• Tidak ada hasil yang ditemukan

@Modul Panum Neuro 2 Full Check List 070822

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "@Modul Panum Neuro 2 Full Check List 070822"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PANUM

MODUL PANUM

(Kepaniteraan Umum)

(Kepaniteraan Umum)

MODUL NEUROLOGI 2

MODUL NEUROLOGI 2

2.1.

2.1. Motorik

Motorik

2.2.

2.2. Reflek Fisiologis

Reflek Fisiologis

2.3.

2.3. Reflek Patologis

Reflek Patologis

2.4.

2.4. Reflek Regresi

Reflek Regresi

2.5.

2.5. Sensoris Umum

Sensoris Umum

2.6.

2.6. Sensoris Khusus

Sensoris Khusus

Editor

Editor

Dr.Moch.Dalhar,Sp.S(K)

Dr.Moch.Dalhar,Sp.S(K)

Dr.Shahdevi NK,Sp.S

Dr.Shahdevi NK,Sp.S

Dr.Masruroh Rahayu,MKes

Dr.Masruroh Rahayu,MKes

FAKULTAS KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

Universitas Brawijaya

Universitas Brawijaya

MALANG

MALANG

2007

2007

(2)
(3)

MODUL NEUROLOGI 2

MODUL NEUROLOGI 2

KEPANITERAAN UMUM FKUB

KEPANITERAAN UMUM FKUB

JUDUL

JUDUL NEUROLOGI NEUROLOGI 22 SUB

SUB JUDUL JUDUL 2.1. MOTORIK2.1. MOTORIK LEARNING OBJECTIVE

LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2.1. . mahasiswaSetelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2.1. . mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tonus otot, kekuatan otot, mampu melakukan pemeriksaan tonus otot, kekuatan otot, koordinasi gerak, adanya atropi, spastisitas, rigiditas, chorea, koordinasi gerak, adanya atropi, spastisitas, rigiditas, chorea, athetose, balismus, kejang tonik/klonik secara mandiri.

athetose, balismus, kejang tonik/klonik secara mandiri.

METODA METODA

PEMBELAJARAN PEMBELAJARAN

1. Demo video Pemeriksaan Motorik  1. Demo video Pemeriksaan Motorik  2. Latihan antar teman

2. Latihan antar teman

 AL

 ALAT BAT BANTUANTU

- Alat Audiovisual (LCD) - Alat Audiovisual (LCD) - CD Power

- CD Power Point pemeriksaan Motorik Point pemeriksaan Motorik  - Lampiran gambar pemeriksaan Motorik  - Lampiran gambar pemeriksaan Motorik  WAKTU

WAKTU

LATAR BELAKANG

LATAR BELAKANG Sistem motorik terdiri atas jaras piramidal dan esktrapiramidal.Sistem motorik terdiri atas jaras piramidal dan esktrapiramidal. Jaras piramidalis terdiri traktus kortikobulbaris (ke batang otak) Jaras piramidalis terdiri traktus kortikobulbaris (ke batang otak) dan traktus kortikospinalis (ke spinalis/mielum). Gangguan jaras dan traktus kortikospinalis (ke spinalis/mielum). Gangguan jaras  piramidalis

 piramidalis paling paling banyak banyak adalah adalah kelumpuhan/parese, kelumpuhan/parese, sedangkansedangkan ekstrapiramidalis adalah gangguan tonos otot, gerakan abnormal ekstrapiramidalis adalah gangguan tonos otot, gerakan abnormal dan gangguan kelancaran otot volunter. Sedangkan serebelum pada dan gangguan kelancaran otot volunter. Sedangkan serebelum pada sistem motorik berfungsi untuk koordinasi, keseimbangan dan sistem motorik berfungsi untuk koordinasi, keseimbangan dan tonus. Tanda dan gejala klinis neurologi pada umumnya dan tonus. Tanda dan gejala klinis neurologi pada umumnya dan motorik khususnya dibagi menjadi dua : UMN dan LMN. Pada motorik khususnya dibagi menjadi dua : UMN dan LMN. Pada kelainan UMN memberikan tanda : kelumpuhan, hipertonus, hiper  kelainan UMN memberikan tanda : kelumpuhan, hipertonus, hiper  reflek, klonus, adanya reflek patologis. Sedangkan LMN reflek, klonus, adanya reflek patologis. Sedangkan LMN memberikan tanda : kelumpuhan, hipo / atonus, atrofia, fasikulasi memberikan tanda : kelumpuhan, hipo / atonus, atrofia, fasikulasi dan hipo / arefleksia.

dan hipo / arefleksia.

Pemeriksaan sistem motorik terdiri atas : Pemeriksaan sistem motorik terdiri atas :

1.

1. Kekuatan (strenght)Kekuatan (strenght) 2.

2. TonusTonus 3.

3. Gerakan involunter Gerakan involunter  4.

4. Atrofi atau hipertrofi.Atrofi atau hipertrofi.

Ada 5 urutan pemeriksaan motorik : Ada 5 urutan pemeriksaan motorik :

1.

1. InspeksiInspeksi 2.

2. PalpasiPalpasi 3.

3. Pemeriksaan gerakan pasif Pemeriksaan gerakan pasif  4.

4. Pemeriksaan gerakan aktif Pemeriksaan gerakan aktif  5.

(4)

PROSEDUR PROSEDUR PROSEDUR PROSEDUR Inspeksi Inspeksi

Memperhatikan : sikap, bentuk, ukuran dan gerak abnormal Memperhatikan : sikap, bentuk, ukuran dan gerak abnormal yang tidak terkendali :

yang tidak terkendali :

1. Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan sikap bagian 1. Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan sikap bagian tubuh saat pasien berdiri, duduk berbaring, bergerak dan tubuh saat pasien berdiri, duduk berbaring, bergerak dan  berjalan, sikap : ”Ape hand

 berjalan, sikap : ”Ape hand”, ”Claw hand”, ”Drop ”, ”Claw hand”, ”Drop hand”, ”Drophand”, ”Drop Foot”, ” Winging scapula” dsb.

Foot”, ” Winging scapula” dsb.

2. Bentuk anggota : diperhatikan adanya deformitas. 2. Bentuk anggota : diperhatikan adanya deformitas. 3. Ukuran anggota :

3. Ukuran anggota : dilihat besar, kontur, atropi, hipertropi,dilihat besar, kontur, atropi, hipertropi,  pseudohipertopi dsb.

 pseudohipertopi dsb.

4. Gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose, ballismus, spasme, 4. Gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose, ballismus, spasme,

tic, fasikulasi dan mioklonus, kejang tonik, kejang klonik, tic, fasikulasi dan mioklonus, kejang tonik, kejang klonik, kejang mioklonik.

kejang mioklonik.

Palpasi Palpasi

5.

5. Mempersilahkan pasien Mempersilahkan pasien disuruh relaksasi disuruh relaksasi ototnya, kemudianototnya, kemudian ototnya dipalpasi untuk menentukan konsistensi, serta ototnya dipalpasi untuk menentukan konsistensi, serta nyeri-tekan.

tekan.

 At

(5)

Pemeriksaan

Pemeriksaan Tonus Tonus dan gerakan dan gerakan pasif pasif 

6. Mempersilahkan pasien mengistirahatkan relaksasi 6. Mempersilahkan pasien mengistirahatkan relaksasi ekstremitas-nya, kemudian gerakkan sendi dari otot yang akan diperiksa, nya, kemudian gerakkan sendi dari otot yang akan diperiksa, kalau bisa tidak ritmis dan dilakukan mendadak, tangan kiri kalau bisa tidak ritmis dan dilakukan mendadak, tangan kiri  pemeriksa

 pemeriksa hanya hanya memfiksasi, memfiksasi, tangan tangan kanan kanan pemeriksa pemeriksa yangyang menggerakkan sendi.

menggerakkan sendi. 7.

7. Menentukan Menentukan gangguan gangguan tonus tonus atau atau tahanan tahanan bila bila menurunmenurun (hipotonus) merupakan kelainan LMN atau meningkat (hipotonus) merupakan kelainan LMN atau meningkat (hipertonus) kelainan UMN. Bila tonus meningkat ada 3 macam (hipertonus) kelainan UMN. Bila tonus meningkat ada 3 macam :

: Rigiditas, Rigiditas, Spasitas Spasitas dan dan Klonus.Klonus. Spastisitas

Spastisitas

8. Saat menggerakan sendi dinilai tahanannya. Pada spastisitas 8. Saat menggerakan sendi dinilai tahanannya. Pada spastisitas dapat ditemukan Fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya dapat ditemukan Fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya tahanan pada awal gerakan, hal ini termasuk tanda UMN.

tahanan pada awal gerakan, hal ini termasuk tanda UMN.

9. Pada spastisitas juga bisa didapatkan Fenomena pipa timah, 9. Pada spastisitas juga bisa didapatkan Fenomena pipa timah, yaitu adanya tahanan selama gerakan , hal ini termasuk juga yaitu adanya tahanan selama gerakan , hal ini termasuk juga tanda UMN.

tanda UMN. Rigiditas Rigiditas

10. Menentukan adanya Rigiditas yaitu saat menggerakan sendi 10. Menentukan adanya Rigiditas yaitu saat menggerakan sendi selalu adanya tahanan / kekakuan, sehingga sendi macet/ sulit selalu adanya tahanan / kekakuan, sehingga sendi macet/ sulit digerakkan atau tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas digerakkan atau tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas “decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigidity”atau “fenomen “decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigidity”atau “fenomen cogwheel”, hal ini akibat gangguan extrapiramidal.

cogwheel”, hal ini akibat gangguan extrapiramidal.

11. Menentukan adanya“decorticate rigidity” dan “ decerebrate 11. Menentukan adanya“decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigid ity”, yaitu saat menggerakan sendi terlihat macet dengan rigid ity”, yaitu saat menggerakan sendi terlihat macet dengan  posisi k

 posisi khas has lihat lihat gambar gambar dibawah dibawah ini, ini, keadaan keadaan ini ini penting penting padapada kegawatan

kegawatan herniasi herniasi otak otak ::

12. Menentukan

12. Menentukan adanya fenomena adanya fenomena roda gigi roda gigi (fenomena (fenomena cogwheel)cogwheel) yaitu saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/ yaitu saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/  putus-putus , keadaan ini pada penyakit Parkinson

(6)

Pemeriksaan kekuatan motorik / Pemeriksaan gerakan aktif  Pemeriksaan kekuatan motorik / Pemeriksaan gerakan aktif 

Tujuan memeriksa

Tujuan memeriksa adanya kelumpuhan adanya kelumpuhan dan kekuatan dan kekuatan otototot 13. Mempersilahkan pasien menggerakan sendi

13. Mempersilahkan pasien menggerakan sendi sekuat-kuatnyasekuat-kuatnya untuk melawan gravitasi dan kita menahan gerakan ini. Menilai untuk melawan gravitasi dan kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 kekuatan bila bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak terangkat melawan gravitasi nilainya

s/d 5, bila tidak terangkat melawan gravitasi nilainya 2 s/d 02 s/d 0 14. Menilai Kekuatan Motorik (internasional) semua otot mulai 14. Menilai Kekuatan Motorik (internasional) semua otot mulai otot penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, otot penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, jari- jari

 jari , , otot otot penggerak penggerak sendi sendi panggul, panggul, sendi sendi lutut, lutut, pergelanganpergelangan kaki, jari kaki ( lihat lampiran gambar pemeriksaan kekuatan kaki, jari kaki ( lihat lampiran gambar pemeriksaan kekuatan motorik ) motorik ) Penilaian kekuatan : Penilaian kekuatan : 5 5 : Normal: Normal 4

4 : Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan: Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang.

dapat melawan tahanan sedang. 3

3 : Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi: Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi dan dapat melawan tahanan ringan

dan dapat melawan tahanan ringan 2

2 ::Tidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi danTidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi dan Otot

Otot 1

1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masihbergerak, masih ada gerakan kontraksi otot.

ada gerakan kontraksi otot. 0

0 : : Tidak bisa melawan Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tgravitasi, sendi tidak bergerak danidak bergerak dan tidak ada gerakan kontraksi otot.

tidak ada gerakan kontraksi otot.

Mengukur kekuatan otot pemeriksa melawan dan menahan Mengukur kekuatan otot pemeriksa melawan dan menahan gerakan otot pasien. Cara menggerakkan tergantung otot yang gerakan otot pasien. Cara menggerakkan tergantung otot yang akan diperiksa. Bila akan memeriksa otot bicep maka lengan akan diperiksa. Bila akan memeriksa otot bicep maka lengan  bawah

 bawah difleksikan, difleksikan, memeriksa memeriksa tricep tricep maka maka lengan lengan bawahbawah diekstensikan ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot ).

diekstensikan ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot ).

15. Bila ada parese tentukan ” Myotome ” masing otot, bila 15. Bila ada parese tentukan ” Myotome ” masing otot, bila

tetraparese

tetraparese atau atau paraparese paraparese penting penting untuk untuk menentukan menentukan topistopis lesinya ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot).

lesinya ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot). PEMERIKSAAN KOORDINASI MOTORIK PEMERIKSAAN KOORDINASI MOTORIK ( Tes Cerebellum )

( Tes Cerebellum )

Gangguan Cerebellum sebagai berikut : Gangguan Cerebellum sebagai berikut :

- Dismetria (tidak mampu melakukan gerakan tepat jarak, tepat - Dismetria (tidak mampu melakukan gerakan tepat jarak, tepat

tujuan dan halus). tujuan dan halus). -

- Disdiadokokenesia (tidak Disdiadokokenesia (tidak mampu melakukan mampu melakukan gerakan yanggerakan yang  berlawanan berurutan).

 berlawanan berurutan).

- Rebound fenomena (tidak mampu menghentikan gerakan tepat - Rebound fenomena (tidak mampu menghentikan gerakan tepat

 pada waktunya)  pada waktunya) - Sikap, Hipotonia - Sikap, Hipotonia

(7)

- Nistagmus (lihat Modul N.III) - Romberg Tes (lihat Modul N.VIII) - Jalan Tandem (lihat Modul N.VIII) Tes Telunjuk-hidung :

16. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh  jari pemeriksa kemudian menyentuh hidungnya sendiri,

kedudukan jari pemeriksa dirubah-rubah kedudukannya.

17. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh  jari telunjuk sisi lainnya kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pasien disuruh merubah-rubah kedudukannya, diperiksa saat mata terbuka dan tertutup.

18. Mempersilahkan kedua lengan pasien direntangkan lurus, secara bergantian telunjuk pasien disuruh menyentuh hidung, dengan mata terbuka dan mata tertutup.

Tes Telunjuk-telunjuk :

19. Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling disentuhkan kemudian dijauhkan, kemudian disuruh menyentuh lagi  berulang-ulanng, posisi tangan dirubah, baik mata terbuka dan

mata tertutup.

Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki :

20. Mempersilahkan tumit pasien diangkat letakkan diatas lutut, geser tumit diatas tibia sampai ibu jari kaki dan diulang-ulang. 21. Menentukan adanya Dysmetria tangan yaitu bila tes

telunjuk-hidung , telunjuk-telunjuk dan Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki diatas tidak bisa / tidak tepat.

Tes Pronasi-Supinasi :

22. Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien melakukan gerakan pronasi-supinasi secara cepat, berulang-ulang.

Tes Plantar fleksi-Dorsum Fleksi :

23. Mempersilahkan pasien melakukan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi secara cepat, berulang-ulang.

24. Menentukan adanya Dysdiadokokinesia yaitu bila gerakan  pronasi-supinasi dan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi

(8)

CHECK LIST &

EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S 2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical

Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.

(9)

MODUL NEUROLOGI 2

KEPANITERAAN UMUM FKUB

JUDUL NEUROLOGI 2

SUB JUDUL 2.2. PEMERIKSAA N REFLEKS FISIOLOGIS

LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.2. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan Reflek Fisiologis secara mandiri. METODA

PEMBELAJARAN

1. Demo video Pemeriksaan Reflek Fisiologis 2. Latihan antar teman

 ALAT BANTU

- Alat Audiovisual (LCD)

- CD Power Point pemeriksaan Reflek Fisiologis - Hammer Reflek 

- Lampiran Modul Neurologi 2 Reflek Fisiologis WAKTU

LATAR BELAKANG Reflek fisiologis terdiri reflek tendon (deep reflexes) dan reflek  superfisial. Reflek tendon terdiri atas : BPR, TPR, KPR, APR,  periosto-radial dan periosto-ulnar. Sedangkan reflek superfisial terdiri atas : BHR, reflek anal, reflek scrotal, reflek glutea, dan reflek cremaster.

Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan dan sebagai jawabannya otot berkontraksi. Rasa regang (ketok) ditangkap oleh reseptor propioseptik (reflek propioseptik). Penilaian sebagai berikut :

- tidak terdapat gerakan reflektorik apapun

+ ada gerakan reflektorik yang lemah (kontraksi otot) + + gerakan reflektorik yang cukup kuat (gerakan sendi),

terdapat pada orang sehat / normal

+ + + gerakan reflektorik yang melebihi respon umum (area Penerimaan meluas), tidak selalu patologis, bila simetris klonus negatif 

+ + + + gerakan reflektorik yang jelas meningkat dan patologis (terdapat klonus)

Reflek superfisial Merupakan reflektorik yang timbul sebagai respons atas stimulasi terhadap kulit dan mukosa. Berbeda dengan refleks dalam, refleks superfisial tidak saja mempunyai busur  refleks yang segmental melainkan mempunyai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu refleks supraspinal dapat menurun atau hilang bila terdapat lesi di busur refleks segmentalnya atau bila komponen supraspinal mengalami kerusakan.

(10)

PROSEDUR Refleks tendon biseps (BPR) saat duduk

1. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha, atau lengan  bawah pasien diletakkan pada lengan bawah pemeriksa dengan

ibu jari pemeriksa meraba tendon Biceps.

Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut

Respon : fleksi lengan di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks tendon biseps (BPR) saat tiduran

2. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha,  pemeriksa dengan ibu jari meraba tendon Biceps.

Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut

Respon : fleksi lengan di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks triseps (TPR) saat duduk

3. Mempersilahkan pasien duduk, pemeriksa mengangkat siku  pasien, lengan tergantung ,

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks triseps (TPR) saat tiduran

4. Mempersilahkan pasien tidur telentang, dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha  pasien,

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks tendon lutut (KPR) saat duduk

5. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya digantung

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks tendon lutut (KPR) saat tiduran

6. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap  pemeriksan mengangkat lutut pada poplitea

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

(11)

Refleks tendon Achilles (APR) saat duduk

7. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya tergantung, pemeriksa mendorsofleksikan kaki pasien maksimal.

Stimulus : ketukan pada tendon Achilles Respons : Plantar fleksi kaki

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks tendon lutut (KPR) saat tiduran

8. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap  pergelangan kaki diletakkan diatas tungkai bawah seberangnya

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

REFLEKS SUPERFISIAL Refleks kulit dinding perut

9. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan kulit perut terbuka, pemeriksa menggores kulit dinding perut ujung kunci atau ujung hammer yang runcing, menggores dari lateral menuju kemedial pada setiap segmen supraumbilikal , umbilikal dan infraumbilikal.

Menentukan Refleks kulit dinding perut positip, yaitu bila umbilicus bergerak mendekati rangsangan

CHECK LIST &

EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S 2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S

REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

(12)

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.

(13)

MODUL NEUROLOGI 2

KEPANITERAAN UMUM FKUB

JUDUL NEUROLOGI 2

SUB JUDUL 2.3. REFLEK PATOLOGIS dan REFLEK REGRESI

LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.4. mahasiswa

mampu melakukan pemeriksaan reflek patologis di tangan, di tungkai dan reflek regresi / primitif secara mandiri.

METODA

PEMBELAJARAN

1. Demo video Pemeriksaan Reflek Patologis dan Regresi 2. Latihan antar teman

 ALAT BANTU

- Alat Audiovisual (LCD)

- CD Power Point pemeriksaan Reflek Patologis dan Regresi - Lampiran Modul Neurologi 2 Reflek Patologis dan Regresi WAKTU

LATAR BELAKANG Refleks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat

dibangkitkan pada orang normal, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan berupa gerak reflektorik defensive atau postural yang pada orang dewasa sehat dikelola dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidalis. Bayi atau anak kecil umur 4-6 tahun belum memiliki susunan piramidalis yang bermielinisasi penuh sehingga aktivitas susunan piramidalisnya belum sempurna.

PROSEDUR REFLEKS PATOLOGIS KAKI

1.Refleks Babinski / Extensor plantar response

Melakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari,

Menentukan reflek Babinski positif bila timbul dorsum flexi ibujari kaki., diikuti pengembangan dan ekstensi jari-jari kaki (fanning)

2. Refleks Chaddock

Melakukan penggoresan terhadap melingkari maleolus sampai kulit dorsum pedis bagian lateral atau eksterna, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

3. Refleks Oppenheim

Melakukan pengurutan dari proksimal kedistal secara keras dengan jari telunjuk dan ibujari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia atau dengan menggunakan sendi interfalangeal jari telunjuk dan jari tengah dengan tangan mengepal, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

(14)

4. Refleks Gordon

Melakukan pemencetan otot betis secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

5. Refleks Schaeffer

Melakukan pemencetan tendon Achilles secara keras, hasil  positipnya sama dengan reflek Babinski.

6. Refleks Gonda

Melakukan penjepitan jari kaki keempat pasien, di plantar  fleksikan maksimal , dilepas, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

REFLEKS PATOLOGIS TANGAN 7. Refleks Trömner

Pemeriksa mendorso fleksikan jari tengah pasien, kemudian melakukan pencolekan pada ujung jari tengah , hasil positipnya akan diikuti fleksi jari telunjuk dan ibujari serta jari-jari lainnya setiap kali dicolek-colek 

8. Refleks Hoffman

Jari tengah pasien dijepit dan digoreskan pada kuku dengan ujung kuku ibujari pemeriksa akan diikuti fleksi sejenak ibujari,  jari telunjuk serta jari-jari lainnya setiap kali kuku jari tengah

digores

REFLEKS PATOLOGIK PETANDA REGRESI

Gerakan reflektorik yang secara fisiologik bangkit pada bayi tidak  lagi dijumpai pada anak-anak yang sdah besar atau dewasa, apabila  pada orang dewasa dapat ditimbulkan maka itu menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat, terutama lesi lobus frontalis

9. Refleks menetek

Sentuhan pada bibir akan diikuti gerakan bibir, lidah dan rahang  bawah seolah-olah menetek.

10. Snout refleks

Pengetukan pada bibir atas maka bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot-otot sekitar bibir atau bawah hidung

11. Refleks memegang

Penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan  pasien maka tangan pasien akan mengepal

12. Refleks palmomental

Penggoresan dengan ujung pensil atau ujng gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan bagian tenar maka didikuti kontraksi otot mentalis dan orbikularis oris isilateral

(15)

13. Refleks tonik leher

Kepala pasien diputar kesamping maka lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai dibalik wajah menjadi hipertonik dan fleksi. Biasanya dijumpai pada demensia, proses desak ruang intrakranial,  paralisis pseudobulbaris, atau sindroma post stroke.

CHECK LIST &

EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S 2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical

Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.

(16)

MODUL NEUROLOGI 2

KEPANITERAAN UMUM FKUB

JUDUL NEUROLOGI 2

SUB JUDUL 2.4. SENSORIS UMUM

LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.4. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensoris umum (prototopatik,  proprioceptif) secara mandiri.

METODA

PEMBELAJARAN

1. Demo video Pemeriksaan Sensoris Umum 2. Latihan antar teman

 ALAT BANTU

- Alat Audiovisual (LCD)

- CD Power Point pemeriksaan Sensorisik  - Jarum bundel 20 buah

- Bulu kuas / kapas kering 20 buah - Garpu tala 128 Hz dan 512 Hz 5 buah - Lampiran Gambar Modul 2 Sensoris 5 buah sWAKTU

LATAR BELAKANG Pemeriksaan sensoris merupakan bagian dari pemeriksaan neurologi yang dikhususkan pada kelainan-kelainan sensibilitas, yang disebabkan lesi pada susunan saraf aferen. Bila terjadi kelainan sensoris maka akan tampak tanda dan gejala dengan pola- pola tertentu yang mencerminkan lokalisasi lesi di susunan aferen. Jenis sensibilitas tersebut antara lain: 1.) Sensibilitas protopatik  atau eksteropatik, yaitu rasa nyeri, suhu, dan raba; 2.) Sensibilitas  proprioseptik yaitu perasaan gerak, getar, sikap, dan tekan.

PROSEDUR I. NYERI

1. Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda gigi (rader) yang tajam dan memberi informasi ke penderita apa yang mau kita kerjakan.

2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

3. Melakukan pemeriksaan dengan memegang jarum dan menusuk   jarum tegak lurus, sebatas pada permukaan kulit pasien mulai

dari kaki terus ke arah kepala (dari distal ke proksimal) disesuaikan dengan dermatom. Bandingkan sisi kanan dan kiri, sisi yang dianggap normal dan yang sakit, bandingkan juga distal dan proksimal.

4. Menggambarkan kelainan nyeri berupa titik-titik, sesuai dengan dermatomnya, atau sesuai pola gangguannya.

(17)

II. RABA

5. Mempersiapankan alat yaitu kuas halus, kapas dan memberi informasikan ke penderita apa yang akan kita kerjakan.

6. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

7. Seutas kapas yang digulung lancip digoreskan pada permukaan kulit dari distal ke proksimal, bandingkan kanan dan kiri, sisi normal dan sisi yang sakit. Sisi tubuh lateral kurang peka dibanding sisi medial/mesial.

8. Menggambarkan kelainan nyeri berupa arsir garis miring, sesuai dengan dermatomnya atau pola ganguannya.

III. SUHU

9. Mempersiapan alat yaitu satu botol / tabung reaksi yang berisi air panas dengan suhu 40 – 45oC dan satu berisi air dingin/es  batu dengan suhu 10 – 15oC. Sebaiknya botol dibungkus kain

untuk membuat botol betul betul kering.

10. Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

12. Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan panas ditempelkan bergantian pada kulit pasien , menanyakan apa terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke  proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, yang normal dan sisi

yang sakit.

IV. PROPRIOSEPTIF

Tes Posisi / Rasa gerak pasif 

13. Menginformasikan ke penderita apa yang mau kita kerjakan. 14. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

15. Melakukan tes posisi/ perasan gerak pasif yaitu gerakan pada anggota gerak pasien yang dilakukan oleh pemeriksa:

16. Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan, dengan cara memegang bagian lateral jari, pasien disuruh menyimpulkan  berdasar atas terasanya posisi atau gerakan keatas atau kebawah, atau pasien diminta segera menjawab “ya” setiap  perubahan sikap jarinya. Pemeriksa melakukannya dengan

cepat dan berulang.

Tes perasaan getar

17. Mempersiapkan alat garpu tala 128 Hz dan 512Hz dan memberi informasi apa yang dilakukan

18. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

19. Menggetarkan garpu tala 128 Hz dan atau 512 Hz, meletakkan  pangkal garputala pada anggota gerak pasien yang dibawah

(18)

20. Menanyakan perasaan getar (bukan rasa dingin, raba, bunyi atau tekan) dan kadang pemeriksa getaran ini hentikan tiba-tiba garputala dan tanyakan pada pasien apakah masih terasa getar.

Perasaan nyeri dalam

22. Memencet otot-otot di lengan atas, lengan bawah, paha, betis. Hal ini untuk mengetahui lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan tabes dorsalis:

Tanda Abadie

23. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon achilles tidak  membangkitkan nyeri atau mengeluhnya terlambat (”delayed   pain”)

Tanda Biernacki

24. Menekanan atau pemencetan kuat pada nervus ulnaris di sulcus ulnaris tidak membangkitkan nyeri atau (”delayed pain”)

Tanda Pitres

25. Menekanan atau pemencetan pada testis tidak menimbulkan nyeri atau (”delayed pain”)

iaiCHECK LIST &

EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S

2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S

REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical

Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.

(19)

MODUL NEUROLOGI 2

KEPANITERAAN UMUM FKUB

JUDUL NEUROLOGI 2

SUB JUDUL 2.5. SENSORIS KHUSUS

LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2.5.mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensoris khusus secara mandiri. METODA

PEMBELAJARAN

1. Demo video Pemeriksaan sensoris khusus 2. Latihan antar teman

 ALAT BANTU

- Alat Audiovisual (LCD)

- CD Power Point pemeriksaan sensoris khusus - Jarum bundel 20 buah

- Sekrup, kancing baju, gabus, kubus kayu kecil, karet masing2 10 buah - Tempat tidur 

WAKTU

LATAR BELAKANG TES PERASAAN DISKRIMINASI

Adalah pemeriksaan untuk fungsi proprioseptif dan fungsi analisa kortek parietal (area 5 dan 7) yang disebut juga Gnosia Tactil, gangguannya disebut Agnosia Tactil, pemeriksaannya meliputi Tes Stereognosia, Gramestesia, Topagnosia, Fingergnosia, Diskrimina-2 titik, Barognosia, Diskriminasi kanan-kiri.

PEMERIKSAAN SENSORIS KHUSUS

Pemeriksaan ini tidak selalu diperiksa setiap pasien hanya pada indikasi, kelainan atau keluhan tertentu. Pemeriksaan ini terdiri atas :

1. Lhermitte 6. Sicard  2. Valsava 7. Patrick 

3.  Naffziger 8. Kontra Patrick  4. Lasseque 9. Tinel

5. Bragard 10. Phalen

PROSEDUR

PROSEDUR

TES PERASAAN DISKRIMINASI Perasaan stereognosis

1. Menyiapkan alat (kunci, uang logam, kancing, cincin dll.), memberi informasi apa yang akan dilakukan.

2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

3. Meletakkan benda didalam tangan pasien, Mempersilahkan  pasien meraba-raba benda tersebut dan identifikasi terhadap  benda yang dirabanya

(20)

Perasaan gramestesia

4. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

5. Pemeriksa membuat tulisan satu huruf atau angka di telapak  tangan pasien dengan benda runcing, Mempersilahkan pasien menebak tulisan tersebut.

Perasaan diskriminalissi dua titik :

6. Mempersiapkan 2 jarum bundel dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

7. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

8. Melakukan tusukan dengan 1 atau 2 jarum pada kulit pasien di dua tempat dalam waktu yang bersamaan pada jarak tertentu 9. Menentukan pada jarak berapa cm/mm → dapat mengenali

dengan jelas 2 rangsangan tersebut.  Jarak normal :

Lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum manus 20-30, telapak tangan 8-12 mm, dada-lengan bawah-tungkai bawah 40 mm, punggung-lengan atas dan paha 70-75 mm, jari kaki 3-8 mm.

Perasaan barognosia

10. Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

12. Meletakkan benda satu persatu diatas telapak tangan pasien dan Mempersilahkan pasien untuk memberitahukan terbuat dari  bahan apa (berat yang mana) barang-barang yang diberikan  padanya.

Perasaan Topognosia

13. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

14. Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa bagian kulit  pasien , Mempersilahkan pasien memberitahukan bagian

tubuh mana yang disentuh oleh pemeriksa. PEMERIKSAAN SENSOSIS KHUSUS

Lhermitte

15. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien.

16. Memegang kepala pasien di vertek dengan kedua tangan, tekan kebawah, apakah ada nyeri menjalar radikular, miringkan kepala pasien ke kiri kemudan kekanan lalu tekan dengan kedua tangan pemeriksa, tanyakan apakah ada nyeri menjalar  (radikular) dan menanyakan menjalar ke dermatome mana,  bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip.

(21)

Valsava

17. Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan nafas  beberapa menit apakah ada nyeri radikular dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar  (radikular) disebut positip.

Naffziger

18. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin dahulu ke pasien.

19. Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien bersamaan selama beberapa menit apakah nyeri radikular, dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip.

Lasseque (SLR = Straight Leg Raising test)

20. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, mem-fleksikan tungkai bawah pada sendi panggul dengan tungkai bawah ekstensi pada sendi lutut, kanan dan kiri bergantian.

21. Menentukan tes Lasseque positif.bila ada nyeri radikular  dengan sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Bragard

22. Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah men-dorsifleksi kaki.

23. Menentukan tes Bragard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Sicard

24. Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah men-dorsifleksi ibu jari kaki.

25. Menentukan tes Sicard positif.bila ada nyeri radikular dengan sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Patrick (Fabere : fleksi, abduksi, rotasi eksternal dan ekstensi) 26. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari tungkai

yang nyeri ditaruh di lutut satunya, kemudian tangan kiri  pemeriksa memegang lutut / paha dan ditekan ke bawah, bila

terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip.

Kontra Patrik (Fadire: fleksi, adduksi, rotasi internal dan ekstensi).

27. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tangan kiri pemeriksa memegang lutut , tangan kanan pemeriksa memegang tumit dan lutut ditekan ke bawah sedang tumit diangkat keatas,  bila terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip.

(22)

Tinnel

28. Mengetuk saraf perifer yang akan diperiksa, positif bila ada nyeri yang menjalar sesuai dermatom dari lokasi ketukan kedistal. Sering diperiksa pada sindroma semua jepitan saraf  Phalen

29. Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan tempelkan  pada punggung tangan dan tekan kedua tangan pasien yang

sudah fleksi, tes positip bila ada nyeri menjalar ke jari-jari. CHECK LIST &

EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S 2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical

Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.

(23)

CHECK L IST & EVALUASI Terlampir dibawah

DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr.M.Dalhar,Sp.S(K) 6.dr.Hari Purnomo,Sp.S 2. dr.Shahdevi NK,Sp.S 7.dr.Bambang Budiarso,Sp.S 3. dr.Eko Ari Setijon,Sp.S 8.dr.Hanief Nursyahdu,Sp.S 4. dr.Masruroh Rahayu,MKes 9.dr.Sri Budhi Rianawati,Sp.S REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical Diagnosis,

Clinical Examination, 4th Edition, APAC Publishers, Singapore, 2001.

2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination, Eleventh Edition, Elsevier, 2005.

3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.

4. H.Royden Jones JR, Netter’s Neurology International Student Editioin, ICON Learning Systems , 2005.

5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.

6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999

7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, 9thEdition, FKUI, 2006.

(24)

CHECK LIST

MODUL PANUM

(Kepaniteraan Umum)

CHECK LIST

MODUL NEUROLOGI 2

2.1. Motorik

2.2. Reflek Fisiologis

2.3 Reflek Patologis

2.4. Reflek Regresi

2.5. Sensoris Umum

2.6. Sensoris Khusus

Editor

Dr.Moch.Dalhar,Sp.S(K)

Dr.Shahdevi NK,Sp.S

Dr.Masruroh Rahayu,MKes

FAKULTAS KEDOKTERAN

Universitas Brawijaya

MALANG

2007

(25)

Nama :

NIM :

Kelompok :

Tanggal :

PROSEDUR MODUL 2.1. PEMERIKSAAN MOTORIK

No. Diskripsi I II III Ket

Inspeksi Motorik

1. Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan sikap bagian tubuh saat pasien berdiri, duduk berbaring, bergerak dan  berjalan, sikap : ”Ape hand”, ”Claw hand”, ”Drop hand”, ”Drop

Foot”, ” Winging scapula” dsb.

3. Menentukan adanya kelainan bentuk anggota : diperhatikan adanya deformitas.

4. Menentukan kelainan ukuran anggota : dilihat besar, kontur, atropi, hipertropi, pseudohipertopi dsb.

5. Menentukan adanya gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose,  ballismus, spasme, tic, fasikulasi dan mioklonus, kejang tonik,

kejang klonik, kejang mioklonik.

Pemeriksaan Tonus

6. Mempersilahkan pasien mengistirahatkan relaksasi ekstremitasnya, kemudian gerakkan sendi dari otot yang akan diperiksa, kalau bisa tidak ritmis dan dilakukan mendadak, tangan kiri pemeriksa hanya memfiksasi, tangan kanan  pemeriksa yang menggerakkan sendi.

7. Menentukan gangguan tonus atau tahanan bila menurun (hipotonus) merupakan kelainan LMN atau meningkat hipertonus) kelainan UMN. Bila tonus meningkat ada 3 macam : Rigiditas, Spasitas dan Klonus.

Spastisitas

8. Saat menggerakan sendi dinilai tahanannya. Pada spastisitas dapat ditemukan Fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya tahanan pada awal gerakan, hal ini termasuk tanda UMN.

9. Pada spastisitas juga bisa didapatkan Fenomena pipa timah, yaitu adanya tahanan selama gerakan , hal ini termasuk juga tanda UMN.

CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2

2.1. MOTORIK

(26)

Rigiditas

10. Menentukan adanya Rigiditas yaitu saat menggerakan sendi selalu adanya tahanan / kekakuan, sehingga sendi macet/ sulit digerakkan atau tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas “decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigidity”atau “fenomen cogwheel”, hal ini akibat gangguan extrapiramidal.

11. Menentukan adanya“decorticate rigidity” dan “ decerebrate rigid  ity”, yaitu saat menggerakan sendi terlihat macet dengan posisi khas lihat gambar rigiditas, keadaan ini penting pada kegawatan herniasi otak :

12. Menentukan adanya fenomena roda gigi (fenomena cogwheel) yaitu saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/  putus-putus , keadaan ini pada penyakit Parkinson

13. Mempersilahkan pasien menggerakan sendisekuat-kuatnya untuk melawan gravitasi dan kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak terangkat melawan gravitasi nilainya 2 s/d 0 14. Menilai Kekuatan Motorik (internasional) semua otot mulai otot

 penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, jari-jari , otot penggerak sendi panggul, sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki ( lihat lampiran gambar pemeriksaan kekuatan motorik )

Penilaian kekuatan : 5 : Normal

4 : Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang.

3 : Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi dan dapat melawan tahanan ringan

2 :Tidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi dan Otot

1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masih ada gerakan kontraksi otot.

0 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak dan tidak ada gerakan kontraksi otot.

15. Bila ada parese tentukan ” Myotome ” masing otot, bila tetraparese atau paraparese penting untuk menentukan topis lesinya ( lihat lampiran gambar pemeriksaan otot).

Tes Telunjuk-hidung :

16. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari  pemeriksa kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan  jari pemeriksa dirubah-rubah kedudukannya.

(27)

17. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien disuruh menyentuh jari telunjuk sisi lainnya kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari pasien disuruh merubah-rubah kedudukannya, diperiksa saat mata terbuka dan tertutup

18. Mempersilahkan kedua lengan pasien direntangkan lurus, secara  bergantian telunjuk pasien disuruh menyentuh hidung, dengan

mata terbuka dan mata tertutup.

Tes Telunjuk-telunjuk :

19. Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling disentuhkan kemudian dijauhkan, kemudian disuruh menyentuh lagi  berulang-ulanng, posisi tangan dirubah, baik mata terbuka dan

mata tertutup.

Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki :

20. Mempersilahkan tumit pasien diangkat letakkan diatas lutut, geser tumit diatas tibia sampai ibu jari kaki dan diulang-ulang. 21. Menentukan adanya Dysmetria tangan yaitu bila tes

telunjuk-hidung , telunjuk-telunjuk dan Tes Tumit-Lutut-Ibujari kaki diatas tidak bisa / tidak tepat.

Tes Pronasi-Supinasi :

22. Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien melakukan gerakan pronasi-supinasi secara cepat, berulang-ulang.

Tes Plantar fleksi-Dorsum Fleksi :

23. Mempersilahkan pasien melakukan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi secara cepat, berulang-ulang.

24.

Menentukan adanya Dysdiadokokinesia yaitu bila gerakan  pronasi-supinasi dan gerakan Plantar fleksi-Dorsum Fleksi lebih

lambat atau tidak trampil.

Beri Tanda  bila dikerjakan lengkap dan Betul Beri Tanda

X

 bila tidak dikerjakan atau salah

Beri Tanda

 bila sebagaian dikerjakan / tidak sempurna Diberi kesempatan mengulang/ membetulkan ke II dan ke III

(28)

Nama : NIM : Kelompok : Tanggal :

PROSEDUR MODUL 2.2. PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS

No. Diskripsi I II III Ket

Refleks tendon biseps (BPR) saat duduk

1. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha, atau lengan  bawah pasien diletakkan pada lengan bawah pemeriksa dengan

ibu jari pemeriksa meraba tendon Biceps.

Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut

Respon : fleksi lengan di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks tendon biseps (BPR) saat tiduran

2. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha,  pemeriksa dengan ibu jari meraba tendon Biceps.

Stimulasi : ketukan hammer pada ibu jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon otot biseps terssebut

Respon : fleksi lengan di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks triseps (TPR) saat duduk

3. Mempersilahkan pasien duduk, pemeriksa mengangkat siku  pasien, lengan tergantung ,

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4 Refleks triseps (TPR) saat tiduran

4. Mempersilahkan pasien tidur telentang, dengan sikap lengan setengah ditekuk di sendi siku, letakkan tangan di lipat paha  pasien,

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung. Respons: ekstensi lengan bawah di sendi siku

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2

2.2. REFLEK FISIOLOGIS

(29)

Refleks tendon lutut (KPR) saat duduk

5. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya digantung

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks tendon lutut (KPR) saat tiduran

6. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap  pemeriksan mengangkat lutut pada poplitea

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks tendon Achilles (APR) saat duduk

7. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya tergantung, pemeriksa mendorsofleksikan kaki pasien maksimal.

Stimulus : ketukan pada tendon Achilles Respons : Plantar fleksi kaki

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

Refleks tendon lutut (KPR) saat tiduran

8. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap  pergelangan kaki diletakkan diatas tungkai bawah seberangnya

Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela Respons : tungkai bawah berekstensi

Menentukan nilai reflek fisiologis : - , +1, +2, +3 atau +4

REFLEKS SUPERFISIAL Refleks kulit dinding perut

9. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan kulit perut terbuka, pemeriksa menggores kulit dinding perut ujung kunci atau ujung hammer yang runcing, menggores dari lateral menuju kemedial pada setiap segmen supraumbilikal , umbilikal dan infraumbilikal.

Menentukan Refleks kulit dinding perut positip, yaitu bila umbilicus bergerak mendekati rangsangan

Beri Tanda  bila dikerjakan lengkap dan Betul Beri Tanda

X

 bila tidak dikerjakan atau salah

Beri Tanda

 bila sebagaian dikerjakan / tidak sempurna Diberi kesempatan mengulang/ membetulkan ke II dan ke III

(30)

2.3. REFLEK PATOLOGIS dan REGRESI

Nama :

NIM :

Kelompok : Tanggal :

PROSEDUR MODUL 2.3. PEMERIKSAAN PATOLOGIS dan REGRESI

No. Diskripsi I II III Ket

REFLEKS PATOLOGIS KAKI

1.Refleks Babinski / Extensor plantar response

1. Melakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari,

Menentukan reflek Babinski positif bila timbul dorsum flexi ibujari kaki., diikuti pengembangan dan ekstensi jari-jari kaki (fanning)

Refleks Chaddock

2. Melakukan penggoresan terhadap melingkari maleolus sampai kulit dorsum pedis bagian lateral atau eksterna, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

Refleks Oppenheim

3. Melakukan pengurutan dari proksimal kedistal secara keras dengan jari telunjuk dan ibujari tangan terhadap kulit yang

menutupi os tibia atau dengan menggunakan sendi interfalangeal  jari telunjuk dan jari tengah dengan tangan mengepal, hasil

 positipnya sama dengan reflek Babinski. Refleks Gordon

4. Melakukan pemencetan otot betis secara keras, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

Refleks Schaeffer

5. Melakukan pemencetan tendon Achilles secara keras, hasil  positipnya sama dengan reflek Babinski.

Refleks Gonda

6. Melakukan penjepitan jari kaki keempat pasien, di plantar  fleksikan maksimal , dilepas, hasil positipnya sama dengan reflek Babinski.

(31)

REFLEKS PATOLOGIS TANGAN Refleks Trömner

7. Pemeriksa men-dorso-fleksikan jari tengah pasien, kemudian melakukan pencolekan pada ujung jari tengah , hasil positipnya akan diikuti fleksi jari telunjuk dan ibujari serta jari-jari lainnya setiap kali dicolek-colek 

Refleks Hoffman

8. Jari tengah pasien dijepit dan digoreskan pada kuku dengan ujung kuku ibujari pemeriksa akan diikuti fleksi sejenak ibujari,  jari telunjuk serta jari-jari lainnya setiap kali kuku jari tengah

digores

REFLEKS PATOLOGIK REGRESI Refleks menetek

9. Sentuhan pada bibir akan diikuti gerakan bibir, lidah dan rahang  bawah seolah-olah menetek.

Snout refleks

10. Pengetukan pada bibir atas maka bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot-otot sekitar bibir atau bawah hidung

Refleks memegang

11. Penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan  pasien maka tangan pasien akan mengepal

Refleks palmomental

12. Penggoresan dengan ujung pensil atau ujng gagang palu refleks terhadap kulit telapak tangan bagian tenar maka didikuti kontraksi otot mentalis dan orbikularis oris isilateral

Beri Tanda  bila dikerjakan lengkap dan Betul Beri Tanda

X

 bila tidak dikerjakan atau salah

Beri Tanda

 bila sebagaian dikerjakan / tidak sempurna Diberi kesempatan mengulang/ membetulkan ke II dan ke III

(32)

Nama :

NIM :

Kelompok :

Tanggal :

PROSEDUR MODUL 2.4. PEMERIKSAAN SENSORIS UMUM

No. Diskripsi I II III Ket

I. NYERI

1. Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda gigi (rader) yang tajam dan memberi informasi ke penderita apa yang mau kita kerjakan.

2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

3. Melakukan pemeriksaan dengan memegang jarum dan menusuk   jarum tegak lurus, sebatas pada permukaan kulit pasien mulai

dari kaki terus ke arah kepala (dari distal ke proksimal) disesuaikan dengan dermatom. Bandingkan sisi kanan dan kiri, sisi yang dianggap normal dan yang sakit, bandingkan juga distal dan proksimal.

4. Menggambarkan kelainan nyeri berupa titik-titik, sesuai dengan dermatomnya, atau sesuai pola gangguannya.

II. RABA

5. Mempersiapankan alat yaitu kuas halus, kapas dan memberi informasikan ke penderita apa yang akan kita kerjakan.

6. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

7. Seutas kapas yang digulung lancip digoreskan pada permukaan kulit dari distal ke proksimal, bandingkan kanan dan kiri, sisi normal dan sisi yang sakit. Sisi tubuh lateral kurang peka dibanding sisi medial/mesial.

8. Menggambarkan kelainan nyeri berupa arsir garis miring, sesuai dengan dermatomnya atau pola ganguannya.

III. SUHU

9. Mempersiapan alat yaitu satu botol / tabung reaksi yang berisi air panas dengan suhu 40 – 45oC dan satu berisi air dingin/es  batu dengan suhu 10 – 15oC.

CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2

2.4. SENSORIS UMUM

(33)

Sebaiknya botol dibungkus kain untuk membuat botol betulbetul kering.

10. Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan. 11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata

12. Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan panas ditempelkan bergantian pada kulit pasien , menanyakan apa terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke  proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, yang normal dan sisi

yang sakit. PROPRIOSEPTIF

Tes Posisi / Rasa gerak pasif 

13. Menginformasikan ke penderita apa yang mau kita kerjakan. 14. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

15 Melakukan tes posisi/ perasan gerak pasif yaitu gerakan pada anggota gerak pasien yang dilakukan oleh pemeriksa.

16. Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan, dengan cara memegang bagian lateral jari, pasien disuruh menyimpulkan  berdasar atas terasanya posisi atau gerakan keatas atau kebawah, atau pasien diminta segera menjawab “ya” setiap perubahan sikap jarinya. Pemeriksa melakukannya dengan cepat dan  berulang.

Tes perasaan getar

17. Mempersiapkan alat garpu tala 128 Hz dan 512Hz dan memberi informasi apa yang dilakukan

18. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

19. Menggetarkan garpu tala 128 Hz dan atau 512 Hz, meletakkan  pangkal garputala pada anggota gerak pasien yang dibawah

kulit ada tulangnya.

20. Menanyakan perasaan getar (bukan rasa dingin, raba, bunyi atau tekan) dan kadang pemeriksa getaran ini hentikan tiba-tiba garputala dan tanyakan pada pasien apakah masih terasa getar. Perasaan nyeri dalam

21. Secara umum rasa nyeri dalam dengan memencet otot-otot di lengan atas, lengan bawah, paha, betis. Hal ini untuk mengetahui lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan tabes dorsalis: Tanda Abadie

22. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon achilles tidak  membangkitkan nyeri atau mengeluhnya terlambat (”delayed   pain”)

(34)

Tanda Biernacki

23. Menekanan atau pemencetan kuat pada nervus ulnaris di sulcus ulnaris tidak membangkitkan nyeri atau (”delayed pain”)

Tanda Pitres

24. Menekanan atau pemencetan pada testis tidak menimbulkan nyeri atau (”delayed pain”)

Beri Tanda  bila dikerjakan lengkap dan Betul Beri Tanda

X

 bila tidak dikerjakan atau salah

Beri Tanda

— bila sebagaian dikerjakan / tidak sempurna

Diberi kesempatan mengulang/ membetulkan ke II dan ke III

(35)

Nama :

NIM :

Kelompok : Tanggal :

No. Diskripsi I II III Ket

TES PERASAAN DISKRIMINASI Perasaan stereognosis

1. Menyiapkan alat (kunci, uang logam, kancing, cincin dll.), memberi informasi apa yang akan dilakukan.

2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan diperiksa.

3. Meletakkan benda didalam tangan pasien, Mempersilahkan  pasien meraba-raba benda tersebut dan identifikasi terhadap  benda yang dirabanya.

Perasaan gramestesia

4. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa yang akan diperiksa.

5. Pemeriksa membuat tulisan satu huruf atau angka di telapak  tangan pasien dengan benda runcing, Mempersilahkan pasien menebak tulisan tersebut.

Perasaan diskriminalissi dua titik :

6. Mempersiapkan 2 jarum bundel dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.

7. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

8. Melakukan tusukan dengan 1 atau 2 jarum pada kulit pasien di dua tempat dalam waktu yang bersamaan pada jarak tertentu 9. Menentukan pada jarak berapa cm/mm → dapat mengenali

dengan jelas 2 rangsangan tersebut.

 Jarak normal : Lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum manus 20-30, telapak tangan 8-12 mm, dada-lengan bawah-tungkai bawah 40 mm, punggung-lengan atas dan paha 70-75 mm, jari kaki 3-8 mm.

CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2

2.5. SENSORIS KHUSUS

(36)

Perasaan barognosia

10. Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus dan memberi

informasi apa yang akan dilakukan.

11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.

12. Meletakkan benda satu persatu diatas telapak tangan pasien

Mempersilahkan pasien untuk memberitahukan terbuat dari  bahan apa (berat yang mana) barang-barang yang diberikan  padanya.

Perasaan Topognosia

13. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi

informasi apa yang akan dilakukan.

14. Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa bagian kulit

 pasien , Mempersilahkan pasien memberitahukan bagian tubuh mana yang disentuh oleh pemeriksa.

PEMERIKSAAN SENSOSIS KHUSUS Lhermitte

15. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin

dahulu ke pasien.

16. Memegang kepala pasien di vertek dengan kedua tangan, tekan

kebawah, apakah ada nyeri menjalar radikular, miringkan

kepala pasien ke kiri kemudan kekanan lalu tekan dengan kedua tangan pemeriksa, tanyakan apakah ada nyeri menjalar  (radikular) dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) disebut positip.

Valsava

17. Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan nafas

 beberapa menit apakah ada nyeri radikular dan menanyakan

menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar 

(radikular) disebut positip.

Nafziger

18. Memberi informasikan yang akan dilakukan dan minja ijin

dahulu ke pasien.

19. Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien bersamaan

selama beberapa menit apakah nyeri radikular, dan menanyakan

menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar 

(37)

Lasseque (SLR = Straight Leg Raising test)

20. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, mem-fleksikan tungkai

 bawah pada sendi panggul dengan tungkai bawah ekstensi pada sendi lutut, kanan dan kiri bergantian.

21. Menentukan tes Lasseque positif.bila ada nyeri radikular 

dengan sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Bragard

22. Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah

men-dorsifleksi kaki.

23. Menentukan tes Bragard positif.bila ada nyeri radikular dengan

sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Sicard

24. Melakukan tes seperti Lasseque, tetapi dengan ditambah

men-dorsifleksi ibu jari kaki.

25. Menentukan tes Sicard positif.bila ada nyeri radikular dengan

sudut kurang 600, mencatat hasil positip, sudutnya.

Patrick (Fabere : fleksi, abduksi, rotasi eksternal dan ekstensi)

26. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari tungkai

yang nyeri ditaruh di lutut satunya, kemudian tangan kiri  pemeriksa memegang lutut / paha dan ditekan ke bawah, bila

terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip.

Kontra Patrik (Fadire: fleksi, adduksi, rotasi internal , ekstensi).

27. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tangan kiri pemeriksa

memegang lutut , tangan kanan pemeriksa memegang tumit dan

lutut ditekan ke bawah sedang tumit diangkat keatas, bila

terdapat nyeri di sendi panggul (Coxae) disebut positip.

Tinnel

28. Mengetuk saraf perifer yang akan diperiksa, positif bila ada

nyeri yang menjalar sesuai dermatom dari lokasi ketukan kedistal. Sering diperiksa pada sindroma semua jepitan saraf 

Phalen

29. Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan tempelkan

 pada punggung tangan dan tekan kedua tangan pasien yang sudah fleksi, tes positip bila ada nyeri menjalar ke jari-jari.

Beri Tanda  bila dikerjakan lengkap dan Betul

Beri Tanda

X

 bila tidak dikerjakan atau salah

Beri Tanda

— bila sebagaian dikerjakan / tidak sempurna

(38)

LAMPIRAN

MODUL PANUM

(Kepaniteraan Umum)

MODUL NEUROLOGI 2

Editor

Dr.Moch.Dalhar,Sp.S(K)

Dr.Shahdevi NK,Sp.S

Dr.Masruroh Rahayu,MKes

FAKULTAS KEDOKTERAN

Universitas Brawijaya

MALANG

2007

(39)

LA MPIRAN MODUL PANUM NEUROLOGI 2 MODUL 2.1. KEKUATA N MOTORIK

(40)
(41)

Hip Flexion L123

(42)

Knee Abductio n L 5S12

Knee Flexion L5S12

(43)
(44)
(45)
(46)

Lampiran MODUL PANUM NEUROLOGI 2

MODUL 2.3. REFLEK FISIOLOGIS

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

Lampiran

MODUL PANUM NEUROLOGI 2

MODUL SENSORIS

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)

Referensi

Dokumen terkait

Kontrol yang penting untuk proses sumber modal dan proses investasi adalah otorisasi khusus dan pengawasan oleh manajemen puncak.. Pengawasan langsung manajemen  puncak ini

Dari hasil survei awal yang dilaku- kan peneliti melalui metode wawan- cara pada peserta Jamkesda, ada beberapa masalah tentang pengeta- huan peserta pengguna Jamkesda

perilaku seksual wanita pekerja seksual tidak langsung dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di Warung Remang-Remang Luwes Surodadi Gringsing Kabupaten Batang. 3)

[r]

Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau green house agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh

Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana kadar asam lemak bebas pada minyak goreng yang dipakai berulang, berapa

"ementara itu* dalam hal &en%aluran =akat* tidak selaman%a =akat disalurkan dalam $entuk konsumtif %ang sekali &akai dan /e&at ha$is+ ;akat $isa di$erikan dalam

Kepada fungsionaris partai mulai tingkatan DPP, DPW, DPC, PAC dan Ranting serta kader dan Caleg Partai Persatuan Pembangunan di seluruh Indonesia agar mempelajari, memahami