• Tidak ada hasil yang ditemukan

CASE MATA - Trauma Okuli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CASE MATA - Trauma Okuli"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN BAGIAN MATA RSAU LAPORAN KASUS KEPANITERAAN BAGIAN MATA RSAU

Trauma Okuler

Trauma Okuler

DISUSUN OLEH:

DISUSUN OLEH:

Heryawan Chandra

Heryawan Chandra

11.2015.222

11.2015.222

PEMBIMBING:

PEMBIMBING:

Dr. Dian Mulyawarman, Sp.M

Dr. Dian Mulyawarman, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

JAKARTA

JAKARTA

PERIODE 2 OKTOBER 2017- 4 NOVEMBER 2017

PERIODE 2 OKTOBER 2017- 4 NOVEMBER 2017

(2)

Halaman Pengesahan Halaman Pengesahan

Nama Mahasiswa : Heryawan Chandra Nama Mahasiswa : Heryawan Chandra

NIM

NIM : : 11.2015.22211.2015.222

Bagian

Bagian : : Ilmu Ilmu Penyakit Penyakit Mata Mata RSAU RSAU dr..Esnawan dr..Esnawan Antariksa Antariksa (UKRIDA)(UKRIDA)

Judul

Judul Kasus Kasus : : Trauma Trauma OkulerOkuler

Pembimbing

Pembimbing : : dr. dr. Dian Dian Mulyawarman,Sp.MMulyawarman,Sp.M

Jakarta,

Jakarta, Oktober Oktober 20172017 Pembimbing Pembimbing

(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

JL. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

Tanda tangan Nama : Heryawan Chandra

Nim: 11.2015.222 ...

Dr. Pembimbing/ penguji : dr. Dian Mulyawarman,Sp.M ...

I. IDENTITAS

Nama : Ny.K

Umur : 57 tahun

 Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

 Alamat : Jalan Jeruk No. 27 RT/RW 002/002, Cililitan, Jak-Tim Tanggal pemeriksaan : 17 Oktober 2017

Pemeriksa : Heryawan Chandra

II. ANAMNESIS

 Auto anamnesis tanggal : 17 Oktober 2017

Keluhan Utama : Mata kanan tidak bisa melihat jelas sejak 2 bulan lalu Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli klinik mata RSAU karena mata kananya tidak bisa melihat jelas sejak 2 bulan lalu. Sekitar 2 bulan yang lalu, pasien masih terasa seperti melihat benda samar- samar. Pasien mengatakan lama kelamaan keluhan penglihatannya semakin mengecil. Pasien tidak merasakan pusing,

(4)

mual, dan muntah. Pasien tidak mengeluh matanya merah ataupun silau seperti ada cahaya disekeliling benda. Pada awalnya memang pasien merasa matanya terasa kencang, namun tidak membuatnya mengeluhkan keluhan lainnya. Keadaan mata kirinya tidak ada keluhan dan juga tidak kelainan. Keluhan matanya yang tidak bisa melihat benda secara jelas ini semakin marah dan membuat dirinya sama sekali tidak melihat apapun di mata kanannya saja.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sebelumnya tidak pernah ada keluhan pada kedua matanya, pasien memliki riwayat darah tinggi, tetapi tidak memiliki diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien tidak memiliki keluarga yang memiliki keluhan seperti pasien ataupun penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes mellitus.

III. PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Compos Mentis

Tanda - tanda Vital : Tekanan darah 150/100 mmHg, Nadi 89x/menit, Pernapasan 20x/menit, Suhu 36,30C

Kepala : Simetris, tidak ada massa, tidak ada luka

Mulut : Cavum oral normal, uvula ditengah, faring normal. THT :Telinga (normal, sekret -, massa-), Hidung (normal,

epistaksis - massa -, sekret-), Tenggorokan (normal) Thoraks, Jantung : Normal, Bunyi jantung I dan II murni regular

Paru : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi , Wheezing -/- Abdomen : Bising Usus +, Nyeri tekan

-Ekstremitas : Normal, tidak ada gangguan mobilisasi.

STATUS OPHTALMOLOGIS

KETERANGAN OD OS

1. VISUS

- Ukuran visus 0 6/7.5 ph tetap

- Axis visus -

--  Koreksi -

(5)

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

-  Eksoftalmus -

--  Enoftlamus -

--  Deviasi -

-- Gerakan bola mata Normal Normal

3. SUPERSILIA

-  Warna hitam hitam

-  Simetris + + 4. PALPEBRA SUPERIOR -  Edema - -- Nyeri Tekan - --  Ektropion - --  Entropion - --  Blefarospasme - --  Trikiasis - --  Sikatriks - -- Punctum Lakrimal - -- Fissura Palpebra - -- Tes Anel -

-5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

-  Hiperemis - --  Folikel - --  Papil - --  Sikatriks - --  Hordeolum - --  Kalazion - -6. KONJUNGTIVA BULBI -  Sekret - -- Injeksi Kongjungtiva - -- Injeksi Siliar - --  Perdarahan Subkonjungtiva - --  Pterigium - --  Pinguekula - -- Nevus Pigmentosa - -- Kista Dermoid - -7. SKLERA

-  Warna Putih Putih

-  Ikterik -

-- Nyeri Tekan -

-8. KORNEA

-  Kejernihan Bening Bening

-  Permukaan Licin Licin

-  Ukuran 12 mm 12 mm -  Sensibilitas + + -  Infiltrat - -- Keratik Presipitat - --  Sikatrik - --  Ulkus - --  Perforasi - -- Arcus Senilis - --  Edema -

(6)

-- Tes Placido - -9. BILIK MATA DEPAN

-  Kedalaman Dangkal Dalam

-  Kejernihan Jernih Jernih

-  Hifema -

--  Hipopion -

-- Efek Tyndall -

-10. IRIS

-  Warna Hitam Hitam

-  Kripta -

--  Sinekia -

--  Koloboma -

-11. PUPIL

-  Letak Sentral Sentral

- Bentuk Normal Normal

-  Ukuran 5 mm 3 mm

- Reflek Cahaya

Langsung

- +

12. LENSA

-  Kejernihan Jernih Jernih

-  Letak Sentral Sentral

- Tes Shadow -

-13. BADAN KACA

- Kejernihan Jernih Jernih

14. FUNDUS OCCULI

- Batas Jelas Jelas

-  Warna Merah kekuningan Merah kekuningan

-  Ekskavasio Tidak diperiksa Tidak diperiksa

- Rasio Arteri : Vena 2:3 2:3

- C/D Rasio 0.8,0.9 0.4,0.5

- Makula Lutea

-  Retina Baik Baik

-  Eksudat - --  Perdarahan - --  Sikatriks - --  Ablasio - -15. PALPASI - Nyeri Tekan - -- Massa Tumor - -- Tensimeter Occuli 60 18 - Tonometri Schiotz - -16. KAMPUS VISI

- Tes konfrontasi Tidakada

pandangan

(7)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pasien ini belum dilakukan pengecekan pemeriksaan penunjang, namun ada pemeriksaan penunjang anjuran seperti:

1. Gonioskopi

Gonioskopi ini adalah alat pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis kerja yaitu melihat sudut dari bilik mata depan apakah terjadi penyempitan atau tidak seperti pada glaukoma.

2. Funduskopi

Melihat fundus okuli secara teliti dan nyata, serta melihat bagian- bagian lainnya seperti retina, makula,dll , sehingga bisa menyingkirkan diagnosis banding yang dipilih sesuai kelainan pasien.

V. RESUME

Pasien perempuan berumur 57 tahun datang dengan keluhan mata kanannya tidak bisa melihat dengan jelas sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa awalnya hanya melihat secara samar- samar serta terasa kencang pada mata kanannya dan pandangannya semakin mengecil sehingga saat ini ia tidak bisa melihat sama sekali. Pasien memiliki riwayat darah tinggi, namun keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit sama sekali. Dari pemeriksaan fisik ditemukan, pasien dalam keadaan compos mentis, tekanan darah 150/100 mmHg, visus mata kanan O dan visus mata kiri 6/7.5 ph tetap. Pada visus pasien ditambahkan addisi +2.75 untuk membaca dan distansia pupil 54-56 mm. Bilik mata depan kanan dangkal, sedangkan bilik mata depan kiri dalam. Pemeriksaan C/D rasio fundus occuli nampak mata kanan 0.8-0.9, sedangkan mata kiri 0.4-0.5. Pemeriksaan tonometri occuli ditemukan bahwa mata kanan 60 dan mata kiri 18.

VI. DIAGNOSIS KERJA Glaukoma Absolut

Pada pasien ini nampak jelas adanya beberapa gejala klinis pada glaucoma seperti defek lapang pandang, peningkatan tekanan intraokuler (60mmHg), dan neuropaty optikus. Sesuai dengan keluhan pasien tersebut bahwa penglihatannya yang semakin tidak jelas dan bahkan saat ini pasien tidak bisa melihat sama sekali. Pada pemeriksaan pasien ini memiliki hipertensi, kemudian dari pemeriksaan visus sangat menonjolkan gejala glaucoma absolut yaitu terjadi kebutaaan total pada mata kanan pasien dimana visusnya O dan

(8)

tidak adanya tanda- tanda untuk kembalinya penglihatan. Pada pemeriksaan fundus occuli nampak C/D ratio yang sudah jauh melewati ukuran normalnya yaitu 0.8-0.9, sehingga kemungkinan sudah menuju kerusakan nervus optikusnya.

VII. DIAGNOSIS BANDING 1. Retinopati hipertensi

Faktor yang mendukung: kelainan matanya perlahan- lahan, visusnya bisa menurun atau bisa terjadi kehilangan penglihatan, penglihatan menyempit, mata tenang tanpa adanya rasa nyeri dan merah, pasien memiliki riwayat darah tinggi tidak terkontrol.

Faktor yang tidak mendukung: kelainan mata tidak terdapat kenaikan tekanan intraocular, tidak adanya gambaran- gambaran pada retinopati hipertensi yaitu penyempitan atau spasme dan sklerose pembuluh darah. 2. Retinoblastoma

Faktor yang mendukung: kelainan mata yang hilang perlahan, visusnya bisa menurun atau hilang sama sekali, tidak disertai tanda-tanda akut mata (merah, nyeri, gatal, pusing,dll), bisa dicurigai bila ada riwayat yang lain seperti glaucoma salah satunya, bisa mengenai satu atau kedua bola mata) Faktor yang tidak mendukung: kelainan mata harus ada faktor herediter dari orang tua, tidak adanya peningkatan tekanan intraokuler, tidak ada gambaran khas adanya neoplasma pada neuroretina, banyakan pasiennya anak kecil namun bisa pada orang diatas umur 40 tahun.

VIII. PENATALAKSANAAN

Menurunkan tekanan intraokuler

- Timolol 0.5% (sehari 2 kali dengan1 tetesan pada mata kanan)

- Latanoprost 0.05mg (sehari 1 kali dengan 1 tetesan pada mata kanan) - Acetozolamide 250 mg (sehari 2 kali 1 tablet)

- Kalium klorida 600 mg (sehari 2 kali 1 tablet salut enterik)

IX. PROGNOSIS

OD OS

 Ad Vitam Malam Bonam

 Ad Fungsionam Malam Bonam

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.(6)

2. Epidemiologi

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami  penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.

Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun.(7)

United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur orang yang terkena trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena disbanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mnegkonsumsi alcohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan keadaan yang paling sering menyebabkan trauma. Pada studi yang lain, di simpulkan bahwa olahraga dihubungkan dengan trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah 18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada  pemakai kaca mata umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata

dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep kacamata hitam telah ditemukan untuk memberikan perlingdungan yang menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius mata bagi penggunannya.(6,8)

(10)

3. Patofisiologi

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,

countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan

langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop,

dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbuta. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari  bola mata cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya,  bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seprti yang

diharapkan.(7)

4. Klasifikasi

Trauma pada mata dapat digolongkan atas : (2,9,10)

1. Trauma tumpul, yang terdiri atas :

 Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan

normal kembali.

 Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan

kelainan jaringan/ robekan.

Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :

- Perdarahan palpebra

- Emfisema palpebra

- Luka laserasi palpebra

- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

- Edema kornea

- Hifema ( perdarahan dalam bilik mata depan )

- Iridoplegia dan iridodialisa

- Kelainan lensa,berupa : Subluksasi,luksasi maupun katarak traumatik.

- Perdarahan badan kaca.

- Kelainan retina,berupa: Edema retina,ruptur retina,( dapat menyebabkan ablasio

retina traumatik),maupun perdarahan retina.

- Robekan/laserasi sklera

- Glaukoma sekunder

- Kelainan gerakan bola mata

-2. Trauma tembus ( luka akibat benda tajam ), dimana strutur okular mengalami kerusakan

(11)

 Dengan perforasi, meliputi :

i. Perforasi tanpa benda asing intra okuler

ii. Perforasi dengan benda asing intra okuler,yang menurut sifat benda asingnya terbagi atas :

a. Berdaraskan sifat fisisnya,terdiri atas : - Benda logam.

E.g. Emas,perak,platina,timah,seng,tembaga,besi,dll - Benda non logam

E.g. Kaca,bahan tumbuh-tumbuhan,bahan pakaian,dll

 b. Berdasarkan keaktifan ( potensi menyebabkan reaksi inflamasi ) terdiri atas : - Benda inert,merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi  jaringan mata,kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu

fungsi mata,seperti : Emas,perak,platina,bath,kaca,porselin,dll.

- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi jaringan sehingga mengganggu fungsi mata,seperti : seng,timah hitam,nikel,alumunium,besi,kuningan,tumbuh-tumbuhan,bulu ulat.

Luka akibat benda tajam dapat menyebabkan : - Luka pada palpebra (laserasi palpebra) - Laserasi konjungtiva

- Abrasi,perforasi,laserasi kornea - Laserasi sklera

-Robeknya pembuluh darah,otot-otot okular,maupun serabut saraf okular.

3. Trauma fisis, yang dapat disebabkan oleh :

a.Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet,sinar inframerah,sinar rontgen dan radioaktif,dan tenaga listrik.

 b.Luka bakar

c.Luka akibat bahan kimia,baik yang bersifat asam maupun basa,dimana luka akibat bahan kimia basa lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.

(12)

TRAUMA TUMPUL(4,5)

Trauma tumpul sendiri dapat berupa: a) Trauma tumpul palpebra.

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung  bola mata maka saat terjadi trauma akan melakukan reefleks menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hematoma palpebra. Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah dari pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.

 b) Trauma tumpul lensa:

Gbr.2.4.1.1 Kelainan lensa Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Dislokasi lensa oleh karena ruptur di zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat  pula total (luksasi). Lepasnya dapat ke depan dapat pula ke belakang.(9)

  Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

 Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan  berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung, dan maata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudha terjadi glaucoma sekunder.

  Luksasi Lensa Anterior . Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata

(13)

timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan  blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema korne, lensa di dalam bilik mata

depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.   Luksasi Lensa Posterior . Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa  jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

  Katarak Trauma. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun  posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak yang disebut cincin Vossius. Cincin Vossius merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah suatu trauma, seperti suatu stempel jari.

c) Trauma tumpul kornea.

Abrasi Kornea adalah keadaan dimana epitel dari kornea terlepas yang bisa diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia dan juga benda asing subtarsal. Abrasi kornea bisa berulang dan menyebabkan rasa sakit yang hebat, dimana abrasi kornea merupakan suatu kegawatdaruratan pada mata yang bisa menyebabkan ulserasi dan oedema kornea yang akan menganggu visus. Diagnosis bisa ditunjang dengan uji flourosensi dimana akan terlihat warna hijau bila terjadi kerusakan pada epitel kornea. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah pemberian antibiotik topikal dan midriatikum untuk merelaksasi iris dan mengurangi rasa sakit. Pastikan juga tidak terdapat benda asing yang dapat menganggu proses penyembuhan. Masa penyembuhan tergantung pada luasnya kerusakan, dan juga adakah infeksi, benda asing dan mata kering yang bisa menyebabkan kegagalan terapi. Mata kemudian di tutup dengan penutup yang membuat pasien merasa lebih nyaman.

(14)

d) Trauma fundus oculi.

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan pada retina, koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, perdarahan retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf optik. Jika dijumpai penderita dengan trauma tumpul dan  penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata, sedangkan keadaan media mata jernih, maka dapat diperkirakan adanya kelainan di fundus atau di belakang bola mata . Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata adalah trauma retina, perdarahan corpus vitreous, dan trauma yang mengakibatkan kerusakan  pada kiasma optikus.

Fundus harus diperiksa dengan oftalmoskopi direk setelah midriasis penuh dilakukan. Jika tidak terlihat detil struktur mata, maka hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan vitreous. Perdarahan vitreous terabsosrbsi dalam waktu beberapa minggu atau mungkin diperlukan pengangkatan dengan virektomi. Daerah perdarahan retina dan daerah berwarna  putih (edema) dapat dilihat. Koroid juga bisa robek dan menyebabkan perdarahan subretina

yang kemudian diikuti oleh parut subretina.(9)

Trauma pada mata dapat menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis yaitu : a)  Perdarahan di palpebra (echymosis, black eye) (9)

Gbr.2.4.1.2 Perdarahan di palpebra Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Pada perdarahan yang berat, palpebra menjadi bengkak, kebiru-biruan, karena  jaringan ikat palpebra halus. Perdarahan dapat menjalar ke bagian lain di muka, juga dapat menyeberang ke mata yang lain menimbulkan hematoma kacamata atau menjalar ke  belakang menyebabkan eksoftalmus.

(15)

 b)  Emfisema palpebra (9)

Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, disebabkan adanya udara di dalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan langsung antara rongga orbita dengan ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina papyricea os etmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga orbita, karena dinding ini tipis.

c)  Luka laserasi di palpebra (9)

Gbr.2.4.1.3 Luka laserasi di palpebra Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tapi bersihkanlah lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila bengkaknya berkurang, baru dijahit.

d)  Kelainan gerakan mata (9)

- Kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmus), yang dapat

disebabkan lumpuhnya N.VII

- Kelopak mata tak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), yang mungkin

disebabkan edema atau perdarahan pada palpebra. Ptosis dapat juga terjadi akibat lumpuhnya m.levator palpebra.

Gbr.2.4.1.3 Ptosis Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

(16)

- Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata, karena perdarahan di rongga orbita atau adanya kerusakan di otot-otot mata luar.

Dapat terjadi oleh karena :

-  parese atau paralise dari m. Levator palpebra (N.III)

- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra

e)  Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva (9)

Gbr.2.4.1.4 Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

f) Timbulnya lipatan-lipatan pada M. Descement dan M. Bowman (9)

Hal ini disebabkan menurunnya tekanan intra okuler pada waktu terjadinya trauma yang kemudian disusul dengan naiknya tonus menjadi normal kembali. Lipatan-lipatan ini akan hilang bila tonus normal kembali. Keluhannya visus menurun, yang menjadi baik lagi  bila tonus normal kembali.

g)  Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema) (9,10)

Gbr.2.4.1.5 Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema) Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai karena trauma. Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari

(17)

 penyerapan darahnya sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan selanjutnya ke kanal schlemm, sisanya akan diabsorbsi mel alui permukaan iris.(10)

h)  Pupil midriasis (9)

Disebabkan iridoplegia, akibat serabut saraf yang mengatur otot sfingter pupil. Iridoplegia ini dapat terjadi temporer 2-3 minggu, dapat juga permanen, tergantung adanya  parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu itu mata terasa silau.

i)  Iridodialise/iridoreksis/robekan iris (9)

Gbr.2.4.1.6 iridodialisis Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya, pada  pemeriksaan biasa terdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris terdapat

iridodialisa. Pada pemeriksaan oftalmoskopi terdapat warna merah pada pupil dan juga pada tempat iridodialisa, yang merupakan refleks fundus.

 j)  Perdarahan badan kaca (9)

Dapat berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan di dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui keadaan di bagian posterior mata.

k)  Kelainan retina berupa edema dan ruptur retina (9)

Edema retina biasanya di daerah polus anterior dekat makula atau di perifer. Tampak seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus sentral sangat terganggu dengan skotoma sentralis.

l)  Perdarahan retina (9)

Dapat timbul bila trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk  perdarahan tergantung dari lokalisasinya. Bila terdapat di lapisan serabut saraf tampak

sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,  perdarahan di depan retina (preretina) mempunyai permukaan datar di bagian atas dan cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam badan kaca. Penderita

(18)

mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak dan masuk ke dalam badan kaca dapat menutupi jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.

m)  Robekan sklera (9)

Gbr.2.4.1.7 Robekan sklera Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.

n)  Eksoftalmus (9)

Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber, berasal dari a.optalmika beserta cabang-cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur, perdarahan diserap kembali, juga diberi koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan “ souffles”, berarti ada aneurisma arteriovena antara arteri karotis interna dan sinus kavernosa.

o)  Enoftalmus (9)

Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon, yang menyelubungi bola mata di luar sklera atau disebabkan fraktur dasar orbita. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih terdapat edema.Pada pemeriksaan funduskopi mungkin terlihat atrofi saraf optik yang menyebabkan visus sangat menurun. Hal ini disebabkan adanya perdarahan retrobulber, fraktura dinding orbita bagian posterior, fraktura basis kranii. Untuk menentukannya diperlukan foto tulang tengkorak.

(19)

TRAUMA TEMBUS ( LUKA AKIBAT BENDA TAJAM ) Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan : (9)

1. Luka pada palpebra

Kalau Kalau pinggiran palpebra luka dan tak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra akuisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tak dapat menutup dengan sempurna.

2. Luka pada orbita

Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik, menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise dari otot dan diplopia. Mudah terkena infeksi, menimbulkan selulitis orbita (orbital phlegmon), karena adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita. 3. Luka mengenai bola mata

Harus dihentikan : - luka dengan atau tanpa perforasi - luka dengan atau tanpa benda asing

Kalau ada perforasi di bagian depan (kornea) : bilik mata depan dangkal, kadang-kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di kornea, tensi intra okuler merendah, tes fistel positif. Bila perforasinya mengenai bagian posterior (sklera) : bilik mata depan dalam, perdarahan di dalam sklera, koroid, retina, mungkin ada ablasi retina, tensi intra okuler rendah.

a) Luka mengenai konjungtiva (9)

Bila kecil dapat sembuh dengan spontan, biloa besar perlu dijahit,disamping  pemberian antibiotik lokal dan sistemik untuk mencegah infeksi sekunder.

 b) Luka di kornea (9)

Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresin (+). Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga dapat timbul ulkus serpens akut atau herpes kornea, dengan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik. Benda asing di kornea di angkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain 1 %. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.

Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan, kemudian di tarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjungtiva. Jika luka di kornea itu disertai dengan prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di

(20)

reposisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup denganh flap konjungtiva. Kalau luka telah  berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan  penisilin 10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika

dengan spektrum luas lokal dan sistemik, juga subkonjungtiva. (9) c) Luka di sklera (9)

Luka yang mengenai sklera berbahaya karena dapat mengakibatkan perdarahan badan kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagian dalam bola mata, ablasi retina. Luka kecil, tanpa infeksi sekunder pada waktu terkena trauma, dibersihkan, tutup dengan konjungtiva,  beri antibiotik lokal dan sistemik, mata ditutup. Luka dapat sembuh. Luka yang besar, sering disertai dengan perdarahan badan kaca, prolaps badan kaca, koroid atau badan siliar, mungkin terdapat di dalam luka tersebut. Bila masih ada kemungkinan, bahwa mata itu masih dapat melihat, maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong, luka sklera dijahit, konjungtiva dijahit, beri atropin, kedua mata ditutup. Sekitar luka didiatermi. Bila luka cukup  besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat melihat, maka sebaiknya di enukleasi,

untuk menghindarkan timbulnya optalmia simpatika pada mata yang sehat. d) Luka pada corpus siliar (9)

Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap baik.

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata , maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;

- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi

- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media refrakta secara langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut

- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata - Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea

- Bentuk dan letak pupil berubah.

- Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera - Adanya hifema pada bilik mata depan

- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa, badan kaca atau retina.

(21)

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata. Ket: A) Tampak dari depan.

B) Tampak dari samping

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

5.

Diagnosis

Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat  berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma., bahan penyebab truma dan pekrjaan untuk

(22)

 penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan penglihatan  bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat riwayat me-malu, mengasah atau kedakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita, harus di curigai akan adanya  penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya

trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya dan elergi.(3)

Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu,  pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian  palu dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata, dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya  penetrasi sklera dan benda asing yang tertingal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur

merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang berpotensi membutakan. (4)

Pemeriksaan struktur eksternal mata termasuk didalamnya palpasi, inspeksi dengan  penlight, pemeriksaan kelopak mata, pewarnaan dengan fluoresensi, dan anestesi topikal. Palpasi rima orbita harus dilakukan bila dicurigai terjadi cedera tumpul atau fraktur. Penlight digunakan untuk memeriksa mata akan adanya tanda-tanda perforasi, seperti dangkalnya kamera anterior atau prolaps uvea. Hifema dapat timbul tanpa perforasi dan, pada kenyataanya, sering ada pada trauma tumpul. Pemeriksaan kelopak mata (retraksi dan eversi kelopak mata atas dan bawah) akan membantu inspeksi benda asing atau luka bakar kimiawi. Apabila pasien merasakan adanya benda asing atau bila ada riwayat trauma tumpul dan trauma tajam, dapat dilakukan pemeriksaan dengan fluoresensi, dengan memberi pewarnaan  pada kornea untuk mengidentifikasi adanya defek epitel kornea.(4)

Bagian anterior mata harus diperiksa dengan memakai lup atau slit lamp yang  bertujuan untuk mengetahui lokasi luka atau celah tembus. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraokular, dimana trauma yang menyebabkan rupture bola mata dapat menyebabkan tekanan intraokular yang menurun. (10)

(23)

 penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit  perorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada  pemeriksaan kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan rupture bola mata, maka dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut sejelas-jelasnya. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil di mata yang cedera. Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata atau adanya kecenderungan rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(4,8)

Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan  bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemusian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada  pengeluaran cairan mata.(4)

CT-Scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengetahui benda asing intraokular. X-Ray dapat dilakukan apabila CT-Scan tidak memungkinkan. MRI tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat  pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan

tinggi dan menyebabkan kerusakan okular. Ultrasound biomikroskop juga bermanfaat dalam menentukan lokasi dari benda asing intraokular. Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak  berkomunikasi dengan pemeriksa.(4,8)

6.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun  jenis trauma itu sendiri.

(24)

Penatalaksanaan Segera Trauma Mata

Apabila jelas tampak ruptur bola mata,maka manipulasi lebih lanjut lebih lanjut untuk dihindari sampai pasien tersebut mendapat anastesia umum.Sebelum pembedahan jangan diberi obat sikloplegik atau antibiotika topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan intraokuler yang terpajan.Berikan antibiotika parenteral spektrum luas dan pakaian pelindung Fox ( atau sepertiga bagian bawah corong kertas ) pada mata.Analgetik,antiemetik,dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,dengan restriksi makan dan minum.Induksi

anestesi umum jangan menggunakan obat-obatan penghambat depolarisasi

neomuskular,karena dapat meningkatkan secara transien di dalam bola mata sehingga meningkatkan kecenderungan herniasi isi intra okuler.Anak juga lebih baik diperiksa awal dengan bantuan anestetik umum yang bekerja singkat.

Pengobatan Trauma Tembus Bola Mata

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja.Bila robekan pada konjungtiva ini tidak melebihi 1 cm,maka tidak perlu dilakukan penjahitan.Bila robekan konjungtiva lebih dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya granuloma.Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera  bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.

Pada pasien dengan luka tembus bola mata maka kepadanya diberikan antibiotika sistemik atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.Pasien juga diberi antitetanus profilaksis,analgetik,dan kalau perlu penenang.Sebelum dirujuk,mata tidak boleh diberi salep,karena salep dapat masuk ke dalam mata.Pasien tidak boleh diberikan steroid local,dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.Pada penutupan luka segmen anterior,harus digunakan teknik-teknik bedah mikro.Laserasi kornea diperbaiki dengan jahitan nilon10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air.Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan <24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula sikiodialisis melalui insisi tusuk di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat dilakukan,apabila jaringan telah terpajanlebih dari 24 jam,atau apabila jaringan tersebut mengalami iskemia dan kerusakan berat,maka jaringan yang prolaps harus dieksisi setinggi  bibir luka.Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium patologik untuk

(25)

 jamur.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau virektomi atau peralatan virektomi.Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis,udara atau viskoelastik.

Luka sclera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat diserap.Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dan insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.Luka keluar di bagian posterior sclera, pada cidera tembus ganda dapat sembuh sendiri,dan biasanya tidak dilakukan usaha penetupan.Bedah vitreoretinal,bila ada luka kornea yang besar,dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman kornea.Enukleasi dan Eviserasi primer hanya boleh dipikirkan bila bola mata mengalami kerusakan total.

Gambar

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata.

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh jenis trauma mata yang ditemukan pada penelitian ini (trauma tumpul, trauma tajam, dan trauma kimia) lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan...

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang

3.2.. Hifema adalah darah di dalam kamera okuli anterior atau bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek

Hifema adalah adanya darah di dalam kamera okuli anterior atau bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek

ketidakjelasan/kerancuan dengan membuat standar terminologi trauma mekanik bola mata sbb:4. – Definisi jelas untuk semua jenis

Tajam penglihatan akhir pada kasus trauma mata dipengaruhi oleh multifaktor, antara lain : penyebab trauma, akibat langsung pada jaringan ikat bola mata yang terkena, ada

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata, terlepasnya selaput jala

 Sama seperti trauma tajam, trauma tumpul juga dikaitkan dengan bentuk dan ukuran benda yang mengenai mata, dimana benda tumpul memiliki ujung yang tumpul dan berukuran lebih besar