• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Self Efficacy Guru yang Mengajar di Sekolah Inklusi Tingkat Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Self Efficacy Guru yang Mengajar di Sekolah Inklusi Tingkat Dasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Efficacy Guru yang Mengajar di Sekolah Inklusi Tingkat

Dasar

Pitra Prastadila

Pramesti Pradna Paramita, M.Ed.Psych

(Fakultas Psikologi Universitas Airlangga)

Korespondensi: Pitra Prastadila Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya, email: pritprut@gmail.com

01 Jurnal Psikologi Pendidikan dan PerkembanganVol. 2, No. 1, April 2013

Abstract: This study aims to determine whether there is a relationship between emotional intelligence with self-efficacy of teachers who teach in inclusive schools. This study conducted on teachers who teach in inclusive schools by the number of study subjects were 46 people who are in 5 schools. Collection data in the form of emotional intelligence questionnaire consisting of 49 items and teacher self-efficacy were adapted from teacher's sense of efficacy scale by Moran & Hoy and consists of 19 items. Analysis data was done with statistical techniques of correlation Pearson product moment with the help of statistical program SPSS version 16.0. From the analysis data obtained by the correlation between emotional intelligence with self-efficacy of 0.000 with p equal to 0.772. This suggests that there is a positive and significant correlation between emotional intelligence with self-efficacy of teachers who teach in inclusive schools, it's mean the higher emotional intelligence, the higher his or her self-efficacy.

Key word:emotionalintelligence, self efficacy, inclusion school, teacher

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara emotional intelligence dengan self efficacy guru yang mengajar di sekolah inklusi tingkat dasar. Penelitian ini dilakukan pada guru yang mengajar di sekolah inklusi dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 46 orang yang terdapat di 5 sekolah. Pengumpulan data berupa kuesioner yaitu kuesioner emotional intelligence yang terdiri dari 49 butir dan self efficacy guru yang diadaptasi dari teacher's sense of efficacy scale oleh Moran & Hoy dan terdiri dari 19 butir. Analisa data dilakukan dengan teknik statistik korelasi product moment dari Pearson dengan bantuan program statistik SPSS versi 16.0. Dari analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara emotional intelligence dengan self efficacy sebesar 0,000 dengan p sebesar 0,77. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara emotional intelligence dengan self efficacy guru yang mengajar di sekolah inklusi yang artinya semakin tinggi emotional intelligence maka semakin tinggi pula self efficacy nya.

Kata kunci:emotional intelligence, self efficacy, sekolah inklusi, guru

:

PENDAHULUAN

memberikan kesempatan bagi anak

Latar Belakang

b e r k e b u t u h a n k h u s u s . A n a k Pemerintah melakukan terobosan

berkebutuhan khusus dapat memperoleh baru di dalam dunia pendidikan dengan

(2)

02

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

pendidikan bersama anak-anak yang b e r f i k i r b a h w a m e n g a j a r a n a k normal di sekolah regular yang disebut berkebutuhan khusus yang lebih kecil dengan Pendidikan Inklusi. Pendidikan harus memberikan banyak bantuan inklusi adalah konsep atau pendekatan kepada mereka sehingga diperlukan pendidikan yang berupaya menjangkau interaksi yang sangat intens dan anak yang semua anak. Semua anak memiliki hak lebih tua membutuhkan sedikit bantuan. dan kesempatan yang sama untuk Pada penelitian Cipkin & Rizza (2003) memperoleh manfaat dari pendidikan terlihat bahwa guru yang mengajar di (Rusyani, 2007). tingkat menengah (SMA) menggunakan Salah satu masalah penting s e d i k i t s t r a t e g i p e m b e l a j a r a n dalam penerapan sekolah inklusi adalah dibandingkan guru yang mengajar di peran dari guru untuk menangani anak- sekolah tingkat dasar (SD) dalam anak tersebut. Guru memiliki kekuatan memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan untuk mempengaruhi hasil belajar siswa khusus. Hal inilah yang membuat (Penrose, dkk., 2007). Pada penelitian beberapa guru merasa kesulitan dalam Cipkin & Rizza (2003) ditemukan bahwa mengajar anak berkebutuhan khusus yang guru yang memiliki latar belakang masih ada di tingkat dasar.

Pendidikan Luar Biasa (PLB) maupun Hasil dari penelitian di luar umum lebih menyukai bekerja dalam masih ada yang memperlihatkan bahwa keadaan pendidikan yang umum daripada keyakinan guru terhadap kemampuannya inklusi. Oleh sebab itu, sekolah inklusi u ntu k menyelesaikan tu gas d an sangat memerlukan kesediaan dari guru pekerjaannya masih rendah. Pada untuk mencapai hasil yang baik bagi penelitian Shade dan Stewart (2001) pembelajaran siswa. Selain itu, sikap guru menunjukkan bahwa masih banyak guru lebih positif ketika mengajar siswa yang tidak percaya bahwa mereka mampu berkebutuhan khusus yang berusia lebih untuk mengajar siswa berkebutuhan tua daripada siswa berkebutuhan khusus khusus. Selain itu, guru umum masih yang anak-anak (Hastings & Oakford, mengalami kesulitan dalam memenuhi 2003). Pada penelitian Ratcliff (2009) kebutuhan semua siswa meskipun telah disebutkan bahwa ada salah satu guru didukung dengan program pendidikan

(3)

03

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

luar biasa. Selain itu, pada penelitian Gallis guru yang memiliki efikasi yang tinggi akan & Tanner (1995) menunjukkan bahwa guru lebih baik untuk menjaga komitmen umum memiliki keyakinan diri yang s i s w a n y a d a l a m a k t i v i t a s rendah mengenai kemampuanya untuk pembelajaran.Efikasi diri guru dipandang melaksanakan program inklusi di kelas sebagai salah satu kontributor terhadap reguler. Di Indonesia sendiri self efficacy proses belajar dan mengajar yang efektif yang dimiliki guru juga beragam. Pada (Setiadi, 2007). Self-eff icacy akan penelitian Anitasari (2009) didapatkan menentukan usaha yang akan dilakukan hasil bahwa sebagian besar guru SLB di guru terutama pada saat guru tersebut kota Malang masih memiliki efikasi diri menghadapi berbagai permasalahan atau yang rendah. Selain itu, dalam wawancara hambatan di dalam melaksanakan awal yang dilakukan oleh Penulis tugasnya. Chan (2004, dalam Penrose, dkk., didapatkan informasi bahwa masih ada 2007) menemukan bahwa “self efficacy

beberapa guru yang tidak yakin akan diprediksikan akan signifikan dengan kemampuannya untuk mengajar anak komponen emotional intelligence”. berkebutuhan khusus meskipun telah Menurut Goleman (2000), emotional

diadakan pelatihan dan seminar. intelligence adalah kemampuan mengenali Tugas dan tanggung jawab guru perasaan sendiri dan perasaan orang lain, tidaklah sedikit dan mudah untuk kemampuan memotivasi diri sendiri dan dikerjakan. Guru membutuhkan keyakinan kemampuan mengelola emosi diri sendiri bahwa mereka memiliki kemampuan dan dalam hubungan dengan orang lain untuk mengajar di sekolah inklusi. dengan baik. Dalam penelitian ini, penulis Penelitian Berry (2006) menemukan bahwa mengaitkan self efficacy dengan emotional keyakinan yang dimiliki guru mengenai intelligence guru yang mengajar di sekolah kepercayaan dan perlindungan dalam inklusi tingkat dasar.

memperbaiki prestasi akademik siswa akan

Rumusan Masalah

membuat kelas inklusi menjadi efektif. Apakah ada hubungan antara

Self efficacy guru adalah salah satu emotional intelligence dengan self efficacy

v a r i a b e l y a n g s e c a r a k o n s i s t e n guru yang mengajar di sekolah inklusi? berhubungan dengan pengajaran yang Apakah guru di sekolah inklusi yang positif dan hasil belajar siswa (Penrose, memiliki emotional intelligence yang tinggi dkk., 2007). Gibson dan Dembo, 1984 juga akan memiliki self efficacy yang tinggi? (Penrose, dkk., 2007) menemukan bahwa

(4)

04

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

Tinjauan Pustaka

kualifikasi yang dipersyaratkan dengan

Sekolah Inklusi

bertanggungjawab atas pengelolaan

Sunaryo (2005) menjelaskan pembelajaran dan adiministrasi di bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah kelasnya. Kelas yang diajar oleh guru pgroses dalam pendidikan dengan tersebut tidak menetap, dapat berubah-merespon kebutuhan yang beragam dari rubah pada setiap tahun pelajaran semua anak melalui peningkatan disesuaikan dengan kondisi sekolah. Guru partisipasi dalam belajar, budaya dan Kelas berkedudukan di sekolah dasar yang m a s y a r a k a t s e r t a m e n g u r a n g i di tetapkan berdasarkan kualifikasi sesuai eksklusivitas. Staub dan Peck (1995) dengan persyaratan yang ditetapkan oleh mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai sekolah .

s u a t u p e n e m p a t a n b a g i a n a k b. Guru mata pelajaran (Pendidikan berkebutuhan khusus dengan tingkat Agama serta Pendidikan Jasmani dan pelayanan ringan, sedang , dan berat secara Kesehatan)

penuh di kelas reguler. Pendidikan inklusi Guru mata pelajaran adalah guru menjembatani anak berkebutuhan khusus yang mengajar mata pelajaran tertentu dan anak yang normal untuk dididik sesuai kualifikasi yang dipersyaratkan. Di bersama-sama sehingga potensi yang Sekolah umum, biasanya untuk mata dimiliki setiap anak dapat optimal pelajaran Pendidikan Agama serta mata

(Widyastono, 2007). pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan diajarkan oleh guru mata

Guru yang Mengajar di Sekolah

pelajaran, sedangkan mata pelajaran lain

Inklusi

oleh guru kelas (untuk SD), untuk tingkat

M e n u r u t Pe d o m a n K h u s u s SMP dan SMA sebagian besar diampu oleh Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif guru bidang studi.

(2007), ada tiga jenis guru yaitu: c. Guru pendamping khusus

a. Guru kelas Guru Pendidikan khusus adalah G u r u k e l a s m e r u p a k a n guru yang mempunyai latar belakang pendidik/pengajar pada kelas tertentu di pendidikan khusus/Pendidikan luar biasa sekolah umum yang sesuai dengan atau yang pernah mendapat pelatihan

(5)

tentang pendidikan khusus/luar biasa, interpersonal serta kemampuan untuk yang ditugaskan di sekolah inklusif. mengenali dan menyadari motivasi yang

Self Efficacy

Guru

ada dalam diri dan emosi. Mayor, Salovey,

Self efficacy guru merupakan Caruso & Siteranios (2001 dalam Penrose, konsep yang dikembangkan dari teori dkk., 2007) mendefinisikan emotional social cognitive Bandura. Self efficacy guru intelligence merupakan kemampuan untuk adalah keputusan guru menyangkut mengenali perasaan dan maknanya serta k e m a m p u a n n y a m e n g h a s i l k a n menggunakan perasan tersebut untuk keterlibatan dan pembelajaran siswa berpikir dan menyelesaikan masalah bahkan untuk siswa yang mungkin Bar-on (2000, dalam Hashemi, 2011) memiliki kesulitan dan tanpa motivasi. Self memandang emotional intelligence sebagai

efficacy guru memiliki peran yang penting i n t e g r a s i y a n g m e n g h u b u n g k a n dalam performa dan motivasi guru itu kompetensi emosi dan sosial serta sendiri (Moran & Hoy, 2001). Konsep self k e t r a m p i l a n y a n g m e n e n t u k a n

efficacy guru menunjuk pada keyakinan keberhasilan dalam memahami diri guru pada kemampuannya dalam sendiri, memahami orang lain dan dapat m e m p e n g a r u h i p e m b e l a j a ra n d a n berkomunikasi dengan orang lain.

kesuksesan siswa secara positif (Denzine, Me n u r u t G o l e m a n ( 2 0 0 0 ) , 2005 dalam Cerit, 2010). Menurut Gibson emotional intelligence adalah kemampuan dan Dembo (1984, dalam Bandura, 1993), mengenali perasaan sendiri dan perasaan

self efficacy guru adalah tingkat keyakinan orang lain, kemampuan memotivasi diri guru bahwa guru dapat menghasilkan sendiri dan kemampuan mengelola emosi perubahan yang lebih baik dan dapat d i r i s e n d i r i d a n d a l a m mempengaruhi perilaku serta hasil belajar h u b u n g a n n y a d e n g a n o r a n g l a i n . siswa. E m o t i o n a l i n t e l l i g e n c e m e l i p u t i

Emotional Intelligence

kemampuan yang berbeda-beda tetapi

Emotional intelligence juga saling melengkapi dengan kecerdasan m e r u p a k a n k e m a m p u a n u n t u k akademik. Emotional intelligence bukan m e m a h a m i p e r a s a a n o r a n g l a i n , berarti memberikan kebebasan pada membangun dan memelihara hubungan perasaan untuk berkuasa melainkan

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

(6)

m e n g e l o l a p e r a s a a n s e h i n g g a adalah guru umum (guru kelas dan guru terekspresikan secara tepat dan efektif. mata pelajaran) yang mengajar di Sekolah (Goleman, 2000). Inklusi daerah Surabaya Timur tingkat

METODE PENELITIAN

sekolah dasar. Diperoleh 48 orang subjek

Variabel Penelitian

dari 5 sekolah.

Variabel bebas yang digunakan

Metode Pengumpulan Data

dalam penelitian ini adalah emotional Teknik pengumpulan data yang

intelligence. Sedangkan variabel terikat digunakan adalah dengan menggunakan dalam penelitian ini adalah self efficacy. kuisioner (skala psikologis).

Definisi Operasional Variabel

Metode Analisis Data

Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini

Self Efficacy Guru menggunakan teknik korelasi product

Self efficacy guru merupakan moment dari Pearson. k e p u t u s a n g u r u m e n y a n g k u t

HASIL DAN BAHASAN

kemampuannya untuk menghasilkan

Hasil

keterlibatan dan pembelajaran siswa tidak Berdasarkan hasil uji korelasional terkecuali juga bagi siswa yang mungkin untuk mengetahui ada atau tidaknya memiliki kesulitan dan tanpa motivasi hubungan antara kedua variabel dengan (Moran & Hoy, 2001). jumlah sampel N = 46 diketahui bahwa

Emotional Intelligence nilai p (sig.) pada kedua variabel adalah p =

Emotional intelligence adalah 0,000 atau p (sig.) < 0,05 yang berarti bahwa usaha untuk mengenali, memahami dan Ho ditolak dan Ha diterima yaitu terdapat mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat hubungan yang signifikan antara kedua serta usaha untuk mengatur emosi agar varibel.

terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk Selain itu, diketahui bahwa

m e m e c a h k a n m a s a l a h ke h i d u p a n koefisien korelasi antara kedua variabel

terutama yang terkait dengan hubungan bernilai positif ρ = 0,772 yang berarti

antar manusia. terdapat hubungan yang positif antara

Subjek Penelitian

kedua variabel tersebut yaitu semakin

Subjek dalam penelitian ini tinggi emotional intelligence yang dimiliki

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan

(7)

koefisien korelasi antara kedua memiliki emotional intelligence yang

variabel bernilai positif ρ = 0,772 yang tinggi maka akan memiliki self efficacy

berarti terdapat hubungan yang positif yang tinggi pula. Pada penelitian Ream

antara kedua variabel tersebut yaitu (2010) juga didapatkan hasil bahwa ada

semakin tinggi emotional intelligence yang hubungan positif antara emotional

dimiliki oleh guru yang mengajar di intelligence dengan self efficacy.

sekolah inklusi maka semakin tinggi pula Selain itu, penelitian ini juga

self efficacy nya. memperlihatkan kekuatan hubungan yang

Bahasan

tergolong besar dapat dilihat bahwa

Berdasarkan hasil uji korelasional koefisien korelasinya sebesar 0,772 dan dengan teknik Pearson Product Moment dikategorisasikan besar. Hubungan ini didapatkan hasil bahwa hipotesis nol (Ho) dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor ditolak dan hipotesis kerja (Ha) diterima salah satunya adalah peran emotional

yang artinya adalah ada hubungan yang intelligence yang dimiliki oleh para guru itu

signifikan (ρ = 0,000 dan p < 0,05) antara sendiri sehingga mempengaruhi self emotional intelligence dengan self efficacy efficacy.

guru yang mengajar di sekolah inklusi. Kemampuan untuk mengenali

Selain itu, didapatkan koefisien korelasi emosi diri sendiri merupakan salah satu

yang positif (ρ = 0,772) yang artinya adalah dimensi dari emotional intelligence. semakin tinggi emotional intelligence yang Kecerdasan dalam mengenali emosi diri dimiliki oleh guru yang mengajar di sendiri sangat penting karena emosi akan sekolah inklusi maka akan semakin tinggi memberikan informasi untuk setiap pula self efficacynya. pertimbangan. Ketika guru memiliki dapat Penelitian ini memperlihatkan mengenali emosinya , guru akan lebih hasil bahwa terdapat hubungan yang mudah untuk untuk memahami dan positif antara emotional intelligence mengidentifikasi dengan tepat respon dengan self efficacy. Hal ini didukung juga emosional yang muncul dalam dirinya dengan penelitian sebelumnya oleh Chan s e h i n g g a a k a n m e m p e n g a r u h i (2007), Mikolajczak dan Luminet (2007) keyakinannya dalam membuat keputusan dalam Ream (2010) bahwa seseorang yang (Davis, 2008; Ruhani

(8)

& Gusniarti, 2008). Keputusan tersebut Bandura (1995, dalam Penrose, dkk., 2007) menyangkut kemampuan guru untuk mengatakan bahwa guru dengan self

m e n g h a s i l k a n k e t e r l i b a t a n d a n efficacy tinggi akan dapat memotivasi pembelajaran siswa bahkan untuk siswa siswanya dan menigkatkan perkembangan yang mungkin memiliki kesulitan dan kognitif siswanya.

tanpa motivasi (Moran & Hoy, 2001). Selain peran dari emotional

Menurut Boyatzis, Goleman & intelligence tidak menutup kemungkinan

Hay (2002), seseorang yang memiliki a d a nya fa kto r i n te r n a l l a i n ya n g emotional intelligence juga akan memiliki mempengaruhi self efficacy guru yaitu kompetensi seperti self confidence dimana observasi dan modelling dari guru lain. seseorang tersebut memiliki keyakinan Observasi dan modelling dari guru yang yang kuat mengenai nilai dirinya dan berhasil mungkin akan menghasilkan self

kemampuannya. Ketika seseorang efficacy yang positif. Akan tetapi, self

memiliki keyakinan yang kuat mengenai efficacy dapat tetap atau bahkan menurun k e m a m p u a n n y a m a k a a k a n ketika model berbeda dengan observer mempengaruhi keyakinannya juga dalam contohnya dalam tingkat pengalaman, menyelesaikan tugas serta untuk gender, ras dan lain-lain (Moran & Hoy, m e n g h a s i l k a n p e r f o r m a n c e y a n g 2007).

mempengaruhi kehidupannya yang

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

disebut self efficacy.

Berdasarkan hasil analisis data

Self efficacy yang tinggi apabila

pada penelitian ini, dapat disimpulkan dimiliki oleh guru dapat berpengaruh

bahwa terdapat hubungan yang signifikan terhadap pembelajaran dan kesuksesan

antara emotional intelligence dengan self

siswa Guru yang memiliki self efficacy

efficacy guru yang mengajar di sekolah tinggi cenderung terbuka pada ide-ide

inklusi. Hasil penelitian tersebut baru, memiliki keinginan besar untuk

menunjukkan adanya hubungan yang mencoba metode baru untuk memenuhi

positif antara kedua variabel, dimana kebutuhan siswanya dan melakukan

semakin tinggi emotional intelligence yang pengajaran yang lebih baik (Gibson dan

dimiliki oleh guru yang mengajar di Dembo, 1984 dalam Bandura, 1993).

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan

(9)

sekolah inklusi maka akan Peneliti dapatkembali dengan jumlah yang semakin tinggi pula self efficacynya. sama dengan yang telah disebar.

Kekuatan hubungan antara kedua Pe n e l i t i s e l a n j u t nya d a p a t variabel tersebut tergolong kuat. Hal ini melakukan penelitian kembali dengan m e m b u k t i k a n b a h w a e m o t i o n a l topik yang sama namun dengan subjek

intelligence yang dimiliki guru yang yang lebih luas sehingga bisa lebih m e n g a j a r d i s e k o l a h i n k l u s i digeneralisasikan terhadap populasi. mempengaruhi self efficacy. Namun tidak Apabila peneliti selanjutnya akan menutup kemungkinan adanya faktor menggunakan skala self efficacy guru yang

internal lain yang mempengaruhi self ada dalam penelitian ini disarankan untuk

eff icacy guru yaitu belajar melalui lebih mengadaptasi lagi skala yang observasi dari guru lain. digunakan dalam penelitian ini.

Saran

Saran bagi guru adalah guru

Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan terus berusaha untuk adalah ketika penelitian dilakukan di mengembangkan kemampuan diri sekolah maka Peneliti selanjutnya perlu sehingga dapat meningkatkan kepercayaan lebih berkoordinasi lagi dengan Kepala diri guru dalam proses belajar mengajar Sekolah sehingga pada proses pengambilan guna mempengaruhi kesuksesan siswa. data mengenai informasi-informasi Bagi pihak sekolah dapat memberikan penting subjek dapat diisi dengan lengkap pelatihan bagi para guru khususnya dan benar. Selain itu, Peneliti selanjutnya pelatihan yang berfokus pada kecakapan diharapkan dapat merencanakan waktu atau ketrampilan yang berhubungan yang lebih tepat untuk mengambil data dengan emotional intelligence.

sehingga data yang nantinya disebar oleh

PUSTAKA ACUAN

Anitasari, W. M. (2009). Hubungan antara kecerdasan emosional dan efikasi diri dengan stres kerja pada guru slb di kota malang [skripsi]. tidak diterbitkan. Malang; Universitas Negeri Malang, Fakultas Psikologi.

Bandura, A. (1993). Perceived self-efficacy in cognitive development and functioning. Educational Psychologist, 28, 117-148.

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

(10)

Berry, R. A. W. (2006). Inclusion, power, and community: teachers and students interpret the language of community in an inclusion classroom. AmericanEducational Research Journal, 43 (3), 489- 529.

Boyatzis, R.E., Goleman, D., & Hay, G. (2002). Emotional competence inventory. Hay Group. Cerit, Y. (2010). Teacher efficacy scale: the study of validity and reliability and preservice

classroom teachers' self efficacy beliefs. Journal of Theory and Practice in Education,6

(1), 68-85.

Cipkin, G., & Rizza, F. (2003). The attitude of teachers on inclusion. Journal of Education.

Galis, S.A., & Tanner, C.K. (1995). Inclusion in elementary schools: a survey and policy analysis.

Education Policy Analysis Archives, 3 (15).

Goleman, D. (2000). Working with emotional intelligence :kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi (cetakan ketiga). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hashemi, M. R., & Ghanizadeh, A. (2011). Emotional intelligence and self-efficacy: a case of iranian efl university students. International Journal of Linguistics, 3 (01).

Hastings R. P., & Oakford, S. ( 2003). Student teachers attitudes towards the inclusion of children with special needs. Educational Psychology , 23 (1), 87-94.

Moran, M.T & Hoy, A.W. (2001). Teacher efficacy: capturing an elusive construct. Teachingand TeacherEducation, 17, 783-805.

Moran, M.T & Hoy, A.W. (2007). The differential antecedents of self-efficacy beliefs of novice and experienced teachers. Teachingand TeacherEducation, 23 (6), 944-956.

Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Pedoman khusus penyelenggaraan pendidikan inklusif. Jakarta.

Penrose, A., Perry, C., & Ball, I. (2007). Emotional intelligence and teacher self efficacy: the contribution of teacher status and length of experience. Journal of Educational Psychology, 17 (1), 100-125.

Ratcliff, O.Y.M. (2009). Voices of classroomsmanagers: their realities of full inclusion.

Electronic journal for inclusive education, 2 (4).

Ream, K.S. (2010). The relationship of emotional intelligence and self efficacy of first and secondary principals in missouri [dissertation]. tidak diterbitkan. Columbia; University of Missouri.

Ruhani, N.F., & Gusniarti U. (2008). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan efikasi diri orang tua dalam pengasuhan anak tunagrahita. Makalah dipresentasikan pada pertemuan Temu Ilmiah Nasional Psikologi Islami, Yogyakarta.

Rusyani, E. (2007). Pendidikan inklusif salah satu strategi peningkatan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun [essay].

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 2, No. 1, April 2013

(11)

Setiadi, R. (2007). Efikasi diri dan kinerja guru serta hasil belajar literasi siswa. Makalah dipresentasikan pada Forum Ilmiah Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Shade, R. A., & Stewart, R. (2001). General Education and Special Education Pre-service teachers' attitudes toward inclusion. Professional Development Collection, 46 (1), 264-273.

Staub, D. & Peck, C.A. (1995). What are the outcomes for non disabled students? Educational Leadership, 52 (4) 7-11.

Sunaryo. (2005). Manajemen pendidikan inklusif(Konsep, kebijakan, dan implementasinya dalam perspektif pendidikan luar biasa). Jurnal Pendidikan Luar Biasa.

Widyastono, H. (2007). Penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi anak berkelainan. Jurnal pendidikan dan Kebudayaan, (65), 314-324.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini Perpustakaan sekolah harus dapat memainkan peran, khususnya dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.Untuk tujuan tersebut,

Sistem Manajemen Isi (Blog Management System) yang lebih dikenal dengan singkatannya BMS adalah sebuah aplikasi berbasis web yang memiliki sistem pengaturan isi atau

Teks laporan hasil observasi adalah teks yang memuat penjabaran umum atau melaporkan sesuatu berupa hasil dari pengamatan (observasi). Teks laporan observasi

Keterkaitan antara tema perancangan dengan objek ini sangat jelas, dimana substansi organik merupakan faktor yang berpengaruh dalam terbentuknya sebuah tempat Penelitian

“Manfaatnya bagi masyarakat dengan berlakunya Mawah adalah para petani khususnya tidak lagi mendapat tekanan dari pihak-pihak yang secara langsung meminjamkan uangnya untuk

Pada proyek akhir ini difokuskan pada pembuatan sebuah simulator untuk pembelajaran modulasi dan demodulasi FM (Frequency Modulation) menggunakan labVIEW (Laboratory

Hasil regresi jenis kepemilikan pada bank pemerintah (D4) memoderasi pengaruh capital regulation motive terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif menghasilkan koefisien