• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat Alfiani, Liling Triyasmono, Malikhatun Ni mah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Selamat Alfiani, Liling Triyasmono, Malikhatun Ni mah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pharmascience, Vol 1, No. 1, Februari 2014, hal: 7 - 13

ISSN : 2355 – 5386

ANALISIS KADAR ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK HASIL

PENGGORENGAN BERULANG DENGAN METODE TITRASI ASAM BASA DAN

SPEKTROFOTOMETER FOURIER TRANSFORMATION INFRA RED (FTIR)

Selamat Alfiani, Liling Triyasmono, Malikhatun Ni’mah Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Lambung Mangkurat

Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email: alfianz03@gmail.com

INTISARI

Proses penggorengan berulang pada minyak goreng akan menyebabkan terbentuknya

asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat dianalisis menggunakan metode titrasi asam basa

dengan NaOH 0,05 M sebagai titran dan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) yang

didasari pada absorbansi dari gugus asam lemak bebas. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan

peningkatan kandungan asam lemak bebas dan menunjukkan pemakaian yang masih memenuhi

standar mutu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak

kelompok (RAK). Pengelompokan sampel sebanyak 2 kelompok dengan masing-masing

pengulangan penggorengan ke-0, ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5. Hasil analisis kadar menggunakan

titrasi asam basa untuk minyak goreng bermerek dari penggorengan ke-0 sampai ke-5

berturut-turut sebagai berikut 0,18 mgOH/g; 0,29 mgOH/g; 0,37 mgOH/g; 0,47 mgOH/g; 0,50 mgOH/g; 0,53

mgOH/g, untuk minyak goreng curah dari penggorengan ke-0 sampai ke-5 berturut-turut sebagai

berikut 0,49 mgOH/g; 0,52 mgOH/g; 0,58 mgOH/g; 0,69 mgOH/g; 0,76 mgOH/g; 0,81 mgOH/g.

Hasil analisis menggunakan FTIR menunjukkan ada peningkatan nilai absorbansi pada gugus

fungsi C=O (1743 cm-1) asam lemak bebas pada penggorengan ke-3 dan ke-4. Kesimpulan

penelitian ini terdapat peningkatan kadar pada pengulangan penggorengan dan pemakaian

berulang yang masih memenuhi standar mutu pada pengulangan ke-5 untuk minyak goreng

bermerek dan dua kali pengulangan untuk minyak goreng curah.

Kata kunci: Asam lemak bebas, minyak goreng, titrasi asam basa, FTIR.

ABASTRACT

The process of repeated frying in cooking oil will cause the formation of free fatty acids.

Free fatty acids can be analyzed using the method of acid-base titration using 0.05 M NaOH as

titrant and FTIR (Fourier Transform Infra Red), which is based on the atomic bonding of free fatty

acid group. The purpose of this study was to determine the increase on free fatty acid content and

demonstrate the use of which is still safe to use. This study used an experimental method with a

plan randomized group (RAK). The samples was divided into 2 groups, with each repetition of the

frying of 0, 1st, 2nd, 3rd, 4th, 5th. The results of the analysis using acid-base titration levels for

branded cooking oil from the frying of 0 to 5th repetition in a row following as 0.18 mgOH/g; 0.29

mgOH/g; 0.37 mgOH/g; 0.47 mgOH/g; 0.5 mgOH/g; 0.53 mgOH/g, for the cooking oil from the

frying of 0 to 5th repetition in a row following as 0.49 mgOH/g; 0.52 mgOH/g; 0.58 mgOH/g; 0.69

mgOH/g; 0.76 mgOH/g; 0.81 mgOH/g. The results of the analysis using FTIR showed difference in

the absorbance values of functional groups C=O (1743 cm-1) of free fatty acids in the frying of the

3rd and 4th repetition. This study conclude there is the increase on free fatty acid level in repetition

of frying and the repeated cooking oil consumption safety limit on 5 times repetition for gianded

cooking oil and 2 times repetition for bulk cooking oil.

Keywords: free fatty acids, edible oils, acid-base titration, FTIR.

PENDAHULUAN

Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Jenis minyak goreng

yang umumnya digunakan yaitu minyak nabati, seperti: minyak kelapa dan minyak sawit. Kurang lebih dari 290 juta ton minyak dikonsumsi tiap tahun.

(2)

Hal tersebut menunjukkan besarnya jumlah makanan gorengan yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala kalangan (Ketaren, 2008). Selama proses penggorengan, makanan terendam di dalam minyak goreng dengan suhu tinggi, sehingga terjadi penyerapan minyak oleh makanan. Menurut penelitian Velesco (2004), faktor yang mempengaruhi penyerapan minyak oleh makanan selama proses penggorengan adalah suhu, lama waktu penggorengan dan pemakaian berulang pada minyak goreng. Penelitian Febriansyah (2007) juga menyatakan jumlah minyak dalam makanan yang digoreng mengalami kenaikan seiring dengan semakin lamanya proses pengorengan. Hal ini dikarenakan selama proses penggorengan minyak goreng mengalami berbagai reaksi kimia di antaranya reaksi hidrolisis dan oksidasi yang dapat menyebabkan terbentuknya asam lemak bebas (Kumala, 2003).

Menurut Rukmini (2007), minyak goreng yang memiliki kandungan asam lemak bebas melebihi standar mutu yakni maksimal 0,6 mg OH/g (BSN, 2013) bila dikonsumsi dalam jangka waktu panjang dan dalam jumlah besar dapat merusak kesehatan karena viskositasnya padat sehingga bersifat lengket pada dinding saluran darah yang mengakibatkan atheroskelerosis, menyebabkan bertambahnya berat organ ginjal dan hati serta timbulnya berbagai penyakit, seperti yang disebutkan Castillo’n et al. (2011) dalam penelitiannya yaitu: kanker, hipertensi, obesitas dan Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang diakibatkan oleh tingginya konsumsi asam lemak bebas dalam jumlah besar. Penelitian Tuminah (2009) menyatakan bahwa konsumsi rata-rata asam lemak bebas di Indonesia sebesar 15,54% dari total energi yang dikonsumsi sedangkan penelitian Bintanah & Muryati (2010) mengatakan rata-rata konsumsi asam lemak bebas masyarakat Indonesia adalah 18,30% yang berarti mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya. Hal ini sangat mengkhawatirkan terkait tingginya kadar asam lemak bebas dalam minyak

menunjukkan penurunan kualitas minyak goreng serta penurunan mutu makanan yang pada akhirnya dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan (Anwar, 2012).

Berdasarkan penelitian Panagan (2010), kadar asam lemak bebas dapat di analisis menggunakan metode titrasi asam basa. Edwar et al. (2011) menganalisis kandungan asam lemak bebas pada minyak goreng sawit dan minyak goreng jagung. Hasil penelitian menyatakan bahwa pada pemanasan selama 60 menit dengan suhu 2000 C terlihat penurunan volume titrasi dari kedua sampel minyak goreng, serta penelitian Effendi et al. (2012) untuk mengukur kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa yang menyatakan peningkatan kadar asam lemak bebas akibat proses oksidasi dan hidrolisis minyak. Pemilihan metode ini dipakai karena merupakan metode yang sederhana dan sudah banyak digunakan dalam laboratorium maupun industri, penentuannya hanya didasarkan pada perubahan warna yang terjadi pada sampel dan sering disebut sebagai titik akhir titrasi.

Selain dengan menggunakan metode titrasi, kadar asam lemak bebas di dalam minyak dapat dianalisis menggunakan FTIR (Fourier Transformasi Infra Red) yang didasari pada vibrasi ikatan atom dari suatu molekul. Seperti yang dilakukan Al-Alawi et al. (2006) pada penelitian asam lemak bebas pada minyak nabati, hasil penelitiannya menunjukkan adanya perubahan pita serapan gugus fungsi dari asam lemak bebas yang ditandai dengan gugus karboksilat, terjadi kenaikan pita serapan pada panjang gelombang 1820-1573 cm-1 yang menandakan adanya vibrasi ikatan C=O. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Yelmeda et al. (2012) untuk menganalisis asam lemak pada minyak sawit dan Kapitan (2013) pada minyak bekas penggorengan. Kelebihan dari FTIR yaitu penyiapan sampel yang lebih cepat serta waktu yang digunakan untuk menganalisis lebih cepat dibandingkan metode konvensional lainnya, tidak menggunakan pelarut yang banyak dan mengurangi resiko toksisitas.

(3)

Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana kadar asam lemak bebas pada minyak goreng yang dipakai berulang, berapa kali pemakaian minyak goreng yang masih memenuhi standar mutu untuk digunakan dan memberikan gambaran absorbansi gugus fungsi asam lemak bebas seiring dengan banyaknya penggorengan dengan spektrofotometer FTIR.

BAHAN DAN METODE Bahan

Minyak diperoleh dari hasil penggorengan menggunakan minyak goreng bermerek dan minyak goreng curah dengan masing-masing pengulangan penggorengan yaitu dari penggorengan ke 0, 1, 2, 3, 4 dan 5. Analisis titrasi asam basa dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Indonesia. Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Semua reagen kimia yang digunakan adalah kelas analisis. Pembuatan Sampel

Pembuatan sampel minyak goreng pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan penggorengan sendiri menggunakan 2 sampel minyak goreng yang berbeda dengan pengulangan penggorengan 0, 1, 2, 3, 4, 5. Sampel minyak goreng yang digunakan yaitu minyak goreng bermerek dan minyak goreng curah. Pertama-tama pada penggorengan ke-0 masing-masing dari sampel minyak diambil, kemudian dilakukan penggorengan pertama, waktu minyak mendidih yaitu 4 menit, setelah minyak mendidih kemudian dimasukkan bahan makanan yang digoreng yaitu tempe, proses penggorengan berlangsung selama 3 menit terhitung sampai bahan makanan matang. Setelah bahan makanan matang, minyak hasil penggorengan diambil 100 mL untuk dilakukan

analisis menggunakan titrasi asam basa dan FTIR. Minyak hasil penggorengan didiamkan selama 45 menit sebelum dilanjutkan ke penggorengan selanjutnya. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada penggorengan ke-1, 2, 3, 4 maupun 5.

Metode Referensi

Penentuan kadar asam lemak bebas dalam sampel minyak goreng dilakukan menurut metode standar untuk analisis lemak dengan metode resmi analisis AOAC Internasional (2005) dan analisis AOCS Internasional (2012).

Pengukuran Titrasi Asam Basa

Sebanyak 14 gram minyak goreng ditimbang pada tiap tahap dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang telah diketahui berat kosongnya. Ditambahkan 25 mL etanol 95% dan dipanaskan pada suhu 400 C. Ditambahkan 2 mL indikator phenopthalin. Dititrasi dengan NaOH 0,05 M sampai terbentuk larutan berwarna merah muda dan tidak hilang selama 30 detik. Dicatat volume NaOH yang digunakan. Dilakukan perhitungan kadar dengan rumus :

Kadar =(mL NaOH x N NaOH x BE NaOH)/(Berat Sampel) Keterangan :

Kadar : Kadar asam lemak bebas mL NaOH : Volume titran NaOH N NaOH : Normalitas larutan NaOH BE NaOH : Berat ekivalen NaOH Pengukuran FTIR

Semua sampel diukur dengan menggunakan Spektrofotometer FTIR ABB MB 3000 (Clairet Scien Northa, pton, UK) yang dilengkapi dengan detektor DTGS dengan resolusi 4 cm-1, jumlah pembacaan gugus dilakukan pada wilayah panjang gelombang 6000-400 cm-1. Spektra FTIR menggunakan softwere Horizon MB FTIR version 3.0.13.1 (ABB, Kanada). Sampel ditempatkan pada wadah sampel untuk kemudian dianalisa. Dari perangkat Spektrofotometer FTIR akan didapatkan informasi

(4)

berupa spektra yang menggambarkan nilai absorbansi pada setiap titik kandungan gugus fungsi asam lemak bebas yang ada.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data kuantitatif (angka) dari kadar asam lemak bebas pada tiap pengulangan penggorengan. Keragaman data dianalisis menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui sebaran data dan homogenitas data dengan uji Levene. Data yang memenuhi syarat distribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan analisis menggunakan metode uji independent t. Namun jika data tidak berdistribusi normal dan homogen (p < 0,05), maka digunakan analisis non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis titrasi asam basa dapat dilihat pada gambar 1, bahwa pada penggorengan ke-0 hingga penggorengan ke-5 untuk masing-masing sampel minyak goreng bermerek maupun minyak goreng curah mengalami peningkatan jumlah rata-rata kadar asam lemak bebas. Peningkatan jumlah kadar asam lemak bebas ini disebabkan hasil hidrolisis dari trigliserida. Pada awal penggorengan kenaikan kadar asam lemak bebas yang tidak terlalu tinggi, tetapi seiring banyaknya pengulangan penggorengan kenaikan kadar asam lemak bebas semakin meningkat. Hal ini karena pada saat awal penggorengan, kadar air dalam minyak goreng yang berasal dari bahan yang akan digoreng belum terlalu banyak, tetapi pada proses penggorengan selanjutnya kadar air pada minyak semakin bertambah. Keberadaan air pada minyak akan mempercepat proses hidrolisis dari minyak goreng (Mohamed et al., 2001). Semakin lama penggunaan minyak untuk menggoreng semakin tinggi pula kandungan asam lemak bebas yang terbentuk (Ketaren, 2008). Kadar rata-rata asam lemak bebas yang melewati ambang batas standar mutu kadar

asam lemak bebas yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2013 yang berisi syarat kandungan asam lemak bebas maksimal adalah 0,6 mg OH/g yaitu terdapat pada minyak goreng curah pada penggorengan ke-3 sebesar 0,69 mg OH/g, penggorengan ke-4 sebesar 0,76 mg OH/g dan penggorengan ke-5 sebesar 0,81 mg OH/g. Hasil analisis kadar asam lemak bebas untuk minyak goreng bermerek yang tertinggi yaitu 0,53 mg OH/g pada penggorengan ke-5 yang berarti belum melewati ambang standar mutu kadar asam lemak. Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa batas standar mutu pemakaian minyak goreng berulang untuk minyak goreng bermerek masih memenuhi standar sampai pengulangan penggorengan ke-5 dan untuk minyak goreng curah sebanyak 2 kali pengulangan penggorengan.

Data analisis yang diperoleh menunjukan tersebar normal dan homogen dari hasil perhitungan statistik, maka analisis statistik dilanjutkan dengan metode uji independent t berpasangan untuk melihat perbedaan kadar asam lemak bebas minyak goreng bermerek dengan minyak goreng curah. Uji independent t berpasangan pada tabel 1 menunjukkan nilai signifikan (p < 0,05) sehingga dapat disimpulkan adanya perbedaan bermakna antara kadar asam lemak bebas minyak goreng bermerek dengan kadar asam lemak bebas minyak goreng curah.

Hasil uji sampel minyak goreng bermerek dan minyak goreng curah menggunakan Spektrofotometer FTIR memberikan informasi gugus-gugus fungsional asam lemak bebas dalam sampel. Uji sampel yang dilakukan menghasilkan intensitas puncak dan panjang gelombang dalam besaran bilangan gelombang pada spektrum infra merah. Che Man & Moh (1998) menyatakan bahwa selama oksidasi minyakterdapat peningkatan dalam intensitas puncak (absorbansi) yang diamati pada frekuensi 3050-2800 cm-1 yang menggambarkan adanya gugus fungsi C-H, CH2 dan CH3. Puncak serapan juga terdapat pada rentang bilangan

(5)

Gambar 1. Grafik hubungan antara penggorengan dengan kadar

Tabel I. Hasil analisis statistik Independent t berpasangan kadar asam lemak bebas minyak goreng bermerek dengan kadar asam lemak bebas minyak goreng curah.

Perbandingan N T P Keterangan

Kadar asam lemak bebas 36 -6,027 0,000 Signifikan (p<0,05)

gelombang 1238-1033 cm-1 yang menunjukkan adanya C-O ester (Guillen & Cabo, 1997) dan bilangan gelombang 871 cm-1 yang menunjukkan adanya C-C ester (Guillen & Cabo, 2002). Goburdhun et al (2001) melaporkan bahwa spektrum FTIR minyak kedelai mengalami perubahan akibat oksidasi termal yaitu peningkatan dalam intensitas puncak pada frekuensi 1740 cm-1 yang sesuai untuk gugus karbonil dan intensitas penurunan pada 2922 dan 2825 cm-1. Hal ini juga diperjelas adanya serapan pada rentang bilangan gelombang 1820-1573 cm-1 yang menunjukkan adanya C=O karbonil (Al-Alawi et al., 2006). Dari hasil analisis didapat puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2923 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C-H dan diperkuat dengan serapan pada daerah bilangan gelombang 2854 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan gugus CH2 dan CH3. Puncak serapan juga terdapat pada bilangan gelombang 1157 cm-1 menunjukkan adanya C-O dan puncak pada bilangan gelombang 871 cm-1 menunjukkan adanya C-C ester dan peningkatan puncak serapan terlihat pada bilangan gelombang

1743 cm-1 yang ditandai adanya serapan gugus fungsi C=O karbonil dari asam lemak bebas. Dengan demikian metode FTIR dapat memberikan gambaran adanya perubahan dari hasil perlakuan, sejalan dengan penelitian Rohman et al (2011) yang menyatakan adanya peningkatan absorbansi selama proses oksidasi dari minyak.

Hasil analisis identifikasi gugus fungsi asam lemak bebas dengan FTIR pada pengulangan penggorengan ke 0, 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk minyak goreng bermerek dapat dilihat pada gambar 2 dan untuk minyak goreng curah dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 2. Spektra FTIR minyak goreng bermerek. 0.18 0.29 0.37 0.47 0.50 0.53 0.49 0.52 0.58 0.69 0.76 0.81 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 1 2 3 4 5 K ada r m g O H /g Penggorengan Minyak Goreng Bermerek Minyak Goreng Curah

(6)

Gambar 3. Spektra FTIR minyak goreng curah. KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas pada minyak goreng bermerek maupun minyak goreng curah mengalami peningkatan seiring dengan banyaknya pengulangan penggorengan. Standar mutu pemakaian minyak goreng berulang untuk minyak goreng bermerek masih memenuhi batas standar pada pengulangan penggorengan ke-5 dan untuk minyak goreng curah sebanyak dua kali pengulangan penggorengan. Adanya peningkatan absorbansi pada puncak bilangan gelombang 1743 cm-1 gugus fungsi C=O asam lemak bebas yang dapat dideteksi menggunakan Spektrofotometer FTIR.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Alawi, A., van de Voort. F. R., Sedman, J., & Ghetler, A. 2006. Automated FTIR Analysis of Free Fatty Acids or Moisture in Edible Oils. Journal Food Science and Agricultural Chemistry, 11: 23–29.

Anwar, R. W. 2012. Studi Pengaruh Suhu dan Jenis Bahan Pangan terhadap Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses Penggorengan. Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Agricultural Chemists International. Journal of the Association of Official Agricultural Chemists, USA. 41: 12.

AOCS. 2012. Quantitative Analysis of Lard in Cosmetic Lotion Formulation Using FTIR Spectroscopy and Partial Least Square Calibration. Journal American Oil Chemistry Sociality, 89: 1537–1543.

Bintanah, S., & Muryati. 2010. Hubungan Konsumsi

Lemak dengan Kejadian

Hiperkolesterolemia pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 6: 85–90.

BSN. 2013. Minyak Goreng. SNI 01-3741-2013. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Castillo’n, P.G., Artalejo, F. R., Fornés, N. S.,

Banegas, J. R., Etxezarreta, P. A., Ardanaz, E., Barricarte, A., Chirlaque, M. D., Iraeta, M. D., Larran’aga, N., Losada, A., Mendez, M., Martínez, C., Quiro’s, J. R., Navarro, C., Jakszyn, P., Sa´nchez M. J., Tormo, M. J., Gonza´lez, A. 2011. Intake of fried foods is associated with obesity in the cohort of Spanish adults from the European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. American Journal Clinic Nutrition, 86: 198–205.

Che Man, Y. B., & Moh, M. H. 1998. Determination of Free Fatty Acids in Plam Oil by Near-Infrared Reflectance Spectroscopy. Journal American Oil Chemistry Sociality, 75(5): 557–562.

Edwar, Z., H. Suyuthie, E. Yerizel, & D. Sulastri. 2011. Pengaruh Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam Lemak Minyak Goreng Sawit dan Minyak Goreng Jagung. Journal Indonesian Medical Association, 61 (6): 248–252.

Effendi, A. M., Winarni, & W. Sumarni. 2012. Optimalisasi Penggunaan Enzim Bromelin Dari Sari Bonggol Nanas Dalam Pembuatan Minyak Kelapa. Indonesian Journal of Chemical Science, 1 (1): 1–6.

(7)

Febriansyah, R. 2007. Mempelajari Pengaruh Penggunaan Berulang dan Aplikasi Adsorben Terhadap Kualitas Minyak dan Tingkat Penyerapan Minyak pada Kacang Sulut. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Goburdhun, D., Jhaumeer-Laullo, S.B. & Musruck, R. 2001. Evaluation of soybean oil quality during conventional frying by FTIR and some chemical indexes. International Journal Food Science and Nutrition, 52: 31–42. Guillen, M. D., & Cabo, N. 1997. Infrared

Spectroscopy in the Study of Edible Oils and Fats. Journal of the Science of Food and Agriculture, 75: 1–11.

Guillen, M. D., & Cabo, N. 2002. Fourier Transform Infrared Spectra Data Versus Peroxide and Anisidine Values to Determine Oxidative Stability of Edible Oils. Food Chemistry, 77: 503–510.

Kapitan, O. B. 2013. Analisis Kandungan Asam Lemak Trans (Trans Fat) Dalam Minyak Bekas Penggorengan Jajanan Di Pinggir Jalan Kota Kupang. Jurnal Kimia Terapan, 1 (1): 17–31.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Pres, Jakarta.

Kumala, M. 2003. Peran Asam Lemak Tak Jenuh Jamak Dalam Respon Imun. Jurnal Indonesia Media Assosiasi, 2: 11–2.

Mohamed, S., El-Rahman, A., Attya, E., & Mohamed, F. R. 2001. Antiradical Performance and Physicochemical Characteristics of Vegetable Oils upon Frying of French Fries: A Preliminary Comparative. Electronic Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry. 2: 1–10.

Panagan, A. T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (Allium Ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar

Asam Lemak Bebas Minyak Goreng. Jurnal Penelitian Sains, 10: 06–05.

Rukmini, A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi 2007, ISSN: 1978–9777.

Tuminah, S. 2009. Efek Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tak Jenuh ”Trans” Terhadap Kesehatan. Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 19: 13–20. Velesco, J. 2004. Formation of Short Chain Glycerol

Bound Oxidation Compounts and Oxidised Monomerics Triacylglycerols During Deep Frying and Occurrence in Used Frying Fats. European Journal of Lipid Science and Technology, 106: 728–735.

Yelmeda., I. Zahrina., & F. Akbar. 2012. Perengkahan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate) Dengan Katalis Zeolit Sintesis Untuk Menghasilkan Biofuel. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, 9: 45–50.

Gambar

Gambar 1. Grafik hubungan antara penggorengan dengan kadar
Gambar 3. Spektra FTIR minyak goreng curah.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Toisen lehtiruodin pituus la- jikkeissa Honeoye, Flair, Wendy, Polka ja Bounty sekä kolmannen lehtiruodin pituus kaikissa lajikkeissa oli merkitsevästi ( P &lt;0,05)

Matlamat kaunseling juga membantu mengembangkan potensi yang ada pada klien dengan memberi peluang kepada klien untuk mempelajari cara-cara menggunakan kebolehan dan

Pada kawasan perdesaan potensial, seharusnya dapat berperan sebagai simpul pelayanan bagi daerah belakang ( hinterland ). Namun karena keterbatasan infrastruktur,

Untuk mengatasi atau meminimalkan efek Green Wall ini, ahli strategi lingkungan menyarankan bentuk integrasi manajemen lingkungan kedalam strategi bisnis, dalam bentuk mendukung

Setelah hasil analisis data penelitian, selanjutnya adalah mendiskripsikan hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang menunjukkan adanya perbedaan hasil

Ibu mengatakan hari pertama haid terakhirnya pada tanggal 27 Juli 2018, sekarang ibu hamil anak ke dua, sudah memeriksakan kehamilannya sebanyak 5 kali di Posyandu Ngadu

Manfaat dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan, pengalaman dan memperoleh keterampilan serta mendapatkan pengalaman kerja secara