• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM KEPARIWISATAAN KABUPATEN BULELENG, DESA SANGSIT, JAGARAGA DAN SAWAN. 4.1 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Buleleng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM KEPARIWISATAAN KABUPATEN BULELENG, DESA SANGSIT, JAGARAGA DAN SAWAN. 4.1 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Buleleng"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN BULELENG, DESA SANGSIT, JAGARAGA DAN SAWAN

4.1 Kebijakan Pengembangan Pariwisata Kabupaten Buleleng

Sesuai Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 4 Tahun 1999 tentang Kawasan Pariwisata, di Kabupaten Buleleng telah ditetapkan dua kawasan pariwisata, yaitu Kawasan Pariwisata Kalibukbuk (Lovina) dan Kawasan Pariwisata Batu Ampar yang berada di Buleleng bagian barat. Kedua kawasan ini menyediakan beraneka ragam sumber daya alam laut yang biasanya diasosiasikan dengan tiga ”S” (sun, sea and sand). Kawasan Lovina sangat terkenal dengan wisata ikan lumba-lumba sedangkan Kawasan Batu Ampar terkenal dengan biota laut seperti karang dan ikan hias. Dengan potensi laut yang dimiliki kedua kawasan ini sangat cocok sebagai tempat wisata bahari seperti aktivitas snorkeling dan diving (Dalem, et al. 2004). Selain itu wilayah Kabupaten Buleleng yang memiliki luas 136.588 hektar (Bappeda Kabupaten Buleleng, 2009) dengan wilayah berbukit dan berpantai (kurang lebih 144 km) juga sangat cocok untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata alam dan agro.

Melalui Surat Keputusan Bupati No 93 Tahun 2003 Tentang Penetapan Daya Tarik Wisata, Pemerintah Kabupaten Buleleng telah menetapkan 38 daya tarik wisata. Tiga puluh delapan daya tarik wisata tersebut sesuai dengan Lampiran 8.

(2)

Arah pengembangan pariwisata Kabupaten Buleleng dituangkan dalam visi dan misi. Visi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng adalah terwujudnya perikehidupan masyarakat yang harmonis dan sejahtera, berkeseimbangan secara lahir dan batin berdasarkan konsep Tri Hita Karana (THK) melalui kebudayaan dan pariwisata. Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng adalah: a) meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeseimbangan secara lahir dan batin melalui penataan dan pembangunan kepariwisataan; b) meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeseimbangan secara lahir dan batin melalui pelestarian dan pengembangan kebudayaan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, 2008).

Tujuan dan sasaran pengembangan pariwisata Kabupaten Buleleng adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat Sadar Wisata yang optimal sesuai dengan prinsip-prinsip Sapta Pesona Pariwisata, meningkatkan kuantitas dan kualitas produk wisata, meningkatkan kualitas dan intensitas promosi dalam dan luar negeri, melestarikan nilai-nilai budaya dan mengembangkan produk-produk budaya warisan leluhur guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana penunjang kinerja aparatur (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng, 2008).

Susunan program/kegiatan yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng adalah seperti berikut:

1. Program pelayanan administrasi perkantoran. 2. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur.

(3)

3. Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur

4. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan

5. Program perencanaan anggaran SKPD 6. Program informasi pembangunan daerah 7. Program pengembangan nilai budaya 8. Program pengelolaan kekayaan budaya 9. Program pengelolaan keragaman budaya 10. Program pengembangan pemasaran pariwisata 11. Program pengembangan destinasi pariwisata 12. Program pengembangan kemitraan

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng (2008)

Dalam pengembangan kuantitas daya tarik wisata, tahun 2010 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng telah mengusulkan 11 daya tarik wisata baru kepada Bupati Buleleng untuk disahkan sebagai daya tarik wisata sehingga nantinya akan menjadi 49 daya tarik wisata. Sebelas daya tarik wisata tersebut termasuk daya tarik wisata alam, budaya dan sejarah, yang sesuai dengan Tabel 4.1.

(4)

Tabel 4.1

Daftar 11 Daya Tarik Wisata di Kabupaten Buleleng yang diusulkan kepada Bupati Buleleng

No Nama Daya Tarik Jenis Lokasi

1 Ricefield Terrace Wisata Alam Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu

2 Air Terjun Bertingkat Wisata Alam Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada

3 Desa Wisata Wisata Alam Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada 4 Air Terjun

Campuhan /Twin Waterfall

Wisata Alam Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada

5 Monumen Tri Yuda Sakti Wisata Sejarah Desa Sangket, Kecamatan Sukasada

6 Pantai Kerobokan Wisata Alam Desa Kerobokan, Kecamatan Sawan 7 Pantai Penimbangan Wisata Alam Desa Panji, Kecamatan

Sukasada

8 Puri Buleleng Wisata Budaya Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng 9 Puri Kanginan Wisata Budaya Kelurahan Kendran, Kecamatan Buleleng 10 Air Terjun Sekumpul Wisata Alam Desa Sekumpul,

Kecamatan Sawan 11 Air Terjun Tadah Hujan

Campur Rasa

Wisata Alam Desa Menyali, Kecamatan Sawan

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng (2010)

4.2 Gambaran Umum Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan 4.2.1 Sejarah Desa Sangsit

(5)

Berdasarkan hasil wawancara tanggal 10 Maret 2010 dengan mantan Kepala Desa Sangsit, Nengah Rena (65 tahun), sejarah Desa Sangsit adalah sebagai berikut.

”Ada dua versi yang berkaitan dengan sejarah Desa Sangsit. Versi pertama adalah pada jaman dahulu wilayah Desa Sangsit Dangin Yeh merupakan wilayah Desa Menyali. Ketika desa ini sedang dalam keadaan terancam bahaya oleh seorang raksasa penjelmaan dari Bhuta Kala Sliwah atas kutukan dari Hyang Giri Putri (yang berstana di Penulisan) menculik penari-penari rejang yang berada pada barisan terakhir. Pertempuran antara raksasa dengan I Gusti Tambahan diawali dengan permohonan raksasa agar I Gusti Tambahan menghaturkan guling sliwah (Bukakak) setiap purnamaning jiesta seandainya dia bisa dikalahkan. Maka mulai saat itu masyarakat Desa Menyali (sekarang Desa Giri Mas) menghaturkan guling sliwah (Bukakak) sampai sekarang.

Versi kedua adalah pada jaman dahulu Desa Beji (sekarang Desa Sangsit) merupakan pusat perekonomian Kerajaan Menasa. Kedatangan Ida Pedanda Sakti Bawu Rauh (Dang Hyang Niratha) dari Kerajaan Majapahit ke Bali Utara banyak mengajarkan tata keagamaan dan tata cara pertanian di daerah ini. Beliau menyelenggarakan usaba (sejenis upacara) sebagai ucapan terima kasih kehadapan Ida Ayu Manik Galih (Tuhan Yang Maha Esa) dalam bentuk Bukakak siap (ayam) yang dibuat dari seekor ayam biing kuning bang karna (ayam berbulu merah, berkaki kuning dan bertelinga merah) sebagai perwujudan Ida Batara yang berstana di Pura Beji yaitu Ida Ayu Manik Galih. Karena beliau seorang dewi (perempuan) maka keberadaan beliau sangat dipingit oleh masyarakat Beji. Seandainya tidak dipingit, bisa saja Ida Ayu Manik Galih akan dipersunting oleh Bukakak (guling sliwah) dari Desa Sangsit Dangin Yeh. Seandainya ini sampai terjadi maka hasil panen masyarakat Subak Beji akan berkurang. Alasan dipingit inilah yang mendasari proses upacara bukakak di Pura Beji hanya ngider bhuana (keliling) di sekitar pura saja yang sangat berbeda dengan proses upacara Bukakak di Desa Sangsit Dangin Yeh yang selalu melancaran (pergi) ke desa-desa lain.

Pada saat yang bersamaan masyarakat Sangsit Dauh Yeh (sekarang Desa Sangsit) berjaga-jaga di pertigaan menuju Pura Beji untuk menghalangi Bukakak Desa Adat Dangin Yeh masuk ke wilayah Pura Beji karena ada keyakinan masyarakat Desa Sangsit Dauh Yeh bahwa seandainya Ida Batara Manik Galih yang berstana di Pura Beji dipersunting oleh Bukakak Desa Sangsit Dangin Yeh maka panen Desa Sangsit Dauh Yeh akan berkurang. Maka masyarakat Sangsit Dauh Yeh berjaga-jaga untuk menghalangi Bukakak Dangin Yeh melewati areal terlarang itu. Jika bukakak Dangin Yeh berani masuk areal terlarang tersebut maka masyarakat Sangsit Dauh Yeh akan memukul kulkul bulus (suara kentongan tanda bahaya) yang sudah dipersiapkan di pertigaan

(6)

jalan. Dan masyarakat Sangsit Dauh Yeh sudah siap jika sampai terjadi situasi terburuk, yaitu san siat (perang suci). Dari kata san siat inilah kemudian muncul kata sang siat yang berkembang menjadi kata Sangsit”. Menurut Ardhana (2007) cikal bakal Desa Sangsit adalah Desa Beji yang arealnya sama dengan Dusun Beji sekarang. Hal ini diperkuat dengan fakta di lapangan bahwa setiap piodalan betara turun kabeh di Pura Ulun Danu Batur Kintamani, setiap purnama kedasa, sudah menjadi kebiasaan subak Beji untuk nuur tirta sekaligus ngaturang aturan atau kekenan yang bentuknya bermacam-macam ke pura itu. Menurut Putu Subrata (mantan Klian Subak Beji) yang tercatat di Pura Ulun Danu Batur adalah Subak Desa Beji, bukan Desa Sangsit. Peta Desa Sangsit dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2.2 Sejarah Desa Jagaraga

Berdasarkan Profil Pembangunan Desa Jagaraga (2008), sejarah Desa Jagaraga adalah sebagai berikut.

”Pada awalnya desa ini bernama Jagatsari yang berarti daerah hamparan bunga. Dahulu wilayah Desa Jagatsari sebenarnya wilayah dua desa yang telah ada sebelumnya yaitu Desa Menyali di sebelah selatan dan Desa Bungkulan di sebelah utara. Data-data peninggalan dua desa tersebut masih ada sampai sekarang yaitu Pura Puseh dan Pura Mas Desa Menyali yang berada di wilayah Desa Jagaraga sampai sekarang. Pura Puseh terletak di sebelah timur Pura Dalem Segara Madu Jagaraga, Pura Mas terletak di sebelah selatan Desa Jagaraga, dan Pura Subak Bungkulan terletak di sebelah barat Pura Dalem Segara Madu Jagaraga.

Menurut cerita rakyat, perubahan nama dari Jagatsari menjadi Jagaraga berawal dari hilangnya penari rejang dewa yang berada pada barisan terakhir secara misterius pada setiap piodalan (upacara) di Pura Puseh Menyali. Akhirnya para ulun desa (pejabat desa) setuju untuk mengganti penari rejang pada barisan terakhir tersebut dengan seekor bebek. Walaupun demikian kerja keras untuk mengungkap gadis-gadis yang hilang terus dilakukan dan akhirnya membawa hasil.

Ternyata di areal pura tersebut ada sebuah gua yang tembus di wilayah Abasan termasuk wilayah Desa Sangsit. Goa ini dihuni oleh seorang pertapa sakti yang pada saat itu sedang mengamalkan aliran ilmu hitam penguat raga melalui darah gadis perawan. Di sekitar goa tersebut

(7)

ditemukan tulang-tulang berserakan oleh penduduk desa. Mengetahui keadaan seperti itu para pelacak tersebut kembali ke Desa Menyali dan menceritakan peristiwa tersebut kepada para pejabat desa. Sejak itu para pejabat desa mengumumkan agar penduduk di sekitar Pura Puseh untuk selalu menjaga diri (jagaraga) terhadap bahaya dari raksasa tersebut. Setelah berlangsung lama, akhirnya penguasa Buleleng Timur, Ki Pasek Bulian mengutus I Gusti Tambahan untuk mengusir pertapa itu. Melalui usaha yang keras I Gusti Tambahan akhirnya dapat membunuh pertapa itu. Atas jasa I Gusti Tambahan kemudian diberikan suatu daerah baru yang kemudian bernama Desa Kubutambahan”.

Menurut Sastrodiwiryo (1994), Desa Jagaraga adalah desa yang relatif muda dibandingkan dengan desa-desa di atasnya seperti Desa Menyali dan Desa Bebetin yang sudah ada sejak abad X. Sebelum Perang Jagaraga, nama Jagaraga belum menjadi nama yang resmi tetapi sudah menjadi perasaan niskala bagi kebanyakan penduduk. Pada awalnya desa ini merupakan tapal batas antara Desa Menyali, Desa Bungkulan dan Desa Sangsit. Sekitar tahun 1846 setelah istana Kerajaan Buleleng berhasil dikuasai oleh Belanda, I Gusti Ketut Jelantik memutuskan untuk menggunakan tempat ini (Desa Jagaraga) sebagai pusat pertahanan untuk melawan Belanda dengan membangun benteng yang sangat kokoh. Semenjak itu tempat ini sangat terkenal dengan nama Jagaraga.

4.2.3 Sejarah Desa Sawan

Berdasarkan hasil penelitian kepurbakalaan (Suteja, et al., 1988-1989) sejarah Desa Sawan sebagai berikut.

”Pura Gunung Raung merupakan tempat pemujaan Jero Dukuh yang berasal dari Desa Bebetin, yang dalam perjalanannya ke Desa Sawan diiringi oleh tujuh orang pengikutnya. Pada awalnya daerah pemukiman penduduk (pekarangan) berada pada lokasi Pura Desa sekarang. Pada suatu saat penduduk daerah Pekarangan tidak betah tinggal di sana karena tertimpa wabah penyakit gatal-gatal sehingga penduduk pindah ke daerah bagian utara (Desa Sawan sekarang). Pada masa berikutnya datang Jero Dukuh Sekar yang selanjutnya mengadakan perundingan dengan Jero Dukuh Pura Gunung Raung. Jero Dukuh Sekar menganggap Desa Sawan

(8)

seolah-olah sebagai sebuah muara pertemuan dari Desa Bebetin dan Desa Menyali sehingga menyebut Desa Sawan dengan nama Desa Sari Serodan. Pada suatu saat datang I Gusti Ngurah Panji Sakti ke desa itu untuk menjumpai ke dua Jero Dukuh tersebut. Dalam pertemuannya dengan Jero Dukuh, I Gusti Ngurah Panji Sakti tidak menyetujui nama Sari Serodan. Hal ini disebabkan oleh kerangka manusia yang beliau temukan di sekitar Pura Desa sekarang. Mulai saat itu nama Sari Serodan diganti dengan nama Sawan, yang berasal dari kata sawa (kerangka manusia)”.

4.2.4 Keadaan Geografi Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan

Desa Sangsit merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng dan merupakan lokasi Pusat Pemerintahan Kecamatan Sawan. Jarak dari kota kabupaten kurang lebih 7 (tujuh) Km ke arah timur, dan jarak dari ibukota provinsi kurang lebih 88 Km ke arah utara. Luas wilayah Desa Sangsit adalah 360 Ha yang terdiri dari 7 dusun/banjar yaitu Dusun Abasan, Dusun Celuk, Dusun Tegal, Dusun Beji, Dusun Peken, Dusun Sema, dan Dusun Pabean Sangsit. Topografi Desa Sangsit berupa dataran rendah berpantai, berada pada ketinggian kurang dari 100 meter dari permukaan laut. Desa Sangsit memiliki iklim tropis, rata-rata temperatur udara adalah 30-31 derajat Selsius. Wilayah yang membatasi Desa Sangsit adalah sebagai berikut, di sebelah utara: Laut Bali, di sebelah selatan: Desa Sinabun, di sebelah timur: Desa Giri Emas, dan di sebelah barat: Desa Kerobokan (Monografi Desa Sangsit, 2009).

Desa Jagaraga merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Jarak dari pusat Pemerintahan Kecamatan kurang lebih 4 (empat) Km ke arah selatan atau dibutuhkan waktu 10 menit, jarak dari Kota Kabupaten kurang lebih 12 Km ke arah timur, kemudian di Desa Sangsit Dangin Yeh (Giri Mas) berbelok ke arah selatan, dan jarak dari Ibu Kota Provinsi kurang

(9)

lebih 100 Km ke arah utara. Desa Jagaraga memiliki iklim panas, dengan suhu udara rata-rata 29–31 derajat Selsius. Rata-rata curah hujan adalah 2.000 mm/tahun dengan distribusi 5 bulan basah dan 7 bulan kering. Wilayah yang membatasi Desa Jagaraga adalah sebagai berikut, di sebelah utara: Desa Bungkulan, di sebelah barat: Sungai Gelung Sangsit, di sebelah timur: Tukad/Sungai Daya dan di sebelah selatan: Desa Menyali. Luas wilayah Desa Jagaraga adalah 383 Ha. Peruntukan lahan untuk pertanian/perkebunan menempati persentase tertinggi yaitu seluas 262,874 Ha. Selanjutnya untuk pemukiman 20,002 Ha dan untuk tegalan 11,237 Ha (Profil Desa Jagaraga, 2008). Peta Desa Jagaraga dapat dilihat pada Lampiran 2.

Desa Sawan berjarak sekitar 104 Km dari Ibukota Provinsi Bali, 17 Km dari Kota Kabupaten Buleleng dan 9 Km dari Kota Kecamatan. Luas Desa Sawan adalah sekitar 280 Ha. Peruntukan lahan sebagian besar untuk sawah yaitu 197 Ha, untuk tegalan atau ladang 56 Ha, untuk pemukiman 26 Ha dan untuk lapangan dan perkantoran desa 0,85 Ha. Batas wilayah Desa Sawan adalah sebagai berikut, di sebelah utara: Desa Menyali, di sebelah selatan : Desa Bebetin, di sebelah barat: Desa Sudaji, dan di sebelah timur: Desa Bebetin dan Desa Bila. Desa Sawan terletak pada ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 28 derajat Celsius. Desa Sawan merupakan dataran tinggi dengan rata-rata curah hujan 2.500 mm/tahun. Secara administratif Desa Sawan dibagi dalam 3 banjar, yaitu: Banjar Kanginan, Banjar Kawanan, dan Banjar Brahmana. (Monografi Desa Sawan:2008). Peta Desa Sawan sesuai dengan Lampiran 3.

(10)

4.2.5 Keadaan Penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan

Berdasarkan Monografi Desa Sangsit (2009), jumlah keseluruhan penduduk Desa Sangsit adalah 9.634 orang, tetapi yang direkapitulasi oleh perangkat desa dalam menghitung jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian hanya berjumlah 2.508 orang. Mata pencaharian masyarakat Sangsit yang memiliki persentase tertinggi adalah sektor pertanian 19,26 %. Adapun jenis tanaman yang dihasilkan petani terutama di wilayah Banjar Beji adalah padi. Kualitas padi daerah ini sangat terkenal karena kesuburan tanah dan keuletan petaninya. Penduduk Sangsit yang menjadi karyawan swasta 17,74 %, pegawai negeri 17,22 %, pedagang 17,38 %, pensiunan PNS 2,87 %, pertukangan 1,07 %, nelayan 9,05 %, jasa 7,57 %, dan ABRI 5,38 %.

Berdasarkan Profil Desa Jagaraga (2008), jumlah penduduk Desa Jagaraga adalah 3.593 orang, tetapi yang direkapitulasi oleh perangkat desa dalam menghitung jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian hanya berjumlah 2.083 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Jagaraga pada sektor swasta 43,54 %, sebagai buruh tani 22,03 %, sebagai pedagang 19,05 %, sebagai petani 10,89 %, sebagai pegawai negeri sipil 3,45 %, sebagai tukang 0,52 %, sebagai ABRI/POLRI 0,38 %, dan sebagai para medis 0,09 %.

Menurut Profil Desa Sawan (2008), jumlah penduduk Desa Sawan adalah 2.230 orang, tetapi yang direkapitulasi oleh perangkat desa dalam menghitung jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian hanya berjumlah 675 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Sawan adalah sebagai berikut: sebagai petani 65,93 %, sebagai pengerajin 19,56%, sebagai pedagang 3,86 %, sebagai peternak

(11)

3,40 %, sebagai pegawai negeri 3,26 %, sebagai montir 1,03 % dan sebagai dokter/paramedis 0,30 %. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Penggolongan Penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata

Pencaharian

Desa Sangsit Desa Jagaraga Desa Sawan Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) 1 Petani 483 19,26 227 10,89 445 65,93 2 Buruh Tani 61 2,43 459 22,03 37 5,48 3 Karyawan Swasta 445 17,74 907 43,54 21 3,11 4 Pegawai Negeri 432 17,22 72 3,45 22 3,26 5 Pedagang 436 17,38 397 19,05 26 3,86 6 Pensiunan 72 2,87 - - - -7 Pertukangan 27 1,07 11 0,52 - -8 Nelayan 227 9,05 - - - -9 Jasa 190 7,57 - - - -10 ABRI/POLRI 135 5,38 8 0,38 - -11 Dokter/Paramedis - - 2 0,09 2 0,30 12 Pengerajin - - - - 132 19,56 13 Peternak - - - - 23 3,40 14 Montir - - - - 7 1,03 Jumlah 2.508 100 2.083 100 675 100 Sumber: Monografi Desa Sangsit (2009)

Profil Desa Jagaraga (2008) Profil Desa Sawan (2008)

Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan didominasi oleh kelompok usia produktif (21-44 tahun), yaitu Desa Sangsit 40,39 %, Desa Jagaraga 39 % dan Desa Sawan 42,16 %. Kelompok usia tersebut memiliki pengetahuan, pengalaman dan fisik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4.3.

(12)

Penggolongan Penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur (Tahun)

Sangsit Jagaraga Sawan

Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) 1 0 - 4 341 3,60 187 5,25 124 5,57 2 5 - 9 829 8,75 331 9,30 148 6,65 3 10 - 14 1.075 11,35 395 11,09 224 10,07 4 15 -19 1.076 11,36 402 11,29 259 11,64 5 21 -24 1.063 11,22 365 10,25 252 11,33 6 25 - 29 888 9,37 296 8,31 239 10,74 7 30 - 34 623 6,57 285 8,00 200 8,99 8 35 - 39 649 6,85 265 7,44 128 5,75 9 40 - 44 605 6,38 177 4,97 119 5,35 10 45 - 49 391 4,12 132 3,70 83 3,73 11 50 - 54 543 5,73 144 4,04 140 6,29 12 55 - 59 295 3,11 134 3,76 71 3,19 13 60 - 64 273 2,88 146 4,10 50 2,24 14 65 - 69 257 2,71 79 2,21 35 1,57 15 70 ke atas 562 5,93 221 6,20 152 6,83 Jumlah 9.470 100 3.559 100 2.224 100

Sumber: Data Pokok Kecamatan Sawan (2006)

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sangsit relatif masih rendah. Persentase tertinggi adalah penduduk yang tamat SD 40,36 %. Urutan ke dua ditempati penduduk yang memiliki pendidikan SMU 14,31 %. Urutan ke tiga yaitu penduduk yang memiliki kualifikasi pendidikan SLTP 13,79 %, disusul dengan penduduk tidak/belum tamat SD 10,59 %. Penduduk yang memiliki kualifikasi pendidikan D1–D3 adalah 0,87 %, dan S1 – S3 0,89 %.

Penduduk Desa Sawan memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Sangsit dan Jagaraga. Posisi tertinggi didominasi oleh penduduk berpendidikan SLTP 28,22 %, kemudian disusul oleh penduduk yang berpendidikan SD 25,43 %, SMU 18,74 % dan tidak/belum tamat SD 13,71 %. Keadaan tersebut tentu menjadi kendala dalam pengembangan pariwisata di

(13)

Kecamatan Sawan karena dalam pariwisata diperlukan sumber daya manusia yang memiliki pendidikan dan keterampilan kepariwisataan dan bahasa asing yang baik. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Penggolongan Penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan

Desa Sangsit Desa Jagaraga Desa Sawan Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) Jumlah (Orang) (%) Tidak/belum sekolah 1.822 19,26 717 20,14 238 10,69 Tidak/belum tamat SD 1.002 10,59 370 10,39 305 13,71 SD 3.819 40,36 1.454 40,85 566 25,43 SLTP 1.305 13,79 494 13,88 628 28,22 SMU 1.354 14,31 473 13,29 417 18,74 Akademi (D1 – D3) 83 0,87 24 0,67 30 1,34 Sarjana dan Pascasarjana (S1 – S3) 85 0,89 27 0,75 40 1,79 Jumlah 9.460 100 3.559 100 2.225 100

(14)

Berdasarkan Monografi Desa Sangsit (2009), mayoritas penduduk Desa Sangsit (98 %) beragama Hindu. Sisanya ada yang beragama Islam 335 orang, Protestan 38 orang, Katholik 5 orang, dan Budha 9 orang. Menurut Perbekel Desa Sangsit, Ketut Cahyawan, keberadaan agama Islam dan Budha di Desa Sangsit terkait dengan keberadaan nelayan-nelayan Bugis dan Cina di pelabuhan Sangsit sejak jaman dahulu (Wawancara tanggal 2 Maret 2010).

Sesuai dengan Profil Desa Jagaraga (2008), 100 % penduduk Desa Jagaraga memeluk agama Hindu. Sesuai Profil Desa Sawan (2008), ada 26 orang penduduk Desa Sawan yang beragama Islam dan 2.204 orang beragama Hindu.

4.2.6 Aksesibilitas Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan

Faktor aksesibilitas mutlak diperlukan bagi sebuah daerah tujuan wisata. Jalan provinsi yang menghubungkan antara Kabupaten Buleleng dengan Karangasem, Jembrana dan Tabanan dalam kondisi beraspal, lebar, lancar dan sangat memadai bagi semua jenis kendaraan. Menurut seorang warga Desa Sawan yang tinggal di Denpasar, Made Sudirma, akses menuju Desa Sangsit bisa dilakukan melalui beberapa jalur yaitu jalur Karangasem-Desa Kubutambahan-Bungkulan-Sangsit, jalur Kintamani-Desa Kubutambahan-Kubutambahan-Bungkulan-Sangsit, jalur Bedugul-Air Terjun Gitgit-Kota Singaraja-Sangsit, dan jalur Kota Negara-Gilimanuk-Lovina-Kota Singaraja-Sangsit. Jalan menuju Desa Jagaraga dan Sawan (lima kilometer menuju arah selatan dari Desa Sangsit), sedikit lebih sempit dibandingkan jalan Desa Sangsit karena jalan tersebut merupakan jalan

(15)

kabupaten, namun kondisi jalan yang beraspal (hot mixed) dan lancar sangat layak bagi semua jenis kendaraan (Hasil wawancara, tanggal 4 April 2010).

4.2.7 Fasilitas Umum Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan

Daya tarik wisata mutlak memiliki fasilitas umum untuk memenuhi tingkat kenyamanan wisatawan. Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan memiliki beberapa fasilitas umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat dan wisatawan, diantaranya:

1. Toilet Umum

Sebuah toilet umum telah tersedia dengan kondisi cukup baik dan terawat di areal parkir Pura Beji Sangsit. Tetapi di Pura Dalem Kelod Sangsit, Pura Beraban Jagaraga dan Pura Batu Bolong Sawan belum menyediakan toilet umum. Pura Dalem Segara Madu Jagaraga sudah memiliki toilet umum namun kondisinya kurang bagus.

2. Listrik

Pada saat ini hampir seluruh penduduk Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan telah memanfaatkan listrik yang disediakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenuhu kebutuhan rumah tangga dan kegiatan industri kecil dengan daya 450-1.200 Watt.

3. Lampu Penerangan Jalan

Lampu penerangan jalan telah tersedia hampir di sepanjang ruas jalan Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan dengan kondisi yang baik.

(16)

Desa Sangsit dan Sawan telah memiliki instalasi air bersih yang dikelola oleh PDAM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan untuk fasilitas umum. Sementara Desa Jagaraga, fasilitas air bersih masih menjadi permasalahan utama yang perlu dicarikan jalan keluar. Seorang warga Desa Jagaraga, Ketut Semadi (51 tahun) mengatakan bahwa air di Desa Jagaraga kurang lancar dan terkesan kotor (Hasil wawancara, tanggal 9 Juni 2010). 5. Telepon.

Desa Sangsit sudah memiliki jaringan telepon kabel/rumah sebanyak 455 buah, namun Desa Jagaraga dan Sawan belum memiliki jaringan telepon kabel/rumah (Data Pokok Kecamatan Sawan, 2006). Untuk kepentingan komunikasi masyarakat memanfaatkan jaringan telepon seluler.

6. Tempat Parkir

Salah satu persyaratan pengembangan daya tarik wisata adalah adanya tempat parkir kendaraan yang memadai. Pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan menunjukkan bahwa Pura Beji Sangsit telah memiliki tempat parkir yang mampu menampung beberapa kendaraan besar (bus) dan kendaraan kecil yang terletak di depan pura. Namun, daya tarik wisata lainnya seperti Pura Dalem Kelod dan Pura Dalem Segara Madu Jagaraga belum memiliki fasilitas tempat parkir sehingga memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir. Perbekel Desa Jagaraga rencananya akan memanfaatkan wilayah Sekolah Dasar (SD) Jagaraga untuk pengembangan tempat parkir Pura Dalem Segara Madu (Wawancara tanggal 28 Maret 2010).

(17)

4.2.8 Fasilitas Kesehatan Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan

Fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Sawan tersebar di desa-desa. Desa Sangsit memiliki 1 unit Puskesmas dan 1 unit Puskesmas Keliling, 2 praktek dokter umum, 1 praktek dokter mata dan 1 dokter hewan. Desa Jagaraga dan Sawan juga memiliki 1 unit Puskesmas Pembantu dengan 2 orang dokter, perawat dan bidan (Data Pokok Kecamatan Sawan Tahun 2006).

4.2.9 Fasilitas Penunjang Pariwisata Kecamatan Sawan

Berdasarkan Data Pokok Kecamatan Sawan Tahun 2006, fasilitas penunjang pariwisata khususnya akomodasi yang terdapat di Kecamatan Sawan adalah hotel Berdikari dan Restaurant di Desa Giri Emas dan sebuah pondok wisata (bungalow) di Desa Kerobokan. Hotel Berdikari memiliki 14 kamar, 9 villa dan sebuah restoran. Dua buah akomodasi tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak tujuh orang.

Selanjutnya, Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan sampai saat ini belum memiliki sarana akomodasi dan restoran sebagai penunjang daya tarik wisata di desa-desa tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan instrumen penilaian psikomotor sebelumnya telah dilakukan oleh Jumaini (2013) pada praktikum kimia yang menunjukkan bahwa instrumen layak digunakan

Menurut Thoyibie, (2010), media social adalah konten berisi informasi, yang dibuat oleh orang yang memanfaatkan teknologi penerbitan, sangat mudah diakses dan

Akan tetapi pada kelompok ringerfundin terjadi penurunan/perubahan kadar elektrolit yang signifikan (p<0,05), sedangkan pada kelompok tetraspan kadar elektrolit

Berkaitan dengan hal itu, bagaimana jika penghubung antara mobile robot dengan komputer tanpa menggunakan media kabel melainkan menggunakan teknologi tanpa kabel yang

Nilai relasional yang terkandung dalam fitur-fitur gramatika tersebut digunakan oleh seluruh partisipan seminar (moderator, pemrasaran, pembanding utama, dan

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa pada materi bangun datar dengan menggunakan model

 Mengolah data tentang tata letak unsur- unsur dalam desain grafis..  Mengomunikasik an tentang tata letak unsur- unsur dalam

Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial ketika