• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pola Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Talun Desa Cipaganti, Garut

The Daily Behaviour of Javan Slow Loris (Nycticebus Javanicus) at Talun Cipaganti Village, Garut

Rifqi Hendrik1, Wahyu Prihatini2, Francis Cabana3

1

Program Studi Biologi. FMIPAUniversitas Pakuan. E-mail:

rifqihendrik@gmail.com 2

Dosen Program Studi Biologi. FMIPA Universitas Pakuan. E-mail:

wahyu_prihatini@yahoo.co.id 3

Manager Bidang Penelitian Little FireFace Project (LFP). E-mail:

francis.cabana-2014@brookes.ac.uk

ABSTRAK

Nycticebus javanicus adalah kukang endemik P. Jawa yang terancam kepunahan, karena banyak diburu untuk dijadikan hewan peliharaan. Kukang Jawa tercantum dalam Appendix I CITES yang dilarang diperdagangkan, karena populasinya di alam sudah kritis. Degradasi hutan menyebabkan N. javanicus mencari habitat lain, salah satunya adalah talun, yaitu lahan perkebunan berbentuk bidang mosaik. Penelitian dilakukan untuk menganalisis pola perilaku harian N. javanicus di talun, dan kesesuaian talun sebagai alternatif habitat, maupun lokasi pelepasliaran. Penelitian menggunakan metode focal animal sampling pada 9 ekor N. javanicus di talun Desa Cipaganti, Garut, untuk pengamatan pola perilaku hariannya, serta analisis kesesuaian talun sebagai habitatnya. Hasil penelitian menunjukkan pola perilaku harian N. javanicus di talun tidak jauh berbeda dengan di hutan alam, dan habitat talun cocok menjadi tempat hidupnya. Pola perilaku yang teramati meliputi perilaku aktif sendiri (57%), perilaku tidak aktif (34%), perilaku sosial (5%), dan perilaku makan (4%). Aktivitas dengan frekuensi tertinggi pada betina adalah foraging (33,5%) dan alert (23,2%), sementara pada jantan berupa alert (27,8%) dan travelling (24,5%). N. javanicus di talun memanfaatkan daun, bunga, dan nektar pohon kaliandra merah (Calliandra calothyrsus), serta getah pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) dan sengon (Paraseserianthes falcataria) sebagai sumber pakan. Sebagai pohon tidur, N. javanicus memanfaatkan pohon bambu tali (Gigantochloa apus), bambu temen (G.atter), dan bambu surat (G. pseudoarundinaceae).

Kata kunci: focal animal sampling, kukang Jawa, Nycticebus javanicus, perilaku harian, talun.

(2)

PENDAHULUAN

Di seluruh dunia terdapat delapan jenis kukang (Nycticebus), yaitu N. coucang, N. javanicus, N. menagensis, N. pygmaeus, N. bengalensis, N. kayan, N. borneanus, dan N. bancanus (Munds et. al. 2013; Nekaris, 2014). Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) hidup di hutan tropis, terutama hutan primer dan sekunder, semak belukar, serta hutan bambu. N. javanicus tercantum dalam Appendix I CITES yang dilarang untuk diperdagangkan, karena populasinya di alam tergolong kritis (critically endangered) (IUCN, 2014).

Populasi alam N. javanicus terancam kepunahan, akibat alih fungsi habitatnya menjadi lahan pertanian, dan perkebunan, serta maraknya perburuan liar (Supriatna & Wahyono, 2000).

Little FireFace Project (LFP) adalah lembaga swadaya masyarakat, yang sejak tahun 1993 melakukan penelitian perilaku N. javanicus di talun (Little Fireface Project, 2015). Talun adalah lahan tepi hutan yang digunakan untuk pertanian atau perkebunan, namun masih dapat berfungsi sebagai habitat kukang .

Talun Desa Cipaganti di Garut, Jawa Barat merupakan habitat bagi N. javanicus. Penting dipelajari pola perilaku harian spesies ini di talun, mengingat lokasinya berdekatan dengan pemukiman penduduk.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2015, di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi pengamatan terletak di bagian Timur

Cagar Alam Gunung Papandayan (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi pengamatan (Little Fireface Project, 2015)

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan yaitu SIKA receiver, antena, GPS, kamera DSLR, head lamp, senter, ATK, dan lembar kerja. Obyek penelitian yaitu 9 ekor (4 jantan, 5 betina) N.javanicus yang hidup alami di talun Desa Cipaganti.

Metode Kerja

1. Pengamatan perilaku

Penelitian menggunakan metode radio tracking, mengacu pada (Margono dkk., 2014). Pemasangan neck collar dilakukan pada 9 ekor N. javanicus yang sehat. Nomor frekuensi setiap collar diinput ke dalam alat receiver, selanjutnya kukang dilepas ke talun, dan setelah beberapa waktu keberadaannya di talun dilacak kembali dengan bantuan receiver.

Perilaku harian kukang diamati dengan metode Focal Animal Sampling, pada satu atau beberapa individu tertentu, selama periode waktu yang ditentukan (Martin & Bateson, 1993). Pengamatan berlangsung selama 20 hari, dalam dua sesi. Sesi pertama yaitu pukul 17.00–23.00 WIB, sesi ke dua pukul 23.00–05.00 WIB.

(3)

Pengamatan dilakukan setiap 15 menit, dengan jeda 15 menit antar waktu pengamatan. Dilakukan pencatatan setiap aktivitas yang terjadi, frekuensinya, dan deskripsi setiap aktivitas tersebut.

2. Pemanfaatan habitat

Analisis pemanfaatan habitat dilakukan dengan mengidentifikasi jenis-jenis pohon pakan, dan pohon tidur N. javanicus. Diidentifikasi nama jenis pohon, bagian pohon yang dimakan, nama jenis pohon untuk tidur, dan posisi tidurnya di pohon tersebut. Identifikasi jenis pohon menggunakan buku “Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid II” (Buharman dkk., 2011a) dan Jilid III” (Buharman dkk., 2011b). 3. Frekuensi aktivitas

Frekuensi setiap aktivitas harian kukang dihitung dengan rumus (Wirdateti & Dahrudin, 2011) :

Keterangan:

4. Deskripsi aktivitas

Setiap aktivitas yang teramati pada masing-masing individu kukang, dicatat selengkap mungkin dalam lembar kerja yang sudah disiapkan.

5. Deskripsi pemanfaatan vegetasi Mendeskripsikan bagian-bagian pohon yang dikonsumsi sebagai pakan, seperti biji, daun, bunga, buah, getah, dan nektar dari bunga. Untuk deskripsi pohon tidur, aspek yang diamati adalah bagian pohon yang dipakai untuk tidur (missal batang atau ranting), ukuran bagian pohon tersebut (kecil, sedang, dan besar), dan posisinya (puncak, batas luar, dan tengah).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola perilaku harian Nycticebus javanicus di talun

Perilaku harian N. javanicus di talun teramati terdiri atas empat jenis perilaku, dengan proporsi seperti tampak pada Gambar 2.

Pola perilaku harian yang teramati, meliputi perilaku aktif

Wilayah talun yang cukup luas, struktur vegetasi yang renggang, dan sifat kukang sebagai hewan soliter, menyebabkan N. javanicus lebih sering terlihat aktif sendirian (frekuensi 57% dari total waktu pengamatan).

Tingginya frekuensi perilaku aktif sendiri dapat dipengaruhi pula oleh keberadaan pakan, karena pada penelitian ini N. javanicus tampak melakukan aktivitas foraging F = frekuensi suatu aktivitas

tertentu.

X = banyaknya kejadian suatu aktivitas tertentu yang dilakukan oleh satu individu.

Y = jumlah seluruh aktivitas yang diamati pada individu tersebut.

Gambar 2. Pola perilaku harian kukang N. javanicus di talun Desa Cipaganti

57 34

5 4

Aktif sendiri (57%) Tidak aktif (34%)

(4)

bersamaaan dengan travelling. Adanya kontak dengan pengamat, diduga juga menjadi penyebab kukang berpindah tempat. Sebagai perbandingan, pada N. javanicus di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), frekuensi traveling sebesar 32,1%, foraging 28,3%, menelisik 15,1%, dan perilaku aktif 13,2% (Angeliza, 2014).

Perilaku lain yang cukup sering teramati di talun, yaitu perilaku tidak aktif (34%), terdiri atas aktivitas berdiam diri, istirahat, dan tidur. Kukang di talun beristirahat pada pukul 04.00 WIB, dan mulai mencari pohon tidur pada pukul 05.00 WIB. Lokasi tidur yang paling disukai adalah rumpun bambu dengan tajuk rapat. Kukang tidur dengan posisi menggulung badan pada ranting, atau batang bambu.

Sebagai perbandingan, pada N. javanicus di TNGHS, perilaku berdiam diri dipengaruhi oleh curah hujan tinggi, dan terang bulan. Perilaku tidak aktif terjadi pada pukul 05.00-06.00 WIB (frekuensi 25%), setelah menemukan lokasi tidur yang sesuai (Angeliza, 2014).

Perilaku sosial N. javanicus di talun mencapai 5% dari total waktu pengamatan, meliputi aktivitas bermain, mengasuh anak, saling menyerang, dan kawin. Perilaku sosial paling sering terlihat pada penelitian ini, yaitu aktivitas pengasuhan berupa induk menjilati anaknya (allogrooming). Sebagai perbandingan, frekuensi perilaku sosial N. javanicus di TNGHS mencapai 8,4% (Angeliza, 2014).

Perilaku sosial lainnya berupa aktivitas saling menyerang saat berebut pakan, dan daerah teritorial. Mereka saling menggigit, dan

mencakar, tidak jarang sampai terjatuh dari pohon, dan terluka. Warga sering menemukan kukang yang mati di tanah. Sulit menemukan aktivitas kawin N. javanicus di talun. Selama pengamatan, hanya sekali terlihat aktivitas kawin. Sepasang kukang saling menciumi tubuh, dan alat kelamin pasangannya dalam posisi menggantung, dengan kedua kaki di dahan pohon.

Frekuensi perilaku makan pada N.javanicus di talun, tercatat hanya 4%. Sangat sulit menjumpai perilaku ini, karena posisi kukang jauh, dan tertutupi oleh rimbunnya pepohonan. Aktivitas makan yang sempat terlihat, yaitu memasukkan pakan ke mulut, dan mengunyahnya. Perilaku makan di talun ini tidak berbeda jauh dengan perilaku di TNGHS, yang tercatat 4,4% (Angeliza, 2014).

Pola perilaku harian N. javanicus secara umum berbeda dengan kukang Malaya (N. coucang). Perilaku aktif sendiri pada N. javanicus mencapai 57%, pada N. coucang frekuensinya hanya 5,4% (Wiens & Zitzmann, 2003). Frekuensi perilaku tidak aktif N.javanicus di talun mencapai 34%, lebih tinggi daripada N. coucang (frekuensi 1,6%) di habitat alaminya (Wiens, 2002). Perbedaan hasil disebabkan kondisi wilayah, dan spesies kukang yang berbeda. Pada penelitian tersebut, habitat N. coucang berupa hutan dengan vegetasi rapat, dan sangat sulit melihat keberadaan kukang, sehingga tidak banyak data perilaku yang diperoleh.

Secara umum pola perilaku harian N. javanicus di talun, tidak jauh berbeda dengan di habitat alami seperti TNGHS.

(5)

Perbandingan perilaku harian N. javanicus jantan dan betina

Pola perilaku N. javanicus jantan dan betina pada penelitian ini, hanya sedikit berbeda. Betina lebih sering terlihat tidak aktif, atau aktif sendiri, dibandingkan kukang jantan (Gambar 3).

Kukang betina lebih sering tidak aktif, dan beraktivitas sendiri. Kukang betina lebih sering melakukan perilaku sosial, berupa aktivitas allogrooming (menelisik anak), dan following (anak beraktivitas dan mengikuti induk). Perilaku sosial ini membuat anak merasa aman, dan terhindar dari predator. Bottcher-Law et.al. (2001) menyatakan allogrooming adalah cara untuk mempererat hubungan antar individu. Pada penelitian ini teramati 3 induk betina mengasuh masing-masing seekor anaknya.

Secara keseluruhan, perilaku sosial N. javanicus di talun mencapai frekuensi 5%, sementara di TNGHS frekuensinya 8,4%. N. javanicus di TNGHS yang diamati adalah

individu betina, sehingga frekuensi perilaku sosial lebih sering terlihat.

Frekuensi aktivitas harian N. javanicus di talun

Pola perilaku harian N. javanicus di talun didominasi perilaku aktif sendiri (57%) dan perilaku tidak aktif (34%). Jenis aktivitas yang dilakukan dari setiap perilaku disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Frekuensi aktivitas harian N.javanicus jantan dan betina

Kukang jantan paling sering terlihat melakukan aktivitas alert (27,8%), dan travelling (24,5%), sedangkan betina berupa foraging (33,5%), dan alert (23,2%). Frekuensi alert pada jantan dan betina tidak jauh berbeda, meskipun lebih sering pada jantan. Alert adalah aktivitas diam namun waspada mengamati sekitar.

Perilaku aktif sendiri berupa aktivitas travelling, teramati lebih sering pada kukang jantan. Aktivitas travelling dapat dipengaruhi oleh adanya kontak dengan pengamat, sehingga kukang cenderung bergerak menjauh. Pada kukang betina, frekuensi aktivitas tertinggi adalah foraging (33,5%), berupa

berjalan-Perilaku Aktivitas Rataan frekuensi aktivitas (%) jantan Betina Aktif sendiri Foraging 18,5 33,5 Grooming 15,2 6,8 Travelling 24,5 15,9 Tidak aktif Alert 27,8 23,2 Freeze 0 0,6 Resting 6,0 9,1 Sleeping 0 0,6 Sosial Allogroming 0 1,1 Other social 1,3 4,5 Playing 2,6 0,6 Makan Feeding 4,0 4,0 Total 100 100 16 27 2 2 18 30 3 2 Tidak Aktif Aktif Sendiri Sosial Makan Frek u e n si (% ) Jenis perilaku Jantan Betina

Gambar 3. Pola perilaku harian N.javanicus jantan dan betina di talun

(6)

jalan di pohon pakan, salah satunya kaliandra merah. Kukang terlihat menciumi daun dan bunga kaliandra. Aktivitas foraging lebih sering tampak pada betina, karena mereka mengasuh anak, menyusui, dan memberi pakan pada anak.

Perilaku tidak aktif selain aktivitas alert, yang cukup sering muncul adalah resting. Frekuensi resting pada jantan 6%, sedangkan pada betina 9,1%. Aktivitas resting berupa duduk, berdiri diam, atau membentuk bola tidur dengan mata terbuka. Kukang betina lebih sering terlihat resting, diduga karena lebih sering foraging dari satu pohon ke pohon lain, sehingga mereka butuh lebih banyak istirahat memulihkan kondisi tubuh. Aktivitas resting lebih sering terlihat saat bulan purnama.

Pada penelitian ini, frekuensi makan hanya tercatat 4% dari total waktu pengamatan. Luasan talun tidak seluas hutan alam, namun sangat sulit mengamati aktivitas makan N. javanicus, karena posisi mereka di pohom cukup tinggi, dan tersamar rapatnya tajuk pohon.

Perilaku sosial N. javanicus tercatat paling rendah frekuensinya. Perilaku sosial meliputi aktivitas playing, other social, dan allogrooming. Aktivitas playing berupa mengantung, memanjat, dan bermain dengan individu lain. Frekuensi playing pada jantan (2,6%) lebih tinggi daripada betina (0,6%).

Pemanfaatan sumber pakan Sumber pakan N. javanicus di talun Cipaganti yaitu getah pohon nangka (Actocarpus heterophyllus) dan pohon sengon (Paraseserianthes falcataria), serta daun, bunga, dan

nektar pohon kaliandra merah (Calliandra calothyrsus).

Kaliandra merah adalah sumber pakan paling disukai N. javanicus. Sering dijumpai lokasi pohon tidurnya berdekatan dengan pohon kaliandra, atau bahkan tidur di pohon tersebut. N. javanicus di TNGHS diketahui juga menyukai nektar kaliandra merah, getah bungbuai (Plectocomia elongata), buah-buahan, dan serangga kecil (Angeliza, 2014). N. javanicus di talun Tasikmalaya dan Ciamis lebih menyukai pohon sengon (Paraserianthes falcataria), aren (Arenga pinnata Merr), dan pisang (Musa paradisiaca L) sebagai pakannya.

Pemanfaatan lokasi tidur

N. javanicus di talun Cipaganti menyukai beragam jenis pohon bambu sebagai pohon tidur, karena memiliki tajuk rimbun untuk perlindungan dari predator, yang umumnya adalah burung elang. Mereka menggunakan pohon bambu tali (Gigantochloa apus), bambu temen (G. atter), dan bambu surat (G.pseudoarundinaceae) sebagai pohon tidur. Mereka juga ditemukan tidur di kanopi pohon kaliandra merah.

Salah satu faktor penting dalam pemilihan lokasi tidur, adalah jarak pohon bambu saling berdekatan, sehingga kukang menjadi sangat terlindungi. Ukuran batang pohon tidur bervariasi, dari diameter kecil hingga besar. N. javanicus biasanya tidur di pertengahan, hingga puncak pohon. Tinggi posisi tidur di pohon bambu berkisar 7-15 meter di atas permukaan tanah. Winarti (2011), menjumpai N. javanicus di talun b)

(7)

Tasikmalaya dan Ciamis sering tidur di pohon bambu tali dan bambu surat, pada ketinggian 5 meter.

Tempat beraktivitas

Semua jenis pepohonan di talun dapat menjadi tempat beraktivitas N. javanicus, tergantung ketersediaan sumber pakan, dan kedekatan jarak dengan pohon tidur. Di talun Desa Cipaganti, N. javanicus sering dijumpai beraktivitas di pohon bambu surat, bamboo tali , dan G. kaliandra merah, pohon-pohon tinggi berkayu keras (Melaleuca cajuputi, Toona sureni, Pasirantes sp, Maesopsis eminii, Paraserianthes falcataria), dan pohon bergetah serta berbuah (Persea americana, Artocarpus heterophyllus, Diospiros kauki).

N. javanicus di talun umumnya beraktivitas, dan mencari pakan di dekat lokasi pohon tidur, menunjukkan efektivitas dalam perilakunya. Sebagai perbandingan, N. javanicus di talun Tasikmalaya dan Ciamis, memanfaatkan jenis pohon aren (Arenga pinnata), sengon (Paraserianthes falcataria), pete (Parkia speciosa), nangka (Artocarpus heterophyllus), dan pisang (Musa paradisiaca) untuk pohon pakan, istirahat, persinggahan, dan berpindah tempat. Untuk pohon tidur digunakan bambu tali, bambu surat, bambu haur (Dencrocalamus asper), bambu gombong (G. gigantae), aren (Arenga pinnata), bungur (Lagerstroemia speciosa), dan areuy kawao (Milletia serice) (Winarti, 2011).

SIMPULAN

Talun dapat menjadi habitat ideal bagi Nycticebus javanicus, terbukti dari pola perilaku hariannya di talun tidak jauh berbeda dengan populasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Talun di Desa Cipaganti, Garut cocok dijadikan lokasi pelepasliaran Nycticebus javanicus yang berasal dari penangkaran, karena memiliki kecukupan daya dukung habitat.

DAFTAR PUSTAKA

Angeliza, R. 2014. Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 182) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Skripsi, Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor. 10-20.

Bottcher-Law, L., H. Fitch-Snyder, J. Hawers, L. Larson, B. Lester, J. Ogden, H. Schulze, K. Slifika, I. Stalis, M. Sutherland-Smith, B. Toddes. 2001. Management of Lorises in Captivity. A Husbandry Manual for Asian Lorisines (Nycticebus and Loris sp). Center for Reproduction of Endangered Species (CRES) Zoological Society of San Diego, San Diego. 18-27.

Buharman, D. F. Djam’an, N. Widyani, S. Sudradjat. 2011a. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid II. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor-Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. 26, 29, 69.

Buharman, D. F. Djam’an, N. Widyani. 2011b. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Jilid III. Balai Penelitian Teknologi

(8)

Perbenihan Bogor–Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. 25, 47. IUCN. 2014. IUCN Red List of

Threatened Species Version 3.

www.iucnredlist.com. Diakses

tanggal 4 Mei 2015. Pukul 13.30 WIB.

Little Fireface Project. 2015. Saving the Slow Loris via Ecology, Education, Empowerment. http://www.nocturama.org/tag/lit tle-fireface-project/. Diakses tanggal 22 September 2015. Pukul 16.48 WIB.

Margono, E.R., V. Nijman, Wirdateti, K.A.I. Nekaris. 2014. Ethology of the Critically Endangered Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus) Saint-Hilaire In West Java. Asian Primates Journal 4 (2): 27-30. Martin, P., P. Bateson. 1993.

Measouring behaviour An Introduction Guide 2nd Edition. Cambridge University Press. 9-11.

Munds, R.A.,K.A.I. Nekaris, S.M. Ford. 2013. Taxonomy of the Bornean Slow Loris, with New Species Nycticebus kayan (Primates, Lorisidae). American Journal of Primatology 75:46-56.

Nekaris, K.A.I. 2014. Extreme Primates: Ecology and Evolution of Asian Lorises. Evolutionary Anthropology: Issues, News, and Reviews 23:177-187.

Supriatna, J., E.H. Wahyono. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 18-34.

Wiens, F. 2002. Behavior and Ecology of Wild Slow Loris

(Nycticebus coucang): Social Organization, Infant Care System, and Diet. Dissertation. Faculty of Biology, Chemistry and Geoscienses, Bayreuth University. Bayreuth. 30.

Winarti, I. 2011. Habitat, Populasi, dan Sebaran Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat. Tesis Program Studi Primatologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 45-60.

Wirdateti, H. Dahruddin. 2011. Perilaku Harian Simpai (Presbytis melalophos) dalam Kandang Penangkaran. Bogor. Jurnal Veteriner 12 (1): 136-141).

(9)

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengamatan    (Little Fireface Project, 2015)
Gambar 2. Pola perilaku harian kukang  N. javanicus  di talun Desa Cipaganti
Tabel  1.  Frekuensi  aktivitas  harian  N.javanicus jantan dan betina

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Salah Wahab pemasaran pariwisata adalah suatu proses manajemen yang dilakukan oleh organisasi pariwisata nasinal atau perusahaan-perusahaan termasuk dalam kelompok

Hasil tindakan siklus I, dan dilanjutkan siklus II, motivasi peserta didik dalam pem- belajaran matematika dengan pendekatan Jigwsaw ada kenaikan, karena sudah fokus

Sumber-sumber primer kedua yang dimaksud adalah sumber data berupa video yang diambil dari media sosial yaitu youtobe yang terkait dengan penelitian, alasan

Reguler 300 Blok M Rawamangun Patas 16 Rambutan Tanah Abang Reguler 106 Senen Cimone Patas AC 82 Tanjung Priok Depok Reguler 103 Grogol Cimone Patas AC 135 Tanjung Priok Ciputat

bisnis yang dikombinasikan dengan jalur koordinasi dengan seluruh anak telah dilakukan penataan organisasi yang difokuskan pada pengembangan anak perusahaan dan mekanisme

Variasi konsentrasi alginat yang digunakan dalam formulasi serbuk effervescent sari jeruk lemon adalah 1, 2, 3 dan 4%.Kisaran konsentrasi ini berdasarkan hasil

Distribusi Triangular dari komponen biaya akan digunakan untuk menjalankan simulasi Monte Carlo. Metode perkiraan biaya proyek Monte Carlo berdasarkan pada

Keselamatan yang ditawarkan dalam Kristus jauh lebih baik ketimbang berkat yang ditawarkan oleh para guru palsu di Kolose. Keutamaan Kehidupan