• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Definisi Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No 75, 2014).

2.1.2 Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu; hidup dalam lingkungan sehat; dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas tersebut dilaksanakan untuk mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes RI No 75, 2014).

2.1.3 Fungsi Puskesmas

Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi yaitu penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama

(2)

di wilayah kerjanya dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya. Puskesmas juga memiliki wewenang dalam melaksanakan funsinya yaitu:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit (Permenkes RI No 75, 2014).

(3)

2.1.4 Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah pembangunan kesehatan yang sesuai dengan paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes RI No 75, 2014). 2.1.5 Misi Puskesmas

Dalam misi pembangunan kesehatan yang harus diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya visi pembangunan kesehatan nasional.Misi tersebut adalah:

1. mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

3. mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

4. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

(4)

5. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas (Permenkes RI No 75, 2014).

2.1.6 Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian waktu kerja

Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas: a. dokter atau dokter layanan primer;

(5)

d. bidan;

e. tenaga kesehatan masyarakat;

f. tenaga kesehatan lingkungan; g. ahli teknologi laboratorium medik;

h. tenaga gizi; dan i. tenaga kefarmasian.

Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas. Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.7 Kategori Puskesmas

Dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan.

(6)

2.1.7.1 Puskesmas berdasarkan karakteristik wilayah kerja

Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya puskesmas dikategorikan menjadi :

a. Puskesmas kawasan perkotaan

Puskesmas kawasan perkotaan merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan perkotaan sebagai berikut :

1. Aktivitas lebih dari 50 % (lima puluh persen) penduduknya pada sektor non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa.

2. Memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel.

3. Lebih dari 90 % ( sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik ; dan/ atau

4. Terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh puskesmas kawasan perkotaan memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Memprioritaskan pelayanan UKM

2. Pelayanan UKM dilakasanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat

(7)

3. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat

4. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan

5. Pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang sesuai dengan pola kehidupan masyrakat perkotaan.

b. Puskesmas kawasan perdesaan

Puskesmas kawasan perdesaan merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan perdesaan sebagai berikut :

1. Aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor agraris

2. Memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel. 3. Rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (sembilan puluh

persen) ; dan

4. Terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sebagaimana yang dimaksud pada angka 2

(8)

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh puskesmas kawasan perdesaan memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat 2. Pelayanan UKP dilaksanakan oleh puskesmas dan fasilitas pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat

3. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan

4. Pendekatan pelayanan yang diberikan mennyesuaikan dengan pola masyarakat perdesaan.

c. Puskemas kawasan terpencil dan sangat terpencil

Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil merupakan puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan karakeristik sebagai berikut :

1. Berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil, gugus pulau, atau pesisir

2. Akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam, dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau cuaca ; dan

3. Kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.

Penyelenggaran pelayanan kesehatan oleh puskesmas kawasan terpencil dang sangat terpencil memiliki karakteristik sebagai berikut :

(9)

1. Memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi tenaga kesehatan

2. Dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan

3. Pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal 4. Pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola

kehidupan masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil

5. Optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan

6. Pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus pulau/ cluster dan / atau pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan aksesibilitas.

2.7.1.2 Puskesmas Berdasarkan Kemampuan Penyelenggaraan

a. Puskesmas Rawat Inap

Puskesmas Rawat inap adalah Puskesmas yang diberikan tambahan sumber daya untuk menyelenggarakan pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan (Permenkes No 75, 2014).

Fungsi pokok puskesmas rawat inap :

1. Fungsi sesuai dengan tugasnya yaitu pelayanan, pembinaan dan pengembangan, dengan penekanan pada fungsi pada kegiatan yang bersifat preventif, promotif, dan fungsi rehabilitative

(10)

2. Fungsi yang berorientasi pada kegiatan teknis terkait instalasi perawatan pasien sakit, instalasi gizi, dan instalasi umum. Juga fungsi yang lebih berorientasi pada kegiatan yang kuratif.

Kegiatan puskesmas rawat inap adalah :

1. Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat seperti : kecelakaan lalu lintas, persalinan, penyakit lain yang mendadak dan gawat

2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata 3-7 hari perawatan.

3. Melakukan pertolongan sementara untuk pengiriman penderita ke rumah sakit.

4. Melakuakan metode operasi pria dan metode operasi wanita (MOP dan MOW) untuk keluarga berencana.

b. Puskesmas Non Rawat Inap

Puskesmas non rawat inap adalah puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap kecuali pertolongan persalinan normal.

2.2. Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loomba (1973) dalam Azwar (2010) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

(11)

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat .

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem (Permenkes RI No 75, 2014).

2.2.1 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Azwar (2010) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai kesehatan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini puskesmas, yaitu :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat (available) serta berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat,

(12)

kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukan lah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai

Pengertian kecapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah perdesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik.

4. Mudah dijangkau

Pelayanan kesehatan yang baik adalah yangmudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayana kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.

5. Bermutu

Mutu (quality) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukan kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2.2.2 Pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif

Pelayanan promotif adalah suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi

(13)

meningkatkan kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan cara memberikan:

1. Penyuluhan kesehatan masyarakat. 2. Peningkatan gizi.

3. Pemeliharaan kesehatan perorangan. 4. Pemeliharaan kesehatan lingkungan.

5. Olahraga secara teratur. 6. Rekreasi.

7. Pendidikan seks (Effendi,1998)

Pelayanan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan tehadap suatu masalah kesehatan / penyakit (UU No 36 tahun 2009). Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguwan kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Imunisasi massal terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil.

2. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melaui posyandu, puskesmas, maupun kunjungan rumah.

3. Pemberian vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun di rumah.

(14)

4. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas, dan menyusui (Effendi, 1998).

Pelayanan kuratif adalah suatu kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin (UU No 36 tahun 2009).

Upaya pengobatan ( kuratif ) bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan. Usaha-usaha yang dilakukan yaitu :

1. Dukungan penyembuhan, perawatan, contohnya : dukungan psikis penderita TB

2. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan rumah sakit

3. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu bersalin dan nifas 4. Perawatan payudara

5. Perawatan tali pusat bayi baru lahir 6. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit.

Pelayanan rehabilitatif adalah kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan

(15)

masyarakat semaksimal mungkin sesuai kemampuannya (UU No 36 tahun 2009). Adapun usaha yang dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang dan kelainan bawaan.

2. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC (latihan nafas dan batuk), stroke/fisioterapi (Effendi, 1998).

2.3Mutu Pelayanan Kesehatan 2.3.1 Definisi

Beberapa definisi mutu yang dalam Azwar (2010), yaitu:

1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston Dictionary, 1956).

2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980). 3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang di

dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pelangggan (Din ISO 8402, 1986).

4. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984). Montgomery yang dikutip oleh Supranto (2006) mendefinisikan mutu sebagai berikut:

“Quality is the extent to which products meet the requirements of theh people who use them”

Azwar (2010) menyimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat

(16)

kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Setiap orang akan menilai mutu layanan berdasarkan standar dan atau karakteristik /kriteria yang berbeda-beda. Menurut Pohan (2007), setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai pandangan yang berbeda tentang unsur apa yang penting dalam mutu layanan kesehatan. Berbagai pandangan yang berbeda tersebut, dapat dilihat sebagi berikut:

1. Perspektif pasien/masyarakat

Dari pandangan pasien/masyarakat, layanan kesehatan yang bermutu apabila layanan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat sangat penting karena pasien yang merasa puas dengan layanan akan mematuhi pengobatan dan melakukan kunjungan kembali.

2. Perspektif pemberi layanan kesehatan (provider)

Provider lebih mengaitkan mutu layanan kesehatan dengan

ketersediaan peralatan, prosedur kinerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

(17)

3. Perspektif penyandang dana

Penyandang dana atau asuransi kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu adalah layanan yang efesien dan efektif, mampu menyembuhkan pasien dalam waktu sesingkat mungkin, untuk meminimalisir biaya kesehatan. Kegiatan-kegiatan promotif juga lebih dikedepankan untuk mencegah penyakit sehingga penggunaan layanan kesehatan dalam hal kuratif atau rehabilitatif berkurang.

4. Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan

Pemilik saranan layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat.

5. Perspektif administrator layanan kesehatan

Administrator layanan kesehatan tidak secara langsung memberikan layanan kesehatan, namun ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan kesehatan tertentu, akan membantu administrator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas masalah dan dalam meyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.

Dari beberapa batasan tentang mutu pelayanan kesehatan, dapat disimpulakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah penilaian yang diberikan atas dua dasar, yaitu penilaian pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan, dan penilaian sesuai standar baku mutu pelayanan yang sudah ditetapkan bagi

(18)

pelayanan kesehatan yang harus dijalankan oleh segenap unsur pemberi layanan kesehatan.

2.3.2 Dimensi mutu pelayanan

Dimensi mutu sama halnya dengan kebutuhan pelanggan (customer requierment) (Supranto, 2006). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mutu merupakan sekumpulan ciri, sekumpulan ciri tersebut bisa dilandaskan pada apa yang dibutuhkan atau dianggap penting bagi pelanggan. Sekumpulan ciri ini pula yang akan membentuk dimensi-dimensi mutu.

Dimensi mutu layanan kesehatan menurut Pohan (2007), yaitu Kompetensi teknis, Akses atau keterjangkauan, Efektivitas, Efisiensi, Kesinambungan, Keamanan, Kenyamanan, Informasi, Ketepatan waktu, Hubungan antar manusia.

Menurut Kennedy dan Young dalam Supranto (2006), dimensi mutu yang berlaku untuk berbagai jenis organisasi penghasil jasa, meliputi Keberadaan (availability), Ketanggapan (responsiveness), Menyenangkan (convenience) dan Tepat Waktu (time liness). Untuk rumah sakit dapat ditambahkan dengan dimensi mutu makanan yang disajikan dan mutu perawatan (quality of care).

Gronroos dalam Muninjaya (2012) menguraikan dimensi-dimensi pelayanan menjadi Professionalism and skills, Attitudes and behavior, Accessbility and flexibibility, Reliability and trustworthiness, Recovery, Reputation and Credibility.

Dimensi-dimensi yang paling umum digunakan untuk menggambarkan mutu pelayanan dalam berbagai bidang jasa, termasuk pelayanan kesehatan, yaitu

(19)

lima dimensi pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Muninjaya (2012), dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Responsiveness

Dimensi ini berarti kemapuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayanai sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki pelanggan. Nilai waktu semakin berharga bagi pelanggan seiring dengan kegiatan ekonomi yang meningkat.

2. Reliability

Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dimensi ini akan mengambarkan banyaknya kesalahan yang dilakukan selama penyampaian pelayanan.

3. Assurance

Dimensi ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan kriteria ini akan mengakibatkan pengguna pelayanan merasa terbebas dari risiko.

4. Emphaty

Kriteria ini berkaitan dengan rasa kepedulian khusus dan perhatian khusus staf kepada setiap pelanggan, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pelanggan ingin memperoleh bantuan.

(20)

5. Tangible

Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan mengenai kriteria jasa, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dan dipegang. Tetapi beberapa jasa atau pelayanan dapat disertai dengan elemen yang berwujud, dan hal ini yang akan menjadi kriteria yang dilihat dan dinilai oleh pelanggan. Misalnya ruang tunggu yang bersih, toilet yang bersih, seragam staf yang rapih, dan sebagainya.

Berbagai macam dimensi di atas menggambarkan mutu pelayanan berdasarkan pandangan terhadap jasa atau pelayanan dalam berbagai sektor, baik pelayanan kesehatan ataupun pelayanan lainnya. Dimensi-dimensi tersebut jika dilihat secara keseluruhan memiliki makna yang hampir sama, seperti responsiveness dan time liness, sama-sama memiliki makna pelayanan yang cepat tanggap tetapi penjabaran dimensi-dimensi tersebut tergantung pada kegunaannya dalam melihat mutu.

2.3.3 Pengukuran Mutu Pelayanan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pandangan-padangan terhadap mutu, maka mutu pelayanan kesehatan dapat diukur melalaui perbandingan antara standar pelayanan kesehatan yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum mutu dilakukan (Pohan, 2007).

Standar-standar tersebut disusun berdasarkan aspek-aspek yang dianggap penting dalam mutu pelayanan. Seperti yang dijelaskan oleh Sabarguna (2008), aspek-aspek yang berpengaruh baik secara langsung atau tidak, berpengaruh terhadap penilaian mutu, antara lain:

(21)

1. Aspek klinis, yaitu menyangkut pelayanan dokter, perawat, dan terkait dengan teknis medis.

2. Efisiensi dan Efektvitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada diagnosa dan terapi berlebihan.

3. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya perlidungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran, dan sebagainya.

4. Kepuasan pasien, yaitu berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan.

Donabedian dalam Pohan (2007), membuat kerangka pikir untuk mengukur mutu layanan kesehatan berdasarkan komponen mutu, meliputi:

1. Standar struktur

Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang-kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk ke dalamnya adalah hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan fasilitas. Standar struktur disebut juga sebagai rules of the game.

2. Standar proses

Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar proses menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana sistem bekerja.

(22)

3. Standar keluaran

Standar keluaran adalah hasil akhir atau akibat dari pelayanan kesehatan. Standar keluaran akan menujukkan apakah pelayanan kesehatan akan berhasi atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa keberhasilan tersebut akan diukur. Salah satu keluaran yang dimaksud dan dapat diukur adalah kepuasan pasien.

2.4 Persepsi

2.4.1 Pengertian persepsi

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman (Thoha, 1999). Secara etimologis, persepsi berasal dari bahsa latin perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi (perception) dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedang dalam arti luas ialah pandangan atau penertian yaitu bagaimana seseorang mengartikan sesuatu (Leavit,1978). Menurut De Vito (1997), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita (Sobur, 2003).

Menurut Rakhmat dalam Sobur (2003), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut hidayat (2009),

(23)

persepsi adalah proses kognitif untuk menginterpretasi objek, simbol dan orang dengan pengalaman yang relevan. Proses ekstraksi informasi untuk berespon.

Persepsi dapat terjadi saat rangsang mengaktifkan atau pada situasi ketika terjadi ketidakseimbangan tentang objek, simbol atau orang akan membuat kesalahan pesepsi (Hidayat, 2009). Persepsi disebut inti komunikasi karena keakuratan persepsi mempengaruhi keefektifan komunikasi (Sobur, 2003). Persepsi akan mempengaruhi pembentukan sikap dan perilaku seseorang (Hidayat, 2009).

2.5 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan paling erat hubungannya dengan kapan seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektifitas pelayanan tersebut. Bila berbicara kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya semua orang akan menjawab bila merasa adanya ganguan pada kesehatan (sakit). Sesorang tidak pernah akan tahu kapan sakit, dan tidak sesorang pun dapat menjawab dengan pasti. Hal ini memberi informasi bahwa konsumen pelayanan kesehatan selalu dihadapkan dengan masalah ketidakpastian (Azwar, 2010).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut (Kepmenkes, 2010) dapat disebabkan oleh :

1. Jarak yang jauh (faktor geografi)

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi ) 3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)

(24)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis,

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh antara persepsi pasien tentang kehandalan pelayanan kesehatan dengan minat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas Helvetia Kota Medan

2. Ada pengaruh antara persepsi pasien tentang daya tanggap pelayanan kesehatan dengan minat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas Helvetia Kota Medan

Persepsi Pasien Tentang Daya Tanggap

Pelayanan

Persepsi Pasien Tentang Kehandalan Pelayanan

Persepsi Pasien Tentang Bukti Langsung

Pelayanan

Persepsi Pasien Tentang Empati Pelayanan Persepsi Pasien Tentang Jaminan Pelayanan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

(25)

3. Ada pengaruh antara persepsi pasien tentang jaminan pelayanan kesehatan dengan minat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas Helvetia Kota Medan

4. Ada pengaruh antara persepsi pasien tentang empati pelayanan kesehatan dengan minat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas Helvetia Kota Medan

5. Ada pengaruh antara persepsi pasien tentang bukti langsung pelayanan kesehatan dengan minat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas Helvetia Kota Medan

Referensi

Dokumen terkait

75 Tahun 2014, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyakarat dan upaya

adalah Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya

Pusat Kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan Pusat Kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Pusat Kesehatan Masyarakat PKM disebut puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan

Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan

2.2 Puskesmas 2.2.1 Pengertian Puskesmas Menurut Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan