang berawal dari pangkal ekor hingga dahi dan bercabang kearah mata dan telinga, mengelilingi keduanya (Nowak, 1999). Warna garis punggung tidak sama dengan warna pola garpu (Winarti, 2015).

(25)

4. Ukuran Tubuh

Berat tubuh kukang yakni berkisar 700-900 gram dengan panjang tubuh 250-280 mm (Winarti, 2015).

5. Jari-Jari

Kukang mempunyai jari-jari yang pendek dan jarak antara jari pertama dan keduanya jauh sehingga mampu mencengkram dengan kuat (Nowak, 1999). Toilet claw merupakan cakar atau kuku panjang dan tajam yang terdapat pada jari telunjuk pada alat gerak bagian belakang (Napier dan Napier, 1985; Rowe, 1996). Toilet claw ini berfungsi untuk menelisik atau membersihkan diri.

Gambar 3. Toilet claw kukang (Winarti, 2011)

6. Tapetum lucidum

Kukang memiliki lapisan pada matanya yang terletak di belakang retina. Lapisan tersebut sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini disebut tapetum lucidum yang membantu penglihatan satwa ini saat aktif di malam hari. Pada kondisi gelap mata kukang akan tampak berwarna oranye (Schulze, 2003). Mata kukang mempunyai kemampuan stereoskopis terbatas. Mata stereoskopis berperan untuk membedakan

(26)

warna dan memberi perkiraan jarak. Sel kerucut kukang tidak mampu membedakan warna (Kawamura dan Kubotera, 2004).

Gambar 4. Tapetum lucidum kukang yang terlihat pada kondisi gelap (Winarti, 2011)

7. Rhinarium

Kukang memiliki rhinarium yakni ujung hidung yang selalu lembab dan basah. Rhinarium ini berfungsi untuk membantu daya penciuman kukang dalam mengenali jejak bau kukang lainnya (Napier dan Napier, 1985; Rowe, 1996).

Gambar 5. Rhinarium kukang (Winarti, 2011)

8. Gigi Sisir

Kukang juga memiliki tooth comb atau gigi sisir (Gambar 6) yang berfungsi untuk membersihkan rambutnya saat menyelisik (grooming). Gigi ini merupakan empat gigi seri rahang bawah dengan arah

(27)

tumbuhnya secara horizontal, sama halnya dengan fungsi toilet claw yakni untuk menelisik.

Gambar 6.Struktur gigi sisir (tooth comb) pada Loris tardigradus nordicus, lidah untuk membersihkan tooth comb, organ olfaktori (Loris Husbandry manual, 2003).

C. Indera Penciuman dan Pendengaran

Indera penciuman atau disebut olfaktori yaitu lapisan lendir bagian atas. Ephitelium pembau mengandung berjuta-juta sel olfaktori dari yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai rambut pembau. Pada ujung-ujung rambut pembau bereaksi terhadap bahan kima bau-bauan di udara. Telinga berfungsi sebagai indera pendengaran atau auditori mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Reseptor yang ada pada telinga akan menerima rangsangan bunyi dan mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah (Susanto, 2013).

(28)

D Perilaku

Kukang merupakan primata yang aktif pada malam hari (nocturnal) dan tinggal diatas pohon (arboreal) (Wiens, 2002). Kukang mulai aktif setelah matahari terbenam. Satwa ini aktif pada pukul 21.00-00.00 WIB di alam, sedangkan penurunan aktifitas secara drastis saat terbitnya matahari (Nekaris, 2001). Menurut Wiens (2002) terdapat empat pola aktifitas nokturnal kukang, yaitu:

1. Aktif Sendiri

Menurut Wiens (2002), aktif sendiri merupakan aktifitas kukang yang dilakukan tanpa individu lainnya. Aktifitas sendiri ini meliputi lokomosi, menelisik sendiri (auto-grooming), dan lain-lain yang tidak berhubungan dengan individu lainnya. Aktifitas sendiri dapat dilihat pada Gambar 7.

(29)

Gambar 7. Perilaku aktif sendiri pada kukang. A) berjalan, B) mencium bau, C) menelisik sendiri, D) menggaruk bagian tubuh, E) mencari makan, F) menutupi muka, G) penendaan dengan urin, dan H) berdiri dengan kedua kaki ( Fitch-Snyder et al., 1999).

2. Makan

Makan adalah aktivitas memasukkan makanan ke dalam mulut (Bottcher-Law et al., 2001), Kukang termasuk hewan omnivora. Pada umumnya, kukang memakan tumbuh-tumbuhan. Kukang juga memakan serangga, sedangkan kukang memiliki cara tersendiri untuk minum. Selain dengan cara meminum langsung, kukang juga sering menggunakan tangannya untuk menggenggam air atau nektar (Fitch-Snyder et al., 1999).

(30)

3. Tidur

Menurut Bottcher-Law, L., Fitch, dan Schulze (2001) perilaku tidur merupakan pada saat kukang dalam keadaan mata tertutup dan dalam keadaan diam. Kukang tidur di dahan atau lubang pohon yang tinggi. Tempat tidur yang dipilih memungkinkan mereka bersembunyi dengan aman seperti dahan, ranting, pelepah palem, atau liana. Selain bagian vegetasi tersebut kukang tidak pernah menggunakan lubang pohon atau tempat tidur lainnya (Wiens, 2002). Kukang beristirahat dalam keadaan duduk (Gambar 8A) (Schulze, 2002) dan dalam keadaan tidur membentuk bola atau sleeping ball (Gambar 8B).

Gambar 8. A) duduk istirahat, B ) Sleeping ball (Fitch-Snyder et al., 1999).

4. Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan aktivitas melibatkan dua individu atau lebih. Kukang memiliki sistem komunikasi dengan penandaan daerah teritori dengan penandaan urin, vokalisasi untuk menarik lawan jenis, dan komunikasi taktil yakni allo-grooming (menelisik satu sama lain).

(31)

Assertion atau membagi makanan dengan sesamanya (Gambar 9) (Wiens, 2002).

Gambar 9. A) Allo-grooming, B) Assertion (Fitch-Snyder et al., 1999)

E. Predator

Predator merupakan organisme yang memburu dan memakan mangsanya (Suzyanna, 2013). Predator kukang sumatera selain manusia adalah orang utan, elang dan ular sanca. Orang utan sumatera (Pongo abelii) dilaporkan memangsa kukang di Taman Nasional Gunung Leuser (Utami dan van Hooff, 1997). Wiens dan Zitzmann (1999) menyatakan kukang sumatera dibunuh oleh ular sanca kembang. Ular sanca merupakan predator yang paling sering dilaporkan memangsa kukang. Berdasarkan data YIARI (2012) kukang sumatera yang telah dilepasliarkan di Kawasan Hutan Lindung Batutegi, Tanggamus mati dimangsa oleh ular sanca kembang. Kukang sumatera yang telah dilepaskan pada tahun sebelumnya juga ditemukan mati dimangsa elang dan ular sanca (YIARI, 2013).

(32)

Ular merupakan satwa yang tidak memiliki kaki dan bertubuh panjang. Ular memiliki sisik dan masuk kedalam golongan squamata (Matswapati, 2009). Satwa ini hidup dan tersebar di belahan dunia kecuali Antartika (Fowler, 1986). Pythonidae merupakan salah satu keluarga ular termasuk ular besar. Klasifikasi ular sanca yakni:

Klasifikasi ular sanca : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Reptilia Order : Squamata Suborder : Serpentes Family : Pythonidae Genus : Python

Species : Python sp. (Iskandar dan Colijn, 2002).

Ular sanca kembang memiliki corak sisik yang unik dan merupakan perpaduan warna coklat, emas hitam dan putih (Tweedie, 1984 dan Mehrtens, 1987). Selama hidup ular ini dapat memiliki panjang tubuh mencapai 11 meter (Pope, 1949 dan Mehrtens, 1987) dan bobot dapat mencapai 158 kg (Mexico, 2000). Ciri-ciri ular sanca batik dapat dilihat pada Gambar 10.

(33)

Gambar 10. Ular sanca kembang (Nasional.republika.co.id, 2013)

Habitat ular sanca kembang yakni hutan yang lebat rumputnya dan termasuk hutan tropis, banyak ditemukan di dekat sungai (Mehrtens, 1987). Hutan Lindung Batutegi Kabupaten Tanggamus, Lampung sebagai tempat pelepasliaran kukang sumatera merupakan habitat yang cocok untuk ular sanca ini. Ular sanca kembang merupakan pemburu nokturnal yang sangat berggantung pada taktik penyergapan. Ular ini mempunyai kemampuan berkamuflase sehingga mangsa tidak menyadari tentang keberadaannya (Aulya, 2003). Ular ini membelit untuk melumpuhkan mangsanya. Mangsa yang terbelit selain tidak dapat lagi bergerak juga kesulitan bernapas karena rongga dadanya tertekan oleh belitan ular (Daniel, 1992). Keberadaan ular dapat dilihat dari jejak kotoran yakni feses, hasil pengelupasan kulit, urin, dan sebagainya. Jejak sekunder ular ini dapat dilihat dari Gambar 11.

(34)

Gambar 11. A). Feses ular B) Hasil pengelupasan kulit (Evo, 2014; Dwidana, 2015)

1. Respon terhadap Predator

Kukang bergerak cepat pada saat terancam dengan keempat anggota geraknya (Napier, 1985 dan Rowe, 1996). Reaksi dengan posisi berdiri atau duduk tanpa gerakan untuk beberapa detik karena adanya gangguan pada lingkungan disebut freeze (Gambar 12) (Fitch-Snyder dan Schulze, 2003). Respon kukang sumatera terhadap model predator yang dilakukan di kandang rehabilitasi terlihat perilaku kewaspadaan satu hari setelah training. Hal ini tidak bertahan lama sebab pengamatan pada hari ke-9 kukang menunjukkan perilaku ketidakwaspadaan yang menurun. Pembiasan yang diterima oleh kukang terhadap model predator (Anderson, 2015).

(35)

Gambar 12. Freeze pada kukang (Fitch-Snyder dan Schulze, 2003)

F. Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI)

Yayasan Inisisasi Alam Rehabilitasi Indonesia merupakan lembaga nirlaba yang bergerak di bidang penyelamatan terhadap satwa liar di Indonesia. YIARI berdiri sejak tanggal 29 Januari 2007 (Wibowo, 2014). Kegiatan utama yang dilakukan oleh YIARI yakni Rescue,

Rehabilitation, dan Release. Rescue (penyelamatan) merupakan

menyelamatkan satwa baik berada di alam liar maupun sudah dipelihara oleh manusia. Rehabilitation (rehabilitasi) merupakan perawatan dan pembinaan supaya satwa dapat hidup di habitat alaminya dan

mempertahankan populasinya. Release (pelepasliaran) merupakan upaya akhir dari proses penyelamatan untuk dikembalikan ke alam. Kegiatan ini terfokus pada kukang, orangutan, monyet ekor panjang dan beruk. YIARI terbentuk atas dukungan penuh dari Organisasi International Animal Rescue yang berpusat di United Kingdom sebagai organisasi

(36)

pemerhati satwa yang mempunyai kepedulian besar terhadap satwa-satwa di dunia.

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2016. Penelitian ini merupakan hasil kerjasama dengan YIARI. Lokasi

penelitian ini dilaksanakan di kandang Pusat Rehabilitasi YIARI Ciapus, Bogor.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada saat penelitian ini meliputi headlamp, kamera digital NIKON Coolpix, Portable Speaker tipe 200 N, Ethogram, lembar data, alat tulis, SONY IC recorder, botol pot 50 gram, box kecil dan syringe. Adapun bahan yang digunakan meliputi kukang sumatera (kandidat pelepasliaran dengan kriteria sehat fisik dan tubuh lengkap), sampel feses dan urin ular sanca (maksimum umur feses dan urin 48 jam), dan rekaman suara ular sanca (tanda-tanda keberadaan predator). Sampel feses dan urin ular sanca didapatkan dari Yayasan SIOUX Indonesia, Komunitas BORA Bogor, mahasiswa IPB dan Pasar Barito Jakarta, sedangkan suara ular sanca didapatkan dari Yayasan Sioux Indonesia.

(38)

1. Sony IC recorder berfungsi untuk merekam suara ular sanca bodo (Python molurus). Pengaturan frekuensi 11.000 Hz dan proses editing dengan aplikasi Audacity win 2.1.2. Pengaturan besarnya frekuensi tersebut berdasarkan suara terendah yang dapat didengar oleh ular Python regius yakni 80 Hz (Christensen, Dalsgard, Brandt, dan Madsen,2012). Adapun suara terendah yang dapat didengar oleh kukang yakni 9 kHz (Gambar 13). Peneliti beranggapan bahwa dengan pengaturan frekuensi 11.000 Hz dapat didengar oleh kukang sumatera.

Gambar 13. Frekuensi suara yang dapat didengar oleh kukang (Heffnerdan Masterton, 1970).

2. Portable Speaker tipe 200 N berfungsi untuk memutar suara ular sanca yang telah diatur sebelumnya.

3. Ethogram merupakan katalog perilaku yang digunakan oleh YIARI yakni Loris Behavior Ethogram dan penambahan katalog yang

(39)

digunakan oleh Anderson (2015) yang diadaptasikan dari Fitch-Snyder dan Schulze, 2003; Rode-Margono et al., 2014; Moore et al., 2015 (Lampiran).

4. Botol pot 50 gram berfungsi sebagai tempat feses maupun urin ular sanca yang segar.

5. Box kecil berfungsi untuk menyimpan feses, urin maupun kombinasi (urin+feses) dengan beberapa daun yang berasal dari luar kandang sebelum diletakkan ke dalam kandang (menjaga agar tidak menguap yang berlebihan).

6. Syringe berfungsi untuk mengukur volume urin ular sanca yang akan digunakan yakni 5 ml.

C. Cara Kerja

Penelitian dilakukan selama 24 hari terhadap 4 pasang kukang sumatera yang berada dalama kandang terpisah. Tiap kandang diamati selama 4 hari dengan pengambilan data ada 3 tahap yakni tahap pra perlakuan, perlakuan, pasca perlakuan dengan fase tiap tahapnya sebagai berikut:

(40)

Tabel 1. Fase pengambilan data pada tiap tahap

No. Fase Aktivitas

1 Pra Pengamatan perilaku sebelum diberikan

perlakuan (pukul 20.25-20.55 WIB) 2 Perlakuan Pengamatan perilaku saat diberikan

perlakuan berupa tanda-tanda keberadaan predator (21.00-21.30 WIB)*

3 Pasca Perlakuan 1 Pengamatan perilaku sesaat setelah tidak ada lagi perlakuan (pukul 21:35-22.05 WIB)

4 Pasca Perlakuan 2 Pengamatan perilaku setelah pemberian pakan (pukul 23.30-00.00 WIB)

Ket: * Fase perlakuan pada tahap Pra dan tahap Pasca tidak diberikan tanda-tanda keberadaan predator.

Posisi kandang kukang sumatera yang akan diamati dapat dilihat pada Gambar 14. Kukang sumatera yang akan diamati selain kandidat pelepasliaran tetapi juga posisi kandang yang berjauhan, sehingga perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh dengan kukang yang akan diamati pada hari selanjutnya.

(41)

Gambar 14. Posisi kandang kukang sumatera yang akan diamati dan penempatan sampel suara.

Ket: Kandang 1 : Tyson dan Willy

Kandang 2 : Phartos dan Dandanlion Kandang 3 : Amstrong dan Cute

Kandang 4 : Tamper dan Poppy

Kandang pengamatan Blok Kandang

Letak perlakuan suara ular sanca

Tahap 1. Pra Perlakuan

Tahap ini merupakan tahap pengambilan data tanpa perlakuan (pemberian tanda-tanda keberadaan predator). Tujuan dilakukan tahap pra perlakuan yakni untuk mengetahui perilaku normal kukang sumatera yang diamati. Tahap ini dilakukan selama 4 hari dengan metode Scan Sampling yakni metode untuk mengoleksi data per tiap individu dengan interval waktu 5 menit menggunakan Loris Behavior Ethogram yang digunakan oleh YIARI. E Kr C S A I T S T D B S S U 4 1 2 3

(42)

Parameter perilaku yang diamati yakni :

a. Inactive (IN) atau perilaku diam yakni di saat mata kukang terbuka namun tidak melakukan pergerakan.

b. Feeding (FE) atau perilaku makan sejak kukang mencium pakan, lalu menggigit dengan mulut atau mengambil pakan dengan satu atau kedua tanggannya dan mengunyah hingga selesai menelannya. c. Foraging (FO) atau perilaku mencari makan yakni ketika kukang

sedang bergerak menuju sumber pakan.

d. Travel (TR) atau perilaku berjalan yakni ketika kukang melakukan lokomosi dengan empat kaki secara mendatar atau bergelantunga. e. Perilaku bersuara yakni ketika kukang mengeluarkan suara, baik

menggeram, lengkingan, suara penyelidikan, dan siulan yang menunjukkan kukang estrus. Perilaku ini termasuk Other (OT) seperti suara, kencing berjalan, dan ekskresi.

f. Grooming (GR) atau periaku menelisik sendiri adalah perilaku membersihkan debu dan kotoran yang menempel pada rambut. Berfungsi juga untuk membersihkan sisa makanan pada tangan dengan menggunakan lidahnya serta menggaruk bagian yang gatal dengan cakar khusus. Cakar ini terdapat di kakinya yang

dilakukan menggantung atau duduk di dahan.

g. Social (SO) atau interaksi sosial meliputi interaksi antar individu, yakni saat kukang mendeteksi kehadiran individu lain, berkelahi dan menelisik bersama.

(43)

h. Agresssion (AG) atau Menyerang, bertahan, berkelahi,

mengancam, agresif, menonjol, mengalah, atau menjauh selama interaksi dengan sejenis.

i. Perilaku tidur dimana kukang dalam keadaan mata terutup dan tidak melakukan pergerakan apapun atau disebut tidur.

j. Abnormal (AB) atau perilaku menyimpang adalah perilaku di luar perilaku umum yang jarang terjadi di alam dan dilakukan secara terus menerus (Bottcher-Law, Fitch, dan Schulze, 2001).

Tahap 2. Perlakuan

Pada tahap ini pengambilan data dengan pemberian perlakuan berupa tanda-tanda keberadaan predator yakni feses, urin, dan suara ular sanca. Sampel tersebut diberikan secara bergantian untuk menghindari perilaku stres yang berakibat lebih terhadap aktivitas normalnya. Pemberian tanda-tanda keberadaan predator seperti urin dan feses akan diletakkan ke dalam box kecil bersama daun-daunan kecil (berasal dari luar kandang) dan memasukkannya ke dalam kandang kukang, sampel tersebut diletakkan di atas daun dengan ukuran lebih besar (supaya tidak membekas di lantai dan mudah dikeluarkan), sedangkan pemberian perlakuan suara predator dengan memutar rekaman tersebut di luar kandang selama 26 detik. Pemberian sampel feses dan urin berdurasi hanya 10 menit (karena hanya melihat respon dan mempertimbangkan kesejahteraan hewan).

Pengambilan data selama 16 hari, dengan 4 perlakuan dan 1 kali pengulangan.

(44)

Metode yang digunakan yakni Scan Sampling dengan interval waktu 5 menit kecuali pada waktu pengambilan pada fase perlakuan dengan interval waktu 20 detik menggunakan Loris Behavior Ethogram yang digunakan oleh YIARI dan penambahan Ethogram yang digunakan oleh Anderson (2015), ethogram ini merupakan hasil adaptasi dari Fitch-Snyder and Schulze, 2003; Rode-Margono et al., 2014; Moore et al., 2015 sebagai berikut:

1. Alert atau (A) atau perilaku istirahat tetap aktif namun tetap mengamati lingkungan.

2. Back Away (BA) atau perilaku berjalan mundur dengan mata tetap mengamati sampel.

3. Freeze (F) atau diam tanpa gerakan dalam posisi berdiri atau duduk untuk beberapa detik.

4. Scanning (S) atau perilaku istirahat tetap aktif namun mengamati sampel.

5. Object Interaction (OI) atau perilaku berinteraksi dengan sampel atau objek.

6. Growling (G) atau suara menggeram (Amanda, 2012).

Pengambilan data respon perilaku kukang sumatera terhadap tanda-tanda predator dapat dilihat pada Tabel 2.

(45)

Tabel 2. Pengambilan data pada tahap perlakuan dengan tanda-tanda keberadaan predator 1 2 3 4 1 U 2 U 3 U 4 U 5 F 6 F 7 F 8 F 9 S 10 S 11 S 12 S 13 F,U,S 14 F,U,S 15 F,U,S 16 F,U,S Ket:

Tanda-tanda keberadaan predator

F : Feses (menguji kemampuan olfaktori)

U : Urin (menguji kemampuan olfaktori)

S : Suara (menguji kemampuan auditori).

F,U,S : Gabungan dari Feses, Urin, dan Suara (menguji kemampuan

olfaktori dan auditori)

Adanya batasan pengambilan data tersebut karena pertimbangan utama yakni kesejahteraan kukang (animal welfare) tersebut, menjaga agar tidak stres sehingga tidak ada pengulangan dan adanya interval waktu antar perlakuan sampel yang akan diberikan. Berdasarkan hasil penelitian Anderson (2015) mengenai training berupa objek predator ular sanca dan dilakukan pengulangan terhadap stimulus predator tersebut kepada setiap kukang. Kukang menjadi terbiasa karena tidak mendapatkan bahaya dari stimulus tersebut.

Hari

ke-Kandang Batasan Pengambilan

data:

1. Tidak ada pengulangan 2. Ada jeda pemberian

sampel pada tiap kandang 3. Sesuai dengan ketersedian sampel dalam pemberian perlakuan

4. Jika perilaku kukang stres maka perlakuan sampel tersebut diberhentikan dan dilanjutkan

perlakuan sampel lainnya pada beberapa hari setelahnya

(46)

Tahap 3. Pasca Perlakuan

Tahap ini merupakan tahap akhir untuk pengambilan data tanpa perlakuan. Tujuan dari pengamatan ini yakni untuk melihat perilaku akibat dari tahap perlakuan sebelumnya, kemungkinan respon atau perilaku kewaspadaan tetap muncul. Tahap ini dilakukan selama 4 hari dengan metode Scan Sampling menggunakan Loris Behavior Ethogram yang digunakan oleh YIARI dan Ethogram yang digunakan oleh Anderson (2015). Ethogram yang digunakan oleh Anderson ini merupakan hasil adaptasi dari Fitch-Snyder and Schulze, 2003; Rode-Margono et al., 2014; Moore et al., 2015, dan Amanda (2012) pada tahap ini pengamatan yang dilakukan sama halnya dengan tahap perlakuan.

D. Analisis Data

Hasil yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan kemampuan olfaktori dan auditori serta gabungan keduanya dari kukang sumatera terhadap tanda-tanda predator dari respon perilakunya, selain itu juga membandingkan perilaku pada tiap fase dengan aplikasi SPSS 16.

(47)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kehadiran respon yang paling banyak muncul yakni alert dan scanning.

2. Semakin menjauhi fase perlakuan maka perilaku normal akan kembali setelah perlakuan dihentikan.

3. Daya pendengaran kukang sumatera merupakan kemampuan yang paling cepat untuk menanggapi respon. Secara keseluruhan penciuman kukang paling banyak dalam menanggapi respon.

B. Saran

Saran dari penulis adalah sebagai berikut:

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengayaan anti predator (antipredator enrichment) kukang sumatera dengan uji parameter lain. Hal tersebut untuk mendukung usaha pelepasliaran satwa tersebut di alam.

(48)

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai respon kukang sumatera terhadap predator lainnya seperti elang dan orang utan.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, G. 2013. Improving welfare for captive slow lorises (Nycticebus spp.) rescued from the illegal pet trade in Indonesia.(Disertasi). Oxford Brookes University. Amerika.

Anderson, R.M.,2015. Predator avoidance training in the Sunda slow loris, Nycticebus coucang, and the impacts on welfare. (Diseratasi).University of Edinburgh. Inggris.(Disertasi).Oxford brookes university. Amerika.

Auliya, M. 2003. Taxonomy, Life History and Conservation of Giant Reptiles in West Kalimantan (Indonesian Borneo). (Thesis), Universität Bonn, 513 pp. Bottcher-Law, L., H.Fitch., dan S.H.Schulze. 2001. Management of lories in

capacity: a husbandary manual for Asian Lories Nycticebus dan Loris spp. Cess Zool Soc San Diego. San Diego.

Christensen, C.B., J. C. Dalsgaard, C. Brandt, dan P.T. Madsen. 2012. Snakes hear by detection of sound-induced skull vibrations, good vibrations and poor sound pressure detection in royal python (Python regius). University Arhusiensis. Denmark.

(CITES) Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna. 2007. Consultation with range State on proposals to amend Appendices I and II [internet].Tersedia pada

http://www.cites.org/esp/app/appendices.php. Diunduh pada tanggal 1 Mei 2015.

Daniel, J.C. 1992. The Book of Indian Reptiles. Oxford University Press. Oxford. Dishutprov Lampung. 2013. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Gambaran

Umum KPHL Batutegi. Lampung.

Dwidana, D. 2015.Bagaimana cara mengatasi ular masuk rumah?. Tersedia pada http://dedenzoo.blogspot.co.id/2015/02/bagaimana-cara-mengatasi-ular-masuk.html. Diunduh pada tanggal 11 Juni 2016.

(50)

Eisenberg, J.F. 1981. The mammalian radiations: an analysis of trends in

evolution, adaptation, and behavior. University of Chicago Press. Chicago.

Evo. 2014. Khasiat dan Manfaat Kotoran/Tai Ular Piton atau Sanca Liar. [internet].Tersedia pada

http://khasiatmanfaatobat.blogspot.co.id/2014/01/khasiat-dan-manfaat-kotorantai-ular.html. Diunduh pada tanggal 11 Juni 2016.

Fitch-Snyder, H., H. Schulze. 2003. Management of Lorises in Captivity. A Husbandry Manual for Asian Lorisines (Nycticebus & Loris ssp.). Fitch-Snyder,H., M. S.Jurke., S. Juke, N.Tornatore. 1999. Data dari Husbandry

Manual for Asian Lorisines (Nycticebus & Loris ssp.). In: Conservation database for lorises and pottos, chapter: Behavior [internet]. Diakses pada http://www.loris–conservation.org/database/. Diunduh pada tanggal 9 November 2015.

Fowler, M.E. 1986. Zoo and Wild Animal Medicine; 2nd ed. W.B. Saunders Company. Philadelphia.

Gursky, S.L. 2012. The importance of olfaction for predator detection in spectral tarsiers. Departement of Anthropology. Texas A&M University. USA. Guy, A., D. Curnoe, P. Banks, 2013. A survey of current mammal rehabilitation

and release practices. Biodivers. Conserv. 22, 825-837.

Heffner, H dan B. Masterton. 1970. Hearing in primitive primates: slow loris(Nycticebus coucang) and potto (Perodicticus potto). Journal of Comparative and Physiological Psychology. 71 (2):175-182.

Iskandar, D.T. dan E.D. Colijn. 2002. A Checklist of Southeast Asian and New Guinean Reptils Part 1; Serpentes. Binamitra. Jakarta.

(IUCN) International Union for the Conservation of Nature dan Natural Resources. 2008. The IUCN red list of threatenedspecies species : Nycticebus coucang. Tersedia pada http://www.incnredlist.org. Diunduh pada tanggal 28 Januari 2016.

Kawamura S., dan N. Kubotera. 2004. Ancestral loss of short wave-sensitive cone visual pigment in lorisiform prosimians, contrasting with its strict

conservation in other prosimians. J Mol E vol 58:314–321. Loris Husbandry

Manual.http://www.loris-conservation.org/database/captive_care/manual/PDF/2b_Taxonomy.pdf. [internet] Diakses pada Tanggal 21 Januari 2016.

(51)

Matswapati, D. 2009. Biologi reproduksi ular sanca batik (Python reticulatus). (skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mehrtens, J.M. 1987. Living Snakes of The World; in Color. Sterling Publishing Co., Inc. New York.

Mexico T. 2000. Python reticulatus [internet]. Tersedia pada http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/

accounts/information/Python_reticulatus.html. Diunduh pada 10 November 2015.

Moore, R.S., F. Cabana, K.A.I. Nekaris. 2015. Factors influencing stereotypic behaviors of animals rescued from Asian animal markets: A slow loris case study.Appl. Anim. Behav. Sci. 166, 131-136.

Napier J.R, P.H. Napier. 1976. A Handbook of Living Primates. Academic Press. New York:

Napier, J.R., P.H.,\ Napier.1985. The Natural History of Primates. Cambridge: The MIT Press.

Nasional.republika.co.id. 2013.

https://www.google.com/search?q=ular+Python&tbm=isch&tbo=u&source =univ&sa=X&ved=0ahUKEwjKm972ndjKAhWIA44KHZtgBvQQsAQIK w&biw=1366&bih=657#imgrc=GCo7zk54-9qXRM%3A

.[internet].Republika.co.id, 19 Januari 2013. Diakses pada Tanggal 2 Januari 2016.

Nekaris, K A. I. 2001. Activity budget and positionl behavior of the Mysore slender loris (Loris tardigradus lydekkarianus): implication for “slow climbing” locomotion.Journal of Folia Primato. 72: 228-241

Nekaris, K.A. I dan M.Shekelle. 2008. Nycticebus javanicus. Dalam: IUCN 2014. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.2. [internet]. Tersedia pada : http://www.iucnredlist.org/details/39761/0. Diunduh pada 10

November 2015.

Nowak, R.M. 1999. Walker’s Primate of The World. The Jhons Hopkin’s University Press. USA.

Nursahid, R. 2001. Perdagangan Primata Ancaman Serius bagi Kelestarian Primata. Dalam: Prosiding Seminar Primatologi Indonesia 2000:

Konservasi Satwa Primata Tinjauan Ekologi, Sosial Ekonomi dan Medis dalam Pengembangan Iptek. Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada: 67-68. Yogyakarta.

(52)

Raharyono, D. dan E. T. Paripurno. 2001. Berkawan Harimau Bersama Alam. Tim Pembela dan Pencari Fakta Harimau Jawa, Kepuh Permai D. 27, Wedomartani, Nemplak. Yogyakarta, 55584.

Rode-Margono, E.J. Nijman, V. Wirdateti, K. 2014. Ethology of the Critically Endangered Javan slow loris Nycticebus javanicus É. Geoffroy Saint-Hilaire in West Java. Asian Primates. 4: 27-41.

Rowe, N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. East Hampton. Pogonias Pres. New York.

Schulze, H. 2002. Table 8a: weight; trunk measurements [internet]. Diakses pada www.lorisconservation.org/database/population_database//tables/08aweight _trunk meas.pdf. Diunduh pada tanggal 24 Januari 2016.

Schulze, H. 2003. Table 7c: skin: hands, feet-pals, soles, digital pads, rhinarium skis [internet]. Diakses pada

www.lorisconservation.org/database/population_database//tables/07palms_ pads_rhinarium.pdf. Diunduh pada tanggal 24 Januari 2016.

Snyder, H.F., H. Schulze, U. Strelcher.2008. Enclosure design for captive slow and pygmy lories. Primates of the oriental night.

Sutanto, G.N. 2013. Mekanisme sensoris dan motoris indera. [internet].Tersedia pada http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/2013/11/INDERA-Mekanisme-sensoris-dan-motoris.pdf. Diakses pada tanggal 25 Januari 2016.

Suzyanna.2013. Interaksi antara predator-prey dengan faktor permanen prey. Journal of Scientific Modeling and Computation. 1 (1).

Tweedie, M.W.F. 1984. The Snake of Malaya. Singapore National Printers. Singapura

Utami, S.S., van Hooff.1997.Meat eating by female sumatran orang utans (Pongo pygmaeus abelii). Am J Primatol. 43:159-165.

Vickery, S. 2003. Stereotypy in Caged Bears: Individual and Husbandry Factors .(Tesis). University of Oxford. Oxford (UK).

Wibowo, M. M. A. 2014. Kecacingan pada kukang jawa (Nycticebus javanicus) di pusat rehabilitasi satwa primata Yayasan International Animal Rescue Indonesia (YIARI). (skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wiens, F. 2002. Behavior and ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang): social organisation, infant care system and diet (Disertasi). Faculty of Biology, Chemistry and Geosciences of Bayreuth University. Bayreuth.

(53)

Wiens, F., A, Zitzmann. 1999.Predation on a wild slow loris (Nycticebus coucang) by reticulated Python (Python reticulatus). Folia Primatol.70, 362-364.

Winarti, I. 2011.Habitat, Populasi, dan Sebaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Winarti, I. 2015. Teknik identifikasi jenis kukang di Indonesia. Workshop Konservasi Kukang. Ciamis. Jawa Barat.

(WCS) Wildlife Conservation Society. 2015. Kejahatan terhadap satwa liar di Indonesia: Penilaian cepat terhadap pengetahuan, tren, dan prioritas aksi saat ini. WCS Indonesia Program. Indonesia.

(YIARI) Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia.2011. Kukang di Indonesia : di tengah maraknya perdagangan (gelap) satwa. YIARI. Bogor (ID). (YIARI) Yayasan International Animal Rescue Indonesia. 2012. Laporan tahunan

Pusat Rehabilitasi satwa liar Ciapus Yayasan IAR Indonesia.YIARI Ciapus.Bogor.

(YIARI) Yayasan International Animal Rescue Indonesia. 2013. Laporan tahunan Pusat Rehabilitasi satwa liar Ciapus Yayasan IAR Indonesia.YIARI

Gambar

Gambar 1. Warna rambut kukang sumatera (Winarti, 2015)
Gambar 5. Rhinarium kukang (Winarti, 2011)
Gambar 6.Struktur gigi sisir (tooth comb) pada Loris tardigradus nordicus, lidah untuk membersihkan tooth comb, organ olfaktori (Loris Husbandry manual, 2003).
Gambar 7. Perilaku aktif sendiri pada kukang. A) berjalan, B) mencium bau, C) menelisik sendiri, D) menggaruk bagian tubuh, E) mencari makan, F) menutupi muka, G) penendaan dengan urin, dan H) berdiri dengan kedua kaki ( Fitch-Snyder et al., 1999).
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hanya saja ada perbedaan mendasar antara kelompok syi’ah ini dengan golongan ahl sunnah (golongan mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadits. Golongan

Analisis ragam untuk data CN bebas (Tabel 1) menunjukkan bahwa F hitung untuk perlakuan metode, konsentrasi, dan interaksi antara metode dan konsentrasi lebih

Infrastruktur yang ada pada organisasi/perusahaan, telah mencakup lapisan transport yang merupakan lapisan yang menyediakan kemampuan jaringan/networking dan

Realisasi pembangunan perumahan di Salatiga bukan hanya pembangunan perumahan dalam arti sempit, namun juga mencakup pembangunan infrastruktur dasar perumahan pemukiman,

TO adalah total limbah bahan organik; TU adalah total pakan yang tidak dimakan dan TF adalah total feses yang dibuang. Hasil dari perhitungan ini akan diketahui

Kegiatan KKN yang kami laksanakan dikhususkan untuk masyarakat di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haraggaol Horison, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

Lampiran 61 .Perhitungan fase dan waktu sinyal hari Sabtu siang MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA Formulir SIG-IV SIMPANG BERSINYAL Formulir SIG-IV : PENENTUAN WAKTU SINYAL DAN

16.930.985.137 yang di dapat dari penerapan perencanaan pajak yaitu memberikan kompensasi secara tunai kepada karyawan dalam pos pengobatan dan dokter,