• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPRESI INTERLEUKIN-1-BETA (IL-1Β) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL RENAL FIBROSIS HASIL INDUKSI STREPTOKINASE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPRESI INTERLEUKIN-1-BETA (IL-1Β) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL RENAL FIBROSIS HASIL INDUKSI STREPTOKINASE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

EKSPRESI INTERLEUKIN-1-BETA (IL-1Β) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (Rattus norvegicus) MODEL RENAL FIBROSIS HASIL INDUKSI

STREPTOKINASE

EXPRESSION OF INTERLEUKIN-1-BETA (Il-1β) AND HISTOPATHOLOGY OF KIDNEY RAT (Rattus Norvegicus) ANIMAL MODEL RENAL FIBROSIS INDUCED

BY STREPTOKINASE

Rizky Rakadana Putra, Aulanni’am, Dyah Ayu Oktavianie

Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya

RizkyRakadanaP@gmail.com ABSTRAK

Renal fibrosis adalah kegagalan dari respon penyembuhan dan perbaikan karena jejas kronis di ginjal. Patomekanisme renal fibrosis melibatkan banyak proses seperti inflamasi dan penumpukan extracellular matrix (ECM) pada jaringan ginjal. Streptokinase sebagai salah satu jenis plasminogen activator, berpotensi menimbulkan renal fibrosis karena memiliki sifat nephrotoxic dan mampu mengaktivasi plasminogen menjadi plasmin yang berperan penting dalam inisiasi fibrosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek induksi streptokinase terhadap gambaran histopatologi dan ekspresi IL-1β pada ginjal tikus (Rattus norvegicus). Penelitian ini menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu kelompok A sebagai kontrol, kelompok B diinjeksi streptokinase dosis 6000 IU satu kali injeksi. Kelompok C diinjeksi 2 kali dan kelompok D diinjeksi 3 kali dengan dengan interval lima hari untuk setiap injeksi. Hasil penelitian menunjukkan induksi streptokinase menyebabkan kerusakan jaringan berupa fibrosis yang ditemukan pada histopatologi ginjal kelompok B, C dan D dan Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) yang ditemukan pada kelompok D. Analisis immunohistokimia juga menunjukkan bahwa induksi streptokinase meningkatkan ekspresi IL-1β yang signifikan antara kelompok B (147.97%), C (219.38%), dan D (406.96%) dibandingan dengan kontrol.

(2)

2 ABSTRACT

Renal fibrosis is a failed response of tissue healing and repairing that caused by chronic wound in kidney. The pathomechanism of renal fibrosis involved several process such as inflammation and ECM accumulation in renal tissues. Streptokinase is known as one of the plasminogen activator that has the potential to be able to induce renal fibrosis due to its nephrotoxicity and able to activate plasminogen into plasmin which is important in fibrosis initiation. This study was aimed to understand the effect of streptokinase on histopathology and IL-1β expression of rat (Rattus norvegicus) kidney. This study using male rats (Rattus norvegicus) which divided into four groups: A as the control group, the B group was induced by 6000 IU of streptokinase once, the C group which were given twice and the D group rats which were given three times with five days intervals for each induction. The results showed that streptokinase induction caused tissue damage in the form of fibrosis which can be observed on the histopathological appearance of group B, C and D and Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS) which found on D group. Immunohistochemistry analysis also shown that streptokinase induction, significantly increase the IL-1β expression in group B (147.97%), C (219.38%), and D (406.96%) compared to control group.

Keyword : Renal fibrosis, Streptokinase, Renal Histopathology, IL-1β PENDAHULUAN

Renal fibrosis merupakan gejala dari chronic kidney disease (CKD) yang mengindikasikan sudah ada proses terjadinya end stage renal disease (ESRD) (Liu, 2006). Renal fibrosis umumnya bersifat irreversible sehingga pasien hewan yang telah mengalami kerusakan jaringan yang cukup parah disarankan untuk euthanasi (Levebre, 2011). Definisi renal fibrosis adalah bentuk kegagalan sistem penyembuhan jaringan ginjal karena trauma kronis (Pinzani, 2008). Patomekanisme renal fibrosis cukup rumit dan meliputi banyak proses seperti trauma kronis, inflamasi, dan penumpukan extracellular matrix (ECM) (Cho, 2010 dan Liu, 2006). Inflamasi adalah salah satu proses penting dalam renal fibrosis (Chatziantoniou, 2005). Hal ini dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel inflamasi dan sitokin pro-inflamasi seperti interleukin 1 beta (IL-1β) pada renal fibrosis (Liu, 2006 dan Giraldo et al.; 2013). IL-1β sebagai sitokin proinflamasi berperan penting pada patogenesis renal fibrosis melalui aktivasi sel B dan sel T dan fibroblas sehingga menimbulkan inflamasi (Luo, 2009).

Penelitian mengenai renal fibrosis sudah dilakukan, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa model untuk renal fibrosis. Hewan model untuk renal fibrosis yang sudah dikenal sebelumnya antara lain model nephrotoxic serum nephritis (NTN) (Xia et al., 2012), UUO (unilateral ureteral obstruction) (Chevalier et al, 2009), cyclosporin nephrotoxicity (CsN) (Hyun et al., 2013), dan mencit yang dimanipulasi secara genetis pada gen COL4A3 (Hamano et al., 2002). Hambatan yang ditemui pada penggunaan hewan model di atas antara lain adalah biaya yang mahal untuk persiapan hewan model. Streptokinase merupakan agen thrombolitik paling murah yang ada di pasaran berpotensi menginduksi renal fibrosis karena kemampuannya mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin (Boxrud et al., 2001). Plasmin mampu mengaktivasi Transforming Growth Factor (TGF-β) (Hu et al., 2008) dan bradikinin (Inomata, 2012) yang berperan dalam inisiasi fibrosis dan inflamasi dalam renal fibrosis, karena sifatnya sebagai agen thrombolitik mampu mengaktivasi plasmin, streptokinase

(3)

3 berpotensi menginduksi renal fibrosis pada hewan model.

Renal fibrosis akan menyebabkan perubahan struktural pada jaringan ginjal yang dapat diamati dengan adanya penumpukan ECM pada gambaran histopatologi. Penumpukan ECM pada jaringan ginjal akan menimbulkan gambaran patologis berupa tubulointerstitial fibrosis dan glomerulosclerosis (Winbanks, 2006). Selain perubahan struktural, renal fibrosis juga ditanda dengan inflamasi kronis yang dapat diamati dari meningkatnya ekspresi sitokin proinflamasi seperti IL-1β (Hirschberg, 2005). Pada penelitian ini akan diamati gambaran histopatologi ginjal tikus dan ekspresi IL-1β pada tikus model renal fibrosis hasil induksi streptokinase. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang potensi induksi streptokinase pada tikus (Rattus norvegicus) sebagai hewan model renal fibrosis dan efek streptokinase pada ginjal.

MATERI DAN METODE Persiapan hewan coba

Tikus yang digunakan untuk penelitian diadaptasi terhadap lingkungan selama tujuh hari dengan pemberian makanan berupa ransum basal pada semua tikus. Tikus dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Komposisi ransum basal disusun berdasarkan standar Association of Analytical Communities (AOAC) (2005) Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan dengan umur 10 minggu dan berat badan antara 150-250 gram dari unit pelayanan hewan percobaan (UPHP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang telah mendapatkan sertifikasi laik etik berdasarkan keputusan KEP No. 132 komisi etik penelitian Universitas Brawijaya.

Preparasi dan Injeksi Streptokinase Streptokinase sediaan dilarutkan sehingga mengandung 6000 IU.

Streptokinase dengan dosis 6000 IU dengan volume sebanyak 100 µL. Injeksi dilakukan secara intravena pada vena coccygea tikus kelompok B,C dan D. Injeksi streptokinase kedua dilakukan pada hari ke-6 pada kelompok perlakuan C dan D, injeksi terakhir Streptokinase dilakukan pada hari ke-11 pada kelompok perlakuan D saja.

Pengamatan Histopatologi Dan Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)

Pengamatan dilakukan secara kualitatif pada preparat histopatologi ginjal dengan pewarnaan hematoxilin-eosin (HE) dan perbesaran 400x pada mikroskop

Olympus BX51. Pewarnaan

immunohistokimia (IHK) dilakukan untuk mengetahui tingkat ekspresi IL-1β. Pengamatan ekspresi IL-1β dilakukan dengan pemotretan 5 bidang pandang pada preparat IHK. Eksresi IL-1β dapat diketahui dengan analisis gambar hasil pemotretan menggunakan software axiovision.

Analisa Data

Hasil pengamatan histopatologi dianalisis secara deskriptif. Data ekspresi IL-1β yang diperoleh dari software axiovision dianalisis dengan menggunakan analisis ragam analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjutan beda nyata jujur (BNJ) (Kusriningrum, 2008). ANOVA dan BNJ digunakan untuk menguji apakah kadar IL-1β pada tikus model yang diinduksi streptokinase meningkat secara nyata jika dibandingkan tikus kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Induksi Streptokinase Terhadap Histopatologi Ginjal

Induksi streptokinase pada tikus menimbulkan perubahan gambaran histopatologi ginjal. Kelompok yang diinduksi streptokinase menunjukkan kerusakan jaringan dan fibrosis

(4)

4

Gambar 1 Gambaran histopatologi ginjal tikus renal fibrosis (Perbesaran 400x).

Keterangan: A= kontrol; B= streptokinase dosis 6000 IU 1x; C= streptokinase dosis 6000 IU 2x; D= streptokinase dosis 6000 IU 3x. Keterangan: (G) glomerulus ( )fibrosis/penumpukan ECM, ( )atropi tubulus, ( ) kerusakan lamina basalis. Inset menunjukkan perbesaran gambaran histoatologi yang ditunjuk

Kelompok A menunjukkan gambaran histologi ginjal normal. Pada kelompok A tidak ditemukan penumpukan ECM yang berlebihan pada jaringan. Struktur tubulus yang ada pada gambaran histopatologi kelompok A belum mengalami atropi yang ditandai dengan lumen yang masih cukup besar dan epitel yang berbentuk kubus selapis. Glomerulus pada gambaran histologi kelompok A memiliki struktur yang masih kompak. Kapsula bowman di sekitar glomerulus juga masih terlihat jelas dan tidak rusak hal ini sesuai dengan Junquiera (2007) yang menyebutkan bahwa keadaan normal tubulus ditunjukkan dengan sel epitel kubus selapis dan lumen yang utuh, sedangkan glomerulus yang normal memiliki struktur yang lengkap dan

kapsula bowman yang utuh. Gambaran histopatologi pada kelompok B menunjukkan adanya fibrosis pada tubulus dan glomerulus yang ditandai dengan adanya penumpukan ECM. Kerusakan jaringan dapat terlihat pada beberapa bagian tubulus, tetapi atropi tubulus belum terjadi. Glomerulus masih terlihat kompak tetapi sudah mengalami fibrosis. Pada kelompok C, selain adanya fibrosis, atropi tubulus dapat diamati pada beberapa tempat. Sel epitel pada tubulus terlihat mengalami perubahan. Fibrosis pada glomerulus sudah cukup luas tetapi belum bisa dikategorikan sebagai glomerulosclerosis. Kelompok D memiliki tingkat keparahan yang cukup tinggi. Lamina basalis mengalami kerusakan,

A

C

B

D

G

G

G

G

(5)

5 ditunjukkan dengan tidak adanya batas yang jelas antara glomerulus dengan tubulus. Fibrosis dan atropi tubulus juga ditemukan pada gambaran histopatologi kelompok D.

Berdasarkan hasil pengamatan pada gambaran histopatologi, kelompok B, C dan D memiliki ciri-ciri dari jaringan ginjal yang mengalami fibrosis. Secara mikroskopis, yang bisa ditemui pada renal fibrosis adalah glomerulosclerosis dan tubulointerstitial fibrosis (Winbanks, 2006). Glomerulosclerosis belum terjadi secara jelas pada kelompok A, B dan C, tetapi pada kelompok B dan C sudah ada fibrosis yang terjadi dalam glomerulus. Fibrosis pada glomerulus kelompok B dan C belum dapat dikategorikan sebagai glomerulosclerosis karena secara struktur belum mengalami perubahan yang signifikan seperti banyaknya penebalan (sclerosis), kerusakan lamina basalis, dan mengecilnya bowman interspace (Schnaper, 2005). Ciri spesifik lain dari glomerulosclerosis dalam hal ini Focal Segmental Glomerulosclerosis (FSGS), antara lain ditemukan satu glomerulus dengan lebih dari 50% bagian mengalami fibrosis untuk tipe perihilar, 25% untuk tipe cellular, kurang dari 50% dengan penempelan pada kapsula bowman untuk tipe tip lesion, kolaps secara global maupun segmental untuk tipe collapse, penumpukan jaringan fibrosis yang tidak merata dan kerusakan lamina basalis untuk tipe not otherwise specific (NOS). Fibrosis yang terjadi di dalam glomerulus Kelompok D mengalami FSGS tipe NOS karena lamina basalis mengalami kerusakan tetapi tidak ada penumpukan sel podosit (Arias, 2011). Pada FSGS NOS variant, ciri utama yang ada adalah hilangnya sebagian glomerular lamina karena fibrosis di dalam glomerulus dan rusaknya lamina basalis pada glomerulus. Ciri lain dari FSGS NOS adalah sering ditemukannya tubulointerstitial fibrosis pada jaringan yang sama (D’Agatti, 2003). Selain glomerulosclerosis, renal fibrosis juga ditandai dengan

tubulointerstitial fibrosis. Ciri tubulointerstitial fibrosis adalah interstitial fibrosis dan atropi tubulus. Pada kelompok B, C dan D ditemukan interstitial fibrosis yang cukup banyak. Interstitial fibrosis ditandai dengan daerah interstisial yang lebih luas dari normalnya. Daerah interstisial ini akan menekan tubulus sehingga menyebabkan mengecilnya ukuran lumen tubulus (atropi tubulus) (Winbanks, 2006). Tubulointerstitial fibrosis dipengaruhi beberapa faktor, antara lain penumpukan ECM, protease jaringan (plasminogen activator), inflamasi dan fibroblas (Zeisberg dan Neilson, 2010). Fibroblas yang ditemukan pada fibrosis berasal dari fibroblas laten dan epitel tubulus melalui proses EMT (Iwano et al., 2002). Adanya EMT juga menunjukkan adanya peningkatan populasi sel penghasil ECM sehingga penumpukan ECM bisa terjadi (Lee dan Nelson, 2012). Pengaruh induksi streptokinase terhadap ekspresi IL-1β

Ekspresi IL-1β ditunjukkan oleh warna coklat pada preparat immunohistokimia yang merupakan hasil dari ikatan antibodi IL-1β dengan antigen IL-1β pada jaringan (Gambar 2).

Luas area yang berwarna coklat pada preparat dihitung dengan axiovision sebagai persentase area. Persentase area merepresentasikan ekspresi IL-1β pada preparat immunohistokimia. Persentase area yang besar menunjukkan adanya ekspresi IL-1β yang cukup banyak.

(6)

6

Gambar 2 Gambaran immunohistokimia IL-1β ginjal tikus induksi streptokinase, 400x. Keterangan: A= kontrol; B= streptokinase dosis 6000 IU 1x; C= streptokinase dosis 6000 IU 2x; D= streptokinase dosis 6000 IU 3x

Keterangan: ( ) ekspresi IL-1β Pada kelompok A, B, C dan D ditemukan adanya ekspresi IL-1β dengan intensitas yang berbeda-beda. Pada kelompok A ditemukan IL-1β karena secara normal IL-1β diekspresikan oleh leukosit disekitar jaringan, tetapi tidak dilepaskan (Dinarello, 2006). Pada kelompok B. C dan D ekspresi IL-1β dapat diamati dengan luas area yang lebih besar. Kelompok D memiliki luas area yang

paling besar jika dibandingkan dengan kelompok lain.

Hasil analisis preparat immunohistokimia dengan axiovision dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan rata-rata persentase area pada kelompok yang diinduksi streptokinase lebih besar dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 1 Ekspresi IL-1β pada ginjal

Kelompok Mean ± SD Ekspresi IL-1β Peningkatan Ekspresi lL-1β terhadap kontrol

A (Kontrol) 2.407 ± 0.441a 0.00%

B (induksi 6000IU 1x) 5.969 ± 0.310b 147.97%

C (induksi 6000IU 2x) 7.688 ±0.395c 219.38%

D (induksi 6000IU 3x) 12.204±0.374d 406.96%

Keterangan: Notasi menunjukan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,005)

C

A

B

(7)

7 Seperti ditunjukkan Tabel 1, rata-rata persentase area dari preparat imunohistokimia menunjukkan peningkatan pada kelompok perlakuan B, C dan D. Peningkatan persentase area menujukkan adanya peningkatan ekspresi IL-1β. Hasil analisis statistik dengan ANOVA dan uji lanjutan BNJ menunjukkan adanya peningkatan secara nyata (p<0.05) pada kelompok pelakuan B, C dan D. Hal di atas menunjukkan adanya peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada ginjal tikus yang diinduksi streptokinase.

Peningkatan ekspresi IL-1β yang signifikan pada ginjal tikus yang diinduksi streptokinase menunjukkan kemampuan streptokinase untuk menginduksi terjadinya inflamasi pada ginjal. Streptokinase menginduksi terjadinya inflamasi melalui plasmin. Plasminogen yang telah teraktivasi oleh streptokinase menjadi plasmin mengaktivasi bradikinin yang berfungsi sebagai mediator dalam proses inflamasi. Bradikinin berinteraksi dengan reseptor B1 pada makrofag. Interaksi ini kemudian menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-1β (Bockmann and Pagelow, 2000). Pelepasan sitokin proinflamasi menyebabkan aktivasi sel inflamasi. Peningkatan dosis streptokinase menyebabkan peningkatan aktivasi plasminogen sehingga terjadi peningkatan kerusakan jaringan ginjal. Peningkatan kerusakan jaringan ginjal menyebabkan meningkatknya ekspresi IL-1β. Kelompok D dengan dosis induksi tertinggi memiliki tingkat persentase area paling tinggi dibandingkan kelompok lain.

Tingkat ekspresi IL-1β pada kelompok D adalah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini sesuai dengan tingkat kerusakan pada gambaran histopatologi kelompok D. Kerusakan yang teramati pada gambaran histopatologi dan tingkat persentase area menunjukkan korelasi. Histopatologi kelompok D memiliki kerusakan paling parah jika dibandingkan dengan kelompok lain, dan persentase area yang

merepresentasikan ekspresi IL-1β pada kelompok D menunjukkan rata-rata yang paling tinggi. Korelasi tersebut membuktikan adanya hubungan antara ekspresi IL-1β dengan tingkat kerusakan pada histopatologi renal fibrosis. Semakin tinggi dosis streptokinase maka semakin tinggi tingkat keparahan kerusakan pada histopatologi renal fibrosis.

Peningkatan ekspresi IL-1β juga menunjukkan adanya inflamasi yang terjadi pada jaringan karena perannya sebagai sitokin proinflamasi (Ren and Torres, 2009). Inflamasi biasa terjadi pada renal fibrosis dan ikut berperan dalam kerusakan jaringan dan stimulasi fibrosis. IL-1β dan sitokin proinflamasi yang lain berperan penting dalam stimulasi inflamasi. Sitokin proinflamasi mengaktivasi leukosit seperti monosit dan polimorfonuclear (PMN) sehingga menimbulkan reaksi inflamasi (Cohen et al., 2011). Adanya peningkatan IL-1β pada ginjal tikus yang diinduksi dengan streptokinase menunjukkan adanya inflamasi yang terjadi.

Inflamasi berperan penting dalam patogenesis renal fibrosis. Inflamasi mampu merusak jaringan dan mengaktivasi sitokin profibrotik seperti TGF-β. (Zeisberg dan Neilson, 2010). Inflamasi kronis mengakibatkan kerusakan jaringan secara terus menerus sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan ECM dan akhirnya menyebabkan fibrosis (Liu, 2006).

KESIMPULAN

Induksi streptokinase pada tikus dengan dosis 6000 IU dan kelompok induksi satu kali, dua kali dan tiga meningkatkan ekspresi IL-1β yang menunjukkan adanya inflamasi. Induksi streptokinase sebanyak 3x dengan dosis 6000 IU menunjukkan ekspresi IL-1β mengalami kenaikan yang paling tinggi. Kelompok induksi satu kali, dua kali dan tiga menimbulkan kerusakan jaringan ginjal (glomerulus dan tubulus) pada gambaran histopatologi. Induksi

(8)

8 streptokinase sebanyak 3x dengan dosis 6000IU menunjukkan tingkat kerusakan ginjal paling parah.

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan induksi streptokinase dengan metode lain dalam menghasilkan hewan model renal fibrosis. UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis sampaikan kepada Seluruh staf serta asisten laboratorium Biokimia Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya.

DAFTAR PUSTAKA

Arias L. F. 2011. Morphologic patterns of focal and segmental glomerulosclerosis: controversial aspects and prognostic implications. 6th Congress of Nephrology in Internet diakses pada

Juli 2013 dari

http://cin2011.uninet.edu/

Boxrud P. D, I. M. A. Verhamme, W. P. Fay and P. E. Bock. 2001. Enzyme Catalyst and Regulation: Streptokinase Triggers Conformational Activation of Plasminogen through Specific Interactions of the Amino-terminal Zymogen Conformation Sequence and Stabilizes the Active. The Journal of Biological Chemistry

Chatziantoniou, 2005. Insights into the mechanisms of renal fibrosis: is it possible to achieve regression?. Am J Physiol Renal Physiol. 2005 Aug; 289(2): F227-34.

Chevalier R, MS Forbes, BA Thornhill. 2009. Ureteral obstruction as a model of renal interstitial fibrosis and obstructive nephropathy. Kidney Int. ;75(11):1145-52.

Cho, M. H. 2010. Renal Fibrosis. 2010. Daegu: Kyungpok National University School of Medicine. Korean J Pediatr Hal 735-740

Dinarello C. A. 2006. Interleukin 1 And Interleukin 18 as Mediators Of

Inflammation and The Aging Process. Am J Clin Nutr. 2006 Feb;83(2):447S-455S.

Giraldo S, J. Sanchez, Q. Felty, and D. Roy. 2008. IL1B (interleukin 1, beta). Atlas Genet Cytogenet Oncol Haematology. diakses pada 2013 di http://AtlasGeneticsOncology.org/Gen es/IL1BID40950ch2q13.html

Guo X. Q and C Nzerue. 2002. How to Prevent, Recognize, and Treat Drug-Induced Nephrotoxicity. Cleveland Clinical Journal of Medicine

Hamano Y, et al. 2002. Determinants of vascular permeability in the kidney glomerulus. J Biol Chem. 277(34): 31154-31162

Hirschberg R. 2005. Wound Healing in the Kidney: Complex Interactions In Renal Interstitial Fibrogenesis. J Am Soc Nephrol 2005; 16: 9–11.

Hu K, W. M. Mars, and Y Liu. 2008. Novel Actions Of Tissue-Type Plasminogen Activator in Chronic Kidney Disease: A Paradigm Shift. Front Bioscience. 2008 May 1; 13: 5174–5186.

Inomata N. 2012. Recent Advances in Drug-Induced Angioedema. Advances in Consensus, Pathogenesis and Treatment of Urticaria and Angioedema. Allergology International. 2012;61:545-557

Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Liu, Y. 2006. Renal fibrosis: New insights

into the pathogenesis and therapeutics. Kidney Int 69: 213–217, 2006

Luo, D. D, C. Fielding, A. Phillips and D. Fraser. 2009. Interleukin-1 Beta Regulates Proximal Tubular Cell Transforming Growth Factor Beta-1 Signalling. Nephrol Dial Transplant hal. 2655-2665

Pinzani, M. 2008. Fibrogenesis Tissue Repair. Biomedcentral

(9)

9 Ren K and R. Torres. 2009. Role of

interleukin-1beta during pain and inflammation. Department of Neural and Pain Sciences, Dental School & Program in Neuroscience, University of Maryland

Schnaper H. W. 2005. Renal Fibrosis. Fibrosis Research: Methods and Protocols hal. 117

Schuster N and K. Krieglstein. 2002. Mechanisms of TGF-beta-mediated apoptosis. Cell Tissue Res 2002;307:1-14.

Winbanks C. E.2006. Novel Aspects of Renal Tubulointerstitial Fibrosis. School of Medical Sciences RMIT University

Gambar

Gambar 1 Gambaran histopatologi ginjal tikus renal fibrosis (Perbesaran 400x).
Gambar 2 Gambaran immunohistokimia IL-1β ginjal tikus induksi streptokinase, 400x.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek protektif ekstrak daun sirsak ( Annonna muricata Linn) terhadap gambaran histopatologi kerusakan ginjal dan

Gambaran Histopatologi Paru-Paru Tikus Putih pada Kelompok Kontrol Positif (HE, 400x) ... Gambaran Histopatologi Paru-Paru Tikus Putih pada Kelompok P1 (HE,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 96% biji jengkol (Pithecollobium lobatum) terhadap gambaran histopatologi jaringan ginjal,

Pemberian kombinasi ibuprofen-parasetamol selama 1 minggu pada tikus putih menunjukkan nekrosis ginjal pada bagian glomerulus dan tubulus kontortus proksimal.. Ada

Diameter lumen aorta lebih sempit dan ditemukan lebih banyak gambaran kerusakan histopatologi pada kelompok X1 dibandingkan dengan kelompok K2. Diameter lumen aorta

Terapi Ekstrak Rumput Laut Coklat ( Sargassum Duplicatum Bory ) Pada Penurunan Kerusakan Sendi Terhadap Ekspresi Interleukin-1 Beta (Il- 1β) Dan Histopatologi Sendi Tikus

formalin secara intraperitoneal dengan dosis 5 mg/Kg bb per hari, sel-sel tubulus ginjal mengalami degenerasi dan nekrosis yang lebih parah dari kelompok perlakuan 1 dan

Pada penelitian ini akan dipelajari kemampuan streptokinase dalam menginduksi terjadinya fibrosis ginjal pada tikus (Rattus norvegicus) yang diikuti oleh perubahan kadar