• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Awal tahun 2016 merupakan tonggak baru bagi sistem perdagangan di wilayah ASEAN. Tepatnya per tanggal 1 Januari 2016 ASEAN Economic Community (AEC) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai diberlakukan. Tujuan utama diberlakukannya AEC adalah untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang menggerakkan para pelaku usaha, suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi serta kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global (Tedjasuksmana, 2014). Adanya AEC akan menjadikan arus perdagangan bebas antar negara di wilayah ASEAN yang harapannya menimbulkan berbagai keuntungan seperti terciptanya arus bebas baik dalam sektor barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dll. Harapan lain adanya AEC yaitu untuk bisa menghasilkan produk yang kompetitif sehingga terus memacu para pelaku ekonomi untuk terus melakukan inovasi agar produknya memiliki nilai lebih.

Salah satu isi pilar AEC, tepatnya pada pilar ketiga menaruh perhatian lebih tentang kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata dan apabila dijabarkan ada dua tujuan penting yang ingin dicapai yaitu terkait pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan pengurangan kesenjangan pembangunan antar negara ASEAN.

(2)

2

Berdasarkan pemaparan tersebut jelas dengan adanya AEC maka pengembangan UKM diharapkan bisa optimal dan berdaya saing global sehingga industri-industri kecil ini nantinya akan semakin kompetitif karena bersaing dengan seluruh negara di ASEAN. Pasar yang semakin luas berpeluang untuk peningkatan produktifitas yang terbuka lebar sehingga berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan.

Suatu kebijakan tentunya akan menghasilkan dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Adanya AEC juga dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk khususnya bagi UKM atau industri-industri kecil. Sebagian besar UKM di Indonesia dianggap belum siap bersaing dengan produk-produk dari luar. Daya saing yang masih rendah dan iklim investasi yang belum sepenuhnya mendukung menjadi permasalahan utama bagaimana pelaku industri kecil belum siap menghadapi AEC.

Daerah kajian pada penelitian ini berada di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Kabupaten Purbalingga terkenal akan sentra industri knalpot yang pemasarannya sudah menembus pasar global. Industri knalpot di Purbalingga kebanyakan merupakan industri kecil dengan keterbatasan modal dan teknologi, namun pada kenyataannya produknya sudah tersebar ke seluruh wilayah Indonesia dan beberapa negara di ASEAN (Wijaya, 2015). Pembuatan knalpot di Purbalingga tergolong unik karena masih dikerjakan secara manual oleh para pengrajin dengan bantuan alat seadanya. Keterampilan mereka dalam membuat knalpot menjadikan produk yang dibuat tidak kalah saing dengan produk knalpot buatan industri besar yang proses pembuatannya sudah dilakukan dengan menggunakan mesin yang canggih.

(3)

3

Konsistensi suatu industri dalam menjalankan usaha tidak terlepas dari rantai pemasaran yang baik sehingga pada ujungnya tercapai kepuasan bagi konsumen akhir. Begitu halnya dengan industri knalpot di Purbalingga, rantai nilai yang efektif dan efisien tentunya akan menjadikan kegiatan usaha akan terus bertahan di tengah arus persaingan industri yang semakin ketat. Aktivitas-aktivitas produksi knalpot mulai dari input bahan baku, proses pembuatan knalpot, dan pemasaran produk hingga ke tangan konsumen menjadi kunci bagaimana rantai nilai produk knalpot itu sendiri. Analisis rantai nilai yang efektif mampu mengidentifikasi keunggulan kompetitif suatu produk (Friska, 2010). Kegiatan analisis rantai nilai menitikberatkan pada serangkaian aktivitas yang ada harus dimaksimalkan sehingga menghasilkan keuntungan yang maksimal dan menambah nilai jual bagi konsumen.

Analisis rantai nilai penting dilakukan dalam suatu kegiatan industri. Semua kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan baik untuk merancang, mendapatkan input, memproduksi, memasarkan, dan mengirim barang perlu diidentifikasi satu per satu dalam sebuah analisa rantai nilai. Menurut Porter (1985), keunggulan kompetitif tidak dapat diketahui jika pemahaman terkait aktivitas perusahaan dilihat secara keseluruhan. Masing-masing kegiatan dalam satu kesatuan aktivitas rantai nilai memberikan kontribusi dengan posisinya masing-masing, sehingga masing-masing kegiatan seharusnya memberikan tambahan nilai apabila kegitan tersebut berjalan secara efektif.

Sebagai sentra industri knalpot, Purbalingga mampu menghasilkan produk unggulan yang mampu bersaing dengan produk knalpot olahan pabrik. Sebenarnya di

(4)

4

daerah Purbalingga sendiri tidak terdapat industri logam yang menyediakan bahan baku untuk produksi knalpot. Kebutuhan untuk bahan baku perlu memasok dari luar daerah. Pemilihan bahan baku yang tepat dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau tentunya akan menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Perlunya analisis value chain dilakukan adalah untuk mengetahui daerah pemasok bahan baku yang paling efektif dan cara pengangkutan bahan paling efisien baik dari segi biaya, waktu, dan tenaga, Analisis value chain juga bermanfaat untuk mengidentifikasi cara pemasaran yang paling tepat sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan

1.2. Perumusan Masalah

ASEAN Economic Community (AEC) dibentuk untuk meningkatkan pembangunan ekonomi negara-negara di ASEAN sekaligus untuk menggerakkan para pelaku usaha agar dapat meningkatkan produktifitas mereka dengan jangkauan pasar yang semakin luas. Mulai diberlakukannya AEC seharusnya menjadi kabar yang menggembirakan bagi UKM atau industri kecil di ASEAN. Pasar bebas se-ASEAN merupakan peluang besar untuk meningkatkan produktifitas. Industri knalpot di Purbalingga yang sebelumnya memang sudah menembus pasar global seharusnya dengan diberlakukannya AEC akan semakin menambah produktifitas mereka, karena terbukti sebelum adanya AEC produk mereka telah berhasil dipasarkan ke berbagai negara di ASEAN.

(5)

5

Produk knalpot di Purbalingga yang merupakan hasil kerajinan tangan secara manual harus bisa bersaing dengan produk knalpot yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik otomotif besar yang produksinya sudah menggunakan mesin canggih. Keunggulan kompetitif dibanding produk lain menjadi kunci untuk tetap bisa bersaing dengan industri-industri besar. Rantai nilai yang efektif diperlukan untuk memaksimalkan nilai tambah produk knalpot dan memperbesar laba usaha.

Purbalingga sendiri sebenarnya bukanlah kota besar yang memiliki akses dan fasilitas selengkap kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Namun begitu mereka mampu menghasilkan produk kerajinan knalpot yang sudah dipasarkan hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Menarik untuk ditelusuri bagaimana sebenarnya cara mereka memasarkan produk dan dari mana sebenarnya pengrajin disini mendapatkan bahan baku untuk pembuatan knalpot sehingga mampu menghasilkan knalpot dengan kualitas bagus dan berdaya saing tinggi. Berdasarkan uraian tersebut fokus rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu,

1. Bagaimana cara pengrajin knalpot di Purbalingga memperoleh bahan baku dan dari mana asalnya?

2. Bagaimana cara pemasaran produk knalpot di Purbalingga?

(6)

6 1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diantaranya bertujuan untuk,

1. Mengetahui cara pengrajin knalpot di Purbalingga memperoleh bahan baku dan asal perolehannya.

2. Mengetahui cara pemasaran produk knalpot di Purbalingga

3. Mengetahui value chain (rantai nilai) pada produk knalpot di Purbalingga

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini diantaranya berguna untuk, 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat bermanfaat memperkaya pengetahuan terkait analisis Geografi Industri khususnya menganalisis rantai nilai pada produk knalpot di Purbalingga.

2. Manfaat Praktis

Analisis terkait rantai nilai yang efektif dari produk knalpot dapat membantu pemerintah daerah Purbalingga dalam membuat kebijakan untuk mengembangkan industri knalpot yang sudah ada.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Industri dan Perdagangan

Menurut UU No 3 tahun 2014, industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumberdaya industri. Tujuan adanya industri yaitu untuk menghasilkan barang yang mempunyai nilai

(7)

7

tambah atau manfaat lebih tinggi termasuk jasa industri. Jasa industri bisa diartikan sebagai kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain (BPS, 2016).

Adanya kegiatan industri bisa berkaitan dengan adanya kegiatan perdagangan. Menurut UU No 7 tahun 2014, perdagangan adalah suatu kegiatan yang terkait dengan transaksi barang baik di dalam maupun diluar negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas pengalihan hak suatu barang dan/atau jasa. Berdasarkan pengertian tersebut kegiatan industri dan perdagangan mempunyai hubungan yang erat dimana nilai dari produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri bergantung dari kelancaran dari kegiatan perdagangan dalam hal ini terkait penjualan.

Industri knalpot di Purbalingga sebagai industri yang menghasilkan produk berupa knalpot juga tidak bisa terlepas dari kegiatan perdagangan dalam kaitannya pengalihan hak produk knalpot ini ke konsumen. Pembahasan terkait produk knalpot di Purbalingga ini akan sangat berhubungan dengan kegiatan industri maupun kegiatan perdagangan di dalamnya. Hal lain yang tidak boleh diabaikan yaitu pentingnya peranan pemerintah dalam mendukung industri knalpot sebagai jenis usaha yang masih berada dalam tataran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

1.5.2. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu kegiatan usaha yang berperan memperluas lapangan pekerjaan, memberikan pelayanan ekonomi secara luas, ikut andil dalam peningkatan pendapatan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan

(8)

8

ekonomi nasional. UMKM sebagai kelompok usaha ekonomi rakyat harus memperoleh kesempatan utama dalam hal dukungan, perlindungan, dan pengembangan dari pemerintah tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik negara (BUMN). UMKM saat ini masih menghadapi berbagai kendala baik dari dalam maupun dari luar, diantaranya dalam hal sumberdaya manusia, produksi, pemasaran, teknologi, permodalan, dan iklim usaha.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan akronim dari tiga jenis usaha yaitu usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Usaha mikro merupakan usaha ekonomi produktif milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan. Kekayaan bersih maksimal usaha mikro adalah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) diluar tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil penjualan tahunan paling banyak untuk usaha mikro adalah sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif milik sendiri yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan dari usaha menengah dan usaha besar. Usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) diluar tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil penjualan tahunan untuk usaha kecil berkisar antara Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(9)

9

Definisi usaha menengah hampir sama dengan usaha kecil, namun perbedaannya terletak pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Usaha menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) diluar tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil penjualan tahunan untuk usaha menengah berkisar antara Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) (UU No.20 Tahun 2008).

Jenis industri juga bisa diklasifikasikan berdasarkan tenaga kerja yang dimiliki, selain berdasarkan jumlah kekayaan dan total penjualan setiap tahun,. Berikut klasifikasi jenis industri menurut BPS,

a. Industri besar yaitu industri dengan total jumlah tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 100 orang atau lebih.

b. Industri sedang yaitu industri dengan total jumlah tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 20-99 orang.

c. Industri kecil yaitu industri dengan total jumlah tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 5-19 orang.

d. Industri rumah tangga yaitu industri dengan total jumlah tenaga kerja yang dimiliki sebanyak 1-4 orang.

1.5.3. Value Chain

Porter (1985) mengemukakan bahwa rantai nilai (value chain) merupakan suatu konsep yang menjelaskan tentang kesatuan organisasi dalam mengelola

(10)

10

sumberdaya, menciptakan nilai lebih, dan adanya pengaturan biaya secara efektif. Rantai nilai ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi cara-cara menghasilkan nilai tambah bagi konsumen melalui aktifitas-aktifitas yang ada di dalamnya. Selain penambahan nilai untuk konsumen, rantai nilai juga digunakan untuk memaksimalkan margin atau keuntungan pada aktifitas-aktifitas yang terdapat pada rantai nilai.

Rantai Nilai (value chain) adalah keseluruhan rantai aktivitas untuk mengubah input menjadi output yang mempunyai nilai lebih bagi suatu pelanggan. (Kusumawati, 2013). Rantai ini berlangsung dari aktivitas awal pemrosesan bahan mentah sampai penanganan pasca jual. Nilai lebih dari pelanggan didasarkan atas tiga aktivitas utama yaitu aktivitas yang menjadikan produk mempunyai nilai lebih dibanding produk lain, aktivitas yang mempunyai keunggulan biaya produk lebih murah, dan aktivitas yang dengan cepat dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Secara keseluruhan analisis rantai nilai ini difungsikan untuk mengidentifikasi tahapan yang memberikan nilai tambah (value added) paling besar bagi pelanggan dan meminimalisir biaya yang dikeluarkan (Mangifera, 2015).

Analisis value chain berguna untuk membantu pelaku usaha memahami bagaimana posisi kegiatan usahanya pada rantai nilai untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Aktivitas-aktivitas dalam rantai nilai harus dikaji secara menyeluruh apakah memberikan nilai tambahan pada setiap rantainya. Apabila aktivitas tersebut memberikan tambahan nilai maka perlu dimaksimalkan. Namun sebaliknya, apabila

(11)

11

aktivitas tersebut tidak memberikan tambahan nilai sebaiknya dihapus agar kegiatan pada rantai nilai dapat berjalan efektif dan efisien (Widarsono, tanpa tahun)

Analisis value chain ini memberikan manfaat untuk menjelaskan kepada siapa saja keuntungan dapat didistribusikan. Analisis ini juga dapat mempermudah untuk identifikasi kebijakan mana yang sesuai untuk diterapkan dalam satu siklus rantai nilai (Mardian, dkk, 2012). Sama halnya pada industri knalpot ini penggunaan analisis rantai nilai diharapkan mampu memaksimalkan nilai tambah produk knalpot dan memperbesar laba usaha.

1.5.4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, usaha, dan teknologi yang dipunyai. Pertumbuhan ekonomi juga tidak bisa berjalan seimbang jika tidak ada dorongan dari lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral di dalamnya (Jhingan, 2016). Faktor-faktor tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap kelangsungan suatu jenis usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi khususnya industri knalpot di Purbalingga.

Proses pengerjaan pembuatan knalpot tidak terlepas dari adanya aliran bahan baku yang mencukupi. Seringkali di negara sedang berkembang, bahan baku mengalami keterlambatan pengiriman dalam proses distribusi baik akibat keterbatasan sumberdaya alam, komunikasi, maupun sarananya. Myrdal berpendapat dalam Jhingan (2016) bahwa semua perubahan yang bersifat dari ekspansi ekonomi di suatu tempat berasal dari sebab-sebab dari luar daerah tersebut. Pada skala usaha mikro,

(12)

12

kecil, menengah (UMKM) seperti halnya industri knalpot di Purbalingga, kelancaran dalam pendistribusian bahan baku pembuatan knalpot bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi industri.

Kelancaran pendistribusian bahan baku, proses produksi, sampai distribusi pemasaran tidak terlepas dari adanya efektifitas pemakian modal. Modal bisa diartikan sebagai investasi dalam berbagai bentuk untuk meningkatkan pendapatan. Proses pembentukan modal umumnya bersifat kumulatif dan saling berkaitan, meliputi, kepemilikan tabungan, lembaga keuangan sebagai penyalur kebutuhan tentang modal produksi, dan penggunaan tabungan itu sendiri untuk investasi barang modal (Jhingan, 2016).

Pengrajin knalpot di Purbalingga tentunya membutuhkan modal untuk mengembangkan usahanya. Sejauh ini kebutuhan akan modal idealnya bisa terpenuhi jika melihat adanya lembaga-lembaga keuangan baik yang berbentuk bank, maupun koperasi di sekitar lokasi industri. Sebenarnya yang perlu diperhatikan oleh para pengrajin knalpot adalah bagaimana manajemen modal tersebut agar bisa berjalan efektif terkait alokasi penggunaanya. Hal ini perlu dicermati mengingat pengetahuan pengrajin knalpot terkait pembelajaan modal belum terstruktur secara rapi sebagaimana umumnya permasalahan yang ditemui di negara berkembang.

Myrdal dalam Jhingan (2016) menjelaskan bahwa momentum pembangunan ekonomi akan menyebar secara sentrifugal dari sentra industrinya menuju ke wilayah lain. Sebaran tersebut akan berdampak positif pada daerah-daerah sekitar diantaranya industri makanan, perdagangan, maupun daerah pemasok bahan baku. Dampak sebar

(13)

13

yang mengalir ini merupakan akibat dari permintaan peningkatan produk dan tentunya juga berdampak pada proses sosial yang saling berkesinambungan.

1.5.5. Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu aktifitas dalam perekonomian untuk menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi ini berkaitan dengan penentuan harga barang dan jasa dari suatu penjualan produk. Pemasaran menjadi sangat penting karena kegiatan ini menjembatani antara kegiatan produksi dan konsumsi (Limakrisna & Susilo, 2012).

Kegiatan pemasaran yang baik juga dilandasi oleh sistem manajemen yang baik pula. Manajemen pemasaran bisa diartikan sebagai proses yang didalamnya mencakup analisa, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa guna menciptakan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Manajemen pemasaran dapat diterapkan pada semua jenis usaha. Fungsi perencanaan, pelaksanaan, analisa, dan pengawasan menjadi sesuatu yang harus diperhatikan secara menyeluiruh agar manajemen pemasaran dapat berjalan baik (Limakrisna & Susilo, 2012).

(14)

14 1.6. Penelitian Sebelumnya

Penelitian terkait sentra industri knalpot sudah banyak dilakukan oleh orang lain, namun yang menjadikan penelitian ini berbeda dari penelitian lain yaitu terkait dengan tujuan dan metode yang digunakan. Sejauh ini belum ditemukan adanya penelitian yang mengkaji terkait industri knalpot menggunakan analisis value chain. Beberapa penelitian yang sudah ada terkait knalpot di Purbalingga kebanyakan lebih fokus pada analisis profil industri knalpot seperti pada penelitian Nugroho (2010), maupun kesiapannya sebagai One Village One Product (OVOP) seperti yang diuraikan oleh Wijaya (2015).

Penelitian dengan analisis value chain juga sudah banyak dilakukan sebelumnya, namun dari beberapa hasil penelitian yang dibaca seperti belum ada kajian value chain yang dilakukan pada industri knalpot khususnya di Purbalingga. Penelitian yang dilakukan peneliti lebih terfokus tentang bagaimana knalpot dari awal perolehan bahan baku, pengolahan bahan baku menjadi produk yang bernilai, sampai pada pola distribusi pemasaran yang dilakukan hingga sampai pada konsumen akhir. Selain itu yang menjadikan penelitian ini memiliki keunikan dibanding penelitian lain yaitu ditampilkannya berbagai cara pemasaran produk knalpot dan juga secara spasial ditampilkan peta persebaran pemasaran produk knalpot ke berbagai daerah.

(15)

15 Tabel 1.6. 1 Penelitian Terkait

No Nama/Penelitian Judul Tujuan Metode Hasil

1 Mardian, Novira Kusrini, dan Maswadi (2012), Analisis Rantai Nilai (Value chain) Pada Komoditas Lada di Desa Trigadu Kecamatan Galing Kabupaten Sambas Mengetahui aktor rantai nilai komoditas lada, keuntungan petani, marjin pemasaran lada, dan mengkaji potensi dan hambatan rantai nilai komoditas lada.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik snowball sampling untuk mengambil lembaga pemasaran dan informan kunci, sedangkan sampel petani dilakukan dengan sampel acak sederhana.

Pelaku yang terlibat dalam rantai nilai komoditas lada yakni penyedia input produksi, petani, pedagang, konsumen, perbankan, koperasi unit desa, balai penyuluh pertanian dan dinas perkebunan. Pendapatan bersih yang diperoleh oleh petani lada sebesar Rp 23.937.613 per 0,8 hektar per tahun. Marjin terbesar didapat pedagang pengecer (retail) sebesar Rp. 9.000,- per kilogram. Potensi utama komoditas lada yakni harga jual dan pangsa pasar,

sedangkan hambatan utama yaitu kurangnya pengetahuan petani tentang teknik budidaya yang baik dan belum ada teknologi

pengolahan 2 Agni Kusumawati (2013) Rantai Nilai (Value chain) Agribisnis Labu di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Mengetahui Rantai Nilai (Value Chain) Agribisnis Labu di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, dan mengetahui strategi untuk

Metode sampel yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah responden 60 petani. Wawancara dilakukan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang paling diuntungkan dalam

Rantai Labu adalah pengecer. Disisi lain, petani kurang memiliki manfaat dari Agribisnis Labu. Hal in karena petani

(16)

16 mengeksiskan posisi Agribisnis Labu di Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. secara in-depth

interview dengan para key person dari

lingkungan akademisi, pemerintah, bisnis dan masyarakat . analisis dilakukan dengan Value Chain Analysis

bertindak sebagai price taker. Oleh karena itu perlu memperbaiki Rantai Agribisnis dalam pertanian labu. 3 Liana Mangifera (2015) Analisis Rantai Nilai ( Value chain ) pada Produk Batik Tulis di Surakarta Menganalisa kegiatan rantai nilai (value chain) pada produk batik tulis di

Kampung

Batik Laweyan Kota Surakarta dan mengidentifikasi aktivitas apa yang mempunyai nilai tambah ekonomi tertinggi (value added) pada produk batik tulis

Metode yang digunakan menggunakan

pendekatan kualitatif studi kasus. Metode pengambilan sampel dengan snowball sampling.

Aktivitas utama rantai nilai (value chain) pada produk batik tulis di Kampung Batik

Laweyan Kota Surakarta meliputi pembelian bahan baku, proses produksi, dan penjualan produk. Aktivitas utama dalam produsi batik tulis di kampung batik laweyan yang memberikan nilai tambah paling besar adalah pemasaran dan penjualan

(17)

17 4 Feri Setyawan (2009) Analisis Rantai Pasokan Sayuran Unggulan Dataran Tinggi di Jawa Barat Memilih produk sayuran unggulan dataran tinggi, Mengkaji struktur rantai pasokan produk sayuran terpilih, Mengkaji nilai tambah produk sayuran terpilih, Memberikan alternatif sistem rantai pasokan sayuran unggulan dataran tinggi yang dapat diterapkan di Jawa Barat

Metode yang dipakai yaitu Metode

Perbandingan

Eksponensial (MPE) untuk menentukan produk unggulan dan alternatif pemasok. Analisis dilakukan dengan analisis model rantai pasokan dan analisis nilai tambah

Hasil perhitungan dengan MPE diperoleh tiga jenis sayuran unggulan yaitu paprika, lettuce dan brokoli. Anggota rantai pasokan paprika adalah petani,

pengumpul, pedagang,

pemasok supermarket, hotel dan restauran serta eksportir.

5 Ashri Prastiko Wibowo (2014) Analisis Rantai Nilai (Value chain) Komoditas Ikan Bandeng di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Menganalisis rantai nilai ikan bandeng di Kecamatan Juwana, menganalisis

pemetaan rantai nilai ikan bandeng di Kecamatan Juwana, menganalisis

perhitungan selisish margin pemasaran antar pelaku rantai nilai ikan bandeng di Kecamatan Juwana,

Metode analisis yaitu analisis Rantai Nilai (Value Chains Analysis). Sampel yang digunakan adalah quota sampling

dengan jumlah

responden 100 petani tambak dan metode Snowballing untuk responden pedagang di pasar Porda, pedagang pengecer, dan pengolah

Rantai Nilai Komoditas Ikan Bandeng dengan margin petani tambak dan pedagang di pasar Porda adalah 0 dikarenakan pedagang di pasar Porda bertindak sebagai komisioner, sementara margin tertinggi pada pedagang pengecer dengan pengolah Ikan Bandeng yaitu 20.000, kenaikan margin yang signifikan ini dikarenakan dalam pengolahan Ikan Bandeng

(18)

18 menganalisis strategi penguatan produksi komoditas ikan bandeng di Kecamatan Juwana

ikan bandeng. Metode wawancara digunakan untuk menginterview para key person dari lingkungan akademisi, pemerintahan, bisnis dan masyarakat. 6 Anggit adi wijaya (2015) analisis kesiapan industri knalpot kelurahan kembaran kulon sebagai one village one product (ovop) di kabupaten purbalingga provinsi jawa tengah Mengevaluasi tingkat kesiapan Industri Knalpot Kelurahan Kembaran Kulon sebagai One Village One Product (OVOP) dan

merumuskan strategi pengembangan Industri Knalpot Kelurahan Kembaran Kulon sebagai One Village One Product (OVOP) di

Kabupaten Purbalingga.

survey lapangan dilakukan dengan sensus untuk checklist lapangan parameter One Village One Product (OVOP) dan analisis yang

digunakan yaitu analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT)

kesiapan industri knalpot Kelurahan Kembaran Kulon sebagai One Village One Product (OVOP) adalah 84,14% dan rumusan kebijakan pengembangan OVOP melalui optimalisasi

pembentukan lembaga promosi dan pengembangan khusus OVOP dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.

(19)

19 7 Cahyo Adhi Nugroho (2010) Analisis Profil Industri Knalpot di Purbalingga, Kabupaten Purbalingga Mengetahui gambaran profil industri knalpot, permasalahan apa saja yang terjadi di dalamnya, serta strategi

pengembangan industri yang akan digunakan

Analisis deskriptif dengan

mengkombinasikan data primer dan data

sekunder. Strategi perumusan kebijakan dengan analisis PEST dan analisis SWOT

Permasalahan yang sering timbul dalam industri knalpot di

Purbalingga adalah masalah permodalan yang digunakan untuk memperbesar jumlah produksi dan juga untuk pembelian alat produksi yang lebih modern

8 Yanuar Tia Saputra (2016) Kajian Value Chain pada Industri Knalpot di Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah Mengetahui cara pengrajin knalpot memperoleh bahan baku dan asal perolehan, mengetahui pola pemasaran produk knalpot, mengetahui value chain (rantai nilai) pada industri knalpot

Metode sensus dengan mengambil seluruh populasi pengrajin knalpot yang berjumlah sekitar 30. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan sesuai dengan tujuan penelitian

Bahan pembuatan knalpot dapat diperoleh dari berbagai kota-kota besar di Pulau Jawa. Pemasaran produk knalpot secara spasial sudah tersebar ke lima pulau besar di Indonesia seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Rantai milai industri knalpot secara garis besar terbagi menjadi aktifitas input perolehan bahan, proses produksi, dan pemasaran produk

(20)

20 1.7. Kerangka Pemikiran

Analisis rantai nilai pada produk knalpot di Purbalingga difokuskan pada tiga rantai aktifitas utama meliputi input, proses, dan output untuk dapat menjawab tujuan penelitian terkait cara perolehan baku, pola pemasaran, dan skema value chain pada produk knalpot tersebut. Aktifitas input menjelaskan aktifitas pemasokan bahan baku meliputi asal daerah pemasok dan cara perolehan bahan baku. Aktifitas proses produksi knalpot menjelaskan aktifitas pembuatan, pengemasan, dan pemeliharaan produk knalpot untuk menciptakan nilai tambah dari suatu produk knalpot. Aktifitas output menjelaskan pola pemasaran yang terjadi dari produsen sampai ke konsumen akhir.

Hasil akhir kesuluruhan aktifitas rantai nilai berupa skema value chain produk knalpot yang menggambarkan urutan aktifitas yang saling berkesinambungan dan mempunyai peranannya masing-masing. Pentingnya analisis value chain terlihat dari fokus pembahasan dari masing-masing kegiatan, dimana pada setiap kegiatan mempunyai nilai tambah untuk mendukung keseluruhan aktifitas dalam satu rantai nilai industri knalpot di Purbalingga. Penjelasan kerangka pemikiran lebih lanjut ditampilkan pada Gambar 1.7.

(21)

21 Industri Knalpot

Analisis Value Chain

Input Proses Output

Keunggulan Produk Cara perolehan

bahan baku

Cara Pemasaran

Tujuan Pertama Tujuan Kedua

Tujuan Ketiga

Gambar

Gambar 1.7.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang diperoleh dari ahli materi (Lihat Tabel 3 ), dapat diketahui bahwa secara umum produk modul sudah memenuhi standar kelayakan atau sangat baik

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dengan pengambilan sampel berdasarkan sampling jenuh (Notoatmodjo,.. 2002) yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan di

Untuk pengujian koreksi kontinuitas Cochran-Armitage digunakan nilai selisih pada data AKA tahun ini dengan tahun sebelumnya, dengan nilai koreksi kontinuitas sebesar

Pengelolaan pariwisata harus mempergunakan retribusi masuk dari para wisatawan yang datang, untuk menambah penghasilan Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota,

Kajian yang dilakukan oleh Parangtritis Geomaritime Science Park (PGSP) Badan Informasi Geospasial, Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, dan Fakultas Geografi UGM

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi minat para calon mahasiswa dalam memilih jurusan akuntansi di Universitas Katolik

Biaya perbaikan dan pemeliharaan dibebankan pada laporan laba rugi konsolidasian pada saat terjadinya; biaya pemugaran dan penambahan dalam jumlah signifikan yang

Hal ini kemungkinan disebabkan pada penderita gingivitis, kalsium yang terlarut berasal dari kalsium jaringan gingiva, sedangkan pada penderita periodontitis kronis