• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sudaryatno Sudirham. Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sudaryatno Sudirham. Analisis Rangkaian Listrik Di Kawasan s"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Rangkaian Listrik

Di Kawasan s

(2)

Bahan Kuliah Terbuka

dalam format pdf tersedia di

www.buku-e.lipi.go.id

dalam format pps beranimasi tersedia di

www.ee-cafe.org

(3)

Teori dan Soal ada di buku

Analisis

Analisis

Analisis

Analisis Rangkaian

Rangkaian

Rangkaian

Rangkaian Listrik

Listrik

Listrik

Listrik Jilid

Jilid

Jilid 2222

Jilid

(format pdf)

tersedia di

www.buku-e.lipi.go.id

dan

(4)

Pengantar

Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu

karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan

mantap.

Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan

sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.

(5)

Isi kuliah ini mencakup:

1.

Transformasi Laplace

2.

Analisis Menggunakan Transformasi Laplace

3.

Fungsi Jaringan

4.

Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1

(6)
(7)

Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui

hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari

transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal dari kawasan s ke kawasan t.

Pada langkah awal kita akan berusaha memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya.

Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t,

dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s.

Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini

(8)

Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan

transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai

suatu integral

∞ −

=

0

(

)

)

(

s

f

t

e

st

dt

F

Fungsi waktu

s adalah peubah kompleks: s = σ + jω

Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal

Transformasi Laplace

Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui

(9)

Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini.

Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu

t j t t j st

e

e

t

f

e

t

f

e

t

f

(

)

=

(

)

−(σ+ ω)

=

(

)

−σ − ω

Fungsi waktu Eksponensial

kompleks Meredam f(t) jika σ > 0

bentuk sinusoidal

t

t

e

jωt

=

cos

ω

sin

ω

Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam.

Sehingga integral dari 0 sampai ∞ mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga.

(10)

t t t j t j t t j t j t j t j t j e t e e e e e e e e te σ − σ − ω − ω − ω − ω σ − ω − ω − ω − ω ω + σ − ω − ω = + = + = ω ) cos( 2 2 cos 0 ) ( ) ( ) ( 0 0 0 0 0 ) sin (cos ) ( t t Ae e Ae Ae Aest = − σ+jω t = −σtjωt = −σt ω − ω ) sin (cos ( ) ) ( ) ( t t Ae e Ae Ae e Ae at t j t a t j a st at ω − ω = = = + σ − ω − + σ − ω + + σ − − −

∞ −

=

0

(

)

)

(

s

f

t

e

st

dt

F

Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu:

(1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal

) ( ) (t Au t f = ) ( ) (t e u t f = −at ) ( cos ) (t A tu t f = ω sinus teredam (1) (2) (3)

(11)

Jadi semua bentuk gelombang yang kita

temui dalam rangkaian listrik, setelah

dikalikan dengan e

st

dan kemudian

diintegrasi dari 0 sampai

akan kita peroleh

(12)

Contoh:

Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t)

s

A

s

A

e

s

A

dt

e

A

s

F

st st

=

=

=

=

∞ − − ∞

0

)

(

0 0

Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai

khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole.

s

A

s

F

(

)

=

Re Im 0 = s X

Posisi pole diberi tanda X

s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut.

f(t)

0

Au(t)

(13)

f(t) = Ae−αt

u(t)

Jika f(t) adalah fungsi exponensial

α

+

=

α

+

=

=

=

∞ α + − ∞ +αα

A

e

e

dt

Ae

Ae

s

s

A

s

F

t s t s st t -0 ) ( 0 ) ( 0

)

(

Contoh:

α

+

=

s

A

s

F )

(

t f(t) Ae-at u(t)

Untuk s = −α, nilai F(s) menjadi tak tentu.

s =

α ini adalah pole

Re Im α − = s X

Posisi Pole diberi tanda X

Penggambaran pada bidang kompleks:

(14)

Contoh:

Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acosωt u(t)

relasi Euler: cosω= (ejωt + ejωt)/2

2 2 ) ( 0 ) ( 0 0 2 2 2 ) ( ω + = + = + =

∞ ω − ω −

∞ ω−

∞ − ω− s As dt e A dt e A dt e e e A s F st j s t j s t t j t j 2 2 ) ( ω + = s As s F t f(t) Acosωt u(t)

Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol.

Nilai s ini disebut zero

Untuk s2 = −ω2, atau nilai F(s) menjadi tak tentu.

Nilai s ini merupakan pole

ω

±

=

j

s

Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tanda O

Pole diberi tanda X

Re Im

X

X O

(15)

Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah

Sifat Unik

Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).

Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan

menggunakan tabel transformasi Laplace.

Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s).

Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk

(16)

ramp teredam : [ t eat ]u(t)

ramp : [ t ] u(t)

sinus tergeser : [sin (ωt + θ)] u(t) cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t) sinus teredam : [eatsin ωt] u(t)

cosinus teredam : [eatcos ωt] u(t)

sinus : [sin ωt] u(t)

cosinus : [cos ωt] u(t)

eksponensial : [eat]u(t)

anak tangga : u(t)

1

impuls : δ(t)

Pernyataan Sinyal di Kawasan s L[f(t)] = F(s)

Pernyataan Sinyal di Kawasan t

f(t) s 1 a s+ 1 2 2+ω s s 2 2+ω ω s ( + )2+ω2 + a s a s ( + )2 +ω2 ω a s 2 2 sin cos ω + θ ω − θ s s 2 2 cos sin ω + θ ω + θ s s 2 1 s ( )2 1 a s+

Tabel Transformasi Laplace

(17)
(18)

Sifat Unik

Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).

Dengan kata lain

Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk

(19)

Sifat Linier

Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.

Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.

Jika f(t)= A1f1(t)+ A2f2(t) maka transformasi Laplace-nya adalah

[

]

) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 0 2 2 0 1 1 0 1 1 2 2 s A s A dt t f A dt t f A dt e t f A t f A s st F F F + = + = + =

∞ ∞ ∞

dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).

(20)

Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t

) ( ) ( 0 f1 x dx t f =

t Misalkan maka dt t f s e dx x f s e dt e dx x f s st t st st t

∫ ∫

∞ − ∞ − ∞ − − −               − =       = 0 1 0 0 1 0 0 1( ) ( ) ( ) ) ( F

bernilai nol untuk t = karena est = 0 pada t→∞ ,

bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).

s s dt e t f s dt t f s e s st st ( ) ) ( 1 ) ( ) ( 1 0 1 0 1 F F = = − − =

∞ − ∞ −

Jika , maka transformasi Laplacenya adalah

s s s) ( ) ( F F = ) ( ) ( 0 f1 x dx t f =

t Bukti:

(21)

Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi

Misalkan dt t df t f ( ) = 1( ) maka

[

]

∞ − = − ∞ − = 0 1 0 1 0 1( ) ( ) ( )( ) ) ( e dt f t e f t s e dt dt t df s st st st F

bernilai nol untuk t = karena est = 0 untuk t→ ∞

bernilai −f(0) untuk t = 0. ) 0 ( ) ( ) 0 ( ) ( ) ( 1 1 0 1 s f t e dt f s s f dt t df st − = − =      

∞ − F

L

Jika

maka transformasi Laplacenya adalah dt t df t f ( ) = 1( )

)

0

(

)

(

)

(

s

=

s

F

1

s

f

1

F

Bukti:

Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0

(22)

Translasi di Kawasan t

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(t

a)u(ta) untuk a > 0

adalah easF(s).

Translasi di Kawasan s

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t)

(23)

Pen-skalaan (scaling)

Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah

      a s F a 1

Nilai Awal dan Nilai Akhir

0 0 ) ( lim ) ( lim : akhir Nilai ) ( lim ) ( lim : awal Nilai → ∞ → ∞ → + → = = s t s t s s t f s s t f F F

(24)

konvolusi : nilai akhir : nilai awal : penskalaan : translasi di s : translasi di t: A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2 f2(t) diferensiasi : integrasi : A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2f2(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)] Pernyataan f(t)

t f x dx 0 ( ) s s) ( F dt t df( ) ) 0 ( ) (sfsF 2 2 ) ( dt t f d 2 ( ) (0) (0) f sf s s F 3 3 ( ) dt t f d ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) ( 2 3 − − − ′′ − − − f sf f s s s F [f(ta)]u(ta) easF(s) ) (t f eat F(s+a) ) (at f       a s a F 1 0 ) ( lim + → t t f ) ( lim ∞ → s s sF ) ( lim ∞ → t t f 0 ) ( lim → s s sF dx x t f x f t ) ( ) ( 0 1 2 −

F1(s F) 2(s)

(25)

Mencari

Transformasi Laplace

dan

(26)

CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut: ) ( 3 ) ( c). ; ) ( ) 10 sin( 5 ) ( b). ; ) ( ) 10 cos( 5 ) ( a). 2 3 2 1 t u e t v t u t t v t u t t v t − = = =

Mencari Transformasi Laplace

2

3

)

(

)

(

3

)

(

2 3 3

=

=

+

s

s

t

u

e

t

v

t

V

a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos ωt] u(t)

2 2 ) ( ω + = s s s F Penyelesaian: 100 5 ) 10 ( 5 ) ( ) ( ) 10 cos( 5 ) ( 2 2 2 1 1 + = + = → = s s s s s t u t t v V

b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin ωt] u(t) ( ) 2 2

ω + ω = s s F 100 s 50 ) 10 ( 10 5 ) ( ) ( ) 10 sin( 5 ) ( 2 2 2 2 2 + = + × = → = s s t u t t v V

c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [eat]u(t)

a s s F + = 1 ) (

(27)

CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari s s s s A s s s c). ( ) 5 24 , 3 ) 2 ( ) 2 ( ) ( b). 1 2 ) ( a). 2 + = + + = + = F F F

Mencari Diagram pole-zero

8 , 1 2 di pole ) 8 , 1 ( 24 , 3 ) 2 ( 0 24 , 3 ) 2 ( 2 j s j s s ± − = → ± = − = + = + + Re Im Re Im +j1,8 −2 −j1,8

a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1 tanpa zero tertentu.

b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −2 Sedangkan pole dapat dicari dari

c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu

sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.

Re Im

× −1

(28)
(29)

Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui.

Transformasi Balik

Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya

seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam

tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian.

Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita

(30)

Bentuk Umum F(s)

) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s − − − − − − = L L F

Jika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.

Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m

Bentuk umum fungsi s adalah

Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pipj untuk ij ,

dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana.

Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole kompleks.

(31)

Fungsi Dengan Pole Sederhana

t p n t p t p

k

e

k

e

n

e

k

t

f

=

1

+

2

+

L

+

2 1

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

)(

(

)

(

)

)(

(

)

(

2 2 1 1 2 1 2 1 n n n m

p

s

k

p

s

k

p

s

k

p

s

p

s

p

s

z

s

z

s

z

s

K

s

+

+

+

=

=

L

L

L

F

F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana.

k1, k2,…..kn di sebut residu.

Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka

Bagaimana cara menentukan residu ?

Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut

(32)

Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s p1), faktor (s

p1) hilang dari ruas kiri,

dan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s

p1).

k2 diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s p2) kemudian substitusikan s = p2 , dst.

Jika kemudian kita substitusikan s = p1 maka semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1

1 1 2 1 1 2 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) )( ( k p p p p z p z p z p K n m = − − − − − L L

Cara menentukan residu:

)

(

)

(

)

(

)

(

)

)(

(

)

(

)

)(

(

)

(

2 2 1 1 2 1 2 1 n n n m

p

s

k

p

s

k

p

s

k

p

s

p

s

p

s

z

s

z

s

z

s

K

s

+

+

+

=

=

L

L

L

F

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

)(

(

1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 n n n m

p

s

p

s

k

p

s

p

s

k

p

s

p

s

k

p

s

p

s

z

s

z

s

z

s

K

+

+

+

=

L

L

L

(33)

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut. ) 3 )( 1 ( 4 ) ( + + = s s s F 3 2 1 2 ) ( + − + + = s s s F ) 1 ( + × s ( 3) 3( 1) 4 2 1 + + + = + s s k k s 1 masukkan s = − 2 ) 3 1 ( 4 1 = = + − k ) 3 ( + × s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( 4 k s s k s+ = + + + 3 masukkan s = − 2 ) 1 3 ( 4 2 = − = + − k t t e e t f ( ) = 2 − −2 −3 3 1 ) 3 )( 1 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + = s k s k s s s F

(34)

) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( + + + = s s s s F

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

3 1 ) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + + = s k s k s s s s F ) 1 ( + × s ) 1 ( 3 ) 3 ( ) 2 ( 4 2 1 + + + = + + s s k k s s 1 masukkan s = − 2 ) 3 1 ( ) 2 1 ( 4 1 = = + − + − k ) 3 ( + × s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( ) 2 ( 4 k s s k s s + + + = + + 3 masukkan s = − 2 ) 1 3 ( ) 2 3 ( 4 2 = = + − + − k 3 2 1 2 ) ( + + + = s s s F t t e e t f( ) = 2 − +2 −3

(35)

) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( + + + = s s s s s F

CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.

4 1 ) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( 1 2 3 + + + + = + + + = s k s k s k s s s s s F s × ( 1)( 4) 1 4 ) 2 ( 6 2 3 1+ + + + = + + + s s k s s k k s s s masukkan s = 0 3 ) 4 0 )( 1 0 ( ) 2 0 ( 6 1 = = + + + k ) 1 ( 4 ) 1 ( ) 4 ( ) 2 ( 6 3 2 1 + + + + + = + + s s k k s s k s s s ) 1 ( + × s masukkan s = −4 2 ) 4 1 ( 1 ) 2 1 ( 6 2 = − = + − − + − k ) 4 ( + × s 3 2 1 ) 4 ( 1 ) 4 ( ) 1 ( ) 2 ( 6 k s s k s s k s s s + + + + + = + + 1 ) 1 4 ( 4 ) 2 4 ( 6 3 = − = + − − + − k 4 1 1 2 3 ) ( + − + + − + = s s s s F t t e e t f ( ) =3−2 − −1 −4 masukkan s = −1

(36)

Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α + jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang

berbentuk p* = −α − jβ; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil.

Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari

F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat.

L L + β + α + + β − α + + = j s k j s k s) * ( F

Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari

dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana.

Fungsi Dengan Pole Kompleks

Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk

(37)

Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks L L + β + α + + β − α + + = j s k j s k s) * ( F

L

L

+

β

+

θ

+

=

2

−α

cos(

)

)

(

t

k

e

t

f

) cos( 2 2 2 * ) ( ) ( ) ( )) ( ( )) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( θ + β = + = + = + = + = α − θ + β − θ + β α − θ + β + α − θ + β − α − β + α − θ − β − α − θ β + α − β − α − t t j t j t t j t j t j j t j j t j t j k e k e e e k e k e k e e k e e k e k ke t f adalah

(38)

CONTOH: Carilah transformasi balik dari ) 8 4 ( 8 ) ( 2 + + = s s s s F 2 2 2 32 16 4 j s = − ± − = − ± Memberikan pole sederhana di s = 0 memberi pole kompleks 2 2 2 2 ) 8 4 ( 8 ) ( 2 1 2 2 j s k j s k s k s s s s + + + − + + = + + = ∗ F 2 2 8 8 8 ) 2 2 ( 8 ) 2 2 ( ) 8 4 ( 8 ) 4 / 3 ( 2 2 2 2 2 2 π + − = + − = = − − = + + = − + × + + = → j j s j s e j j s s j s s s s k ) 4 / 3 ( 2 2 2 π=j e k

[

]

( ) 2 cos(2 3 /4) 2 2 ) ( 2 2 2 2 ) ( 2 ) 2 4 / 3 ( ) 2 4 / 3 ( 2 ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( π + + = + + = + + = − + π − + π − + − π − − − π t e t u e e e t u e e e e t u f(t) t t j t j t t j j t j j 1 8 8 ) 8 4 ( 8 0 2 1 × = = + + = → = s s s s s k

(39)

Pada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya.

2 2 1 1 ) )( ( ) ( ) ( p s p s z s K s − − − = F pole ganda       − − − − = ) )( ( ) ( 1 ) ( 22 21 1 2 s p s p z s K p s s F pole sederhana 2 2 2 21 2 1 2 2 1 1 2 ( )( ) ( ) 1 ) ( p s k p s p s k p s k p s k p s s − + − − =       − + − − = F 2 2 2 2 12 1 11 ) ( ) ( p s k p s k p s k s − + − + − = F f t k ep1t k ep2t k tep2t 2 12 11 ) ( = + +

(40)

CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi: 2 ) 2 )( 1 ( ) ( + + = s s s s F 2 ) 1 ( 1 ) 2 ( 2 1 ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) ( 2 2 1 1 2 1 2 = + = → − = + = →       + + + + =       + + + = + + = − = − = s s s s k s s k s k s k s s s s s s s s s F 2 12 11 2 ) 2 ( 2 2 1 ) 2 ( 2 ) 2 )( 1 ( 1 2 2 1 1 ) 2 ( 1 ) ( + + + + + = + + + + − =       + + + − + = ⇒ s s k s k s s s s s s s F 1 1 1 1 2 1 2 12 1 11 + = − = → − = + − = → − = − = s s s k s k ) 2 ( 2 2 1 1 1 ) ( 2 + + + + + − = ⇒ s s s s F f (t) = −et +e−2t +2te−2t

(41)

Analisis Menggunakan

Transformasi Laplace

(42)

Hubungan Tegangan-Arus Elemen

di Kawasan s

(43)

Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah

=

=

=

=

dt

i

C

v

dt

dv

C

i

dt

di

L

v

Ri

v

c C C C L L R R

1

atau

Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut:

(44)

Resistor: VR(s) = R IR(s) Induktor: VL(s) = sLIL(s) − LiL(0) Kapasitor: s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( = I + V Kondisi awal Kondisi awal adalah kondisi elemen

(45)

Konsep Impedansi

(46)

Konsep Impedansi di Kawasan s

Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap

arus di kawasan s dengan kondisi awal nol

sC s C s Z sL s L s Z R s s Z L L C C R R R 1 ) ( ) ( ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( = = = = = = I V I V I V

Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana.

) ( 1 ; (s) ) ( ; (s) ) ( s sC sL s R s R L L C C R I V I V I V = = = Admitansi, adalah Y = 1/Z sC Y sL Y R YR = 1 ; L = 1 ; C =

(47)

Representasi Elemen di Kawasan s

R IR (s) + VR(s) − − + sL LiL(0) + VL (s)IL (s) + − + VC (s)IC (s) s vC(0)

Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan

Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan

dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus.

Kondisi awal ) ( ) (s R R s R I V = VL(s) = sLIL(s) − LiL(0) s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( = I + V

(48)

Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s)sL + VL (s)IL (s) + VC (s)IC (s) ) ( ) (s R R s R I V = (s) sL (s) L L I V = sC s s C C ) ( ) ( I V =

Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber

tegangan tidak perlu digambarkan.

(49)

R IR (s) + VR(s)IL (s) + VL (s)sL s iL(0) Cv C(0) IC (s) + VC (s)sC 1 ) ( ) (s R R s R I V =       − = s i s sL s L L L ) 0 ( ) ( ) ( I V C( ) 1

(

C(s) CvC(0)

)

sC s = I + V

Representasi dengan Menggunakan Sumber Arus

Kondisi awal

Jika Kondisi awal = 0

R IR (s) + VR(s)sL + VL (s)IL (s) + VC (s)IC (s) ) ( ) (s R R s R I V = (s) sL (s) L L I V = sC s s C C ) ( ) ( I V =

(50)

Transformasi Rangkaian

Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s.

Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita

perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan mengandung simpanan energi awal atau tidak.

Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi

(51)

Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e3t V. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0.

1/2 F 1 H 3 Ω 2e3tV + vC − S 1 2 + − + − 8 V s 3 + − + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 s 8

tegangan awal kapasitor = 8/s

tegangan kapasitor CONTOH:

Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki

kondisi awal, yaitu

vC0 = 8 V dan

iL0 = 0

arus awal induktor = 0

Transfor-masi

(52)

1 1/2 F 1 H 3 Ω 2e3tV + vC − S 2 + −

Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan,

maka kondisi awal = 0

vC0 = 0 V dan iL0 = 0 s 3 + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 Transfor-masi tegangan kapasitor arus awal induktor = 0

(53)
(54)

Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s

= = n k k t i 1 0 ) ( 0 ) ( ) ( ) ( 1 1 0 0 1 = =       =        

∑ ∫

∫ ∑

= = ∞ = n k k n k st k st n k k t e dt i t e dt s i I 0 ) ( 1

= = n k k t v

0

)

(

)

(

)

(

1 1 0 0 1

=

=





=

∑ ∫

∫ ∑

= = ∞ = n k k n k st k st n k k

t

e

dt

v

t

e

dt

s

v

V

HAK di Kawasan t : HAK di Kawasan s HTK di Kawasan t : HTK di Kawasan s

(55)

Kaidah-Kaidah dan

Teorema Rangkaian

(56)

Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus

= = k ekiv paralel k seri ekiv Z Y Y Z ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( s Z Z s s Y Y s total seri ekiv k k total paralel ekiv k k I V V I = =

CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini

) ( ) 2 )( 1 ( 2 ) ( 2 3 2 ) ( 2 3 / 2 ) ( 2 s s s s s s s s s s s in in in R V V V V + + = + + = + + = s 3 + − + VC(s)Vin (s) s 2

(57)

Misalkan Vin(s) = 10/s

2

1

)

2

)(

1

(

20

)

(

1 2 3

+

+

+

+

=

+

+

=

s

k

s

k

s

k

s

s

s

s

C

V

Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3, L = 1H, C = 0,5 F

dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V. t t C C

e

e

t

v

s

s

s

s

2

10

20

10

)

(

2

10

1

20

10

)

(

− −

+

=

+

+

+

+

=

⇒ V

10

)

1

(

20

;

20

)

2

(

20

;

10

)

2

)(

1

(

20

2 3 1 2 0 1

=

+

=

=

+

=

=

+

+

=

− = − = = s s s

s

s

k

s

s

k

s

s

k

s 3 + − + VC(s)Vin (s) s 2

(58)

Prinsip Proporsionalitas

) ( ) (s KsX s Y = Ks Y(s) X(s) sL R + − 1/sC Vin (s) ) ( 1 ) ( ) / 1 ( ) ( 2 RCs s LCs RCs s sC sL R R s in in R V V V      + + = + + = CONTOH:

Hubungan linier antara masukan dan keluaran

(59)

Prinsip Superposisi

⋅ ⋅ ⋅ + + + = ( ) ( ) ( ) ) ( 1 1 2 2 3 3 o s Ks X s Ks X s Ks X s Y Ks Yo(s) X1(s) X2(s) Ks1 Y1(s) = Ks1X1(s) X1(s) Ks2 Y2(s) = Ks2X2(s) X2(s) ) ( ) ( ) ( 1 1 2 2 o s Ks X s Ks X s Y = +

Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya

(60)

Teorema Thévenin dan Norton

) ( ) ( 1 ) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s Y Z Z s s s Z s s s N T N T T T hs N T N ht T I V V I I I V V = = = = = =

CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian

impedansi berikut ini.

+ − B E B A N R sC 1 2 2 +ω s s ( 1/ )( ) / ) / 1 ( / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2 + ω = + + ω + = = s RC s RC s s s sC R sC s s ht T V V ) / 1 ( 1 / 1 / ) / 1 ( || RC s C sC R sC R RC R ZT + = + = = + − B E B A N ZT T V

Tegangan Thévenin Arus Norton

(61)
(62)

Metoda Unit Output

CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah

V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini

sL R 1/sC I1(s) + V2(s)IC (s) IR (s) IL (s) 2 2 2 ) ( ) ( ) ( / 1 1 ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( : Misalkan LCs sC sL s sC s s sC sC s s s s L C L C C = × = → = = → = = → = = → = V I I I V V V ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( 1 1 1 ) ( ) ( ) ( 1 ) ( 1 ) ( ) ( ) ( 1 2 1 2 2 * 1 2 2 * 1 2 2 s RCs LCs R s K s RCs LCs R s I K R RCs LCs sC R LCs s s s R LCs s LCs s s s s s L R R C L R I I V I I I I V V V + + = = ⇒ + + = = ⇒ + + = + + = + = ⇒ + = → + = + = →

(63)

Metoda Superposisi

CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah

tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini.

+ − Bsinβt Au(t) R L + voR + − R sL + Vo1R s A + − R sL + VoR s A 2 2 +β β s B R sL + Vo2R 2 2 +β β s B L R s A A sL R L s A sL R RLs R sL R RLs s sL R RLs ZL R 2 / 2 / 2 ) ( o1 // + = + = + + + = ⇒ + = → V ) )( 2 / ( 2 2 1 1 1 / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o2 β + + β = β + β × + = β + β × + + × = × = s L R s s RB s B R sL sRL s B sL R R sL sL s I sL s L V

(64)

θ − − θ β − = − = β + = →       + β = θ β + = β − = β − + = → β + − = β + = →       β − + β + + + β + + = + = ⇒ j j j s L R s e L R k L R e L R j L R j s L R s s k L R L R s s k j s k j s k L R s k RB L R s A s s s 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 / 2 2 1 3 2 1 o2 o1 o 4 ) / ( 1 / 2 tan , 4 ) / ( 1 2 / 1 ) )( 2 / ( ) 2 / ( ) 2 / ( ) ( 2 / 2 2 / 2 / ) ( ) ( ) ( V V V

(

)

                + β + + β + − β + = ⇒ θ − β θ − β − − − ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o 4 ) / ( 1 ) 2 / ( ) 2 / ( 2 2 ) ( t j t j t L R t L R e e L R e L R L R RB e A t v ) cos( 4 ) / ( 4 2 ) ( 2 2 2 2 2 2 o β −θ β + β +         β + β − = ⇒ − t L R RB e L R B R A t v t L R L R s A s 2 / 2 / ) ( o1 + = ⇒ V ) )( 2 / ( 2 ) ( 2 2 o2 β + + β = s L R s s RB s V

(65)

Metoda Reduksi Rangkaian

CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah

tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini

+ − R sL + VoR s A 2 2 +β β s B R sL + VoR 2 2 +β β s B sR A R/2 sL + VosR A s B + β + β 2 2 R/2 sL + Vo − + −        + β + β sR A s B R 2 2 2         + β + β × + = sR A s B R R sL sL s 2 2 o 2 2 / ) ( V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / ) ( 2 2 o β + + β + + = s L R s s RB L R s A s V

(66)

Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin

CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin.

+ − R sL + VoR s A 2 2 +β β s B +R R s A 2 2 +β β s B 2 2 2 2 2 / 2 / 2 1 ) ( ) ( β + β + = β + β × × + × + = = s RB s A s B R s A R R R s s ht T V V 2 R ZT = + − ZT sL + VoVT ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / ) ( ) ( 2 2 2 2 o β + + β + + =         β + β + + = + = s L R s s RB L R s A s RB s A R sL sL s Z sL sL s T T V V

(67)

Metoda Tegangan Simpul

+ − R sL + VoR s A 2 2 +β β s B

CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan

metoda tegangan simpul.

0 1 1 1 1 ) ( 2 2 o = β + β − −       + + s B s A R sL R R s V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 ) ( atau 2 ) ( 2 2 2 2 o 2 2 o β + + β + + =         β + β + + = β + β + =       + s L R s s RB L R s A s B Rs A R Ls RLs s s B Rs A RLs R Ls s V V

(68)

Metoda Arus Mesh

CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan

energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t)

+ − 10kΩ 10mH 1µF 10 u(t) i(t) 10kΩ + − 104 104 0.01s I(s) IA IB s s) 10 ( 1 = V s 6 10

(

)

0 10 ) ( 10 10 10 ) ( 0 10 ) ( 10 01 . 0 ) ( 10 4 6 4 4 4 4 = × −         + + = × − + + − s s s s s s s A B B A I I I I

(

2 10

)

( ) ) ( 2 s s s s B A I I = +

(69)

(

)(

)

) )( ( 10 10 10 02 , 0 10 10 10 10 2 02 , 0 10 ) ( ) ( 0 10 ) ( ) ( 10 2 10 01 . 0 10 6 4 2 4 6 4 2 4 2 4 β − α − = + + = − + + × + = = ⇒ = × − + + + − ⇒ s s s s s s s s s s s s s s s s B B B I I I I

[

]

mA 02 , 0 ) ( 10 2 100 10 ; 10 2 500000 10 50000 100 ) 500000 )( 100 ( 10 ) ( 500000 100 5 500000 2 5 100 1 2 1 t t s s e e t i s k s k s k s k s s s − − − − = − − = − = ⇒ × − = + = × = + = + + + = + + = ⇒ I 500000 04 , 0 10 8 10 10 ; 100 04 , 0 10 8 10 10 4 8 4 4 8 4 − ≈ × − − − = β − ≈ × − + − = α

(70)
(71)

Bahasan kita berikut ini adalah

mengenai Fungsi Jaringan

Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang

merupakan karakteristik rangkaian dalam

menghadapi adanya suatu masukan ataupun

memberikan relasi antara masukan dan keluaran.

Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan.

Peran Fungsi Alih.

Hubungan Bertingkat

Kaidah Rantai

(72)
(73)

Fungsi Jaringan

Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s.

Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s

dan disebut fungsi jaringan (network function).

)

(

Masukan

Sinyal

)

(

Nol

Status

Tanggapan

Jaringan

Fungsi

s

s

=

Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu a) kondisi awal harus nol dan

(74)

Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu fungsi masukan (driving-point function) dan

fungsi alih (transfer function)

Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.

(75)

Fungsi Masukan

) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s s Y s s s Z V I I V = =

impedansi masukan admitansi masukan

Fungsi Alih

)

(

)

(

)

(

:

Alih

Impedansi

;

)

(

)

(

)

(

:

Alih

Admitansi

)

(

)

(

)

(

:

Arus

Alih

Fungsi

;

)

(

)

(

)

(

:

Tegangan

Alih

Fungsi

o o o o

s

s

s

T

s

s

s

T

s

s

s

T

s

s

s

T

in Z in Y in I in V

I

V

V

I

I

I

V

V

=

=

=

=

(76)

CONTOH: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini

RCs R Z R RCs Cs R Y Cs RCs Cs R Z in in in + = ⇒ + = + = + = + = 1 1 1 b). ; 1 1 a). a). R + − V s(s) R Is(s) b). Cs 1 Cs 1

(77)

Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut CONTOH: a). R + Vin(s)+ Vo(s)R Iin(s) b). Io(s) sRC sC R R s s s T RCs Cs R Cs s s s T in I in V + = + = = + = + = = 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( b). ; 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( a). o o I I V V

(78)

Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini

CONTOH: R1 R2 L C + vin − + vo − Transformasi ke kawasan s R1 R2 Ls 1/Cs + Vin(s) − + Vo (s)

(

) (

)

1 ) ( ) )( 1 ( / 1 ) )( / 1 ( || / 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 + + + + + = + + + + + = + + = Cs R R LCs R Ls Cs R Ls R Cs R R Ls Cs R R Ls Cs R Zin 2 2 o ) ( ) ( ) ( R Ls R s s s T in V = = + V V

(79)

CONTOH:

Tentukan impedansi masukan dan

fungsi alih rangkaian di samping ini −

+ R2 + vin − + voR1 C1 C2

Transformasi rangkaian ke kawasan s

− + R2 + Vin(s) − + Vo(s)R1 1/C1s 1/C2s

(

)

1 / 1 / / 1 || 1 1 1 1 1 1 1 1 1 = + = + = s C R R s C R s C R s C R Zin 1 1 1 1 ) / 1 ( || ) / 1 ( || ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 o + + − = + × + − = − = − = = s C R s C R R R R s C R s C R R s C R s C R Z Z s s s T in V V V

(80)

CONTOH: 1MΩ 1µF µvx A + vs − + vx+ vo 1MΩ 1µF + − 106 106/s µVx A + Vx+ Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s)

Persamaan tegangan untuk simpul A:

(

)

0 10 10 10 10 10 10 6 6 6 6 6 6 =             µ − − − + + − − − − − − x x in A s s V V V V 1 ) 3 ( 1 ) 1 2 2 ( atau 0 ) 2 )( 1 ( ) 1 ( 1 1 / 10 10 / 10 : sedangkan 2 2 6 6 6 + µ − + = ⇒ = µ − − + + + = µ − − − + + ⇒ + = → + = + = s s s s s s s s s s s s s in x in x x x in x x A A A x V V V V V V V V V V V V V s s s s s s s T s x s V 1 ) 3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 o + µ − + µ = µ = = V V V V Fungsi alih :

(81)
(82)

Peran Fungsi Alih

Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai

. kawasan di nol) status (tanggapan keluaran : ) ( kawasan di masukan sinyal pernyataan : ) ( alih fungsi adalah ) ( dengan ; ) ( ) ( ) ( s s s s s T s s T s Y X X Y = 0 1 1 1 0 1 1 1 ) ( ) ( ) ( a s a s a s a b s b s b s b s a s b s T n n n n m m m m + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + = = − − − ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s T − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − =

Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1 …. zm

pole di p1 …. pn. T(s) pada umumnya

berbentuk rasio polinom

Rasio polinom ini dapat dituliskan:

(83)

Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter

rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan;

Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan). Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks

konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil.

Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin

mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat

(84)

CONTOH: 106 106/s µVx A + Vx+ Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s)

Jika vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk µ = 0,5

4 ) ( 2 + = s s s in V Fungsi alih :

s

s

s

s

s

T

V

1

5

,

2

5

,

0

1

)

3

(

)

(

2 2

+

µ

+

=

+

+

µ

=

) 2 )( 2 ( ) 5 , 0 )( 2 ( 5 , 0 4 1 5 , 2 5 , 0 ) ( ) ( ) ( 2 2 o j s j s s s s s s s s s s T s V in − + + + = + + + = = V V

Pole dan zero adalah :

riil alami : 5 . 0 riil alami : 2 pole s pole s − = − = imajiner paksa : 2 imaginer paksa : 2 riil paksa satu : 0 pole j s pole j s zero s + = − = =

Gambar

Tabel Transformasi Laplace
Tabel Sifat-Sifat Transformasi Laplace

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s , yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan.. sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun

Rangkaian Filter Band-pass Butterworth Orde 2 ditunjukkan dalam Gambar 3.7, yang terdiri dari satu penguat operasional dengan beberapa komponen resistor,

Rangkaian Filter Band-pass Butterworth Orde 2 ditunjukkan dalam Gambar 3.7, yang terdiri dari satu penguat operasional dengan beberapa komponen resistor,

Dengan kata lain, jika kita mengetahui bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian

Rangkaian Filter Band-pass Butterworth Orde 2 ditunjukkan dalam Gambar 3.7, yang terdiri dari satu penguat operasional dengan beberapa komponen resistor,

Dengan pola perubahan komponen kedua seperti ini maka gain total akan tinggi di daerah frekuensi rendah dan menurun di daerah frekuensi tinggi, yang menunjukkan

Namun demikian tegangan cabang-cabang rangkaian akan tetap sama hanya memang kita harus melakukan perhitungan lagi untuk memperoleh nilai tegangan cabang-cabang tersebut

Dengan kata lain, jika kita mengetahui bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian