• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka. Tabel II.1 Parameter Ciri Softwood dan Hardwood (Soerawidjaja, 2005)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tinjauan Pustaka. Tabel II.1 Parameter Ciri Softwood dan Hardwood (Soerawidjaja, 2005)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Komponen Dan Struktur Lignoselulosa

Biomassa adalah bahan-bahan organik yang berumur relatif lebih muda dan berasal dari tumbuhan/hewan; produk dan limbah industri budi daya (pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan), seperti serat kapuk, tongkol jagung, jerami padi, tandan kosong sawit, dan bagas (Soerawidjaja, 2005). Bahan-bahan organik ini merupakan sumber karbon dan energi yang besar dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Komponen-komponen karbon dan energi yang terkandung dalam biomassa dalam jumlah besar adalah minyak, protein, gula, pati, dan lignoselulosa (fiber) sebagai komponen terbesar (Brown, 2003). Tanaman tak berkayu (herbaceous crops) dan tanaman berkayu (woody crops) merupakan jenis tanaman yang mengandung lignoselulosa (Soerawidjaja, 2005), sehingga untuk mempelajari lignoselulosa biasanya digunakan sel kayu. Secara umum ada 2 (dua) jenis kayu, yaitu kayu lunak (softwood) dan kayu keras (hardword) (Sjöström, 1998).

Tabel II.1 Parameter Ciri Softwood dan Hardwood (Soerawidjaja, 2005)

Parameter cirri Softwood Hardwood

Komposisi (%-b) : Selulosa 42 ± 2 45 ± 2 Hemiselulosa 27 ± 2 30 ± 5 Lignin 28 ± 3 20 ± 4 Ekstraktif 3 ± 2 5 ± 3

Kelas tumbuhan gimnosperma angiosperma

Mampu tumbuh dari tunggul tidak ya

Kemudahan delignifikasi < >

Derajat polimerisasi lignin > <

Kadar gugus asetil < >

Kadar abu (terutama SiO2) > <

Contoh Pinus Turi

Lignoselulosa tersusun dari mikrofibril-mikrofibril selulosa yang membentuk kluster-kluster, dengan ruang antar mikrofibril terisi dengan hemiselulosa, dan

(2)

kluster-kluster tersebut terbebat kuat menjadi satu kesatuan oleh lignin (Soerawidjaja. and Z.I.E.Amiruddin, 2007).

Gambar II.1 Konfigurasi jaringan kayu (Perez et al., 2002).

a. Sel-sel kayu yang saling berdekatan b. Lapisan dinding sel

c. Distribusi lignin, hemiselulosa, dan selulosa pada lapisan dinding sekunder.

Jadi secara kimia, lignoselulosa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu lignin, hemiselulosa, selulosa, dan sedikit kandungan ekstraktif.

Tabel II.2 Komposisi kimia beberapa bahan lignoselulosa (R.L et al., 2003) Bahan Lignoselulosa Selulosa (%) Hemiselulosa

(%) Lignin (%) Kulit kacang 25 – 30 25 – 30 30 – 40 Tongkol jagung 45 35 15 Jerami padi 32,1 24 18 Serat kapas 80 – 95 5 – 20 0 Serat kapok* 64 23 13

Tandan kosong sawit** 35,71 29,86 21,97

Kertas 85 – 99 0 0 – 15

Bagas 33,4 30 18,9

Kertas Koran 40 – 55 25 – 40 18 – 30

Rumput 45 31,4 12

* Diambil dari (Zand, 1941) ** Diambil dari (Darnoko, 1995)

(3)

II.1.1 Selulosa

Selulosa adalah komponen utama kayu, kira-kira 40 – 50 % kayu kering. Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit β-D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan β-(1,4)-glikosida, yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar II.2 Struktur selulosa (Ibrahim, 1998).

Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra- dan intermolekul. Sebagai struktur yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat, selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.

Selulosa tidak berwarna, tidak mempunyai rasa dan bau, tidak larut dalam air atau larutan basa, relatif stabil terhadap panas, tidak meleleh jika dipanaskan, mulai terurai (dekomposisi) pada temperatur 260 – 270 0C, tahan terhadap hidrolisis, dan stabil terhadap oksidasi. Tetapi selulosa akan larut dalam larutan asam mineral dengan konsentrasi tinggi (akibat hidrolisis), dan jika hidrolisisnya belum berlangsung terlalu jauh maka selulosa dapat diendapkan kembali membentuk fragmen-fragmen padatan polimer dengan berat molekul yang lebih kecil melalui pengenceran larutan dalam asam kuat tersebut dan air. Selulosa baru mengalami hidrolisis dalam asam mineral encer pada temperatur yang tinggi (>100 0C).

(4)

II.1.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen monomer hemiselulosa terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa di samping menjadi asam D-glukuronat, asam 4-O-metil-D-glukuronat, dan asam D-galakturonat. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200 (Palonen, 2004; Sjöström, 1998). Hemiselulosa mempunyai rantai polimer yang pendek dan tak berbentuk, oleh karena itu sebagian besar dapat larut dalam air. Rantai utama dari hemiselulosa dapat berupa homopolimer (umumnya terdiri dari satu jenis gula yang berulang) atau juga berupa heteropolimer (campurannya beberapa jenis gula) (Ibrahim, 1998).

(5)

Hemiselulosa yang terkandung pada hardwood utamanya adalah xilan (15 – 30%) yang terdiri atas unit-unit xilosa yang dihubungkan oleh ikatan β-(1,4)-glikosida dengan percabangan berupa unit asam 4-0-methylglucuronic dan ikatan

α-(1,2)-glikosida. Gugus O-asetil terkadang menggantikan gugus OH pada posisi C2 dan C3. Pada softwood kandungan hemiselulosa terbesar adalah galaktoglukomanan (15 – 20%) , xilan (7 – 10%), dan gugus asetil. Xilan pada softwood memiliki cabang berupa unit arabiofuranosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,3)-glikosida (Ibrahim, 1998).

Gambar II.4 Struktur xilan ; A. hardwood, dan B. softwood (Ibrahim, 1998) .

Gambar II.5 Contoh struktur hemiselulosa ; a. O-acetyl-4-0-methylglucuronoxylan dari hardwood, dan b. O-acetyl-galactoglukomannan

(6)

Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen monomernya. Hemiselulosa dapat diisolasi dengan cara ekstraksi menggunakan dimetilsulfoksida dan alkali (KOH dan NaOH). Namun ekstraksi alkali mempunyai kerugian yaitu deasetilasi hemiselulosa yang hampir sempurna (Sjöström, 1998)

II.1.3 Lignin

Lignin merupakan komponen kimia dan morfologi yang karakteristik dari jaringan tumbuhan tinggi, seperti pteridovita dan spermatofita (gymnosperm dan

angiosperm), dimana ia terdapat dalam jaringan vaskuler yang khusus untuk pengangkutan cairan dan memberikan kekuatan mekanik sedemikian rupa sehingga tumbuhan yang besar seperti pohon yang tingginya lebih dari 100 m tetap dapat berdiri kokoh (Dietrich Fengel, 1984). Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana: unit guaiacyl (G) dari prekusor trans -koniferil alkohol, unit syringyl (S) dari prekusor trans-sinapil alkohol, dan p-hidroksipenil (H) dari prekusor trans-p-koumaril alkohol (Palonen, 2004), seperti digambarkan dalam Gambar II.6. Unit-unit fenilpropana ini kemudian berikatan dengan struktur-struktur minor sehingga membentuk suatu jaringan polimer yang dikenal dengan nama lignin.

(7)

Gambar II.7 Struktur lignin dari softwood (Perez et al., 2002).

Lignin adalah polimer berkadar aromatik-fenolik yang tinggi, berwarna kecoklatan, dan relatif lebih mudah teroksidasi. Lignin memiliki berat molekul yang bervariasi antara 1000 sampai dengan 20.000, tergantung pada sumber biomassanya. Lignin relatif stabil terhadap aksi kebanyakan larutan asam mineral, tetapi larut dalam larutan basa panas dan larutan ion bisulfit (HSO3-) panas. Lignin mempunyai titik pelunakan dan titik leleh yang rendah, lignin kayu berdaun jarum (pohon spruce) melunak pada 80 – 90 oC (basah) dan 120 oC (kering) dan meleleh pada 140 – 150 oC.

II.2 Pengolahan Awal Bahan Lignoselulosa

Selulosa sebagai komponen terbesar dari kayu dapat dihidrolisis oleh enzim menjadi glukosa yang selanjutnya dapat difermentasi dan menghasilkan alkohol.

(8)

Untuk menghidrolisis selulosa dalam lignoselulosa jauh lebih sulit dibandingkan hidrolisis selulosa yang bebas. Karena lignoselulosa merupakan bahan yang amat rapat sehingga pada kondisi biasa bersifat inert dan tak bisa ditembus/diterobosi oleh air apalagi enzim (Soerawidjaja. and Z.I.E.Amiruddin, 2007).

Oleh sebab itu diperlukan suatu proses awal (pretreatment) untuk mempersiapkan bahan agar dapat disakarifikasi oleh enzim dan difermentasi oleh mikroorganisme yang bebas dari lignin dan hemiselulosa (Mosier et al., 2005).

Gambar II.8 Skema pretreatment bahan lignoselulosa (Mosier et al., 2005)

Tanpa adanya pretreatment, gula yang dihasilkan dari hidrolisis kurang dari 20%, sedangkan dengan adanya pretreatment hasilnya meningkat menjadi 90% bahkan lebih. Untuk meningkatkan luas permukaan dari lignoselulosa dilakukan proses pengecilan ukuran (size reduction) sebagai langkah awal pengolahan. Pada banyak proses digunakan bahan lignoselulosa yang berukuran < 3 mm (Brown, 2003). Keberhasilan pretreatment ini ditentukan oleh besarnya kandungan lignin dan hemiselulosa yang hilang dari bahan.

Teknik pengolahan awal dikategorikan atas 4 (empat) kategori, yaitu: secara fisika, kimia, biologi, dan kombinasi atau gabungan. Alternatif pemilihan kategori teknik pengolahan awal menyangkut aliran produk dari ketiga komponen

(9)

lignoselulosa: (1) ketiga komponen berada pada satu aliran, contohnya dalam ball milling; (2) hemiselulosa berada pada fasa cair dan lignin dan selulosa pada fasa padat, contohnya steam explosion; (3) larutan lignin dan hemiselulosa merupakan fasa cair dan selulosa dalam fasa padat, contohnya alkalin pretreatment; (4) ketiga komponen berada pada tiga aliran produk yang terpisah, contohnya fraksinasi biomassa (Wyman, 1996).

Teknik pengolahan yang umum dipakai adalah teknik kedua dimana hemiselulosa berada pada fasa cair, sedangkan lignin bersama-sama dengan selulosa berada pada fasa padat. Proses yang dilakukan adalah dengan dua kali hidrolisis, dimana pada hidrolisis pertama ditujukan untuk menghilangkan hemiselulosa dan hidrolisis kedua ditujukan untuk memperoleh glukosa dari selulosa. Dalam hal ini lignin yang terkandung pada lignoselulosa selalu terikut bersama-sama selulosa dan setelah hidrolisis yang kedua lignin mengendap. Dipandang dari segi ekonomis, proses ini dinilai kurang baik dengan beberapa alasan: a) lignin ikut terbawa sampai keakhir proses sehingga memerlukan alat proses yang lebih besar, b) lignin juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi sehingga sebaiknya dipisahkan terlebih dahulu agar bisa dimanfaatkan dengan maksimal, c) lignin yang terikut dapat menghambat laju hidrolisis selulosa.

Teknik pengolahan (pretreatment) yang terbaik adalah teknik keempat dimana masing-masing komponen berada pada tiga aliran yang terpisah. Konsep idealnya adalah dengan melakukan pemisahan terhadap ketiga komponen lignoselulosa tersebut tanpa mengalami kerusakan sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar II.9.

Pertama, dilakukan pemisahan terhadap lignin dan ekstraktif lain dengan menggunakan pelarut (proses delignifikasi). Pelarut yang digunakan harus mampu melarutkan sebagian besar lignin dan kemudian dapat dipisahkan kembali dengan mudah. Lignin yang diperoleh dari proses dapat digunakan sebagai bahan bakar (fuel) dimana energi yang terkandung dalam lignin adalah sebesar 26,3 MJ/kg

(10)

lignin (Kim and Lee, 2006). Dan juga sebagai bahan kimia organik aromatik (Soerawidjaja. and Z.I.E.Amiruddin, 2007).

Tabel II.3 Kelarutan masing-masing Komponen

Senyawa Larut dalam Referensi

Selulosa Asam kuat Dietric Fengel, 1984 Basa (Alkalin) Sjostrom, 1998

Asam Sjostrom, 1998

Hemiselulosa

Dimetilsulfoksida Sjostrom, 1998

Basa Sjostrom, 1998

Lignin

Ion bisulfit Sjostrom, 1998

Tabel II.4 Sifat Kimia Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin

No. Selulosa Hemiselulosa Lignin

1 Tidak larut dalam air Sedikit larut dalam air

Tidak larut dalam air

2 Larut dalam larutan asam pekat, seperti H2SO4 72%, HCl 40%, atau 85% H3PO4. terhidrolisis lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi

Larut dan

terhidrolisis dalam asam mineral

Tidak larut dalam asam mineral kuat

3 Tidak larut dalam asam

organik Larut dan terhidrolisis dalam asam organik pekat

Larut parsial dalam berbagai senyawa organik teroksigenasi 4 Tidak larut dalam larutan

alkali hidroksida. Larutan alkali hidroksida

menggembungkan selulosa berberat molekul rendah

Larut dalam larutan alkali

Larut dalam larutan alkali encer

Kedua, dilakukan hidrolisis terhadap hemiselulosa dengan menggunakan asam encer sehingga diperoleh hemiselulosa dalam bentuk monomernya (xylosa). Asam yang sering digunakan adalah asam klorida encer dihidrolisis pada temperatur 100 – 108 oC dan asam asetat encer dihidrolisis pada temperatur 130 – 150 oC. Hemiselulosa yang terpisah dapat digunakan sebagai bahan kimia (furfural), bahan bakar karena komponen-komponen monomernya berupa gula sehingga

(11)
(12)

dapat difermentasi menghasilkan etanol bahan bakar, dan bahan tambahan pada makanan (Kim and Lee, 2006). Kandungan selulosa yang tertinggal selanjutnya dapat disakarifikasi oleh enzim untuk mendapatkan glukosa. Glukosa selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.

Proses sakarifikasi selulosa menjadi monomer glukosa menggunakan enzim (hidrolisis enzimatik) merupakan proses yang spesifik, dimana proses ini sangat dipengaruhi oleh substrat (bahan baku), aktifitas enzim, dan kondisi reaksi (pH dan temperatur). Produk dari hidrolisis ini biasanya berupa gula pereduksi termasuk juga glukosa.

Enzim yang banyak digunakan untuk proses sakarifikasi ini adalah enzim selulase. Selulase dapat dihasilkan oleh bakteri dan jamur, tetapi enzim selulase komersial yang ada dipasaran biasanya berasal dari jamur. Jamur yang menghasilkan selulase diantaranya adalah Sclerotium rolfsii, P.chrysosporium, spesies dari

Trichoderma, Aspergilus, Schizophyllum, dan Penicillium. Tetapi yang paling banyak dipelajari adalah selulase yang berasal dari spesies Trichoderma

(Sternberg, 1976 dalam (Sun and Cheng, 2002)).

Selulase yang berasal dari Trichoderma biasanya merupakan campuran dari beberapa jenis enzim (complex enzyme). Setidaknya harus ada tiga jenis enzim yang terlibat dalam proses hidrolisis: 1) Endoglukanase (EG, endo- 1-4-D-glucanohydrolase, yang menyerang bagian kristalin dari serat selulosa dan membuat ujung rantai bebas (free chain-ends); 2) Exoglukanase atau selobiohidrolase (CBH, 1-4-β-D cellobiohydrolase), memperkecil molekul dengan memisahkan unit cellobiose dari free chain-ends; 3) β-glukosidase (βG), yang memutus rantai cellobiose menjadi glukosa (Chaplin, 2004; Sun and Cheng, 2002). Cara kerja enzim diperlihatkan oleh Gambar II.10.

Kemudahan enzim untuk menghidrolisis bahan dipengaruhi oleh komponen yang ada dalam substrat. Selulase hanya mampu menghidrolisis selulosa dan sedikit hemiselulosa. Lignin tidak dapat didegradasi oleh selulase, dan dapat menghambat

(13)

aktifitas dari enzim tersebut. Oleh karena itu lignin dan hemiselulosa dipisahkan terlebih dahulu dari selulosa, sehingga enzim lebih mudah bekerja dalam menghidrolisis selulosa menjadi glukosa..

Gambar II.10 Hidrolisis enzimatik selulosa menjadi glukosa, EG menghidrolisa ikatan dalam serat; CBH I bekerja pada ujung tereduksi; CBH II bekerja pada ujung yang tidak tereduksi; dan βG merubah cellobiose menjadi glukosa (Chaplin, 2004; Perez et al., 2002).

II.3 Penelitian Pendahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain penggunaan air panas dan larutan amoniak (ARP) oleh Tae Hyun Kim (2006), menggunakan larutan amoniak dan asam oleh N. J. Cao (1996).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Tae Hyun Kim (2006) menggunakan tahapan yang berbeda dari konsep diatas dan menggunakan metoda perkolasi. Kim lebih dahulu menghidrolisis hemiselulosa dengan menggunakan air panas, yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan Ammonia Recycle Percolation (ARP)

(14)

untuk delignifikasi. Kim memperoleh hasil berupa 92 – 95 % xylan setelah tahapan pertama, 75 – 81 % lignin setelah tahapan kedua, dan 78 – 85 % selulosa (Kim and Lee, 2006).

Jauh sebelumnya, N.J.Cao (1996) telah melakukan penelitian dengan menggunakan konsep ideal diatas, yang menggunakan bahan lignoselulosa berupa tongkol jagung, dengan temperatur 26 oC, tekanan 1 atm, dan konsentrasi larutan amoniak 2,9 M selama satu hari (24 jam) dengan metoda perendaman (meserasi). Cao memperoleh hasil 80 – 90 % lignin dan bahan-bahan ekstraktif lainnya dapat dipisahkan dari bahan baku. Amoniak kemudian dipisahkan dari lignin dengan cara evaporasi pada kondisi vakum. Setelah itu digunakan larutan asam klorida (HCl) 0,3 M pada temperatur 100 – 108 oC selama satu jam. Penelitian Cao memberikan hasil glukosa yang tinggi 92% setelah dilakukan hidrolisis enzimatik terhadap selulosa (Cao et al., 1996)

Tabel II.5 Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya

Komponen Kim Cao

Bahan lignoselulosa Corn stover Tongkol jagung

Deligninfikasi ARP Amoniak

Hidrolisa hemiselulosa Air panas Asam klorida encer Hasil :

Selulosa 78 – 85 % 92 %

Hemiselulosa 92 – 95 % Tidak dilaporkan

Lignin 75 – 81 % 80 – 90 %

Sifat lignin yang terpenting yang digunakan dalam pemilihan pelarut adalah kelarutannya dalam larutan basa. Amoniak merupakan senyawa anorganik yang mempunyai derajat kebasaan yang tinggi. Tetapi senyawa organik lebih diunggulkan sebagai pelarut, terutama untuk bahan-bahan organik. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai pelarut organik yang dapat digunakan pada proses delignifikasi dengan memperhatikan syarat-syarat berikut, yaitu: 1) derajat kebasaan yang mendekati dan/atau lebih rendah dari amoniak, 2) pada temperatur kamar harus bersifat cair, 3) mempunyai titik didih yang rendah (memudahkan

(15)

yang merupakan turunan dari amoniak (senyawa amina) agar diperoleh pelarut yang memiliki sifat yang hampir sama dengan amoniak dengan memperhatikan syarat-syarat di atas. Dilihat dari Tabel II.7 jenis pelarut organik yang dapat digunakan antara lain etilamina, propilamina, dan isopropilamina.

Tabel II.7 Sifat-sifat Fisika Beberapa Senyawa Amina (Ullman, 2003) Senyawa pKb (25oC) Titik didih (oC)

Kelarutan dalam H2O Amoniak 4,75* - 33 ∞ Metilamina 3,37* -6,5* ∞** Dimetilamina 3,22* 7,4 ∞** Etilamina 3,25 16,6 ∞** Dietilamnia 2,88 56,3 81,5*** Trietilamnia 3,24 89,3 1,5*** Propilamina 3,41 47,8 Dipropilamina 3,09 109,2 Tripropilamina 3,35 156 Isopropilamina 3,37 32,4 Diisopropilamina 3,43 84 Butilamina 3,39 77,8

* Diambil dari Fieser & Fieser, Organic Chem. 3th ed.

** Diambil dari Fessenden & Fessenden, Kimia Organik Jilid 2. *** Diambil dari Unit Processes In Organic Synthesis, 5th ed.

Gambar

Tabel II.1  Parameter Ciri Softwood dan Hardwood (Soerawidjaja, 2005)
Gambar II.1  Konfigurasi jaringan kayu (Perez et al., 2002).
Gambar II.2  Struktur selulosa (Ibrahim, 1998) .
Gambar II.3  Struktur unit-unit penyusun hemiselulosa (Ibrahim, 1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasien dengan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome Dextra setelah mendapatkan terapi dengan TENS dan s tretching selama tiga kali terapi, dapat disimpulkan antara lain penurunan

Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang menunjukan 80,6% orang tua memberikan gawai pada anak tetapi tidak membatasi anak dalam penggunaan gawai.. Penggunaan gawai

Dan menurut Arif Monsjoer, 2002 Pedikulosis adalah infeksi kulit dan rambut pada manusia yang disebabkan oleh parasit obligat pediculus humanis.Jadi, dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 20% kulit kopi tanpa fermentasi dan berbagai level (10%, 20%, 30%) penggunaan kulit kopi yang difermentasi dengan mikro organisme

Secara terminologi, foraminifera dapat didefenisikan sebagai organisme Secara terminologi, foraminifera dapat didefenisikan sebagai organisme bersel tunggal yang

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan Quasi Experiment(eksperimen semu). Populasidalam penelitian ini adalah siswa kelas IV yang terdiri dari

strategis di Universitas Cokroaminoto Palopo yang nantinya dapat membantu dalam penyediaan informasi sebagai dasar bagi pimpinan dalam mengambil keputusan- keputusan dan

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai perkriteria adalah kurang, dengan nilai terendah yang diperoleh siswa sebelum menggunakan teknik MURDER