• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

26 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pangan dan Gizi, Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta dan Laboratorium Pangan dan Gizi, Pusat Studi Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Penelitian dilakukan dalam jangka waktu 5 bulan dari Januari - Mei 2016.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang jenis kepok Samarinda atau disebut pula pisang Samarinda. Pisang kepok Samarinda (Musa paradisiaca balbisiana) merupakan salah satu jenis pisang plantain yang mengandung banyak karbohidrat dan mineral, murah harganya, terdapat di banyak tempat serta tersedia sepanjang musim (Karyadi dan Indrawan, 2009). Pisang jenis ini dapat digunakan untuk pembuatan tepung. Menurut Bender (1999), pisang jenis plantain memiliki kadar pati yang lebih tinggi dan kadar gula yang lebih rendah dibandingkan jenis dessert banana. Pisang kepok Samarinda yang dipergunakan dalam penelitian ini memiliki nilai kematangan 3 dari skala 1-7. Pemilihan skala kematangan nomor 3 dimaksudkan karena kadar pati yang terdapat di dalam buah masih relatif tinggi dengan aroma buah pisang yang lebih kuat dibanding pada skala 1 dan 2. Kadar pati akan menurun seiring dengan peningkatan kematangan buah pisang karena pati dikonversi menjadi gula sederhana (Alamanda, 2015).

Buah pisang dengan skala kematangan 3 memiliki warna kulit dengan semburat kuning yang belum terlalu meluas dan warna hijau masih

(2)

nampak lebih dominan. Bahan-bahan yang lain meliputi: pati garut, gula halus, garam, vanili, telur.

Pisang kepok Samarinda atau pisang Samarinda diperoleh dari pedagang di pasar Baturetno, Kecamatan Baturetno, Wonogiri. Pati garut dan susu skim diperoleh dari Pasar Legi, Surakarta. Bahan penunjang berupa garam halus “Cerdik”, margarin “Palmia”, gula halus, vanili dan telur diperoleh di Toko Grosirku, Surakarta.

Bahan untuk analisis kimia meliputi:

a. Analisis protein: H2SO4 pekat (Merck), butir K2SO4, CuSO4 (Merck), larutan NaOH 45%, H3PO3 4%, HCl 0,01 N, butir Zn

b. Analisis lemak: petroleum ether (Merck), kertas saring

c. Analisis kadar pati: HCl (Merck) 25%, NaOH (Merck) 45%, kertas saring, aquades

d. Analisis kadar amilosa: etanol 96%, NaOH (Merck) 1 N, larutan iodin, asam asetat (Merck), aquades

e. Analisis kadar serat kasar: NaOH 1,25 N, aquades, H2SO4 (Merck) 0,325 N, etanol 95%

2. Alat

a. Pembuatan tepung pisang: baskom, pisau, neraca analitik, cabinet dryer, grinder, ayakan 60 mesh.

b. Pembuatan flakes: hand-roller, oven listrik

c. Analisis kadar air: botol timbang, oven Memmert, desikator Iwaki-Pyrex, neraca analitik

d. Analisis kadar abu: krus dan tutup, tanur, desikator Iwaki-Pyrex, oven, neraca analitik

e. Analisis kadar protein: labu Kjeldahl, pemanas Kjeldahl, alat destilasi lengkap, erlenmeyer 125 ml, buret 25ml/50 ml dan neraca analitik f. Analisis kadar lemak: soxhlet, desikator Iwaki-Pyrex, neraca analitik g. Analisis kadar pati: gelas beker 250 Iwaki-Pyrex, labu ukur 100 ml

Iwaki-Pyrex, penangas, pengaduk magnetik, pipet tetes, pipet ukur, propipet

(3)

h. Analisis kadar amilosa: erlemeyer Iwaki-pyrex 250 ml, penangas air, penjepit, pipet ukur, spektrofotometer

i. Analisis kadar serat kasar: penangas air, erlemeyer Iwaki-pyrex 250 ml, oven Memmert, desikator

j. Uji sensoris: borang C. Tahapan Penelitian

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Pisang

Metode untuk pembuatan tepung pisang yaitu diawali dengan pengeringan. Teknologi pengeringan merupakan salah satu teknologi pengawetan yang telah lama ada dalam pembuatan tepung. Melalui teknologi pengeringan, umur simpan produk dapat diperpanjang serta

Tepung Pisang dan Pati Garut

Susu skim, garam, gula halus, telur, vanili, margarin,

air

Pembuatan flakes

F1 F2 F3 F4

-Uji organoleptik

-Analisis sifat fisik (tekstur hardness, daya serap air, ketahanan renyah dalam susu) dan kimia (kadar: air, abu, lemak, protein, karbohidrat, pati, amilosa, serat kasar) Analisis kimia

(kadar: air, abu, lemak, protein, karbohidrat,)

(4)

mengurangi kerugian apabila buah pisang disimpan dalam bentuk segar (Adams, 2004 dalam Histifarina et al., 2012).

Langkah-langkah pembuatan tepung pisang yaitu memberikan perlakuan blanching buah pisang terlebih dahulu dengan metode steam menggunakan panci pengukus dalam waktu 10 menit kemudian buah dikupas untuk diambil daging buahnya. Blanching (blanching) bertujuan menginaktivasi enzim supaya tidak terjadi reaksi pencoklatan sehingga nantinya berpengaruh terhadap warna tepung yang dihasilkan. Reaksi yang terjadi antara oksigen dan substrat fenolik yang dikatalis oleh enzim polifenol oksidase akan menghasilkan warna coklat (Anggiarini, 2004). Selanjutnya dilakukan pengirisan secara melintang dengan ketebalan 0,2 – 0,4 cm menggunakan pisau. Setelah diiris, buah pisang dikeringkan menggunakan cabinet dryer dengan suhu 600C selama 6-8 jam lalu pisang kering dihaluskan dengan mesin penggiling dan selanjutnya diayak menggunakan alat pengayak dengan ukuran penyaring 60 mesh. Tahapan pembuatan tepung pisang Samarinda secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tepung pisang Buah Pisang

Blanching (steam)*

Pengupasan kulit buah Pengirisan 0,1-0,3 cm

Pengeringan**

Penggilingan Pengayakan 60 mesh

Gambar 3.2 Pembuatan Tepung Pisang (Papunas et al., 2013 dengan modifikasi) Keterangan: *Blanching selama 10 menit **Pengeringan dengan cabinet dryer

(5)

2. Pembuatan Flakes

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan flakes meliputi tepung pisang Samarinda, pati garut, susu skim, margarin, gula halus, telur garam, dan vanili. Formulasi yang disusun pada penelitian ini adalah campuran tepung pisang kepok dan pati garut dengan variasi pati garut mulai dari 0%; 5%; 10% dan 15%. Berdasarkan Muchtadi (1992), pensubstitusian bahan karbohidrat pati membantu kesempurnaan proses gelatinisasi, sehingga menyebabkan pengembangan (puffed) dan memudahkan dalam pembuatan lembaran atau serpihan dari adonan.

Perbandingan formula antara tepung pisang dan pati garut ditunjukkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Perbandingan Tepung Pisang dan Pati Garut Formulasi Flakes Formulasi Tepung pisang (%) Pati Garut (%)*

F1 100 0

F2 95 5

F3 90 10

F4 85 15

Tabel 3.2 Formulasi Flakes Pisang dengan Substitusi Pati Garut

Komposisi Bahan Perlakuan F1 F2 F3 F4 Tepung pisang (g) 200 190 180 170 Pati garut (g) 0 10 20 30 Gula halus 10% (b/b) g 20 20 20 20 Garam 1% (b/b) g* 2 2 2 2 Vanili 1% (b/b) g* 2 2 2 2 Susu skim 10% (b/b) g 20 20 20 20 Margarin 4% (b/b) g 8 8 8 8 Telur 2,5% (b/b) g 5 5 5 5 Air 40% (b/b) g 80 80 80 80

Sumber: Hapsari, (2011) dengan modifikasi

Komposisi bahan tambahan mengacu pada penelitian Hapsari (2011) dengan modifikasi pada prosentase penambahan garam yang semula 2% menjadi 1%, dan juga jumlah vanili yang awalnya 2% menjadi 1%. Langkah-langkah penting dalam pembuatan flakes yaitu:

(6)

a. Pembuatan Adonan

Mengacu pada penelitian Rakhmawati (2013), pencampuran bahan dilakukan secara bertahap yang terdiri dari tiga tahap. Fungsi dari masing-masing pencampuran adalah:

- Pencampuran I: merupakan proses mixing yang mencampurkan bahan baku serta bahan penunjang (tepung pisang, susu skim, gula, garam, telur) secara merata.

- Pencampuran II: merupakan pencampuran dengan air agar terbentuk adonan. Air disamping bersifat melarutkan bahan garam ataupun gula juga berfungsi untuk mengontrol kepadatan adonan, mengatur suhu adonan, menahan dan menyebarkan bahan-bahan dalam mixing secara merata. Apabila absorpsi air menurun maka akan dihasilkan produk dengan tekstur keras dan padat (Matz, 2001).

- Pencampuran III: merupakan proses pencampuran dengan penambahan margarin. Margarin ditambahkan pada pencampuran akhir agar tidak menghalangi penetrasi air pada adonan selain untuk melicinkan adonan agar tidak lengket terutama sebelum dimasukkan ke dalam loyang untuk dioven. Margarin sebagai komponen yang menyumbang kadar lemak dalam produk. Pada biskuit, lemak akan memecah strukturnya kemudian melapisi pati dan gluten sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma (Zulfa, 2013).

b. Pengukusan Adonan

Berdasarkan Purnamasari dan Putri (2015), perlu adanya pengukusan adonan untuk pre-gelatinisasi pati supaya flakes nantinya tidak pecah dan lebih mudah dibentuk. Suhu gelatinisasi pati garut berkisar antara 66,2 − 70°C (Haryadi 1999 dalam Djaafar et al.,2010), sementara suhu awal gelatinisasi tepung pisang kepok yakni 73.7 – 75,20C, dan suhu gelatinisasi pada saat pecahnya garanula pati pisang berkisar pada 84,8 – 93,10C. Adonan dibentuk lembaran lalu dikukus dengan panci pengukus selama 5 menit untuk pre-gelatinisasi pati.

(7)

Pati pre gelatinisasi adalah pati yang mengalami proses gelatinisasi dan selanjutnya dikeringkan. Menurut Padmaja et. al. (1996) Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi proses pre-gelatinisasi. Jika pati tidak dipanaskan pada temperatur yang sesuai maka derajat pengembangan granula pati tidak tepat dan tidak memberikan sifat yang diinginkan. Pengukusan lembaran adonan dimaksudkan untuk pre-gelatinisasi pati, yaitu pati dipanaskan, kemudian didinginkan, lalu dipanaskan kembali. Proses tersebut menghasilkan retrogrades yang kuat dan tahan terhadap enzim dan pada makanan ringan bertujuan untuk membentuk tekstur yang renyah (Winarno, 2002).

c. Pemipihan dan Pencetakan Adonan

Adonan lalu dipipihkan menggunakan roller dengan ketebalan ±1 mm dan dicetak dengan ukuran 2x2 cm. Pemipihan adonan mempergunakan hand-roller supaya diperoleh ketebalan yang dikehendaki. Kepingan flakes yang masih basah kemudian ditempatkan dalam loyang yang alasnya telah diolesi margarin sebelum dioven.

d. Pemanggangan/pengovenan

Winarno, (2002), menyatakan bahwa suhu yang digunakan dalam proses pemanggangan sereal yaitu 180-2200. Pemanggangan kepingan flakes basah dilakukan pada suhu 1200C selama 20 menit dikarenakan pada saat trial, suhu tinggi mulai dari 150-2200C memberikan hasil gosong dan kerusakan pada produk. Pemanggangan akan mempengaruhi karakteristik flavor, kerenyahan, dan penampakan pada produk akhir (Anggiarini, 2004). Pembuatan flakes secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut:

(8)

Gambar 3.3 Pembuatan Flakes (*mengacu pada Rakhmawati, (2013) dan **

mengacu pada Purnamasari dan Putri, 2015) D. Metode Analisis Kualitas Flakes

Analisis kualitas flakes yang dilaksanakan meliputi analisis fisik (tingkat kekerasan, ketahanan renyah dalam susu, daya serap air), sifat kimia flakes pisang yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar serat kasar serta dilakukan analisis sensoris pada produk.

Tepung pisang

Substitusi Pati Garut

Perlakuan penelitian: F1 = 0% F2 = 5% F3 = 10% F4 = 15% Pencampuran I* Susu skim 10% (b/b), garam 1% (b/b), telur 2,5% (b/b), gula 10% (b/b), vanili 1% (b/b)

Pembentukan lembaran adonan

Pemanggangan (1200C), 20 menit Flakes pisang Pencampuran II Air 40% Margarin 4% Pencampuran III Pengukusan 5 menit**

Pencetakan dan pemipihan adonan pada loyang dengan ukuran 2x2 cm, ketebalan ± 1 mm

(9)

Tabel 3.3 Metode Penelitian

No. Analisis Metode

1. Sensoris Uji hedonik, (Kartika et al., 1988) 2. Sifat Fisik :

 Ketahanan renyah dalam susu  Daya serap air

 Tingkat Kekerasan Papunas, (2013) Hildayanti, (2012) Texture Analyzer 3. Sifat Kimia  Kadar Air  Kadar Abu  Kadar Lemak  Kadar Protein  Kadar Karbohidrat  Kadar Pati  Kadar Amilosa  Kadar Serat Kasar

Pengeringan Oven (AOAC, 1995) Cara kering (AOAC, 1995) Soxhlet (AOAC, 1995) Kjeldahl (AOAC, 1995) By difference (Winarno, 1992) Hidrolisis Asam (AOAC, 1984) Fardiaz, (1992)

AOAC, (1995)

E. Rancangan Penelitian dan Analisis Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor yaitu konsentrasi substitusi pati garut. Terdapat 4 variasi komposisi tepung pisang dan pati garut yaitu F1 100:0, F2 95:5, F3 90:10, dan F4 85:15. Masing-masing variasi akan dilakukan pengulangan sampel sebanyak tiga kali dan pengulangan analisis sebanyak satu kali ulangan. Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan metode one way ANOVA. Apabila menunjukkan hasil yang signifikan kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi α = 0,05.

Tabel 3.4 Rancangan Percobaan dengan Menggunakan Rancangan Acak Lengkap Satu Faktor

Konsentasi Pati Garut Ulangan Sampel

1 (T1) 2 (T2) 3 (T3)

0% (K) KT1 KT2 KT3

5% (K1) K1T1 K1T2 K1T3

10% (K2) K2T1 K2T2 K2T3

Gambar

Gambar 3.2 Pembuatan Tepung Pisang (Papunas et al., 2013  dengan modifikasi)  Keterangan:  *Blanching  selama 10 menit **Pengeringan dengan cabinet dryer
Tabel 3.1 Perbandingan Tepung Pisang dan Pati Garut Formulasi Flakes  Formulasi  Tepung pisang (%)  Pati Garut (%)*
Gambar 3.3 Pembuatan Flakes ( * mengacu pada Rakhmawati, (2013) dan
Tabel  3.4  Rancangan  Percobaan  dengan  Menggunakan  Rancangan  Acak  Lengkap Satu Faktor

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dana pihak ketiga terhadap profitabilitas dan pengaruh dana pihak ketiga terhadap profitabilitas dengan kredit

Jika ada tegangan geser ss1 bekerja pada sisi sebelah kanan dari elemen, gaya geser pada bagian ini adalah ss1 (h)(1) sehingga harus ada gaya geser yang sama dan berlawanan arah

Analisis usahatani dilakukan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh dari usahatani tebu petani KKP-E dan usahatani tebu petani non KKP-E.. Berikut ini

Orang lain 2 Penyajian  Menyajikan presentasi,  Menyampaikan pertanyaan baik pertanyaan retorik maupun pertanyaan terbuka  Memperhatikan keterlibatan siswa di kelas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Akan tetapi setelah diterapkan alat peraga Batang Perkalian untuk kelas eksperimen proses pembelajaran lebih menarik dengan adanya media yang digunakan pada saat

PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS:Studi Empiris Pada Auditor di Kota Bandung.. Uni versitas Pendidikan Indonesia

Barang perhiasan dan bagiannya, dari logam mulia atau dari logam yang dipalut dengan logam mulia merupakan komoditas yang mengalami penurunan ekspor paling tajam pada bulan Maret