• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik) ABSTRAK. Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEMA PADA PANTUN MELAYU (Suatu Kajian Fungsional Linguistik)

Oleh: Desri Wiana

Staf Pengajar Prog. Studi Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Medan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tema yang terdapat pada pantun Melayu. Dalam penelitian ini hanya membatasi pada tiga jenis pantun Melayu, yaitu pantun percintaan, pantun jenaka, dan pantun kias. Data diambil dari buku karangan T. Luckman Sinar, S.H., yang berjudul ” Pantun dan Pepatah Melayu ”. Selanjutnya, data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tiga jenis pantun Melayu tersebut, ditemukan tiga jenis tema, yaitu tekstual, topikal, dan interpersonal. Tema yang paling dominan dalam ketiga jenis pantun Melayu adalah tema topikal sebesar 69,2 %, diikuti oleh tema tekstual sebesar 17,5 %, dan tema interpersonal sebesar 15 %.

Kata Kunci : Pantun, Tema Tekstual, Topikal, dan Interpersonal

PENDAHULUAN

Masyarakat Melayu mempunyai banyak sastra lisan, baik yang berbentuk prosa, puisi maupun drama. Sastra lisan ini memiliki peranan dan kedudukan yang meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat Melayu. Jenis sastra lisan berbentuk puisi, misalnya: pantun, syair, gurindam, mantera, dll. Sedangkan yang termasuk prosa adalah mite, legenda, fabel, dongeng, dan cerita rakyat.

Dalam bentuk puisi, sastra lisan Melayu yang sangat populer adalah pantun. Dalam bahasa Melayu, pantun berarti quatrin, yaitu sajak yang berbaris empat ( Fang, 1993: 13 ). Pantun dapat diartikan sajak pendek yang tiap kupletnya terdiri dari empat baris. Dua baris pertama sebagai sampiran dan dua baris terakhir berupa isi. Secara umum hubungan antara sampiran dan isi hanya hubungan dalam hal saran dari bunyi, tapi pada pantun-pantun tertentu sering juga didapati selain sebagai saran dari bunyi mempunyai hubungan makna. Hubungan bunyi tersebut terwujud dalam bentuk persajakan atau rima. Persajakan atau rima dalam pantun biasanya berstruktur aa-aa atau ab-ab.

Pantun pada mulanya adalah senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan (Fang, 1993: 14). Pantun lahir sebagai akibat dari kesenangan orang Melayu memakai kata-kata yang sebunyi atau sugertif. Untuk mengungkapkan atau menyampaikan sesuatu orang Melayu biasanya menyampaikannya dalam bentuk ungkapan pantun. Misalnya, seorang pemuda ingin berkenalan dengan

(2)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

seorang gadis, maka pemuda Melayu biasanya menggunakan sebait pantun (Chaniago, 1997: 57).

Pantun sebenarnya memiliki makna yang sangat luas di samping spesifikasi tentang apa yang diungkapkannya. Berkenaan dengan hal ini Rene Daillie dalam Husein, dkk (1989: 559) mengatakan pantun merupakan sesuatu yang luas, di dalam dunia yang sempit. Ia biasanya mengandungi makna yang lebih luas dalam keringkasan kata-katanya. Sebuah pantun boleh diumpamakan seperti sebuah pulau yang terdapat di dalam kumpulan pulau, walaupun pulau-pulau itu kelihatan dari atas seperti titik hitam yang jaraknya terpisah oleh permukaan laut, sebenarnya ia bersambungan antara satu sama lainnya dalam sebuah benua puncaknya yang tertinggi yang menonjol keluar.

Berdasarkan pendapat Rene Daillie tersebut dapat dilihat bahwa pantun merupakan suatu sarana untuk mengungkapkan sesuatu dalam kehidupan masyarakat Melayu. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Van Ophuijsen dalam Piah (1989: 9) dalam membicarakan asal-usul pantun Melayu, bahwa pantun lahir dalam peringkat hidup masyarakat yang paling sederhana.

Pantun dibagi atas tiga macam yaitu, pantun anak-anak, orang tua, dan muda-mudi. Pantun anak-anak berupa pantun jenaka. Pantun orang tua berupa pantun adat, nasihat, dan pantun agama. Sedangkan pantun muda-mudi terdiri atas pantun dagang, percintaan, teka-teki, berkasih-kasihan, dan kias (Djamaris, 2001: 18).

Dalam kehidupan masyarakat Melayu, pantun sangat banyak digunakan baik dalam upacara adat perkawinan maupun pertemuan-pertemuan sosial lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap lapisan masyarakat menggemari pantun, baik orang muda, orang tua, maupun anak-anak.

Pantun dapat dikatakan sebagai alat komunikasi untuk mengungkapkan maksud hati kepada orang lain melalui perumpamaan. Hal ini biasanya dipakai dalam upacara adata perkawinan yaitu saat meminang, sampai dengan acara pesta perkawinan.

Pantun memiliki tema dan rema. Menurut Halliday (1994: 37) Tema adalah suatu elemen dalam susunan struktural yang menyusun sebuah klausa. Sedangkan rema adalah suatu elemen dimana tema dikembangkan menjadi suatu pengingat pesan. Oleh sebab itu, suatu struktur pesan sebuah klausa terdiri dari tema yang diikuti oleh rema.

Berikut adalah contoh tema dan rema pada pantun Melayu, yaitu: Apa guna pasang pelita

Jika tidak dengan sumbunya; Apa guna bermain mata

(3)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

Dari data di atas, maka dapat kita tentukan struktur tema dan rema, yaitu: Apa guna pasang pelita

Tema Rema

Jika tidak dengan sumbunya;

Tema Rema

Apa guna bermain mata

Tema Rema

Kalau tidak dengan sungguhnya

Tema Rema

Pada penelitian ini, penulis hanya membatasi pada tiga jenis pantun yaitu pantun percintaan, jenaka, dan kias. Pantun percintaan yaitu pantun yang berisikan mengenai ungkapan hati sepasang muda-mudi yang sedang dilanda asmara. Pantun jenakan merupakan pantun anak-anak berisikan hal-hal lucu/jenaka yang mengibaratkan hewan atau benda seperti manusia. Sedangkan pantun kias adalah pantun muda-mudi yang berisikan mengenai sindiran dalam menyampaikan maksud hati kepada seseorang.

Penelitian mengenai sastra lisan khususnya pantun Melayu ini belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) sebagai alat untuk mendeskripsikan tema dan rema pada pantun Melayu. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan penulis bahas adalah:

1. Struktur dan jenis tema apakah yang terdapat di dalam pantun percintaan, jenaka, dan kias ?

2. Jenis dan unsur tema apakah yang paling dominan pada pantun percintaan, jenaka, dan kias ?

TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. untuk mendeskripsikan struktur dan jenis tema yang terdapat di dalam pantun percintaan, jenaka, dan kias.

2. untuk mendeskripsikan jenis dan unsur tema yang paling dominan pada pantun percintaan, jenaka, dan kias.

MANFAAT PENELITIAN

Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk meningkatkan pemahaman tentang tema dan rema khususnya dalam pantun Melayu.

(4)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan variasi analisis wacana dengan menggunakan pendekatan Fungsional Sistemik.

LANDASAN TEORI

Untuk menganalisis makna tekstual pada pantun Melayu, peneliti mengacu pada teori Halliday (1994) yang mengatakan bahwa makna tekstual bahasa (klausa) dalam fungsinya sebagai pesan direalisasikan sebagai sistem tema pada bahasa (klausa). Sistem tema pada klausa direpresentasikan sebagai struktur tematik pada klausa, yang mana terdiri atas dua unsur yaitu; (1) tema, dan (2) rema (Halliday, 1994: 37).

Halliday (1985) menyatakan bahwa tema mengatur dan memastikan pesan sampai kepada penerima pesan dan kemudian memaknai pesan tersebut, sedangkan rema sebagai informasi tambahan mengikuti tema. Selanjutnya, untuk mendukung teori Halliday dalam mengidentifikasi jenis tema dalam pantun Melayu, penulis mengacu pada teori J.R. Martin (1997) yang mengatakan bahwa tema suatu klausa dapat menjadi tema tekstual, tema interpersonal, dan tema topikal.

TEMA (theme) dan REMA (rheme)

Dalam satu situasi atau kesempatan, sumber daya (resources) bahasa (kata, frasa, dan klausa) memiliki kemampuan yang sama untuk pertama kali muncul dalam interaksi sosial. Dengan kata lain, semua sumber daya bahasa memiliki probabilitas yang sama untuk muncul pertama kali. Ini berarti bahwa pemunculan sumber daya bahasa yang pertama sekali memiliki peranan penting dalam pemunculan sumber daya yang lain. Sesungguhnya, unsur pertama inilah yang diuraikan dalam sumber daya berikutnya atau sumber daya pertama itulah yang menjadi tumpuan dalam pemunculan sumber daya berikutnya (Halliday, 1994; Saragih, 2003: 93).

Tema adalah sumber daya pertama dalam satu unit pengalaman atau klausa dalam perspektif penutur dan sumber daya berikutnya setelah tema adalah rema (Halliday, 1994; Saragih, 2003: 93).

Tema merupakan titik awal suatu pesan (the starting point of message) yang terealisasi dalam klausa. Dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, tema ditandai dengan posisi awal klausa atau unsur yang paling terdepan dari klausa. Dengan demikian, tema dapat berupa, proses, partisipan, dan sirkumstan.

Eggins (1994: 275) mengatakan rema adalah bagian pesan yang timbul setelah tema. Sedangkan Kridalaksana (1993: 224) mengatakan tema adalah bagian ujaran yang memberi informasi tentang ” apa yang diujarkan” sedangkan rema memberi informasi tentang ” apa yang dikatakan tentang tema”. Dengan demikian, tema merupakan tumpuan pembicaraan. Setiap ujaran dalam bahasa Indonesia mempunyai satuan informasi tema dan rema.

(5)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

Hasil penelitian David Rose (2002) dalam bentuk klausa kompleks pada bahasa di dunia dapat disimpulkan bahwa variasi tematik pada bahasa-bahasa tersebut sangat beragam. Hal ini terlihat bahwa bahasa-bahasa Jerman dan Perancis, unsur tema yang terdapat dalam klausa kompleks cenderung pada tema tekstual dan interpersonal. Sedangkan, dalam bahasa Inggris sering dijumpai adalah tema topikal.

JENIS TEMA 1. Tema Sederhana

Tema sederhana mencakup hanya satu elemen klausa secara spesifik, hal ini berarti bahwa satu unsur fungsi klausa (proses, partisipan, dan sirkumstan) sebagai representasi pengalaman ditempati oleh kata, grup, atau klausa (sisipan) (Halliday, 1994; Saragih: 2003: 98).

2. Tema Kompleks

Tema kompleks menunjukkan bahwa fungsi tema dalam satu klausa ditempati oleh sejumlah unsur yang masing-masing unsur memiliki fungsi yang berbeda. Halliday (1994: 53) membaginya berdasarkan tiga metafungsi bahasa yaitu: tema tekstual (textual theme), tema interpersonal (interpesonal theme), dan tema topikal (topical theme).

TEMA TEKSTUAL (TEXTUAL THEME)

Tema tekstual merupakan bagian pertama dari suatu tema, yang berfungsi menggabungkan dua klausa (Martin, 1997: 25) yang mencakup atas:

1. konjungsi (kata sambung) berfungsi menghubungkan klausa. Sebagai penghubung konjungsi yaitu dan, sehingga, lalu, tetapi,...

2. relativitas (kata ganti relatif) yang menghubungkan klausa independen dengan klausa yang lainnya. Misalnya; yang , dan yang...nya...

3. penghubung mencakup kata atau frasa yang berfungsi menghubungkan makna klausa dengan klausa, paragraf dengan paragraf, atau teks dengan teks lain. Perbedaan utama penghubung dari konjungsi adalah bahwa konjungsi merupakan penghubung struktural antarklausa, sementara penghubung menautkan klausa berdasarkan arti dan menghubungkan teks, misalnya kata atau frase seperti; lagi pula, sebagai tambahan, dengan kata lain, maka, dengan demikian, sejalan dengan itu, oleh sebab itu,...

4. kontinuatif (penerus) merupakan bunyi, kata, atau frasa yang berfungsi membentuk konteks sehingga teks yang disampaikan sebelum dan sesudahnya secara berterusan dan saling terhubung dalam arti dan konteks, misalnya; oh, baik, ya, tidak, aaa, atau eee,mm...mmm, jadi...,dsb.

(6)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

Tema interpersonal (Martin, 1997: 25) adalah bagian dari tema yang mencakup:

1. verba finit, yaitu verba bantu, disebut juga pemarkah pertanyaan alternatif yang memberi makna bahwa adanya keinginan untuk dijawab/respon. Pemarkah pertanyaan alternatif yang menunjukkan bahwa klausa berada dalam modus interogatif. Dua pemarkah pertanyaan yang lazim dalam bahasa Indonesia yaitu ada(kah) ? atau apa(kah)?.

2. unsur kata tanya yang memberi signal adanya jawaban yang diperlukan bagi pertanyaan, misalnya; apa, siapa, di mana, kapan, bagaimana, yang mana. 3. vokatif yaitu mengidentifikasikan benda atau nama orang sebagai pendengar

yang dialamatkan di dalam interaksi yang posisinya di awal klausa misalnya; udin, dik,... wahai angin yang mendayu, dsb.... Jika nama orang atau benda muncul di akhir klausa, unsur itu tidak berfungsi sebagai tema walaupun masih vokatif.

4. keterangan penegas (adjunct) adalah memberi keterangan, pernyataan, ataupun gambaran tingkah laku penutur terhadap pesan. Misalnya; pada kata sesungguhnya, sebaiknya, dengan berat hati.

TEMA TOPIKAL (TOPICAL THEME)

Tema topikal disebut juga makna ideasional yaitu elemen pertama dalam suatu klausa yang menyatakan representasi pengalaman. Secara teknis, tema topikal ini merupakan fungsi dari struktur transitivitas dari suatu klausa (Martin, 1997: 24). Ini berarti tema topikal dapat berupa proses, partisipan, dan sirkumstan. 1. tema topikal berupa proses yaitu singgahlah ke gubuk kami.

2. tema topikal berupa partisipan yaitu Amin Rais lahir di Yogyakarta.

3. tema topikal berupa sirkumstan yaitu pada tahun 1994, di Jakarta muncullah makhluk aneh.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis yaitu bertujuan membuat deskripsi yang sistematis, faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti, sehingga akan didapat gambaran data secara ilmiah (Djajasudarma, 1993: 8).

Dengan menggunakan metode deskriptif berarti penelitian yang dilakukan semata-mata berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya; sehingga pemerian yang diberikan berupa pemerian bahasa yang dapat dikatakan sebagai potret sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Sudaryanto, 1986: 62).

SUMBER DATA

Dalam penelitian ini, jenis data yang dianalisis dengan menggunakan data tertulis. Sumber data tersebut penulis ambil dari buku karangan T.Luckman Sinar, S.H. Penulis memilih tiga jenis pantun Melayu, yaitu pantun percintaan, pantun

(7)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

jenaka, dan pantun kias. Penulis mengambil sepuluh bait pantun pada tiap jenis pantun Melayu. Setiap bait pantun terdiri atas empat baris. Jumlah keseluruhannya adalah empat puluh baris pantun dalam setiap satu jenis pantun Melayu. Sehingga jumlah baris yang akan dianalisis dari semua jenis pantun Melayu adalah 120 baris pantun.

ANALISIS DATA

Sesuai dengan analisis yang akan digunakan maka penulis akan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1. memilih dan mengumpulkan tiga puluh bait dari tiga jenis pantun Melayu yang akan diteliti.

2. mengidentifikasi struktur tema dan rema pada tiga puluh bait dari tiga jenis pantun Melayu.

3. mengidentifikasi tema yang mendominasi dari ketiga jenis pantun Melayu 4. menyimpulkan hasil penelitian tema dan rema pada ketiga jenis pantun Melayu

tersebut

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini adalah identifikasi jenis tema yang terdapat pada ketiga jenis pantun Melayu, yaitu; pantun percintaan, jenaka, dan kias.

Tabel 1. Distribusi Jenis Tema pada Ketiga Jenis Pantun Melayu

Dari hasil analisis pada ketiga jenis pantun Melayu, terdapat tiga jenis tema yaitu tema tektual berjumlah 16 atau 13,3 %, tema interpersonal 21 atau 17,5 %, dan tema topikal 83 atau 69,2 %. Dari data di atas dapat pula terlihat bahwa tema yang paling dominan muncul pada pantun Melayu adalah tema topikal sebanyak 83 atau 69,2%. No JENIS PANTUN MELAYU JENIS TEMA TEKS TUAL INTER PERSONAL TOPI KAL 1 Pantun Percintaan 5 (12,5 %) 13 (32,5 %) 22 (55%) 40 2 Pantun Jenaka 4 (10 %) 2 (5 %) 34 (85 %) 40 3 Pantun Kias 7 (17,5 %) 6 (15 %) 27 (67,5 %) 40 JUMLAH 16 21 83 120 PERSENTA SE 13,3 % 17,5 % 69,2 % 100 %

(8)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

1. ANALISIS TEMA PADA PANTUN PERCINTAAN

No JENIS TEMA PADA

PANTUN PERCINTAAN JUMLAH PERSENTASE

Tema Tekstual 5 12,5 %

Tema Interpersonal 15 37,5 %

Tema Topikal 20 50 %

JUMLAH 40 100 %

Dari empat puluh baris pantun percintaan (PP) yang dianalisis terdapat tiga jenis tema yaitu Topikal sebanyak 20 atau 50%, diikuti dengan tema Interpersonal sebanyak 15 atau 37,5 %, dan tema Tekstual berjumlah 5 atau 12,5 %. Tema yang paling dominan pada pantun percintaan ini adalah tema Topikal. Tema Topikal terdiri dari proses, partisipan, dan sirkumstan. Sedangkan dari ketiga unsur dalam tema Topikal yang paling dominan muncul adalah unsur partisipan dengan jumlah 12 atau 60 % dari keseluruhan jumlah tema topikal.

2. ANALISIS TEMA PADA PANTUN JENAKA

No JENIS TEMA PADA

PANTUN JENAKA JUMLAH PERSENTASE

1. Tema Tekstual 4 10 %

2. Tema Interpersonal 2 5 %

3. Tema Topikal 34 85 %

JUMLAH 40 100 %

Dari empat puluh baris pantun Jenaka yang dianalisis terdapat tiga jenis tema, yaitu tema Topikal berjumlah 34 atau 85 %, diikuti dengan tema Tekstual berjumlah 4 atau 10 %, dan tema Interpersonal sebanyak 2 atau 5 %. Sedangkan tema yang sering muncul adalah tema Topikal yaitu proses, partisipan, dan sirkumstan. Sedangkan unsur yang lebih dominan adalah proses sebanyak 20 atau 58,9% dari seluruh jumlah tema Topikal.

3. ANALISIS TEMA PANTUN KIAS

No JENIS TEMA PADA

PANTUN JENAKA JUMLAH PERSENTASE

1. Tema Tekstual 7 17,5 %

2. Tema Interpersonal 6 15 %

3. Tema Topikal 27 67,5 %

JUMLAH 40 100 %

Dari empat puluh baris pantun Kias yang dianalisis terdapat tiga jenis tema, yaitu tema Topikal sebanyak 27 atau 67,5 %, diikuti dengan tema Tekstual sebanyak 7 atau 17,5 %, dan tema Interpersonal sebanyak 6 atau 15 %. Dari ketiga unsur tema topikal, yaitu proses, sirkumstan, dan partisipan, maka unsur yang

(9)

Vol.3 No.2 Desember 2010 ISSN : 1979 - 5408

paling dominan muncul adalah partisipan dengan jumlah 12 atau 44,5 % dari jumlah keseluruhan tema topikal.

SIMPULAN

Sebagai simpulan didapati bahwa ketiga jenis pantun Melayu ini menggunakan unsur-unsur yang terdapat pada ketiga jenis tema, seperti;

1. unsur kata tanya seperti dimana, pemarkah pertanyaan seperti pada kata apa, keterangan penegas (adjunct) seperti kata belikan, jangan, bukan, merupakan unsur dari tema interpersonal.

2. unsur konjungsi seperti kata jika, kalau, dari, walau, merupakan unsur dari tema tekstual.

3. unsur proses seperti kata biarlah, mari, patah, pegang, membawa, tertawa, dicincang, melihat, dsb. Unsur partisipan seperti orang, pisang goreng, ikan sepat, pasir, ayam sabung, asam, dll. Selanjutnya, unsur sirkumstan seperti pada kata dalam belanga, sepandai-pandai, ada akalanya, dalam daun, dalam pantun, dll., merupakan unsur dari tema Topikal.

4. unsur relativitas (kata ganti relatif), penghubung, kontinuatif, dan vokatif tidak ditemukan pada analisis ketiga jenis pantun Melayu ini.

5. tema yang paling dominan muncul pada ketiga jenis pantun Melayu tersebut adalah tema Topikal berjumlah 83 atau 69,2%. Dari ketiga unsur tema Topikal yang terdiri dari proses, partisipan, dan sirkumstan, maka unsur yang paling dominan adalah partisipan yaitu sebanyak 36 atau 30 % dari jumlah keseluruhan pantun Melayu.

SARAN

Untuk penelitian yang mendalam dan sempurna, penulis menyarankan agar dilakukan penelitian sejenis ini dengan menganalisis fungsi ideasional dan interpersonal yaitu mengenai sistem transitivitas, mood, dan residu dalam pantun Melayu. Selain itu juga dianjurkan untuk menganalisis ragam bahasa lain, misalnya pada hikayat, cerita rakyat, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics; The social Interpretation of Language and Meaning. London: Edward Arnold Ltd.

---. 1994. An Introduction to Functional Grammar 2nd Edition, London: Edward Arnold.

Rose, David. 2002. “Some Variation In Theme Across Language”. Discourse Studies Volume 4. London: Thousand Oaks, CA and New Delhi.: SAGE Publications.

Saragih, Amrin. 2003. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: PPs.

Sinar, T. Luckman. 2001. Pantun dan Pepatah Melayu. Medan: MABMI.

Sinar, T. Silvana. 2002. An Introduction to A Systemic-Functional Linguistik-Oriented Discourse Analysis, DeeZed Consult Singapore.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Jenis Tema pada Ketiga Jenis Pantun Melayu

Referensi

Dokumen terkait

Zona hambat bakteri disebabkan oleh adanya antibiotik penisilin yang dihasilkan oleh Penicillium chrysogenum yang dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri

Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Sanur, untuk mengetahui pengetahuan, sikap, serta perilaku pencegahan dan pengobatan IMS termasuk HIV AIDS

Kompetensi siswa pada ranah kognitif dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa yang mengalami peningkatan dari prasiklus/tes awal masih di bawah KKM dengan rata-rata kelas

Berdasarkan perhitungan RCA, kinerja CPO dan PKO Indonesia agak lemah dibandingkan dengan negara lain, hal ini didukung hasil dari perhitungan CMS yang

Students can apply their understanding of less common financial concepts and terms to contexts that will be relevant to them as they move towards adulthood, such as bank

1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sudah dapat menyeimbangkan sektor pangan sedangkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007

Namun diagnosa ini dapat disingkirkan jika pada anamnesa tidak ditemukan adanya pembesaran pada daerah yang dikeluhkan, tidak ada penyebaran ketempat lain, berat

perus rusah ahaa aan n da dapa pat t be berup rupa a de devie vien n tun tunai ai ar artin tinya ya kep kepad ada a set setiap iap pe peme mega gang ng sa saha ham