• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II NIKAH SIRRI. A. Pengertian Nikah Sirri Kata sirri berasal dari kata assirru yang mempunyai arti rahasia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II NIKAH SIRRI. A. Pengertian Nikah Sirri Kata sirri berasal dari kata assirru yang mempunyai arti rahasia."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

17 A. Pengertian Nikah Sirri

Kata sirri berasal dari kata assirru yang mempunyai arti “rahasia”. Dalam terminologi Fiqih Maliki, nikah sirri yaitu nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk istrinya atau jamaah sekalipun, keluarga setempat. Menurut terminologi ini, nikah sirri adalah tidak sah, sebab nikah sirri selain dapat mengandung fitnah, tuhmah, dan su’udhon.1 Selain itu, juga bertentangan dengan hadits Nabi yang berbunyi:

Artinya: “Dari Anas bin Malik ra. bahwasannya Nabi Saw. pernah melihat

bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Aus. Beliau bertanya: “Apakah ini?” Abdurrahman menjawab:” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menikahi perempuan dengan mahar senilai satu biji emas. Rasulullah Saw. bersabda: “Semoga Allah memberkahi kamu dan adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”2

Secara garis besar, definisi nikah sirri dibagi menjadi 3 bentuk yaitu: 1. Nikah sirri diartikan sebagai nikah yang dilangsungkan menurut ketentuan

syari’at agama, bersifat interen keluarga, dan belum dilakukan pencatatan oleh PPN serta belum dilakukan resepsi pernikahan.

2. Nikah sirri diartikan sebagai nikah yang telah memenuhi syari’at Islam dan sudah dilakukan pencatatan oleh PPN (Pegawai Pencatat Nikah) dan memperoleh akta nikah.

1 Shodiq dan Sholahuddin Chaery, Kamus Istilah Agama: Menurut Berbagai Istilah Agama

yang Bersumber dari Al-Quran, Hadits, dll., (Jakarta: CV. Sient Tarama, 1983), hlm. 871

2

(2)

3. Nikah sirri diartikan sebagai nikah yang hanya dilangsungkan menurut ketentuan syari’at Islam, karena terbentur dengan peraturan pemerintah.3

Untuk mengetahui bentuk pernikahan terdapat sirri dapat dilihat indikator sebagai berikut:

1. Pernikahan tidak memenuhi rukun dan syarat nikah sesuai dengan ketentuan dalam agama Islam yaitu akad nikah yang terdiri dari calon suami dan calon istri, wali nikah, dan dua orang saksi.

2. Pernikahan tidak memenuhi persyaratan yang dibuat oleh pemerintah untuk memperoleh kepastian hukum dari pernikahan yaitu hadirnya Pegawai Pencatat Nikah (PPN) saat akad nikah berlangsung.

3. Pernikahan tidak melaksanakan walimah al-nikah yaitu suatu kondisi yang sengaja diciptakan untuk menunjukan kepada masyarakat luas bahwa diantara kedua calon suami istri telah menjadi suami istri.

Indikator di atas menunjukan bahwa pada setiap pernikahan yang mengandung sirri dikarenakan seseorang sengaja menyembunyikannya. Sesuatu yang sengaja disembunyikan berkecenderungan mengandung arti menyimpan masalah, masalah itu dapat berupa kemungkinan ada pada diri orang yang melakukan pernikahan atau adanya ketentuan hukum yang tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu, perkawinan yang tidak dilakukan sesuai dengan UU yang berlaku dapat dikategorikan sebagai pernikahan rahasia atau dirahasiakan karena menyimpan masalah. Termasuk kategori nikah sirri adalah nikah gantung dan nikah nikah di bawah tangan.

3

(3)

Oleh masyarakat umum, pernikahan sirri ini sering diartikan dengan beberapa pengertian di antaranya:

1. Pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (sirri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.

2. Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya atau tidak mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya. 3. Pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan

tertentu. Misalnya, karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan sirri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Dengan demikian dari penjelasan di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa nikah sirri adalah nikah yang di rahasiakan, dirahasiakan karena takut dan malu diketahui umum. Padahal nikah itu harus dimaklumatkan, diumumkan, dan diketahui oleh orang banyak supaya menghilangkan fitnah serta menjaga nama baik dan kehormatan.

(4)

B. Macam-macam Nikah Sirri

Berikut ini adalah penjelasan mengenai macam-macam dari nikah sirri, yaitu:

1. Nikah yang dilakukan tanpa adanya wali

Pernikahan seperti ini jelas bahwa pernikahan yang dilakukan tanpa wali adalah tidak sah sebagaimana menurut Imam Syafi’i. Sebab wali merupakan rukun sahnya pernikahan.4 Seperti sabda Rasulullah Saw.:

Artinya: “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali”.5 (HR. Muslim)

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits tersebut

menunjukkan pengertian “tidak sah”, bukan sekedar “tidak sempurna” sebagaimana pendapat sebagian ahli Fiqih. Makna hal semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra., bahwasanya Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Artinya: “Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil”.6 (HR. Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiat kepada Allah Swt. dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja,

4

Effi Setiawan, Nikah Sirri Tersesat di Jalan Yang Benar, (Bandung: Kepustakaan Eja Insani, 2005), hlm. 36-42

5 Iman Muhyiddin Abi Zakaria Yahya Ibnu Syarif an-Nawawi, Shahih Muslim bi Zarkhin an-

Nawawi, Op. Cit., hlm. 2649

6

(5)

syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali.

2. Pernikahan yang dilakukan tanpa dicatatkan oleh petugas PPN yang ada dibawah wewenang KUA atau disebut juga nikah dibawah tangan

Pernikahan seperti ini menurut agama hukumnya sah akan tetapi dari segi hukum formal atau undang-undang bahwa perrnikahan tersebut tidak sah. Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’i (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) dihadapan majlis peradilan ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.7

Adapun yang menjadi dasar hukum bahwa pernikahan itu haruslah dicatat kepada lembaga pemerintah (KUA/Catatan Sipil) adalah sebagaimana firman Allah Swt.:







7

(6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”.8 (QS. Al-Baqarah: 282)

3. Pernikahan yang dilakukan tanpa adanya saksi

Sebagian besar ulama mengharuskan adanya saksi dalam pernikahan, karena saksi merupakan syarat sah dalam pernikahan. Dengan demikian, akad pernikahan yang dilaksanakan tanpa saksi hukumnya adalah tidak sah. Saksi harus hadir ketika akad nikah, dan tidak cukup hanya dengan diberitakan saja. Menurut para ulama, pernikahan merupakan hal yang berbeda dengan jual beli. Tujuan dari jual beli adalah harta benda, sedangkan tujuan pernikahan adalah memperoleh kenikmatan dan keturunan. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan hati-hati dengan cara menghadirkan dua saksi. Berbeda dengan Imam Maliki, yang membolehkan nikah tanpa adanya saksi.

4. Pernikahan yang dihadiri saksi dan wali akan tetapi tidak di I’lankan kekhalayak (penyampaian berita kepada khlayak) atau disebut walimah

Sebagian ulama berkata bahwa melaksanakan walimah di dalam pernikahan itu wajib hukumnya. Memberitakan pernikahan diangap merupakan esensi dari perintah adanya saksi. Dengan kata lain, adanya saksi bukan merupakan syarat sah nikah, melainkan hanya agar pernikahan tersebut diketahui oleh masyarakat. Apabila tujuan diketahui oleh khalayak tersebut telah terpenuhi, maka saksi tidak lagi diperlukan.9

8 Menteri Agama, Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Islam, Al-Quran dan Terjemahnya,

(Makkah: lembaga Percetakan Raja Al-Fahd, 1971), hlm. 43

9

(7)

C. Faktor-faktor Penyebab Nikah Sirri

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pernikahan sirri dilakukan oleh beberapa masyarakat di Indonesia antara lain faktor kesadaran hukum, faktor agama, faktor adat istiadat, dan faktor ekonomi.

1. Faktor kesadaran hukum

Kesadaran hukum masyarakat Indonesia saat ini memang masih kurang tinggi. Banyak hal yang dapat membuktikan pernyataan tersebut. Salah satunya yaitu ketidakpatuhan untuk mencatatakan perkawinan atau pernikahan sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 2 (2) UU No. 1/1974. Pelanggaran tersebut memiliki banyak sekali hal yang menjadi alasan, misalnya keinginan menikah kedua kalinya bagi seorang suami yang masih beristri, lebih patuh kepada adat sehingga menyepelekan hukum yang ditetapkan oleh negara, niat untuk pernikahannya tidak diketahui oleh pihak tertentu yang bersangkutan, dan sebagainya.10

Dengan adanya hal tersebut, tampak bahwa kesadaran hukum masih kurang, dan itupun karena beberapa faktor yaitu sumber daya manusia yang masih kurang ilmu pengetahuannya, pola berpikir dangkal yang disebabkan rendahnya pengetahuan, dan hawa nafsu yang mendorong terlaksananya hal-hal yang dapat merugikan bagi dirinya maupun orang lain.

10

(8)

2. Faktor agama

Mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Dengan demikian, perkawinan sering dilakukan secara aturan agama Islam oleh masyarakat yang beragama Islam. Sedangkan dalam syarat dan rukun nikah dalam ajaran Islam tidak dicantumkan secara spesifik mengenai keharusan pencatatan perkawinan/pernikahan. Sehingga beberapa orang yang beragama Islam tidak mencatatkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama (KUA).11

Sebenarnya dalam agama Islam, pencatatan nikah itu, diharuskan karena pernikahan tersebut termasuk kegiatan mu’amalat seperti juga dalam kegiatan perjanjian utang-piutang sebagaimana tecantum dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi:



























11 Ibid., hlm. 23

(9)

























Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, Maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.12 (QS. Al-Baqarah: 282)

12

(10)

Dan dalam hal ini, memang sudah seharusnya peraturan untuk pencatatan tersebut ditaati sebagaimana firman Allah Swt. yang berbunyi:





















Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.13 (QS. An-Nisa’: 59)

Dalam ayat tersebut, Allah Swt. memerintahkan kepada umat Islam untuk mentaati ulil amri, termasuk dalam hal pernikahan. Namun, ada beberapa orang Islam yang tidak tahu mengenai hal ini, sehingga saat ini masih banyak yang melakukan pernikahan sirri.

3. Faktor adat istiadat

Sebagaimana faktor agama yang telah dijelaskan di atas, bahwa faktor adat istiadat tidak jauh berbeda dengan faktor agama. Karena, dalam suatu adat istiadat itu, yang mana peraturan-peraturannya tidak tertulis dan diturunkan atau dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang, maka dalam hal perkawinan atau pernikahan seringkali dilaksanakan secara adat yang dianut di daerahnya. Dan dalam pernikahan itupun tidak ada syarat untuk melakukan pencatatan nikah, sehingga

13

(11)

mereka tidak mencatatkan pernikahan ke Catatan Sipil. Tetapi dalam hal ini, tetap harus kembali pada kesadaran masyarakat sebagai masyarakat yang bernegara sehingga harus tetap tunduk patuh pada peraturan yang telah ditetapkan oleh negara.14

4. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga dapat menjadi salah satu penyebab dilakukannya nikah sirri, tapi tidak menjadi faktor utama. Alasannya adalah, jika suatu pasangan yang memang jelas memiliki niat baik untuk menikah tanpa didorong dengan niat-niat yang kurang baik, meskipun dalam hal ini mereka orang yang tidak mampu tapi ingin segera menikah, maka mereka akan lebih memikirkan hal yang terbaik untuk rumah tangga mereka kelak setelah pernikahan di antara mereka terjadi. Sebab, jika mereka tidak siap dengan pernikahan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenai biaya pernikahan yang sederhana saja untuk seperti mereka yang tidak mampu dan ditambah dengan pengurusan akta nikah yang saat ini harganya kurang lebih Rp. 400.000, maka dengan pertimbangan untuk menunda pernikahan sampai mampu untuk memenuhi semua itu demi kebaikan nasib pernikahan mereka sendiri adalah merupakan pertimbangan yang baik. Artinya, mereka yang tidak mampu, tetap dapat menahan niat mereka untuk menikah dan tidak melaksanakan pernikahan

14

(12)

sirri. Dan itu semua pun kembali pada kesadaran dan pola pikir mereka masing-masing.15

D. Nikah Sirri di Mata Hukum Indonesia

Rancangan Undang Nikah Sirri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah sirri, kini tengah memicu kontroversi di tengah-tengah masyarakat.

1. Pasal 143 Rancangan Undang-Undang

Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak dihadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun dan denda mulai dari Rp. 6 juta hingga Rp. 12 juta.16

2. Pasal 144 Rancangan Undang-Undang

Pasal 144 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perkawinan

mut’ah di hukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antar dua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarganegaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp. 500 juta. Adapun fakta pernikahan sirri kedua, yakni pernikahan yang

15Ibid.¸ hlm. 37 16

(13)

sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda yakni hukum pernikahannya dan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan Negara.

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia.

Jadi menurut ketentuan dengan negara nikah sirri tidak sah dan pelakunya dapat dijatuhi sanksi. Namun dari aspek pernikahannya, nikah sirri adalah sah menurut ketentuan syariat jika dipenuhi adanya wali dan saksi dan pelakunya tidak sehingga tidak berhak dijatuhi sanksi. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akhirat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.17

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiatan sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akhirat. Untuk itu, seorang qadliy

tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah atau mengerjakan perbuatan mubah/makruh.

17 Abdul Djalil, Fiqh Rakyat; Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, (Yogyakarta: LKIS, 2000),

(14)

Berbeda dengan nikah sirri yang dilakukan tanpa wali atau saksi, golongan Syafi’iyah berpendapat hal tersebut tidak sah. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan tidak memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah Swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah wali, dua orang saksi, dan ijab qabul. Jika tiga hal ini tidak dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap tidak sah secara syariat.

Hal-hal positif yang didapat dari penyiaran pernikahan yaitu antara lain:18

1. Untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat terhadap pasangan yang melakukan pernikahan.

2. Memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai.

3. Memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan atau dirahasiakan. Selain akan menyebabkan munculnya fitnah, misalnya jika perempuan yang dinikahi sirri hamil maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut, pernikahan sirri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi (buku nikah dan kartu keluarga), maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirrinya, dan hal ini tentunya akan

18

(15)

sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

E. Dampak Nikah Sirri Bagi Ayah, Istri, dan Anak

Nikah sirri berdampak sangat merugikan terutama bagi istri atau perempuan umumnya dan anak, baik secara hukum maupun sosial.

1. Dampak nikah sirri bagi ayah

Bagi laki-laki atau suami/ayah hampir tidak ada dampak mengkhawatirkan atau merugikan bagi diri laki-laki atau suami/ayah yang menikah sirri/bawah tangan dengan seorang perempuan. Yang terjadi justru menguntungkan, karena suami bebas untuk menikah lagi, karena perkawinan sebelumnya yang di bawah tangan dianggap tidak sah dimata hukum. Suami bisa berkelit dan menghindar dari kewajibannya memberikan nafkah baik kepada istri maupun kepada anak-anaknya.19 2. Dampak nikah sirri bagi istri

Terdapat dua dampak dari nikah sirri bagi sang istri, yaitu meliputi dampak hukum dan dampak sosial.

a. Dampak hukum

Secara hukum, dampak nikah sirri bagi istri yaitu tidak dianggap sebagai istri sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika

19

(16)

ia meninggal dunia, dan tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan karena secara hukum perkawinannya sulit untuk dibuktikan dan dianggap tidak pernah terjadi.

b. Dampak sosial

Secara sosial, dampak nikah sirri bagi istri yaitu ia akan sulit bersosialisasi karena perempuan yang melakukan perkawinan sirri sering dianggap telah tinggal serumah dengan laki-laki tanpa ikatan perkawinan (alias kumpul kebo) atau dianggap sebagai istri simpanan. Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan. Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.20

3. Dampak nikah sirri bagi anak

Sedangkan bagi sang anak, dampak dari nikah sirri ini meliputi dampak hukum, dampak sosial dan dampak psikologis.

a. Dampak hukum

Tidak sahnya perkawinan nikah sirri menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkannya, yakni status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya,

20

(17)

anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, Pasal 100 KHI). Di dalam akta kelahirannya pun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Selain itu, ketidakjelasan status si anak di muka hukum, mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga bisa saja, suatu waktu ayahnya menyangkal bahwa anak tersebut adalah bukan anak kandungnya. Hal ini merugikan bagi si anak karena tidak menerima haknya atas biaya kehidupan, pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya.21

b. Dampak sosial dan psikologis

Keterangan berupa status anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak. Secara sosial, anak akan diklaim sebagai anak di luar nikah atau anak haram. Hal ini jelas akan mengganggu proses sosialisasi si anak dalam lingkungannya. Sehingga akhirnya akan menjadi beban bagi anak terhadap tumbuh kembangnya secara psikologis, di mana secara psikis anak juga belum siap dan mengerti dengan apa yang terjadi atas akibat perkawanin sirri.

Dengan demikian, melaksanakan perkawinan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sangatlah penting, terutama untuk menjaga

21 Mas’ud Irfan, Nikah Sirri Semakin Marak di Kalangan Masyarakat, (Bandung:

(18)

hak-hak yang bersangkutan dan menjamin kepastian hukum. Jika terjadi perceraian, misalnya ada landasan hukum bagi seorang istri menuntut haknya seperti warisan dan nafkah anak. Jika dilangsungkan tidak dengan ketentuan perundang-undangan, maka hak-hak yang bersangkutan akan dipenuhi terutama istri dan anak. Hal ini dilakukan untuk ketertiban pelaksanaan pekawinan dalam masyarakat, adanya kepastian hukum, dan untuk melindungi pihak-pihak yang melakukan perkawinan itu sendiri serta akibat dari terjadinya perkawinan, seperti nafkah istri, hubungan orang tua dengan anak, kewarisan, dan lain-lain.22 Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, apabila terjadi perselisihan di antara suami istri, atau salah satu pihak tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh haknya masing-masing, karena dengan akta nikah suami istri memiliki bukti otentik atas perkawinan yang terjadi di antara mereka.

22

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun kondisi sarana dan prasarana di SMA Negeri 1 pangkep berada dalam kategori ideal guru penjas harus mampu memanfaatkan dan menggunakan secara maksimal

According to Biggs and Tefler in Dimyanti and Mudjiono (2006) students' learning motivation can be weak, lack of learning motivation will weaken activities, so the quality

Sebelum melakukan penelitian, peneliti belum melihat dan menemukan bentuk buku dan kajian lainnya yang membahas tentang partisipasi politik pemilih pemula pada

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan implementasi, berbagai macam kendala, dan solusi alternatif mengatasi kendala implementasi kompetensi pedagogik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi bahan pengisi laktosa-sorbitol dapat mempengaruhi sifat fisik granul dan tablet hisap kulit akar senggugu.Interaksi

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh bahan pengisi sorbitol dan laktosa terhadap mutu fisik tablet dan tanggapan rasa tablet kunyah ekstrak jahe merah

Konsentrasi sorbitol yang tinggi pada formula V mampu menghasilkan tablet yang dapat diterima oleh sebagian besar responden, walaupun kombinasi pemanis masih belum mampu

Penelitian ini membahas tentang perkuatan lentur balok beton bertulang menggunakan GFRP (glass fiber reinforced polymer) dan Wiremesh. Balok yang digunakan mempunyai dimensi