• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vol. III No Mei Oleh Agus Yadi ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Vol. III No Mei Oleh Agus Yadi ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PEKARANGAN SEBAGAI RUANG TERBUKA

HIJAU (RTH) DI PERUMAHAN KOTA

KECAMATAN INDRAMAYU

Studi Kasus di Perumahan BTN Lama dan BTN Bumi Mekar

Kota Indramayu

Oleh Agus Yadi

ABSTRAK

Penelitian ini didasarkan pada terjadinya konversi lahan pekarangan yang berfungsi sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota yang terdapat di perumahan kota kecamatan Indramayu. Tujuan pene-litian adalah ingin mengetahui luas pe-karangan yang potensial sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) berbagai tipe rumah dan luasan nya di perumahan kota keca-matan Indramayu, serta ingin mengetahui apa kah terdapat hubungan luas pekaran-gan se bagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan fungsi ekalogis pekarangan di pe-rumahan kota kecamatan Indramayu. Hasil penelitian menunjukan bahwa luas peka-rangan yang paling potensial sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi ekalogis dan estetika terdapat pada tipe rumah 54 den-gan luas pekaranden-gan 27m2, sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 yang

masing-ma-sing mempunyai luas pekarangan 7,5m2, 9,0m2, 9,0m2 dan 13,5 m2 kurang potensial sebagai RTH. Terdapat hubungan antara luas pekarangan sebagai RTH dan fungsi ekalogis pada luas pekarangan 7,5m2, 9,0m2, 9,0m2, 13,5 m2 dan 27 m2 dengan tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54 pada fugsi ekalogis yang berhubungan dengan fungsi konservasi fi sik kota dan fungsi pendu-kung pelestarian keanekaragaman hayati. Sedangkan untuk fungsi mikro untuk luas pekarangan 7,5m2, 9,0m2, 9,0m2 dan 13,5 m2 tidak bisa dianalisis, untuk tipe rumah 54 bisa dianalisis dengan hasil tidak ada hubungan antara luas pekarangan dengan fungsi iklimmikro.

Kata kunci: Pekarangan Potensial se-bagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat untuk menun-jang RTH publik.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya jum-lah penduduk dan berkembangnya pusat-pusat perkotaan, kebutuhan lahan untuk pemukiman pada saat ini cukup besar

teru-tama di kota-kota, untuk memenuhi kebu-tuhan lahan pemukiman di perkotaan dan dengan keterbatasan lahan untuk pemu-kiman diatur oleh Keputusan Presiden RI Nomor 29/1974, Keputusan Presiden RI Nomor 34/1974 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : B/49/MK/N/I/1974

(2)

Penugasan kepada Bank Tabungan Nega-ra (BTN) untuk menyelenggaNega-rakan pem-berian Kredit Pemilik Rumah (KPR) bagi perumahan yang di bangun pemerintah maupun swasta bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.

Dengan adanya keputusan presiden maka pembuatan rumah untuk pemuki-man tentang tipe rumah, luas lahan dan ruang terbuka kota (open spaces) sudah ditentukan oleh pengembang perumahan dan pemerintah.

Untuk mewujudkan suatu kota yang sejuk , nyaman, indah dan memiliki udara yang bersih merupakan suatu dambaan yang diinginkan oleh masyarakat perkota-an. Untuk mewujudkan hal tersebut ke-beradaan ruang terbuka hijau menjadi bahan dan rencana tata ruang wilayah, dan dalam pelaksanaannya harus disusun berdasarkan kajian dan budaya setempat

Supaya mendapatkan RTH yang fung-sional dan estetika dalam suatu perkotaan, maka luas minimal RTH menurut Per-mendagri (2007) adalah 20 % dari luas ka-wasan perkotaan yang mencakup RTH mi-lik umum, dan RTH mimi-lik privat / pribadi. Bentuk RTH publik berupa, taman-taman kota, jalur hijau jalan, dan tanaman-tanam-an dalam komplek perumahtanaman-tanam-an , sedtanaman-tanam-angktanaman-tanam-an RTH privat berupa perkarangan yang ber-ada di rumah-rumah perkotaan.

Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan baik RTH publik atau RTH privat keberadaannya susah dipre-diksi untuk bisa dipertahankan, karena banyak kendala seiring dengan berkem-bangnya pertambahan penduduk dan berkembangnya pusat-pusat perkotaan,

saat ini cukup besar. Sehingga sering meng ubah kualitas alami lahan/bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentuk Ruang Ter-buka Hijau lainnya.

Kecamatan Indramayu merupakan ke-camatan yang berada di Ibu Kota Kabupa-ten Indramayu. Sama halnya dengan kota-kota di kabupaten lainnya yang terdapat di Jawa Barat mengalami permasalahan yang sama mengenai kebutuhan lahan pemuki-man. Karena adanya keterbatasan lahan untuk pemukiman maka keberadaan Ru-ang Terbuka Hijau (RTH) milik umum dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik privat seperti pekarangan juga sangat terbatas.

Perumahan-perumahan yang ada di-perkotaan Indramayu yang terdiri dari berbagai tipe seperti tipe 21, 27, 36, 45, dan tipe 54 pada awalnya semua rumah memiliki pekarangan sebagai Ruang Ter-buka Hijau (RTH) milik privat. Meskipun luas pekarangan tidak sama tergantung tipe rumahnya. Semakin besar tipe rumah yang dimiliki maka luas pekarangan se-bagai RTH semakin besar pula ukuranya. Sebaliknya semakin kecil tipe rumah, maka luas pekarangan sebagai Ruang Ter-buka Hijau (RTH) semakin kecil luasnya.

Seiring dengan lamanya waktu hunian dan kebutuhan lahan untuk pemukiman semakin meningkat, maka akan terjadi pula konversi lahan yang berfungsi se-bagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) seperti lahan pekarangan. Sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) milik privat mengalami tekan-an ytekan-ang cukup serius ytekan-ang ditunjuktekan-an dengan adanya fakta di lapangan bahwa pekarangan sebagai Ruang Terbuka

(3)

Hi-beralih fungsi karena adanya tekanan un-tuk memenuhi kebutuhan unun-tuk menam-bah ruang terbangun.

Dengan adanya perubahan pekaran-gan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka dilkhawatirkan terjadi pula per-ubahan fungsi pekarangan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) milik privat yang ber-fungsi sebagai penunjang RTH publik un-tuk mendukung terwujudnya suatu ling-kungan yang dapat menopang kehidupan masyarakat kota dan fungsi ekologis di Kota Indramayu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menge-tahui luas pekarangan yang potensial se-bagai RTH pada berse-bagai tipe rumah dan luasnya, serta fungsi ekologis pekarangan. Maka pekarangan mempunyai potensi un-tuk di kembangkan atau di pertahankan sebagai RTH privat di perumahan kota dan dapat membantu RTH publik untuk mem-perbaiki lingkungan di wilayah perkotaan.

Metode

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei deskriptif, teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei lapang-an denglapang-an pengukurlapang-an, menghitung dlapang-an mencatat sampel pekarangan yang diroleh dengan cara wawancara dengan pe-milik rumah, data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data potensi pe-karangan sebagai RTH dengan parameter luas pekarangan tersisa. Sedangkan un-tuk mendapat hubungan luas peka rangan se bagai RTH dengan fungsi Ekologis data yang dibutuhkan menghitung luas pe-karangan yang masih ada dari tiap-tiap tipe rumah dalam bentuk persen dan meng hitung ada berapa fungsi ekologis di perumah an BTN lama dan BTN Bumi Me kar Kota Indramayu, Jenis data yang di kumpulkan sebagaimana terlihat pada tabel.

(4)

Dalam penelitian ini sampel yang di ambil dari populasi rumah yang berada di komplek perumahan BTN lama dan BTN Perumahan Bumi Mekar dimana letaknya berada di perkotaan yang termasuk ke-dalam kecamatan Indramayu.

Sedangkan sampel rumah adalah ba-gian dari populasi yang diambil sebagai contoh dari kepala keluarga penghuni rumah type 21,27,36,45,dan,54 penarikan sampel di gunakan secara acak sederhana dengan menggunakan rumus Moh Nazir (1988), yaitu :

Berdasarkan rumusan diatas dipero-leh 120 responden dari 402 KK di pe ru-mah an BTN lama dan BTN Bumi Mekar kota Indramayu yang terdiri dari tipe 21 sebanyak 15 sampel, tipe 27 sebanyak 23 sampel, tipe 36 sebanyak 23 sampel dan tipe 45 sebanyak 15 sampel yang berasal dari perumahan BTN Bumi Mekar, sedang-kan dari perumahan BTN Lama tipe rumah 54 sebanyak 44 sampel.

Teknik analisis data yang di peroleh dalam penelitian ini adalah untuk menge-tahui berapa luas pekarangan yang poten-sial sebagai RTH pada berbagai type rumah dan luasnya dilakukan dengan analisis deskriptip, untuk mempetakan apakah ada hubungan luas lahan pekarang an sebagai RTH dengan fungsi ekologis di perumahan kota kecamatan Indramayu melakukan uji sampel berhubungan yaitu uji rank spear-man.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Pekarangan Sebagai Estetika Pada Berbagai Tipe Rumah

Berdasarkan hasil penelitian dari 5 tipe rumah, baik pekarangan yang masih utuh maupun pekarangan tersisa, semua pekarangan di tanami oleh berbagai je-nis tanaman baik perdu, semak dan pohon semua tanaman yang ditanam didominasi oleh tanaman hias yang berfungsi sebagai tanaman estetika. Pada pekarangan tipe 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari jum-lah individu tanaman 35 tanaman terdapat 34 tanaman berupa tanaman hias (97,1%) dengan rata-rata 4 tanaman.

Pada pekarangan tipe rumah 27 de-ngan luas pekarade-ngan 9,0 m² dari jum-lah individu tanaman yang tercatat 168 tanam an terdapat 153 tanaman berupa tanaman hias (91,1%), dengan rata-rata 8 tanaman.

Pada pekarangan tipe rumah 36 de-ngan luas pekarade-ngan 9,0 m² dari jum-lah individu tanaman yang tercatat 161 tanam an terdapat 145 tanaman berupa tanaman hias (90 %), dengan rata-rata 10 tanaman. Pada pekarangan tipe rumah 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² dari jum-lah individu tanaman yang tercatat 134 tanaman terdapat 119 tanaman berupa tanaman hias (88,8 %), dengan rata-rata 11 tanaman. Sedangkan untuk pekarangan tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m² dari jumlah individu tanaman 1.074 tanaman terdapat 972 tanaman berupa tanaman hias (90, 5 %), dengan rata-rata 22 tanaman.

(5)

Dari uraian tersebut di atas dari 5 tipe rumah yang diteliti tentang pekarangan yang potensial sebagai Ruang Terbuka Hi-jau (RTH) yang berfungsi sebagai estetika, tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m² dinilai yang paling potensial sebagai RTH dengan fungsi estetika. Sedangkan untuk tipe 21, 27, 36 dan 45 kurang po-tensial untuk dikembangkan sebagai RTH yang berfungsi sebagai estetika.

Potensi Pekarangan Sebagai Fungsi Ekologis Pada Berbagai Tipe Rumah.

Fungsi Iklim Micro

Berdasarkan hasil pengukuran pada tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54 tentang iklim micro pada tipe rumah 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari 8 responden yang masih punya pekarangan dan di ta-nami tanaman, untuk iklim micro tidak bisa diukur karena semua pekarangan ti-dak memiliki tanaman berupa pohon, ha-nya ada 1 responden yang pekaranganha-nya ditanami tanaaman berupa pohon mang-ga, tetapi pohonnya masih kecil.

Pada tipe 27 dengan luas pekaran-gan 9,0 m² dan 19 responden yang masih pu nya pekarangan dan ditanami, untuk fungsi iklim micro tidak bisa diukur kare-na hanya 2 responden yang mempunyai tanam an berupa pohon. Begitupun untuk tipe 36 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari 16 responden yang ada tanamannya untuk iklim micro tidak bisa diukur kare-na hanya 3 responden yang ada takare-naman berupa pohon. Untuk tipe 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² dari 10 responden yang ada tanamannya tidak bisa diukur

karena hanya ada 1 responden yang mem-punyai pohon.

Sedangkan untuk tipe rumah 54 de-ngan luas pekarade-ngan 27 m² dari 43 re-sponden terdapat 30 pekarangan yang dapat diukur temperatut dan kelembab-an nya berdasarkkelembab-an hasil pengukurkelembab-an tem peratur pada pagi hari rata-rata suhu didalam pekarangan 28º C, suhu diluar pe-karangan 29º C. Untuk siang hari rata -rata suhu didalam pekarangan 31º C, diluar pe-karangan 33º C, sedangkan sore hari rata-rata suhu didalam pekarangan 29º C, suhu diluar pekarangan 30º C. Untuk kelemba-ban pada pagi hari rata-rata didalam peka-rangan 70% diluar pekapeka-rangan 71% untuk siang hari kelembaban rata-rata di dalam pekarangan 69% diluar pekarangan 67% sedangkan untuk sore hari ini kelembaban rata-rata didalam pekarangan 71% diluar pekarangan 70,5%.

Dari hasil dan pembahasan bahwa fungsi iklim micro hanya terdapat pada tipe rumah 54 dengan luas lahan 27 m², sedangkan tipe lain tidak tercipta iklim micro kesimpulan bahwa luas pekarangan yang potensial sebagai RTH yang berfung-si sebagai fungberfung-si iklim micro adalah tipe rumah 54 dengan luas lahan 27 m².

Fungsi Konservasi Lingkungan Fisik Kota

Berdasarkan hasil penelitian tentang potensi pekarangan sebagai RTH yang ber-fungsi sebagai konservasi lingkungan fisik kota ternyata semua responden yang ada pekarangannya dari berbagai tipe rumah dan dengan luasan yang berbeda masih di-tanami oleh berbagai jenis tanaman beru-pa semak, perdu dan pohon yang

(6)

didomi-nasi oleh tanaman hias yang memberikan keindahan kesegaran dan kenyamanan.

Pada tipe rumah 21 ditemukan jumlah individu tanaman 35 tanaman, tipe rumah 27 ditemukan jumlah individu tanaman 168 tanaman, tipe rumah 36 ditemukan jumlah individu tanaman 161 tanaman, tipe rumah 45 ditemukan jumlah individu tanamanan 134 tanaman, sedangkan un-tuk tipe rumah 54 ditemukan jumlah indi-vidu tanaman 1.074 tanaman.

Meskipun semua pekarangan yang masih ada dari berbagai tipe rumah seba-gian besar sudah diperkeras, untuk tipe rumah 21 dari 8 responden yang masih memiliki pekarangan semua pekarangan sudah diperkeras (100%), untuk tipe 27 dari 19 responden yang masih memiliki pekarangan baik yang masih utuh dan ter-sisa semua pekarangan sudah diperkeras (100%), untuk tipe rumah 36 dari 16 re-sponden, 14 responden pekarangannya sudah diperkeras (87,5%) dan 2 respon-den tidak diperkeras (12,5%), untuk tipe 45 dari 10 responden masih memiliki pe-karangan baik yang masih utuh atau ter-sisa semua pekarangan sudah diperkeras ( 100% ), sedangkan untuk tipe rumah 54 dari 43 responden, 37 responden pekaran-gannya sudah diperkeras (86,0%) dan 6 responden tidak diperkeras (14,0%).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bah wa pekarangan yang potensial sebagai RTJ yang berfungsi sebagai fungsi kon-servasi lingkungan fisik kota adalah pe-karangan pada tipe rumah tie 54 dengan luas pekarangan 27 m², sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 kurang potensial

tercatat dari tiap tipe rumah dengan tipe rumah 54 jumlah tanaman lebih banyak sebagai indikator untuk memperbaiki ling-kungan fisik kota.

Mendukung Pelestarian eanekaragaman Hayati.

Berdasarkan hasil penelitian tentang potensi pekarangan sebagai RTH yang berfungsi sebagai fungsi mendukung pelestari an keanekaragaman hayati pada berbagai tipe rumah seperti 21, 27, 36, 45 dan 54.

Untuk tipe 21 dengan luas pekarangan 7,5 m² dari 8 responden yang mempunyai pekarangan ditemukan 17 jenis tanaman dengan 17 varietas, untuk tipe 27 dengan luas pekarangan 9,0 m² dari 19 respon-den yang masih utuh atau tinggal sisanya, ditemukan 30 jenis tanaman dengan 30 varietas, untuk tipe 36 dengan luas pe-karangan 9,0 m² dari 16 responden yang masih memiliki pekarangan ditemukan 29 jenis tanaman dengan 29 varietas, untuk tipe 45 dengan luas pekarangan 13,5 m² ditemukian 24 jenis tanaman dengan 24 varietas. Sedangkan untuk tipe rumah 54 dengan pekarangan 27 m² ditemukan 76 jenis tanaman dengan varietas 76.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembhasan maka dapat disimpulkan bah-wa pekarangan yang paling potensial se-bagai RTH yang berfungsi sese-bagai fungsi mendukung pelestarian keanekaragaman hayati adalah pekarangan tipe 54 dengan luas lahan 27 m².

Hubungan Luas Pekarangan Sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dengan Fung-si Ekologis Pada Berbagai Tipe Rumah

(7)

Hasil pengukuran untuk 15 responden dengan tipe rumah 21 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti diperoleh pekaran-gan denpekaran-gan luas 7,5 m2 ada 8 rumah yang memiliki pekarangan sedangkan 7 rumah lainnya tidak memiliki pekarangan.

Untuk pencatatan suhu dan kelem-baban tidak bisa diukur karena dari 8 responden yang ada pekarangan tidak ditemukan pohon yang besar. Sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestari-an kepelestari-anekaragampelestari-an hayati, pengukurpelestari-an dapat dilakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas.

Hasil perhitungan hubungan luas pe-karangan dengan fungsi ekalogis dihitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan bantuan spss 18.

Diperoleh nilai korelasi luas pekara-ngan depekara-ngan konservasi lingkupekara-ngan fisik kota yang dimiliki dari jumlah tanaman sebesar 0,915 dalam kategori kuat. Hasil ji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160).

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang dinilai dari jenis tanaman sebesar 0,915 dalam kategori kuat.Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160).

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang dinilai dari varietas sebesar 0,915 dalam kategori kuat.Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (8,160 > 2,160).

Kesimpulan pada tipe rumah 21 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi

lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang dinilai de-ngan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis.

Hasil pengukuran untuk 23 responden dengan tipe rumah 27 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti di peroleh pekara-ngan depekara-ngan luas 3m2 dan 9m2 untuk pen-catatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur untuk 2 pekarangan, sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestari-an kepelestari-anekaragampelestari-an hayati pengukurpelestari-an dapat dilakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas.

Hasil perhitungan hubungan luas pe-karangan dengan fungsi ekalogis dihitung dengan analisis rank spearman menggu-nakan bantuan spss.18

Diperoleh nilai korelasi luas pekaran-gan denpekaran-gan konservasi lingkunpekaran-gan fisik kota yang dinilai dari jumlah tanaman sebesar 0,689 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t table ( 4,358> 2,080)

Nilai korelasi dengan pekarangan den-gan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,700 dalam kategori kuat. Hasil uji t hi-tung lebih besar dari t table (4,495> 2,080). Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari varietas sebesar 0,700 dalam kategori kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t table (4,495> 2,080).

Kesimpulan pada tipe rumah 27 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian

(8)

keanekaragaman hayati dan fungsi pele-starian keanekaragaman yang di nilai de-ngan varietas, sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis.

Hasil pengukuran untuk 23 respon-den respon-dengan tipe rumah 36 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti diperoleh pe-karangan dengan luas 6m2, 8m2 dan 9m2. Untuk pencatatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur ujtuk 3 pekarangan, se-dangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati peng-ukuran dapat dilakukan pengpeng-ukuran di lakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan variable.

Hasil hubungan luas pekarangan de-ngan fungsi ekeologis di hitung dede-ngan analisis korelasi rank spearman menggu-nakan bantuan spss.18.

Diperoleh nilai korelasi luas pekaran-gan denpekaran-gan konservasi lingkunpekaran-gan fisik kota yang dinilai dari jumlah tanaman sebesar 0,492 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 )

Nilai korelasi luas pekarangan de-ngan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t ta-bel (2,399> 2,080)

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari jenis tanaman sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 ).

Nilai korelasi luas pekarangan dengan

dimiliki dari varietas sebesar 0,464 dalam kategori kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel ( 2,399> 2,080 ).

Kesimpulan pada tipe rumah 36 ada hubungan signifikan antara luas pekaran-gan denpekaran-gan fungsi konservasi lingkun-gan fisik kota, fungsi pelestarian keanek-aragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai den-gan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis.

Hasil pengukuran untuk 15 respon-den respon-dengan tipe rumah 45 terhadap 3 fungsi ekalogis yang diteliti di peroleh pe-karangan dengan lus 4,5 m2, 7,5 m2, 8,5 m2 dan 13,5 m2. Untuk pencatatan suhu dan kelembaban hanya bisa di ukur untuk 1 pekarangan, sedangkan untuk konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati pengukuran dapat di lakukan. Peng-ukuran di lakukan dengan melihat jumlah tanaman, jenis tanaman dan varietas.

Hasil perhitungan hubungan luas pe-karangan dengan fungsi ekalogis di hitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan bantuan spss 18.

Diperoleh nilai korelasi luas pekara-ngan depekara-ngan konservasi lingkupekara-ngan fisik kota yang dimiliki dari jumlah tanaman sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung lebih be-sar dari t tabel (2,341> 2,160)

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang di miliki dari jenis tanaman sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari t ta-bel ( 2,341> 2,160 ).

(9)

Nilai korelasi luas pekarangan de-ngan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari varietas sebesar 0,545 dalam kategori cukup kuat. Hasil uji t dipe-roleh nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,341> 2,160)

Kesimpulan pada tipe rumah 45 ada hubungan yang signifikan antara luas pekarangan dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota, fungsi pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsi peles-tarian keanekaragaman hayati yang di ni-lai dengan varietas. Sedangkan untuk suhu dan kelembaban tidak bisa di analisis.

Hasil pengukuran untuk 44 respon-den dan respon-dengan tipe rumah 54 terhadap 3 fungsi ekalogis yang di teliti di peroleh pekarangan dengan luas 8 m2 sampai 27 m2. Untuk iklim mikro pengukuran di laku-kan dengan melihat, mencatat suhu dan kelembaban, konservasi fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati peng-ukuran di lakukan dengan melihat jenis tanaman dan varietas.

Hasil perhitungan hubungan luas pe-karangan dengan fungsi ekalogis di hitung dengan analisis korelasi rank spearman menggunakan antuan spss 18.

Diperoleh nilai korelasi luas pekaran-gan denpekaran-gan menciptakan iklim mikro yang dinilai suhu sebesar 0,098 dalam kate gori sangat kecil. Hasil uji t di peroleh nilai t hi-tung lebih kecil dari t tabel (0,521< 2,048). Nilai korelasi luas pekarangan de ngan menciptakan iklim mikro yang di nilai kelembaban, sebesar 0,052 dalam kategori sangat kecil. Hasil uji t di peroleh nilai t hi-tung lebih kecil dari t tabel (0,786< 2,048). Kesimpulan tidak ada hubungan yang sig-nifikan antara luas pekarangan dengan

menciptakan iklim mikro yang di nilai dari suhu dan kelembaban.

Nilai korelasi luas pekarangan dengan konservasi lingkungan fisik kota yang di nilai dari jumlah tanaman sebesar 0,3359 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t di-peroleh nilai t hitung lebih besar dari t ta-bel (2,311> 2,018)

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati dinilai dari jenis tanaman sebesar 0,3361 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t di peroleh nilai t hitung lebih besar dari pada t tabel (2,313> 2,018)

Nilai korelasi luas pekarangan dengan pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai dari varietas sebesar 0,3361 dalam kategori tidak kuat. Hasil uji t di peroleh ni-lai t hitung lebih besar dari t tabel (2,313> 2,018)

Kesimpulan pada tipe rumah 54 ada hubungan yang signifian antara luas peka-rangan dengan fungsi konservasi lingkun-gan fisik kota, fungsi pelestarian keaneka-ragaman hayati dan fungsi pelestarian keanekaragaman hayati yang di nilai den-gan varietas.

Dengan hasil uraian diatas dapat dis-impulkan bahwa luas pekarangan yang lu-asnya 7,5 m2, 9,0 m2, 13,5 m2 dan 27 m2 se-bagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) terdapat hubungan dengan fungsi ekalogis pada fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan pelestarian keanekaragaman hayati. Fungsi iklim mikro untuk luas pekaran-gan 7,5 m2, 9,0 m2 dan 13,5 m2 tidak bisa di analisis, untuk luas pekarangan 27,0 m2 bisa di analisis dengan hasil tidak terdapat hubungan antra luas pekarangan sebagai RTH dengan menciptakan iklim mikro.

(10)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dapat ditarik beberapa kesimpu-lan yang berkaitan dengan rumusan ma-salah dan tujuan penelitian sebagai beri-kut :

1. Luas pekarangan yang paling poten-sial sebagai RTH terdapat pada tipe rumah 54 dengan luas pekarangan 27 m2.

2. Terdapat hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan fungsi ekologis, fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian ke-anekaragaman hayati pada tipe rumah 21, 27, 36, 45 dan 54, ini artinya se-cara luas lahan pekarangan yang ter-sisa semakin yang terter-sisa, untuk tipe rumah rumah 45 tidak ada hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan fungsi konservasi lingkungan fisik kota dan mendukung pelestarian ke-aneka ragam an hayati. Sedangkan untuk iklim micro dari berbagai tipe rumah tidak terdapat hubungan luas pekarangan sebagai RTH dengan iklim micro.

Saran

Untuk pemerintah daerah dan pe-ngembang bahwa luas pekarangan yang potensial sebagai RTH privat untuk di-pertahankan dan dikembang adalah luas pekarangan 27 m2 dengan tipe rumah 54. Sedangkan tipe rumah 21, 27, 36 dan 45 tidak potensial untuk dikembangkan

se-RTH publik berupa taman-taman yang ter-dapat dikomplek perumahan.

DAFTAR PUSTAKA

Fidi Mahendra. 2009 Sistem Agrotorestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu.

Hastuti, F., Utami, T. 2009 Potensi Ruang Terbuka Hijau Dalam Penyerapan CO2 diperumahan.

Moch.Nazir, 1988. Metode Penelitian Ja-karta, Ghalia Indonesia

Ramlan, A, 1981. Struktur Floristik Tana-man Pekarangan di Kodya Bandung dalam Rangka Usaha Penghijauan Ju-rusan Biologi FIPA UNPAD Bandung Rahardjo, S, 2006. Evaluasi Fisik Potensi

Jalur Hijau Jalan pada Jalan di Kota Bandung Sebagai Ruang Terbuka Hi-jau Kota.

Suhartati, 2007. Polusi Udara dan Solusin-ya, Info Hutan Tanaman Vol. 2 No. 3 November 2007

Silas Johan, 1989. Perjalanan Panjang Pe-rumahan Indonesia, Naskah Disertasi Penulis di ITB Bandung

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor I Tahun 2001 Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan, Makalah Lokakarya Dalam Rangkaian Acara Hari Bakti Pekerjaan Umum Ke-60 Direktorat Jenderal Penataan Ru-ang Departemen Pekerjaan Umum. Yoga Nirwano dan Ismaun Iwan, 2011.RTH

Referensi

Dokumen terkait

Sesuaikan work tool hidraulik Cat dengan alat berat Cat Anda, dan maksimalkan perangkat lunak standar yang terpadu ini. Sepuluh aliran pompa hidrolik dan setelan tekanan dapat

Kecamatan Dayeuhkolot adalah entitas akuntansi dari Pemerintah Kabupaten Bandung yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan laporan pertanggungjawaban

“PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN STOPMOTION BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XI PADA MATERI STOPMOTION DI SMA INSAN

desa ini dapat hidup sukses dengan segala karirnya, perjuangan Umar Wirahadikusumah dalam mempertahankan kemerdekaan pada masa Revolusi, dedikasi yang tinggi

Hasil penelitian ada hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi, tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dan sumber informasi

Badan pemerintah dan instansi vertikal lainnya merupakan suatu organisasi yang mana zakatnya dipotong secara langsung dari pendapatan gajinya per bulan. Pada saat

Penelitian tersebut menunjukkan data bahwa hanya tersisa satu kelompok gambang rancag yang masih bertahan, yaitu kelompok gambang rancag Sedap Malam pimpinan Samad

Fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan (4).. Suku Dayak merupakan salah satu suku dengan tingkat keberagaman