• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi apoteker mengenai penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat di apotek - apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persepsi apoteker mengenai penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat di apotek - apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEPSI APOTEKER MENGENAI PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTEK – APOTEK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Tesis Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Farmasi (M.Farm.) Program Studi Magister Farmasi. Diajukan oleh: Catharina Apriyani Wuryaningsih Heryanto S.Farm., Apt. NIM: 178122001. PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEPSI APOTEKER MENGENAI PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTEK – APOTEK DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Tesis Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Farmasi (M.Farm.) Program Studi Magister Farmasi. Diajukan oleh: Catharina Apriyani Wuryaningsih Heryanto S.Farm., Apt. NIM: 178122001. PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020. i.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. ii.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PENGESAHAN TESIS. iii.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. “Do not judge me by my successes, Judge me by how many times I fell down, and got back up again” Nelson Mandela. Karya ini saya persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria Papa, Mama, Arnold, Sylvia, Amanda dan Bertus Sahabat-sahabat yang saya sayangi Serta Almamater, Sanata Dharma. iv.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI. v.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. vi.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus karena hanya dengan anugerah, berkat, bimbingan, kasih dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis berjudul “Persepsi Apoteker Mengenai Penggunaan Internet dan Media Sosial untuk Pelayanan Informasi Obat di ApotekApotek di Daerah Istimewa Yogyakarta” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi (M.Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian untuk tesis ini merupakan bagian dari sebuah penelitian payung yang bertema “Penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan kefarmasian di apotek” dengan ketua peneliti Aris Widayati, M.Si., Apt., PhD. Penelitian payung tersebut terselenggara dengan dukungan pendanaan dari Kemenristek DIKTI Skim Hibah Penelitian Tesis Magister pendanaan tahun 2019 dengan No. kontrak 029/penel./LPPM-USD/IV/2019 (untuk penelitian utama) dan kontribusi pendanaan internal dari LPPM USD Skim Hibah Internal Penelitian Skema Magister Doktor Tahun 2019 dengan No. kontrak 019/penel./LPPM-USD/III/2018 (untuk penelitian pendahuluan). Penulis menyampaikan ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada banyak pihak yang mendukung penulis dalam melaksanakan penelitian dan menyusun naskah skripsi ini. Ungkapan terimakasih ini penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. dan Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi saran dari awal hingga terselesaikannya penelitian ini. 3. Tim panelis tesis Prodi S2 Farmasi Fakultas Farmasi USD yang telah memberikan banyak masukan berharga pada saat paparan proposal tesis dan paparan laporan kemajuan tesis 4. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. vii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5. Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 6. Apoteker yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 7. Papa, Mama, Arnold, Sylvia, Amanda dan Bertus yang selalu memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dan dukungan secara moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini 8. Teman-teman seperjuangan dalam melakukan penelitian serta penyusunan tesis Sani, Ria, dan Nia yang selalu memberi dukungan 9. Sahabat penulis Mbak Ira, Mbak Nia, Kak Herta dan Indah yang secara tidak langsung membantu dan selalu memotivasi dalam menyelesaikan tesis 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam proses perkuliahan dan penyusunan tesis ini. Yogyakarta, 2 Desember 2019 Penulis, (Catharina Apriyani Wuryaningsih Heryanto S.Farm., Apt.). viii.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN TESIS ................................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................................ iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................................ vi PRAKATA ........................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xiii INTISARI ............................................................................................................................ xiv ABSTRACT ......................................................................................................................... xv I.. LATAR BELAKANG ..................................................................................................... 1. II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 3 2.1 Peranan Revolusi Industri 4.0, e-health, dan e-pharmacy......................................... 3 2.2 Pemahaman Masyarakat Terhadap e-health dan e-pharmacy ................................... 4 2.3 Peningkatan Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian Berbasis Teknologi Informasi Komunikasi (TIK).................................................................................... 4 2.4 Perkembangan e-pharmacy di Negara Maju dan Negara Berkembang .................... 5 III. METODE ........................................................................................................................ 6 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 6 3.2 Variabel dan Definisi Operasional ............................................................................ 6 3.3 Sampel dan Teknik Sampling.................................................................................... 7 3.4 Penyusunan Instrumen............................................................................................... 9 3.5 Pengambilan Data.................................................................................................... 10 3.6 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................................. 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 12. ix.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.1 Demografi dan Karakteristik Responden Apoteker ................................................ 12 4.2 Internet dan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Profesional....................... 15 4.3 Aktivitas Profesional Apoteker Berbantukan Internet ............................................ 16 4.4 Persepsi apoteker tentang penggunaan media sosial untuk berkomunikasi ............ 18 4.5 Hambatan dan Harapan Pemanfaatan Internet dan Media Sosial ........................... 21 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 22 5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 22 5.2 Saran………… ........................................................................................................ 22 VI. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 23 LAMPIRAN ......................................................................................................................... 27 Lampiran 1. Luaran Penelitian ...................................................................................... 28 Lampiran 2. Ethical Clearance ..................................................................................... 41 Lampiran 3. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ......................................... 42 Lampiran 4. Pengambilan sampel apotek secara proporsional per wilayah kabupaten/kota di lima wilayah di D.I. Yogyakarta ............................................... 43 Lampiran 5. Skoring kuesioner PIMSAN ..................................................................... 44 Lampiran 6. Kuesioner Penggunaan Internet dan Media Sosial untuk Pelayanan Kefarmasian “PIMSAN” ........................................................................................ 53 BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................................... 65. x.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL. Tabel 1.. Perhitungan pengambilan sampel apotek. di wilayah D.I.. Yogyakarta per wilayah kabupaten/kota secara proporsional …….. 9 Tabel 2.. Struktur kuesioner untuk penelitian tentang penggunaan internet dan media sosial di apotek- apotek di D.I. Yogyakarta …………… 10. Tabel 3.. Demografi. dan. karakteristik. responden. apoteker. di. D.I.. Yogyakarta ………………………………………………………... Tabel 4.. Penggunaan internet oleh apoteker sebagai sarana komunikasi profesional ……………………………………………………….. Tabel 5.. 14. 15. Penggunaan SMS (Short Message Service) sebagai sarana komunikasi professional …………………………………………... 16. Tabel 6.. Jenis aktivitas profesional apoteker dengan bantuan internet …...... Tabel 7.. Persepsi apoteker tentang penggunaan media sosial untuk berkomunikasi ……………………………………………………... Tabel 8.. 20. Hambatan apoteker tentang penggunaan internet dan media sosial untuk berkomunikasi ………………………………………………. Tabel 9.. 18. 21. Harapan apoteker tentang penggunaan internet dan media sosial untuk berkomunikasi ………………………………………………. xi. 21.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR GAMBAR Gambar 1.. Studi-studi terdahulu terkait perkembangan e-pharmacy di negara maju dan negara berkembang (state of the art) ……….. xii. 5.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.. Luaran Penelitian ………………………………………………….. 29. Lampiran 2.. Ethical Clearance …………………………………………………. 42. Lampiran 3.. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik ……………………. 43. Lampiran 4.. Pengambilan sampel apotek secara proporsional per wilayah kabupaten/kota di lima wilayah di D.I. Yogyakarta ………………. 44. Lampiran 5.. Skoring kuesioner PIMSAN ………………………………………. 45. Lampiran 6.. Kuesioner PIMSAN ……………………………………………….. xiii. 54.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. INTISARI Pelayanan kesehatan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau ehealth telah berkembang pesat di berbagai negara. Pelayanan kefarmasian berbasis TIK dikenal sebagai e-pharmacy. Namun demikian, penelitian mengenai persepsi apoteker tentang penggunaan internet untuk pelayanan kefarmasian di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi apoteker di D.I. Yogyakarta tentang penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bersifat observasional deskriptif. Sebanyak 223 apoteker dipilih secara purposive sampling dari lima kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Responden mengisi kuesioner yang terdiri atas 45 butir pertanyaan setelah sebelumnya menandatangani inform consent untuk kesediaan berpartisipasi secara sukarela. Data dianalisis secara deskriptif berupa frekuensi dan persentase. Ethical clearance penelitian telah diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor 945/C.16/FK/2019. Hasil penelitian menunjukkan 97,76% dari 223 responden memiliki fasilitas internet di apotek. Peralatan yang digunakan meliputi komputer/laptop dan gadget/smartphone. Responden mengandalkan internet untuk mencari informasi obat (61,43%), sedangkan untuk informasi tentang penyakit (55,16%). Untuk berkomunikasi dengan pasien dilakukan dengan menggunakan SMS (60,09%) dan whatsapp (87,00%). Selanjutnya, komunikasi dengan tenaga kesehatan melalui SMS (30,94%) dan whatsapp (93,27%). Hambatan yang dialami dalam menggunakan TIK adalah jaringan internet yang kurang baik (54,71%). Harapan apoteker tentang TIK adalah dapat mempermudah komunikasi dengan pasien, tenaga kesehatan lainnya, serta mempermudah pencarian informasi obat. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa apoteker mampu dan siap melakukan e-pharmacy. Penggunaan internet dan media sosial oleh apoteker dilakukan untuk Pelayanan Informasi Obat (PIO). Persepsi apoteker terhadap penggunaan internet dan media sosial adalah positif. Internet digunakan untuk mencari informasi obat dan penyakit. Selanjutnya, media sosial cenderung digunakan untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Dapat dikatakan internet dan media sosial memiliki dampak yang signifikan, namun SMS tetap menjadi pilihan dalam berkomunikasi. Kata kunci: apoteker, e-health, e-pharmacy, internet, media sosial, persepsi. xiv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Information and Communication Technology (ICT) based health services or ehealth have developed rapidly in various countries. ICT-based pharmaceutical services are known as e-pharmacy. However, research on pharmacist perceptions about the use of the internet for pharmaceutical services in Indonesia is still very limited. Therefore, this study aims to describe the perception of pharmacists in D.I. Yogyakarta about the use of the internet and social media for pharmaceutical services. This research is an observational descriptive. A total of 223 pharmacists were selected by purposive sampling from five districts / cities in D.I. Yogyakarta. Data was collected by a questionnaire that has been tested for validity and reliability. Respondents filled out a questionnaire consisting of 45 items after previously signing an informed consent for voluntary participation. Data were analyzed descriptively in the form of frequency and percentage. Ethical clearance of research was obtained from the Research Ethics Commission at the Duta Wacana Christian University Faculty with number 945 / C.16 / FK / 2019. The results showed 97.76% of 223 respondents had internet facilities at the pharmacy. Equipment used includes computers / laptops and gadgets / smartphones. Respondents relied on the internet to search for drug information (61.43%), while for information about illness (55.16%). To communicate with patients using SMS (60.09%) and whatsapp (87.00%). Furthermore, to communicate with health workers via SMS (30.94%) and whatsapp (93.27%). The obstacle experienced in using ICTs is the internet network that is not good (54.71%). Pharmacist hopes about ICT are able to facilitate communication with patients, other health professionals, and facilitate the search for drug information. Based on the results of the study it can be concluded that pharmacists are capable and ready to conduct e-pharmacy. Pharmacists use the internet and social media for Drug Information Services (PIO). Pharmacists' perception of the use of the internet and social media is positive. The internet is used to find information about drugs and diseases. Furthermore, social media tends to be used to communicate with patients / patients' families and health professionals. It can be said the internet and social media have a significant impact, but SMS remains the choice of communication. Keywords: pharmacists, e-health, e-pharmacy, internet, social media, perception. xv.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. I.. LATAR BELAKANG Revolusi Industri 4.0 telah memicu kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi. (TIK) selama beberapa tahun terakhir. Teknologi Infotmasi dan Komunikasi (TIK) memiliki banyak peran untuk meningkatkan efisiensi serta memperluas akses layanan kesehatan. Saat ini, pelayanan kesehatan berbasis TIK disebut sebagai e-health, sedangkan di bidang pelayanan kefarmasian disebut e-pharmacy1,2. Suatu keterampilan untuk memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi kesehatan disebut sebagai literasi kesehatan3. Hasil studi di beberapa negara maju menunjukkan bahwa masyarakat telah mempunyai literasi kesehatan yang cukup baik. Pada tahun 2013, suatu survei memaparkan bahwa 82,8% masyarakat di Jepang dan 72% masyarakat di Amerika Serikat (AS) menggunakan internet untuk mencari informasi kesehatan4. Di Indonesia sebanyak 51,06% masyarakat menggunakan internet untuk mencari informasi kesehatan dan sebanyak 14,05% untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan5. Studi di Yogyakarta menunjukkan sebanyak 52% masyarakat mengakses internet setiap hari dan sebanyak 99% mencari informasi kesehatan di internet6. Penelitian mengenai pemanfaatan TIK untuk pelayanan kefarmasian di beberapa negara telah dilakukan7–9. Misalnya, penelitian di Kuala Lumpur memaparkan bahwa internet digunakan oleh apoteker sebagai sumber informasi serta sarana pengembangan diri dalam pelayanan kefarmasian10. Apoteker di Texas, USA telah menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien maupun tenaga kesehatan lainnya 11. Studi di Saudi Arabia maupun Philadelphia juga memaparkan bahwa TIK memberikan dampak positif terhadap pelayanan kefarmasian7–9. Saat ini TIK memiliki peranan penting untuk pelayanan kefarmasian. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Indonesia pada tahun 2013, D.I. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki pengguna internet terbanyak di Indonesia12. Namun demikian, penelitian di Indonesia terkait pemanfaatan internet dan media sosial oleh seorang apoteker untuk pelayanan kefarmasian masih terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di D.I Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan persepsi, hambatan dan harapan penggunaan internet dan media sosial 1.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. oleh apoteker untuk melakukan pelayanan kefarmasian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif mengenai pemanfaatan internet dan media sosial sebagai acuan untuk merancang program-program pelayanan informasi obat di apotek oleh apoteker. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian, sebagai berikut: a. Seperti apa sarana dan prasarana teknologi informasi komunikasi (TIK) yang dimiliki oleh apotek-apotek di D.I. Yogyakarta? b. Apa sajakah jenis aktivitas apoteker yang memanfaatkan internet dan media sosial di apotek-apotek D.I. Yogyakarta? c. Sejauh manakah pemanfaatan internet dan media sosial oleh apoteker sebagai sarana komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan di apotek-apotek D.I. Yogyakarta? d. Seperti apa persepsi apoteker di apotek D.I. Yogyakarta tentang media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan? e. Apakah yang menjadi hambatan dalam pemanfaatan internet dan media sosial untuk komunikasi dan pelayanan informasi obat? f. Apakah yang diharapkan apoteker dalam pemanfaatan internet dan media sosial untuk komunikasi dan pelayanan informasi obat? Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Manfaat teoritis, yaitu dapat memberikan tambahan informasi (sumber pustaka, literatur) mengenai pemanfaatan internet dan media sosial oleh apoteker dalam pelayanan informasi obat di apotek-apotek D.I. Yogyakarta; (2) Manfaat praktis, yaitu bagi apoteker dapat menjadi acuan untuk mengembangkan program – program pelayanan informasi obat di apotek dengan berbasis internet.. 2.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Revolusi Industri 4.0, e-health, dan e-pharmacy Industry 4.0 adalah “smart machines, storage systems and manufacturing facilities in the form of cyber-physical production system (CPS)13,14. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Kemajuan dalam aspek pelayanan dirasakan dengan adanya penggunaan TIK. Pemberian pelayanan menjadi lebih unggul, optimal, efisien dan berkembang secara terus-menerus. Kebutuhan untuk mengembangkan dan mengatur cara-cara baru untuk menyediakan layanan kesehatan yang efisien didampingi oleh kemajuan teknologi, menghasilkan peningkatan dalam penggunaan aplikasi TIK dalam pelayanan kesehatan berupa ehealth14,15. Penerapan e-health oleh tenaga kesehatan telah berkembang baik di negara maju maupun negara berkembang15. e-health merupakan pelayanan kesehatan berbasis TIK yang mempermudah konsultasi dengan praktisi medis serta berpotensi untuk mengubah pengelolaan sistem perawatan kesehatan1,14–16. Dalam arti yang lebih luas, e-health tidak hanya mencirikan pengembangan teknis, tetapi juga pikiran, cara berpikir, sikap dan komitmen secara global untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lokal, regional dan di seluruh dunia dengan menggunakan informasi dan komunikasi teknologi17. Internet dimanfaatkan di berbagai bidang kefarmasian mulai dari industri, penelitian maupun rumah sakit. Pembelian obat secara online adalah salah satu bentuk perkembangan pelayanan kefarmasian dengan menggunakan TIK9,18. Suatu inovasi pelayanan kefarmasian berbasis TIK disebut e-pharmacy yang merupakan salah satu bagian dari e-health1,2. epharmacy didefinisikan sebagai “a registered pharmacy which offers to sell or supply medicines (or other pharmaceutical products) and/or provides other professional services over the internet”19. Manfaat signifikan dengan adanya e-pharmacy adalah menghemat waktu, biaya dan tenaga kerja. Pelayanan kefarmasian di apotek dengan adanya TIK, mempermudah dalam evaluasi stok obat dan audit tahunan. Selanjutnya, di sektor industri farmasi adanya software mempermudah pengolahan huge data2.. 3.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2 Pemahaman Masyarakat Terhadap e-health dan e-pharmacy Negara maju maupun negara berkembang mengalami pertumbuhan eksplosif di bidang TIK, seperti di AS terjadi peningkatan sebanyak 83% untuk penggunaan internet maupun berkomunikasi melalui email20. Kemampuan seseorang dalam menggunakan TIK untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi didefinisikan sebagai literasi21–23. Kemampuan memanfaatkan konsep dan aplikasi e-health merupakan salah satu bentuk literasi. kesehatan. yang. dipengaruhi. status. kesehatan. dan. keterampilan. dalam. memanfaatkan media elektronik untuk mendapatkan informasi kesehatan24,25. Pada bidang kefarmasian juga dikenal istilah literasi e-pharmacy. Hasil studi menunjukkan sebanyak 47,4% masyarakat menggunakan internet untuk mencari informasi kesehatan. Oleh karena itu, apoteker memiliki peran penting yakni sebagai pemandu dalam pemanfaatan TIK untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan keselamatan pasien (patient safety)26. 2.3 Peningkatan Peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian Berbasis Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) Kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan manajemen informasi secara fundamental telah mengubah persaingan di sebagian besar sektor industri dan kesehatan. Apoteker merupakan profesi yang tak luput dari perkembangan teknologi. Apotek telah menggunakan sistem komputer selama lebih dari tiga dekade. Sistem yang pertama kali digunakan adalah dispensing, billing dan reimbursements. Di negara maju, sistem ini memiliki berbagai manfaat, mulai dari manajemen dan pelayanan pengobatan. Negara-negara maju telah mencapai banyak keberhasilan dengan TIK dalam pengiriman layanan kesehatan dan ada peluang bagi negara berkembang untuk menggunakan TIK dengan cara yang lebih terintegrasi 27,28. Studi Scherbakova di Texas, USA menemukan bahwa sebagian besar apoteker telah menggunakan internet maupun media sosial untuk pelayanan kefarmasian. Internet digunakan untuk pencarian informasi terkait obat (36%) dan penyakit (28%), ketersediaan produk (53%), harga obat (38%). Selanjutnya, pengelolaan akun resmi apotek terbanyak oleh apoteker adalah website dan Facebook. Baik media sosial maupun website telah memberikan dampak yang positif bagi apoteker, yaitu mempermudah dalam melakukan pelayanan kefarmasian11. 4.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.4 Perkembangan e-pharmacy di Negara Maju dan Negara Berkembang Studi di beberapa negara maju telah menunjukkan bahwa aplikasi TIK telah digunakan oleh tenaga kesehatan, misalnya apoteker di komunitas, untuk berkomunikasi, konseling, dan memantau kesehatan pasien29–31. Gambar 1 menunjukkan beberapa studi yang menunjukkan perkembangan e-pharmacy di negara maju maupun negara berkembang dan memberikan gambaran posisi penelitian yang telah dilakukan ini (state of the art):. “Persepsi apoteker mengenai penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan informasi obat di apotek-apotek di D.I. Yogyakarta”. Gambar 1. Studi-studi terdahulu terkait perkembangan e-pharmacy di negara maju dan negara berkembang (state of the art). 5.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. III.. METODE Penelitian ini bersifat observasional deskriptif, untuk menggambarkan persepsi. apoteker tentang penggunaan internet dan media sosial dalam pelayanan kefarmasian 32,33. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang dilakukan oleh sebuah Tim Peneliti di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta No 945/C.16/FK/2019. Izin penelitian telah diperoleh melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) D.I. Yogyakarta No. 074/2052/Kesbangpol/201. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2019. Tempat penelitian adalah di apotek-apotek di lima wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. 3.2 Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sarana dan prasarana teknologi informasi komunikasi (TIK) yang ada di apotek-apotek di D.I. Yogyakarta. b. Pemanfaatan internet dan media sosial sebagai sarana komunikasi di apotekapotek di D.I. Yogyakarta. c. Jenis aktivitas yang memanfaatkan internet dan media sosial di apotekapotek di D.I. Yogyakarta. d. Persepsi apoteker tentang media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan di apotek-apotek di D.I. Yogyakarta. e. Hambatan pemanfaatan internet dan media sosial untuk komunikasi dan pelayanan informasi obat. f. Harapan terhadap pemanfaatan internet dan media untuk komunikasi dan pelayanan informasi obat. 6.

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3.2.2. Definisi Operasional. a. Sarana dan prasarana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penelitian ini mencakup ketersediaan jaringan internet, jenis jaringan internet yang digunakan serta ketersediaan komputer, laptop, atau gadget maupun adanya website apotek. b. Pemanfaatan internet dan media sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penggunaan internet dan media sosial oleh apoteker sebagai sarana komunikasi baik dengan pasien maupun tenaga kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan informasi obat. c. Jenis aktivitas oleh apoteker yang memanfaatkan internet dan media sosial adalah pemanfaatan SMS, email ataupun media sosial (contoh: whatsapp, line, facebook, twitter, instagram) oleh apoteker untuk berkomunikasi, pemanfaatan website apotek oleh apoteker untuk menyediakan informasi obat, pemanfaatan internet dan media sosial oleh apoteker untuk mencari informasi mengenai administrasi terkait pengelolaan obat, dan penggunaan internet dan media sosial oleh apoteker untuk mencari informasi obat dan penyakit. d. Persepsi apoteker tentang media sosial mencakup pemahaman responden apoteker tentang manfaat internet dan media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan. e. Hambatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hambatan yang dialami oleh responden apoteker dalam memanfaatkan internet dan media sosial. f. Harapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang diharapkan oleh responden apoteker dalam memanfaatkan internet dan media sosial. 3.3 Sampel dan Teknik Sampling Sampel apotek dipilih secara non-random sampling di lima wilayah kabupaten / kota dan dengan perhitungan jumlah sampel di masing – masing wilayah secara proporsional. Jumlah populasi apotek pada tahun 2018 di D.I. Yogyakarta sebanyak 640 7.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. buah34. Namun, setelah dikonfirmasi melalui telepon maupun berdasarkan sumber di website sebanyak 105 apotek telah dinyatakan tidak aktif. Perhitungan sampel minumum dilakukan berdasarkan rumus, dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 223 apotek 34,35. Selanjutnya, pemilihan responden di tiap apotek dilakukan secara purposive sampling36. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pada Tabel 1 dan Lampiran 5 menjelaskan pengambilan sampel apotek secara proporsional per wilayah di lima wilayah di D.I. Yogyakarta:. n. N Z2 1-α/2 (P) (1-P). =. x DEFF. (N-1) d2 + Z2 1-α/2 (P) (1-P) Keterangan : DEFF. =. design effect. Z2 1-α/2. =. nilai Z untuk interval kepercayaan 95% yaitu 1,96. P. =. perkiraan proporsi (50% karena belum diketahui). d. =. ketepatan yang diinginkan (0,05 untuk ± 5%). N. =. populasi. n. =. sampel. Perhitungan jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: n. (535) (1,962) (0,5) (1-0,5). =. x1. (535-1) (0,052) + (1,962) (0,5) (1-0,5) n. =. 223. 8.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 1. Perhitungan pengambilan sampel apotek di wilayah D.I. Yogyakarta per wilayah kabupaten/kota secara proporsional. No. Nama wilayah. Jumlah apotek di D.I. Yogyakarta tahun 2018. Jumlah apotek di tiap wilayah. 1. Kabupaten. 535. 229. n=. x 100 % = 42,80% x 223. 96. 535. 123. n=. x 100 % = 22,99 % x 223. 51. 535. 108. n=. x 100 % = 20,18 % x 223. 45. 535. 33. n=. x 100 % = 6,16 % x 223. 14. 535. 42. n=. x 100 % = 7,85 % x 223. 17. Perhitungan sampel secara proporsional di tiap wilayah. Jumlah sampel di tiap wilayah. Sleman 2. Kota Yogyakarta. 3. Kabupaten Bantul. 4. Kabupaten Gunung Kidul. 5. Kabupaten Kulon Progo. TOTAL. 223. 3.4 Penyusunan Instrumen Sebuah instrumen penelitian harus diuji kesahihannya sebagai alat pengambil data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner 33. Penyusunan kuesioner mengacu pada studi Shcherbakova dan Shepherd yang telah melakukan penelitian terkait penggunaan internet dan media sosial oleh apoteker di Texas, USA11. Oleh karena itu, untuk menguji kesahihan suatu kuesioner dilakukan uji validitas isi, uji pemahaman bahasa dan uji reliabilitas kuesioner36. Hasil uji coba atau tes validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang berupa “Kuesioner Pengunaan Internet dan Media Sosial di Pelayanan Kefarmasian” atau disingkat kuesioner PIMSAN ini telah dipublikasikan di jurnal nasional bereputasi SINTA-S2 (Green tick) yaitu Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 8 No.3 Tahun 2019. Uji validitas isi kuesioner dilakukan sebanyak dua kali pengujian dan dinyatakan valid pada putaran kedua. Kuesioner yang dinyatakan valid terdiri atas 45 pertanyaan. 9.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tahap selanjutnya adalah uji pemahaman bahasa terhadap expert dan user. Uji pemahaman bahasa kepada expert lolos dalam satu putaran, sedangkan kepada user lolos dalam dua putaran. Selanjutnya, uji reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang valid dan lolos uji pemahaman bahasa. Nilai reliabilitas dinyatakan baik dengan nilai Chronbach Alpha yang berkisar antara 0,7 sampai 0,9537. Nilai Chronbach Alpha yang diperoleh adalah sebesar 0,852 dan dinyatakan reliabel. Suatu kuesioner yang reliabel dapat mengukur secara akurat serta memberikan hasil yang sama setiap dilakukan pengukuran38. Struktur kuesioner PIMSAN dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Struktur kuesioner untuk penelitian tentang penggunaan internet dan media sosial untuk komunikasi dan pelayanan informasi obat di apotek-apotek D.I. Yogyakarta Bagian. Struktur pertanyaan pada bagian kuesioner. kuesioner A. B C. D. Data diri apoteker dan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi di apotek Penggunaan internet oleh apoteker sebagai sarana komunikasi profesional dengan pasien, keluarga pasien dan tenaga kesehatan lain Jenis aktivitas profesional apoteker yang menggunakan internet Persepsi apoteker mengenai penggunaan media sosial untuk berkomunikasi secara profesional. E F. Hambatan terhadap pemanfaatan internet dan media sosial untuk berkomunikasi secara profesional Harapan terhadap pemanfaatan internet dan media sosial untuk berkomunikasi. 3.5 Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan mendatangi tiap apotek yang dipilih secara purposive dan dilakukan kesepakatan mengenai waktu pengisian kuesioner. Responden diberi penjelasan terkait tujuan penelitian, dan diminta mengisi dan menandatangani informed consent sebagai bukti bahwa responden sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Pengisian kuesioner dilakukan oleh responden dengan waktu sekitar 20-30 menit. 3.6 Pengolahan dan Analisis Data Tahap pertama dari pengolahan data adalah melakukan cleaning. Kuesioner yang sudah diisi oleh responden diperiksa kelengkapan datanya. Selanjutnya, melakukan skoring 10.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. terhadap jawaban responden (Lampiran 6). Entry data dilakukan dengan komputer setelah selesai melakukan skoring. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dengan bantuan software Ms.Excell. Hasil analisis berupa frekuensi dan persentase (proporsi) yang disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik39.. 11.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. IV.. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Demografi dan Karakteristik Responden Apoteker Sejumlah 223 responden apoteker ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Tabel 3 menerangkan rangkuman hasil berupa data demografi dan karakteristik responden, serta sarana dan prasarana yang tersedia di apotek. Dari 223 responden apoteker, usia apoteker terbanyak adalah pada usia <30 tahun (50,67%) dengan mayoritas perempuan (88,79%). Informasi ini sama dengan sebuah penelitian yang melibatkan apoteker di Kabupaten Sleman yang melaporkan 91,5% respondennya adalah perempuan dan dapat dikatakan mewakili gambaran umum profil apoteker di Indonesia, yaitu lebih banyak apoteker perempuan40. Selanjutnya, responden memiliki latar belakang pendidikan apoteker (94,62%) dan seluruh responden terdaftar di organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Sebagian besar responden menyatakan telah lulus <5 tahun dari pendidikan apoteker (41,70%) dan bekerja <5 tahun (45,74%). Akses internet yang mudah merupakan modal utama bagi apoteker untuk melakukan pelayanan kefarmasian berbasis internet. Sebanyak (82,51%) Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang terlibat dalam penelitian ini bukan sebagai pemilik sarana apotek tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan di Texas USA yang dilaporkan melalui penelitian Shcherbakova dan Shepherd, yaitu dari 284 responden hampir 60,00% merupakan pemilik apotek11. Status kepemilikan sarana apotek akan memberi keleluasaan bagi apoteker dalam pengelolaan apotek tersebut, termasuk jika akan melakukan pelayanan kefarmasian berbasis internet. Namun demikian, temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tiap apotek (99,55%) telah memiliki jaringan internet. Selanjutnya, responden menyatakan dapat dengan mudah mengakses internet melalui komputer/laptop dan gadget/smartphone. Disisi lain, hasil penelitian menunjukkan keberadaan website resmi apotek masih rendah yaitu hanya 26,46%. Hal ini berbeda dengan penelitian di Texas, USA dimana 54,00% dari 284 apotek memiliki website resmi11. Berdasarkan hasil penelian ini, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak apoteker yang berusia <30 tahun. Survei tahun 2017 menyatakan bahwa sebanyak 49,52% pengguna internet terbanyak adalah masyarakat yang berusia antara 19-34 tahun5. Studi Widyastuti dan Santoso (2014), memaparkan bahwa perempuan cenderung lebih dominan dalam 12.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. mengakses internet41. Status kepemilikan sarana tidak menghalangi apoteker untuk tetap melakukan e-pharmacy. Hal ini dibuktikan dengan tersedianya komputer/laptop atau gadget/smartphone untuk mengakses internet. Oleh karena itu, dengan mayoritas apoteker berusia muda dan perempuan diharapkan e-pharmacy dapat berlangsung secara optimal dengan memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia. Informasi ini membuktikan bahwa apoteker di Indonesia telah mengikuti perkembangan pelayanan kefarmasian yang berbasis internet, yakni e-pharmacy. Informasi ini menunjukkan hasil yang serupa dengan keadaan di Texas, USA dan Taiwan11,42.. 13.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 3. Demografi dan karakteristik responden apoteker n (%) (N=223). Demografi dan karakteristik Usia (dalam tahun) < 30 30 - 40 41 - 50 > 50. 113 (50,67%) 85 (38,12%) 23 (10,31%) 2 (0,90%). Perempuan Laki-laki. 198 (88,79%) 25 (11,21%). Profesi apoteker S2 S3. 211 (94,62%) 12 (5,38%) 0 (0%). Terdaftar Belum terdaftar. 233 (100%) 0 (0%). Jenis Kelamin. Pendidikan terakhir. Keanggotaan organisasi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Lama kelulusan setelah menempuh pendidikan apoteker (dalam tahun) <5 5 - 10 11 - 15 > 15. 93 66 37 27. (41,70%) (29,60%) (16,59%) (12,11%). <5 5 - 10 11 - 15 > 15. 102 (45,74%) 66 (29,60%) 34 (15,25%) 21 (9,42%). Dimiliki oleh APA Tidak dimiliki oleh APA. 39 (17,49%) 184 (82,51%). Tersedia Tidak tersedia. 222 (99,55%) 1 (0,45%). Milik apotek Milik pribadi Milik apotek dan pribadi Tidak ada Jenis peralatan yang digunakan untuk mengakses internet Komputer/ laptop Gadget/ smartphone Komputer/ laptop dan gadget/ smartphone Tidak ada Ketersediaan website apotek Tersedia Tidak tersedia. 141 (63,23%) 62 (27,80%) 19 (8,52%) 1 (0,45%). Pengalaman bekerja sebagai apoteker (dalam tahun). Status kepemilikan apotek. Ketersediaan fasilitas internet di apotek. Status kepemilikan jaringan internet di apotek. 59 86 77 1. (26,46%) (38,57%) (34,53%) (0,45%). 59 (26,46%) 164 (73,54%). 14.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.2 Internet dan Media Sosial Sebagai Sarana Komunikasi Profesional Hampir semua responden apoteker pada penelitian ini menyatakan telah menggunakan media sosial, yakni sebanyak 87,89%, dan 93,27% untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Hasil pada Tabel 4 menggambarkan penggunaan media sosial oleh apoteker untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Media sosial yang populer digunakan oleh responden adalah Whatsapp. Hanya sebesar 28,25% responden yang menyatakan lebih nyaman menggunakan email untuk berkomunikasi dengan tenaga kesehatan. Demikian pula, hanya sedikit responden yang memiliki akun Twitter untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien (1,35%) dan tenaga kesehatan (0,45%). Tabel 4. Penggunaan internet oleh apoteker sebagai sarana komunikasi profesional Penggunaan media sosial sebagai sarana komunikasi n (%) (N=223). Facebook. Twitter. Line. Instagram. Whatsapp. Email. Lainnya (Telegram). Pasien/keluarga pasien 196 (87,89%). 15 (6,73%). 3 (1,35%). 11 (4,93%). 31 (13,90%). 194 (87,00%). 29 (13,00%). 8 (3,59%). Tenaga kesehatan 208 (93,27%). 26 (11,66%). 1 (0,45%). 13 (5,83%). 30 (13,45%). 208 (93,27%). 63 (28,25%). 6 (2,69%). Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan tentang perbandingan penggunaan media sosial dan SMS (Short Message Service) oleh apoteker sebagai sarana komunikasi profesional. Responden menyatakan bahwa media sosial (87,89%) maupun SMS (60,09%) digunakan sebagai sarana komunikasi kepada pasien/keluarga pasien. Hasil ini menunjukkan bahwa internet memiliki dampak. yang signifikan terhadap cara. berkomunikasi secara daring, namun SMS tetap menjadi pilihan dalam berkomunikasi. Sesuai dengan survei tahun 2018 yang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia (53,85%) masih menggunakan telepon seluler yang tidak menggunakan data internet atau hanya menggunakan jaringan 2G43. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa 15.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. SMS tetap menjadi pilihan utama selain media sosial lainnya untuk berkomunikasi dengan pasien/tenaga kesehatan. Informasi ini cukup berbeda dengan penelitian Shcherbakova dan Shepherd di Texas. Penelitian tersebut memaparkan bahwa hanya sedikit apoteker yang menggunakan SMS untuk berkomunikasi dengan pasien atau tenaga kesehatan 11. Pada Tabel 5 dibawah menunjukkan penggunaan SMS sebagai sarana komunikasi profesional. Tabel 5. Penggunaan SMS (Short Message Service) sebagai sarana komunikasi profesional Penggunaan SMS sebagai sarana komunikasi. n (%) (N=223). Pasien/keluarga pasien. 134 (60,09%). Tenaga kesehatan. 69 (30,94%). Lainnya Tidak menggunakan SMS. 7. (3,14%) 13 5,83%). 4.3 Aktivitas Profesional Apoteker Berbantukan Internet Pada bagian penelitian ini ditanyakan mengenai aktivitas apoteker yang berbantukan internet. Hasil penelitian seperti yang tertulis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa responden menyatakan “beberapa kali dalam sehari” menggunakan internet untuk mencari informasi terkait obat (61,43%), mencari informasi terkait penyakit (55,16%), mencari informasi tentang harga suatu obat (35,87%), mengecek kesesuaian obat pasien dengan formularium (33,63%), mencari informasi terkait ketersediaan suatu obat di distributor (30,49%), berkomunikasi dengan pasien tentang informasi obat dan terapi (26,46%). Selanjutnya, responden menyatakan “tidak pernah” menggunakan internet untuk mencari informasi terkait penawaran khusus harga obat (35,87%), mencari informasi terkait ketersediaan suatu obat di distributor farmasi (19,28%), mencari informasi yang berkaitan dengan kebijakan dan prosedur layanan kesehatan (13,90%), mencari informasi tentang obat yang sedang langka (13,00%), mencari informasi penarikan obat (10,31%). Hasil tersebut memaparkan bahwa hampir seluruh responden mengakses internet untuk mencari informasi terkait obat dan penyakit. Selanjutnya, responden cenderung menggunakan internet untuk mengetahui ketersediaan dan harga suatu obat. Informasi 16.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. tentang ketersediaan dan harga suatu obat tersedia di website distributor obat44–47. Disisi lain, hampir seluruh responden menyatakan tidak menggunakan internet untuk mencari informasi tentang harga khusus obat, penarikan obat dan obat langka. Hal dapat terjadi karena untuk penawaran harga khusus obat, penarikan obat dan obat langka memiliki alur tersendiri. Misalnya, pemesanan obat dengan harga khusus di PT. Ratna Intan Kusuma dilakukan melalui sales obat48. Selanjutnya, penarikan obat dilakukan sesuai dengan prosedur dan oleh pihak berwenang49. Publikasi oleh pihak berwenang akan dilakukan melalui media cetak maupun elektronik. Informasi tentang penarikan obat oleh pihak berwenang akan diberikan secara langsung kepada responden. Dapat disimpulkan bahwa apoteker menggunakan internet dan media sosial untuk pelayanan farmasi klinik, yakni Pelayanan Informasi Obat (PIO). Apoteker menggunakan internet untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan pasien. Sesuai dengan hasil yang didapatkan, apoteker cenderung mencari informasi tentang obat dan penyakit. Selanjutnya, tentang persepsi penggunaan media sosial oleh apoteker tertulis pada Tabel 7. Media sosial mempermudah apoteker untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Pada hasil sebelumnya yang tertulis pada Tabel 4 menunjukkan persentase yang tinggi terhadap penggunaan Whatsapp sebagai sarana komunikasi. Harapannya, dalam jangka panjang internet dan media sosial dapat menjadi suatu fasilitas untuk penatalaksanaan terapi obat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pasien.. 17.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 6. Jenis aktivitas profesional apoteker dengan bantuan internet Frekuensi n (%) (N=223) Beberapa kali dalam sehari. Sekali sehari. 3 - 4 kali dalam seminggu. 1 - 2 kali dalam seminggu. Kurang dari 1 - 2 kali dalam seminggu. Tidak pernah. 59 (26,46%). 13 (5,83%). 37 (16,59%). 45 (20,18%). 50 (22,42%). 19 (8,52%). Saya menggunakan internet untuk mencari informasi yang berkaitan dengan kebijakan dan prosedur layanan kesehatan (misal: BPJS).. 39 (17,49%). 14 (6,28%). 33 (14,80%). 34 (15,25%). 72 (32,29%). 31 (13,90%). Saya menggunakan internet untuk mengecek kesesuaian obat pasien dengan formularium atau daftar acuan pengobatan yang berlaku.. 75 (33,63%). 15 (6,73%). 36 (16,14%). 42 (18,83%). 41 (18,39%). 14 (6,28%). Saya menggunakan internet untuk mencari informasi penarikan obat.. 29 (13,00%). 10 (4,48%). 20 (8,97%). 36 (16,14%). 105 (47,09%). 23 (10,31%). 35 (15,70%). 14 (6,28%). 42 (18,83%). 28 (12,56%). 75 (33,63%). 29 (13,00%). 80 (35,87%). 20 (8,97%). 43 (19,28%). 36 (16,14%). 36 (16,14%). 8 (3,59%). 27 (12,11%). 12 (5,38%). 22 (9,87%). 27 (12,11%). 55 (24,66%). 80 (35,87%). 68 (30,49%). 19 (8,52%). 46 (20,63%). 21 (9,42%). 26 (11,66%). 43 (19,28%). 137 (61,43%) 123 (55,16%). 20 (8,97%) 18 (8,07%). 53 (23,77%) 51 (22,87%). 6 (2,69%) 20 (8,97%). 5 (2,24%) 10 (4,48%). 2 (0,90%) 1 (0,45%). Pertanyaan. Saya menggunakan internet untuk berkomunikasi dengan pasien tentang informasi obat dan terapinya (misal melalui email dan media sosial).. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi tentang obat yang sedang langka di pasaran. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi tentang harga suatu obat. Saya mencari informasi terkait penawaran khusus harga obat (misal: ecatalogue). Saya mencari informasi terkait ketersediaan suatu obat di distributor farmasi melalui internet. Saya mencari informasi terkait obat melalui internet. Saya mencari informasi tentang suatu penyakit melalui internet.. 4.4 Persepsi apoteker tentang penggunaan media sosial untuk berkomunikasi Pengukuran persepsi responden yang tertulis pada Tabel 7 tentang penggunaan media sosial untuk berkomunikasi. Hasil menunjukkan bahwa responden menyatakan “Sangat Setuju” bahwa media sosial dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan komunikasi dengan pasien (69,09%), media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik sebagai sarana komunikasi dengan pasien (49,33%) maupun tenaga kesehatan 18.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. (48,88%), media sosial memiliki potensi untuk menjadi sarana komunikasi yang baik (36,32%), dan media sosial dapat meningkatkan pengetahuan pasien (36,77%). Selanjutnya, hasil menunjukkan bahwa hampir seluruh responden cenderung “Setuju” tentang penggunaan media sosial. Contohnya, media sosial dapat berperan sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan profesional (65,92%) maupun mengubah cara interaksi pasien (66,82%). Media sosial dapat digunakan sebagai media penatalaksanaan terapi obat pasien (58,30%) dan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien (61,88%). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa apoteker mampu dan siap melakukan e-pharmacy. Hampir seluruh apoteker menyatakan media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik. Selanjutnya, apoteker menyatakan media sosial mampu meningkatkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien. Sebelumnya, hasil di Tabel 4 menunjukkan media sosial telah digunakan sebagai sarana komunikasi. Pada Tabel 6 menjelaskan bahwa internet digunakan untuk aktivitas profesional apoteker. Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa apoteker di Indonesia memiliki persepsi yang positif terhadap e-pharmacy. Beberapa contoh penerapan sistem berbasis internet yang telah ada di Indonesia antara lain: Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), Electronic Medical Record (EMR), sistem resep elektronik (e-Prescription), sistem stasiun medis di puskesmas50–52. Disisi lain, dampak negatif penggunaan media sosial adalah penyebaran informasi hoaks. Sebanyak 62,33% responden penelitian ini menyatakan bahwa media sosial memungkinkan mengakses informasi kesehatan hoaks. Studi Pakpahan (2017) memaparkan bahwa kondisi ini dipengaruhi oleh karakter masyarakat Indonesia53. Masyarakat cenderung lebih cepat mempercayai sebuah berita tanpa mengetahui kebenarannya dan langsung menyebarkannya di media sosial. Oleh karena itu, utamanya sebagai tenaga kesehatan penting untuk meningkatkan literasi informasi untuk mengantisipasi peradaran hoaks di media sosial 54.. 19.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 7. Persepsi apoteker tentang penggunaan media sosial untuk berkomunikasi. Pertanyaan. Sangat. Setuju. Ragu-. Tidak. Sangat. Setuju. (S). Ragu. Setuju. Tidak. (RR). (TS). Setuju. n (%). n (%). (STS). (SS) n (%). n (%). n (%) (N=223). (N=223). (N=223). (N=223). (N=223). 154 (69,06%). 65 (29,15%). 3 (1,35%). 1 (0,45%). 0 (0,00%). 110 (49,33%). 95 (42,60%). 16 (7,17%). 2 (0,90%). 0 (0,00%). 109 (48,88%). 105 (47,09%). 8 (3,59%). 1 (0,45%). 0 (0,00%). 0 (0,00%). 4 (1,79%). 9 (4,04%). 116 (52,02%). 94 (42,15%). 3 (1,35%). 20 (8,97%). 28 (12,56%). 137 (61,43%). 35 (15,70%). Media sosial memiliki potensi untuk menjadi sarana komunikasi yang baik antara apoteker dengan pasien.. 81 (36,32%). 121 (54,26%). 17 (7,62%). 3 (1,35%). 1 (0,45%). Penggunaan media sosial dapat membantu upaya peningkatan kualitas hidup seorang pasien.. 66 (29,60%). 138 (61,88%). 18 (8,07%). 1 (0,45%). 0 (0,00%). Penggunaan media sosial dapat meningkatkan pengetahuan seorang pasien.. 82 (36,77%). 133 (59,64%). 8 (3,59%). 0 (0,00%). 0 (0,00%). Penggunaan media sosial dapat memfasilitasi penatalaksanaan terapi obat bagi pasien.. 60 (26,91%). 130 (58,30%). 28 (12,56%). 4 (1,79%). 1 (0,45%). Penggunaan media sosial memungkinkan pasien mendebat penguasaan pengetahuan seorang apoteker.. 21 (9,42%). 106 (47,53%). 43 (19,28%). 45 (20,18%). 8 (3,59%). Media sosial dapat meningkatkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien.. 54 (24,22%). 147 (65,92%). 17 (7,62%). 3 (1,35%). 2 (0,90%). Media sosial dapat mengubah cara interaksi pasien dengan apoteker.. 34 (15,25%). 149 (66,82%). 27 (12,11%). 13 (5,83%). 0 (0,00%). Penggunaan media sosial memungkinkan mengakses informasi kesehatan yang diragukan kebenarannya (misal: informasi hoaks).. 66 (29,60%). 139 (62,33%). 15 (6,73%). 3 (1,35%). 0 (0,00%). Media sosial dapat digunakan secara efektif oleh apoteker untuk meningkatkan komunikasi dengan pasien. Media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik apoteker sebagai sarana komunikasi dengan pasien. Media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik apoteker sebagai sarana komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. Media sosial tidak bermanfaat untuk melakukan komunikasi secara profesional antara apoteker dan pasien. Penggunaan media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.. 20.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.5 Hambatan dan Harapan Pemanfaatan Internet dan Media Sosial Hambatan dan harapan yang dialami oleh apoteker dalam memanfaatkan internet dan media sosial tertulis dalam Tabel 8 dan Tabel 9. Responden cenderung mengalami hambatan berupa jaringan internet yang kurang baik. Tabel 8. Hambatan apoteker tentang penggunaan internet dan media sosial untuk berkomunikasi Hambatan yang dialami oleh apoteker dalam. n (%) (N=223). memanfaatkan internet dan media sosial Jaringan internet kurang baik. 54,71%. Tidak memiliki paket data internet. 18,39%. Kurang terampil memanfaatkan TIK. 8,07%. Tidak ada akses WIFI/internet. 13,00%. Kurang terampil memilah informasi. 8,52%. Lainnya. 8,07%. Tabel 9. Harapan apoteker tentang penggunaan internet dan media sosial untuk berkomunikasi Harapan oleh apoteker dalam memanfaatkan internet. n (%) (N=223). dan media sosial Mempermudah komunikasi dengan pasien. 93,27%. Mempermudah komunikasi dengan tenaga kesehatan. 93,72%. Mempermudah pencarian sumber informasi obat. 98,65%. Lainnya. 6,28%. Berdasarkan hasil penelitian, apoteker menunjukkan respon yang positif terhadap penggunaan internet dan media sosial. Apoteker mampu dan siap melakukan e-pharmacy. Sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa internet dan media sosial telah digunakan apoteker untuk aktivitas maupun komunikasi profesional. Selanjutnya, harapan utama apoteker terhadap penggunaan internet dan media sosial adalah dapat mempermudah komunikasi dan pencarian informasi terkait obat.. 21.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini memaparkan tentang penggunaan internet dan media sosial untuk pelayanan kefarmasian. Sarana dan prasarana yang tersedia di apotek-apotek yang berada di D.I. Yogyakarta adalah komputer/laptop atau gadget/smartphone. Apoteker memanfaatkan internet untuk mencari informasi terkait obat dan penyakit. Pelayanan kefarmasian ini termasuk dalam pelayanan farmasi klinik, utamanya Pelayanan Informasi Obat (PIO). Media sosial cenderung digunakan apoteker untuk berkomunikasi dengan pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan lain. Dengan demikian, dapat dikatakan komunikasi menjadi lebih efektif. Dapat disimpulkan bahwa persepsi apoteker terhadap penggunaan internet dan media sosial adalah positif. Hal tersebut merupakan dukungan untuk siap dan mampu untuk melakukan e-pharmacy. Hambatan yang dialami apoteker dalam menggunakan internet dan media sosial adalah jaringan internet yang kurang baik. Selanjutnya, harapan apoteker terhadap penggunaan internet dan media sosial adalah dapat mempermudah komunikasi serta mempermudah pencarian informasi terkait obat.. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian serupa, untuk mengeksplorasi penggunaan internet dan media sosial terhadap apoteker yang berpraktek di tempat pelayanan kefarnasian yang lain, misalnya di rumah sakit dan puskesmas.. 22.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. VI.. DAFTAR PUSTAKA. 1.. Cordina M. Medicines and the internet. J Malta Collage Pharm Pract. 2010;(16 Summer 2010):8-9.. 2.. Jadhav S, Nikam K, Gandhi A, Shinde N, Salunkhe K. Applications of computer science in pharmacy: An overview. Natl J Physiol Pharm Pharmacol. 2012;2(1):1-9.. 3.. Norman CD, Skinner HA. eHEALS: The eHealth literacy scale. J Med Internet Res. 2006. doi:10.2196/jmir.8.4.e27. 4.. Mitsutake S, Shibata A, Ishii K, Oka K. Associations of eHealth literacy with health behavior among adult internet users. J Med Internet Res. 2016;18(7). doi:10.2196/jmir.5413. 5.. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet. Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia Survey 2017. Teknopreneur. 2018;2018(31 August 2018):Hasil Survey.. 6.. Cahyono LA, Winarno W wahyu, Nugroho HA. Virtualisasi medis: analisis kecenderungan masyarakat mencari informasi kesehatan di internet. Semnas Teknomedia Online. 2015;3(1):1-2. http://ojs.amikom.ac.id/index.php/semnasteknomedia/article/view/1005.. 7.. Mazer M, Deroos F, Shofer F, et al. Medications from the web: Use of online pharmacies by emergency department patients. J Emerg Med. 2012;42(2):227-232. doi:10.1016/j.jemermed.2010.05.035. 8.. Abanmy N. The extent of use of online pharmacies in Saudi Arabia. Saudi Pharm J. 2017;25(6):891-899. doi:10.1016/j.jsps.2017.02.001. 9.. Chaturvedi A, Kumar A, Noida G. Online pharmacy: an e-strategy for medication. 2015;(April).. 10.. Ong SW, Hassali MA, Saleem F. Community pharmacists’ perceptions towards online health information in Kuala Lumpur, Malaysia. Pharm Pract (Granada). 2018;16(2):1166. doi:10.18549/PharmPract.2018.02.1166. 11.. Shcherbakova N, Shepherd M. Community pharmacists, Internet and social media: An empirical investigation. Res Soc Adm Pharm. 2014;10(6):75-85. doi:10.1016/j.sapharm.2013.11.007. 12.. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Data dan Statistik Kementrian Komunikasi dan Informatika RI. https://statistik.kominfo.go.id/site/data?idtree=424&iddoc=1186. Published 2019. Accessed January 6, 2019.. 13.. Crnjac M, Veža I, Banduka N. From concept to the introduction of industry 4.0. Int J Ind Eng Manag. 2017;8(1):21-30. 23.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 14.. Zhou K, Liu T, Zhou L. Industry 4.0: Towards future industrial opportunities and challenges. 2015 12th Int Conf Fuzzy Syst Knowl Discov FSKD 2015. 2016:21472152. doi:10.1109/FSKD.2015.7382284. 15.. Conradie DP, Ruxwana NL, Herselman ME. ICT Applications as e-Health Solutions in the Rural Eastern Cape Province of South Africa. Heal Inf Manag J. 2010;39(1):17-29.. 16.. WHO. e-Health. https://www.who.int/ehealth/about/en/. Published 2018. Accessed November 18, 2018.. 17.. Eysenbach G. What is e-health? J Med Internet Res. 2001;3(2):1-5. doi:10.2196/jmir.3.2.e20. 18.. Montoya ID, Jano E. Online Pharmacies: Safety and Regulatory Considerations. Int J Heal Serv. 2007;37(2):279-289. doi:10.2190/1243-P8Q8-6827-H7TQ. 19.. Pharmaceutical Society of Northern Scotland. Professional Standards and Guidance for Internet Pharmacy Services Professional Standards and Guidance for Internet. 2009;(June).. 20.. Ball M& L. E-health: Transforming the Physician/Patient Relationship. 2017;61:110.. 21.. Unesco. Understandings of literacy. Educ All Glob Monit Rep. 2006:147-159.. 22.. UNESCO. Literacy, a UNESCO perspective. 2003. http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001318/131817eo.pdf.. 23.. Haas L, Lee D, Higdon M, et al. Texas Journal of Literacy. 2013;1(1).. 24.. Neter E, Brainin E. eHealth literacy: extending the digital divide to the realm of health information. J Med Internet Res. 2012;14(1). doi:10.2196/jmir.1619. 25.. Norman CD, Skinner HA. eHealth literacy: Essential skills for consumer health in a networked world. J Med Internet Res. 2006;8(2):1-11. doi:10.2196/jmir.8.2.e9. 26.. Shiferaw KB, Mehari EA. Internet use and eHealth literacy among health-care professionals in a resource limited setting : a cross-sectional survey. Dove Press J Adv Med Educ Pract. 2019:1-8. doi:10.2147/AMEP.S205414. 27.. Bigirimana S, Chinembiri M. Towards E-Pharmacy: The Future Information and Communication Technologies Needs for Community Pharmacies in Harare, Zimbabwe. Int J Econ Commer Manag. 2015;III(4):1-26.. 28.. Olufunmilola O, Chui M. E-Prescribing: A Focused Review and New Approach to Addressing Safety in Pharmacies and Primary Care. 2015;85(0 1):1-27. doi:10.1016/j.neuroimage.2013.08.045.The 24.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 29.. Cavaco AMDN, Schaafsma E, Bicer BK, et al. Internet and computer use amongst european pharmacy undergraduates: Exploring similarities and differences. Farmacia. 2017;65(3):407-413.. 30.. Crilly P, Hassanali W, Khanna G, et al. Community pharmacist perceptions of their role and the use of social media and mobile health applications as tools in public health. Res Soc Adm Pharm. 2018;(February):1-8. doi:10.1016/j.sapharm.2018.02.005. 31.. Nailil Fadhilah and, Putriana NA. Farmaka Farmaka. Farmaka. 2003;4(November 2017):1-15.. 32.. Pratiknya AW. Dasr-Dasar Metodologi Penelitian Kedokterteran & Kesehatan. Cetakan ke. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada; 2001.. 33.. Sugiyono. Metode Penelitian Kuntitatif Kualitatif Dan R&D. Cetakan ke. Bandung: ALFABETA; 2014.. 34.. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Daftar Sarana Apotek Provinsi D.I. Yogyakarta. http://apif.binfar.depkes.go.id/index.php?req=view_services&p=pemetaanApotek&i d=18971. Published 2018. Accessed November 21, 2018.. 35.. Naing L, Winn T, Rusli BN. Practical Issues in Calculating the Sample Size for Prevalence Studies. Arch Orofac Sci. 2006;1(Ci):9-14. doi:10.1146/annurev.psych.60.110707.163629. 36.. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ke. Jakarta: PT Asdi Mahasatya; 2005.. 37.. Tavakol M, Dennick R. Making Sense of Cronbach’s Alpha. Int J Med Educ. 2011;2:53-55. doi:10.5116/ijme.4dfb.8dfd. 38.. Bolarinwa OA. Principles and methods of validity and reliability testing of questionnaires used in social and health science researches. Niger Postgrad Med J. 2015;22(4):195-201. doi:10.4103/1117-1936.173959. 39.. Dahlan S. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Keedokteran Dan Kesehatan. Seri 3 Edi. Jakarta: CV. Sagung Seto; 2018.. 40.. Aditama H, Saputri A, Fadhilah D, et al. Gambaran Jasa Profesi Apoteker di Apotek Kabupaten Sleman. J Manaj Pelayanan Farm. 2018;8(2):51-58.. 41.. Widyastuti R, Santoso R. Perilaku Remaja Pengguna Facebook Berdasarkan Perspektif Gender Dhyah Ayu Retno Widyastuti dan Nobertus Ribut Santoso. J Interak. 2014;III(Januari 2014):24-33.. 42.. Chen YY, Li CM, Liang JC, Tsai CC. Health information obtained from the internet 25.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. and changes in medical decision making: Questionnaire development and crosssectional survey. J Med Internet Res. 2018;20(2):1-10. doi:10.2196/jmir.9370 43.. Agung B. Pelanggan Seluler 2G Masih Dominasi Pasar Telekomunikasi. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180208120510-185-274773/pelangganseluler-2g-masih-dominasi-pasar-telekomunikasi. Published 2018. Accessed November 22, 2019.. 44.. PT. Indofarma. Portofolio PT.Indofarma. https://igm.co.id/e-katalog/. Accessed November 24, 2019.. 45.. Sentosa PPMJ. Produk Podo Mekar Jaya Sentosa. https://www.indotrading.com/podomekarjayasentosa. Accessed November 25, 2019.. 46.. Kalbe P. Product & Service Kalbe. https://www.kalbe.co.id/product-and-services. Accessed November 24, 2019.. 47.. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. e-catalouge Belanja Cepat Cara Tepat. https://e-katalog.lkpp.go.id/id/katalog/produk/obat2018/74?authenticityToken=daf6333f6f9d86f2c748233c658a81775c08a0ee&cat=& q=&nama_produk=&prid=16&pid=242924&mid=&gt=&lt=. Published 2018. Accessed November 22, 2019.. 48.. Wijayanti S, Widianik D. Perancangan Aplikasi Web Mobile Pemesanan Obat (Studi Kasus di Pedagang Besar Farmasi PT.Ratna Intan Kusuma). In: Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011. Semantik; 2011:1-6.. 49.. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan. 2011:1-9.. 50.. Soegijoko S. Perkembangan Terkini Telemedika dan E-health Serta Prospek Aplikasinya di Indonesia. Sist Inf. 2010;2010(SNATI).. 51.. Widiyastuti I. Analisa Aplikasi E-Health Berbasis Website di Instansi Kesehatan Pemerintah dan Swasta serta Potensi Implementasinya di Indonesia. J Penelit Ilmu Pengetah dan Teknol Komun. 2008;10(2):113-128.. 52.. Odelia EM. Pengembangan Kapasitas Organisasi Melalui Penerapan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit ( SIMRS ) Untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan di RSUD dr . Mohamad Soewandhie Surabaya. J Kebijak dan Manaj Publik. 2018;6(April):1-8.. 53.. Pakpahan R. Analisis Fenomena Hoax Diberbagai Media Sosial dan Cara Menanggulangi Hoax. In: Konferensi Nasional Ilmu Sosial&Teknologi (KNiST). KNiST; 2017:479-484.. 54.. Juditha C. Literasi Informasi Melawan Hoaks Bidang Kesehatan di Komunitas Online. J Ilmu Komun. 2019;Volume 16,:77-90. 26.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LAMPIRAN. 27.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 1. Luaran Penelitian. 28.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 29.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 30.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 31.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 32.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 33.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 34.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 35.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 36.

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 37.

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 38.

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 39.

(56) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 40.

(57) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 2. Ethical Clearance. 41.

(58) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 3. Surat Ijin Badan Kesatuan Bangsa dan Politik. 42.

(59) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 4. Pengambilan sampel apotek secara proporsional per wilayah kabupaten/kota di lima wilayah di D.I. Yogyakarta. Apotek D.I. Yogyakarta. 535 apotek. Kabupaten Sleman: 229 apotek. 96 apotek. Kota Yogyakarta: 123 apotek. 51 apotek. Kabupaten Bantul: 108 apotek. Kabupaten Gunung Kidul: 33 apotek. 45 apotek. 14 apotek. Kabupaten Kulon Progo: 42 apotek. 17 apotek. 43.

(60) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 5. Skoring kuesioner PIMSAN Bagian. Struktur pertanyaan pada bagian. kuesioner. kuesioner. Labelling dan Skoring Data 1. Usia a. < 30 tahun = 1 b. 31 - 40 tahun = 2 c. 41 - 50 tahun = 3 d. > tahun = 4 2. Jenis Kelamin a. Laki- laki = 1 b. Perempuan = 2 3. Pendidikan Terakhir a. Profesi Apoteker = 1 b. S2 = 2 c. S3 = 3 4. Keikusertaan di organisasi IAI a. YA = 1 b. TIDAK = 2. A. Karakteristik responden dan sarana. 5. Lama lulus dari Program Studi Profesi Apoteker. prasarana teknologi informasi di apotek. a. < 5 tahun = 1 b. 5 - 10 tahun = 2 c. 11 –15 tahun = 3 d. > 15 tahun = 4 6. Lama praktik sebagai apoteker a. < 5 tahun = 1 b. 5 - 10 tahun = 2 c. 11 –15 tahun = 3 d. > 15 tahun = 4 7. Status kepemilikan sarana Apotek a. YA = 1 b. TIDAK = 2 8. Ketersediaan internet a. Ya = 1 b. Tidak = 2 9. Jika jawaban pertanyaan no.8 adalah YA, sebutkan jenis status. 44.

(61) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. kepemilikan fasilitas internet Anda a. Milik apotek = 1 b. Milik Pribadi (Apoteker) = 2 10. Jenis peralatan untuk mengakses internet a. komputer/ laptop = 1 b. gadget/ smartphone = 2 11. Ketersediaan website apotek a. Ya = 1 b. Tidak = 2 12. Informasi yang tersedia di website apotek a. Tips cara menggunakan obat-obatan = 1 b. Tips meningkatkan kepatuhan menggunakan obat-obatan = 2 c. Informasi cara – cara pembayaran obat yang dibeli, misalnya: tunai, asuransi kesehatan (termasuk BPJS kesehatan), tanggungan perusahaan, dll = 3 d. Link ke sumber – sumber informasi kesehatan lain = 4 e. Informasi tentang program penjualan khusus obat bebas / OTC, misalnya: pengurangan harga obat = 5 f. Program penjualan khusus alat kesehatan, misalnya: pengurangan harga tensimeter = 6 g. Program penjualan khusus lainnya = 7 h. Jadwal janji konsultasi obat dengan Apoteker = 8 i. Lainnya = 9 13. Akun resmi apotek a. Email = 1 b.Facebook = 2 c. Instagram = 3 d. Whatsapp = 4 f. Line = 5 e. Blog = 6 f. Lainnya = 7. B. Penggunaan internet oleh apoteker. 1. Apakah Anda pernah melakukan komunikasi profesional dengan. sebagai sarana. pasien atau keluarganya menggunakan fasilitas internet?. komunikasi profesional dengan pasien,. a. YA = 1. keluarga pasien, tenaga kesehatan lain. b. TIDAK = 2. 45.

(62) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. (*terdapat pertanyaan khusus tentang. 2. Jika jawaban pertanyaan no.1 adalah YA, sebutkan sarana. penggunaan SMS/Short Message. komunikasi melalui internet yang Anda gunakan, jawaban boleh. Service). lebih dari satu. a. Facebook = 1 b.Twitter = 2 c. Line = 3 d. Instagram = 4 f. Whatsapp = 5 e. Email = 6 f. Lainnya = 7 3. Apakah Anda pernah melakukan komunikasi profesional dengan tenaga kesehatan lainnya menggunakan fasilitas internet? a. YA = 1 b. TIDAK = 2 4. Jika YA, sebutkan jenisnya, jawaban boleh lebih dari satu a. Facebook = 1 b.Twitter = 2 c. Line = 3 d. Instagram = 4 f. Whatsapp = 5 e. Email = 6 f. Lainnya = 7 5. Apakah Anda pernah melakukan komunikasi profesional menggunakan fasilitas SMS (Short Message Service)? a. YA = 1 b. TIDAK = 2 6. Jika jawaban pertanyaan no.5 adalah YA, kepada siapakah Anda pernah melakukan komunikasi profesional menggunakan fasilitas SMS? a. Pasien / keluarganya = 1 b. Tenaga kesehatan lainnya = 2 c. Lainnya = 3 1. Saya menggunakan internet untuk berkomunikasi dengan pasien. Frekuensi dan jenis aktivitas yang C. menggunakan internet dan media sosial. tentang informasi obat dan terapinya (misal melalui email dan media sosial).. oleh apoteker. 46.

(63) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 2. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi yang berkaitan dengan kebijakan dan prosedur layanan kesehatan (misal: BPJS). a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 3. Saya menggunakan internet untuk mengecek kesesuaian obat pasien dengan formularium atau daftar acuan pengobatan yang berlaku. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 4. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi penarikan obat. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 5. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi tentang obat yang sedang langka di pasaran. a. Beberapa kali dalam sehari = 1. 47.

(64) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 6. Saya menggunakan internet untuk mencari informasi tentang harga suatu obat. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 7. Saya mencari informasi terkait penawaran khusus harga obat (misal: e-catalogue) a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 8. Saya mencari informasi terkait ketersediaan suatu obat di distributor farmasi melalui internet. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 9. Saya mencari informasi terkait obat melalui internet. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5. 48.

(65) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. f. Tidak pernah = 6 10. Saya mencari informasi tentang suatu penyakit melalui internet. a. Beberapa kali dalam sehari = 1 b. Satu kali sehari = 2 c. 3-4 kali dalam seminggu = 3 d. 1-2 kali dalam seminggu= 4 e. Kurang dari 1-2 kali dalam seminggu = 5 f. Tidak pernah = 6 1. Media sosial dapat digunakan secara efektif oleh apoteker untuk meningkatkan komunikasi dengan pasien.. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 2. Media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik apoteker sebagai sarana komunikasi dengan pasien a. SS = 5 b. S = 4 Persepsi apoteker mengenai penggunaan media sosialuntuk berkomunikasi secara D. profesional. Contoh Media Sosial: line, whatsapp, facebook, twitter, Instagram.. c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 3. Media sosial perlu lebih banyak digunakan di tempat praktik apoteker sebagai sarana komunikasi dengan tenaga kesehatan lain. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 4. Media sosial tidak bermanfaat untuk melakukan komunikasi secara profesional antara apoteker dan pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2. 49.

(66) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. e. STS = 1 5. Penggunaan media sosial untuk berkomunikasi dengan pasien membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 6. Media sosial memiliki potensi untuk menjadi sarana komunikasi yang baik antara apoteker dengan pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 7. Penggunaan media sosial dapat membantu upaya peningkatan kualitas hidup seorang pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 8. Penggunaan media sosial dapat meningkatkan pengetahuan seorang pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 9. Penggunaan media sosial dapat memfasilitasi penatalaksanaan terapi obat bagi pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2. 50.

(67) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. e. STS = 1 10. Penggunaan media sosial memungkinkan pasien mendebat penguasaan pengetahuan seorang apoteker. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 11. Media sosial dapat meningkatkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 12. Media sosial dapat meningkatkan hubungan profesional antara apoteker dengan pasien. a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 13. Penggunaan media sosial memungkinkan mengakses informasi kesehatan yang diragukan kebenarannya (misal: informasi hoaks). a. SS = 5 b. S = 4 c. RR = 3 d. TS = 2 e. STS = 1 1. Apakah Anda pernah mengalami hambatan dalam memanfaatkan Hambatan terhadap pemanfaatan internet E. dan sosial untuk berkomunikasi secara profesional. internet dan media sosial sebagai sarana komunikasi dan pelayanan informasi obat? a. YA = 1 b. TIDAK = 2 2. Jika YA, sebutkan jenisnya, jawaban boleh lebih dari satu.. 51.

Gambar

Tabel 1.  Perhitungan  pengambilan  sampel  apotek  di  wilayah  D.I.
Gambar 1.  Studi-studi terdahulu terkait perkembangan e-pharmacy
Gambar 1. Studi-studi terdahulu terkait perkembangan e-pharmacy di negara maju dan negara berkembang   (state of the art)
Tabel 1. Perhitungan pengambilan sampel apotek di wilayah D.I. Yogyakarta per wilayah kabupaten/kota  secara proporsional  No  Nama wilayah   Jumlah apotek di D.I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari 75% responden menyatakan bahwa tugas asisten apoteker terbatas pada pelayanan resep, penyerahan obat dan konsultasi sederhana serta dipantau atau berkomunikasi bila ada

Dari 75% responden menyatakan bahwa tugas asisten apoteker terbatas pada pelayanan resep, penyerahan obat dan konsultasi sederhana serta dipantau atau berkomunikasi bila ada

Dari 40 kuesioner yang diberikan kepada asisten apoteker, hasilnya menunjukkan bahwa peranan Apoteker Pengelola Apotek (AP A) dalam melakukan pelayanan Komunikasi,

Keramah tamahan dalam melakukan salam dan sapa kepada pasien Adakah saat melayani pasien tenaga kesehatan yang melayani sudah menanyakan kebutuhan pasien apa Adakah tenaga

Dijelaskan oleh Novia Ika Setyani dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Media Sosial sebagai Sarana Komunikasi Bagi Komunitas, pada dasarnya media

Informasi yang diberikan oleh apoteker kepada pasien berupa cara penggunaan obat yang benar serta informasi lain yang berkaitan dengan terapi tersebut termasuk efek samping

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI SARANA PROMOSI FESTIVAL KESENIAN YOGYAKARTA 2013 Oleh: Andrika Permatasari Institut Seni Indonesia Yogyakarta Kata Kunci: Internet, Jejaring

Tujuan penelitian ini mengetahui apakah apoteker telah menyampaikan informasi yang lengkap dan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian mengenai pemberian informasi obat kepada