• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS VEGETASI

METODE POINT CENTERED QUARTER (PCQ) KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi

Yang Dibina oleh Dr. Hadi Suwono, M. Si dan Dr. Vivi Novianti, M. Si

Oleh Kelompok 6

Ade Rezi Amelia 140341601181

Alfi Kholishotuz Z.T 140341606477

Amien Fadli 140341603277

Arei Laxmie N.W 140341605233

Dea Aulia Larasati 140341604082

Evi Kusumawati 140341601274

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI

(2)

APRIL 2014 KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan dengan judul “Analisis Vegetasi Metode point centered quarter (PCQ) Keanekaragaman Tumbuhan di taman Nasional Alas Purwo”.

Laporan KKL ini diselesaikan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Hadi Suwono, M. Si dan Dr. Vivi Novianti, M. Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi yang banyak membantu dan membimbing penulis,

2. kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan materi, moral dan spiritual,

3. seluruh teman seperjuangan Pendidikan Biologi kelas A tahun 2014, yang banyak membantu dan memberi masukan dalam penyempurnaaan makalah penulis, dan

4. semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan laporan ini tentu masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Untuk itu penulis berharap adanya masukan yang bersifat inovatif dan konstruktif agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Disamping itu penulis berharap agar hasil tugas ini nantinya dapat berguna bagi semua pihak khususnya kalangan pendidikan. Malang, April 2016 Penulis DAFTAR ISI

(3)

KATAPENGANTAR... i

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR TABEL ...iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...2 C. Tujuan ...3 D. Manfaat...3 E. Ruang Lingkup ...4 F. Definisi Operasional...4

BAB II KAJIAN TEORI A. Hutan Dataran Rendah...5

B. Hutan Alas Purwo...6

C. Metode PCQ...8

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian...9

B. Populasi dan Sampel ...10

C. Alat dan Bahan...11

D. Prosedur Pengamatan...13

E. Teknik Analisis Data...14

BAB IV DATA,ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Data...16 B. Analisis Data...18 C. Pembahasan...23 BAB V PENUTUP A. Simpulan...25 B. Saran ...26 DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN DAFTAR TABEL

(4)

Gambar 2.1 Komponen Abiotik ……….……… 4

Gambar 2.2 Piramida Makanan ………..… 6

Gambar 2.3 Hutan Hujan Tropis ………7

Gambar 2.4 Padang Rumput ………...……8

Gambar 2.5 Gurun ………..…… 9

Gambar 2.6 Hutan Gugur ……….……10

Gambar 2.7 Tundra ………..….11 Gambar 2.8 Taiga ………..……11 Gambar 2.9 Danau ………12 Gambar 2.10 Sungai ………..……13 Gambar 2.11 Rawa ………14 Gambar 2.12 Pantai ………..….15 Gambar 2.13 Laut ………..…16 BAB I

(5)

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Negara Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang utama di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi namun kawasan ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari keanekaragaman tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.280-12.000 jenis jamur (Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut (Bryophyta), 1.250- 1.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis Gymnospermae dan 2500-30.000 jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin et al, 1997).

Sebagai bentuk perlindungan akan keanekaragaman hayati tersebut, pemerintah membuat Taman Nasional. Menurut Palupi (2001),Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona inti dan zona-zona lain yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi dan pendidikan. Salah satu Taman Nasional yang berada di kawasan Jawa Timur yaitu Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Banyuwangi.

Kawasan Alas Purwo merupakan kawasan dimana ekosistem di dalamnya sangat dilindungi dan dibawah naungan undang-undang. Sehingga dapat diketahui bahwa keanekaragamannya terlindungi dan tumbuh dengan baik. Sehingga tujuan diadakannya penelitian ini adalah peneliti akan mengetahui keanekaragaman yang ada di hutan Alas Purwo khususnya dunia tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu. Hasil yang didapatkan dari metode tersebut akan mengetahui nilai keanekaragaman tiap-tiap tumbuhan yang ada.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo?

2. Bagaimana Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo?

3. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo?

(6)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo. 2. Untuk mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman

tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo.

3. Untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Alas Purwo.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Mengetahui keanekaragaman tumbuhan pada hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo.

2. Mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) pada tiap keanekaragaman tumbuhan pada hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo.

3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap keanekaragaman tumbuhan pada hutan dataran rendah di Taman Nasional Alas Purwo.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Taman Nasional Alas Purwo pada tanggal 24 – 25 Maret 2016. Penilitian ini terbatas pada hutan di sekitar pantai Triangulasi.

F. Definisi Operasional

Keanekaragaman tumbuhan adalah spesies – spesies tumbuhan yang ditemukan selama pengambilan sampel.

Hutan pantai Triangulasi merupakan hutan yang berada disekitar pantai triangulasi

INP menunjukkan peran suatu tumbuhan dalam suatu ekosistem

Kelimpahan adalah banyaknya individu yang terdapat dalam suatu ekosistem yang diamati

Metode PCQ pada dasamya memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu-individu tumbuhan yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan menyebar secara acak

(7)

Faktor Abiotik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suhu udara, suhu tanah, Intensitas cahaya, kelembapan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

(8)

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Hutan dataran rendah merupakan hutan yang tumbuh di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 1200 m. Hutan hujan tropis yang ada wilayah Dangkalan Sunda seperti di Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan termasuk hutan dataran rendah.

Hutan dataran rendah Sumatera memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya di dunia. Sebanyak 425 jenis atau 2/3 dari 626 jenis burung yang ada di Sumatera hidup di hutan dataran rendah bersama dengan harimau Sumatera, gajah, tapir, beruang madu dan satwa lainnya. Selain itu, di hutan dataran rendah Sumatera juga ditemukan bunga tertinggi di dunia (Amorphophallus tittanum) dan bunga terbesar di dunia (Rafflesia arnoldi). Lingkungan hutan hujan tropis menyediakan kondisi pertumbuhan yang optimal berupa curah hujan melimpah dan kehangatan sepanjang tahun. Pada hutan hujan tropis matahari bersinar sangat kuat dan dengan kuantitas waktu yang sama setiap hari sepanjang tahun, menjadikan iklim hangat dan stabil. Hutan hujan tropis bercirikan suhu rata-rata 25 c dan curah hujan rata-rata 2.000 – 4.000 mm per tahun. Hutan hujan memiliki begitu banyak tanaman dan hewan.Lebih dari 50% tanaman dan hewan di bumi hidup di sini. Hal tersebut dikarenakan besarnya jumlah energi yang tersimpan di hutan ini. Melimpahnya sinar matahari diubah menjadi energi oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Energi ini tersimpan pada tumbuhan kemudian dikonsumsi oleh hewan. Selain itu, hutan hujan tropis berstruktur kanopi, memungkinkan tersedianya banyak tempat bagi tanaman untuk tumbuh dan tempat hidup bagi hewan. Kanopi menyediakan sumber-sumber makanan baru,

(9)

perlindungan, dan tempat bersembunyi. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai farmasi terbesar di dunia karena hampir 1/4 obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.

Hutan hujan tropis secara sederhana adalah hutan hujan di daerah tropis. Hutan ini dapat dijumpai di sekitar ekuator dari 23,5 LU hingga 23,5 LS yaitu daerah antara Cancer Tropis dan Capricorn Tropis. Hutan ini dapat ditemukan di Asia (Indonesia), Australia, Afrika (Kongo), Meksiko, Amerika Tengah, Amerika Selatan (Bolivia, Venezuela, Kolombia, Brazil, Suriname, Peru), Papua Nugini, pulau-pulau di samudera Pasifik, kepulauan Karibia, dan pulau-pulau Samudera Hindia.

1. Ciri-Ciri Hutan Hujan Tropis

Hutan hujan tropis ini terdapat di daerah khatulistiwa di seluruh dunia, seperti Asia tengah termasuk Indonesia, Amerika tengah dan selatan, Afrika, serta Australia.

Ciri-ciri hutan hujan tropis sebagai berikut :

a) Hutan hujan tropis adalah hutan dengan pohon-pohon yang tinggi, iklim yang hangat, dan curah hujan yang tinggi.

b) Curah hujan sangat tinggi, lebih dari 2.000 mm/tahun. c) Pohon-pohon utama memiliki ketinggian antara 20 – 40 m.

d) Cabang pohon berdaun lebat dan lebar serta selalu hijau sepanjang tahun. e) Mendapat sinar matahari yang cukup, tetapi sinar matahari tersebut tidak

mampu menembus dasar hutan.

f) Mempunyai iklim mikro di lingkungan sekitar permukaan tanah/di bawah kanopi (daun pada pohon-pohon besar yang membentuk tudung).

g) Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., di atas tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak tergenang air dalam waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau yang nyata (jumlah bulan kering < 2).

h) Tumbuhan yang khas yang hidup di bioma ini adalah tumbuhan liana (tumbuhan merambat) seperti rotan dan tumbuhan epifit seperti anggrek. Hewan yang khas di bioma ini adalah harimau, badak, babi hutan, dan orangutan.

i) Terletak di 23,50 LU – 23,50 LS. 2. Siklus Pertumbuhan Hutan

(10)

Pohon mati disebabkan umur yang tua, biasanya dari ujung cabang memutar kembali kepada tajuk, sedemikian sehingga spesimen hampir mati tua (`overmature' ) adalah ‘‘stagheaded'', dengan dahan lebat yang diarahkan oleh hilangnya anggota yang semakin langsing; lubang biasanya berongga pada tingkat ini. Gugur tajuk ke bawah adalah bagiannya, dan secepatnya batang dan musim gugur potongan dahan sisanya, sering menyurut oleh suatu hembusan keras badai yang diawali dengan angin. Alternatif batang terpisah sebagai kolom berdiri. Banyak pohon tidak pernah menjangkau tingkat lanjut seperti itu tetapi diserang mati oleh kilat atau turun satu demi satu atau di dalam kelompok pada kedewasaan utama mereka atau lebih awal.

Kematian dari suatu pohon individu atau suatu kelompok menghasilkan suatu gap di dalam kanopi hutan yang memungkinkan pohon lain tumbuh. Ini pada gilirannya menjangkau kedewasaan dan barangkali senescence; kemudian mati. Kanopi Hutan, secara terus menerus mengganti pohon tumbuh dan mati. Ini merupakan suatu kesatuan hidup dalam keadaan keseimbangan dinamis. Itu menyenangkan untuk diteliti pertumbuhan ini siklus kanopi ke dalam tiga fasa: tahap gap, membangun tahap, dan tahap dewasa ( cf. Watt 1947). Tingkat dan pengaturan dari tahap ini berbeda dari hutan ke hutan, sebagian besar berbeda sebab faktor yang menyebabkan kematian. Di Hutan Hujan Dipterocarpaceae selalu hijau pada Malaya Tengah, suatu daerah dimana gap kecil merupakan hal yang biasa terjadi. Jumlah materi tumbuhan baru memproduksi per unit area per unit waktu, yang dapat disebut netto produktivitas primer hutan, berbeda antara tiap tahapan. Tahap gap yang rendah, meningkat ke suatu maksimum di dalam tahap pertumbuhan, dan merosot sepanjang tahap dewasa ( cf. Watt 1947).

3. Stratifikasi

Hutan sering dianggap menjadi lapisan atau strata dan formasi hutan berbeda untuk mendapatkan jumlah strata berbeda & Strata ( Lapisan, atau tingkat) sering mudah dilihat dalam hutan. Mungkin pemakaian umum istilah stratifikasi untuk mengacu pada lapisan total tingginya pohon, yang kadang-kadang diambil seperti lapisan tajuk pohon. Pandangan yang klasik lapisan pohon yang selalu hijau dataran rendah tropis hutan hujan adalah bahwa ada lima strata,

(11)

A-E. Lapisan A merupakan lapisan paling tinggi pohon yang paling besar yang biasanya berdiri seperti terisolasi atau kelompok yang muncul kepala dan bahu, di atas berlanjut lapisan B, kanopi yang utama. Di bawah B adalah suatu tingkat pohon lebih rendah, lapisan C ditunjukan bergabung dalam B kecuali pada dua poin-poin dekat akhir. Lapisan D adalah berhutan treelets dan lapisan E forest-floor tumbuh-tumbuhan herba dan semaian bibit kecil. Bersama-Sama ini lima lapisan menjadi anggota synusiae dari tumbuhan autotrophic independent mekanis. Dihubungkan dengan Lapisan struktural ini, sering kasus yang di dalam strata yang lebih rendah tajuk pohon kebanyakan lebih tinggi dari lebar, dan sebaliknya.

Lapisan bentuk tajuk berhubungan dengan pertumbuhan pohon. Pohon muda masih bertumbuh tingginya lingkar hampir selalu monopodial, dengan batang tunggal (ada beberapa perkecualian, sebagai contoh Alstonia), dan tajuk pada umumnya sempit dan jangkung. Pohon Dewasa kebanyakan jenis adalah sympodial, tanpa batang pusat tunggal, dan beberapa dahan melanjut untuk tumbuh menambah lebar tajuk setelah dewasa tingginya telah dicapai; paling pada umumnya, sympodial tajuk lebih luas dibanding mereka adalah dalam, terus meningkat sangat dengan meningkatnya umur pohon. Pohon lebih pendek belum dewasa dibanding yang tinggi.Lapisan bentuk tajuk begitu sangat diharapkan. Pertumbuhan Tinggi kebanyakan jenis pohon menjadi sempurna ketika hanya antara sepertiga dan setengah mencapai lubang diameter akhir. Diikuti daun-daunan akan cenderung untuk dipusatkan berlapis-lapis di mana suatu jenis atau suatu kelompok jenis dari dewasa serupa tingginya mendominasi suatu posisi, sebagai contoh, di dalam hutan dipterocarp.

4. Lapisan utama pada hutan hujan tropis

Hutan hujan tropis memiliki empat lapisan utama. Masing-masing lapisan merupakan tempat hidup tanaman dan hewan yang berbeda yang telah beradaptasi untuk hidup di wilayah tersebut. Lapisan ini telah diidentifikasi sebagai tajuk kanopi (emergent), kanopi atas (upper canopy), bawah kanopi (understory), dan lantai hutan (forest floor).

(12)

a. Tajuk Kanopi (emergent) berada di ketinggian lebih dari 30 m dari permukaan tanah, tajuk ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Tajuk pohon hutan hujan tropis rapat oleh cabang dan daun. Hal ini menyebabkan sinar matahari tidak dapat menembus hingga ke lantai hutan. Di tajuk ini juga dijumpai tumbuh-tumbuhan yang memanjat, menggantung, dan menempel pada dahan-dahan pohon semisal rotan, anggrek, dan jenis paku-pakuan. Elang, kupu-kupu, kelelawar dan monyet tertentu mendiami lapisan ini.

b. Kanopi atas (upper canopy), memiliki ketinggian antara 24–36 m memungkinkan cahaya mudah diperoleh di bagian atas lapisan ini, tetapi mengurangi cahaya ke bagian bawah. Sebagian besar hewan hutan hujan hidup di kanopi atas. Burung, serangga, kelelawar dan primata tertentu mendiami lapisan ini. Di bagian ini tersedia begitu banyak makanan (buah dan dedaunan) menyebabkan beberapa hewan tidak pernah turun ke lantai hutan. Kanopi, berdasarkan penelitian, adalah rumah bagi 50 persen dari semua spesies tanaman.

c. Bawah kanopi (understory) adalah terletak antara kanopi dan lantai hutan, terdiri dari pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan. Bawah kanopi merupakan rumah bagi sejumlah besar serangga, burung, ular dan kadal, serta predator seperti jaguar, boa dan macan tutul.

d. Lantai hutan (forest floor) biasanya benar-benar terhalang dari cahaya. Jenis-jenis tumbuhan yang hidup adalah yang toleran terhadap naungan. Di lantai hutan tumbuh jenis liana yang melilit dan mengait cabang untuk mencapai tajuk kanopi. Jenis kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang, jamur, dan organisme pengurai (decomposer: rayap, cacing tanah) hidup dan berkembang. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme tadi. Panas dan kelembaban membantu untuk memecah organisme yang mati. Bahan organik hasil penguraian kemudian dengan cepat diserap oleh akar pohon.

(13)

Pohon adalah bentuk hidup yang utama pada hutan hujan. Bahkan tumbuhan bawah sebagian besar terdiri dari tambuhan berkayu bergentuk pohon berhutan; semak belukar yang terlihat jarang, meskipun demikian lapisan D sering dengan bebas disebut “lapisan semak belukar”

a) Tajuk

Aspek yang paling penting dari bentuk pohon untuk adalah perbedaan antara konstruksi tajuk monopodial dan sympodial. Kebanyakan jenis berubah ke bentuk tajuk sympodial ketika mereka dewasa tetapi beberapa mempertahankan bentuk tajuk monopodial sepanjang seluruh hidup, sebagai contoh, semua Annonaceae dan Myristicaceae di hutan tropis timur jauh, ini umum terjadi di antara jenis pohon kecil berkembang di dalam kanopi. k dengan volume kayu yang meningkat per area, dan pohon-pohon monopodial dengan karakteristik tajuk yang sempit, merupakan subyek yang lebih baik dalam penanaman dibandingkan jenis sympodial. Ini merupakan salah satu alasan mengapa conifer yang akan ditanam pada tropika basah yang memiliki daya tarik lebih untuk diperhatikan, khusunya Pinus spp tropis, dan Araucaria dan mengapa Shorea spp dari kelompok Dipterocarpaceae kayu Meranti Merah Terang dan jenis cepat tumbuh lainnya, jenis yang memerlukan cahaya, jenis kayu keras asli setempat, sepertiAlbizia falcata, Campnosperma, Endospernum dan Octomeles, memiliki perhatian yang terbatas.

Tajuk pohon memiliki konstruksi yang tepat. Faktor utama yang menentukan bentuk tajuk adalah pertumbuhan apical versus lateral, meristem radial simetrik versus bilateral simetrik, berselang–seling dan berirama versus pertumbuhan berlanjut dari tunas dan daun atau bunga. Kombinasi faktor-faktor ini hanya memberikan pembatasan jumlah total dari model yang mungkin dari konstruksi tajuk. Arsitektur pohon tidak berkorelasi baik dengan taksonomi, beberapa famili kaya akan model, contohnya Euphorbiaceae dan yang lain miskin, contohnya Myristicaceae.

b) Batang Pohon

Untuk mengamati bentuk batang pohon di atas lantai hutan selalu lebih kurang seperti tiang, sedikitnya sampai bagian yang paling rendah.

(14)

Tinggi Banir, menyebar, bentuk permukaan dan ketebalan biasanya tetap di dalam suatu jenis dan oleh karena itu, seperti bentuk tajuk penunjang adalah penuntun untuk identifikasi hutan. Ada sedikit bukti yang ganjil untuk menilai kebenaran atau jika tidak menyangkut penyamarataan yang umum bahwa pohon dengan akar ketukan dalam tidak membentuk penunjang, dan sebaliknya.

d) Kulit Batang

Hutan hujan kaya dengan warna dan bayangan dari hitam (Dyospiros) sampai putih (Tristania), sampai warna coklat terang (Eugenia). Kecuali batang-batang pohon yang mengarah keluar iklim mikro hutan, seperti pohon yang dalam proses terisolasi dan pada pinggiran hutan, memiliki warna yang seragam yaitu abu-abu pucat. Sapihan dan tiang yang kecil memiliki kulit batang yang tipis dan lembut.Batang pohon dengan diameter di atas 0.9 m memperlihatkan suatu keaneka ragaman bentuk permukaan, secara kasar seperti bercelah, bersisik, atau “dippled”, dan beberapa licin. Setelah daun, karakteristik permukaan kulit batang dan penampilannya menjadi bantuan yang paling utama ke pengenalan jenis hutan dan mungkin punya arti untuk taksonomi. Beberapa famili homogen kulit batangnya dan yang lain menunjukkan pola gamut.

e) Bunga

Biasanya bunga berkembang berhubungan dengan batang (Cauliflory) atau cabang (ramiflory) bervariasi antara formasi hutan hujan tropis yang berbeda. Cauliflory adalah paling umum di hutan hujan tropis dataran rendah yang selalu hijau dan berkurang sehubungan dengan pertambahan tinggi tempat. f) Akar

Suatu pertumbuhan, memperbaharui minat akan sistem akar pohon hutan hujan tropis dengan pengembangan studi dalam produktivitas dan siklus hara. Seperti kebanyakan kasus, kebanyakan akar ditengah hutan hujan ditemukan sampai pada 0.3 m atau kira-kira pada tanah. Banyak pohon yang sistem perakarannya dangkal dengan tidak menembus terlalu dalam semuanya. Beberapa, mungkin sedikit, mempunyai akar ketukan dalam, tetapi oleh

(15)

karena; berhubungan dengan berbagai kesulitan dalam pelaksanaannya maka sistem perakaran sangat sedikit dipelajari. Nye dan Greenland (1960) sudah memberi perhatian pada peran penting akar secara relative, beberapa menembus ke kedalaman tertentu untuk mengambil hara mineral dari pelapukan partikel batuan atau horizon alluvial, di samping peran mereka sebagi penstabil dan jangkar. Sesungguhnya sangat sukar untuk mengetahui akar mana yang sangat bagus dan merupakan ciri hidup mereka.Komponen ini kemudian biasanya diremehkan, meskipun demikian esuatu yang sangat substansial dalah menegtahui jumlah biomassa akar. Biomassa akar merupakan urutan kesepuluh dari total biomassa dari dua hutan yang dipelajari. Hal ini merupakan alasan yang dapat dipercaya menagapa akar terkonsentarsi di permukaan karena hara inorganik terbentuk di sana sebagai hasil dekomposisi sisa-sisa bagian tumbuhan yang jatuh dan hewan yang mati. 6. Epifit, pemanjat dan pencekik

Epifit dan pemanjat dibuat stratifikasi. Di dalam masing-masing synusia dua kelompok utama dapat dikenali, suatu photophytic atau kelompok yang memerlukan matahari , menyesuaikan diri secara morfologi maupun fisiologi dengan iklim mikro dari kanopi hutan, dan skiophytic atau kelompok yang memerlukan keteduhan, menyesuaikan diri dengan daerah yang lebih dingin, lebih gelap dan lebih lembab pada iklim mikro dari kanopi hutan, meskipun demikian perbdaan ini tidak pernah absolut.

a) Epifit

Epifit tajuk pohon seperti kebanyakan anggrek dan Ericaceae. Dalam hutan hujan tropika banyak tumbuh golongan epifit yang jumlahnya kurang lebih 10% dari pohon-pohon dalam hutan hujan (Richards, 1952). Epifit adalah semua tumbuh-tumbuhan yang menempel dan tumbuh di atas tanaman lain untuk mendapatkan sinar matahari dan air. Akan tetapi epifit bukanlah parasit.Epifit bahkan menyediakan tempat tumbuh bagi hewan-hewan tertentu seperti semut-semut pohon dan memainkan peranan penting dalam ekosistem hutan. Sebagian besar tanaman ini (seperti lumut, ganggang,

(16)

anggrek, dan paku-pakuan) tingkat hidupnya rendah dan bahkan lebih senang hidup di atas tumbuh-tumbuhan lain daripada tumbuh sendiri. b) Pemanjat

Banyak pemanjat yang menjangkau puncak kanopi mempunyai bentuk tajuk, dan sering juga ukuran, dari tajuk pohon. Pemanjat biasanya dengan bebas menggantung pada batang pohon, dan dapat berubah menjadi pemanjat berkayu besar. Mereka diwakili oleh banyak famili tumbuhan.Semua kecuali dua jenis dicurigai Gymnosperm Gnetum adalah pemanjat berkayu besar.Di antara pemanjat berkayu besar yang paling umum adalah Annonaceae. Palm yang menjadi pemanjat, rotan, adalah kelas penting lainnya dari pemanjat berkayu besar yang merupakan corak hutan hujan.

Pemanjat berkayu paling besar adalah photophytes dan tumbuh prolifically di dalam pembukaan hutan dan pinggiran hutan, menimbulkan dongeng yang populer rimba raya tebal yang tak dapat tembus. Mereka bertumbuh dalam gap dan tumbuh dengan tajuk pada pohon muda, maka akan ikut dengan bertumbuh tingginya penggantian kanopi. Mereka juga bertumbuh setelah operasi penebangan dan boleh membuktikan suatu rintangan serius kepada pertumbuhan suatu hutan

c) Pencekik

Para pencekik adalah tumbuhan yang memulai hidupnya sebagai epifit dan menurunkan akar ke tanah dan meningkat dalam jumlah dan ukuran dan bertahan di bawah tekanan dan akhirnya dapat membungkus pohon yang menjadi tuannya sehingga sering pohon itu kemudian mati. Contoh pencekik adalah Schefflera, Fagraea, Timonius, Spondias dan Wightia

B. Hutan Alas Purwo

Hutan di Indonesia berdasarkan tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) secara nasional seluas 144 juta hektar tersebar di berbagai pulau utama (Arif, 2001:54). Kawasan hutan seluas 144 juta hektar tersebut dibagi menjadi beberapa fungsi peruntukan, yaitu 20% sebagai hutan konservasi (conservation forest), 27% sebagai hutan lindung (protection forest), 9,8% sebagai hutan suaka alam dan hutan wisata, 17% sebagai hutan produksi tetap, dan 16,1% sebagai hutan produksi terbatas. Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Taman nasional yang

(17)

diresmikan melalui SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92 ini merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0—322 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl).

Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau/mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang penggembalaan (Feeding Ground). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar 43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu, yang menempati areal sekitar 40 % dari seluruh area yang ada (Solihin, 2011). Secara umum, keadaan tanah di taman ini sebagian besar adalah tanah liat berpasir, sedangkan sebagian kecil lainnya berupa tanah lempung. Curah hujan per tahun rata-rata berkisar antara 1.000—1.500 mm dengan temperatur antara 27°-30° C, dan kelembaban udara antara 40—85 %. Biasanya, musim kemarau terjadi pada bulan April sampai Oktober, sementara musim penghujan terjadi sebaliknya, yaitu pada bulan Oktober (Solihin, 2011).

C. Metode PCQ

Dalam analisis vegetasi masalah yang dihadapi adalah pembuatan kuadrat (petak contoh) di lapangan, ada metode sampling yang disebut teknik sampling tanpa petak contoh (plotless sampling technique). Metode ini pada dasamya memanfaatkan pengukuran jarak antar individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap individu-individu tumbuhan yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan menyebar secara acak. Dengan demikian disamping metode ini akan menghemat waktu karena tidak memerlukan pembuatan petak contoh di lapangan, kesalahan sampling dalam proses pembuatan petak contoh dan penentuan individu tumbuhan berada di dalam atau di luar kuadrat dapat dikurangi. Paling sedikit terdapat empat macam metode tanpa petak contoh yang berdasarkan satuan contoh berupa titik yang penempatannya di lapangan bisa secara acak atau sistematik.

Berdasarkan hasil penelitian Cottam dan Curtis (1956), metode ini merupakan metode sampling tanpa petak contoh yang paling efisien karena pelaksanaannya di lapangan memerlukan waktu yang lebih sedikit, mudah, dan

(18)

tidak memerlukan faktor koreksi dalam menduga kerapatan individu tumbuhan. Tetapi, dalam pelaksanaanya metode ini mempunyai dua macam keterbatasan, yaitu (I) setiap kuadran harus terdapat paling sedikit satu individu tumbuhan dan (2) setiap individu (seperti halnya pada random pair method) tidak boleh terhitung lebih dari satu kali. Prosedur metode ini dalam pelaksanaan di lapangan adalah: a) Peletakan sejumlah titik contoh secara acak dalam komunitas tumbuhan.

Berdasarkan pengalaman di lapangan, sebaiknya dibuat suatu seri garis arah kompas (garis rintis) dalam komunitas tumbuhan yang akan diteliti, kemudian sejumlah titik contoh dipilih secara acak atau secara teratur sepanjang garis rintis tersebut. Cottam dan Curtis (1956) menyarankan paling sedikit 20 titik contoh harus dipilih untuk meningkatkan ketelitian sampling dengan teknik ini.

b) Pembagian areal sekitar titik contoh menjadi empat kuadran yang berukuran sama (Gambar 6.10). Hal ini dapat dilakukan dengan kompas atau bila suatu seri garis rintis digunakan kuadran-kuadran tersebut dapat dibentuk dengan menggunakan garis rintis itu sendiri dan suatu garis yang tegak lurus terhadap gads rintis tersebut melatui titik contoh.

c) Di dalam metode ini di setiap titik pengukuran dibuat garis absis dan ordinat khayalan, sehingga di setiap titik pengukuran terdapat empat buah quadran. Pilih saw pohon di setiap quadran yang letaknya paling dekat dengan titik pengukuran dan ukurjarak dari masing-masing pohon tersebut ke titik pengukuran. Pengukuran dimensi pohon hanya dilakukan terhadap keempat pohon yang terpilih.

Gambar 2.1 Desain point centered quarter method di lapangan

Perhitungan besaran nilai kuantitatif parameter vegetasi adalah sebagai berikut: a. Jarak rata-rata individu pohon ke titik pengukuran

(19)

d = d1 + d2 + ...+ dn n

dimana:

d = jarak individu potion ke titik pengukuran di setiap quadran n = banyaknya pohon

d = rata-rata unit area/ind., yaitu rata-rata luasan permukaan tanah yang diokupasi oleh satu individu tumbuhan. b. Kerapatan total semua jenis (K)

K = Unit Area (d)2

c. Kerapatan realtif suatu jenis (KR)

KR = Jumlah individu suatu jenis x 100 % Jumlah individu semua jenis

d. Kerapatan suatu jenis (KA) KA = KR x K

100

e. Dominasi suatu jenis (D)

D = KA x Dominansi rata-rata per jenis f. Dominasi realtif suatu jenis (DR)

DR = . D . x 100 % Dominasi seluruh jenis

g. Frekwensi suatu jenis (F)

= Jumlah titik ditemukannya suatu jenis Jumlah semua titik pengukuran

(20)

h. Frekwensi relatif (FR) = . F . Frekwensi semua jenis

i. INP = KR + FR + DR

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan dalam penelitian analisis vegetasi dengan metode Point Centered Quarter (PCQ) sebagai berikut.

 Penelitian analisis vegetasi keanekaragaman tumbuhan dengan metode PCQ ini dilakukan di dekat pantai triangulasi taman nasional Alas Purwo, Banyuwangi Jawa Timur dengan menggunakan keanekaragaman jarak dari bibir pantai triangulasi.

(21)

 Peletakan sejumlah titik dimulai dari dekat/bibir pantai triangulasi secara acak dalam komunitas tumbuhan (dataran rendah, homogen dan hutan bakau).  Areal titik yang ditentukan akan dibuat menjadi kuadrat/plot berukuran 10x10

meter dengan empat kuadran yang berukuran sama (kuadran 1, 2 ,3 dan 4).  Selanjutnya akan dibuat 25 kuadrat/plot lurus ke dalam areal hutan dengan

jarak masing-masing plot 10 meter.

 Dilakukan pengambilan populasi dan sampel dengan perbedaan jarak dari bibir pantai sehingga diperoleh pengambilan populasi dan sampel tersebut pada jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.

 Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali. B. Populasi dan Sampel

 Populasi: semua pohon yang berada pada plot perlakuan yaitu pada plot dengan jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.

 Sampel: pohon yang kelilingnya berukuran >30 cm diukur setinggi dada pada plot dengan jarak 0 meter, 240 meter dan 480 meter dari bibir pantai.

C. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian analisis vegetasi dengan metode PCQ antara lain sebagai berikut.

Alat: Klinometer Roll meter Meteran kain Kompas bidik Alat tulis Kamera Termohygrometer Soil termo Soil analyzer Bahan: Kantong plastik Kertas label Tali tampar D. Prosedur Pengamatan

(22)

Prosedur yang akan digunakan dalam penelitian PCQ kali ini yaitu sebagai berikut.

1. Menentukan tempat pengamatan berupa vegetasi yang kompleks, pada penelitian kali ini berupa hutan dataran rendah, hutan homogen dan hutan bakau.

2. Menentukan titik pengambilan sampel yaitu hutan triangulasi di dekat bibir pantai triangulasi.

3. Membuat kuadrat/plot dengan ukuran 10x10 meter.

4. Membagi plot tadi menjadi 4 kuadran yaitu kuadran 1,2,3 dan 4.

5. Menyiapkan klinometer dan roll meter serta alat pengukur faktor abiotik. 6. Mengukur faktor abiotik pada setiap plot tersebut.

7. Menentukan pohon yang terdekat dari titik pusat plot pada keempat kuadrat dengan sampel pohon yaitu pohon dengan keliling minimal 30 cm diukur setinggi dada pengamat.

8. Jarak pohon ke titik pusat diukur, dan diameter pohon tersebut dihitung berdasarkan data keliling batang pohon yang telah diukur setinggi dada.

9. Mengukur tinggi pengamat dari mata hingga ujung kaki.

10. Mengukur jarak pengamat dengan pohon menggunakan roll meter.

11. Menentukan sudut elevasi tinggi/pucuk pohon dengan menggunakan klinometer.

12. Melakukan analisis perhitungan keanekaragaman pohon.

13. Selanjutnya membuat 25 plot menuju ke dalam hutan triangulasi dengan jarak antar plot/kuadrat sepanjang 10 meter.

14. Plot yang dijadikan pengambilan sampel PCQ yaitu plot 1 (0 m dari bibir pantai), plot 13 (240 m dari bibir pantai) dan plot 25 (480 m dari bibir pantai) dengan 3 kali pengulangan.

15. Melakukan langkah 5-12 pada masing-masing plot.

16. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. E. Teknik Analisis

Basal area (BA) merupakan penutupan kanopi pohon . Diameter didapatkan dari pengukuran keliling batang pohon.

(23)

Diameter batang tiap spesies tersebut kemudian digunakan untuk mencari nilai basal area dengan menggunakan rumus: d = K/ π BA = 1/4 πd2 Keterangan: K = keliling pohon BA = Basal Area π = 3,14 d = Diameter batang

Rata-rata jarak = Jumlah semua jarak yang terukur (jumlah plot x panjang plot)

4 x jumlah titik pusat (n)

Kerapatan per 100 m2 = Jumlah individu spesies i / 100 x Faktor koreksi

Faktor koreksi PCQ = 1.

Kerapatan Mutlak = BA x Kerapatan per 100 m2

Kerapatan relatif = Jumlah individu sejenis x 100% Total individu seluruh spesies

Frekuensi relatif = Frekuensi spesies i x 100% Total frekuensi

Dominasi relatif = dominansi spesies i x 100%

Dominansi total

Indeks Nilai Penting = kerapatan relatif + dominasi relatif + frekuensi relatif

(24)

BAB IV

DATA,ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. DATA Tabel 4.1 Samplin g Ulanga n No Quarter Jenis Tumbuhan Jarak pohon ke titik pusat (cm) K Pohon (cm) D Pohon (cm) Tinggi Pohon (α, Jarak Pengamat) (cm) Ba (cm)

(25)

1 1 1 Callophyluminopilum 123 316 100,63 2266,1 670,00 2 - - - -3 - - - -4 - - - -2 1 Barringtonia asiatica 432 90 28,66 1768 644,79 2 - - - -3 - - - -4 - - - -3 1 Drepetes Sp. 77 35 11,15 598 97,59 2 Drepetes Sp. 423 34 10,82 577 91,90 3 Drepetes Sp. 95 75 23,88 850 447,65 4 13 1 1 macrophylaSwetinea 190 177 56,37 2655,3 2494,40 2 - - - - -3 - - - - -4 Swetinea macrophyla 90 80 25,47 6220,8 509,25 2 1 - - - - -2 - - - - -3 - - - - -4 Syzigium littoralle 384 40 12,74 2097,7 127,41 3 1 Mitrephorapolyprena 137 40 12,73 779 127,21 2 enneandraDrophea 60 57 18,15 857 258,60 3 4 25 1 1 - - - - -2 - - - - -3 Swetinea macrophyla 430 120 38,21 851,4 1146,1 0 4 - - - - -2 1 - - - -2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -3 1 -2 -3 -4 Pouteria 380 77 24,52 983 471,97

(26)

obaxata Rata-rata

jarak : 235,08

Jumlah pohon per 100 meter

persegi : 0,001809491

B. ANALISIS DATA DENSITAS

Spesies Jumlah 100 meter persegi Jumlah Pohon per Densitas Relatif(Kr) Callophylum inopilum 0,13 0,000226186 8,33% Barringtonia asiatica 0,13 0,000226186 8,33% Swetinea macrophyla 0,38 0,000678559 25,00% Syzigium littoralle 0,13 0,000226186 8,33% Drepetes Sp. 0,38 0,000678559 25,00% Drophea enneandra 0,13 0,000226186 8,33% Mitrephora polyprena 0,13 0,000226186 8,33% Pouteria obaxata 0,13 0,000226186 8,33% Jumlah semua pohon

per 100 meter : 0,002714236

DOMINASI

Spesies Jumlah ∑BA (m) Rerata BA(m) Dominansi Dr (%)

Callophylum inopilum 1 6,7 6,7 0,0015154 5 9,44% Barringtonia asiatica 1 6,5 6,5 0,0014702 1 9,15% Swetinea macrophyla 3 41,5 13,83 0,0093867 3 58,45% Syzigium littoralle 1 1,3 1,3 0,00029404 1,83% Drepetes Sp. 3 6,4 2,13 0,00144759 9,01% Drophea enneandra 1 2,6 2,6 0,0005880 8 3,66% Mitrephora polyprena 1 1,3 1,3 0,0002940 4 1,83%

(27)

Pouteria obaxata 1 4,7 4,7 0,00106308 6,62% TOTAL 12 71 39,06666667 0,01605923

FREKUENSI

Spesies Fr (%) INP (%) Ranking

Callophylum inopilum 11,11% 28,881% 3 Barringtonia asiatica 11,11% 28,599% 4 Swetinea macrophyla 22,22% 105,673% 1 Syzigium littoralle 11,11% 21,275% 7 Drepetes Sp. 11,11% 45,125% 2 Drophea enneandra 11,11% 23,106% 6 Mitrephora polyprena 11,11% 21,275% 7 Pouteria obaxata 11,11% 26,064% 5

 Dari analisis data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa INP tertinggi dimiliki oleh Swetinea macrophyla, sehingga dominansi dimiliki oleh vegetasi Swetinea macrophyla.

Gambar

Gambar 2.1 Desain point centered quarter method di lapangan

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan penanaman refugia pada areal pertanian meliputi cara pengendalian hama secara alami terutama difokuskan dengan pemanfaatan tanaman sebagai upaya konservasi

• Penyimpanan benih kedelai selama tiga bulan dengan perlakuan tehnik pengemasan plastic kedap udara memberikan rata-rata daya berkecambah lebih baik dari pada tanpa vakum

Pada era modern, khususnya Indonesia, Islamic Center berubah menjadi sebuah komplek yang di dalamnya terdapat masjid sebagai bangunan utama dan bangunan-bangunan

Layanan ini memberikan keseluruhan arahan, desain konten dan struktur program dan proyek atas proyek dan program yang perlu mengimplementasi inisiatif terkait SAP milik Penerima

Penggunaan leksem binatang dalam peribahasa Jawa akan mempermudah pemahaman orang terhadap nilai simbolik leksem yang digunakan. Hal ini erat kaitannya dengan latar belakang

Penelitian Muzayyanah pada tahun 2000, dengan judul Penggunaan Analisis Rasio Finansial dan Konsep EVA (Economic Value Added) Dalam menilai Kinerja Perusahaan pada

Obat generik berlogo menggunakan bahan aktif yang sama dengan obat generik bermerek dan memiliki cara kerja yang sama dalam tubuh sehingga keduanya memiliki resiko dan

Merujuk kepada pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disarankan sebagai berikut: (1) Diharapkan kepada guru khususnya guru bidang studi Ilmu PengetahuanSosial