• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patofisiologi Meningitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Patofisiologi Meningitis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

2.6 Patofisiologi 2.6 Patofisiologi Meningitis Bakterial Meningitis Bakterial1,21,2

Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai  berikut :

 berikut : 1.

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2.

2. Bakteri menembus rintangan mukosaBakteri menembus rintangan mukosa 3.

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitasBakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas  bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

 bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinalBakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal 5.

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinalBakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6.

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak. Akhir

Akhir

 – 

 – 

 akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial, yaitu suatu akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial, yaitu suatu  proses

 proses yang yang kompleks, kompleks, komponenkomponen

 – 

 – 

  komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan  komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan  jalan

 jalan menembus menembus rintangan rintangan darah darah otak otak melalui melalui tempattempat

 – 

 – 

  tempat yang lemah, yaitu di  tempat yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi  bakteri

 bakteri karena karena mengandung mengandung kadar kadar glukosa glukosa yang yang tinggi. tinggi. Segera Segera setelah setelah bakteri bakteri berada berada dalamdalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.

(2)

Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan dinding sel atau komponen

 – 

  komponen membran sel (endotoksin, teichoic acid ) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam skema tersebut di bawah, sehingga

timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada waktu lisis akan melepaskan

lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif akan melepaskan teichoic acid   (asam teikoat).

(3)

Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1

Produk

 – 

  produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi seperti Interleukin

 – 

  1 (IL-1) dan tumor necrosis factor   (TNF). Mediator inflamasi berperan dalam  proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial, yang

selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi  syndrome inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena  proses peradangan akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin

endogen sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu mengantuk, iritabel dan kejang.

(4)

Meningitis tuberculosis pada umumnya sebagai penyebaran tuberculosis primer, dengan focus infeksi di tempat lain. Biasanya fokud infeksi primer di paru, namun Blockloch menemukan 22,8% dengan focus infeksi primer di abdomen, 2,1% di kelenja limfe leher dan 1,2% tidak ditemukan adanya fokus infeksi primer. Dari focus infeksi primer, basil masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat  berupa tuberculosis milier atau hanya menimbulkan beberapa focus metastase yang biasanya

tenang.

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich pada tahun 1951, yakni  bahwa terjadinya meningitis tuberculosis adalah mula-mula terbentuk tuberkel di otak, selaupt otak atau medulla spinalis, akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberculosis kronik (walaupun jarang). Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau factor imunologis. Basil kemudia langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera setelah dibentuknya lesi atau setelah periode laten  beberapa bulan atau beberapa tahun. Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensitisasi, maka masuknya basil ke ruang subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan pada cairan cerebrospinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul di sekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas di selaput otak pada dasar otak dan ependim. Meningitis basalis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi neurologis, berupa  paralisis saraf kranialis, infark karena penyumbatan arteria dan vena, serta hidrosefalus karena tersumbatnya aliran cairan cerebrospinal.. perlengketan yang sama dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan menyebabkan spinal block  dan paraplegia.

Meningitis Virus

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1

 Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ

tertentu.

 Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke

(5)

 Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk

(permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.

 Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan

menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :12

 Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute saluran

respirasi

 Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk

 Virus limfositik koriomeningitis

 – 

 melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya ataupun

 bahan eksresinya.

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan loka l, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain  barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk  pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48  jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus.

(6)

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

Meningitis Jamur

Infeksi pertama terbanyak terjadi akibat inhalasi yeast dari lingkungan sekitar. Pada saat dalam tubuh host Cryptococcus membentuk kapsul polisakarida yang besar yang resisten terhadap fagositosis. Produksi kapsul distimulasi oleh konsentrasi fisiologis karbondioksida dalam paru. Keadaan ini meyebabkan jamur ini beradaptasi sangat baik dalam host mamalia. Reaksi inflamasi ini menghasilkan reaksi kompleks primer paru kelenjar limfe (primary lung lymp node complex) yang biasanya membatasi penyebaran organisme.

Kebanyakan infeksi paru ini tanpa gejala, tetapi secara klinis dapat terjadi seperti gejala  pneumonia pada infeksi pertama dengan gejala yang bervariasi beratnya. Keadaan ini biasanya

membaik perlahan dalam beberapa minggu atau bulan dengan atau tanpa pengobatan. Pada  pasien lainnya dapat terbentuk lesi pulmonar fokal atau nodular. Cryptococcus dapat dorman dalam paru atau limfenodus sampai pertahanan host melemah. Cryptococcus neofarmans dapat menyebar dari paru dan limfenodus torakal ke aliran darah terutama pada host yang sistem kekebalannya terganggu. Keadaan ini dapat terjadi selama infeksi primer atau selama masa reaktivasi bertahun-tahun kemudian. Jika terjadi infeksi jauh, maka tempat yang paling sering terkena adalah susunan saraf pusat. Keadaan dimana predileksi infeksi ini terutama pada ruang subarakhnoid, belum dapat diterangkan.

Ada beberapa faktor yang berperanan dalam patogenesis infeksi Cryptococcus neofarmans pada susunan saraf pusat. Jamur ini mempunyai beberapa fenotif karakteristik yang diaktakan berhubungan dengan invasi pada susunan saraf pusat seperti, produksi phenoloxidase, adanya kapsul polisakarida,dan kemampuan untuk berkembang dengan cepat pada suhu tubuh host.Informasi terakhir mengatakan bahwa melanin bertindak sebagai antioksidan yang melindungi organisme ini dari mekanisme pertahanan tubuh host. Faktor karakteristik lainnya yaitu kemampuan kapsul untuk melindungi jamur dari pertahanan tubuh

terutama fagositosis dankemampuan jamur untuk hidup dan berkembang pada suhu tubuh manusia.

Gambar

Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial
Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial  1

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya layanan sistem informasi yang diberikan oleh Ditsisfo menyebabkan dilakukannya pengembangan dan perubahan aplikasi sehingga aplikasi dapat beroperasi dengan

Oleh karena perkembangan dan kemajuan dari media, yang saat ini berada pada bentuk media baru, yakni media online, penulis tertarik untuk melaksanakan praktik kerja magang di salah

Tulang rawan elastik mengandung serabut elastik. Tulang rawan ini terdapat pada daun telinga dan epiglotis. Pada masa pertumbuhan, terutama  pada saat bayi,

Black box testing adalah pengujian yang dilakukan hanya mengamati hasil eksekusi melalui data uji dan memeriksa fungsional dari perangkat lunak. Metode Black Box

Mempunyai tugas mengumpulkan dan mengolah bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan tata pemerintahan, administrasi wilayah

5 Pertimbangan sampel yang digunakan dalam penelitian ini responden penelitian meliputi pengusaha DAM isi ulang yang tidak menerapkan peraturan dengan baik, Dinas

Dari pembahasan hasil penelitian terhadap proses berpikir siswa dalam mengkonstruksi materi bangun ruang sisi lengkung dapat disimpulkan bahwa proses berpikir siswa kelas IX SMP

Setelah didapatkan data hasil penelitian tentang perbedaan berat badan bayi pada ibu yang diberikan air rebusan buah pepaya muda dengan yang tidak diberikan air