• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI BAHASA DALAM SELOKO ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT DESA TANTAN KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN MUARO JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FUNGSI BAHASA DALAM SELOKO ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT DESA TANTAN KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN MUARO JAMBI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Korespondensi berkenaan artikel ini dapat dialamatkan ke-email: indrianiaja20@gmail.com FUNGSI BAHASA DALAM SELOKO ADAT PERKAWINAN

MASYARAKAT DESA TANTAN KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN MUARO JAMBI

Maizar Karim, Larlen dan Indriyani* FKIP Universitas Jambi

ABSTRACT

The result of the research shows that the function of the language found in the seloko of the marriage custom of Tantan Village of Sekernan Sub-district of Muaro Jambi Regency is the first of the Informational Function which include: custom kato or kato hukum, kato kias, maxim-petitih, and pantun. both expressive functions which include; proverbs, quiz words, pantun-rhymes and kato penyelo. all three aesthetic functions include; kias kias, apit-petitih, and pantun. all four directive functions include; pantun, kata kias, penyelo word, adat word and word of law, and adage-petitih. the five fatik functions that include; kato invite and kato penyelo.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi Bahasa yang ditemukan dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi adalah yang pertama Fungsi Informasional yang meliputi: kato adat atau kato undang, kato kias, pepatah-petitih, dan pantun. kedua fungsi ekspresif yang meliputi; pepatah-petitih, kata-kata kias, pantun-pantun dan kato penyelo. ketiga fungsi estetik meliputi; kato kias, pepatah-petitih, dan pantun. keempat fungsi direktif meliputi; pantun, kata kias, kata penyelo, kata adat dan kata undang, serta pepatah-petitih. kelima fungsi fatik yang meliputi; kato undang dan kato penyelo.

Keywords ; Function Language, Seloko Customary Marriage Community of Tantan Village

PENDAHULUAN

Sastra Melayu Jambi merupakan bagian dari tradisi masyarakat Melayu Jambi yang terus menerus mempunyai nilai kegunaan dan masih dapat ditemukan di zaman modern pada saat ini. Sastra Melayu Jambi memiliki kedudukan penting di kalangan masyarakatnya, baik di masa lalu maupun di masa sekarang, karena Karya Sastra ini memperlihatkan gambaran yang baik dari masyarakat Melayu Jambi.

Menurut Karim (2002:1) Sastra Daera Jambi adalah:

Sastra yang di sampaikan dengan bahasa Melayu Jambi.Bahasa Melayu Jambi adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat penuturnya sebagai alat komunikasi, baik oleh penduduk asli Melayu Jambi, maupun penduduk pendatang yang relatif sudah lama menetap di daerah Jambi.Bahasa ini termasuk ke dalam rumpun Bahasa Melayu.

(2)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Dalam berinteraksi antarmasyarakat adat maupun antarpemimpin dengan masyarakat adatnya, masyarakat adat Melayu Jambi berpedoman pada pepatah petitih dan seloko adat yang dijadikan pegangan dalam melakukan interaksi sosial di tengah masyarakat. Karim (2002:1) mengatakan bahwa: Seloko dalam sastra lisan daerah Jambi disebut

seluko, sloko, berasal dari Bahasa Sansakerta cloka, yaitu bentuk puisi

dalam Mahabrata dan Ramayana di India.Sajak-sajak dalam yang berupa

cloka dalam kitab itu amat sederhana, terdiri dari 4-8 suku kata, tidak

terlalu memperhatikan persajakan.Dalam Bahasa Melayu yang dinamakan seloko itu ialah suatu sajak yang terdiri dari empat baris yang masing-masing baris memiliki empat kata yang terdiri dari 8-11suku kata.

Seloko juga merupakan karya sastra Melayu Jambi yang didalamnya terkandung Fungsi Bahasa yaitu hubungan antara suatu unsur bahasa dengan unsur-unsur lain dalam konteks komunikasi yang luas. Fungsi-fungsi tersebut yaitu: Fungsi Informasional, Fungsi Ekspresif, Fungsi Direktif, Fungsi Estetik dan Fungsi Fatik.

Seloko adat slalu digunakan dalam setiap pelaksanaan acara adat perkawinan seperti; 1.ngantar tando, 2.tunangan sekaligus nerimo adat

atau hantaran adat, 3.perkawinan atau akad nikah, 4.belarak penganten di hari resepsi pernikahan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil keempat

upacara adat tersebut untuk dijadikan objek penelitian di Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Salah satu contoh seloko yang sering digunakan masyarakat Desa Tantan dalam upacara adat perkawinan adalah: “Bak aur dengan tebing,tebing sayang aur, aur

sayang tebing”.

Maksud dari seloko di atas adalah Bak aur dengan tebing, tebing

sayang aur, aur sayang tebing, mempunyai maksud bahwa aur dengan

tebing itu saling menguatkan, aur menguatkan tebing, tebing menguatkan aur, sepertihalnya sebuah perkawinan harus saling menguatkan satu degan yang lain.

Masyarakat Desa Tantan adalah salah satu masyarakat yang memiliki dan memegang teguh adat istiadat yang diajarkan oleh orang tua terdahulu, salah satunya adalah penuturan seloko adat. Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi seloko adat biasanya dituturkan oleh nenek mamak, tuo tengganai dan pemuko adat, penuturan ini dilakukan pada setiap upacara adat di depan khalayak ramai.

Dipilihnya Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada bebrapa alasan, yaitu; 1.Masyarakat Desa Tantan masih menuturkan seloko adat dalam upacara adat perkawinan, 2.Seloko yang terdapat di Desa Tantan masih kental dengan adat Melayu Jambi, 3.Seloko adat di Desa Tantan perlu

(3)

Indriyani

dilestarikan dan dijaga dengan baik karena merupakan warisan budaya turun-temurun dari zaman dahulu.

Dipilihnya seloko adat perkawinan sebagai objek penelitian dikarenakan peneliti ingin mengetahui secara mendalam tentang seloko adat perkawinan, sekaligus bertujuan untuk melestarikan budaya lokal sehingga seloko upacara adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Selain itu tujuan dipilihnya seloko adat perkawinan ini agar para anak-anak muda tidak lupa pada seloko yang merupakan tradisi budaya Melayu Jambi yaitu seloko adat yang diucapkan pada setiap upacara adat, baik upacara adat perkawinan maupun upacara adat lainya.

Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji fungsi Bahasa yang terdapat dalam seloko adat perkawinan di Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Adapun fungsi tersebut menurut Leech (1981) adalah: 1. Fungsi Informasional, 2. Fungsi Ekspresif, 3. Fungsi Estetik, 4. Fungsi Direktif Dan 5. Fungsi Fatik. Dipilihnya fungsi Bahasa karena mengandung informasi tentang sejarah kehidupan, ekspresi pikiran, perasaan, sikap dan penalaman kemudian mengandung nilai-nilai keindahan, pesan, nasihat dan ajaran tentang kehidupan. Oleh karena itu seloko adat perkawinan di Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi penting dan menarik untuk dijadikan objek penelitian.

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang fungsi Bahasa seloko adat Melayu Jambi dengan judul “ Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi”.

Batasan Masalah

Peneliti membatasi penelitian ini pada fungsi Bahasa dalam seloko adat, khususya seloko adat perkawinan Masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah Fungsi Bahasa apa saja yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi?

(4)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Fungsi Bahasa yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Manfaat

Peneliti tentang fungsi bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis. Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan penyumbang dan pengembangan ilmu bahasa khususnya seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Sedangkan manfaat praktis sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik mengkaji seloko adat dalam kajian lain dan sebagai bahan pembendaharaan pustaka atau sebagai dokumentasi guna untuk mempertahankan budaya Melayu dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi agar tidak terpengaruh oleh adat modern.

KAJIAN PUSTAKA Pengertian Seloko

Seloko merupakan bagian dari sastra lisan.Sastra lisan pada hakikatnya tidak lepas dari ciri yang mewarnainya pada karya sastra tersebut, yaitu ciri kedaerahannya yang bersifat tradisional, sebab pertumbuhan sastra lisan berpangkal tolak dari kehidupan daerah. Oleh karena itu menyebut karya sastra lisan dengan sendirinya yang dimaksud adalah sastra lisan yang berciri kedaerahan atau dengan kata lain sastra daerah lisan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi, 1979). Dalam buku Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jambi (1979) menjelaskan sastra daerah lisan adalah karya sastra yang lahir dengan mempergunakan bahasa daerah. Penyebaran dan pewarisan secara lisan pada umumnya tidak diketahui siapa penciptanya. Oleh karena itu, penyebaranya secara lisan dengan sendirinya tidak terlepas dari kemungkinan adanya suatu variasi atau penyimpangannya didalam penuturannya, meskipun diucapkan oleh penutur yang sama. Adanya variasi atau penyimpangan penuturan mengakibatkan terciptanya variasi-variasi baru pada data yang sama.

Bahasa

Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai alat komunikasi, tanpa adanya Bahasa kita tidak dapat berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu Bahasa berfungsi

(5)

Indriyani

sebahgai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain. Mengingat pentingnya Bahasa itu, baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Daerah maka perlu diadakan pembinaan dan pengembangan Bahasa tersebut. Setiap daerah mempunyai tutur dan unsur Bahasa tersendiri. Di Indonesia terdapat 480 ragam Bahasa daerah, salah satunya adalah Bahasa Melayu Jambi. Bahasa Melayu Jambi memiliki kedudukan dan fungsi yang sama dengan Bahasa-bahasa daerah lainnya. Bahasa daerah berfungsi sebagai 1. Lambang kebanggaan daerah, 2. Lambang identitas daerah, 3. Sarana komunikasi didalam keluarga dan masyarakat daerah,4. Pendukung kebudayaan daerah. Chaer, (1995: 297).

Fungsi Bahasa

Hal yang berkaitan dengan fungsi bahasa dalam seloko berpedoman pada fungsi-fungsi bahasa secara umum menurut konsep Leech (1981) yang meliputi fungsi informasional (informasional function), fungsi ekspresif (expressive function), fungsi direktif (directive function), fungsi estetik (aesthetic function) dan fungsi fatik (phatic function).

Jenis-jenis fungsi Bahasa tersebut yang dapat diidentifikasi dalam seloko dapat dijabarkan berikut ini.

Fungsi Informasional

Fungsi informasional, yaitu bahasa yang berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan informasi (Leech, 1977:47). Dalam seloko fungsi informasional berkaitan dengan bentuknya sebagai karya sastra yang dimanfaatkan untuk menyampaikan informasi mengenai bagaimana sejarah dan bagaimana masyarakat harus berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Fungsi Ekspresif

Fungsi ekspresif, dipakai untuk mengungkapkan perasaan dan sikap penuturnya, misalnya kata-kata sumpah serapah dan kata-kata seru.Jika dalam fungsi informasional yang dipentingkan makna konseptual, dalam fungsi ekspresif yang dipentingkan makna afektif (Leech, 1977:47).

Fungsi Estetik

Fungsi estetik yaitu penggunaan bahasa berkaitan dengan karya seni (Leech, 1977:48).Misalnya pantun, dalam seloko mengemban fungsi estetik karena kapasitasnya sebagai salah satu genre sastra, seloko tidak terlepas dari sifat karya sastra yang mengandung nilai-nilai keindahan (estetika). Karena sifat khas karya sastra yang mengandung nilai-nilai

(6)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

keindahan, dengan sendirinya bait-bait dalam seloko mengemban fungsi estetik.

Fungsi Direktif

Fungsi direktif, yaitu jika bahasa yang digunakan bertujuan untuk mempengaruhi perilaku atau sikap orang lain. Contoh fungsi ini adalah pada ujaran yang berupa perintah dan permohonan (Leech, 1977:48).

Fungsi Fatik

Fungsi fatik, yaitu fungsi bahasa yang digunakan untuk menjaga hubungan sosial secara baik dan menjaga agar komunikasi tetap berkesinambungan (Leech, 1977:48). Menurut Leech (1981) fungsi yang terakhir ini berorientasi kepada saluran yang dipakai dalam komunikasi. Saluran yang dimaksud adalah pengunaan bahasa untuk memelihara kontak antara pembicara atau penutur dengan pendengar atau petutur (Lihat Jacobson, dalam Allen dan Corder, 1973:53).

Upacara Adat Perkawinan Melayu Jambi

Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang sangat penting dan sakral.Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan banyak tertuju kepadanya, mulai dan dari memikirkan proses akan pernikahan, persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara selesai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang dihormati.

Lamaran/Ngantar Tando

Sebelum diadakan acara lamaran/ngantar tando, biasanya akan ada utusan dari pihak laki-laki yang akan bertanya, ataupun bersilahturahmi ke keluarga perempuan. Utusan ini akan mencari tau apakah anak perempuan yang dimaksud sudah di kundang orang atau sudah ada yang melamar. Setelah itu baru akan dilakukan prosesi lamaran. Adapun yang dihantarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai tanda pengikat diantaranya pakaian perempuan sepelulusan, sirih pinang senampan, cicin emas belah rotan. Penyerahan hantaran ini merupakan pertanda bahwa pihak laki-laki telah resmi melamar pihak perempuan.

(7)

Indriyani

Setelah acara ngantar tando dilaksanakan, maka tibalah hari berlanjut pada proses hantaran adat dimana proses ini telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak. Sebelum pengisian dan pengantaran adat, nenek mamak kedua belah pihak bermusyawarah untuk membicarakan apa saja adat yang diisi, lembago yang dituang pada hari pengantaran adat.Bukan besar atau kecilnya antaran, tetapi ditentukan oleh kepatuhannya memenuhi dan melaksanakan tuntutan adat.

Perkawinan Atau Akad Nikah

Hari pelaksanaan akad nikah biasanya mendekati hari resepsi pernikahan, berjarak sekitar satu minggu sebelum resepsi pernikahan. Pada hari akad nikah ini sebelumnya telah disepakati nenek–mamak kedua belah pihak. Maka dilakukanlah proses akad nikah tersebut yang merupakan kewajiban hukum syara’. Sebelum akad nikah biasanya ada beberapa pertanyaan dari nenek mamak kepada mempelai laki-laki seperti; 1.masalah agama, 2.mengenai mas kawin yang di minta oleh mempelai perempuan. Setelah melaksanakan akad nikah mempelai laki-laki boleh langsung tinggal di rumah mertua atau ada tenggang waktu untuk tinggal di rumah mertua, hal ini disesuaikan dengan ikat buat janji semayo antara kedua belah pihak.

Resepsi Pernikahan/Penganten

Acara puncak dari suatu perkawinan orang Jambi, ialah pesta perkawinan, sedekah penganten atau belarak penganten.Pada hari itu ditampilkan hiburan, dipajang hiasan-hiasan dan lain sebagainya.

Adapun rangkaian upacara pada hari pernikahan tersebut adalah: a. Menjemput Sekaligus Belarak Penganten

b. Penyambutan c. Serah Terimo d. Buka Lanse

e. Tunjuk Ajar Tegur Sapo

f. Iwa(Pengumuman Peresmian Pernikahan).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif tidak berupa angka atau

(8)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

koefisien tentang hubungan variabel, tetapi berupa data yang kata-kata tertulis maupun lisan yang dihasilkan sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan berdasarkan kepada penomena yang diteliti.

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sugiyono (2011: 29) “penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan unutk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.

3.2 Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti pada penelitian ini, peneliti sebagai pengamat penuh. Peneliti terlibat langsung dalam semua kegiatan baik itu kegiatan observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara langsung kepada narasumber terkait sebagai petutur seloko adat, peneliti juga melakukan wawancara terhadap narasumber lain agar mendapatkan data yang lebih akurat, lengkap dan bervariasi.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Dipilih Desa Tantan sebagai lokasi penelitian dikarenakan peneliti merupakan penduduk asli desa tersebut sehingga peneliti mengetahui adat yang dipakai didaerahnya. Selain itu, Desa Tantan merupakan penduduk asli Jambi yang masih mengunakan seloko adat yang berlaku di Provinsi Jambi.

3.4 Data Dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Data ini diperoleh langsung dengan mewawancarai tuo tengganai yang menuturkan seloko adat tersebut dalam upacara adat perkawinan yang berlaku di Desa Tantan.

Sumber data penelitian ini adalah seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi diperoleh dari informan yang biasanya berseloko dalam upacara adat perkawinan di Desa Tantan. Agar data yang diperoleh dijamin kesahihannya, maka peneliti memilih seseorang untuk dijadikan informan yang benar-benar mengerti tentang seloko adat yang dituturkan di Desa Tantan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian.Karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah berikut ini:

3.5.1 Observasi

Sebelum dan pada saat penelitian berlangsung, peneliti melakukan pengamatan dan berinteraksi langsung dengan penutur soloko adat

(9)

Indriyani

masyarakat Desa Tantan. Observasi ini bertujuan untuk memudahkan peneliti untuk mampu memahami konteks data dalam keseluruhan konteks data dan situasi sosial, akan diperoleh pengalaman langsung serta peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain.

3.5.2 Wawancara Tak Berstruktur

Wawancara mendalam secara langsung dilakukan oleh peneliti kepada informan guna mendapatkan data yang lebih jelas, baik itu data yang berupa seloko maupun mengenai fungsi Bahasa yang terdapat dalam seloko. Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan tujuan untuk mendapatkan berbagai informasi manyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian ini.

Menurut Sugiyono (2010: 233) wawancara mendalam atau wawancara tak berstruktur merupakan “wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data”. Wawancara dilakukan terhadap responden yang dianggap dapat membantu memecahkan permasalahan dalam penelitian.

3.5.3 Catatan Lapangan

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui data dari identitas penutur seloko adat, dapat mengetahui tentang seloko adat yang belum lengkap dituturkan oleh penutur seloko adat perkawinan dan mengetahui mengenai pesan yang didapat oleh peneliti mengenai fungsi Bahasa apa saja yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

3.6 Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik baca markah, teknik baca markah yaitu melihat langsung pemarkah yang diteliti. Teknik tersebut dikemukakan oleh Sudaryanto (Yuza, 2010: 30) “Dalam suatu penelitian peneliti melihat langsung pemarkahnya, maka teknik ini disebut dengan teknik baca markah.

Teknik ini dilakukan dengan cara:

a. Sebelum data dianalisis, terlebih dahulu hasil rekaman mengenai seloko adat masyarakat Desa Tantan dipindahkan dalam bentuk teks tertulis.

b. Setelah dipindahkan dalam bentuk teks tertulis, lalu teks tersebut dibaca dengan cermat.

c. Tandai teks yang sesuai dengan fungsi Bahasa terkait mengenai fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan fungsi fatik.

(10)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

d. Penyajian data. Setelah data ditandai, kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi. Melalui tabulasi tersebut data dianalisis sesuai dengan fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan terkait fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan fungsi fatik. Kemudian untuk mengetahui kebenarannya dosen pembimbing memberikan tanda ceklis pada setiap data yang mengandung fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan fungsi fatik.

e. Verivikasi, yaitu penarikan simpulan sementara, sesuai dengan hasil analisis.

f. Hasil akhir, hasil akhir ini nantinya akan menjawab permasalahan tentang fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kebupaten Muaro Jambi terkait fungsi informasional, fungsi eksresif, fungsi direktif, fungsi estetik dan fungsi fatik.

3.7 Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini bertujuan agar hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Keabsahan hasil penelitian data diuji dengan teknik Trianguasi teori. Sumber dan metode untuk menetapkan keabsahan data dengan cara menguji data yang diperoleh, sesuai denganteori yang ada jiga memanfaatkan intuisi keabsahan yang dimiliki oleh peneliti sebagai penutur asli Bahasa Melayu. Untuk menjamin keabsahan data sesuai dengan tujuan tenelitian, selanjutnya peneliti memastikan data penelitian maka dilakukan pengecekan dengan teknik introspeksi.

Menurut Mahsun (2005: 101) “Metode introspeksi merupakan metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya untuk menyediakan data yang diperlukan bagi anlisis sesuai dengan tujuan penelitian”. Teknikini digunakan sebagai teknik tambahan serta peneliti juga mengkonsultasikan dengan dosen pembimbing yang sudah menguasai kajian penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penilitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Pendekatan ini tergambar dari tujuan yang dirumuskan, metode pengumpulan data dan data yang dikumpulkan berupa wacana, tuturan atau kalimat.Penelitian ini menghendaki pengolahan data tanpa perhitungan secara statistik.Penelitian kualitatifdapat diartikan sebagai

(11)

Indriyani

“Penelitian yang tidak mengadakan perhitungan” (Moleong, 2009:3).Selain itu penelitian kualitatif, yaitu “Penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” Bodgan dan Taylor (Moleong, 2009:4).

Kehadiran Peneliti

Peneliti berperan sebagai pengamat partisipan.Untuk memeperoleh data yang alamiah kehadiran peneliti sangat penting sekali dalam penelitian ini, yang berfungsi sebagai instrumen dan pengumpul data dari percakapan yang berlangsung.Kehadiran peneliti di lapangan bertujuan untuk mengumpulkan data dari informan. Peneliti hadir di tengah-tengah masyarakat pemakai bahasa untuk mendengarkan serta membuat catatan lapangan dari informan untuk mendeskripsikan data yang bermuatan implikatur percakapan menyuruh .

Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah tuturan implikatur percakapan menyuruh pada orang dewasa dalam bahasa jawa di desa pulau kerakap.Sedangkan sumber data penelitian ini adalah bersumber dari informan masyarakat Pulau Kerakap yang bermuatan IP menyuruh.

Lolasi penelitian

Lokasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu di desa Pulau Kerakap Kabupaten Bungo.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik simak.Disebut metode simak karena memang berupa penyimakan yang dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa.Ini dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi. Teknik simak digunakan dengan cara menyimak percakapan menyuruh dalam bahasa Jawa di Desa Pulau Kerakap dengan menggunakan bahasa Jawa, baik itu berupa bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

Teknik dasar dari metode ini dinamakan dengan teknik sadap.Sudaryanto (1993:133) menyatakan bahwa “Penyimakan atau metode simak itu di wujudkan dengan penyadapan. Untuk mendapatkan data pertama-tama peneliti harus menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang”. Dalam hal ini, peneliti menyadap percakapan menyuruh antara penutur dan petutur yaitu implikatur percakapan menyuruh pada orang dewasa dalam bahasa jawa di desa pulau kerakap kabupaten bungo untuk mendapatkan wacana percakapan yang mengandung implikatur.

(12)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis pragmatik. Sejalan dengan penjelasan Wiryotinoyo (2010:34-35) menyatakan bahwa “ analisis pragmatik perlu dilakukakan umtuk memperoleh pemecahan masalah makna pada T yang bermuatan IP” Analisis pragmatik di gunakan untuk menjawab masalah-masalah penelitian antara lain bagaimana suatu pragmatis suruhan dan latar penyebab terjadinya IP pada masyarakat Desa Pulau Kerakap. Data yang telah diperoleh diidentifikasikan dan di klasifikasi untuk mendapatkan deskripsi yang jelas, rinci dan memadai seluk-beluk IP menyuruh di bawah ini terdapat percakapan yang menggunakan IP menyuruh.

Langkah- langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalsis data sebagai berikut :

1. Menterjemahkan data ke dalam bahasa indonesia, yaitu data yang diperoleh di lapangan adalah data yang berupa ujaran dalam Bahasa Jawa di Desa Pulau Kerakap.

2. Mengidentifikasi data setalah data diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, Selajutnya peneliti mengidentifikasi ujaran-ujaran yang mengikuti kerja sama dan sopan santun dan implikasinnya dengan menggunakan analisis pragmatis.

3. Meninterpretasi dan mengklasifikasikan data. Data yang telah diidentifikasikan yang mengandung IP kemudian diinterpretasikan dan diklasifikasikan.

4. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dan analisis tersebut. Dari hasil ini nanti akan mengahsilakan IP suruhan dalam bahasa Jawa.

Pemeriksaan Keabsahaan Data

Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini bertujuan agar

hasil penelitian yang diperoleh benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan.Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan dan triangulasi.Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan peneliti sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai Moleong (2008:327).Perpanjangan keikutsertaan juga merupakan penyediaan rentang waktu yang memadai untuk mengambil peristiwa komunikasi yang terjadi.Ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap peristiwa komunikasi yang menonjol dalam percakapan. Selanjutnya Moleong (2005:330) menyatakan bahwa “Triangulasi adalah teknik pemerisaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.

(13)

Indriyani

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi

Fungsi Bahasa yang terkandung dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi yaitu, (1) Fungsi Informasional, (2) Fungsi Ekspresif, (3) Fungsi Direktif, (4) Fungsi Estetik, (5) Fungsi Fatik. Kelima fungsi Bahasa tersebut terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakatdesa tantan kecamatan sekernan kabupaten muaro jambi akan diuraikan satu persatu sebagai berikut.

Fungsi Informasional

Fungsi ini mendeskripsikan bagaimana informasi pada seloko. Seloko adat perkawinan Melayu Jambi, yang berbentuk kato adat atau

kato undang, kato kias, pepatah-petitih, dan pantun, menyimpan berbagai

informasi penting. Kutipan (1)kato undang:

assalamuaaikum wr. wb. Wa’alaikumsalam wr.wb.

Ucapan salam dapat kita temukan informasi bahwa di kalangan masyarakat Melayu telah menganut agama Islam. Ucapan-ucapan salam demikian telah menjadi tradisi bagi umat Islam. Dengan demikian, hal tersebut menginformasikan bahwa komunitas beracara ulur antar tersebut memiliki karakter relegius Islam.

Kutipan (2) kato undang: datuk-datuk, nenek-mamak, tuo-tuo tengganai,

alim ulama, cerdik pandai.

Kata-kata tersebut menginformasikan bahwa pada acara tersebut telah hadir orang-orang penting dari berbagai belah pihak. Di samping itu, seloko tersebut tidak hanya menginformasikan kehadiran orang-orang penting, tetapi juga menginformasikan bahwa hubungan antar mereka begitu erat kekerabatannya.

Kutipan (3) kata-kata kias: Ibu-ibu nan bederau gelang di tangan dan

bersentok cincin di jari, bekain ujung serong, yang bersanggul lipat pandan.

Kata-kata tersebut tidak hanya menginformasikan bahwa kaum ibu sudah hadir, tetapi juga mereka menggunakan pakaian resmi, yang sesuai dengan adat-istiadat. Di situ juga dapat ditangkap informasi yang bermakna bahwa di kalangan komunitas Melayu, tidak ada diskrimanasi antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan.Sebagaimana yang mempunyai kepentingan menghormati kaum laki-laki, juga menghormati kaum perempuan.

(14)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Kutipan (4) Pada kata kias lain, seperti: kami susun jari nan sepuluh, kami

tundukkan kepalo yang satu, ampun-ampun kepado yangtuo-tuo, minta maaf kepado yang banyak.

Memperlihatkan informasi bahwa rasa rendah hati, tidak sombong, dan begitu mengagungkan tamu, adalah tabiat orang Melayu. Hal itu tersajikan juga dalam kata kias kutipan (5): naik sudah di kunkung dahan,

turun sudah di pasung baner.

Artinya menginformasikan bahwa setelah berumah tangga seorang istritelah terbatas dalam bergaul, tidak sebebas waktu gadis, karena ada suami yang harus dihormati dan dilayani.

Kutipan (6) Pada pepatah-petih: Kok bejalan lah sampai ke batas, kok

berlayar lah sampai pulo ke pulau.

Mengisyaratkan bahwa para tamu sudah sampai di tujuannya. Semua rombongan telah hadir. Begitu pula di pihak yang menunggu, mereka juga menginformasikan dalam selokonya bahwa mereka sudah siap menerima rombongan tamunya sesuai dengan adat dan tradisi mereka, seperti terungkap dalam pepatah-petitih kutipan (7) tanggolah

kami tegakkan, kok lawang lah kami bukak, tikarlah kami bentang pulak.

Mempersilahkan tamu untuk masuk dengan isyarat bahwa tangga sudah ditegakkan, pintu sudah dibuka, dan tikar sudah di bentang.

Kutipan (8) pantun:

Batang belimbing di tengah laman Uratnyo menyuruk ke bawah rumah Idak elok kito berunding di tengah laman Elok kito naik ke atas rumah

Batang cempedak di tengah laman Uratnyo susun betindih

Idak elok kito tegak di laman Elok kito naik makan-makan sirih

Menginformasikan bahwa dalam membicarakan suatu

perungdingan hendaklah kita duduk di dalam rumah agar apa yang kita bicarakan dapat tersampaikan dengan baik. Artinya dalam adat melayu sopan santun sangatlah penting, menghormati tamu adalah kewajiban, hal itu terlihat pada bait terahir pada pantun Idak elok kito tegak di laman,

Elok kito naik makan-makan sirih, saat ada orang yang bertamu kerumah

masyarakat melayu jambi menyugukan makanan atau minuman sebagai tanda sopan santun kepada tamu. Sama halnya dengan pantun dalam kutipan (9) berikut ini:

Sirih kuning dalam nampan Semak jerami lah jadi sesap Sesap la jadi rimbo pulo

(15)

Indriyani

Sirih kami mohon di makan Rokok kami silokan isap

Pangkal sembah permulaan kato. Sirih kuning dalam nampan Semak jerami lah jadi sesap Sesap lah jadi rimbo rano

Sirih nenek mamak la kami makan Tandonyo sembah la kami terimo.

Pantun tersebut menginformasikan bahwa sirih dan rokok diibaratkan sebuah hidangan yang telah disediakan untuk menjamu para tamu yang datang. Dan balasan pantun berikutnya Sirih nenek mamak la

kami makan, Tandonyo sembah la kami terimo.menjelaskan bahwa

hidangan yang disediakan telah di makan sebagai tanda hormat kepada tamu yang datang.

Fungsi Ekspresif

Fungsi ekspresif termuat dalam seloko yang berupa

pepatah-petitih, kata-kata kias, pantun-pantun dan kato penyelo. Kutipan (10)

petatah-petitih: Kok tepian berpagar dengan baso, kok rumah berpagar

dengan adat, kok halaman bersapu dengan undang, ateh tutup bubungan perak, bawah balareh sendi gading.

Seloko tersebut mengekspresikan bahwa suatu kaum itu memiliki ketentuan-ketentuan yang berlaku. Meskipun, setiap orang memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu ada batas-batas. Batas-batas tersebut sudah diberi tanda bila ada pelanggaran, maka si pelanggar pasti akan menerima sangsi dan akibat yang tidak dapat ditoleransi.

Kutipan (11) Dalam kato-kato penyelo: Manolah kami banyak iko...;

Iyo..yo...; Yo, bolehlah...; Oo..macam tu maksudnyo,

Memperlihatkan ekspresi spontan. Ekspresi ini cenderung memperlihatkan rasa gembira, memberi semangat, dan menciptakan keselarasan atau harmonisasi antara penutur dan petutur.

Kutipan (12) kata-kata kias:

semakin pandai semakin diaja, semakin tau semakin disapo. Sekecik-keciknyo sematung dibelukar bilolah bebuah tuo namonyo.

Memperlihatkan ekspresi sikap yang harus dimiliki seseorang bahwa semakin pandai orang tersebut hendaklah iya semakin diajar dan semakin tau hendaklah semakin disapa, agar orang tersebut tidak sombong dan membanggakan diri dengan kepandaiannya.

Kutipan (13) Kata kias:

(16)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

Mengekspresikan pemikiran bahwa dalam biduk rumah tangga banyak tantangan yang harus dihadapi dan tanggung jawab yang harus dijalankan. Pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah dalam rumah tangga.

Dalam mengekspresikan pemikiran, perasaan, sikap, dan keyakinan yang dimiliki, masyarakat melayu Jambi juga menggunakan pantun agar lebih ekspresif, terkesan halus dan santun.

Kutipan (14) pantun:

Bukannyo kacang sembarang kacang Kacang melilit kayu beduri,

Bukannyo datang sembarang datang Gedang maksud didalam hati,

Bukannyo kacang sembarang kacang Pucuk dirateh ramo-ramo,

Bukannyo datang sembarang datang Datang menepati janji lamo.

Pantun tersebut mengekspresikan pikiran, perasaan, sikap, dan keyakinan,seperti pada bait 3 dan 4 mengekspresikan pemikiran dan perasaan yang tersirat didalam hati kemudian pada bait 7 dan 8 mengekspresikan sikap dan keyakinan untuk datang menepati janji yang lama di ucapkan, karena janji adalah hutang yang wajib dibayar.

Hal tersebut juga tersirat dalam pantun berikut ini: Kutipan(15)

Ilir ke Jambi bergalah mumpo Mudik ke Tebo berentak satang, Pado janji idak kan lupo

Entahlah nyawo yang idak sedang.

Mengekspresikan sikap tanggung jawab dalam menepati janji, meskipun nyawa menjadi taruhannya.

Fungsi Estetik

Fungsi estetik atau keindahan pada seloko Terdapat dalamkato

kias,pepatah-petitih, dan pantun.

Kutipan (16) Pantun:

Jumadil awal namonyo bulan Hari duo puluh masuk bilangan Sedikit nazam abang sampaikan Tolonng sambut dengan kerelaan

Kutipan (17) pantun:

Tabuh bebunyi orangpun azan Awal subuh fajar sidiki

(17)

Indriyani

Wahaijiwo belahan badan Abang tibo dihadapan diri

Terlihat dari bunyi, kata-kata yang dipakai dalam setiap pantun menggambarkan isi pikiran atau perasaan yang diucapkan dalam setiap baris pantun. Melalui pantun tersebut, kita bisa merasakan perasaan apa yang tersirat didalamnya, seperti bait pantun berikut: Sedikit nazam

abang sampaikan, Tolonng sambut dengan kerelaan. Pantun ini

menggambarkan bunyi nazam yang indah dan bait pantun berikut ini:

Wahai jiwo belahan badan, Abang tibo dihadapan diri, pantun ini

menggambarkan rayuan kepada mempelai perempuan sebagai tanda cinta dari mempelai laki-laki. Mendengar bunyi yang menyerupai sesuatu perkataan sering mengingatkan kita pada perkataan itu, dan tidak jarang pula mengingatkan kita akan isi perkataan itu sekaligus.

Kutipan (18) pantun:

Elang terbang ditengah hari Budak menabuh serunahnapiri

Datangnyo abang dek oooi aduhai kemari Janji semayoyang ditepati

Terdapat unsur irama dalam pantun tersebut yang mengatur bunyi sehingga menjadi lebih bermakna. Dalam dua baris di awal seloko yang berupa pantun disediakan atau dibayangkan irama yang akan mengikat pikiran atau perasaan yang hendak diucapakan dalam dua baris berikutnya.Jadi, orang yang mendengar kedua baris yang pertama itu dibuka hatinya untuk menerima apa yang hendak diucapkan padabaris berikutnya.

Kutipan (19) Pantun:

Hari iko betepung tawar Besok pagi barulah mandi Jangan lamo tegak diluar Silokan masuk belahan diri

Pantun tersebut mengisyaratkan balasan pantun diawal tadi, artinya pendengar telah mengerti apa yang diiucapkan pada rayuan pantun di atas dan menerima pujian tersebut dengan balasan pantun yang menyanjung pula.

Kutipan (20) kato kias:

Jangan leko diujung tanjung meliat aek sedang ilir, jangan lengah dikebun bungo nengok bungo sedang kembang,

Dilihat dari segi bahasanya seloko tersebut menggunakan kata kiasan yang berbentuk keindahan yang diucapkan bukan makna yang sebenarnya melainkan seumpamanya. Seloko ini juga tidak hanya diucapkan pada acara perkawinan saja, tetapi orang tua juga

(18)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

menggunakan seloko ini untuk menasehati anaknya yang mau menikah untuk dijadikan pedoman kelak dalam berumah tangga.

Fungsi Direktif

Seloko adat perkawinan Melayu Jambi menyimpan fungsi direktif.Sebuah seloko itu memuat berbagai arahan, panduan, atau mungkin berupa perintah.Melalui seloko-seloko tersebut, para pemangku adat juga menyampaikan pesan, nasihat, tunjuk ajar, nila kebenaran dan larangan. Seloko tersebut terdapat dalam bentuk pantun, kata kias, kata

penyelo, kata adat dan kata undang, serta pepatah-petitih.

Kutipan (21) pantun

Cincang pelupuh kulit baru Ramo-ramo dirumah tinggal Lusuh-lusuh diperbaharui Adat lamo jangan ditinggal.

Pantun tersebutberisikan panduan sekaligus perintah bahwa adat adalah meninggalan nenek moyang, jika sudah lama berarti harus diperbaharui dan jangan ditinggalkan.

Kutipan (22) kato kias:

Kok tepian berpagar dengan baso, kok rumah berpagar dengan adat, kok halaman bersapu dengan undang.

Ungkapan tersebut memberi penekanan bahwa setiap tempat memiliki aturan-aturan yang tegas yang harus diikuti. Aturan-aturan tersebut berlaku untuk semua orang.Peraturan itu, ada yang bersumber dari keagamaan, dari adat, dan dari kebiasaan-kebiasaan yang disepakati. Bila terjadi pelanggaran-pelanggan, baik sengaja atau tidak disengaja, akan berakibat tertentu. Akibat-akibat tersebut bisa saja menimpa yang berbuat kesalahan, atau lingkungan dimana kesalahan itu terjadi.Justru karena itu, ada ketegasan, ada fungsi direktif, yang harus dipatuhi, diikuti oleh khalayak atau suatu kaum.

Kutipan (23)kato adat:

Idak elok becakap ditengah laman, berunding sepanjang jalan, dirumah sajo kito beriyo beridak, apolagi dirumah lah menunggu pulo nenek mamak tuo tengganai nan bakato dulu sepatah, nan bajalan dulu selangkah, cencangnyo memutus makannyo menghabiskan.

Kato adat tersebut menunjukkan pantang larang, ada juga yang berisi peringatan-peringatan agar membicarakan sesuatu hendaklah dengan mempersilakan yang lebih tua untuk memutuskan hasil musyawarah yang baik agar tidak ada kesalahpahaman dikemudian hari. Kutipan (24) kato penyelo:

Macam namo nenek mamak,,,, tunggu dulu nenek mamak,,,idak nenek mamak,,,, kalu macam itu,,,

(19)

Indriyani

Kato penyelo ini menegaskan suatu pembicaraan, dalam fungsi derektif kato penyelo ini memuat arahan kemana pembicaraan akan dilanjutkan.

Kutipan (25) petatah-petitih:

Bekampuh lebar beuleh panjang, jangan bekampuh lebar cabik, beuleh panjang putus.

Fungsi direktif yang bersifat larangan dan pantangan terdapat juga dalam petatah-petitih seloko diatas yang menjelaskan bahwa jika sudah menikah perangai sewaktu masih bujang atau gadis harus ditinggalkan.

Fungsi Fatik

Fungsi fatik yang paling dominan terdapat pada kato undang dan

kato penyelo. Kutipan (26) kato undang: Assalamualaikum Wr. Wb Waalaikumsalam Wr. Wb,

Merupakan kata undang yang mengikat interaksi antara penutur dengan petutur. Melalui medium salam, para pemangku adat tidak hanya saling menyapa, tetapi juga mempererat hubungan antarkeduanya. Melalui kata-kata seloko tersebut, mereka saling mendoakan, saling menghormati, dan saling mengekspresikan akhlaqulkarimah. Hal ini tentu akan dapat menciptakan suasana harmonis.

Kutipan (27) kato penyelo:

Manolah kami sebanyak iko,,, Iyo... yo.... Yo bolehlah… Oo..., macam tu maksudnyo,,,,

Silohkan Datuk-datuk segalonyo naik ke rumah,,,, Elok jugo kami betanyo,,,,

kalu naik ke rumah Datuk-datuk,,,, Ooo..., macam itu retinyo,,,

Kalu itu nan Datuk-datuk maksudkan,,, sebenarnyo larang pantang itu idak ado,,, memang kedatangan kami iko....

Hendak duo pantun seiring,,, Macam iko Datuk-datuk,,,, bak kato pepatah adat,,, Nah, kalau kito semupakat,,,, adopunrundingan kito,,,

Arti kato, lah sependapat kito tu,,, Macam ikolah Datuk-datuk,,,,

Kata-kata penyelo tersebut memang fungsinya menjadi jembatan, penyela, konjungsi, atau penghubung antara petutur dan penutur sehingga tercipta komunikasi. Kata-kata ini biasanya hadir melekat pada kata adat dan kata undang, pada pepatah-petitih, kata kias, dan pantun,

(20)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

tetapi secara keseluruhan tidak menyatu dengan seloko-seloko yang disebut bagian-bagian terakhir. Kata-kata penyelo ini cenderung menggunakan kata-kata keseharian, tidak mengandung banyak makna kias. Ungkapan ini cenderung bersifat harfiah.

Pembahasan

Bertolak dari hasil penelitian ditemukan beberapa fungsi Bahasa dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi yang menggunakan kata kias, pribahasa, dan pepatah. Pertama ditemukan pada kutipan (3) :Ibu-ibu nan

bederau gelang di tangan dan bersentok cincin di jari, bekain ujung serong, yang bersanggul lipat pandan. Seloko tersebut menggunakan

bahasa kiasan untuk menyampaikan maksudnya. Kedua ditemukan pada kutipan (4) kami susun jari nan sepuluh, kami tundukkan kepalo yang

satu, ampun-ampun kepado yang tuo-tuo, minta maaf kepado yang banyak. Kata kiasan juga digunakan dalam seloko tersebut untuk

menggambarkan kebiasaan orang melayu dalam bersosialisasi antar masyarakat. Ketiga ditemukan pada kutipan (5) naik sudah di kunkung

dahan, turun sudah di pasung baner. Terlihat dari bahasa seloko tersebut

menunjukkan keterbatas pergaulan seseorang setelah menikah. Keempat ditemukan pada kutipan (7) tanggolah kami tegakkan, kok lawang lah

kami bukak, tikarlah kami bentang pulak. Kalimat tersebut menggunakan

pribahasa untuk menggambarkan maksud dan tujuannya. Kelima ditemukan pada kutipan (10) Kok tepian berpagar dengan baso, kok

rumah berpagar dengan adat, kok halaman bersapu dengan undang, ateh tutup bubungan perak, bawah balareh sendi gading. Dilihat dari segi

kalimatnya, seloko tersebut menggunakan majas perbandingan, yang membandingkan antara atap dan perak kemudian lantai yang bersedikan gading. Keenam ditemukan pada kutipan (13) Besar laut besar pulo

gelombangnyo, surut air tentu kecik pulo riaknyo.

Menggunakan majas persamaan dalam petatah petitih yang diucapkan.

Ketujuh ditemukanpada kutipan (20) Jangan leko diujung tanjung meliat aek sedang ilir, jangan lengah dikebun bungo nengok bungo sedang kembang, dilihat dari segi bahasanya seloko tersebut menggunakan

bahasa kiasan agar lebih mudah disampaikan dan kemudian dimengerti oleh pendengar maupun pembaca. Kedelapan ditemukan pada Kutipan (23) Idak elok becakap ditengah laman, berunding sepanjang jalan,

dirumah sajo kito beriyo beridak, apolagi dirumah lah menunggu pulo nenek mamak tuo tengganai nan bakato dulu sepatah, nan bajalan dulu selangkah, cencangnyo memutus makannyo menghabiskan. Seloko

tersebut disampaikan secara pribahasa dalam beberapa kalimat namun maknanya hanya satu tujuan saja. Kesembilan ditemukan pada Kutipan

(21)

Indriyani

(25) Bekampuh lebar beuleh panjang, jangan bekampuh lebar cabik,

beuleh panjang putus. Seloko tersebut menggunakan pribahasa yang

menegaskan bahwa jika sudah menikah perangai sewaktu masih bujang atau gadis harus ditinggalkan.

PENUTUP KESIMPULAN

Fungsi Bahasa yang terdapat dalam seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi, dapat ditemukan Fungsi Informasional, Fungsi Ekspresif, Fungsi Estetik, Fungsi Direktif, dan Fungsi Fatik. Seloko yang ditemukan dalam bentuk

Fungsi Informasional sebanyak Sembilan seloko, yaitu: (1) kato undang, yang diucapkan pada setiap awal pembicaraan sebagai kata pembuka acara. (2) kato undang, yang diucapkan untuk menghormati tamu yang datang. (3) seloko yang diucapkan padaacara ulur hantar serah terimo adat. (4) Seloko adat yang diucapkap pada acara ulur hantar serah terimo penganten. (5) seloko adatpada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten (6) seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (7) seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (8) Pantun seloko yang diucapkap pada acara ulur hantar serah terimo penganten. (9) Pantun seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. Seloko yang ditemukandalam bentuk Fungsi Ekspresif sebanyak enam seloko, yaitu: (1) seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (2) Kato penyelo yang diucapkan untuk menyambung pembicaraan.(3) Seloko adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. (4) Seloko adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. (5) Pantun seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (6) Pantun seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. Seloko yang ditemukan dalam bentuk Fungsi Estetik sebanyak lima seloko, yaitu: (1) ke lima Pantun adat tersebut terdapat pada acara buka lanse (5) Seloko adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. Seloko adat yang ditemukan dalam bentuk Fungsi Direktif sebanyak lima seloko, yaitu (1) Seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (2) Ungkapan seloko pada acara serah terimo adat lembago. (3) Seloko yang diucapkan pada acara ulur hantar serah terimo adat. (4) Kato penyelo yang diucapkan untuk menyambung pembicaraan. (5) Seloko adat pada acara tunjuk ajar tegur sapo penganten. Seloko adat yang ditemukan dalam Fungsi Fatik sebanyak dua seloko, yaitu: (1) kato undang, yang diucapkan pada setiap awal pembicaraan sebagai kata

(22)

Fungsi Bahasa Dalam Seloko Adat Perkawinan Mastarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

pembuka acara. (2) Kato penyelo yang diucapkan untuk memperjelas maksud dari pembicaraan.

Saran

Seloko merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang perlu dilestarikan, dijaga, dan dikembangkan serta dimanfaatkan keberadaanya ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini penulis meneliti seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi tentang fungsi Bahasa yang berkaitan dengan fungsi informasional, fungsi ekspresif, fungsi estetik, fungsi direktif dan fungsi fatik. Maka dari itu penulis menyarankan beberapa hal berikut ini:

1) Agar diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji dan meneliti seloko adat perkawinan masyarakat desa Tantan ini dari segi aspek yang lebih mendalam dari aspek bentuk dan makna seloko adat perkawinan. 2) Kepada para pengajar seperti guru dan dosen, disarankan agar penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengajaran sastra baik oleh para dosen di perguruan tinggi maupun guru di sekolah sebagai tambahan bahan ajar.

3) Agar ada penelitian lanjutan tehadap seloko adat perkawinan masyarakat Desa Tantan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi. Supaya sastra lisan seperti seloko ini terjaga kelestariannya. 4) Agar penelitian ini bisa menjadi sumbangan ilmu untuk peneliti lainnya,

dan menjadi ide baru bagi peneliti lain untuk mengkaji seloko dalam bentuk kajian sastra yang lebih mendalam lagi.

DAFTARRUJUKAN

Departemen Pendidikan Dan Budaya. 2002. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. 2011. Panduan Penulisan Skripsi.

Jambi: Universitas Jambi.

Karim, M. 2002. Sastra Melayu Puisi Melayu Jambi. Jambi: FKIP Universitas Jambi.

Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lembaga Adat Provinsi Jambi. 2001. Sejarah Adat Jambi.

(23)

Indriyani

Universitas Indonesia.

Mahsun, M.S. 2005. Metode Penelitian Bahasa (tahapan, srategi, metode

dan tekniknya). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Moleong, L.J., 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Somad, A.K., 2003. Bebas Berkarya Mengenal Adat Jambi Dalam

Perpektif Modern. Jambi: Dinas Pendidikan Muaro Jambi.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Tim Pokja. 2004. Iktisar Adat Melayu Kota Jambi. Jambi: Lembaga Adat

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi sinamot dalam perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba dan untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan

Wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemekaian bahasa dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang disajikan pada upacara perkawinan adat Jawa Tengah di desa sungai jambu, ada tiga macam yaitu makanan yang disajikan

Data penelitian kualitatif bisa berupa tulisan, rekaman ujaran secara lisan, gambar, angka, pertunjukan kesenian, relief-relief, dan berbagai bentuk data lain yang bisa

Hal ini menjadi salah satu acuan untuk mengetahui berbagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pangan yang memiliki ciri khas lain dalam pemanfaatannya yang

Petatah petitih adalah salah satu bentuk sastra lisan Minangkabau yang berbentuk puisi dan berisi kalimat atau ungkapan yang mengadung pengertian yang dalam, luas, tepat,

Objek yang menjadi sumber dalam penelitian ini adalah sastra lisan batimang pada masyarakat Desa Simalinyang Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar yang akan dianalisis dengan

Frasa dalam Bahasa Melayu Jambi berdasarkan bentuknya dapat digolongkan menjadi lima aspek, yaitu; 1 frasa verba yang terdiri dari frasa ngetong dan noles, mekeri dan betapo, maso mobel