• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SERBUK KULIT BATANG KAYU LAWANG (Cinnamomun cullilawan) TERHADAP MORTALITAS KUMBANG BUBUK BERAS (Sitophylus oryzae L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SERBUK KULIT BATANG KAYU LAWANG (Cinnamomun cullilawan) TERHADAP MORTALITAS KUMBANG BUBUK BERAS (Sitophylus oryzae L.)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SERBUK KULIT BATANG KAYU LAWANG

(Cinnamomun cullilawan) TERHADAP MORTALITAS KUMBANG

BUBUK BERAS (Sitophylus oryzae L.)

EFFECTS OF THE STEM BARK POWDER OF THE CLOVER TREE

(Cinnamomun cullilawan) ON THE MORTALITY OF THE RICE POWDER

BEETLE (Sitophylus oryzae L.)

Betty Verly Sahanaya1, Ahdin Gassa2, La Daha2

1

Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin 2

Fakultas Pertanian Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi : Betty Verly Sahanaya

Stiper Santho Thomas Aquinas Jayapura

HP 085254140788

(2)

Abstrak

Beras merupakan komoditi penting di Indonesia dan masalah yang biasa di hadapi dalam tempat penyimpanam adalah serangan hama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Serbuk Kulit Batang Kayu Lawang (cinnamomum cullilawan) terhadap mortalitas kumbang bubuk beras (Sitophylus oryzae L). Dilakukan dari bulan maret sampai bulan mei 2013 di laboratorium Hama Penyakit Universitas Pattimura Ambon Dan Di Gudang Penyimpanan Beras Dolog Ambon. Tahapan penelitian dimulai dari penyiapan bahan yaitu Kulit Batang Kayu Lawang diambil dari Daerah Seram Barat Maluku, pemilihan Imago Serangga Stophilus oryzae L.Parameter yang diamati adalah laju mortalitas serangga Sitophylus oryzae L. dan presentasi mortalitas serangga Stophylus oryzae L. Desain penelitian adalah RancanganAcak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan (2,5 gram,5 gram, 7,5 gram, 10 gram dan 12,5 gram Serbuk Kulit Kayu Lawang) dan 5 kali ulangan. Persentasi Mortalitas imago kumbang beras dianalisa dengan analisa ANOVA dan dilanjutkan dengan uji lanjut BNJ taraf 0,05%. Hasil percobaan ini menunjukkan rata-rata mortalitas yang mencapai 50% pada aplikasi serbuk kulit batang kayu lawang dengan dosis 12,5 gr yaitu 2,5 hari setelah aplikasi. Rata-rata mortalitas yang mencapai 100 % pada aplikasi serbuk kulit batang kayu lawang dengan dosis 12,5 gr itu hari ke- 5 setelah aplikasi.

Kata Kunci : Kayu Lawang, Pestisida Nabati, Hama gudang, Sitophylus oryzae L

Abstract

Rice is an important commodity in Indonesia and the usual problem faced in the storage area is pest. This research was conducted in order to find out the effects of the stem bark powder of the clover tree (Cinnamomun cullilawan) on the mortality of the rice powder beetle (Sitophylus oryzae L). The experiment was carried out from march through may, 2013 in the Laboratoty of Plant Disease of Pattimura University, Ambon and in the Rice Warehouse of Ambon Logistic Depot. The aim was to find out the effects of the bark of the clove tree on the rice beetles (Sitophylus oryzae L). The observed parameter was the mortality rate and the mortality percentage of the insects (Sitophylus oryzae L ). The research design was the complete Random Design with five treatments (2,5 grams, 5 grams, 7,5 grams, 10 grams and 12,5 grams of the bark powder of the clover tree and five time replication. The percentages of the mortality of the imago rice beetles was analyzed by using the ANNOVA analysis followed by the advanced BNJ test at the level of 0,05 %. The research result indicated that the average mortality which reached 50 % at !2,5 gram dose of the bark powder of the clover tree was 2,5 days after the application, and the average mortality which reached 100 % at 12,5 gram dose of the bark powder of the clover tree was five days after application.

(3)

PENDAHULUAN

Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia dan merupakan sumber utama bagi pemenuhan kebutuhan kalori. Didalam pembangunan nasional komoditi ini mempunyai peranan srategis. Karena mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan stabilitas nasional maka beras akan selalu menjadi perhatian dalam ketersediaan dan distribusinya.

Untuk meningkatkan produksi beras faktor gudang sebagai tempat penyimpanan beras penting sekali. Produksi beras yang melimpah akan menimbulkan problem dilain sisi dengan masalah hama pada tempat penyimpanan. Beras yang disimpanan dalam gudang dapat mencapai kerusakan antara 10-20% didalam waktu yang relative pendek akibat serangan hama, (Sastroamidjojo, H. 2004).

Hama gudang dapat menyerang setiap waktu, kerusakan yang dikarekan serangan hama gudang dapat menurunkan kualitas beras. Serangga utama yang merupakan hama dalam penyimpanan beras adalah dari ordo Lepidoptera (Tenebrionidae) dan dari coleoptera adalah kumbang beras (Sitophilus oryzae L). Pengendalian serangga hama gudang kumbang beras (Sitophylus oryzae L) digudang-gudang beras biasanya menggunakan teknik fumigasi yaitu zat atau campuran zat yang menghasilkan gas, uap, asap, bau untuk mengendalikan serangga (Kardinan, 2002). Penggunaan fumigan di dalam pengendalian serangga hama terhadap komoditi digudang membutuhkan rancang bangun gudang yang khusus dan peralatan yang khusus serta biaya yang mahal namun disisilain juga menimbulkan dampak bagi kesehatan manusia.

Salah satu alternative pengendalian hama gudang (Sitophylus oryzae L) adalah denganpenggunaan pestisida nabati sebagai senyawa yang ramah lingkungan, dapat menolak atau mengusir serangga karena mengeluarkan bau yang tidak disukai oleh serangga (Mulyadi, 2007). Satu diantaranya adalah berasal dari kulit batang kayu lawang(Cinnamomun cullilawan). Dalam minyak lawang hasil ekstrasi dari Kulit batang kayu lawang mengandung dua senyawa utamayaitu senyawa eugenol dan safrol serta minyak atsiri dan komponen fenol (Sahanaya, 2011). Serbuk kulit kayu lawang mempunyai bau khas serta merangsang pernapasan. Bau dari serbuk kulit kayu batang lawang akan menguap kemudian tercium oleh antene kumbang beras (Sitophylus oryzae L.) sehingga

(4)

akan menjauh danpergi (Samsudin,2008). Pemberian serbuk kulit batang kayu lawang nantinya akan dilihat efeknya terhadap persentasi mortalitas dan laju mortalitas serangga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efek pemberian serbuk kulit kayu lawang terhadap laju dan mortalitas serangga hama gudang kumbang beras (Sitophilus oryzae L). dengan cara yang ramah lingkungan dan aman terhadap kesehatan manusia.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan bahan

Penelitian dilakukan pada laboratorium Hama Fakultas Pertanian Unpatti dan Gudang Penyimpanan Beras Dolog Ambon dari bulan maret sampai Mei 2013.Alat yang digunakan adalah: parang, gunting, timbangan, wadah plastik, kain kasa, pinset, thermometer, hygrometer.Bahan yang digunakan adalah serbuk kulit batang kayu lawang (Cinnamomun cullilawan),imago sitophylus oryzae, beras dari gudang penyimpanan variatas local.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Perlakuan terdiri dari: P1 = 2,5 gr dosis serbuk batang kulit kayu lawang/100 butir beras, P2 = 5 gr dosis serbuk batang kulit kayu lawang/100 butir beras, P3 = 7,5 gr dosis serbuk batang kulit kayu lawang/100 butir beras, P4 = 10 gr dosis serbuk batang kulit kayu lawang/100 butir beras, P5 = 12,5 gr dosis serbuk batang kulit kayu lawang/100 butir beras. Masing-masing wadah perlakuan dimasukan 20 ekor imago kumbang beras.

Parameter yang diukur yaitu Gejala keracunan serbuk batang lawang terhadap imago kumbang bubuk beras, Laju Mortalitas dihitung berdasarkan waktu tercepat yang dapat mematikan 50 % serangga uji. Pengukuran factor fisik berupa kelembaban dan suhu udara, dilakukan 3 hari sekali pada pagi, siangdan sore hari. Untuk pengamatan Persentasi Mortalitas dilakukan satu hari setelah perlakuan sampai hari dimana semua serangga uji telah mati .Dihitung dengan rumus : M = a/b x 100 % . Dimana M = Persentasi mortalitas serangga, a = Jumlah serangga yang mati, b = Jumlah serangga yang digunakan.

(5)

HASIL

Laju Mortalitas

Tabel 1 memperlihatkan hasil analisis sidik ragam bahwa perlakuan dengan dosis serbuk kulit kayu batang lawang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mematikan imago serangga Sitophylus oryzae sebanyak 50 %. Dari tabel dapat dilihat bahwa perlakuan dengan 2,5 gram serbuk kulit kayu lawang membutuhkan empat setengah hari mematikan 50 % serangga sitophylus oryzae diikuti dengan peningkatan jumlah dosis . Perlakuan dengan dosis tertinggi yaitu 12,5 gram serbuk kulit kayu lawang hanya membutuhkan dua setengah hari mematikan imago serangga sitophylus oryzae.

Mortalitas Harian (%)

Gambar 1 memperlihatkan hasil pengamatan terhadap mortalitas harian imago serangga sitophylus dengan perlakuan dosis serbuk kulit batang kayu lawang, menunjukkan bahwa serbuk kulit kayu lawang berpengaruh terhadap mortalitas harian serangga sitophylus yaitu pada hari pertama telah menyebabkan tingkat kematian berkisar antara 3-22 % satu hari setelah perlakuan aplikasi. Mortalitas harian mengalami peningkatan pada hari kedua dimana pada perlakuan dengan dosis 12,5 gram sudah mampu membunuh 50% serangga uji. Mortalitas serangga uji mengalami peningkatan seiring waktu. Pada hari pengamatan ke-4 berkisar dari 47-92%. Pada hari pengamatan ke-5 perlakuan dengan 10 gram dan 12,5 gram sudah mencapai 100%. Pada hari ke-6 perlakuan dengan 7,5 gram juga mengalami mortalitas 100% dan pada hari ke-& setelah perlakuan semua serangga uji sudah mati. Semakin lama perlakuan dengan dosis yang semakin besar memberikan pengaruh nyata pada mortalitas serangga uji. Pada pemberian dosis yang tinggi maka pengaruh yang ditimbulkan semakin tinggi, dan daya kerja racun pada suatu senyawa sangat ditentukan oleh besarnya dosis yang diberikan .

Mortalitas Total (%)

Tabel 2 memuat hasil analisis sidik ragam mortalitas total imago serangga sitophylus memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap presentasi mortalitas total imago serangga Sitophylus oryzae.Berdasarkan tabel pengamatan rata-rata presentasi mortalitas serangga uji menunjukkan perbedaaan secara nyata rata-rata persentase mortalitas pada masing-masing perlakuan. Perlakuan dengan dosis tertinggi yaitu 12,5

(6)

gram serbuk kulit kayu lawang menunjukkan presentasi mortalitas tertinggi. Hal ini dapat di jelaskan bahwa tingkat Dosis yang semakin tinggi menyebabkan persentasi mortalitas hama juga meningkat.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian serbuk kulit kayu lawang dengan dosis 12,5 gram memberikan pengaruh yang sangat nnyata terhadap laju mortalitas serta persentasi mortalitas serangga sitophylus.

Pestisida botani yang berasal dari bahan tanaman kayu lawang yaitu kulit batang kayu lawang. Dalam kulit batang kayu lawang ditemukan senyawa-senyawa Eugenol dan safrol juga senyawa-senyawa terpenoide dalam jumlah kecil (Sohilait, 2006). Pengamatan pada semua imago serangga sithopylus setelah diberi perlakuan dengan serbuk kulit kayu lawang menunjukkan gejala awal yang sama yaitu semua serangga bergerak naik ke kain kasa penutup, hal ini membuktikan bahwa bahan aktif dalam serbuk kulit kayu batang lawang mengganggu pernapasan serangga dengan adanya peningkatan konsentrasi CO2

melebihi konsentrasi O2, sehinga serangga bergerak untuk mencari udara segar. Konsentrasi

O2 yang rendah menyebabkan spirakel serangga terus membuka dan dapat menyebabkan

serangga tersebut mati Pada hari pertama , kedua setelah perlakuan serangga masih telihat aktif bergerak, tetapi pada hari-hari selanjutnya kelihatan ada yang sudah tidak aktif bergerak dan kemudian akan mengalami kematian. Kebanyakan seranggga uji mati dalam posisi terbalik, hal ini karena terjatuh dari kain penutup dan tidak mampu membalikkan tubuh ke posisi keadaan yang sebenarnya, (Novizan. 2002).

Dalam penelitian ini semua factor lain telah dieliminasikan sehingga tidak atau kurang berpengaruh terhadap serangga, seperti faktor suhu dan kelembaban. Hasil pengamatan rata-rata suhu dan kelembaban selama selama penelitian adalah sebagai berikut : rata-rata suhu 29,8 oc dan rata-rata kelembaban 81,8 persen. Dapat dikatakan bahwa suhu dan kelembaban tidak berpengaruh terhadap kematian serangga uji, namun sangat mendukung perkembangannya karena kisaran suhu dan kelembaban untuk perkembangan hama ini adalah 17-34°C dan kelembaban 15-100 % (Amanupunyo, 2002).

Laju rata-rata Mortalitas terlihat secara nyata ada perbedaan antara ke lima perlakuan.Perlakuan P1 dan P2 dengan masing-masing dosis yang berbeda (2,5 gram dan

(7)

5,0 gram) namun menunjukkan laju kematian yang sama yaitu 4,5 hari. Disini waktu yang dibutuhkan untuk mematikan hama serangga uji lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya , hal ini karena jumlah dosisnya lebih rendah dengan demikian kandungan bahan aktifnya juga rendah, Perlakuan P3 dengan Dosis 7,5 gram dan Perlakuan P4 dengan dosis 12,5 gram memberikan pengaruh yang bebeda dari Perlakuan P1 dan P2 , dimana waktu yang dibutuhkan untuk mematikan hama serangga uji yaitu 3-3,5 hari, lebih cepat satu hari dari perlakuan P1 dan P2 .

Perlakuan P5 dengan dosis 12,5 gram serbuk kulit kayu lawang memperlihatkan pengaruh laju kematian yang paling cepat daripada perlakuan sebelumnya. Waktu yang dibutuhkan untuk laju kematian hama 2,3 hari .Perlakuan P5 dengan dosis 12,5 gram menunjukan pengaruh bahwa serbuk kayu lawang lebih efektif dibandingkan keempat perlakuan terdahulu. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi dosis pestisida nabati yang di pakai semakin tinggi pula bahan aktif (Pattikawa, 2007) sehingga racun yang ada dalam serbuk kayu lawang terakumulasi lebih cepat pada sinaps saraf hama serangga uji.

Perlakuan dengan dosis 2,5 dan 5,0 gram serbuk kulit kayu lawang pada hari pertama setelah perlakuan (data pengamatan) mampu membunuh hama hanya sebesar tiga persen dan sepuluh persen kemudian terjadi peningkatan mortalitas hingga mengalami mortalitas total pada hari ke tujuh setelah perlakuan, (Rukmana dkk,. 1997). Perlakuan dengan 7,5 gram serbuk kulit kayu lawang pada hari pertama setelah perlakuan membunuh hama sebesar dua belas persen dan mengalami mortalitas total pada hari ke enam setelah perlakuan. Perlakuan dengan 10,0 gram dan 12,5 gram serbuk kulit kayu lawang dan P5 pada hari ke pertama setelah perlakuan mempunyai presentasi yang sama dalam membunuh serangga uji yaitu dua puluh dua persen dan mengalami mortalitas total pada hari ke lima setelah perlakuan.

Dari pengamatan data di atas dapat dijelaskan semakin tinggi dosis maka kandungan bahan aktif pun tinggi sehingga mampu mematikan serangga uji lebih banyak dan proses kematiannya lebih cepat dengan demikian kematian serangga uji dipengaruhi oleh ketersedian racun. Semakin tinggi dosis pestisida nabati yang di pakai semakin tinggi pula bahan aktif (amanupunyo, 2002) sehingga racun yang ada dalam serbuk kayu lawang terakumulasi lebih cepat pada sinaps saraf hama serangga uji. Semakin tinggi dosis maka kandungan bahan aktif semakin banyak sehingga mampu mematikan serangga uji lebih

(8)

banyak dan proses kematiannya lebih cepat dengan demikian kematian serangga uji dipengaruhi oleh ketersedian racun. Semakin tinggi dosis pestisida nabati yang di pakai semakin tinggi pula bahan aktif (sohilait, 2006) sehingga racun yang ada dalam serbuk kayu lawang terakumulasi lebih cepat pada sinaps saraf hama serangga uji.

Kandungan racun yang terdapat pada serbuk kayu lawang menghambat kerja enzim Asetilcholineesterase pada sinaps saraf. Enzim ini berfungsi untuk memecahkan asetilcholine menjadi komponen cholin, asam asetat dan air. Racun yang masuk ke dalam tubuh serangga hama melalui pernapasan akan mengganggu terjadi pengikatan asetilcholineesterase (Semangun, H. 2003). Keadaan ini menyebabkan enzim tersebut tidak mampu untuk memecahkan asetilcholine akibatnya terjadi konvusi (penumpukan asetilcline) pada sinaps saraf. Terakumulasinya asetilcholine ini akan menyebabkan proses transmisi saraf normal terbengkalai, serangga hama mengalami kejang-kejang secara terus menerus sehingga akhirnya mati.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil percobaan ini menunjukkan rata-rata mortalitas yang mencapai 50% pada aplikasi serbuk kulit batang kayu lawang dengan dosis 12,5 gr yaitu 2,5 hari setelah aplikasi. Rata-rata mortalitas yang mencapai 100 % pada aplikasi serbuk kulit batang kayu lawang dengan dosis 12,5 gr itu hari ke- 5 setelah aplikasi.

Kandungan racun yang terdapat pada serbuk kayu lawang menghambat kerja enzim Asetilcholineesterase pada sinaps saraf sehingga tidak mampu untuk memecahkan asetilcholine akibatnya terjadi konvusi (penumpukan asetilcline) dan menyebabkan kematian imago Sitophylus oryzae L.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 2003. Patologi Tumbuhan. Terjemahan Baharudin, S.A.S. Omar dan R. Abdullah . Kualalumpur.

Amanupunyo, H.R.D. (2002). Pengaruh Bubuk Cengkih Dalam Menekan Pertumbuhan Jamur Sclerotium Rolfsii penyebab Penyakit Layu Sclerotium Pada Kedelai. (Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tidak Di publikasikan).

Kardinan, A. (2002). Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya Jakarta. Mulyadi, Arianto. (2007). Mengenal Pasar Minyak Atsiri Indonesia. (On Line)

http://www.Atsiri-Indonesia.com. Diakses 20 Agustus 2011.

Novizan. (2002). Membuat dan memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Jakarta. Agromedia Pustaka.

Pattikawa. (2007). Potensi Beberapa Tanaman Dalam Menekan Pertumbuhan Bakteri Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Pada Pisang Secara In Vitro. Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ambon.

Rukmana dkk,. (1997). Hama Gudang . Jakarta. Penebar Swadaya.

Sahanaya, verly. (2011). Penentuan Komponen Senyawa Kimia Pada Kulit Batang Kayu Lawang, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.

Samsudin, H. (2008). Pengendalian Hama Dengan Insektisida Botani. Jakarta.

Semangun, H. (2003). Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikutura di Indonesia. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Sastroamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta. UGM Press.

Sohilait, H. J. (2006). Kimia Minyak Atsiri dan Peranannya dalam Pembangunan di Maluku ke Depan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Universitas Pattimura Ambon.

(10)

Tabel 1. Analisis Sidik Ragam Laju Mortalitas Imago Sitophylus oryzae L.

Perlakuan Laju Mortalitas ( Hari ) 2,5 gram serbuk 4,5 e 5,0 gram serbuk 4,4 d e 7,5 gram serbuk 3,4 c 10,0 gram serbuk 3,0 b 12,5 gram serbuk 2,3 a BNT0,05 = 0,39

Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama menunjukan tidak berbedaPada uji beda nyata terkecil(BNT = 5 % )

Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Persentasi Mortalitas Imago Sitophylus oryzae L. Perlakuan Persentasi Mortalitas ( Hari )

2,5 gram serbuk 58 a 5,0 gram serbuk 64 b 7,5 gram serbuk 57 a 10,0 gram serbuk 59 a b 12,5 gram serbuk 70 c BNT0,05 = 5,33

Keterangan : Angka – angka yang didampingi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda. Pada uji beda nyata terkecil . ( BNT = 5 % )

(11)

Gambar 1. Hasil Pengamatan Mortalitas Harian Imago Sitophylus oryzae L. 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 P er se n ta se M o rt al it as Pengamatan Hari ke P1 P2 P3 P4 P5

Gambar

Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Persentasi Mortalitas Imago Sitophylus oryzae L.

Referensi

Dokumen terkait

kelimpahan musuh alami serangga hama dari kelompok laba-laba dan serangga predator lebih melimpah pada petak yang diaplikasikan bioinsektisida dibandingkan petak

Dengan adanya sistem penjadwalan konsumsi listrik ini maka semua peralatan bertenaga listrik yang dibutuhkan dalam aktivitas usaha dapat berjalan dalam waktu yang

Hal yang perlu dianalisis selanjutnya adalah kesiapan perusahaan yang kaitan dengan manajemen sumber daya manusia mulai dari pengadaan, penempatan jabatan tertentu,

agribisnis dengan kegiatan lainnya karena masing-masing pelaku agribisnis mengambil keputusan sendiri-sendiri dalam menjalankan usahanya, konsekuensinya adalah dinamika

Tidak berbeda jauh dengan sistem kompresi uap pada umumnya, pada dalam sistem refrigerasi cascade seperti pada gambar 2.10 terdapat lima komponen utama, yaitu kompresor, kondensor,

Terdapat dua penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yuni Wachid Asrori yang berjudul “Antologi Puisi

Judul Tugas Akhir yang penulis pilih adalah Kajian Perencanaan Embung Untuk Keperluan Irigasi di Daerah Batu Betumpang Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka