• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KEPUASAN KERJA DI PT X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KEPUASAN KERJA DI PT X"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

129

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN KEPUASAN KERJA

DI PT X

Serly Oktavia

Sukma Rani Moerkardjono Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Krida Wacana

Abstract. Job satisfaction is a positive feeling about a job that resulting from an evaluation of its characteristics and could effect organization life. Job satisfaction can be influenced by an aspect such as supervision from leader. Supervision is the relationship between leader and follower. There is two styles of leadership when viewed from the interaction between leader and follower, those are transactional and transformational leadership. The aim of this study was to find out the relationship between transactional and transformational leadership with the level of job satisfaction in PT X. The hypotheses of this research were; (1) there was a positive relationship between transactional leadership and job satisfaction and (2) there was a positive relationship between transformational leadership and job satisfaction. The subjects of this research were the employees that are categorized as staff in PT X. Quantitative approach was used using the scale of leadership style and job satisfaction. The data was analyzed by using Pearson Product Moment correlation test. The result of this study showed (1) there is a positive relationship between transactional leadership and the level of job satisfaction; and (2) there is a positive relationship between transformational leadership and the level of job satisfaction. Based on the result of this study, levels of trust also had relationship with leadership style and job satisfaction.

Keywords: leadership style, transactional, transformational, job satisfaction

Pendahuluan

Kepuasan kerja merupakan hal yang penting karena dianggap dapat memengaruhi kehidupan organisasi (Tondok & Andarika, 2004). Karyawan yang puas akan melakukan hal positif dan berusaha mencapai tujuan organisasi, sedangkan karyawan yang tidak puas tidak akan membantu mencapai tujuan organisasi (Soegihartono, 2012). Menurut Locke (dalam Munandar, 2008), kepuasan kerja adalah proses penilaian seseorang terhadap pekerjaannya sebagai bentuk pencapaian nilai pekerjaan yang penting dan pemenuhan kebutuhan dasar.

Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengawasan atau supervisi. Tindakan atasan kepada bawahan seperti adil atau tidak dan hubungan antara atasan dan bawahan dapat memengaruhi kepuasan kerja (Wijono, 2010; Munandar, 2008). Shockley-Zalabak (2009) mengatakan seorang

(2)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

130

atasan atau pemimpin memiliki pengaruh yang cukup besar bagi bawahan. Seorang pemimpin yang baik harus bisa membimbing dan mengarahkan bawahan untuk mencapai kinerja yang baik (Yukl, 2007).

Hubungan bawahan dengan atasan merupakan hubungan timbal balik yang umumnya tidak seimbang (Munandar, 2008). Hal ini dikarenakan pemimpin dalam proses interaksi dengan bawahan berusaha untuk memengaruhi bawahan untuk berperilaku sesuai harapannya (Munandar, 2008). Bass dan Avolio (dalam Munandar, 2008) mengatakan bahwa terdapat gaya kepemimpinan dilihat dari interaksi atasan-bawahan dan keberhasilannya dalam kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional. Seorang pemimpin atau atasan cenderung menggunakan kedua gaya kepemimpinan tersebut, namun dalam porsi yang berbeda (Bass, 1985). Pemimpin dapat memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transaksional atau kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional. Meskipun kedua gaya kepemimpinan terlihat berbeda, namun kepemimpinan transaksional dan transformasional tidak dapat dilihat sebagai gaya kepemimpinan yang saling terpisah, tetapi para pemimpin biasanya memiliki kecenderungan terhadap salah satu gaya atau memiliki keduanya (Ashleigh & Mansi, 2012). Gaya kepemimpinan ini merupakan pola perilaku yang dipersepsikan oleh bawahan. Hal ini dikarenakan bawahan lebih sering menghadapi perilaku kepemimpinan dari atasan (Sutraningtyas, 2010).

Apabila seorang atasan memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional, maka atasan akan mengubah kebutuhan, nilai-nilai dan pola kerja bawahan, serta memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan bersama (Bass dalam Anggraeni & Santosa, 2013). Motivasi dan perhatian terhadap kebutuhan bawahan yang diberikan oleh atasan merupakan salah-satu bentuk pengawasan yang diberikan oleh atasan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Tondok dan Andarika (2004) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan dengan kepuasan kerja dan memiliki keterkaitan positif dengan kepuasan kerja. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Snowden (2011) yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berkorelasi secara positif dengan kepuasan kerja.

(3)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

131

Seorang atasan yang memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transaksional akan berinteraksi dengan bawahan melalui transaksi seperti memberikan imbalan dan mendisiplinkan bawahan berdasarkan kelayakan kinerja bawahan (Bass & Riggio, 2006). Imbalan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan dipandang sebagai penghargaan kepada bawahan sehingga dengan adanya imbalan, bawahan akan merasa puas dengan pekerjaannya (Robbins, 2007). Penelitian Lin (2004) juga menunjukkan bahwa gaya kemimpinan transaksional memiliki hubungan dengan kepuasan kerja dan dapat memprediksi kepuasan kerja.

Hasil penelitian Tondok dan Andarika (2004) menunjukkan hubungan yang positif antara persepsi bawahan terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian lain yang dilakukan Lin (2004) juga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja karyawan. Menurut hasil penelitian Lin (2004), gaya kepemimpinan transformasional sebagai prediktor yang signifikan untuk meningkatkan kepuasan kerja. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Snowden (2011) bahwa gaya kepemimpinan transformasional berkorelasi secara positif dengan kepuasan kerja. Uzlah (2011) menemukan bahwa semakin tinggi persepsi gaya kepemimpinan transformasional, semakin tinggi pula kepuasan kerja. Maka dari itu, berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi persepsi gaya kepemimpinan transaksional, semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan (Uzlah, 2011).

Menurut Robbins (2007), persepsi adalah proses individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan indera dalam pemberian makna kepada lingkungan mereka. Walgito (2004) mengatakan bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima sehingga menjadi bermakna. Robbins dan Judge (2013) mendefinisikan persepsi sebagai proses individu menginterpretasikan kesan indra untuk memberikan makna pada lingkungan individu. Berdasarkan pengertian di atas, maka persepsi adalah proses individu mengelola dan mengintepretasikan stimulus menjadi bermakna pada lingkungan individu.

(4)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

132

PT X merupakan perusahaan dalam bidang IT dan elektronika sebagai

manufacturing, system integration, trading, retail dan distribusi. PT X juga sebagai distributor utama untuk beberapa produk dari brand-brand ternama dan sudah berdiri sejak tahun 1946. Peneliti tertarik untuk meneliti di PT X karena sistem organisasi yang disebut sebagai flat organization. Flat organization merupakan sistem organisasi yang tidak memiliki banyak lapisan atau tingkatan jabatan. Flat organization memungkinkan karyawan untuk membentuk divisi baru jika diperlukan sehingga terdapat banyak pemimpin atau team leader. Penelitian akan berfokus di Head Office (HO) karena semua pemimpin maupun kantor perwakilan akan berhubungan langsung dengan HO dan di bawah manajemen HO.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap tujuh karyawan PT X, tiga orang subyek menilai pemimpin mereka memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional dengan ciri-ciri mau mendengarkan keluhan dan permasalahan yang mereka hadapi, mau membantu menyelesaikan masalah, mau mendengarkan ide dari karyawan, memberikan inspirasi untuk karyawan dan merupakan atasan yang tekun dan pantas untuk menjadi contoh.

Berdasarkan hasil wawancara, subyek mengatakan bahwa beban kerja yang diterima berlebihan. Selain itu, pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuannya dan juga merasa bahwa atasan tidak membimbing ketika memberikan pekerjaan baru yang belum dimengerti oleh subyek. Subyek mengatakan bahwa atasan sering menganggap tugas yang dikerjakan oleh subyek merupakan pekerjaan yang mudah namun subyek mengerjakan dalam waktu yang cukup lama. Subyek juga mengatakan bahwa gaji yang mereka terima tidak sesuai dengan beban kerja yang mereka terima saat ini karena beban kerja yang banyak.

Berdasarkan hasil wawancara, empat subyek menilai pemimpin mereka memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transaksional. Subyek mengatakan bahwa atasan menawarkan imbalan kepada mereka apabila mereka dapat melakukan tugas dengan baik, atasan juga memberikan imbalan yang seimbang kepada subyek. Subyek merasa atasan mengawasi pekerjaan mereka dan membantu ketika terjadi masalah. Namun berdasarkan hasil wawancara terhadap kepuasan kerja, subyek merasa atasan mengawasi, namun atasan tidak membimbing dan mengarahkan

(5)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

133

dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Beban kerja yang diterima juga tidak sebanding dengan kemampuannya. Subyek merasa atasan memberikan banyak tuntutan tanpa mengetahui keadaan subyek yang sebenarnya. Atasan menurut subyek kurang mempedulikan karyawan, sehingga karyawan mempunyai keinginan untuk pindah divisi.

Amelo (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja. Penelitian Turey (2013) menunjukkan korelasi negatif antara persepsi gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Tondok dan Andarika (2004) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di PT X dan juga hasil penelitian, masih terdapat kontradiksi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja sehingga peneliti tertarik untuk meneliti hubungan gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja di PT X.

Rumusan masalah penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja di PT X dan apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Tujuan penelitian ini adalah melihat hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja di PT X dan hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja di PT X. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis berupa sumbangan bagi teori Psikologi Industri dan Organisasi, khususnya kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi gaya kepemimpinan dan dapat membantu dalam mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang memiliki hubungan dengan kepuasan kerja.

Gaya Kepemimpinan

Northouse (2013) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku dari seseorang yang mencoba untuk memberikan pengaruh kepada orang lain. Keith (dalam Sutraningtyas, 2010) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan

(6)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

134

merupakan pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan oleh bawahan. Menurut Bass dan Avolio (dalam Munandar, 2008), terdapat dua gaya kepemimpinan yang mendorong pemimpin berupaya mengubah dan memengaruhi bawahannya agar dapat bekerja keras untuk mencapai prestasi kerja yang lebih baik. Kedua gaya kepemimpinan tersebut yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional.

Menurut Northouse (2013), kepemimpinan transformasional merupakan proses antara dua orang atau lebih dan menciptakan hubungan yang dapat meningkatkan motivasi dan moralitas dalam diri pemimpin dan pengikut. Bass (dalam Anggraeni & Santosa, 2013) mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, serta nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga bawahan mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan bersama. Lebih lanjut, Bass (dalam Northouse, 2013) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional lebih banyak menaruh perhatian pada kebutuhan bawahan daripada kebutuhan pemimpin.

Kepemimpinan transformasional memiliki empat aspek, pertama yaitu

inspirational motivation. Pada aspek ini, atasan mampu memunculkan inspirasi dan motivasi kepada bawahannya dengan memberikan tantangan dalam pekerjaan bawahan (Bass & Riggio, 2006). Aspek kedua yaitu intellectual stimulation. Menurut Bass, pada aspek ini bawahan merasa atasan mendorong mereka untuk mengevaluasi cara kerja mereka dan mencari cara kerja baru dalam melaksanakan tugas dan mempersepsikan tugas-tugas mereka (dalam Munandar, 2008; Spector, 2012). Aspek ketiga yaitu individualized consideration yang berarti atasan menaruh perhatian kepada kebutuhan bawahan akan pencapaian dan perkembangan karyawan dengan menjadi mentor ataupun pelatih bagi bawahan (Bass & Riggio, 2006). Aspek keempat yaitu idealized influence. Pada aspek ini, atasan menjadi panutan bagi bawahan, atasan dihargai dan dipercayai oleh bawahan (Bass & Riggio, 2006).

Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya pemimpin yang mengidentifikasi kebutuhan bawahan dan memberikan penghargaan untuk memenuhi kebutuhan bawahan sebagai imbalan dari kinerja tertentu (Schultz & Schultz, 2010).

(7)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

135

Bass dan Riggio (2006) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional terjadi ketika atasan memberikan imbalan dan mendisiplinkan bawahan berdasarkan kelayakan kinerja bawahan.

Menurut Bass & Riggio (2006), aspek dari kepemimpinan transaksional yang berupa transaksi yaitu contingent reward dan management by exception. Contingent reward yaitu imbalan setimpal yang akan diberikan kepada bawahan apabila mereka melakukan pekerjaan untuk kepentingan perusahaan yang menguntungkan perusahaan. Pada aspek ini atasan akan melakukan kesepakatan dengan bawahan berkaitan dengan hasil pekerjaan yang harus dicapai, dan penghargaan yang akan diberikan. Aspek kedua yaitu management by exception. Management by exception

dapat berbentuk aktif maupun pasif (Bass & Riggio, 2006). Pada bentuk aktif, atasan memantau pekerjaan bawahan secara aktif dan ketat agar bawahan tidak melakukan kesalahan, dan apabila bawahan melakukan kesalahan maka dapat segera diperbaiki (Bass & Riggio, 2006; Munandar, 2008). Management by exception dalam bentuk pasif yaitu atasan baru akan bertindak setelah terjadi kesalahan yang serius atau bawahan mengalami kegagalan mencapai tujuan (Bass & Riggio, 2006; Munandar, 2008).

Kepuasan Kerja

Robbins (2007) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Lebih lanjut, Robbins dan Judge (2008) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik pekerjaan tersebut. Luthans (2006) mendefinisikan kepuasan kerja ke dalam tiga pengertian yaitu pertama, kepuasan kerja merupakan respons emosional terhadap situasi kerja sehingga kepuasan dapat dilihat dan diduga. Kedua yaitu kepuasan kerja sering ditentukan berdasarkan seberapa baik hasil yang dicapai sesuai dengan harapan yang didapatkan. Ketiga yaitu kepuasan kerja mewakili beberapa sifat yang berhubungan.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang atau emosi positif terhadap pekerjaan yang merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan itu sendiri, hasil yang dicapai, dan imbalan yang diterima dalam pemenuhan kebutuhan dasar yang merupakan pengalaman kerja seseorang.

(8)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

136

Robbins (2007) membagi aspek kepuasan kerja menjadi lima aspek. Aspek yang pertama yaitu pekerjaan itu sendiri, pekerjaan yang menarik dan sesuai dengan karakteristik individu dapat memberikan kepuasan kerja. Kedua yaitu gaji, gaji dipandang sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yang dianggap layak atau tidak layak oleh karyawan. Selain gaji, keuntungan lainnya juga dianggap dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Aspek ketiga adalah promosi, karena kesempatan untuk mendapatkan promosi merupakan kesempatan untuk maju dalam organisasi. Aspek keempat yaitu pengawasan dari atasan. Atasan yang peduli dan memotivasi karyawan merupakan atasan yang baik. Aspek kelima yaitu kelompok kerja atau rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja pada karyawan secara individu karena bertindak sebagai dukungan, kenyamanan, nasihat, dan bantuan pada individu.

Metode Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini termasuk dalam rancangan penelitian korelasional. Subyek dari penelitian yaitu staf yang bekerja di

Head Office (HO) PT X dan telah melewati masa percobaan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu convenience sampling. Pengambilan data dilakukan dengan jumlah subyek sebanyak 107 orang.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan dan skala kepuasan kerja yang disusun berdasarkan komponen gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja. Hasil uji reliabilitas pada skala gaya kepemimpinan dengan menggunakan Alpha Cronbach yaitu sebesar 0,854 dengan validitas berkisar 0,302-0,647. Hasil perhitungan reliabilitas pada kepuasan kerja yaitu 0,878 dengan validitas berkisar 0,318-0,711.

Analisis data dilakukan dengan melakukan uji normalitas terlebih dahulu untuk melihat persebaran sampel berdistribusi normal terhadap populasi. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Setelah melakukan uji normalitas, kemudian menguji korelasi kedua variabel dengan menggunakan teknik

(9)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

137

Pearson Product Moment yang dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS).

Hasil Penelitian

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan hasil uji normalitas untuk skala gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja masing-masing yaitu p=0,159 (>0,05) dan p= 0,1 (>0,05) yang berarti skala gaya kepemimpinan dan skala kepuasan kerja memiliki sebaran data yang normal. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian ini dapat menggambarkan populasi.

Uji hipotesis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Hasil uji hipotesis pertama untuk melihat hubungan gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja yaitu diperoleh nilai korelasi yang positif dan signifikan dengan nilai korelasi sebesar r=0,632, p<0,05. Hasil uji korelasi kedua gaya kepemimpinan transfromasional dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan yang signifikan dan positif dengan nilai r= 0,560, p<0,05.

Tabel 1

Tabel Gambaran Umum Subyek Penelitian

n Jenis kelamin Pria 47 Wanita 60 Usia ≤ 19 tahun 4 20 – 30 tahun 59 31 – 40 tahun 28 41 – 50 tahun 14 ≥ 51 tahun 2 Status pekerjaan Kontrak 18 Tetap 89 Tingkat Pendidikan SMA 32 D1 3 D3 9 S1 60 S2 3 Total 107 Tabel 2

(10)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

138

Tabel Pengelompokkan Gaya Kepemimpinan

Gaya Kepemimpinan n %

Transaksional 33 31

Transformasional 74 69

Total 107 100%

Keterangan: n = frek uensi; % = persentase

Berdasarkan hasil yang diperoleh, kepuasan kerja dapat disusun dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Teknik yang digunakan dalam perhitungan kategori kepuasan kerja yaitu dengan menganalisa standar skor (Z score).

Pengolahan data statistik pada penelitian ini menunjukkan skor rata-rata dari kepuasan kerja karyawan yang menilai atasan dengan gaya transformasional yaitu 69,36 dengan nilai minimum 51 dan nilai maksimum 90. Nilai mean termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti sebagian besar karyawan yang menilai atasan dengan gaya kepemimpinan transaksional memiliki tingkat kepuasan kerja tergolong sedang.

Tabel 3

Frekuensi dan Persentase Hasil Pengukuran Kepuasan Kerja Transaksional

Kategori n % x σ

Tinggi 3 6,1

Sedang 28 84,8

Rendah 2 9,1

Total 33 100 69,36 6,537

Keterangan: n = frek uensi; % = persentase; x= rerata; σ = standar deviasi

Hasil kategorisasi kepuasan kerja karyawan yang menilai atasan dengan gaya kepemimpinan transformasional yaitu dengan skor rata-rata 68,58 dengan nilai minimum 55 dan nilai maksimum 84. Nilai mean termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti sebagian besar karyawan yang menilai atasan dengan gaya kepemimpinan transformasional memiliki tingkat kepuasan kerja yang sedang.

Tabel 4

Frekuensi dan Persentase Hasil Pengukuran Kepuasan Kerja Transformasional

Kategori n % x σ

Tinggi 11 14,9

Sedang 52 70,3

Rendah 11 14,9

Total 74 100 68,58 6,131

Keterangan: n = frek uensi; % = persentase; x= rerata; σ = standar deviasi

(11)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

139

Hasil uji korelasi menunjukkan gaya kepemimpinan transaksional memiliki nilai koefisien korelasi yang lebih tinggi dibandingkan gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja yaitu 0,632, sedangkan koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja yaitu 0,560. Berdasarkan hasil uji statistik, rata-rata kepuasan kerja karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan transaksional yaitu 69,36. Rata-rata kepuasan kerja ini lebih besar dibandingkan kepuasan kerja karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya transformasional yaitu 68,58. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan PT X yang mempersepsikan gaya kepemimpinan transaksional memiliki rata-rata kepuasan yang lebih tinggi.

Data statistik menunjukkan bahwa sebanyak 88% karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan transaksional merasa puas dengan tunjangan yang diberikan oleh perusahan, 87% mengatakan mereka merasa puas karena mendapatkan bonus yang sesuai dengan kinerja. Judge dan Piccolo (2004) menemukan bahwa pemberian reward dalam beberapa kasus dapat menjadi efektif. Hal ini juga didukung oleh penelitian Riaz dan Haider (2010) yang mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transaksional memberikan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan gaya kepemimpinan transformasional.

Berdasarkan hasil uji korelasi terhadap hipotesis pertama, gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan nilai korelasi r= 0,632, p<0,05 yang termasuk dalam kriteria kuat. Hasil ini menunjukkan apabila karyawan mempersepsikan atasan dengan praktik gaya kepemimpinan transaksional yang tinggi, kepuasan kerja juga akan tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja (Lin, 2004; Uzlah, 2011).

Hubungan dimensi contingent reward dengan kepuasan kerja memiliki nilai korelasi r= 0,547, p< 0,05 yang tergolong kuat. Lin (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara dimensi

(12)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

140

bahwa dimensi contingent reward memiliki korelasi dengan kepuasan kerja. Dimensi

contingent reward memiliki korelasi yang kuat dengan aspek promosi dalam kepuasan kerja dengan nilai korelasi sebesar r= 0,631, p<0,05. Hal ini berarti karyawan PT X merasa bahwa atasan sudah memberikan penghargaan kepada mereka dalam bentuk materi seperti bonus dan promosi. 94% karyawan menyatakan bahwa atasan memberikan bonus sesuai dengan kesepakatan awal yang telah diberikan dan juga bonus diberikan secara adil. 97% karyawan merasa bahwa atasan memberikan penghargaan ketika karyawan bekerja dengan baik. 84% karyawan merasa puas dengan kesempatan promosi dan memiliki jenjang karir yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins (2007) yang mengatakan bahwa bonus atau benefit yang diberikan secara adil kepada karyawan dapat menjadi faktor yang berpotensi memunculkan kepuasan kerja.

Dimensi management by exception gaya kepemimpinan transaksional memiliki korelasi yang signifikan terhadap kepuasan kerja dengan nilai korelasi r= 0,516, p<0,05 yang berarti korelasi berada dalam kriteria kuat. Karyawan PT X merasa bahwa atasan membantu dalam penyelesaian masalah yang dihadapi oleh karyawan. Penyelesaian masalah dipandang sebagai pengawasan yang diberikan oleh atasan terhadap permasalahan dan kesalahan yang dilakukan oleh karyawan (Munandar, 2008). Sebanyak 85% karyawan PT X juga mengatakan bahwa pemimpin memberikan pengarahan dalam bekerja, 61% karyawan mengatakan mereka merasa senang dengan pengawasan dan perhatian yang diberikan oleh atasan. Menurut Robbins (2007), pengawasan yang diberikan oleh atasan merupakan salah satu aspek yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.

Hasil uji korelasi terhadap hipotesis kedua menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Korelasi gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja yaitu r= 0,560, p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa apabila karyawan mempersepsikan atasan dengan praktik gaya kepemimpinan transformasional tinggi maka kepuasan kerja karyawan juga akan tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu adanya hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja (Tondok & Andarika, 2004;

(13)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

141

Snowden, 2011; Uzlah, 2011). Bass dan Riggio (2006) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional memotivasi karyawan untuk melakukan lebih dari yang mereka harapkan, sehingga membuat karyawan merasa adanya tantangan dan keinginan untuk mencapai performa yang lebih sehingga karyawan merasa puas dengan pekerjaannya.

Hubungan yang kuat terlihat dari dimensi inspirational motivation dengan kepuasan kerja dengan nilai korelasi r= 0,596, p<0,05. Nilai korelasi yang kuat ditemukan pada aspek pekerjaan kepuasan kerja dengan dimensi inspirational motivation dengan koefisien korelasi sebesar r= 0,497, p<0,05. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa 89% karyawan merasa atasan memberikan motivasi ketika karyawan merasa ragu. Atasan juga memotivasi karyawan dalam mencapai target kerja serta percaya dengan hasil kerja karyawan. 96% karyawan mengatakan bahwa mereka puas dan senang dengan kesempatan belajar yang diberikan oleh atasan. Menurut Bass dan Riggio (2006), pada dimensi inspirational motivation, atasan mengkomunikasikan tujuan dan visi dengan jelas serta memberikan motivasi kepada bawahan untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Yukl (2007) mengatakan bahwa pemimpin yang inspirasional dapat menciptakan keterbukaan dan kepercayaan. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 77% karyawan mempercayai atasan dengan kesediaan mereka untuk menceritakan permasalahan mereka kepada atasan. Penelitian yang dilakukan oleh Hoyt & Blascovich (dalam Bass & Riggio, 2006) menemukan bahwa anggota karyawan yang memiliki kepercayaan yang tinggi akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi juga.

Terdapat hubungan yang signifikan dalam kriteria sedang antara dimensi

intellectual stimulation dengan kepuasan kerja dengan nilai korelasi r= 0,388, p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa 93% karyawan merasa bahwa atasan memberikan masukan terhadap pekerjaan mereka. Sebanyak 93% karyawan merasa atasan mempertimbangkan ide-ide dari karyawan. Korelasi terbesar terlihat pada aspek pengawasan dengan intellectual stimulation dengan nilai korelasi sebesar r=0,594, p<0,05. Sebanyak 89% karyawan merasa bahwa ide mereka tidak diabaikan oleh atasan sehingga mereka merasa atasan memberikan kesempatan untuk mengembangkan ide yang ada. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(14)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

142

Tondok dan Andarika (2004) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara dimensi intellectual stimulation dalam gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja.

Hasil uji korelasi menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan kriteria sedang pada dimensi individualized consideration dengan kepuasan kerja dengan nilai korelasi r= 0,474, p<0,05. Nilai korelasi tersebar terdapat pada aspek pengawasan dengan individualized consideration dengan nilai korelasi sebesar r= 0,553, p<0,05. Karyawan PT X merasa bahwa atasan memberikan perhatian kepada karyawan dalam bentuk memberi masukan dan juga kehadiran atasan. Sebanyak 91% karyawan merasa atasan bersedia mendengarkan keluhan mereka. Sebanyak 79% karyawan menyatakan bahwa mereka menceritakan kesulitan yang mereka hadapi dalam bekerja kepada atasan. Kesediaan atasan mendengarkan keluhan bawahan merupakan bentuk perhatian yang diberikan oleh atasan. Sebanyak 72% karyawan merasa senang dengan perhatian yang diberikan oleh atasan berupa pengawasan. Hal ini dapat memotivasi karyawan melakukan pekerjaan yang mereka sukai untuk kebaikan bersama dalam organisasi (Northouse, 2013). Apabila karyawan merasa senang dengan pekerjaan yang ia lakukan, maka akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Robbins, 2007).

Hasil uji korelasi terhadap dimensi idealized influence dari gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja menunjukkan korelasi yang signifikan dan positif. Nilai korelasi dari dimensi idealized influence dengan kepuasan kerja yaitu r= 0,420, p<0,05 yang berada pada kriteria sedang. Hal ini dapat terlihat dari 95% karyawan PT X yang merasa bahwa atasan mereka merupakan orang yang tekun dalam bekerja dan 91% karyawan mengagumi keahlian yang dimiliki oleh atasan. Atasan menjadi pemimpin yang memberikan contoh melalui ketekunan yang dimiliki. Hal ini akan membuat karyawan mendapatkan inspirasi dari atasan. Ini mendukung pendapat Yukl (2007) yang mengatakan bahwa seorang pemimpin yang dapat memberikan contoh akan menjadi inspirasi bagi karyawan dan meningkatkan komitmen dan antusiasme dalam bekerja. Pemimpin yang memberikan inspirasi kepada bawahan akan meningkatkan kepercayaan bawahan (Yukl, 2007) dan berhubungan dengan kepuasan karyawan (Bass & Riggio, 2006).

(15)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

143

Hubungan yang kuat antara gaya kepemimpinan transformasional dengan aspek kepuasan kerja terdapat pada aspek pengawasan dengan nilai korelasi sebesar r= 0,662, p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat memprediksi kepuasan kerja karyawan pada aspek pengawasan. Sebanyak 74% karyawan merasa senang dengan adanya kehadiran atasan. Kehadiran atasan merupakan salah satu bentuk gaya kepemimpinan transformasional yaitu dimensi inspirational motivation.

Hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja yang kuat terdapat pada gaya kepemimpinan transaksional dengan aspek promosi dengan nilai korelasi sebesar r=0,649, p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat memprediksi kepuasan kerja pada aspek promosi. Berdasarkan hasil statistik, sebanyak 97% karyawan setuju bahwa atasan memberikan penghargaan apabila mereka bekerja dengan baik. Penghargaan yang diberikan oleh atasan dapat berupa promosi. Sebanyak 85% karyawan merasa perusahaan memberikan kesempatan untuk naik ke jenjang karir yang lebih baik.

Berdasarkan hasil pengolahan data, sebesar 69% karyawan menilai atasan memiliki kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional dan sebesar 31% karyawan menilai atasan dengan kecenderungan gaya kepemimpinan transaksional. Namun ada kemungkinan atasan menampilkan gaya kepemimpinan yang berbeda tergantung pada situasi dan kebutuhan bawahan. Hal ini dapat membuat bawahan menilai atasan yang sama dengan gaya kepemimpinan yang berbeda.

Meskipun atasan menampilkan gaya kepemimpinan yang berbeda, namun gaya kepemimpinan mereka tetap dapat meningkatkan kepuasan kerja bawahan. Yukl (2007) mengatakan bahwa pemimpin yang efektif menggunakan kedua gaya kepemimpinan tersebut. Northouse (2011) juga mengatakan bahwa pemimpin yang efektif dapat mengubah gaya kepemimpinan mereka sesuai dengan kebutuhan bawahan.

Penelitian ini mengukur penilaian atau persepsi bawahan terhadap atasan sehingga akan ada kemungkinan terjadinya perbedaan persepsi dari subyek. Subyek bisa mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan gaya

(16)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

144

kepemimpinan sebenarnya. Namun analisis meta yang dilakukan oleh Lowe, Kroeck dan Sivasubramaniam (dalam Yukl, 2007) menunjukkan hubungan yang lebih kuat antara pengukuran kepemimpinan melalui persepsi bawahan dengan efektivitas kepemimpinan dibandingkan pengukuran dengan menggunakan kriteria independen organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bisa terdapat bias dalam melakukan penilaian gaya kepemimpinan oleh bawahan, namun tetap berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan dan pemimpin yang efektif memiliki hubungan dengan kepuasan kerja (Yukl, 2007).

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu adanya kemungkinan terjadi bias. Bawahan diminta untuk menilai atasan sehingga kemungkinan akan bias respon dan perbedaan pandangan bisa terjadi. Subyek bisa memberikan jawaban yang hampir sama meskipun terdapat perbedaan nyata dalam perilaku pemimpin tersebut, dikarenakan subyek menyukai ataupun tidak menyukai pemimpin tersebut (Yukl, 2007). Penilaian subyek ini dapat menjadi subjektif karena adanya pengalaman di luar pekerjaan. Yukl (2007) mengatakan bahwa dalam kebanyakan kuesioner kepemimpinan memiliki format respon-tetap yang meminta responden untuk memikirkan kembali selama beberapa bulan periode sebelumnya dan menunjukkan berapa banyak pemimpin menggunakan perilaku yang dijelaskan butir pernyataan tertentu. Oleh karena itu, penilaian yang akurat sulit untuk dibuat karena adanya kesulitan dalam mengingat. Hal ini menjadi pertimbangan ketika hendak mengambil kesimpulan karena harus mempertimbangkan hal-hal tersebut sehingga dalam penelitian seperti ini, kesimpulan harus diambil secara hati-hati.

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama pada penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja. Hal ini berarti persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan transaksional mampu memberikan sumbangan dalam meningkatkan kepuasan kerja. Hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap praktik gaya kepemimpinan transformasional dapat memprediksi kepuasan kerja.

(17)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

145

Karyawan PT X mempersepsikan atasan dengan kecenderungan gaya kepemimpinan transformasional dibandingkan gaya kepemimpinan transaksional. Hal ini berarti karyawan di PT X menilai pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang mau untuk mengubah kebutuhan, nilai-nilai dan pola kerja bawahan, serta memotivasi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan bersama. Namun nilai korelasi antara gaya kepemimpinan transaksional dengan kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kepuasan kerja. Nilai korelasi ini berarti karyawan yang mempersepsikan atasan dengan gaya kepemimpinan transaksional dapat memprediksi kepuasan kerja karyawan lebih tinggi.

Kepuasan kerja di PT X berada dalam taraf sedang yang berarti karyawan merasa cukup puas bekerja di PT X. Hal ini berarti karyawan merasa cukup senang terhadap pekerjaan yang dijalani, pengawasan dari atasan, imbalan yang diterima dan hasil yang dicapai dalam bekerja. Berdasarkan hasil pembahasan, ditemukan adanya variabel kepercayaan yang mungkin dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat melihat hubungan antara kepercayaan dengan kepuasan kerja dan gaya kepemimpinan.

Berdasarkan hasil pembahasan, aspek contingent reward gaya kepemimpinan transaksional memiliki nilai korelasi yang kuat terhadap aspek promosi. Peneliti menyarankan kepada atasan dalam memberikan bonus dan reward serta promosi kepada karyawan dapat dilakukan secara konsisten sehingga kepuasan kerja karyawan dapat dipertahankan dan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Selain itu, atasan juga dapat memberikan promosi sesuai kinerja karyawan.

Penelitian juga menemukan bahwa aspek intellectual stimulation gaya kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang kuat dengan aspek pengawasan pada kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan kepada pihak perusahaan untuk dapat melakukan mentoring terkait cara kerja karyawan. Peneliti juga menyarankan kepada atasan untuk dapat memperhatikan dan mempertimbangkan ide dan masukan dari bawahan.

(18)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

146 Daftar Pustaka

Amelo, M. A. (2005). Transformational leadership influences on employee trust and satisfaction in suriname context: the case of CKC BEM (Published thesis). Diunduh dari http://www.fhrinstitute.org/pluginfile.php/128/mod_data/content-/178/PDF.pdf

Anggraeni, Y., & Santosa, T. E. C. (2013). Pengaruh kepemimpinan transforma-sional terhadap kepuasan kerja karyawan. Jurnal Dinamika Ekonomi dan Bisnis, 10(1), 51-68.

Ashleigh & Mansi. (2012). The psychology of people in organizations. England: Pearson Education Limited

Bass, B. M. (1985). Leadership and performance beyond expectation. New York: The free press.

Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational leadership (2nd Ed.). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.

Judge, T. A., & Piccolo, R. F. (2004). Transformational and transactional leadership: a meta-analytic test of their relative validity. Journal of Applied Psychology, 89(5), 755-768.

Lin, L. (2004). The relationship between manager’s leadership style and employee job

satisfaction in taiwan fashion retail department stores (published dissertation). Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/3050478-18/11742872E4494155PQ/3?accountid=50673.

Luthans, F. (2006). Perilaku organisasi (Ed. 10). Yogyakarta: Penerbit Andi.

Munandar, A. S. (2008). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Northouse, P. G. (2013). Leadership: theory and practice (6th Ed.). Thousand Oaks:

SAGE Publication.

Riaz, A., & Haider, M. H. (2010). Role of transformational and transactional leadership with job satisfaction and career satisfaction. Business and Economic Horizons, 1(1), 29-38.

Robbins, S. P. (2007). Perilaku organisasi(10th Ed.). Jakarta: PT Indeks.

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008). Organizational behaviour (13th Ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc.

Schultz, D.P., & Schultz, S.E. (2010). Psychology and work today (10th Ed.). Upper Saddle River: Pearson Education.

Shockley-Zalabak, P.S.S. (2009). Fundamentals of organizational communication: Knowledge, sensitivity, skills, values (Ed. 7th). United States: Pearson Education, Inc.

Snowden, D. C. (2011). The relationship between leadership and job satisfaction in call centers in the electric utility industry. (Disertasi tidak dipublikasikan). University of Phoenix.

Soegihartono, A. (2012). Pengaruh kepemimpinan dan kepuasan kerja terhadap kinerja dengan mediasi komitmen (di PT Alam Kayu Sakti Semarang). Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 3(1), 2523-2542.

Spector, P. E. (2012). Industrial and organizational psychology: Research and practice (6th Ed.).Singapore: John Wiley & Sons.

(19)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

147

Sutraningtyas, D. (2010). Perbedaan kepuasan kerja ditinjau dari persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan atasan di detasemen markas kodam jaya. (Skripsi tidak dipublikasikan). Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang. Tondok, M. S., & Andarika, R. (2004). Hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan

transformasional dan transaksional dengan kepuasan kerja karyawan. Jurnal PSYCHE, 1(1), 35-49.

Turey, C. J. (2013). Perceptions of Leadership Styles and Job Satisfaction in a Sample

of High School Athletic Directors in the United States. (Disertasi tidak

dipublikasikan). College of Education, University of North Florida.

Uzlah, S. M. (2011). Hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan atasan dengan kepuasan kerja pegawai puskesmas mekar baru. Jurnal Psikologi, 9(2), 91-95. Walgito, B. (2004). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi.

Wijono, S. (2012). Psikologi industri dan organisasi: Dalam suatu bidang gerak psikologi sumber daya manusia. Jakarta: Kencana

(20)

Jurnal NOETIC Psychology Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2015

Referensi

Dokumen terkait

Marzuki, Gunawan, Nurgiyantoro Burhan, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial , Cetakan Kedua, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul

PAUD Terpadu adalah suatu program layanan pendidikan bagi anak usia dini yang menyelenggarakan lebih dari satu program PAUD, minimal 2 layanan (TK, KB, TPA, SPS) yang dalam

Hubungan antara limit satu sisi dan dua sisi juga berlaku untuk turunan, yakni sebuah fungsi memiliki turunan pada suatu titik jika dan hanya jika fungsi

 Merupakan pernyataan singkat dalam bentuk kalimat yang jelas dan tidak ambigu mengenai keseluruhan tujuan proyek penelitian Anda..  Setelah selesai merevisi tujuan

Pengelolaan &amp; Pengadaan 9 Persentase jumlah SKPD yang menerapkan SPM % 100 9 Program Peningkatan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Bag. Kesra 10 Persentase

Sedangkan harga emas, inflasi, GDP, BI Rate , kurs Dollar, dan kurs Euro tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham sektor perdagangan, jasa, dan investasi

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa kemampuan DVR dengan kombinasi feed back dan feed forward kontroller PI mempunyai performa yang sama bagusnya dengan kontroller feed back