• Tidak ada hasil yang ditemukan

Globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Perusahaan dituntut untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Perusahaan dituntut untuk"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Perusahaan dituntut untuk dapat memainkan peran sesuai dengan core business nya dalam kancah internasional. Strategi “war for talent” terus digaungkan di berbagai perusahaan membuat karyawan menjadi sumber daya yang memiliki kontribusi yang semakin besar sebagai komoditi perusahaan (Chambers, 1998). Hal tersebut tentunya juga menjadi indikasi bahwa perusahaan harus benar-benar selektif dalam memilih kandidat yang diseleksi sebagai karyawan untuk bergabung dalam perusahaan. Karyawan sebagai investasi bagi perusahaan tentu juga harus mampu memilih karir yang sesuai dengan kemampuan, kepribadian, dan minatnya secara spesifik (Ulrich & Allen, 2014).

Peranan psikologi industri dan organisasi dalam mengerti, memahami, dan memprediksikan perkembangan karir seseorang dalam dunia kerjanya semakin meningkat. Pemahaman terhadap karir inilah yang perlu dikembangkan sehingga tercipta keseimbangan dalam kehidupan kerja seseorang (Aamodt, 2013). Hal inilah yang mendorong bahwa praktisi harus melakukan kajian yang mendalam mengenai cara untuk menciptakan kehidupan karir yang sesuai dan memuaskan dalam diri seseorang (Kim & McLean, 2012). Secara khusus peran psikolog industri dalam pengembangan karir juga berubah. Saat ini peran psikolog dalam pengembangan karir menjadi semakin penting, yaitu sebagai pemegang informasi kunci yang dituntut mampu membangun hubungan yang selaras antara dunia pendidikan dan pilihan karir (Feller,2003).

Universitas merupakan lembaga penyelenggara pendidikan tinggi yang menyediakan tenaga kerja yang terdidik. Universitas diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang segera dapat diserap oleh dunia kerja di berbagai sektor (Rosalin, 2006). Namun demikian, masih banyak lulusan dari universitas, baik diploma maupun strata belum dapat segera diserap oleh pasar kerja. Jumlah lulusan perguruan tinggi memang banyak, namun demikian jumlah lulusan yang memenuhi kualifikasi perusahaan jumlahnya masih terbatas. Evaluasi yang telah dilakukan terhadap program pendidikan yang dilakukan pada perguruan tinggi menunjukkan bahwa proses yang dilakukan masih kurang efektif untuk mempersiapkan lulusan yang siap diserap sebagai tenaga kerja (Solberg et al, 2015)

(2)

Karir memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan seseorang, pada identitasnya, gaya hidupnya, dan juga menentukan kesejahteraan dalam diri seseorang yang telah dewasa. Pilihan yang dilakukan seseorang terhadap karir yang ditekuninya tentu juga menjadi penting dalam kehidupannya (Hoile, 2000). Mengingat peran karir yang signifikan tersebut, pemilihan karir yang tepat tentunya tidak hanya memberikan kepuasan secara finansial saja, akan tetapi juga mampu memberikan kepuasan secara psikologis dalam diri seseorang (Andersen & Andehey, 2012).

Seseorang yang memasuki dunia kereliabilitasrja seharusnya sudah memiliki minat karir yang telah matang (Low & Rounds,2007). Hal ini juga sesuai dengan tahap perkembangan karir yang diungkapkan oleh Brown (1990) bahwa pada usia 20 sampai 25 tahun merupakan tahapan perkembangan karir yang telah mapan. Proses eksplorasi karir dari tahapan perkembangan karir sebelumnya seharusnya telah usai. Perkembangan karir yang matang ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menentukan karir yang ditekuninya dalam dunia kerja (Cummings & Worley, 2009). Tugas perkembangan karir selanjutnya adalah menentukan karir yang dianggap paling sesuai dengan kemampuannya dan diimplementasikan dalam pemilihan pekerjaan. Setiap tugas perkembangan karir yang mampu diselesaikan sesuai dengan tahapannya maka dapat membuat individu mampu menghadapi kesulitan saat berada dalam masa transisi (Blallock, et al, 2003).

Data survei yang diperoleh peneliti menunjukkan bahwa 5.603 pelamar pada saat jobfair masih banyak pelamar kerja yang memilih pekerjaan tanpa melihat kemampuan dan minat yang dimiliki (ECC UGM, 2015). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan karir para pencari kerja belum matang, sehingga para pelamar belum mampu menentukan pilihan karirnya secara mantap. Fenomena ini juga sering disebut sebagai “first job blues”. Permasalahan yang muncul dalam fenomena ini merupakan kesulitan calon tenaga kerja dalam menyesuaikan kompetensi dengan kebutuhan perusahaan (Nathan & Hill, 2006).

Studi empiris yang telah dilakukan pola minat ini juga menjadi salah satu penentu kesuksesan dan penentu kepuasan pada karyawan (Dik & Hanson, 2011). Hal inilah yang menjadi dasar bahwa calon karyawan yang akan memasuki dunia kerja perlu untuk

(3)

mengetahui minat karirnya sehingga ia merasa lebih puas dan lebih berprestasi dalam bidang pekerjaan yang ditekuni (Dozier et al, 2015). Kaplan & Saccuzzo (2013) juga mengungkapkan bahwa keberhasilan karyawan dalam dunia kerja ditentukan oleh sikap dan kemampuan, akan tetapi kepuasan seseorang dalam bekerja menjadi lebih tinggi jika karir tersebut sesuai dengan minatnya. Penelitian meta-analisis mengenai minat juga menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki minat yang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya merasa lebih puas dan menunjukkan kinerja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan karyawan yang minatnya kurang sesuai dengan pekerjaan (Nye, Su, Rounds, & Drasgow, 2012)

Cohn dan Swerdlik (2004) juga memiliki pemikiran bahwa minat dalam satu pekerjaan mampu mendorong seseorang untuk memiliki kinerja yang lebih baik, lebih produktif, dan lebih memiliki kepuasan kerja. Bahkan, perusahaan dan karyawan memiliki banyak keuntungan jika berhasil mendiagnosis para pekerjanya untuk menemukan minat dan bersedia menyediakan pekerjaan yang sesuai dengan minat karyawan. Misalnya untuk melakukan branding atau kampanye saat melakukan perekrutan karyawan. Perusahaan dapat mengkampanyekan bahwa keamanan dan kenyamanan kerja karyawan merupakan kepentingan utama bagi perusahaan. Perusahaan juga memperoleh keuntungan karena didukung dengan kinerja karyawannya yang berkualitas (Cummings, & Worley, 2009; Swaney, et al, 2012).

Teori perkembangan karir yang diungkapkan oleh Super (1969) menyatakan bahwa seorang sarjana perguruan tinggi telah menyelesaikan tahapan eksplorasi perkembangan karir. Tahapan tersebut ditandai dengan kemampuan seseorang untuk memilih karir yang spesifik sesuai dengan proses eksplorasi karir yang telah dilakukan pada tahap perkembangan karir sebelumnya (Super, dalam Cohn & Swerdlik, 2004). Namun demikian, lulusan perguruan tinggi baik Strata maupun Diploma masih banyak yang belum mampu melakukan pemilihan karir secara spesifik. Hal ini ditandai dengan banyaknya lulusan yang melamar pada bidang pekerjaan yang disediakan bagi semua lulusan tanpa spesifikasi khusus.

(4)

Kebutuhan konseling karir di Indonesia menuntut kesadaran dari berbagai universitas sebagai pihak yang menyediakan calon tenaga kerja terdidik. Hal ini ditandai dengan munculya career development center, misalnya di UGM, ITB, Universitas Paramadina, UII, dan universitas yang lain. Berdasarkan data yang diperoleh dari sebuah career development center, tingkat kebutuhan terhadap konseling karir terus meningkat sejak tahun 2012 hingga tahun 2014 (ECC UGM, 2015). Data tersebut juga menunjukkan persentase topik konseling karir yang terbesar di antara topik konseling yang lain adalah mengenai peminatan karir. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan instrumen untuk mengenali minat karir juga semakin meningkat.

Peningkatan kebutuhan konseling karir ini belum dapat diimbangi dengan pengembangan alat ukur minat karir yang memadai. Pengembangan alat ukur minat karir perlu dilakukan untuk memfasilitasi konselor dalam asesmen awal supaya proses konseling karir dapat berjalan secara lebih efektif. Sampai saat ini pengembangan alat ukur terus dilakukan, namun belum ada bukti empiris mengenai alat ukur minat karir yang terstandarisasikan. Penelitian pendahuluan yang dilakukan Rosyid (1993) juga menunjukkan bahwa proses validasi yang dilakukan belum mampu memenuhi standar minimal sebagai alat ukur minat karir yang valid dan reliabel.

Penelitian Brown & Krane (2000) menyebutkan bahwa asesmen individu sebelum melakukan konseling karir merupakan cara untuk meningkatkan efektivitas konseling karir dari individu yang bersangkutan. Asesmen minat karir membuat proses pengambilan keputusan karir menjadi lebih mudah untuk dilakukan (Gati & Peretz, 2011). Cummings & Worley (2009) juga memperkuat bahwa proses diagnosis terhadap minat karir seseorang perlu untuk dilakukan sebagai proses awal pada intervensi perencanaan dan pengembangan karir.

Fakta yang ditemukan dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa diperlukan alat ukur minat karir yang sesuai dan mudah administrasinya. Alat ukur minat karir dapat digunakan sebagai asesmen awal untuk mengetahui minat karir seseorang sebelum melakukan konseling karir lebih lanjut (Tang, 2009; Vinh, 2008). Alat ukur minat juga dapat

(5)

diaplikasikan oleh psikolog bidang industri dan organisasi untuk melakukan diagnosis pada proses intervensi perencanaan dan pengembangan karir. Seorang konselor karir tentu lebih baik apabila mampu mengenal klien dengan tes yang mudah untuk diadministrasikan, sehingga konselor bisa melakukan konseling pekerjaan sesuai dengan kepribadian klien (Thoroman, 1968). Penggunaan alat ukur minat karir ini juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi individu untuk mengembangkan karirnya sesuai dengan minat, nilai, dan kemampuan yang dimiliki (Sitlington & Clark, 2001).

Asesmen terhadap minat ini juga perlu dilakukan sebelum melakukan proses konseling karir lebih lanjut. Asesmen awal mengenai minat ini tidak hanya membantu untuk memudahkan proses konseling, namun juga memiliki berbagai keuntungan, diantaranya : (1) Hasil asesmen dapat digunakan sebagai kerangka diskusi dala melakukan konseling karir, (2) Meningkatkan kepercayaan diri konselor karir dan memperjelas kondisi klien, (3) Klien memiliki wawasan tentang dirinya sendiri secara lebih luas, (4) Memberikan perspektif jangka panjang, (5) Mengurangi resiko yang diakibatkan karena kesalahan dalam pengambilan keputusan, dan (6) Membantu menjelaskan sikap dan perilaku individu dalam bekerja (Nathan & Hill, 2006; Plimmer, 2012). Selain menguntungkan bagi klien, asesmen awal juga dapat meningkatkan kepercayaan diri terhadap kompetensi yang dimiliki konselor dalam melakukan konseling (Jones, 1993).

Pengukuran minat dengan bahasa asing sangat beragam bentuknya dan telah sesuai jika digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap minat karir. Namun demikian, pengukuran minat karir dengan bahasa asing tentu saja belum bisa digunakan secara langsung (Soh & Leong, 2001). Hal ini disebabkan karena kemungkinan bahasa yang tidak dipahami oleh pengguna dan perbedaan budaya yang kurang sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia, sehingga alat ukur minat tersebut perlu untuk diadaptasikan terlebih dahulu sebelum digunakan. Proses adaptasi ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran yang disebabkan karena bias budaya (Anastasi, 1997). Penelitian yang dilakukan Hansen & Lee (2007) juga menunjukkan bahwa alat tes yang telah diakulturasikan

(6)

dengan budaya setempat mampu meningkatkan akurasi alat tes dalam memprediksikan minat.

Tes sebagai alat pengumpul data merupakan alat ukur yang telah dibuat secara terstandar dan bila dikenakan kepada subjek atau testi maka dapat menghasilkan skor (Nunally dalam Anastasi, 2004) juga menyebutkan bahwa tes psikologi merupakan alat tes yang dibuat secara baku berdasarkan tujuan pengetesan yang dapat digunakan untuk mengukur sampel dari objek yang diukur. Pernyataan tersebut tentu memperkuat bahwa sebuah tes harus dibuat secara baku sebelum disajikan kepada testi, demikian juga dengan SDS Form CP ini tentu perlu dibakukan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Pengukuran minat karir tidak hanya digunakan untuk mengetahui perbedaan individu saja, selain itu juga dapat mendukung pengambilan keputusan untuk pemilihan pekerjaan dalam diri individu (Coaley, 2014). Salah satu alat ukur minat yang telah mapan dan telah digunakan lebih dari dua puluh tahun adalah skala Self Directed Search (SDS) yang dikembangkan oleh Holland (Campbell & Borgen, 1999; Rayman & Atanasoff,1999, Reardon & Lenz, 1999). SDS banyak digunakan di seluruh dunia sebagai alat ukur minat karena penggunaannya yang mudah dan telah teruji secara empiris (Nauta, 2010).

SDS memiliki kelebihan tersendiri sebagai alat ukur terhadap minat karir. Salah satunya penggunaan SDS yang lebih mudah jika dibandingkan tes Kuder. Waktu pengerjaan tes yang lebih singkat dan lebih mudah bagi testi membuat SDS menjadi lebih efektif jika digunakan sebagai alat ukur. SDS hanya membutuhkan waktu paling lama selama tiga puluh menit, sedangkan Kuder membutuhkan waktu yang lebih. Skoring yang mudah juga membantu pengguna tes untuk melakukan skoring dan interpretasi dengan cara yang lebih efektif. Selain itu SDS juga telah menyediakan kamus yang berisi tema-tema pekerjaan sebagai pelengkap untuk melakukan proses interpretasi.

Holland mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki teori karir personal (TKP) / personal career theory (PCT) mengenai karir atau pekerjaan yang terletak di anara kelemahan dan sesuatu yang tidak valid hingga menjadi sesuatu yang kuat dan valid. TKP merupakan sekumpulan keyakinan, ide, asumsi, dan pengetahuan yang menuntun individu

(7)

(A)rtistic (C)onventional

untuk memilih pekerjaan atau bidang studi, menjelaskan mengapa seseorang tetap bertahan lama satu bidang pekerjaan tertentu, dan digunakan oleh orang tersebut untuk mengambil keputusan karir (Reardon &Lenz, 1999).

Holland memiliki sudut pandang bahwa secara umum TKP memiliki elemen tipologi RIASEC, yaitu karakteristik personal yang berhubungan dengan struktur pekerjaan. Tipologi RIASEC merupakan enam tipologi yang mencerminkan hubungan individu dengan lingkungan, yaitu Realistic (R), Investigative (I), Artistic (A), Social (S), Enterprise (E), dan Conventional (C) dapat dilihat pada gambar 1. Tipologi yang dicetuskan Holland merupakan strategi dan keyakinan untuk mencapai aspirasi pekerjaan maupun non pekerjaan yang berjalan sesuai dengan pengalaman kehidupan seseorang. Holland (1994) menganggap bahwa dengan teori RIASEC maka dapat membantu klien untuk mengungkapkan penggunaan TKP mereka.

(R)ealistic (I)nvestigative

(E)nterprise (S)ocial

Gambar 1. Teori Heksagoal menurut Holland

Self Directed Search Form Career Planning (SDS Form CP) secara khusus didesain untuk untuk profesional dan orang dewasa yang sedang berada dalam masa transisi (Holland, Powell, & Fritzsche, 1994). Bahkan jika digunakan secara tepat material yang terdapat dalam SDS Form CP juga dapat digunakan untuk membuat perencanaan karir jangka panjang, mempersiapkan aktivitas secara profesional, dan merencanakan pekerjaan yang melibatkan pendidikan di perguruan tinggi (Holland, Powell, dan Fritzsche,1994). Hal

(8)

ini juga berarti bahwa SDS Form CP memiliki fungsi prediktif untuk memperkirakan karir individu di masa yang akan datang. Ranah kawasan ukur yang ditentukan oleh Holland (1994) secara spesifik sehingga SDS Form CP dapat digunakan untuk mengukur minat karir secara tepat sesuai dengan fungsi pengukurannya, yaitu sebagai alat pengambilan keputusan dalam membuat perencanaan karir jangka panjang.

Penelitian pendahuluan mengenai SDS telah dilakukan oleh Rosyid (1993). Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas SDS (1985). Hasil penelitian tersebut menunjukkan koefisien konsistensi internal KR20 berkisar antara 0,63 - 0,88 untuk subjek laki-laki dan untuk subjek perempuan berkisar antara 0,53 - 0,85. Koefisien reliabilitas bergerak antara 0,53 hingga 0.84. Hal tersebut menunjukkan bahwa SDS (1985) jika digunakan sebagai alat untuk melakukan pengukuran minat individu masih kurang reliabel. Azwar (2011) menyebutkan bahwa alat ukur yang digunakan untuk prediksi dan diagnosis harus memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu 0,900 atau lebih tinggi. Weiner & Stewart (1984) mengungkapkan bahwa alat ukur yang digunakan sebagai asesmen individu dan hasilnya digunakan untuk mengambil keputusan harus memiliki reliabilitas 0,85 atau lebih. Oleh karena itu SDS Form CP (1994) perlu untuk diuji kembali reliabilitasnya untuk meningkatkan kemampuan prediksinya, sehingga menjadi lebih akurat jika digunakan sebagai alat pengambilan keputusan dalam asesmen individu.

Pengukuran terhadap validitas konkuren dari SDS juga pernah dilakukan oleh Leung dan Hou (2001) untuk menguji antara kode minat yang terdapat dalam SDS dengan pilihan jurusan akademis pada siswa SMA di Hongkong. Koefisien konsistensi internal KR20 untuk siswa perempuan dalam pengukuran Aktivitas, Kompetensi, Pekerjaan, dan Skor total sebesar 0,74, 0,72, 0,78, dan 0,77. Pada siswa laki-laki koefisien konsistensi internal menunjukkan skor 0,78, 0,78 0,79, dan 0,79. Koefisien konsistensi internal menunjukkan bahwa SDS memiliki validitas konkuren untuk melakukan pengukuran minat siswa SMA di Hongkong.

Validasi yang dilakukan peneliti merupakan validasi terhadap SDS Form CP yang telah diadaptasikan oleh peneliti dengan Bahasa Indonesia dan telah disesuaikan dengan konteks

(9)

budaya yang ada di Indonesia. Perbedaan penelitian proses validasi yang akan dilakukan peneliti dengan proses validasi yang telah dilakukan sebelumnya terletak pada versi SDS. Versi SDS yang digunakan peneliti merupakan versi SDS yang dikembangkan oleh pada tahun 1994. Form Career Planning merupakan SDS yang secara khusus disediakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan individu dalam menentukan minat karirnya pada masa transisi (Holland, Fritzsche, & Powell, 1994). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti berfokus pada pengukuran validitas konstruk dan reliabilitas alat ukur. Reliabilitas yang masih kurang sebagai alat ukur minat individu juga perlu ditingkatkan lagi, sehingga peneliti melakukan adaptasi untuk meningkatkan reliabilitas SDS Form CP.

Studi awal terhadap validitas SDS lebih banyak mengukur validitas konstruk untuk menguji konsep heksagonal Holland (Nauta, 2010). Pada dua puluh tahun terakhir penelitian SDS difokuskan pada pengukuran validitas antar budaya karena penggunaan SDS yang telah digunakan oleh berbagai negara dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda (Fouad & Mohley, 2004). Nauta (2010) juga mengungkapkan bahwa pengukuran validitas SDS Form CP jumlahnya masih terbatas. Perbedaan budaya koletivisme melekat pada budaya Indonesia yang berbeda dengan budaya individualisme yang ada di Amerika, demikian juga aktivitas, kemampuan, dan profesi juga memiliki stereotipe yang berbeda (Soh & Leong, 2002).

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengukuran validitas konstruk terhadap SDS Form CP berdasar tipe-tipe kepribadian menurut Holland (1985) yang terdiri dari enam tipe kepribadian, yaitu : (1) Realistis, (2) Investigatif, (3) Artistik, (4) Sosial (5) Enterprise, (6) Conventional. Azwar (2011) menyebutkan bahwa validitas konstruk merupakan validitas yang mengungkap kemampuan suatu instrumen penelitian untuk mengungkap konsep teoretik yang diukur. Pengukuran validitas konstruk dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana SDS dapat mengukur minat karir berdasarkan tipe kepribadian Holland.

Kesempatan untuk merencanakan dan mengembangkan karir mampu menarik dan mempertahankan karyawan yang kompeten (Cummings & Worley, 2009). Intervensi

(10)

perencanaan karir merupakan proses personal yang erat kaitannya dengan pengukuran minat yang perlu untuk dilakukan pada tahap pengembangan karir establishment. Pengukuran minat karir pada tahapan establishment merupakan pijakan awal untuk menentukan proses perencanaan dan pengembangan karir selanjutnya (Tarigan & Wimbarti, 2011). Namun, adanya perbedaan budaya kolektivisme di Indonesia dan budaya individualisme di Amerika menyebabkan adanya perbedaan stereotipe pada aktivitas, kemampuan, dan profesi yang terdapat pada skala SDS Form CP. Ketersediaan profesi di Indonesia juga berbeda dengan ketersediaan profesi yang ada di Amerika. Oleh karena itu, validasi terhadap alat ukur minat karir sebagai alat untuk diagnosis individu perlu untuk dilakukan untuk menyediakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan konsistensi.

Gambar

Gambar 1. Teori Heksagoal menurut Holland

Referensi

Dokumen terkait

Urutan tampilan data logik bergantung pada laporan yang disiapkan, tidak berhubungan dengan urutan fisik dimana record disimpan... Database dan

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi konselor, bahwa sejatinya konselor adalah pihak yang memiliki kompetensi yang tepat untuk memberikan layanan konseling dengan

Karena itu penelitian ini akan mengangkat judul “Hubungan Impulsiveness dan Perilaku Prokrastinasi pada Mahasiswa Universitas Airlangga yang Sedang Mengerjakan Tugas

Selain blacklist mungkin mendefinisikan whitelist, yang digunakan untuk CMG SMSC untuk memastikan bahwa hanya satu pelanggan yang memiliki MSISDN pada whitelist dapat memberikan

Perkuatan tanah yang dihitung untuk memperbaiki Jalan Bujangga menggunakan 3 alternatif, yaitu turap, cerucuk, dan tiang pancang baja.Hasil perhitungan perkuatan

Dalam hal pengurus Partai Politik Peserta Pemilu pada setiap tingkatan dan Calon Anggota DPD tidak menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye kepada Kantor

PT.Reymount Futures, adalah penyedia jasa keuangan yang independen, yang merupakan Tehnologi Internet state-of the art yang mempasilitasi perdagangan dan solusi online untuk

Kantor Akuntan Publik (KAP) bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka.Kantor Akuntan Publik pun